• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Kadar Kalsium dan Fosfor dalam Buah Naga Daging Merah (Hylocereus costaricensis) dan Buah Naga Daging Putih (Hylocereus undatus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penetapan Kadar Kalsium dan Fosfor dalam Buah Naga Daging Merah (Hylocereus costaricensis) dan Buah Naga Daging Putih (Hylocereus undatus)"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR KALSIUM DAN FOSFOR DALAM

BUAH NAGA DAGING MERAH (Hylocereus costaricensis) DAN

BUAH NAGA DAGING PUTIH (Hylocereus undatus)

SKRIPSI

OLEH:

CHRISTINA DEBORA TAMBUNAN NIM 091501089

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENETAPAN KADAR KALSIUM DAN FOSFOR DALAM

BUAH NAGA DAGING MERAH (Hylocereus costaricensis) DAN

BUAH NAGA DAGING PUTIH (Hylocereus undatus)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara OLEH:

CHRISTINA DEBORA TAMBUNAN NIM 091501089

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENETAPAN KADAR KALSIUM DAN FOSFOR DALAM

BUAH NAGA DAGING MERAH (Hylocereus costaricensis) DAN

BUAH NAGA DAGING PUTIH (Hylocereus undatus)

OLEH:

CHRISTINA DEBORA TAMBUNAN NIM 091501089

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 20 Desember 2013

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Siti Nurbaya, M.Si., Apt. Drs. Chairul Azhar Dalimunthe, M.Sc., Apt NIP 195008261974122001 NIP 194907061980021001

Pembimbing II, Dra. Siti Nurbaya, M.Si., Apt.

NIP 195008261974122001

Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt. Dra. Sudarmi, M.Si., Apt. NIP 195006221980021001 NIP 195409101983032001

Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. NIP 195101311976031003

Medan, Desember 2013 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena limpahan rahmat

kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul ”Penetapan Kadar Kalsium dan Fosfor dalam Buah Naga Daging Merah

(Hylocereus costaricensis) dan Buah Naga Daging Putih (Hylocereus undatus)”.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan rasa terima kasih

yang tak terhingga kepada Ayahanda A. Tambunan dan Ibunda Sornia R.P.

Marbun atas doa dan pengorbanannya dengan tulus dan ikhlas,

Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr.

Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan. Ibu

Dra. Siti Nurbaya, M.Si., Apt., dan Bapak Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., selaku

pembimbing yang telah membimbing dengan sangat baik, memberikan petunjuk,

perhatian, saran, dan motivasi selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ibu

Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., selaku penasehat akademis yang telah

memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan. Bapak Drs.

Chairul Azhar Dalimunthe, M.Sc., Apt., Ibu Dra. Sudarmi, M.Si., Apt., dan Bapak

Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt., yang telah memberikan saran dan

bimbingan sehingga penyusunan skripsi ini menjadi lebih baik. Bapak dan Ibu staf

pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik

(5)

Kepala Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU dan Ibu Dra. Masfria,

M.Si., Apt., selaku Kepala Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas

Farmasi USU yang telah memberikan izin dan fasilitas untuk penulis sehingga

dapat mengerjakan dan menyelesaikan penelitian.

Penulis juga mempersembahkan rasa terima kasih untuk adik-adikku

tersayang Risnawati Tambunan, Zosen Christison Tambunan, Jhon Klismen

Tambunan, Juwita Indah Permata Sari Tambunan, Serti Julini Sesar

Tambunan.dan teman-teman STF 2009 yang selalu setia memberi doa, dorongan

dan semangat. Serta seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak

tercantum namanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh

karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari

semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga

skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan,

Penulis,

Christina Debora Tambunan

(6)

PENETAPAN KADAR KALSIUM DAN FOSFOR DALAM BUAH NAGA DAGING MERAH (Hylocereus costaricensis) DAN BUAH NAGA DAGING

PUTIH (Hylocereus undatus) ABSTRAK

Buah naga pada umumnya sering dikonsumsi oleh masyarakat dalam bentuk buah segar. Buah naga banyak mengandung mineral diantaranya kalsium dan fosfor. Kedua mineral ini merupakan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang kadar kalsium dan fosfor pada buah naga. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kadar kalsium dan fosfor pada buah naga daging merah (Hylocereus costaricensis) dan buah naga daging putih (Hylocereus undatus).

Penelitian yang dilakukan adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan uji nyala kawat Ni/Cr dan pereaksi H2SO4

untuk kalsium, serta dengan pereaksi ammonium molibdat untuk fosfor. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan secara spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm untuk kalsium dan secara spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 711 nm untuk fosfor.

Hasil penetapan kadar kalsium untuk buah naga daging merah adalah 7,7212 ± 0,0581 mg/100 g dan untuk buah naga daging putih adalah 3,3884 ± 0,0435 mg/100 g. Hasil penetapan kadar fosfor untuk buah naga daging merah adalah 32,5206 ± 0,4119 mg/100 g, dan untuk buah naga daging putih adalah 36,5592 ± 0,5146 mg/100 g. Hasil uji validasi metode yang dilakukan memberikan akurasi dan presisi yang memenuhi syarat yaitu 107,22% recovery dengan RSD 2,79%, batas deteksi (LOD) 0,2694 µg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 0,8979 µg/ml untuk kalsium. Sedangkan untuk fosfor, hasil uji validasi metode yang dilakukan memberikan akurasi dan presisi yang memenuhi syarat yaitu 102,09% recovery dengan RSD 5,57%, batas deteksi (LOD) 0,2405 µg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 0,8017 µg/ml.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar kalsium pada buah naga daging merah (Hylocereus costaricensis) lebih tinggi dari kadar kalsium pada buah naga daging putih (Hylocereus undatus) dan kadar fosfor pada buah naga daging merah (Hylocereus costaricensis) lebih rendah dari kadar fosfor pada buah naga daging putih (Hylocereus undatus).

(7)

ASSAY OF CALCIUM AND PHOSPHORUS CONTENT IN RED DRAGON FRUIT (Hylocereus costaricensis) AND WHITE DRAGON

FRUIT (Hylocereus undatus) ABSTRACT

Dragon fruit is often consumed by the general public in the form of fresh fruit. Dragon fruit contains many minerals such as calcium and phosphorus. Both of these minerals are needed by the body. Therefore, it is necessary to do research on calcium and phosphorus levels on dragon fruit. The purpose of this study is to determine the levels of calcium and phosphorus in the red flesh dragon fruit (Hylocereus costaricensis) and white flesh dragon fruit (Hylocereus undatus).

Research is qualitative analysis and quantitative analysis. Qualitative analysis performed by flame test wire Ni/Cr and H2SO4 reagent for calcium, as

well as with ammonium molybdate reagent for phosphorus. Quantitative analysis performed atomic absorption spectrophotometry at a wavelength of 422,7 nm for calcium and visible spectrophotometry at a wavelength of 711 nm for phosphorus.

The result of calcium assay for red flesh dragon fruit is 7,7212 ± 0,0581 mg/100 g and for white flesh dragon fruit is 3,3884 ± 0,0435 mg/100 g. The result of phosphorus assay for red flesh dragon fruit is 32,5206 ± 0,4119 mg/100 g, and for white flesh dragon fruit is 36,5592 ± 0,5146 mg/100 g. Results of the validation test method conducted to provide accuracy and precision are eligible 107,22% recovery with RSD 2,79%, the limit of detection ( LOD ) 0,2694 µg/ml and the limit of quantitation ( LOQ ) 0,8979 µg/ml for calcium. While for phosphorus, the results of the validation test method conducted to provide accuracy and precision are eligible 102,09% recovery with RSD 5,57%, the limit of detection ( LOD ) 0,2405 µg/ml and the limit of quantitation ( LOQ ) 0,8017 µg/ml.

Based on these results can be concluded that the level of calcium in the red flesh dragon fruit (Hylocereus costaricensis) is higher than the level of calcium in the white flesh dragon fruit (Hylocereus undatus) and phosphorus levels in the red flesh dragon fruit (Hylocereus costaricensis) is lower than the levels of phosphorus in white flesh dragon fruit (Hylocereus undatus).

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Tumbuhan ... 5

2.1.1 Buah Naga ... 5

2.1.2 Kandungan Gizi ... 7

2.2. Mineral ... 7

(9)

2.2.2 Fosfor ... 9

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom ... 10

2.3.1 Instrumen Spektrofotometri Serapan Atom ... 11

2.3.2 Gangguan-Gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom ... 13

2.4 Spektrofotometri Sinar Tampak dan Sinar Ultraviolet ... 14

2.5 Validasi Metode Analisis ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

3.2 Bahan-bahan ... 18

3.2.1 Sampel ... 18

3.2.2 Pereaksi ... 18

3.3 Alat-alat ... 18

3.4 Identifikasi Sampel ... 19

3.5 Pembuatan Pereaksi ... 19

3.5.1 Larutan HNO3 (1:1) ... 19

3.5.2 Larutan H2SO4 1N ... 19

3.5.3 Larutan HNO3 5N ... 19

3.5.4 Larutan H2SO4 5N ... 19

3.5.5 Larutan Ammonium molibdat 4% b/v ... 20

3.5.6 Larutan Asam Askorbat 0,1 N ... 20

3.5.7 Larutan Kalium antimonil tartrat 0,274% b/v ... 20

3.5.8 Larutan Pengembang Warna Fosfor ... 20

3.6 Prosedur Penelitian ... 20

(10)

3.6.2 Penyiapan Sampel ... 21

3.6.3 Proses Destruksi Kering ... 21

3.6.4 Pembuatan Larutan Sampel ... 22

3.6.5 Analisis Kualitatif ... 22

3.6.6 Analisis Kuantitatif ... 23

3.6.7 Analisis Data Secara Statistik ... 27

3.6.8 Validasi Metode Analisis ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Analisis Kualitatif Kalsium dan Fosfor pada Sampel ... 32

4.2 Analisis Kuantitatif Kalsium dan Fosfor pada Sampel ... 33

4.2.1 Analisis Kuantitatif Kalsium... ... 33

4.2.2 Analisis Kuantitatif Fosfor ... 34

4.2.3 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel ... 37

4.2.4 Validasi Metode Analisis ... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

5.1 Kesimpulan ... 40

5.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Hasil Analisis Kualitatif Kalsium dan Fosfor pada Sampel.... ... 32

Tabel 2 Hasil Analisis Kuantitatif Kalsium pada Sampel ... ... 34

Tabel 3 Hasil Analisis Kuantitatif Fosfor pada Sampel ... ... 37

Tabel 4 Hasil Uji Beda Nilai Rata-Rata Kalsium dan Fosfor antar

Sampel ... ... 37

Tabel 5 Persen Uji Perolehan Kembali (recovery) Kalsium dan Fosfor

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Kalsium ... 33

Gambar 2 Kurva Serapan Senyawa Fosfor pada Konsentrasi 6 µg/ml 35

Gambar 3 Absorbansi Panjang Gelombang Maksimum Larutan

Standar Fosfor pada Konsentrasi 6 µg/ml ... 35

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar Sampel ... 43

Lampiran 2. Hasil Analisis Kualitatif Mineral Kalsium dan Fosfor ... 44

Lampiran 3. Bagan Alir Proses Destruksi Kering ... 46

Lampiran 4. Bagan Alir Proses Pembuatan Larutan Sampel ... 47

Lampiran 5. Data penentuan Waktu Kerja Senyawa Fosfor Kompleks pada Panjang Gelombang 711 nm ... 48

Lampiran 6. Data Kalibrasi Kalsium dengan Spektrofotometer Serapan Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r) ... 50

Lampiran 7. Data Kalibrasi Fosfor dengan Spektrofotometer Sinar Tampak, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r) ... 52

Lampiran 8. Hasil Analisis Kadar Kalsium dan Fosfor dalam Sampel ... ... 54

Lampiran 9. Contoh Perhitungan Kadar Kalsium dan Fosfor dalam Sampel ... 56

Lampiran 10. Perhitungan Statistik Kadar Kalsium dalam Sampel ... 58

Lampiran 11. Perhitungan Statistik Kadar Fosfor dalam Sampel ... 61

Lampiran 12. Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Kalsium pada Sampel ... 64

Lampiran 13. Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Fosfor pada Sampel ... 66

Lampiran 14. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 68

(14)

Lampiran 16. Contoh Perhitungan Uji Perolehan Kembali Kadar

Kalsium dan Fosfor pada Sampel ... . 71

Lampiran 17. Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) Kadar Kalsium dan Fosfor pada Sampel ... ... 73

Lampiran 18. Hasil Identifikasi Sampel ... 75

Lampiran 19. Tabel Distribusi T ... 77

(15)

PENETAPAN KADAR KALSIUM DAN FOSFOR DALAM BUAH NAGA DAGING MERAH (Hylocereus costaricensis) DAN BUAH NAGA DAGING

PUTIH (Hylocereus undatus) ABSTRAK

Buah naga pada umumnya sering dikonsumsi oleh masyarakat dalam bentuk buah segar. Buah naga banyak mengandung mineral diantaranya kalsium dan fosfor. Kedua mineral ini merupakan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang kadar kalsium dan fosfor pada buah naga. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kadar kalsium dan fosfor pada buah naga daging merah (Hylocereus costaricensis) dan buah naga daging putih (Hylocereus undatus).

Penelitian yang dilakukan adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan uji nyala kawat Ni/Cr dan pereaksi H2SO4

untuk kalsium, serta dengan pereaksi ammonium molibdat untuk fosfor. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan secara spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm untuk kalsium dan secara spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 711 nm untuk fosfor.

Hasil penetapan kadar kalsium untuk buah naga daging merah adalah 7,7212 ± 0,0581 mg/100 g dan untuk buah naga daging putih adalah 3,3884 ± 0,0435 mg/100 g. Hasil penetapan kadar fosfor untuk buah naga daging merah adalah 32,5206 ± 0,4119 mg/100 g, dan untuk buah naga daging putih adalah 36,5592 ± 0,5146 mg/100 g. Hasil uji validasi metode yang dilakukan memberikan akurasi dan presisi yang memenuhi syarat yaitu 107,22% recovery dengan RSD 2,79%, batas deteksi (LOD) 0,2694 µg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 0,8979 µg/ml untuk kalsium. Sedangkan untuk fosfor, hasil uji validasi metode yang dilakukan memberikan akurasi dan presisi yang memenuhi syarat yaitu 102,09% recovery dengan RSD 5,57%, batas deteksi (LOD) 0,2405 µg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 0,8017 µg/ml.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar kalsium pada buah naga daging merah (Hylocereus costaricensis) lebih tinggi dari kadar kalsium pada buah naga daging putih (Hylocereus undatus) dan kadar fosfor pada buah naga daging merah (Hylocereus costaricensis) lebih rendah dari kadar fosfor pada buah naga daging putih (Hylocereus undatus).

(16)

ASSAY OF CALCIUM AND PHOSPHORUS CONTENT IN RED DRAGON FRUIT (Hylocereus costaricensis) AND WHITE DRAGON

FRUIT (Hylocereus undatus) ABSTRACT

Dragon fruit is often consumed by the general public in the form of fresh fruit. Dragon fruit contains many minerals such as calcium and phosphorus. Both of these minerals are needed by the body. Therefore, it is necessary to do research on calcium and phosphorus levels on dragon fruit. The purpose of this study is to determine the levels of calcium and phosphorus in the red flesh dragon fruit (Hylocereus costaricensis) and white flesh dragon fruit (Hylocereus undatus).

Research is qualitative analysis and quantitative analysis. Qualitative analysis performed by flame test wire Ni/Cr and H2SO4 reagent for calcium, as

well as with ammonium molybdate reagent for phosphorus. Quantitative analysis performed atomic absorption spectrophotometry at a wavelength of 422,7 nm for calcium and visible spectrophotometry at a wavelength of 711 nm for phosphorus.

The result of calcium assay for red flesh dragon fruit is 7,7212 ± 0,0581 mg/100 g and for white flesh dragon fruit is 3,3884 ± 0,0435 mg/100 g. The result of phosphorus assay for red flesh dragon fruit is 32,5206 ± 0,4119 mg/100 g, and for white flesh dragon fruit is 36,5592 ± 0,5146 mg/100 g. Results of the validation test method conducted to provide accuracy and precision are eligible 107,22% recovery with RSD 2,79%, the limit of detection ( LOD ) 0,2694 µg/ml and the limit of quantitation ( LOQ ) 0,8979 µg/ml for calcium. While for phosphorus, the results of the validation test method conducted to provide accuracy and precision are eligible 102,09% recovery with RSD 5,57%, the limit of detection ( LOD ) 0,2405 µg/ml and the limit of quantitation ( LOQ ) 0,8017 µg/ml.

Based on these results can be concluded that the level of calcium in the red flesh dragon fruit (Hylocereus costaricensis) is higher than the level of calcium in the white flesh dragon fruit (Hylocereus undatus) and phosphorus levels in the red flesh dragon fruit (Hylocereus costaricensis) is lower than the levels of phosphorus in white flesh dragon fruit (Hylocereus undatus).

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tanaman buah naga merupakan salah satu tanaman yang telah

dibudidayakan di pulau Jawa seperti di Jember, Malang, Pasuruan dan daerah

lainnya. Bentuk buahnya unik dan menarik, kulitnya merah dan bersisik hijau

mirip sisik naga sehingga dinamakan buah naga atau dragon fruit. Jenis buah naga

ada empat, yaitu Hylocereus undatus (buah naga kulit merah daging putih),

Hylocereus costaricensis (buah naga kulit merah daging super merah), Hylocereus

polyrhizus (buah naga kulit merah daging merah), Selenicereus megalanthus

(buah naga kulit kuning daging putih) (Cahyono, 2009). Namun buah naga yang

beredar di pasaran Kota Medan adalah buah naga daging merah dan buah naga

daging putih.

Laboratorium Taiwan Food Industry Develop and Research Authoritis

menyebutkan bahwa kandungan gizi per 100 gram buah naga merah adalah air

82,5-83 g, protein 0,159-0,229 g, lemak 0,21-0,61 g, serat kasar 0,7-0,9 g, karoten

0,005-0,012 g, kalsium 6,3-8,8 mg, fosfor 30,2-36,1 mg, besi 0,55-0,65 mg,

vitamin B1 0,28-0,043 g, vitamin B2 0,043-0,045 g, vitamin B3 0,297-0,43 g dan

vitamin C 8-9 mg. Sedangkan kandungan gizi per 100 gram buah naga putih

adalah air 89,4 g, protein 0,5 g, lemak 0,1 g, serat kasar 0,3 g, kalsium 6 mg,

fosfor 19 mg, besi 0,4 mg, vitamin B3 0,2 mg dan vitamin C 25 mg (Gunasena

(18)

disebabkan karena perbedaan varietas dan pengaruh lingkungan tempat tumbuh

(Harris dan Karmas, 1989).

Kalsium adalah mineral yang paling banyak ditemukan dalam tubuh.

Kalsium merupakan mineral yang penting dalam pembentukan tulang dan gigi.

Selain itu, kalsium merupakan komponen penting untuk kehidupan sel dan

jaringan. Kalsium juga penting dalam aktivitas beberapa sistem enzim dan juga

terlibat dalam sistem koagulasi darah (Darmono, 1995). Fosfor merupakan

mineral terbanyak kedua di dalam tubuh. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh

terdapat sebagai garam kalsium fosfat, bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam

tulang dan gigi (Almatsier, 2004). Selain untuk pertumbuhan tulang dan gigi,

fosfor juga berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Sebagai

fosfolipid, fosfor merupakan komponen esensial bagi banyak sel dan merupakan

alat transpor asam lemak. Fosfor berperan pula dalam mempertahankan

keseimbangan asam-basa (Pudjiadi, 2000).

Metode penetapan kadar kalsium di dalam literatur antara lain

kompleksometri (Rivai, 1995), gravimetri, permanganometri, dan

spektrofotometri serapan atom (Gandjar dan Rohman, 2007). Penetapan kadar

fosfor dapat dilakukan secara spektrofotometri sinar tampak (Lim, 1991).

Adapun alasan untuk meneliti kalsium pada buah naga daging merah dan

daging putih dengan metode spektrofotometri serapan atom adalah karena

analisisnya yang cepat, dapat mengukur kadar logam dalam jumlah kecil dan

spesifik untuk setiap logam tanpa dilakukan pemisahan (Khopkar, 1990).

Sedangkan untuk meneliti fosfor pada buah naga daging merah dan buah naga

(19)

lebih sederhana dan lebih sensitif (Lim, 1991) serta merujuk dari penelitian

sebelumnya mengenai penetapan kadar fosfor (Hadiyanto, 2009).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin mengetahui kadar kalsium

secara spektrofotometri serapan atom dan fosfor secara spektrofotometri sinar

tampak pada buah naga daging merah (Hylocereus costaricensis) dan buah naga

daging putih (Hylocereus undatus).

1.2Perumusan Masalah

1. Berapakah kadar kalsium dan fosfor pada buah naga daging merah

(Hylocereus costaricensis) dan buah naga daging putih (Hylocereus

undatus).

2. Apakah terdapat perbedaan kadar kalsium dan fosfor pada buah naga

daging merah (Hylocereus costaricensis) dan buah naga daging putih

(Hylocereus undatus).

1.3Hipotesis

1. Buah naga daging merah (Hylocereus costaricensis) dan buah naga

daging putih (Hylocereus undatus) mengandung kalsium dan fosfor dalam

jumlah tertentu.

2. Terdapat perbedaan kadar kalsium dan fosfor pada buah naga daging

merah (Hylocereus costaricensis) dan buah naga daging putih (Hylocereus

(20)

1.4Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kadar kalsium dan fosfor yang terdapat pada buah naga

daging merah (Hylocereus costaricensis) dan buah naga daging putih

(Hylocereus undatus).

2. Untuk mengetahui perbedaan kadar kalsium dan fosfor yang terdapat pada

buah naga daging merah (Hylocereus costaricensis) dan buah naga daging

putih (Hylocereus undatus).

1.5Manfaat Penelitian

Untuk mengetahui kadar kalsium dan fosfor pada buah naga daging merah

(Hylocereus costaricensis) dan buah naga daging putih (Hylocereus undatus) agar

dapat dimanfaatkan sebagai salah satu buah yang dapat dipilih untuk asupan

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Buah Naga

Dalam dunia taksonomi, buah naga masuk dalam Family Cactaceae.

Berikut adalah klasifikasi ilmiah dari buah naga (Idawati, 2012):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Cactales

Famili : Cactaceae

Subfamily : Hylocereanea

Genus : Hylocereus

Species : - Hylocereus costaricensis

- Hylocereus undatus

- Hylocereus polyrhizus

(22)

Buah naga adalah buah sejenis pohon kaktus. Buah naga berasal dari Meksiko,

Amerika Selatan dan juga Amerika Tengah namun saat ini buah naga sudah

ditanam secara komersial di Vietnam, Taiwan, Malaysia, Australia, dan Indonesia.

Nama asing dari buah naga adalah “Dragon Fruit”, dalam bahasa latin buah naga

dikenal dengan “Phitahaya”. Isi buah naga berwarna putih, merah, atau ungu

dengan taburan biji-biji berwarna hitam yang boleh dimakan (Idawati, 2012).

Tanaman buah naga merupakan salah satu tanaman yang telah

dibudidayakan di pulau Jawa seperti di Jember, Malang, Pasuruan dan daerah

lainnya. Bentuk buahnya unik dan menarik, kulitnya merah dan bersisik hijau

mirip sisik naga sehingga dinamakan buah naga atau dragon fruit. Jenis buah naga

ada empat, yaitu Hylocereus undatus (buah naga kulit merah daging putih),

Hylocereus costaricensis (buah naga kulit merah daging super merah), Hylocereus

polyrhizus (buah naga kulit merah daging merah), Selenicereus megalanthus

(buah naga kulit kuning daging putih) (Cahyono, 2009).

Berdasarkan klasifikasi buah naga dalam ilmu taksonomi, maka secara

morfologis bisa digambarkan bahwa tanaman buah naga merupakan tumbuhan

tidak lengkap sebab tidak memiliki daun seperti tumbuhan lainnya. Meskipun

demikian, tanaman buah naga juga memiliki akar, batang, cabang, biji, dan juga

bunga. Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang eksotik, rasanya asam

manis menyegarkan dan memiliki beragam manfaat untuk kesehatan (Idawati,

2012).

2.1.1.1 Buah Naga Daging Merah

Buah naga daging merah memiliki kulit berwarna merah yang cerah dan

(23)

berwarna merah. Tak hanya unik, rasa daging buahnya juga cukup nikmat. Di

antara jenis buah naga lainnya, varian dengan daging merah ini banyak digemari

karena memiliki karakteristik rasa manis melebihi rasa asamnya. Buah naga

daging merah atau dalam dunia biologi dikenal dengan istilah Hylocereus

costaricensis ini tergolong cukup popular di Indonesia (Idawati, 2012).

2.1.1.2 Buah Naga Daging Putih

Varietas buah naga putih (Hylocereus undatus) merupakan jenis buah naga

yang ditemukan pertama kali. Adapun ciri-ciri buah naga daging putih kurang

lebih sama dengan jenis buah naga lainnya. Satu-satunya perbedaan yang menjadi

dasar pengelompokkan varietas ini adalah pada daging buahnya. Buah naga

daging putih memiliki kulit buah berwarna merah cerah lengkap dengan sisiknya

namun memiliki daging buah yag berwarna putih dan dipenuhi dengan bebijian

berwarna hitam. Buah naga daging putih memiliki karakteristik rasa manis yang

tidak dominan melainkan seimbang dengan rasa asamnya (Idawati, 2012).

2.1.2 Kandungan Gizi

Dalam 100 g buah naga merah , kandungan airnya cukup tinggi yaitu

82,5-83 g, serat 0,7-0,9 g, betakaroten 0,005-0,012 g, kalsium 6,3-8,8 mg, zat besi

0,55-0,65 mg, fosfor 30,2-36,1 mg, protein 0,16-0,23 g, lemak 0,21-0,61 g, beragam

vitamin seperti B1 sebanyak 0,28-0,30 mg, vitamin B2 0,043-0,045 mg, vitamin C

8-9 mg dan kandungan niasin sebanyak 1,297-1,300 mg. Sedangkan dalam 100 g

buah naga putih mengandung air 89,4 g, serat 0,3 g, kalsium 6 mg, zat besi 0,4

mg, fosfor 19 mg, protein 0,5 g, lemak 0,1 g, niasin 0,2 mg dan vitamin C 25 mg

(24)

2.2 Mineral

Mineral merupakan unsur esensial bagi fungsi normal sebagian enzim dan

sangat penting dalam pengendalian komposisi cairan tubuh. Selain itu, mineral

juga berperan dalam proses pertumbuhan (Pudjiadi, 2000). Namun tubuh tidak

mampu mensintesis mineral sehingga unsur-unsur ini harus disediakan lewat

makanan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro.

Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari

100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari.

Yang termasuk mineral makro antara lain: natrium, klorida, kalium, kalsium,

fosfor, dan magnesium, sedangkan yang termasuk mineral mikro antara lain: besi,

mangan dan tembaga (Almatsier, 2004). Peran mineral dalam tubuh kita berkaitan

satu sama lainnya, dan kekurangan atau kelebihan salah satu mineral akan

berpengaruh terhadap kerja mineral lainnya (Pudjiadi, 2000).

2.2.1 Kalsium

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh,

yaitu 1,5 – 2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg.

Dari jumlah ini, 99% berada didalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi

terutama dalam bentuk hidroksiapatit selebihnya kalsium tersebar luas di dalam

tubuh. Absorpsi kalsium terutama terjadi di bagian atas usus halus yaitu

duodenum. Peningkatan kebutuhan akan kalsium terjadi pada masa pertumbuhan,

kehamilan, dan menyusui (Almatsier, 2004).

Mineral kalsium dibutuhkan untuk perkembangan tulang. Jumlah yang

dianjurkan per hari untuk bayi sebesar 300-400 mg, anak-anak 500 mg, remaja

(25)

Kalsium mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh antara lain untuk

pertumbuhan tulang dan gigi, mengatur pembentukan darah, sebagai katalisator

reaksi-reaksi biologik dan berperan dalam kontraksi otot (Almatsier, 2004).

Konsumsi kalsium tidak boleh melebihi 2500 mg sehari. Kelebihan

kalsium dapat menimbulkan gangguan ginjal. Disamping itu, dapat menyebabkan

konstipasi (susah buang air besar). Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan

dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok

dan rapuh. Semua orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun akan mengalami

resorpsi kalsium dari tulangnya. Tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Ini yang

dinamakan osteoporosis. Kadar kalsium dalam darah yang sangat rendah dapat

menyebabkan tetani atau kejang. Kepekaan serabut saraf dan pusat saraf terhadap

rangsangan meningkat, sehingga terjadi kejang otot (Almatsier, 2004).

2.2.2 Fosfor

Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari

berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam

kalsium fosfat di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Fosfor di dalam

tulang berada dalam perbandingan 1 : 2 dengan kalsium. Fosfor selebihnya

terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam otot dan di dalam cairan

ekstraseluler. Sebagai fosfolipid, fosfor merupakan komponen struktural dinding

sel. Sebagai fosfat organik, fosfor memegang peranan penting dalam reaksi yang

berkaitan dengan penyimpanan atau pelepasan energi dalam bentuk Adenin

Trifosfat (ATP) (Almatsier, 2004).

Jumlah kebutuhan fosfor yang dianjurkan per hari untuk bayi sebesar

(26)

dan ibu hamil serta menyusui sebesar kebutuhan untuk dewasa ditambah 200 mg

(Almatsier, 2004).

Selain untuk pertumbuhan tulang dan gigi, fosfor mempunyai peranan

dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, sebagai fosfolipid, fosfor

merupakan komponen esensial bagi banyak sel dan merupakan alat transport asam

lemak. Fosfor berperan pula dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa

(Pudjiadi, 2000).

Pada umumnya bahan makanan yang mengandung banyak kalsium

merupakan juga sumber fosfor, seperti susu, keju, daging, ikan, telur, dan saleria.

Biasanya kira-kira 70% dari fosfor yang berada dalam makanan dapat diserap oleh

tubuh. Penyerapan akan lebih baik bila fosfor dan kalsium dimakan dalam jumlah

yang sama (Poedjiadi, 2000).

Kelebihan fosfor karena makanan jarang terjadi. Bila kadar fosfor darah

terlalu tinggi, ion fosfat akan mengikat kalsium sehingga dapat menimbulkan

kejang. Kekurangan fosfor karena makan juga jarang terjadi. Kekurangan fosfor

bisa terjadi bila menggunakan obat antasida untuk menetralkan asam lambung

seperti aluminium hidroksida. Aluminium hidroksida mengikat fosfor sehingga

tidak dapat diabsorpsi. Kekurangan fosfor juga dapat terjadi pada penderita yang

kehilangan banyak cairan melalui urin. Kekurangan fosfor menyebabkan rasa

(27)

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar

oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau sinar

ultraviolet (Gandjar dan Rohman, 2007).

Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif

unsur-unsur mineral dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace).

Cara analisis ini memberikan kadar total unsur mineral dalam suatu sampel dan

tidak tergantung pada bentuk molekul mineral dalam sampel tersebut. Cara ini

cocok untuk analisis sekelumit mineral karena mempunyai kepekaan yang tinggi

(batas deteksi kurang dari 1 ppm) dan pelaksanaannya relatif cepat dan sederhana

(Gandjar dan Rohman, 2007).

Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya

oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu,

tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai

cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik

suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih

banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke

tingkat eksitasi (Khopkar, 1990).

2.3.1 Instrumen Spektrofotometer Serapan atom

Bagian instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai berikut:

a. Sumber Radiasi

Sumber radiasi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (hollow

(28)

suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang dilapisi dengan

mineral tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Tempat Sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan

dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan

azas. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi

uap atom-atomnya, yaitu:

- Dengan nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi

bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh

nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara

suhunya sebesar 2200°C. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber

nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai

bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi (Gandjar dan

Rohman, 2007).

- Tanpa nyala (Flameless)

Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil

sedikit (hanya beberapa µL), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian

tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus

listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah

menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang

berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi

(29)

c. Monokromator

Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum

sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian

banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan Rohman,

2007).

d. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui

tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2007).

e. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai

pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang

menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.2Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom

Gangguan-gangguan (interference) pada Spektrofotometri Serapan Atom

adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang

dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan

konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).

Gangguan-gangguan yang terjadi dalam Spektrofotometri Serapan Atom

antara lain:

- Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi

banyaknya sampel yang mencapai nyala.

- Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyaknya atom yang

(30)

- Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang

dianalisis; yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di

dalam nyala (Gandjar dan Rohman, 2013).

2.4 Spektrofotometri Sinar Tampak dan Sinar Ultraviolet

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara

radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang

sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektroskopi serapan ultraviolet,

sinar tampak, infra merah, dan serapan atom (Ditjen POM, 1995). Keuntungan

utama dari metode spektrofotometri yaitu dapat menetapkan kadar suatu zat yang

sangat kecil (Bassett, dkk, 1994).

Spektrofotometer Ultraviolet dan Visibel adalah pengukuran panjang

gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi

oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup

untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih

tinggi. Spektrofotometer Ultraviolet dan Visibel biasanya digunakan untuk

molekul dan ion organik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum Ultraviolet

dan Visibel sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari

analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorbansi pada panjang

gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Sinar ultraviolet

berada pada panjang gelombang 400-800 nm (Dachriyanus, 2004).

Panjang gelombang cahaya UV atau cahaya tampak bergantung pada

mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak

energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang

(31)

pada panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya

dalam daerah tampak mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan

daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang UV yang lebih pendek

(Gandjar dan Rohman, 2007).

Metode spektrofotometri langsung seperti analisis ultraviolet banyak

digunakan di dalam analisis tetapi biasannya kurang selektif. Selektivitas atau

kekhasan dapat ditingkatkan melalui pemisahan atau dengan mereaksikan gugus

fungsional yang sesuai. Misalnya dengan menambahkan reagensia tertentu

sehingga dihasilkan warna yang kemudian diukur pada daerah visibel (Gandjar

dan Rohman, 2007).

Warna sinar tampak dapat dihubungkan dengan panjang gelombangnya.

Sinar putih mengandung radiasi pada semua panjang gelombang di daerah sinar

tampak. Sinar pada panjang gelombang tunggal (radiasi monokromatik) dapat

dipilih dari sinar putih. Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah

spektrum ultraviolet dan sinar tampak terdiri atas suatu sistem optik dengan

kemampuan menghasilkan sinar monokromatis dalam jangkauan panjang

gelombang 200-800 nm (Gandjar dan Rohman, 2007).

Alat spektrofotometri pada dasarnya terdiri atas sumber sinar,

monokromator, tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus, dan

alat ukur atau pencatat. Spektrofotometer dapat bekerja secara otomatik ataupun

tidak, dan dapat mempunyai sistem sinar tunggal dan ganda (Ditjen POM, 1979).

Sebagai sumber cahaya biasanya digunakan lampu hidrogen atau

(32)

cahaya tampak. Panjang gelombang dari sumber cahaya akan dibagi oleh

pemisahan atau monokromator (Dachriyanus, 2004).

2.5 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,

2004).

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi

metode analisis adalah sebagai berikut:

a. Kecermatan

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil

analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai

persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan

ditentukan dengan dua cara, yaitu: metode simulasi (Spiked-placebo recovery) dan

metode penambahan baku (standart addition method).

Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang

dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu

bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan

hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang

sebenarnya) (Harmita, 2004).

Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode

yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi

(33)

divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa

penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan

menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat

ditemukan kembali (Harmita, 2004).

b. Keseksamaan (presisi)

Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat

kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara

berulang untuk sampel yang homogen. Keseksamaan atau presisi diukur sebagai

simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). (Harmita, 2004).

c. Batas deteksi (Limit of detection) dan batas kuantitasi (Limit of

quantitation)

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi

merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan di Laboratorium Penelitian

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan April 2013 – Juni 2013.

3.2 Bahan-bahan 3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah naga daging

merah (Hylocereus costaricensis) dan buah naga daging putih (Hylocereus

undatus) yang diperoleh dari Berastagi Supermarket, Jalan Jenderal Gatot

Subroto.

3.2.2 Pereaksi

Pereaksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan yang

berkualitas pro analis dari E. Merck yaitu asam nitrat pekat 65% b/v, ammonium

molibdat, asam sulfat 96% v/v, asam askorbat, larutan baku kalsium 1000 µg/ml,

kalium dihidrogen fosfat, kalium antimonil tartrat, kecuali aquabides dari

Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU.

3.3 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah Spektrofotometer Serapan Atom Hitachi

(35)

neraca analitik, tanur, oven, hot plate, blender, krus porselen, kertas saring

Whatman No. 42, dan alat-alat gelas (Pyrex).

3.4 Identifikasi Sampel

Identifikasi buah naga dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan

Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 18,

halaman 75-76.

3.5 Pembuatan Pereaksi 3.5.1 Larutan HNO3 (1:1) v/v

Larutan HNO3 65% b/v sebanyak 500 ml diencerkan dengan aquabides

hingga 500 ml (Helrich, 1990).

3.5.2 Larutan H2SO4 1 N

Sebanyak 3 ml larutan H2SO4 96% v/v diencerkan dengan aquabides

hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.5.3 Larutan HNO3 5 N

Larutan HNO3 65% b/v sebanyak 172 ml diencerkan dengan aquabides

hingga 500 ml (Ditjen POM, 1979).

3.5.4 Larutan H2SO4 5 N

Dipipet 70 ml H2SO4 96% v/v, dimasukkan perlahan-lahan melalui

dinding ke dalam labu tentukur 500 ml yang telah berisi aquabides setengahnya.

Dicukupkan volumenya dengan aquabides hingga garis tanda (Lancashire, 2006).

(36)

Ditimbang secara seksama 20 g ammonium molibdat. Dilarutkan ke dalam

labu tentukur 500 ml dengan aquabides dan dicukupkan volumenya dengan

aquabides hingga garis tanda (Lancashire, 2006).

3.5.6 Larutan Asam Askorbat 0,1 N

Ditimbang secara seksama 0,88 g asam askorbat dan dilarutkan dalam labu

tentukur 50 ml dengan aquabides dan dicukupkan volumenya dengan aquabides

hingga garis tanda (Lancashire, 2006).

3.5.7 Larutan Kalium Antimonil Tartrat 0,274% b/v

Ditimbang secara seksama 0,274 g kalium antimonil tartrat, dilarutkan

dalam labu tentukur 100 ml dengan aquabides dan dicukupkan volumenya dengan

aquabides hingga garis tanda (Lancashire, 2006).

3.5.8 Larutan Pengembang Warna Fosfor

Dicampur 500 ml asam sulfat 5 N, 150 ml ammonium molibdat 4% b/v,

300 ml asam askorbat 0,1 N dan 50 ml kalium antimonil tartrat 0,274% b/v

(Lancashire, 2006).

3.6 ProsedurPenelitian 3.6.1 Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif,

yaitu sampel ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa semua sampel

(37)

Sampel diperoleh dari Berastagi Supermarket, Jalan Jenderal Gatot

Subroto, Medan, yaitu buah naga daging merah (Hylocereus costaricensis) dan

buah naga daging putih (Hylocereus undatus).

3.6.2 Penyiapan Sampel

Buah naga daging merah (Hylocereus costaricensis)dan buah naga daging

putih (Hylocereus undatus) masing-masing ditimbang sebanyak + 0,7 kg dengan

neraca kasar. Kemudian dibersihkan dengan air mengalir, dicuci bersih dan

ditiriskan. Selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan tisu. Kemudian buah

naga dikupas kulitnya, setelah itu daging buahnya dipotong kecil-kecil sebesar

satu ruas jari tangan. Lalu dihaluskan dengan menggunakan blender tanpa

penambahan aqua. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang secara seksama

dengan neraca analitik masing-masing sebanyak 30 gram ke dalam krus porselen

yang sebelumnya sudah ditara dengan neraca.

3.6.3 Proses Destruksi Kering

Sampel yang telah dimasukkan ke dalam krus porselen dipanaskan di atas

hot plate sampai kering dan mengarang. Diabukan di tanur dengan temperatur

awal 100oC dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan menjadi 500oC dengan

interval 25oC setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 36 jam dan dibiarkan

hingga dingin dalam desikator. Abu ditambahkan 5 ml HNO3 (1:1), kemudian

diuapkan pada hot plate sampai kering, kemudian dimasukkan kembali ke dalam

tanur dengan temperatur awal 100oC dan perlahan – lahan temperatur dinaikkan

hingga suhu 500oC dengan interval 25oC. Pengabuan dilakukan selama + 1 jam

(38)

dalam desikator (Helrich, 1990). Bagan alir proses destruksi kering pada sampel

dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 46.

3.6.4 Pembuatan Larutan Sampel

Sampel hasil destruksi (berasal dari 30 gram sampel) yang telah dingin

dilarutkan dalam 5 ml HNO3 (1:1) di dalam krus porselen, lalu dimasukkan ke

dalam labu tentukur 50 ml menggunakan corong gelas. Sisa pada krus porselen

dibilas tiga kali dengan aquabides dan hasil pembilasan dimasukkan ke dalam

labu tentukur. Dicukupkan volumenya dengan aquabides hingga garis tanda

(Helrich, 1990). Larutan dalam labu tentukur disaring dengan kertas saring

Whatman No. 42 dan 5 ml filtrat pertama dibuang untuk menjenuhkan kertas

saring kemudian filtrat selanjutnya ditampung dalam botol. Filtrat ini digunakan

sebagai larutan sampel untuk analisis kualitatif dan kuantitatif kalsium dan fosfor.

Bagan alir pembuatan larutan sampel dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 47.

3.6.5 Analisis Kualitatif

3.6.5.1 Analisis Kualitatif Kalsium 3.6.5.1.1 Uji Nyala Ni/Cr

Kawat Ni/Cr dibersihkan dengan kawat ke dalam tabung yang berisi HCl

pekat lalu dipijar pada api bunsen sampai tidak memberikan warna khusus pada

nyala bunsen. Kemudian kawat dibasahi dengan HCl pekat lalu dicelupkan ke

dalam sampel lalu dipijar pada api bunsen, diamati warna yang terjadi pada nyala

bunsen. Jika terdapat kalsium akan terbentuk warna merah bata pada nyala bunsen

(Vogel,1979).

(39)

Larutan sampel sebanyak 1-2 tetes diteteskan pada object glass kemudian

ditetesi dengan larutan asam sulfat 1 N lalu diamati di bawah mikroskop. Jika

terdapat kalsium akan terlihat kristal berbentuk jarum (Vogel, 1979).

3.6.5.2 Analisis Kualitatif Fosfor

Analisis kualitatif fosfor dapat dilakukan dengan pereaksi ammonium

molibdat. Analisis kualitatif dilakukan pada larutan sampel dengan cara:

a. Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 2 ml larutan sampel, ditambah

pereaksi ammonium molibdat 4% b/v sebanyak 2 ml, dikocok dan

didiamkan, maka akan terbentuk endapan kuning (Vogel, 1979).

b. Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 2 ml larutan sampel, ditambah

pereaksi barium klorida 4% b/v sebanyak 1 ml, maka akan terbentuk

endapan putih (Vogel, 1979).

3.6.6 Analisis Kuantitatif

3.6.6.1 Analisis Kuantitatif Kalsium

3.6.6.1.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium

Larutan baku kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1,0 ml,

dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda

dengan aquabides (konsentrasi 10 µg/ml). Larutan untuk kurva kalibrasi kalsium

dibuat dengan memipet (2,5; 5; 7,5; 10; dan 12,5) ml dari larutan baku 10 µg/ml,

masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan

volumenya masing-masing hingga garis tanda dengan aquabides (larutan ini

mengandung (1,0; 2,0; 3,0; 4,0 dan 5,0) µg/ml) dan diukur absorbansinya

menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm

(40)

3.6.6.1.2 Penetapan Kadar Kalsium dalam Sampel

Larutan sampel hasil destruksi yang berasal dari buah naga daging merah

(Hylocereus costaricensis) dipipet sebanyak 1,0 ml dimasukkan ke dalam labu

tentukur 25 ml dan dicukupkan dengan aquabides sampai garis tanda (Faktor

pengenceran = 25/1 = 25 kali). Sedangkan larutan sampel hasil destruksi yang

berasal dari buah naga daging putih (Hylocereus undatus) dipipet sebanyak 2,0 ml

dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan dengan aquabides

sampai garis tanda (Faktor pengenceran = 25/2 = 12,5 kali). Lalu diukur

absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang

gelombang 422,7 nm dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang

diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium

sehingga konsentrasi kalsium dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

garis regresinya.

Konsentrasi kalsium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan

garis regresi dari kurva kalibrasi. Kadar kalsium dalam sampel dapat dihitung

dengan cara sebagai berikut:

Kadar logam (µg/g)= ������������ µ�

��������� (��)�����������������

����������� (�)

3.6.6.2 Analisis Kuantitatif Fosfor

3.6.6.2.1 Pembuatan Larutan Induk Baku KH2PO4 (LIB I)

Ditimbang secara seksama 0,0439 g KH2PO4 yang telah dikeringkan di

dalam oven dengan suhu 105oC, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur

100 ml, ditambahkan 5 ml larutan HNO3 5 N, dikocok hingga larut, dicukupkan

(41)

3.6.6.2.2 Penentuan Waktu Kerja

Dari LIB I dipipet 3,0 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml,

dicukupkan volume dengan aquabides hingga garis tanda (konsentrasi 6 µg/ml).

Dipipet 1,0 ml larutan tersebut, ditambahkan 5,0 ml aquabides dan 1,0 ml larutan

pengembang warna fosfor, dikocok kemudian diukur absorbansinya menggunakan

spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 711 nm mulai menit ke-1

hingga menit ke-74 dengan interval waktu 1 menit (Sitompul, 2009).

3.6.6.2.3 Pembuatan Kurva Serapan Larutan KH2PO4

Dari LIB I dipipet 3,0 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml,

dicukupkan volume dengan aquabides hingga garis tanda (konsentrasi 6 µg/ml).

Dipipet 1,0 ml larutan tersebut, ditambahkan 5,0 ml aquabides dan 1,0 ml larutan

pengembang warna fosfor, dikocok lalu didiamkan, kemudian diukur

absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Visible pada panjang

gelombang 400-800 nm pada menit ke-31 (Sitompul, 2009).

3.6.6.2.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Baku Fosfor

Larutan untuk kurva kalibrasi kalsium dibuat dengan memipet (0,5; 1,0;

1,5; 2,0; dan 2,5) ml dari LIB 1 (konsentrasi 100 µg/ml), masing-masing

dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan volumenya

masing-masing dengan aquabides hingga garis tanda (konsentrasi 2; 4; 6; 8; dan 10

µg/ml). Dipipet 1,0 ml dari masing-masing larutan tersebut, ditambahkan 5,0 ml

aquabides dan 1,0 ml larutan pengembang warna, dikocok dan didiamkan selama

30 menit kemudian diukur menggunakan spektrofotometer UV-Visible pada

panjang gelombang 711 nm pada menit ke-31 dengan spektrofotometer sinar

(42)

3.6.6.2.5 Penetapan Kadar Fosfor dalam Sampel

Larutan sampel hasil destruksi yang berasal dari buah naga daging merah

(Hylocereus costaricensis) dan buah naga daging putih (Hylocereus undatus)

masing-masing dipipet 0,5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, dan

dicukupkan dengan aquabides hingga garis tanda (Faktor pengenceran = 25/0,5 =

50 kali). Dari masing-masing larutan tersebut dipipet 1,0 ml kemudian

ditambahkan 5,0 ml aquabides dan 1,0 ml larutan pengembang warna fosfor,

dikocok dan didiamkan selama 30 menit. Diukur absorbansinya menggunakan

spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 711 nm dengan

spektrofotometer sinar tampak pada menit ke-31. Nilai serapan yang diperoleh

harus berada didalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku, dengan demikian

konsentrasi fosfor dapat dihitung berdasarkan persamaan garis regresi linier dari

kurva kalibrasi.

Kadar fosfor dapat dihitung dengan rumus:

Kadar logam (µg/g)= ������������ µ�

��������� (��)�����������������

����������� (�)

Menurut Walpole (1995), kadar fosfor sebenarnya dalam sampel dapat

dihitung dengan rumus:

µ = x ± ((t(α/2, dk) x SD/ √n)

Keterangan: x : kadar rata-rata sampel SD : Standar Deviasi

dk : derajat kebebasan ( dk = n-1) α : tingkat kepercayaan

n : jumlah pengulangan

(43)

Menurut Sudjana (2005), kadar kalsium dan fosfor yang diperoleh dari

hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis untuk mengetahui data

ditolak atau diterima menggunakan uji distribusi t dengan rumus:

t hitung =

n SD

X Xi

/

Data diterima jika –t hitung < t hitung < t tabel. Tabel distribusi t dapat dilihat

pada Lampiran 19, halaman 77.

Untuk mencari standar deviasi (SD) digunakan rumus:

SD =

(

)

1 -n

X

-Xi 2

Keterangan : Xi = Kadar sampel

X = Kadar rata-rata sampel n = jumlah pengulangan

dan untuk menentukan kadar mineral di dalam sampel dengan interval

kepercayaan 99%, α = 1%, dk = n-1, dapat digunakan rumus:

Kadar Mineral : µ = X ± ((tα/2, dk) x SD / √n ) Keterangan :

X = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi

dk = Derajat kebebasan (dk = n-1) α = taraf kepercayaan

n = jumlah pengulangan

3.6.7.2 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel

Menurut Sudjana (2005), sampel yang dibandingkan adalah independen

dan jumlah pengamatan masing-masing lebih kecil dari 30 dan variansi (σ) tidak

diketahui sehingga dilakukan uji F untuk mengetahui apakah variansi kedua

(44)

Fo = 2 2 2 1 S S

Keterangan : Fo = Beda nilai yang dihitung

S1 = Standar deviasi terbesar

S2 = Standar deviasi terkecil

Apabila dari hasilnya diperoleh Fo tidak melewati nilai kritis F maka

dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus:

2 1 2 1 0 1 1 ) ( n n S X X t + − = Sp 2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1 − + − + − = n n S n S n Keterangan :

X1 = kadar rata-rata sampel 1

X2 = kadar rata-rata sampel 2

Sp = Simpangan baku

n 1 = Jumlah pengulangan sampel 1

n 2 = Jumlah pengulangan sampel 2

Jika Fo melewati nilai kritis F, dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus

2 2 2 1 2 1 2 1 0 ) ( n S n S Sp X X t + − =

Keterangan : X1 = Kadar rata-rata sampel 1

X2 = Kadar rata-rata sampel 2

n1 = Jumlah pengulangan sampel 1

n2 = Jumlah pengulangan sampel 2

S1 = Standar deviasi sampel 1

S2 = Standar deviasi sampel 2

Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila to yang diperoleh melewati nilai

kritis t, dan sebaliknya.

(45)

3.6.8.1 Kecermatan

Kecermatan atau akurasi adalah ukuran yang menunjukkan deraajat

kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan

dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan.

Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode penambahan

larutan baku (standard addition method). Dalam metode ini, kadar kalsium dan

fosfor dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan

kadar kalsium dan fosfor dalam sampel setelah penambahan larutan standar

dengan konsentrasi tertentu (Harmita, 2004).

Daging buah naga merah (Hylocereus costaricensis) yang telah dihaluskan

ditimbang seksama sebanyak 30 gram, lalu ditambahkan 2,3 ml larutan baku

kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml) dan 10,0 ml larutan KH2PO4 (konsentrasi 100

µg/ml). Perlakuan tersebut dilakukan sebanyak 6 kali pengulangan. Kemudian

dilanjutkan dengan prosedur destruksi kering seperti yang telah dilakukan

sebelumnya. Pengukuran uji perolehan kembali dilakukan sama dengan prosedur

penetapan kadar dalam sampel.

Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali (uji recovery) dapat

dihitung dengan rumus di bawah ini (Harmita, 2004):

% recovery = 100%

A * C

C C

× − A

F

Keterangan: CF = Kadar setelah penambahan larutan baku

CA = Kadar sebelum penambahan larutan baku

C*A = Kadar larutan baku yang ditambahkan

(46)

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau

koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan

derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara

berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang

memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan

(Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), simpangan baku relatif dapat dihitung dengan

rumus di bawah ini:

RSD = ×100%

X SD

Keterangan : −

X = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi

RSD = Relative Standard Deviation

3.6.8.3 Penentuan Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation)

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi

merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi

kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Simpangan Baku ( X

SY ) =

(

)

2

2

− −

n Yi Y

Batas deteksi (LOD) =

slope X SY x 3

Batas kuantitasi (LOQ) =

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kualitatif Kalsium dan Fosfor pada Sampel

Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kalsium

[image:47.596.109.519.433.634.2]

dan fosfor dalam sampel. Data dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Hasil Analisis Kualitatif Kalsium dan Fosfor pada Sampel No.

Mineral yang dianalisis

Pereaksi Hasil Reaksi Keterangan

1. Kalsium

Reaksi Nyala menggunakan kawat

Nikel-Krom

Warna nyala

Merah Bata +

H2SO4 1N Kristal jarum +

2. Fosfor

Ammonium molibdat 4% b/v

Larutan berwarna

kuning +

Barium Klorida (BaCl2)

4% b/v

Larutan dengan

endapan putih +

Pada Tabel 1 dapat dilihat hasil pengujian kualitatif bahwa sampel positif

mengandung kalsium karena menghasilkan kristal jarum dengan penambahan

asam sulfat encer serta memberikan warna nyala merah bata saat dibakar

(48)

larutan berwarna kuning dengan penambahan larutan ammonium molibdat 4% b/v

dan endapan putih dengan penambahan barium klorida 4% b/v (Vogel, 1990).

Gambar kristal dan hasil reaksi dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 44-45.

Hasil absorbansi dengan spektrofotometer serapan atom menunjukkan

adanya absorbansi pada panjang gelombang kalsium yaitu 422,7 nm, ini sesuai

dengan uji kualitatif kalsium dengan menggunakan kawat Ni/Cr yang

menghasilkan warna nyala merah bata seperti dilihat pada warna nyala merah bata

pada spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm. Hasil

absorbansi dengan spektrofotometri sinar tampak menunjukkan adanya absorbansi

kompleks fosfor pada panjang gelombang 711 nm, hal ini juga sesuai dengan

reaksi warna pada fosfor dan membuktikan bahwa sampel mengandung kalsium

dan fosfor.

4.2 Analisis Kuantitatif Kalsium dan Fosfor pada Sampel 4.2.1 Analisis Kuantitatif Kalsium

4.2.1.1 Kurva Kalibrasi Kalsium

Kurva kalibrasi kalsium diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari

larutan standar kalsium pada panjang gelombang 422,7 nm. Dari pengukuran

kurva kalibrasi untuk kalsium diperoleh persamaan garis regresi yaitu Y =

0,03253X + 0,00365. Data dan perhitungan persamaan regresi kurva kalibrasi

dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 50-51.

(49)
[image:49.596.137.490.85.259.2]

Gambar 1. Kurva Kalibrasi Kalsium

Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi

dengan absorbansi, dimana koefisien korelasi (r) untuk kalsium sebesar 0,9991.

Nilai r ≥ 0,995 menunjukkan adanya korelasi linier hubungan antara X dan Y

(Watson, 2005).

4.2.1.2 Penetapan Kadar Kalsium dalam Sampel

Penetapan kadar kalsium dilakukan secara spektrofotometri serapan atom

pada panjang gelombang 422,7 nm. Konsentrasi kalsium pada sampel ditentukan

berdasarkan persamaan garis regresi kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Faktor

pengenceran untuk penetapan kadar kalsium pada buah naga daging merah

(Hylocereus costaricensis) adalah sebesar 25 kali dan faktor pengenceran pada

buah naga daging putih (Hylocereus undatus) adalah sebesar 12,5 kali. Data dan

contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9, halaman 54

dan 56.

Selanjutnya dilakukan perhitungan statistik terhadap hasil analisis

menggunakan uji T dengan taraf kepercayaan 99% (Perhitungan statistik dapat

(50)
[image:50.596.118.508.112.158.2]

Tabel 2. Hasil Analisis Kuantitatif Kalsium pada Sampel

No. Sampel Buah Naga Kadar (mg/100 g)

1 Buah Naga Daging Merah 7,7212 ± 0,0581

2 Buah Naga Daging Putih 3,3884 ± 0,0435

4.2.2 Analisis Kuantitatif Fosfor

4.2.2.1 Penentuan Panjang Gelombang Absorbsi Maksimum Senyawa Kompleks Fosfor Molibdat

Kurva penentuan panjang gelombang absorbsi maksimum senyawa

[image:50.596.160.461.296.475.2]

kompleks fosfor molibdat dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kurva Serapan Senyawa Kompleks Fosfor Molibdat pada Konsentrasi 6 µg/ml.

Gambar 3. Absorbansi Panjang Gelombang Maksimum Larutan Standar Fosfor Pada Konsentrasi 6 µg/ml

4.2.2.2 Penentuan Waktu Kerja Kompleks Fosfor Molibdat pada Panjang Gelombang Maksimum 711 nm

Untuk menentukan waktu kerja senyawa kompleks fosfor molibdat,

digunakan larutan baku KH2PO4 dengan konsentrasi 6 µg/ml dan diukur

[image:50.596.142.492.532.576.2]
(51)

ke-74. Dari penentuan waktu kerja kompleks fosfor molibdat didapatkan waktu kerja

yang stabil selama 12 menit pada menit ke-30 sampai menit ke-41. (data dapat

dilihat pada Lampiran 5, halaman 48-49).

4.2.2.3 Kurva Kalibrasi Fosfor

Kurva kalibrasi fosfor diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari

larutan baku KH2PO4 pada panjang gelombang 711 nm. Dari pengukuran kurva

kalibrasi untuk fosfor diperoleh persamaan garis regresi yaitu Y = 0,07549X +

0,00665. Data dan hasil perhitungan persamaan garis regresi kurva kalibrasi fosfor

dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 52-53.

[image:51.596.120.504.353.529.2]

Kurva kalibrasi larutan baku KH2PO4 dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Kurva Kalibrasi Fosfor

Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi

dengan absorbansi, yaitu koefisien korelasi (r) untuk fosfor sebesar 0,9998. Nilai r

≥ 0,995 menunjukkan adanya korelasi linier hubungan antara X dan Y (Watson,

2005).

4.2.2.4 Penetapan Kadar Fosfor dalam Sampel

Penetapan kadar fosfor dilakukan secara spektrofotometri sinar tampak.

(52)

ammonium molibdat yang berasal dari campuran larutan pengembang warna yang

terdiri dari asam sulfat, ammonium molibdat, asam askorbat dan kalium antimonil

tartrat membentuk senyawa kompleks fosfomolibdat. Senyawa kompleks

fosfomolibdat membentuk senyawa yang berwarna biru yang stabil selama 12

menit yang diukur pada menit ke-31 dan diukur pada λ = 711 nm. Konsentrasi

fosfor pada sampel ditentukan berdasarkan persamaan regresi kurva kalibrasi

larutan baku KH2PO4. Faktor pengenceran untuk penetapan kadar fosfor pada

buah naga daging merah (Hylocereus costaricensis) dan buah naga putih

(Hylocereus undatus) adalah sebesar 50 kali. Data dan contoh perhitungan dapat

dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9, halaman 54-57.

Kemudian dilakukan perhitungan statistik terhadap hasil analisis

menggunakan uji distribusi t dengan taraf kepercayaan 99% (Perhitungan dapat

dilihat pada Lampiran 11, halaman 61-63). Hasil analisis kuantitatif fosfor dan

pada sampel dapat dilihat pada Tabel 3.

Table 3. Hasil Analisis Kuantitatif Fosfor pada Sampel

No. Sampel Buah Naga Kadar (mg/100 g)

1 Buah Naga Daging Merah 32,5206 ± 0,4119

2 Buah Naga Daging Putih 36,5592 ± 0,5146

4.2.3 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel

Data yang didapat kemudian diuji kembali secara statistik untuk

mengetahui beda nilai kadar rata-rata mineral antar kedua sampel (Perhitungan

dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13, halaman 64-67). Hasil

perhitungan uji statistik dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Beda nilai rata-rata kadar kalsium dan fosfor antar sampel

(53)

BNP

2. Fosfor BNM -24,7160 -3,1693 Beda

BBNP Keterangan :

BNM : Buah Naga Daging Merah (Hylocereus costaricensis) BNP : Buah Naga Daging Putih (Hylocereus undatus)

Berdasarkan Tabel 2 dan 3 dapat diketahui bahwa kadar kalsium dalam

buah naga daging merah (Hylocereus costaricensis) lebih besar dibandingkan

kadar kalsium di dalam buah naga daging putih (Hylocereus undatus) sedangkan

kadar fosfor lebih kecil dalam buah naga daging merah (Hylocereus costaricensis)

daripada kadar fosfor dalam buah naga daging putih (Hylocereus undatus). Hal ini

menunjukkan bahwa jenis buah naga yang berbeda mengandung kalsium dan

fosfor dengan kadar yang berbeda pula. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh

varietas tumbuhan dimana varietas berpengaruh terhadap kemampuan

metabolisme senyawa di dalam tumbuhan yang dikendalikan oleh faktor genetik.

Selain faktor genetik, kemampuan metabolisme senyawa juga dapat dipengaruhi

oleh faktor lingkungan (cahaya, panas, air, susunan dan tanah) (Harris dan

Karmas, 1989).

4.2.4 Validasi Metode Analisis 4.2.4.1 Kecermatan (Akurasi)

Hasil uji perolehan kembali (recovery) kadar kalsium dan fosfor setelah

penambahan masing-masing larutan baku kalsium dan fosfor dalam sampel dapat

dilihat pada Lampiran 15, halaman 70. Perhitungan persen recovery kalsium dan

fosfor dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 16, halaman 71-72. Persen

recovery kalsium dan fosfor dalam sampel dapat dilihat pada Tabel 5.

[image:53.596.112.515.85.139.2]
(54)

Gambar

Tabel 1. Hasil Analisis Kualitatif Kalsium dan Fosfor pada Sampel
Gambar 1. Kurva Kalibrasi Kalsium
Tabel 2. Hasil Analisis  Kuantitatif  Kalsium  pada Sampel
Gambar 4. Kurva Kalibrasi Fosfor
+5

Referensi

Dokumen terkait

Jaringan lainnya yang terdapat pada batang adalah jaringan pembuluh yang terdiri dari xilem (jaringan pengangkut air) dan floem (jaringan pengangkut hasil

Survey pada suatu Rumah Sakit Umum Daerah di Jawa Tengah oleh mahasiswa residensi dari Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK) UI tahun 2009 menjalaskan bahwa 58,33%

Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh akupresur pada titik pericardium 6 terhadap penurunan mual dan muntah pada pasien dyspepsia di Ruang Rawat

tidak akan tahu yang kita kirim sudah tidak akan tahu yang kita kirim sudah. dibalas atau belum dibalas

From our knowledge of homogeneous linear differential equations with constant coefficients, we know that the only real-valued functions annihilated by constant-coefficient operators

Dalam merancang sebuah desain sistem jaringan komputer tidak hanya sekedar merancang sebuah kebutuhan akan adanya sebuah jaringan disuatu tempat atau instansi , akan tetapi tapi

Pasal 54 berbunyi: Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan analisis SEM untuk menguji pengaruh kepercayaan pada merk dan kepuasan terhadap loyalitas merek, maka dapat diambil kesimpulan