BANGKIT
Cerpen Karangan: Alfred Pandie
Pandanganku pada langit tua. Cahaya bintang berkelap kelip mulai hilang oleh kesunyian malam. Aku berjalan menyusuri lorong malam sepi nan gelap. Cahaya bulan malam ini begitu indahnya. Hari ini benar-benar hari yang melelahkan. Konflik dengan orang tua karena tidak lulus sekolah. Hari ulang tahun yang gagal di rayakan. Dan hadiah sepeda motor yang terpaksa di kubur dalam-dalam karena tak lulus, belum lagi si adik yang menyebalkan. Teman-teman yang konvoi merayakan kemenangan, sedang aku?
Hari-hari yang keras kisah cinta yang pedas. Angin malam berhembus menebarkan senyumku walau sakit dalam hati mulai mengiris. Sesekali aku menghapus air mataku yang jatuh tanpa permisi. Sakit memang putus cinta.
Rasanya beberapa saat lalu, aku masih bisa mendengar kata-kata terakhirnya yang tergiang-ngiang merobek otak ku.
âsudah sana⊠Kejarlah keinginanmu itu!, kamu kira aku tak laku, jadi begini sajakah caramu, oke aku ikuti.. Semoga kamu tidak menyesal menghianati cinta suci ini.â beberapa kata yang sempat masuk ke hpku, di ikuti telpon yang sengaja ku matikan karena kesal atau muak.
Aku termenung di pinggir jalan, memegang kepalaku yang sakit. âselamat malam..? Sorii mba kayanya lagi sedih banget boleh aku minta duitnya..â seorang pemabuk dengan botol bir di tangan kiri dengan jalan yang tak beraturan,
Ia mengeluarkan sebilah pisau lipat dan mengancamku. Aku hanya terdiam tak berkata, membuatnya sedikit binggung. Aku meraih tas di sampingku dan menyerahkan padanya. âini ambil semua.. Aku tak butuh semua ini. Aku hanya ingin matiâŠ!â Aku melemparkan tas ke hadapannya yang di sambut dengan senyum picik dan iapun menghilang di gelapnya malam.
Aku bangkit berdiri dan berjalan menyusuri malam, berdiri menatap air suangai yang mengalir airnya deras.Di sini di atas jembatan tua ini. Angin sepoi-sepoi menyerang tubuh ku. Aku berdiri menatap langit yang bertabur bintang, rasanya tak ada yang penting bagiku sekarang. Perlahan-lahan aku berjalan menaiki jembatan dan berdiri bebas. Menutup mata dan tinggal beberpa senti lagi aku akan terjatuh. Aku perlahan mengangkat kaki kananku dan�
Tiba-tiba sosok pemabuk yang menodong pisau padaku ku tadi, menarik baju ku dan menampar pipiku kuat, keras sekali tamparannya
âini uang dan tas muâŠ!! Aku tak butuh..! Aku lebih baik mati kelaparan dari pada melihat wanita lemah sepertimuâ ia menarik ku turun dan melemparkan tasku di atas tanah
denganku, di sekujur tubuhnya penuh tato dan tubuhnya kurus sekali. Ia berdiri termenung pada tangga jalan. Sesekali menatap langit dan menghapus air matanya.
âboleh aku berdiri disini bersamamu? Aku menyapanya tapi ia hanya terdiam membisuâ. Aku berdiri di sampingnya menunggu sampai kapan ia akan berdiri pergi dari sini.
âkenapa kamu menamparku..? Kenapa kamu menolongku?
Aku sudah tak berarti lagi. Pria yang aku cintai bertahun-tahun mencapakanku dengan tuduhan yang tak jelas, aku memulai pembicaraanâ.
cuma karena cinta semangatku hilang, belum tentu ia jodohku, belum tentu ia juga memikirkan hal yang sama, rasa sakitkuâ. Aku berlari menuruni tangga meninggalkan ia sendiri yang masih terdiam menatap kembali langit yang menampakan bintang-bintang kecil yang berkelip dengan jenaka, seakan hari ini tak akan berlalu.
Ketika aku akan menapaki jalan. Kekasihku sedang berdiri di depanku dengan bunga mawar banyak sekali di tangannya, sementara di belakangnya orang tua dan adikku yang berdiri di samping mobil, kami saling terdiam untuk beberapa saat ia memulai.âmaafkan aku sayang, ternyata aku yang salah menilaimu, makasih ya?, sudah membuat hidupku lebih berharga karena ini. Ia menyerahkan bunga dengan sebuah diary usang punyaku, yang entah dari mana ia mendapatkannya. Tapi disinilah aku bisa menulis menitikan setiap masalah, rasa banggaku atas kekasihku ini. Aku memeluk erat tubuhnya lama kami terdiam di iringi tangis dan canda menghiasi malam, sementara kedua orang tuaku tersenyum senang. Aku mengajak kekasihku menaiki tangga untuk mengenalkan pada orang yang mengajarkanku banyak hal. Khususnya arti bersyukur.Kami menapaki jalan tangga dan melirik sekeliling dan mencari namun sosok itu hilang tak berbekas? Kami turun dan kami pergi ke mall bersama orang tua dan adik ku untuk merayakan ulang tahunku.
Walaupun tetap aku tak dapat sepeda motor karena tak lulus tapi bukan berarti kehangatan ini harus berakhir
Tamat
1. Unsur Intrinsik cerpen ââBangkitââ
1.Tema: Jangan mudah putus asa / kehidupan 2.Latar:
-Waktu : Malam hari
Bukti : Cahaya bulan malam ini begitu indahnya. -Tempat : di pinggir jalan dan di atas jembatan
Bukti : âAku termenung di pinggir jalan, memegang kepalaku yang sakit. â
â Di sini di atas jembatan tua ini angin sepoi-sepoi menyerang tubuh kuâ. -Suasana : Sunyi sepi
Bukti : âAku berjalan menyusuri lorong malam sepi nan gelap.â 3. Alur : Maju
-Karena jalan cerita dijelaskan secara runtut mulai dari pengenalan latar dan masalah sampai ke konflik dan di akhir cerita terdapat penyelesaian konflik.
4.Penokohan :
- Aku : mudah putus asa, kurang bersyukur dan selalu mengeluh Bukti :
âKenapa kamu menolongku? Aku sudah tak berarti lagi.â
âAku hanya meminta tanpa pernah tahu bagaimana orang tuaku mendapatkannya.â
Bukti :
âseorang pemabuk dengan botol bir di tangan kiri dengan jalan yang tak beraturanâ
âHidup di jalan seperti ku ini, hawanya sangat dingin dan penuh nyali besar, bahkan untuk tertidur saja itu sulit.â
5.Sudut pandang : orang pertama sebagai pelaku utama.
-Bukti : Cerpen bangkit menggunakan kata ganti âakuâ sebagai tokoh utama dan mengisahkan tentang dirinya sendiri.
6. Nilai :
-Nilai Moral : Saat tokoh âakuâ menyadari selama ini hanya meminta tanpa pernah tahu bagaimana orang tuanya mendapatkannya.Kita seharusnya bersyukur dengan apa yang telah kita miliki tidak hanya menuntut sesuatu karna diluar sana masih banyak orang yang kekurangan.
-Nilai Perjuangan = Pria pemabuk berjuang bertahan hidup di jalanan yang keras. Di kehidupan nyata banyak orang yang melakukan apapun untuk berjung hidup. Kita harus berjuang mempertahankan hidup di dunia yang keras ini.
-Nilai Kepedulian = Saat Pria pemabuk menyelamatkan tokoh âakuâ yang akan terjun dari jembatan. Banyak orang yang membutuhakan bantuan kita saat menghadapi masalah kita seharusnya membantu mereka tidak membiarkannya.
7.Amanat :
a. Jangan mudah putus asa dalam menjalani kerasnya hidup. b. Bersyukurlah atas apa yang telah dimiliki.
c. Hidup tidaklah sempurna kadang manusia diatas dan kadang dibawah. d. Jangan lari dari permasalahan.
e. Kegagalan adalah awal dari keberhasilan. f. Masalah apapun jangan berhenti untuk bangkit
2. Unsur Ekstrinsik cerpen âBangkitâ
1. Latar Kepengarangan Penulis : Penulis menjumpai berbagai reaksi masyarakatt saat mereka gagal dan berputus asa. Dalam cerpen ini penulis ingin menginspirasi/memotivasi orang-orang dalam menghadapi kerasnya hidup melalui ceritanya.
2. Keyakinan Penulis : Penulis yakin bahwa kejadian ini banyak ditemui di masyarakat. Banyak orang yang bunuh diri karena putus asa maka penulis menggambarkan situasi tersebut dalam sebuah cerpen.
MARTINI
Oleh: Kurniawan Lastanto
wanita itu bernama Martini. Kini ia kembali menginjakkan kakinya di lndonesa, setelah tiga tahun ia
meninggalkan kampung halamannya yang berjarak tiga kilometer dari arah selatan Wonosari Gunung Kidul.
Didalam benak Martini berbaur rasa senang, rindu dan haru. Beberapa jam lagi ia akan berjumpa
kembali dengan suaminya, mas Koko dan putranya Andra Mardianto, yang ketika ia tinggalkan masih berusia
tiga tahun. Ia membayangkan putranya kini telah duduk dibangku sekolah dasar mengenakan seragam putih â
merah dan menmpati rumahnya yang baru, yang dibangun oleh suaminya dengan uang yang ia kirimkan dari
arab Saudi, Negara dimana selama ini ia bekerja.
yang nasibnya kurang beruntung. Tidak jarang seorang TKW pulang ketanah airnya dalam keadaan hamil tanpa
jelas siapa ayah sang janin yang dikandungnya. Atau disiksa, digilas dibawah setrikaan bersuhu lebih dari 110
derajat celcius, atau tiba â tiba menjadi bahan pemberitaan di media massa tanah air karena sisa hidupnya yang
sudah ditentukan oleh vonis hakim untuk bersiap menghadapi tiang gantungan atau tajamnya logam pancung
yang kemudian membuat kedubes RI, Deplu dan Depnaker kelimpungan dan tampak lebih sibuk.
Sangatlah beruntung bagi Martini mempunyai majikan yang sangat baik, bahkan dalam tiga tahun ia bekerja, ia
telah dua kali melaksanakan umroh dengan biaya sang majikan. Majikannya adalah seorang karyawan disalah
satu perusahaan minyak disana. Ia bekerja sebagai seorang pembantu rumah tangga di El Riyadh dengan tugas
khusus mengasuh putra sang majikan yang sebaya dengan Andra, putranya. Hal ini membuatnya selalu teringat
putranya sendiri dan menambah semangat dalam bekerja.
Dengan cermat Martini memperhatikan sekeliling, akan tetapi ia tidak melihat seorang saudara atau kerabatpun
yang ia kenal. Sempat terbersit rasa iri dan kecewa ketika ia menyaksikan beberapa rekanannya yang dijemput
dan disambut kedatangannya oleh orang tua, anak atau suami mereka. Namun dengan segera ia membuang
jauh â jauh pikiran tersebut. Ia tidak ingin suuzon dengan suaminya.
âmungkin hal ini disebabkan karena kedatanganku yang memang terlambat tiga hari dari jadwalkepulangan yang
direncanakan sebelumnya,â pikirnya huznuzon.
Dan pikiran ini malah membuatnya merasa bersalah, karena ia tidak memberitahukan kedatangannya melalui
telepon sebelumnya.
Akhirnya ia memutuskan untuk menuju terminal pulogadung dengan taksi bandara. Oleh karena ia tidak tahu
dimana pool bus maju lancar terdekat dari bandara soekarno-hatta, ia berharap diterminal pulogadung ia bisa
langsung menemukan bus tersebut dan membawanya ke wonosari dengan nyaman, karena badannya sekarang
sudah terlalu letihuntuk perjalanan panjangyang ditempuh dari arab Saudi.
Tanpa ia sadari, martini telah sampai didepan rumahnya, rumah yang merupakan warisan ayahnya, yang ia huni
bersama mas koko, andra dan ibunyayang telah renta. Namun bingung dan pertanyaan muncul dalam
benaknya. Yang ia lihat hanyalah rumah tua tanpa berubahan sedikitpun, kecuali kandang sapi didekat
rumahnyayang kini telah kosong. Sama keadaanya dengan tiga tahun lalutatkala ia meninggalkan rumah
tersebut.
â mana rumah baru yang mas koko bangun seperti yang ada difoto yang mas koko kirimkan tiga bulan yang lalu.
Apakah ia membeli tanah ditempat lain dan membangunnya disana. Kalau begitu syukurlah,â pikirnya mencoba
huznuzon.
Ia ketuk perlahan â lahanpintu rumahnya. Namun tidak ada seorangpun yang muncul membukakan pintu âkulo
nuwun, masâŠ! AndraâŠ! MbokâŠ!â
Beberapa saat kemudian barulah pintu yang terbuat dari kayu glugu tersebut terbuka.â Madosi sinten mbak?â
Tanya seorang bocah berusia 6 tahun yang tak lain adalah andra yang muncul dari balik pintu.
âAndra aku ini ibumu, sudah lupa ya. Apakah bapakmu tidak menceritakan ihwal kedatanganku?â ucap martini
balik bertanya.
âAyah? Kedatanagn ibu? Oh mari masuk. Sebentar ya, andra bangunkan mbah dulu,â ujar Andra sambil berlari
Martini masuk kedalam rumah dan duduk diatas amben yang terletak disudut ruangan depan, seraya
memperhatikan keadaan didalam rumah yang ia huni sejak kecil tersebut. Keadaan dalam rumahpun tidak
tampak ada perubahan yang berarti.
âMartini ya. Wah â wah anakku sudah datangdari perantauan,â terdengar suara tua khas ibu martini sedang
setengah berlari keluar dari kamarnya, menyambut kedatangan anaknya, diikuti oleh andra , membawakan
segelas the hangat.
âbagaimana keadaan simbok disini?â, Tanya martini.
âoh, anakku simbok di sini baik â baik saja, kamu sendiri bagaimana, tini?â âsaya baik â baik saja mbok,
ngomong â ngomong mas koko dimana mbok?â Tanya martini. Mendengar pertanyaan itu, tiba â tiba air muka
ibu martini berubah, ia tampak berpikir â piker sejenak.
â oh mengenai suamimu, nanti akan simbok ceritakan, sebaiknya kamu ngaso dulu. Kau pasti capek setelah
melakukan perjalanan jauh. Jangan lupa the hangatnya diminum dulu,â saran ibu martini.
Martini menurut saja apa yang dikatakan ibunya. Setelah menikmati segelas the hangat, ia mengangkat kaki dan
tiduran di atas amben. Namun tetap saja ia tidak dapat memejamkan matanya. Pikirannya tetap melayang
memikirkan suaminya ; dimana dia, apakah dia merantau ke Jakarta untuk turut mencari nafkah diperantauan,
dimana letak rumah barunya, atau apakah mas koko malah meninggalkan dirinya dan menikah dengan wanita
lain?â
âah tidak mungkin,â pikirnya kembali berusaha untuk tetap huznuzon.
Ia mencoba bangkit lalu menemui ibunya yang sedang memasak dipawon.
âmaaf Mbok, dimana mas koko, tini sudah kangen dan ingin berbicara dengannya,â ujar martini membuka
kembali percakapan. Ibu martini tampak kembali berfikir sejenak, lalu berdiri dan mengambil segelas air putih
dingin dari kendi.
â minumlah air putih ini agar kamu lebih tenang, Tini, nanti simbok ceritakan di mana suamimu berada, kalau
kamu memang sudah tidak sabar.â
Sementara itu martini bersiap untuk mendengarkan dengan seksama penuturan ibunya.
â tiga bulan lalu rumah yang dibuat suamimu atas biaya dari kamu sudah jadi. Letaknya didusun sebelah sana,
namun sejak itu pula kesengsem sama seorang wanita. Wanita itu adalah tetangga barunya. Dua bulan lalu
mereka menikah dan meninggalkan andra bersama simbok. Tentu saja simbok marah besar kepadanya. Namum
apa daya, simbok hanyalah wanita yang sudah renta, sedang ayahmu sudah tiada, dan uang yang simbok
pegangpun pas â pasan. Mau mengirim surat kepadamu simbok tidak bisa, kamu tahukan simbok buta huruf.
Mau minta tolong kepada siapa lagi, sedangkan kamu adalah anakku satu â satunya. Kamu tidak mempunyai
saudara yang bisa simbok mintai tolong untuk mengirimkan surat kepadamu, sedangkan anakmu, andra masih
kelas 1 SDâ.
Mendengar penuturan ibunya, martini langsuung menangis, ia sedih marah dan kalut.
âmengapa simbok tidak melaporkannya ke pak kadus dan pak kades, dan beliaupun sudah berjanji untuk
membantu simbok. Namun sampai saat ini simbok belum mendapatkan jawabannya. Sedangkan suamimu
sendiri dan istri barunya , tampak tak peduli denagn suara â suara miring para tetangga. Dan untuk lapor ke
bergetar.
âDuh Gusti...., paringono sabar...,." terdengar Martini terisak, berusaha untuk tetap ingat kepada Yang Maha
Kuasa. Bagaimana bisa, suami yang begitu ia cintai dan ia percaya, dapat berbuat begitu kejam terhadapnya.
Apalagi ia sekarang tinggal bersama istri barunya, di rumah hasil jerih payahnya selama tiga tahun merantau di
Arab Saudi.
"Mbok, di mana rumah baru itu berada?â
wajah ibunya terlihat ketakutan, ia tidak tahu apa yang akan dilakukan anaknya dalam keadaan kalut di sana
apabila ia tahu letak rumah tersebut.
"Mbok,d i mana Mbok,â Suara Martini semakin tinggi, namun ibunya tetap diam.
,âKenapa simbok tidak mau membertihu. Apakah Simbok merestuinya?_Apakah simbok mendukungnya?
Apakah Simbok membela bajingan itu dari pada saya anakmu sendiri? Apakah...â
âDiam Tini, teganya kamu menuduh ibumu seperti itu. Kamu mau menjadi anak durhaka? Ingatlah kamu kepada
Tuhan,Nak, ingatlah kepada Gusti Allah,N ak"
Kalimat itu muncul dari mulut ibunya, yang kemudian terduduk menangis mendengar ucapan pedas anaknya
tersebut.
âya sudah kalau Simbok tidak mau memberitahu. Tini akan cari sendiri rumah itu,â teriak Martini seraya
meninggalkan ibunya yang sangat bersedih, yang berusaha mengejarnya namun kemudian jatuh tersungkur di
halam depan rumahnya karena tidak mampu lagi mengeiarnya.
âHei , mana Koko, bajingan sialan,"teriak Martini sambil berjalan membabi buta, menyusuri jalan dengan muka
merah Padam.
Pikrannya kacau balau.
âBuat apa aku bekerja jauh-jauh mencari uang di Arab Saudi demi kamu dan.Andra tetapi mengapa kau tega
memanfaatkanku, menggunakan uangku untuk membuat rumah dan tinggal di sana bersama istri barumu,
Kurang apa aku?â
Mendengar teriakan Martini, kontan para tetangga di sekitar situ segera berhamburan ke luar rumah. Mereka
kebingungan menyaksikan ulah Tini yang sudah tidak mereka lihat selama tiga tahun, tiba â tiba muncul kembali
di dusun itu dengan tingkah laku yang berubah 180 derajat. Martini yang dulunya lembut, penurut, kini kasar dan
beringasan. Apakah ia telah gila? Apakah yang telah terjadi terhadap dirinya di Arab saudi? Apakah ia
Dianiaya sebagaimana sering terdengar berita di media massa mengenai TKW yang disiksa?.
Namun kemudian mereka segera menyadari. Hal ini pasti karena Martini telah mengetahui perbuatan suaminya.
Segera saja mereka mengejar dan mencoba menenangkan Martini. Namun dengan kuat Martini mencoba
melepaskan tangannya dari dekapan tetangganva itu. Dan saat itu pula ia melihat suaminya, ya Koko bajingan
itu, keluar dari rumahnya. Koko tampaknya tidak menghiraukan kedatangannya. Bahkan istri barunya itu
terlihat dengan mesranya berdiri disamping koko yang meletakkan keduavtangannya dipinggang koko.
,,â hei, siapa kamu. Tini ya. Kenapa kamu kesini? Ini rumahku bersama mas koko. Bukannya kamu sudah mati,
kalau belum mendingan kamu mati saja sekarang. Itu lebih baik, dari pada mau merusak kebahagiaan kami.
Bukan begitu mas koko?â ujar wanita yang ada disebelah koko sambil mengalungkan tangan kanannya dileher
Hal ini jelas membuat tini makin marah.
âhai , dasar kau, wanita murahan, tidak tahu diri. Koko adalah suamiku. Dan kau koko, mengapa kau tega
menipuku, meninggalkanku hanya untuk menikahi wanita keparat ini. Dasar bajingan.â
Dekapan tetangga yang memegang Martini akhirnya lepas. Dengan cepat Martini meraih sebuah bamboo yang
tergeletak di bawah pohon nangka dan berlari menuju kearah koko dan istri barunya. Dengan tidak hati-hati ia
menaiki anak tangga yang menuju kedalam rumah baru itu. Secepat kilat ia mengayunkanbambu itu ke arah
mereka berdua. Namun malang, belum sampai bamboo itu mengenai sasaran, ia kehilangan keseimbangan. Ia
terpeleset dari dua anak tangga dan jatuh terjerembab tak sadarkan diri.
âMbak â Mbak bangun Mbak. Mau turun di mana Mbak. Ini sudah sampai di wonosari," terdengar sayup-sayup
suara pemuda yang duduk di dekat Martini.
"Astaghiirullaahaladzlm .Ha...apa...?.. W onosari," Tanya M artini.
â Ya Mbak sepertinya dari tadi Mbak gelisah tidurnya" ujar pemuda itu
âApakah benar ini wonosari?" Tanya Martini memastikan seraya mengarahkan pandangannya keluar jendela.
Ya ini adalah daerah yang telah tiga tahun ia tinggalkan.
"Alhamdulillah ya. ,Allah terima kasih," batin Martini bahagia.
UNSUR INTRINSIK
ï· Tema : percayalah pada niat baikmu
ï· Latar :
Tempat : dalam bis(dalam perjalanan) dan di kampung Waktu : tiga tahun setelah kepergian martini ke Arab Saudi
Suasana : diawal cerita suasana yang timbul basa saja, tetapi pada pertengahan cerita suasana yang timbul
Menegangkan karena adanya konflik yang timbul ketika tokoh utma bermimpi
ï· Plot/alur : alur cerita itu adalah alur maju(episode) karena jalan cerita dijelaskan secara runtut.
Pada awal cerita
diawali dengan pengenalan tokoh, kemudian si tokoh bermimpi, pada mimpinya timbul suatu
pertentangan yang berlanjut ke konflik(klimaks) dilanjutkan dengan antiklimaks dan pada akhir cerita
terdapat penyelesaian.
ï· Perwatakan :
Tokoh utama(martini) : wataknya yang sabar,lembut ,pekerja keras, bertanggung jawab terhadap
keluarga, hal ini di tunjukan dari penjelasan tokoh,penggambaran fisik tokoh serta
tanggapan tokoh lain terhadap tokoh utama Tokoh pembantu :
Mbok : sabar
Andra : patuh terhadap orang tua
Mas koko : tidak bertanggung jawab terhadap keluarga
ï· Sudut pandang : orang ketiga
ï· Mood/suasana hati : kecurigaan,kesabaran,kecemburuan,penyesalan,kebahagiaan
ï· Amanat :
-Seharusnya suami bertanggungjawab untuk mencari nafkah bagi anak dan istrinya
- Keuletan dan kesabaran dalam bekerja akan membuahkan hasil yang baik - Selalu berniat baik untuk mendapatkan ridho Allah swt
UNSUR EKSTRINSIK
ï· Nilai moral :
Dalam cerpen tersebut terdapat kandungan nilai moral yaitu seseorang haruslah bersikap huznudzon terhadap sesama manusia, karena husnudzon mencerminkan akhlak serta budi pekerti yang baik.
ï· Nilai Sosial-budaya :
cerita pada cerpen tadi mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahwa kebanyakan orang yaitu wanita pergi merantau ke negeri orang demi membantu perekonomian keluarga seperti menjadi TKW, sedangkan suaminya menunggu dirumah, untuk dikirimi uang dari istrinya tanpa berpikir , susahnya mencari uang dinegeri orang, sedangkan dia sendiri tidak bekerja. Namun, hal ini bertolakbelakang dengan budaya serta tradisi, bahwa yang wajib mencari nafkah untuk keluarganya adalah suami. Karena suami adalah pemimpin dalam rumah tangga, jadi ia harus bertanggungjawab terhadap keluarganya. Tetapi, hal ini rupanya sudah banyak terjadi di masyarakat, sehingga tidak jarang pula orang-orang yang menjumpai hal tersebut.
âSenyum Terakhirâ
Dengan nafas yang terengahÂengah setelah mengendarai sepeda. Aku terhenti saat ku melihat dia, aku tak tahu siapa dia. Wajahnya cukup cantik dan manis, aku singgah membeli segelas air untuk melepaskan dahaga yang melanda tenggorokanku.
Setelah beristirahat aku langsung mengayuh pedal sepeda untuk pulang ke rumah. Sesampai di rumah, kedua orang tuaku sedang pergi ke sebuah tempat yang aku tidak tahu. Aku segera pergi mandi karena badanku sudah bermandi keringat. Setelah mandi aku memakai pakaian dan menuju taman yang tak jauh dari kompleks rumahku. Aku kaget si dia juga sedang berada di taman. Tanpa pikir panjang aku langsung menghampirinya. âHaiâŠ..â, kataku
Dengan senyum aku menyapanya.
Tapi dia tidak merespon dan tetap saja membaca sebuah novel. Sekali lagi aku mengulangi sapaanku.
âHai.. boleh kenalan gak?â.
âIya ada apa?â, katanya sambil menatap novel yang dibacanya.
âAku boleh gak kenalan? Namaku Zhakyâ, sambil mengulurkan jemariku.
Dia langsung berdiri lalu meletakkan bukunya di atas kursi dan memberi tahu namanya. âNamaku Tamaraâ, katanya dengan senyum.
âAku tinggal di sebelah kiri toko buku dekat gerbang kompleks. Aku baru pindah kemarin.â âOoooâŠ. Kamu anak baru yah?â.
âMemang kenapa?â. âTidak kenapaÂkenapa kokâ.
âAyo aku temani jalanÂjalan di taman ini. Lagi pula gak enak juga kalau suasananya beginiÂbegini sajaâ, pintaku. âOk.. baiklahâ, katanya dengan lembut.
Langkah demi langkah mengawali perkenalanku dengan si dia yaitu Tamara. Kami berjalan mengelilingi taman, dari pada hanya terdiam lebih baik aku memulai pembicaran. Aku menanyakan banyak hal kepadanya. Dan kami selalu menyelingi pembicaraan kami dengan candaan yang cukup untuk mengocok perut hingga sakit.
Sekarang sang mentari akan kembali ke peraduannya. Kami berjalan pulang bersama karena arah rumah kami searah. Tamara berada di depan kompleks sedangkan rumahku ada di lorong kedua sebelah kanan di kompleks tempat tinggalku. Sesampai di depan rumah Tamara, kami berhenti dan menyempatkan diri untuk bercanda sebentar.
Suara teriakan Ibunya yang memanggil membuat kami berdua kaget.
âTamaraâŠÂ TamaraâŠÂ ayo cepat masuk, udah hampir malam nih!, teriak ibunya. âYa bu.. tunggu!, Zhaky aku duluan yah?â, katanya dengan senyum.
âIyaâŠâ, kataku sembari membalas tersenyumnya.
âKamu juga cepetan pulang, nanti di cariin sama Ibu kamuâ.
âOkâŠÂ aku pulang yah.. dadah..!â, sambil berjalan dan melambaikan tangan.
Di perjalanan, aku hanya bisa berkata âBaru kali ini aku bisa cepat berkenalan dengan seorang gadis, apalagi gadis seperti Tamaraâ. Kini aku berjalan di antara jalan yang sepi dengan sedikit penerangan dari lampu jalan yang mulai redup dan di kerumuni serangga.
Sesampai di rumah aku di marahi oleh Ibuku. âKamu ke mana ajaâ?, bentak Ibu.
âMaaf Bu, aku tadi dari keliling tamanâ, kataku sambil menunduk. âLain kali jangan pulang telat lagi yah?â.
â Iya Buâ, sembariku meninggalkan ibu di teras rumah. ***
Keesokan paginya aku bertemu dengan Tamara, ternyata aku sama sekolah dengan dia, kemarin aku lupa nanya sih. Aku langsung berlari menghampirinya.
âTamaraâŠÂ TamaraâŠ. tunggu aku!â, kataku sambil berlari.
Tamara berhenti dan memegang pundakku.
âMasih pagiÂpagi kok dah keringatan kayak gini?, ini usap keringatmu!â, katanya sembari menyodorkan sapu tangannya.
âIya nih, kamunya tuh. Kamu jalannya cepat amatâ . âIya maafâ, kataya sambil tersenyum.
âAyo buruan entar pintu gerbang ditutupâ.
Sesampai di sekolah aku langsung ke kelas dan ternyata Tamara juga sekelas dengan aku. Dia duduk di sampingku, karena Dino teman aku baru pindah sekolah dua hari yang lalu. Tamara naik dan memperkenalkan dirinya ke temanÂteman kelasku.
âHai perkenalkan namaku Tamara Adelia, panggil aja aku Tamara. Aku baru pindah dari Makassar kemarin, semoga kita semua bisa menjadi teman yang akrabâ.
âOkâŠ.â, Teriak semua temanku.
âKamu suka pelajaran apa?â, tanyaku. âAku paling suka pelajaran matematikaâ.
âKenapa kamu suka pelajaran itu?, padahal pelajaran itu agak rumit dan memusingkanâ. âKarena aku suka aja dengan pelajaran itu, kalau kamu sukanya pelajaran apa?â. âAku paling suka dengan pelajaran bahasa Indonesia, yah pelajaran sastraâ. âKenapa kamu suka pelajaran itu?, tanyaku.
âSeperti kamu tadi, aku suka aja dengan pelajaran itu. Aku sudah buat beberapa cerpen, mau baca?â, kataku sambil menyodorkan beberapa cerpen karyaku.
âIni buatan kamu?, aku gak percayaâ.
âIyalah, ini buatan aku. Kamu baca yah dan berikan saran, ok?â. âOkâŠâ, katanya sambil tersenyum.
***
âTttttttteeetttâŠ.â, Bunyi bel menandakan kami akan melanjutkan ke pelajaran berikutnya. Tapi, guru yang mengajar tidak datang. Jadi aku dan Tamara bersama temanÂteman yang lain hanya bercerita tentang halÂhal yang dapat mengocok perut.
Tak lama kemudian, kami pun pulang. Aku bersama Tamara dan temanku yang lain berjalan menuju pintu gerbang, menertawai hal yang tak patut ditertawai. Di perjalanan pulang Tamara berteriak, âAuuuuhh sakit, Zhaky bantu aku berdiri!â pintanya sambil meneteskan air matanya. Kaki Tamara tersandung batu, dan kelihatannya kaki Tamara terkilir.
âSudah jangan nangis dong, pasti kamu akan sembuh kokâ, kataku menyemangati. âIya Zhaky, tapi kaki aku sakit banget. Bantu aku berdiri dong!â, pintanya
âAuuuuhhâŠ. Sakit!!â, katanya sambil merintih kesakitan. âSini biar aku gendong deh, gak apakan?â .
âBetul mau gendong aku, aku berat loh!â, katanya sambil tersenyum. âSakitÂsakit gini sempat aja ngelawak, sini naik cepatâ.
âHeheheâŠ. Aku beratkan?â, tanyanya, sambil tertawa. âGak kok..â, kataku sambil tersenyum.
Sesampai di depan rumah Tamara, Ibunya yang sedang membaca koran kaget saat melihat kedatanganku yang menggendong Tamara.
âTamara, kamu gak apaÂapakan nak?â. âGak apaÂapa kok Buâ, kata Tamara.
âKakinya terkilir tadi waktu jalan pulang tanteâ, kataku. âTerima kasih yah nak âŠ.â
â Zhaky, tante!â, ucapku dengan maksud memperkenalkan diri. âIya terima kasih yah nak Zhakyâ, katanya sambil tersenyum. âTamara, tante, Zhaky pulang dulu yah?â, kataku.
âIyaa nak Zhaky, kapanÂkapan main ke rumah yah?â, kata ibu Tamara. âBaik tanteâ, kataku sambil tersenyum.
Sehabis menggendong Tamara punggungku rasanya ingin copot, benar juga kata Tamara badannya berat. Tapi, tidak apalah dari pada sahabat aku Tamara gak pulang ke rumah. Sesampai di rumah aku langsung melepas pakaian dan makan siang. Sesudah itu aku langsung tidur karena aku lelah banget udah gendong Tamara. ***
Keesokan paginya aku menunggu Tamara di depan rumahnya. Saat melihat dia keluar rumah, dia sudah bisa berjalan dengan baik. Aku kaget dan bengong melihatnya.
âWoii kamu kenapa bengong kayak gitu?â, tanyanya sambil mencubit pipiku. âAkh gak apa kok!, eh kok cepat amat sembuhnya?â.
Sampai di sekolah temanÂteman ku berkumpul membicarakan sesuatu, aku dan Tamara bergegas ke sana dan mendengar apa yang di ceritakan temanÂtemanku itu.
âTemanÂteman, besokkan kita libur bagaimana kalau kita liburan?â, kata Naila. âKita mau ke mana ?â, tanyaku memotong pembicaraan.
âKita akan pergi liburan, baiknya kita ke mana?â, kata Denny.
âBagaimana kalau kita pergi ke tempat rekreasi terkenal di kota ini!â, kata Tamara. âBaiklah kita akan ke Pantai Bira!â, kataku.
Tak sabar menunggu saat itu, aku menceritakan sedikit tentang Pantai Bira kepada Tamara. Kami tidakÂ
memerhatikan penjelasan guru, akibat cerita kami yang semakin mengasyikkan. Tak lama kemudian bel istirahat pun berbunyi. Rasanya aku tidak ingin berpisah dengan Tamara walau sekejap saja. Tapi, mungkin itu cuman perasaanku saja. Kami berkeliling sekolah mencari halÂhal yang baru dan melupakan apa yang aku banyangkan tadi.
Tidak lama kemudian, bel kembali berbunyi kami berlari ke kelas. Kami berlari sambil tertawa dengan senangnya. Rasanya hal ini adalah hal yang terindah bagiku. Sesampai di kelas kami duduk dan menunggu guru. Tak lama kemudian, guru yang mengajar pun datang.
Aku merasa agak tidak enak badan. Tamara iseng mencubit pipiku dan Tamara kaget. âZhaky kamu gak apaÂapa, kan?â tanyanya dengan khawatir.
âAku gak apaÂapa kokâ, kataku dengan nada yang pelan.
âKamu sakit dan aku harus antar kamu pulang!â, katanya sambil berjalan menuju guruku. âPak, Zhaky sakitâ, katanya.
âBaiklah bawa dia pulang, kamu mau mengantarnya?â tanya pak guru. âIya pak aku bisa kokâ, katanya.
Berhubung sudah hampir pulang Tamara memasukkan barangÂbarangku ke dalam tas lalu dia juga membereskan barangÂbarangnya.
âAyo aku antar kamu pulangâ, katanya.
Tamara meminta izin mengantar aku pulang. Sambil memegang jemariÂjemariku dan sesekali memegang keningku. Tamara selalu bertanya tentang keadaanku. Tapi, aku hanya bisa menjawabnya dengan kalimat, âAku baikÂbaik saja kok, gak usah khawatirâ.
Sesampai di rumah aku langsung di bawa Tamara ke kamarku sembari ibu mengomelÂngomeliku. âIni sebabnya kalau makan gak teraturâ, katanya.
âSudah tante, Zhaky âkan lagi sakitâ, pinta Tamara ke Ibuku. âBiarlah nak, biar dia tahu rasaâ, kata Ibuku.
âKalau begitu aku pulang dulu tanteâ. âNak nama kamu siapa?â.
âNama aku Tamara, tanteâ.
âTerima kasih yah nak Tamara, udah bawa pulang anak tante iniâ. âIya, samaÂsama tanteâ, katanya.
Aku melihat senyuman indah dari Tamara saat akan keluar dari kamarku. ***
Keesokan paginya, rasanya badanku udah sehat. Aku bergegas menyiapkan barang yang akan ku bawa. Aku mandi dan sesudah itu berpakaian rapi dan langsung menuju rumah Tamara. Tapi, Tamara sudah berangkat duluan. Aku langsung ke sekolah. Sampai di sekolah aku melihat Tamara dan langsung menghampirinya. âZhaky, kamu udah sembuh?â, katanya.
âIya.. aku udah sembuh kokâ.
Tak berapa lama kemudian, bus yang akan mengantar kami ke Pantai Bira pun datang. Aku duduk di belakang bersama anak lelaki lainnya. Tamara berada di depan bersama teman wanitanya. Di perjalanan rasa gelisahku semakin tak menentu. Aku memiliki firasat buruk dan naas tak berselang beberapa lama mobil yang aku tumpangi kecelakaan.
Aku merasa kepalaku sakit, saat ku pegang kepalaku mengeluarkan darah yang banyak. Tapi, yang ada di pikiranku sekarang adalah Tamara. Aku langsung berteriak dengan nada yang lemah. âTamara.. kamu gak apa apa, kan?â. Aku tak mendengar suaranya. Aku melihat temanÂtemanku terluka dan mengeluarkan banyak darah. Saat aku ke tempat duduk Tamara, aku melihat kepala Tamara mengeluarkan banyak darah. Rasa sakit yang aku rasa membuat aku pingsan.
âZhaky, Zhaky, bangun nak, ibu di siniâ, kata ibuku sambil menangis.
Mendengar suara itu, aku terbangun. Aku sekarang berada di rumah sakit, aku kaget dan berteriak. âDimana Tamara Bu? Tamara baikÂbaik sajakan Bu?â.
Ibu hanya terdiam sambil menatap ayah.
âIbu apa yang terjadi?â, aku mulai meneteskan air mata.
âMaaf nak, kini Tamara sudah berada di tempat lainâ, dengan nada yang pelan ibu memberitahuku. âJadi maksud ibu?â.
âIya Nak, Tamara telah meninggal akibat kecelakaan ituâ, kata ibu sembari memelukku.
Aku terduduk di ranjang dan dipeluk ibu sambil menangis dengan keras dan berkata â Kenapa dia terlalu cepat meninggalkan aku Bu?â. Aku terdiam dan mengingat saat aku sakit, dia memberiku senyuman yang kuanggap indah itu dan menjadi senyuman terakhir darinya.
Â
(SELESAI)
Â
ANALISIS Â
JUDULÂ :Â SENYUMÂ TERAKHIR
UNSURÂ INTRINSIK
ï· Tema       : Persahabatan Sejati ï· Setting       :
1. Tempat        : Taman, sekitar kompleks rumah, rumah Zacky, jalan menuju sekolah, sekolah, bus.
2. Waktu       : Pagi, siang, petang.
3. Suasana       : Menyenangkan, asik, seru, manis, tragis, sedih, mengharukan. ï· Alur      : Maju
ï· Amanat      :
1. Hargailah semua waktuÂwaktu kebersamaan bersama sahabatmu, karena kita tak pernah tahu kapan akan berpisah selamanya dengannya.
2. Sayangilah sahabatmu dengan tulus dari hati hingga akhir waktu. ï· Nilai       :
1. Sosial       :
Tamara meminta izin mengantar aku pulang. Sambil memegang jemariÂjemariku dan sesekali memegang keningku. Tamara selalu bertanya tentang keadaanku. Tapi, aku hanya bisa menjawabnya dengan kalimat, âAku baikÂbaik saja kok, gak usah khawatirâ.
UNSURÂ EKSTRINSIK
ï· Latar kepengarangan penulis      :
Penulis cerpen ini adalah seorang remaja pria sekaligus pelajar. Baru mulai belajar menjalin persahabatan dengan seorang wanita. Di mana ending dari kisahnya adalah sedih. Tapi dapat membuktikan, bahwa persahabatan sejati yang dijalin hingga akhir hayat itu masih ada.
ï· Keyakinan penulis       :Â Â ï· Masyarakat pembaca       :
Kalangan remaja mungkin lebih menggemari cerpen ini. Karena di samping menceritakan tentang kehidupan persahabatan di kalangan remaja, kalimatnya pun dikemas ringan, sehingga mudah dipahami.
â Payung Hitamâ
âNon, bangun non.â kata seorang perempuan paruh baya, sambil
mengetuk pintu kamar. Berkali-kali diketuknya pintu kamar tersebut. Tapi, belum ada respon dari sang pemilik kamar. Baru ketukan ketiga,
terdengar suara anak perempuan yang menyahuti ketukan kamar tersebut.
âMales!â teriak anak perempuan itu. Hah? Males? Hei! Seharusnya kamu bersyukur masih bisa bersekolah. Coba kamu tengok ke pinggiran kota. Masih banyak anak-anak yang tidak bisa bersekolah.
âTapi non⊠Sudah siang, nanti sekolahnya terlambat.â kata wanita paruh baya itu yang sekarang kita ketahui bernama bi Inah.
âKenapa bi? Gak mau bangun tuh anak?â kata seorang
pemuda berambut coklat yang entah darimana asalnya itu. Bi Inah menoleh ke pemuda yang berdiri di belakangnya itu.
âIya den. Itu si non katanya males, aduh gimana nih den? Nanti bibi diomelin tuan and nyonyah.â kata bi Nha cemas.
âYaudah biar saya aja bi yang bangunin tuh anak,â usul pemuda itu. âTapi den?â kata bi nha tambah cemas.
Akhirnya bi Nha pun mengalah dan kembali kedapur. Dalam hitungan jari, akhirnya pemuda itu mengetuk pintu berwarna merah maroon itu dengan sangat kerasnya. Rusak dah tuh pintu. Tok⊠Tok⊠TokâŠ
âADE BANGUN GA!!! Nanti abang bilangin mamih papih loh?â ancam pemuda itu. Huh, beraninya main ngacem. Payah sekali pemuda ini.
Benar-benar payah.
âBILANG AJA! GAK TAKUT!!!â teriak perempuan itu tak kalah kencangdari dalam kamar.
âMasa gitu? Ayo cepetan sekolah, nanti COKLAT dan baju plus topi
dari Swiss gak bakal abang kasih loh!â ancam pemuda itu.
Akhirnya pintu kebuka, keluarlah seorang gadis imut nan
manis. Bisa dilihat rambutnya yang berwarna kuning emas itu sedikit acak-acakan.
âIya aku sekolah, tapi kasih yah coklat dan pesenanku ya?â kata gadis itu sambil tersenyum manja. Pemuda itu tersenyuma lebar.
âIya beneran, cepetan mandi langsung kemeja makan. Nanti telat!â kata pemuda itu dengan bijak lalu melangkah pergi meninggalkan anak perempuan itu.
âOke,â jawab gadis itu dengan semangat dan langsung masuk kekamar menuju kamar mandi.
.
Setelah kejadian beberapa menit yang lalu atau mungkin jam, akhirnya mereka pun sampai disekolah. Sang adik pun turun dari mobil, dan segera pamit ke kakaknya. Kakaknya pun langsung berangkat ke kampusnya.
âDOR!!!!!â âastagah siapa itu ? bikin jantungan saja,â pikir Rika dalam hati. Rika pun membalikan badan kebelakan terlihatlah seorang laki-laki berparas tinggi dan tampan, yang hampir saja membuat Rika mati dipagi hari karena terkena serangan jantung.
âShin!!! Kau hampir saja membuatku mati!â ucap Rika sewot. Yaiyalah gimana gak sewot? Kalau lagi badmood tiba-tiba ada yang ngagetin? Bikin orang cepet mati aja. Dan tersangka hanya nyengir
merasa tidak bersalah. Rasanya Rika ingin membunuh orang itu saja, tapi dia ingat kalau ini masih disekolah lagi pula dia teman baik rika.
Teng..teng..teng...
Bell masuk pun berbunyi, semua anak murid lari berhamburan masuk kedalam kelas. Maklum saja sekolah ini sangat ketat, guru-gurunya pun selalu datang tepat waktu dan sekolah ini sangat luas, jadi kalau tidak buru-buru mati saja riwayatmu.
-RIKA-Hosh...hosh...hosh akhirnya nyampe kelas juga,aku langsung melirik ke meja guru, AMAN!!! Syukurlah gurunya belum datang. Langsung saja aku masuk dan menaru tas dimeja dan menjatuhkan pantat ku ditempat dudukku yang biasa. Ku lihat shin langsung nimbrung ketemen-temennya, huft dasar shin...
dengan tatapan dendam nyipelet. Mereka pun lari terbirit-birit ketempat duduk mereka. Akupun tertawa tertahan melihat tingkah mereka. Lagi, siapa suruh bukannya langsung duduk rapih eh malah wara-wiri, hihihi.
âSekarang kita kuis!tutup buku kalian!â kata âlebih tepatnya
perintah- bu Aisyah. Mati gue!! Gue kan belum belajar!! Mampus lu!!. âbu, kok mendadak sih? Kita kan belum bekajar bu.â Tiba-tiba ada yang
berbicara seperti itu, aku pun pun mencari tahu, dan ternyata itu Cherry! OMG! Thank you Cherry! Semoga dengan kamu berbicara sepertiu itu, ibu Aisyah akan memberi keringanan kepada kita! Amin.
Dan ternyata usahanya Cherry tidak sia-sia, dang guru pun mengizinkan anak-anaknya untuk belajar terlebih dahulu selama lima menit, syukurlah!!! Thanks Cherry! Kamu emang the best deh! Akupun memutuskan untuk belajar, dari pada nanti tidak bisa.
45 menit kemudian
âCukup! Cepat kumpulkan! Yang telat tidak akan Ibu nilai!â ancam bu Aisyah, huwaaa syukurlah aku sudah selesai. Bismillah semoga dapat nilai bagus amin! Fufufu ku tiup lembar jawabanku, semoga dengan begitu doaku terkabulkan amin... âShin! Reia! Kadoi! Otsu! Cepat kumpulkan! Kalau tidak, tidak akan saya nilai!â omel ibu Aisyah. Wasuh nih guru kerjaannya ngomel-ngomel melulu nih. Shin dan kawan-kawan cepatlah, aku pun berdoa untuk keselamatan mereka hahaha. âSebentar bu, sedikit lagi.â Mohon Reia, astagah! Wajahnya itu!! Imut bangetttt!!! Reia, semoga bu Aisyah mempan yah dengan wajahmu itu, Amin. âyasudah, cepat kumpulkan!â ucapbu Aisyah, sepertinya dia mulai lelah karena marah-marah melulu hahaha.
Teng... teng.. teng.. bel pelajaran selanjutnya.
Huft untung saja mereka sudah ngumpulin, kalau tidak makin ribet ini, bu Aisyah pun pergi dan kami siap-siap untuk memasuki pelajaran selanjutnya yaitu olah raga yey! Aku senang sekali dengan pelajaran olah raga. âpuk~â siapa neh yang nepok undakku, ku balikan badan dan
kulihat Shin tengah tersenyum kepada ku, baru saja ingin ku buka
mulutku dan mengatakan sesuatu eh dia udah duluang ngomong âGanti baju bareng yuks?â WHAT THE... âKYAAAA SHIN MESUMMMMM!!!!â teriakku. Astagah Shin kau mesummmm!!!!!! Kupul saja shin dan dia malah tertawa lalu menarik tanganku yang sedang memukul-mukul dia âhei.. hei... aku cuman bercanda.â Jelas Shin sambil tertawa, huft kukira beneran huft dasar SHINNNNNN!!! Kau membuatku malu.
âIhhhhhh Shinnnnn!!! Pergi sana!!!â usirku, pasti wajahku merah banget huwaaaaaa Shinnn!!! Awas saja kau. Shin pun pergi sambil tersenyum penuh kemenangan, sial!. âRI-CHAN~!â astagah siapa lagi manusia yang mempunyai suara melengking dan ngagetin aku? Kenapa banyak banget orang yang pengen aku kena serangan jantung? Ya tuhan! Apa salah hambamu?. Aku pun berbalik arah dan ku lihat manusia
Di lapangan
âbaiklah sekarang kita akan melakukan lari marathon~!â ucap guru olah raga yang sangat fanatik kepada warna hijau. âBaiklah guru guy!!!â balas seorang lelaki fanatik tu guru. Lihat lah, poninya saja sama, baju olahraganya aja sama huft dasar~.
Duhh... duh... pusing banget ini.. ya tuhan... ada apa ini? Astagfirulloh sakit banget ini...
âRi-chan, kenapa? Tidak apa-apa kan?â tanya Shin, nadanya penuh dengan khawatir.
âKepalaku sakit banget Shin... a-aduh Shin... S-sakitttttttttt banget ini.â Ucapku dengan lirih menahan sakit, ya tuhan sakit banget ini
kepalaku..
Tess.. tess.. tesss
âapa ini?â kuusap hidungku dan ternyata darah? Hah? Darah? Kudengar suara Shin memekik kaget melihat darah ditangan dan
hidungku. âRi-chan? Kamu berdarah! astagah.â Ucap Shin khawatir dan panik, seketika semua hitam.
-SHINTARO-Astagah... Ri-chan... apa yang terjadi padamu sayang?. Kugendong Ri-chan, menuju ruang kesehatan, saat tiba disana aku pun langsung menaruh Ri-chan ditempat tidur, dan dokter sekolah pun langsung memeriksa Ri-chan..
Ri-chan, apa yang padamu? Ri-chan bangunlah...
âMorimoto-san, sebaikanya Kamenashi-san dibawa kedokter saja.â Ucap dokter itu. Apa? kenapa musti dibawa kerumah sakit? Ri-chan, apa yang terjadi padamu? âMemangnya Ri-chan kenapa dok?â tanya ku panik. âsebaiknya dibawa saja. Saya takut terjadi apa-apa terhadap Kamenashi-san.â Jawab dokter itu kalem. Ya tuhan.... âbaiklah dok, saya akan bawa dia kerumah sakit, Cher, tolong izinin gue sama Ri-chan yah.â Ucap ku kepada Cherry. âIya Shin, pasti! Semoga aja tidak terjadi apa-apa ya sama Ri-chan, amin. Lo hati-hati ya Shin.â
âsip.. thanks ya.. gue berangakt dulu ya..â
Rumah Sakit
âYa tuhan ada apa ini? Ri-chan sebenernya kamu kenapa? Kamu sakit apa?â ku usap wajahku yang frustasi. Dokter kenapa lama banget?
Tap.. tap.. tap
âShin-kun, Ri-chan kenapa? Dan dimana dia?â tanya wanita cantik penuh dengan kepanikan, âLagi diperiksa dokter tan.â Jawabku tenang. Aku harus tenang agar orang yang didepanku tidak histeris.
Dokter pun keluar dari dari ruang UGD, kami pun segera
menghampiri dokter itu âDok.. Gimana Ri-Chan dok?â tanya wanita itu panik âTenang bu, saya menyarankan Ri-chan di ST.Scan. ini baru prediksi saya, Ri-chan mengidap penyakit leukimia.â Ucap dokter itu kalem.
APA??? LEUKIMIA? GAK MUNGKIN.... RI-CHAN!!! INI GAK MUNGKIN!!! âAPA DOK? GAK MUNGKIN!!â teriak ku ke dokter itu dan dokter itu pun
disebabkan oleh penyakit leukimia dan kata bunda dakota bahwa Ri-chan sering pingsan dan mimisan astaghhh kenapa bisa?
5 bulan kemudian
Ternyata Ri-chan memang mengidap penyakit leukimia, oh astagah kenapa bisa? Kenapa? Kata dokter umur ia tidak lama lagi. Kenapa?
Bahkan aku belum menyatakan cinta.. oh tidakkk!! Kenapa? Kenapa cepat sekali??. Wajahnya saat tidur cantik sekali tetapi pucat sekali, Ri-chan ini sungguh seperti mimpi.. ângggghh... Shin-kun?â tanya dia sambil
tersenyum. Aku pun ikt tersenyum, Ri-chan aku sayang kamu. Andai kamu tau itu.. âng-nggak papa. Gimana kamu? Sudah merasa baikan?â tanyaku mempertahankan senyum diwajahku. Ia pun tersenyum âya, tapi masih pusing dan tulang âtulang rasanya sakit sekali.â Ucap dia lirih. Oh
astagahhh...
âShin-kun. Aku pusing sekali. Shin-kun tadi aku lihat Nii-chan, kata Nii-chan sebentar lagi aku akan bersama dia, Shin-ku aku nitip bunda dan ayah yah.. Shin-kun aku sayang kamu.â Ucap ia lirih, tidak! Kamu gak boleh ikut kakakmu.. kamu harus disini! Walaupun kemungkinan kamu sembuh hanya 40% tapi tidak ada yang tidak mungkin! âRi-chan, kamu ngomong apa? kamu gak boleh ikut Yuya-nii! Kamu harus disini! Aku cinta kamu.. aku sayang kamu.â Ucapku lirih dan aku pun menangis, ia pun menangis. âShin-kun aku juga cinta kamu, sayang kamu. Tapi waktu ku sudah sebentar lagi, aku akan bersama Nii-chan. Shin-kun kamu jangan sedih, jangan nangis lagi. Aku sayang kamu Shin-kun.â Ucap Ri-chan, oh astagah.. kenapa? Ri-chan.
Tiba-tiba Ri-chan pingsan.. oh astagah.. âDOKTER.. DOKTER... SUSTER..â teriakku memanggil dokter suster dan dokter suster pun langsung memeriksa Ri-chan. Banyak sekali alat, oh tidak!! Ri-chan!!!
Tap.. tap.. tap..
âShin-kun, Ri-chan gimana? Kenapa? Apa yang terjadi?â aku merasa dejavu. Tapi bedanya wanita ini bersama dengan lelaki. Wanita ini
menangis dan lelaki itu menenangkannya, tetapi lelaki itu juga menangis, melihat mereka menangis membuatku ingin menangis kembali. Sedih rasanya melihat mereka seperti itu. Sakit rasanya melihat Ri-chan lagi merenggang nyawa di dalam ruangan itu. Ya tuhan, tolong selamatkan Ri-chan, kumohon. Kumohon tuhan.. tolong selamatakan Ri-chan...
âdok, dok gimana Ri-chan?!â ucap wanita itu setengah memekik. Dan dokterpun hanya nunduk. Ya tuhan kumohon jangan!! Jangan!! Jangan sekarang!! Kumohon!!!
âmaafkan kami, kami sudah berusaha sebaik mungkin.â Ucap dokter itu penuh rasa bersalah. âTIDAKKKKK!!! DOK!! GAK MUNGKIN!! INI SEMUA GAK MUNGKIN!!! DOK, KEMBALIKAN RI-CHAN!!!â oh ya yatuhan... kenapa? Kenapa bisa? Tuhan. Kenapa kau ambil ia begitu cepat? Kenapa?
35 tahun kemudian
Hari ini adalah hari kematian Ri-chan, aku berencana akan kemakam Ri-chan. Ini adalah acara tahunanku yang wajib diadakan. Aku pun masuk ke mobil spotku ya, walaupun aku sadah tua tapi aku masih kuat untuk menyetir mobil sendirian karena aku tinggal sendirian. Ya aku menjadi perjaka tua, dan seorang workerholic, karena apa? karena hatiku telah kututup rapat untuk yang lain. Hariku hanya milik Ri-chan, tragis memang, tapi mau diapain lagi, memang begini adanya.
Akhirnya aku sampai di pemakaman keluarga âKamenashi.â Ku parkirkan mobil sport ini ditemapt parkir. Saat aku mau keluar, tiba-tiba hujan deras, sialan sekali hujan ini, tapi seingetku aku menyimpan payung deh. Aku pun mulai mencari payung dan ternyata ketemu, tiba-tiba aku inget Ri-chan, yatuhan Ri-chan, ini adalah payung saat kamu meninggal. Aku pun tidak mau lama-lama didalam mobil. Aku pun keluar mobil dengan payung hitam ini.
Aku pun sampai di depan makam yang bertulisan âKamenashi Rikaâ ku cium nisannya, dan akupun memanjatkan doa kepada tuhan agar Ri-chan bahagia disamping tuhan, Amin. Ri-Ri-chan apa kabar kamu disana? Apakah kamu bahagia disana? Tunggu aku Ri-chan, aku akan
menyusulmu.
âMorimoto-san?â tiba-tiba ada yang memanggilku, dan akupun menengok kearah suara dan kutemukan Wanita cantik dan lelaki tampan, yang kuketahui mereka adalah Kamenashi Dakota dan Kamenashi Kazuya yaitu orang tua Ri-chan.
âapa kabar? Gimana sudah nikah?â tanya wanita itu, sudah lama aku tidak melihat mereka. Dan banyak perubahan terhadap mereka, tubuh mereka sudah ringkih dan sepertinya sering sakit-sakitan, yatuhan kasian sekali mereka. Apakah mereka bahagia? Kedua anak mereka telah dipanggil yang maha kuasa, mereka tinggal berdua, yatuhan aku ingin sekali seperti mereka.
âbaik-baik saja. Bagaimana dengan kalian? Apakah masih sehat?â âSeperti yang kamu lihat.â Aku tersenyum lirih mendengar jawaban Om kazuya. Yatuhan, buatlah mereka bahagia, amin. Kulihat mereka berdoa untuk Ri-chan. âbaiklah kami pulang dulu, kamu sehat-sehat ya.â Nasihat tante Dakota. âiya, hati-hati dijalan.â
Aku pun kembali menatap makam Ri-chan, setelah kepergian kedua orang tua Ri-chan. Tuhan tolong kabulkan permohonanku karena dia
membuat Saya mempunyai cinta dalam hidup saya.dan Itu membuat saya kuat. Dan Mungkin Tuhan punya rencana lebih besar untuk Saya daripada rencana Saya untuk diri sendiri. Jadi saya mohon kabulkan doa saya.
Duh..duh.. jantungku sakit sakit. Yatuhan jangan kambuh dulu kumohon. Sa-sakit, sekali... RI-CHAN? APA AKU TIDAK SALAH LIHAT? Yatuhan, kuulurkan tanganku kiewajah Ri-chan, dan ia pun tersenyum hangat, wajahnya makin cantik. âShin-kun, maukah kau ikut denganku?â tanya Ri-chan, yatuhan ini aku diajak kemana? Apakah aku diajak untuk tinggal bersama Ri-chan dan engkau? Yatuhan aku siap kalau engkau ingin membawaku bersama. Tiba-tiba semua gelap.
sedang bergandengan tangan dan tersenyum bahagia. Ya, payung hitam ini telah menjadi lambang cinta mereka yang abadi. Begitupun dengan kematian mereka. Bahwa jodoh Shin adalah Rika, dan jodoh Rika adalah Shin.
-Tamat-Unsur intrinsik
*Tema : kematian dan Cinta abadi *Penokohan :
-Rika Kamenashi : Baik, manja, penyakitan, dan sangat sayang kepada keluarganya ( tokoh utama wanita)
-Shintaro Morimoto : baik, sayang kepada Rika. (tokoh utama lelaki) -Dakota Kamenashi : ibunya Rika, orangnya baik dan gampang panik. (tirtagonis)
-Kazuya Kamenashi : Ayahnya Rika, baik, sabar dan sayang kepada keluarganya.
-Yuya Kamenashi : baik, sayang adik dan orang tuanya, meninggal karena kecelakaan, pada saat Rika sakit.
-Cherry/ Mio matsumoto : nyebelin tapi sebenernya baik, Dia adalah teman sekelas Rika dan Shin (pemeran pembatu)
-kadoi, Reia, Otsu : baik sekali, teman seperjuangan Shin dan Rika
-Bi Nha : pembantu rumah tangga, orangnya baik dan sangat takut sama majikannya.
*Alur : maju *Latar :
Tempat : rumah, sekolah, Rumah sakit dan pemakaman Waktu : pagi, dan senja
Suasana : haru, dan tegang
*Sudut pandang : orang ketiga sebagai penulis, Orang pertama serba tahu ( Rika dan Shin)
*Amanat : janganlah engaku terlalu berlarut-larut dalam kesedihan, dan terimalah apa yang terjadi karena suatu saat nanti kau akan menerima kebahagian dari tuhan.
Unsur Ekstrinstik
*Nilai pendidikan : Ya aku menjadi perjaka tua, dan seorang workerholic, karena apa? karena hatiku telah kututup rapat untuk yang lain.
*Nilai religi : Yatuhan, buatlah mereka bahagia, amin