• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMAMPUAN METAKOGNISI DAN KOMUNIKASI MATEMATIK ANTARA SISWA YANG DIBERI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION DAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DI SMP NEGERI 1 PULAU RAKYAT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KEMAMPUAN METAKOGNISI DAN KOMUNIKASI MATEMATIK ANTARA SISWA YANG DIBERI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION DAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DI SMP NEGERI 1 PULAU RAKYAT."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN METAKOGNISI DAN KOMUNIKASI MATEMATIK ANTARA SISWA YANG DIBERI MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION DAN PEMBELAJARAN

BERBASIS MASALAH DI SMP NEGERI 1 PULAU RAKYAT

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memenuhi Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

OLEH:

RIKA HANDAYANI NIM: 8146171070

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i ABSTRAK

RIKA HANDAYANI. Perbedaan Kemampuan Metakognisi dan Komunikasi Matematik Antara Siswa yang Diberi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation dan Pembelajaran Berbasis Masalah di SMP Negeri 1 Pulau Rakyat. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: 1) perbedaan kemampuan metakognisi antara siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan yang mendapat PBM; 2) interaksi antara model pembelajaran dengan KAM siswa terhadap kemampuan metakognisi siswa; 3) perbedaan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan yang mendapat PBM; 4) interaksi antara model pembelajaran dengan KAM siswa terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa; 5) hubungan antara kemampuan metakognisi dan komunikasi matematik siswa. Jenis penelitian ini quasi eksperimen. Populasi seluruh siswa SMP Negeri 1 Pulau Rakyat. Pengambilan sampel menggunakan random sampling yang terdiri dari dua kelas, kelas VIII-3 diberi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation dan Kelas VIII-1 diberi PBM. Analisis data menggunakan ANAVA dua jalur dan korelasi Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) terdapat perbedaan kemampuan metakognisi antara siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan yang mendapat PBM; 2) terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan KAM siswa terhadap kemampuan metakognisi siswa; 3) terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan yang mendapat PBM; 4) terdapat interaksi antara model pembelajaran) dengan KAM siswa terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa; 5) terdapat hubungan antara kemampuan metakognisi dan komunikasi matematik siswa.

(7)

ii ABSTRACT

RIKA HANDAYANI. The Differences of Metacognition Ability and Communication Mathematical Between Students Given Cooperative Learning Group Investigation Model and Problem Based Learning at SMP Negeri 1 Pulau Rakyat. Thesis. Medan: Mathematics Education Study Program Postgraduate School of University of Medan, 2016.

This research aims to analyze: 1) difference of metacognitive ability between student’s given cooperative learning Group Investigation Model and PBL; 2) the interaction between the model with student’s mathematic prior knowledge on metacognition ability; 3) difference the mathematical communication skills between student’s given cooperative learning Group Investigation and PBL; 4) the interaction between the model with student’s mathematic prior knowledge on mathematical communication skills; 5) the relationship between metacognition ability and communication mathematical skills. This type of research is quasi-experimental. The population of the entire students of SMP Negeri 1 Pulau Rakyat. Sampling using random sampling which consists of two classes, VIII-3 given Cooperative Learning Group Investigation Model and VIII-1 given PBL. Analysis of data using ANAVA two ways and Product Moment Correlation. The results showed that: 1) there is a difference of metacognitive ability between

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil”alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-NYA kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Perbedaan

Kemampuan Metakognisi dan Komunikasi Matematik Antara Siswa yang Diberi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Dan Pembelajaran Berbasis Masalah Di SMP Negeri 1 Pulau Rakyat”. Salawat dan salam penulis hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah bagi umat.

Pada proses penyusunan tesis terdapat beberapa hal yang harus dilalui, diantaranya menghadapi kendala dan keterbatasan serta bimbingan/arahan yang terwujud dalam motivasi dari beberapa pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayahanda Tumirin, S.Pd dan Ibunda Nuraisyah, yang telah memberikan rasa kasih sayang, perhatian, do’a dan dukungan penuh dalam setiap langkah dalam menyelesaikan perkuliahan dan menyelesaikan penulisan tesis ini. 2. Abang drg. Rahmad Budiman, Sp.Ort, Rahmad Setiawan, S.T dan kakak drg.

Juni Fitrawati, Malia Amkeb beserta Adik Evi Nofridayani, S.Pd dan Dedi Arman Lubis yang telah mendoakan dan memberi dukungan moril maupun materil bagi penulis dalam menyelesaikan tesis.

(9)

iv

Pascasarjana UNIMED serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf Program Studi Pendidikan Matematika.

4. Ibu Dr. Ani Minarni, M.Si, selaku Pembimbing I dan Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd, selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi yang sangat bermanfaat dan berharga bagi penulis dalam penyusunan tesis ini sampai dengan selesai.

5. Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd, Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Dr. Asrin Lubis, M.Pd selaku narasumber yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan penyelesaian tesis ini. 6. Direktur, Asisten I, dan II beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED yang

telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan tesis ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Prodi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNIMED yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang bermakna selama menjalani pendidikan.

8. Bapak H. Wahab S.Pd, M.M selaku Kepala SMP N 1 Pulau Rakyat yang telah memberi kesempatan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta guru-guru dan staf administrasi yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.

(10)

v

10. Adik-adik penghuni kos RAHMAT atas doa dan motivasi yang diberikan. 11. Teman-teman di kelas A-4 dan seluruh rekan-rekan satu angkatan 2014 dari

Program Studi Pendidikan Matematika yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis maupun rekan-rekan lain terutama rekan pendidik dalam memperkaya khasanah ilmu dalam bidang pendidikan, dan menjadi masukan bagi penelitian lebih lanjut.

Medan, September 2016 Penulis,

(11)

vi

2.2.1 Komunikasi dan Komunikasi Matematik ...25

2.2.2 Indikator Komunikasi Matematik ...27

2.3. Model Pembelajaran Kooperatif ...29

2.3.1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif ...29

2.3.2. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif ...30

2.3.3. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif ...31

2.4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI ...32

2.5. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ...34

2.6. Kemampuan AwalMatematik ...38

1. Perbedaan Kemampuan Metakognisi antara Siswa yang Mendapat Pembelajaran Kooperatif Tipe GI dan yang Mendapat Pembelajaran Berbasis Masalah ...49

2. Interaksi antara Model Pembelajaran dengan KAM terhadap Kemampuan Metakognisi Siswa ...51

(12)

vii

4. Interaksi antara Model Pembelajaran dengan KAM terhadap

Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ...54

5. Hubungan/korelasi Kemampuan Metakognisi dan Komunikasi Matematik Siswa ...54

2.12. Hipotesis Penelitian ...56

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ...57

3.2. Populasi dan Sampel ...57

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian ...58

3.4. Desain Penelitian ...59

3.5. Variabel Penelitian ...60

3.6. Definisi Operasional...61

3.7. Instrumen Penelitian...62

3.7.1 Tes Kemampuan Awal Matematika ...63

3.7.2 TesKemampuan Metakognisi ...65

3.7.3 Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ...66

3.8. Validasi Perangkat dan Instrumen ...68

3.8.1 Validasi Ahli Terhadap Perangkat Pembelajaran ...68

3.8.2 Validasi Ahli Terhadap Instrumen Penelitian ...69

3.9. Uji Coba Instrumen Penelitian ...70

3.10.Teknik Analisis Data ...77

3.11. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ...83

BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ...86

4.1.1. Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Awal Matematik Siswa ...87

4.1.2 Hasil Kemampuan Metakognisi Siswa ...90

4.1.2.1 Deskripsi Angket Kemampuan Metakognisi ...90

4.1.2.2 Analisis Data Kemampuan Metakognisi ...95

4.1.3. Hasil Wawancara Kemampuan Metakognisi Siswa ...98

4.1.3.1 Analisis Kategori Metakognisi ...105

4.1.4. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ...107

4.1.4.1 Hasil Postest Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ...107

4.1.4.2 Analisis Data Kemampuan Komunikasi Matematik ...112

4.1.5. Analisis Hipotesis Kelima ...115

4.2. Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian ...116

4.3.Pembahasan Hasil Penelitian ...117

4.3.1 Faktor Kemampuan Awal Matematik Siswa ...118

4.3.2 Faktor Model Pembelajaran ...119

4.3.3 Faktor Kemampuan Metakognisi Siswa ...121

4.3.4 Faktor Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ...125

4.3.5 Interaksi Antara Model Pembelajaran dengan KAM Siswa ...128

4.3.6 Hubungan Kemampuan Metakognisi dan Komunikasi Matematik ....130

4.3.7 Keterbatasan Dalam Menerapkan Model Pembelajaran ...132

(13)

viii

(14)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif ... 31

Tabel 2.2. Sintaks Problem Based Learning ... 38

Tabel 3.1. Desain Penelitian... 59

Tabel 3.2. Keterkaitan antara Variable Bebas, Terikat, Kontrol ... 60

Tabel 3.3. Kriteria Pengelompokan Kemampuan Siswa Berdasarkan KAM ... 64

Tabel 3.4. Jumlah siswa berdasarkan Kategori KAM... 65

Tabel 3.5. Kisi-Kisi Instrument Skala Kemampuan Metakognitif ... 65

Tabel 3.6. Kisi-Kisi Kemampuan Komunikasi Matematik ... 66

Tabel 3.7. Pedoman Penskoran Soal Kemampuan Komunikasi Matematik ... 67

Tabel 3.8. Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 68

Tabel 3.9. Hasil Validasi Tes Kemampuan Awal Matematika ... 69

Tabel 3.10. Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 69

Tabel 3.11. Hasil Validasi Angket Metakognisi Setiap Butir Pertanyaan ... 70

Tabel 3.12. Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Awal Matematika ... 71

Tabel 3.13. Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 72

Tabel 3.14. Validitas Butir Angket Metakognisi ... 72

Tabel 3.15. Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 75

Tabel 3.16. Klasifikasi Daya Pembeda ... 76

Tabel 3.17. Hasil Analisis Daya Pembeda Tes Kemampuan Awal Matematik... 76

Tabel 3.18. Hasil Analisis Daya Pembeda Tes Kemampuan Komunikasi Matematik... 77

Tabel 3.19. Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal Matematika Siswa... 78

Tabel 3.20. Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis, dan Uji Statistik yang Digunakan ... 82

Tabel 4.1. Deskripsi Nilai Tes KAM Siswa Tiap Kelas Sampel ... 87

Tabel 4.2. Sebaran Sampel Penelitian ... 88

Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas KAM ... 89

Tabel 4.4. Uji Homogenitas Varians Tes KAM ... 90

Tabel 4.5. Data Hasil Angket Metakognisi Siswa ... 91

Tabel 4.6. Hasil Uji ANAVA Dua Jalur Kemampuan Metakognisi ... 95

Tabel 4.7. Tingkat Metakognisi Kelas Eksperimen-1 (Kelompok Tinggi) .... 105

Tabel 4.8. Tingkat Metakognisi Kelas Eksperimen-2 (Kelompok Tinggi) .... 105

Tabel 4.9. Tingkat Metakognisi Kelas Eksperimen-1 (Kelompok Sedang) ... 106

Tabel 4.10. Tingkat Metakognisi Kelas Eksperimen-2 (Kelompok Sedang) . 106 Tabel 4.11. Tingkat Metakognisi Kelas Eksperimen-1 (Kelompok Rendah) . 106 Tabel 4.12. Tingkat Metakognisi Kelas Eksperimen-2 (Kelompok Rendah) . 106 Tabel 4.13. Data Hasil Postest Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa . 107 Tabel 4.14. Hasil Uji Anava Dua Jalur Kemampuan Komunikasi Matematik... 112

(15)

x

(16)

xi

DAFTAR DIAGRAM

Halaman Diagram 4.1. Skor Angket Metakognisi Kelompok Eksperimen-1 Dan

Eksperimen-2 ... 91 Diagram 4.2. Skor Rata-Rata Angket Metakognisi Siswa Kelompok

Eksperimen-1 Dan Eksperimen-2 untuk Setiap KAM ... 92 Diagram 4.3. Skor Rata-Rata Angket Metakognisi Siswa Kelompok

Eksperimen-1 Dan Eksperimen-2 Tiap Indikator ... 93 Diagram 4.4. Skor Metakognisi Indikator-1 Tiap Kategori KAM Siswa

di kelas Eksperimen-1 Dan Eksperimen-2 ... 93 Diagram 4.5. Skor Metakognisi Indikator-2 Tiap Kategori KAM Siswa

di kelas Eksperimen-1 Dan Eksperimen-2 ... 94 Diagram 4.6. Skor Metakognisi Indikator-3 Tiap Kategori KAM Siswa

di kelas Eksperimen-1 Dan Eksperimen-2 ... 94 Diagram 4.7. Interaksi Antara Model Pembelajaran Dengan KAM

Terhadap Kemampuan Metakognisi... 97 Diagram 4.8. Skor Postest Kemampuan Komunikasi Matematik Kelompok

Eksperimen-1 Dan Eksperimen-2... 108 Diagram 4.9. Skor Rata-Rata Postest Kemampuan Komunikasi Matematik

Kelompok Eksperimen-1 Daan Eksperimen-2 untuk Setiap

KAM ... 109 Diagram 4.10. Skor Rata-Rata Komunikasi Matematik Siswa Kelompok

Eksperimen-1 Dan Eksperimen-2 Tiap Indikator ... 109 Diagram 4.11. Skor Rata-Rata Komunikasi Matematik Indikator-1 Tiap

Kategori KAM Siswa di kelas Eksperimen-1 Dan

Eksperimen-2 ... 110 Diagram 4.12. Skor Rata-Rata Komunikasi Matematik Indikator-2 Tiap

Kategori KAM Siswa di kelas Eksperimen-1 Dan

Eksperimen-2 ... 111 Diagram 4.13. Skor Rata-Rata Komunikasi Matematik Indikator-3 Tiap

Kategori KAM Siswa di kelas Eksperimen-1 Dan

Eksperimen-2 ... 111 Diagram 4.14. Interaksi Antara Model Pembelajaran Dengan Kam Terhadap

(17)

xii

DAFTAR GAMBAR

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1 Kelas Eksperimen 1 ... 142

Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2 Kelas Eksperimen 1 ... 150

Lampiran A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 3 Kelas Eksperimen 1 ... 159

Lampiran A.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 4 Kelas Eksperimen 1 ... 167

Lampiran A.5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1 Kelas Eksperimen 2 ... 175

Lampiran A.6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2 Kelas Eksperimen 2 ... 183

Lampiran A.7 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 3 Kelas Eksperimen 2 ... 192

Lampiran A.8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 4 Kelas Eksperimen 2 ... 200

Lampiran A.9 Lembar Aktivitas Siswa 1 Kelas Eksperimen 1 ... 209

Lampiran A.10 Lembar Aktivitas Siswa 2 Kelas Eksperimen 1 ... 215

Lampiran A.11 Lembar Aktivitas Siswa 3 Kelas Eksperimen 1 ... 221

Lampiran A.12Lembar Aktivitas Siswa 4 Kelas Eksperimen 1 ... 228

Lampiran A.13 Alternatif LAS 1 Kelas Eksperimen 1 ... 234

Lampiran A.14 Alternatif LAS 2 Kelas Eksperimen 1 ... 236

Lampiran A.15 Alternatif LAS 3 Kelas Eksperimen 1 ... 239

Lampiran A.16 Alternatif LAS 4 Kelas Eksperimen 1 ... 241

Lampiran A.17 Lembar Aktivitas Siswa 1 Kelas Eksperimen 2 ... 243

Lampiran A.18 Lembar Aktivitas Siswa 2 Kelas Eksperimen 2 ... 248

Lampiran A.19 Lembar Aktivitas Siswa 3 Kelas Eksperimen 2 ... 254

Lampiran A.20 Lembar Aktivitas Siswa 4 Kelas Eksperimen 2 ... 260

Lampiran A.21 Alternatif LAS 1 Kelas Eksperimen 2 ... 266

Lampiran A.22 Alternatif LAS 2 Kelas Eksperimen 2 ... 268

Lampiran A.23 Alternatif LAS 3 Kelas Eksperimen 2 ... 271

Lampiran A.24 Alternatif LAS 4 Kelas Eksperimen 2 ... 274

Lampiran B.1 Tes Kemampuan Awal Matematika ... 277

Lampiran B.2 Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Awal Matematika ... 281

Lampiran B.3 Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematik ... 287

Lampiran B.4 Angket Kemampuan Metakognisi... 295

Lampiran C.1 Laporan Validasi Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ... 303

Lampiran C.2 Laporan Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ... 326

Lampiran D.1 Nama-Nama Siswa Kelas Eksperimen-1 Dan Eksperimen-2 ... 348

Lampiran D.2 Data Kemampuan Awal Matematika Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II ... 350

Lampiran D.3 Uji Normalitas dan Homogenitas Kemampuan Awal Matematika Kelas Eksperimen-1 dan Eksperimen-2 ... 353

Lampiran D.4 Uji Normalitas dan Homogenitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas Eksperimen-1 dan Kelas Eksperimen-2 Berdasarkan SPSS16 ... 358

Lampiran D.5 Data Nilai Angket Metakognisi Siswa Kelas Eksperimen-1 dan Kelas Eksperimen-2 ... 360

(19)

Lampiran D.7 Uji Normalitas dan Homogenitas Angket Metakognisi Siswa Kelas Eksperimen-1 dan Kelas Eksperimen-2 Berdasarkan SPSS16 ... 366 Lampiran D.8 Uji ANAVA Angket Metakognisi Siswa Secara Manual... 368 Lampiran D.9 Uji Perbandingan Ganda Dengan Uji Schefie ... 372 Lampiran D.10 Perhitungan ANAVA 2 Jalur Pada Angket Metakognisi

Siswa Berdasarkan Spss 16 ... 373 Lampiran D.11 Dekripsi Hasil Posttest Kemampuan Komunikasi

Matematis Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2 ... 375 Lampiran D.12 Deskripsi Data Posttest Kemampuan Komunikasi Matematis

Berdasarkan KAM Kelas Eksperimen-1 dan Kelas Eksperimen-2 ... 379 Lampiran D.13 Uji Normalitas dan Homogenitas Kemampuan Komunikasi

Matematik Kelas Eksperimen-1 dan Eksperimen-2 ... 381 Lampiran D.14 Uji Normalitas dan Homogenitas Postest Kemampuan

KomunikasiMatematis Siswa Kelas Eksperimen-1 dan Kelas Eksperimen-2 Berdasarkan SPSS16 ... 386 Lampiran D.15 Uji Anava Kemampuan Komunikasi Matematis Secara Manual388 Lampiran D.16 Uji Perbandingan Ganda Dengan Uji Schefie ... 392 Lampiran D.17 Perhitungan ANAVA 2 Jalur Kemampuan Komunikasi

Matematis Berdasarkan Spss 16 ... 393 Lampiran D.18 Hubungan Kemampuan Metakognisi Dengan Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen-1 (GI) Dan Eksperimen-2 (PBM) ... 395 Lampiran D.19 Uji Korelasi Kelas Eksperimen-1 dan Eksperimen-2

(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah di nilai cukup

memegang peranan penting dalam membentuk siswa menjadi berkualitas.

Matematika merupakan suatu sarana berpikir untuk mengkaji sesuatu secara logis,

kritis, rasional dan sistematis. Matematika juga dapat melatih kemampuan peserta

didik agar terbiasa dalam memecahkan suatu masalah yang ada di sekitarnya

sehingga dapat mengembangkan potensi diri dan sumber daya yang dimiliki

peserta didik. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Cornelius (dalam

Abdurrahman, 2009) bahwa “Lima alasan perlunya belajar matematika karena

matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk

memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola

hubungan dan generalisasi, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, (5)

sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya”.

Matematika merupakan ilmu dasar dari pengembangan sains (basic of

science). Masyarakat secara tidak langsung sudah menggunakan matematika

dalam kehidupan sehari-hari seperti menghitung luas tanah, biaya listrik, gaji, luas

rumah, dan masih banyak yang lainnya. Suhendra (dalam Murti, 2015)

mengatakan bahwa “matematika dipandang sebagai salah satu bidang yang sangat

penting karena berkontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi serta menunjang berbagai aktivitas keseharian umat manusia”.

Selanjutnya menurut Cockroft (dalam Abdurrahman, 2009):

(21)

2

memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, 3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas, 4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, 5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan, 6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.

Dari uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bagaimana pentingnya

matematika dipelajari. Karena dengan mempelajari matematika semua orang

khususnya siswa dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuannya,

terlebih lagi dalam memecahkan permasalahan yang nantinya akan teraplikasi

dalam kehidupan sehari-harinya. Oleh karena itu, hendaknya pembelajaran

matematika dapat terus ditingkatkan hingga mencapai taraf kualitas yang lebih

baik. Sebab dengan adanya peningkatan hasil pembelajaran matematika

diharapkan dapat berdampak positif pada peningkatan mutu pendidikan di

Indonesia.

Namun dalam implementasinya di lapangan, ternyata pembelajaran

matematika belum sepenuhnya mencapai taraf kualitas yang diharapkan.

Kenyataan ini dapat di lihat dari prestasi belajar matematika yang diperoleh siswa

masih rendah. Menurut catatan TIMSS (2011), lembaga yang mengukur

pendidikan dunia bahwa penguasaan matematika siswa kelas 8 negara Indonesia

berada di peringkat ke-38 dari 42 negara. Skor rata-rata yang diperoleh

siswa-siswa Indonesia adalah 386. Skor ini masih jauh di bawah skor rata-rata

internasional yaitu 500. Selain itu, bila dibandingkan dengan tiga negara

tetangga, yaitu Singapura, Malayasia dan Thailand, posisi peringkat siswa kita

jauh tertinggal. Singapura berada pada peringkat ke-2 dengan skor rata-rata 611,

Malaysia berada pada peringkat ke-26 dengan skor rata-rata 440 dan Thailand

(22)

3

International Assessment (PISA, 2012), siswa Indonesia berada pada peringkat

ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi. Ini menunjukkan bahwa literasi

matematika siswa Indonesia masih sangat rendah. Karena itu, hendaknya

pembelajaran matematika harus terus ditingkatkan hingga mencapai taraf kualitas

yang lebih baik dengan cara melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran

dengan menyediakan aktivitas-aktivitas yang khusus yang berpusat pada siswa

untuk mencapai salah satu kompetensi inti yang diharapkan dalam pembelajaran

matematika sesuai dengan yang tercantum dalam kurikulum 2013.

Salah satu kompetensi inti yang diharapkan dalam pembelajaran

matematika sebagaimana yang telah tercantum dalam kurikulum 2013 yaitu siswa

dapat “memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif

dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan

kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab serta

dampak fenomena dan kejadian” (Kemendikbud, 2013).

Dari salah satu kompetensi inti yang tercantum dalam kurikulum 2013

tersebut diharapkan dalam pembelajaran matematika dapat melibatkan

kemampuan metakognisi siswa dalam memecahkan masalah. Menurut Flavel

(dalam Nur’aeni, dkk, 2006), “metakognisi sebagai kesadaran seseorang tentang

bagaimana ia belajar, kemampuan untuk menilai kesukaran sesuatu masalah,

kemampuan untuk mengamati tingkat pemahaman dirinya, kemampuan

menggunakan berbagai informasi untuk mencapai tujuan, dan kemampuan menilai

kemajuan belajar sendiri”. Sedangkan Wellman (dalam Syaiful, 2011)

menyatakan bahwa “Metacognition is a form of cognition, a second or higher

order thinking process which involves active control over cognitive processes. It

(23)

4

about cognition”. Metakognisi, menurut Wellman tersebut, sebagai suatu bentuk

kognisi, atau proses berpikir dua tingkat atau lebih yang melibatkan pengendalian

terhadap aktivitas kognitif. Karena itu, metakognisi dapat dikatakan sebagai

berpikir seseorang tentang berpikirnya sendiri atau kognisi seseorang tentang

kognisinya sendiri.

Secara ringkas metakognisi dapat diistilahkan sebagai “thinking about

thinking”. Bila kita menyadari, sebenarnya selama beraktivitas dalam keseharian

setiap orang selalu bekerja dengan metakognisinya. Kesadaran akan keberadaan

metakognisi memungkinkan seseorang berhasil sebagai pelajar, dan hal itu

berkaitan kecerdasan atau inteligen. Karena mereka menjadi memiliki

kemampuan mengidentifikasi proses berpikirnya untuk menyelesaikan tugas yang

diberikan. Sejalan dengan penelitian Duning dkk (dalam Coutinho, 2007)

menyatakan “metakognisi merupakan prediktor yang kuat dalam prestasi

akademik. Siswa dengan tingkat metakognisi baik/tinggi akan memperlihatkan

prestasi akademik yang lebih baik dibandingkan siswa dengan tingkat

metakognisi yang tidak baik/rendah”. Putri, dkk (2012) menjelaskan penerapan

metakogisi dapat meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah

matematika. Sejalan dengan pendapat Chairani (2013) mengatakan bahwa

“beberapa hasil penelitian menunjukkan siswa yang mengembangkan aktivitas

metakognisinya dapat meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah

matematika”. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa siswa yang

menggunakan metakognisinya memiliki kemampuan lebih dalam menyelesaikan

soal matematika.

Gambaran di atas menunjukkan bahwa peranan metakognisi sangat

(24)

5

matematika. Kenyataan yang terjadi adalah siswa kurang memanfaatkan

metakognisi mereka ketika menyelesaikan masalah, sehingga mereka tidak

memahami apa yang dipelajarinya. Nugrahaningsih (2012) dalam penelitiannya

tentang metakognisi siswa SMA kelas akselerasi dalam menyelesaikan masalah

matematika disimpulkan bahwa:

Siswa dari kelompok bawah, memiliki pengetahuan metakognisi yang kurang lengkap. Dalam pemecahan masalah matematika, siswa tidak membuat perencanaan, pemantauan dan evaluasi proses berpikirnya dengan baik, apabila menemui soal yang terkait trigonometri, siswa sudah bingung, sehingga yang dilakukan hanyalah dengan mengandalkan hafalan saja. Apabila tidak hafal, siswa main tebak. Siswa lain dari kelompok bawah, kalau ditanya mengapa menggunakan rumus itu atau mengapa menggunakan cara itu, jawabnya adalah “kata pak guru” atau “dari catatan.

Begitu juga hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti (2016) kepada

salah satu guru di SMP N 1 Pulau Rakyat bahwa siswa dalam menjawab soal

belum menggunakan kemampuan metakognisinya seperti menyusun rencana

tindakan, memonitor tindakan, dan mengevaluasi tindakan. Mereka terbiasa

meniru apa yang dicontohkan oleh guru tanpa mau berpikir mencari alternatif

jawaban yang lebih mudah dimengerti.

Kemampuan metakognisi anak tidak muncul dengan sendirinya, tetapi

perlu dilatihkan atau diajarkan sehingga menjadi kebiasaan. Suherman, dkk

(2001) menyatakan bahwa “perkembangan metakognisi dapat diupayakan melalui

cara di mana anak di tuntut untuk mengobservasi tentang apa yang mereka ketahui

dan kerjakan, dan untuk merefleksi tentang apa yang dia observasi”.

Selain pentingnya kemampuan metakognisi siswa, sebagai seorang guru

harus berupaya untuk mengoptimalkan kemampuan komunikasi matematik siswa

yaitu salah satu aspek yang ditekankan dalam tujuan pembelajaran matematika

(25)

6

memecahkan masalah (mathematical problem soving); (2) belajar untuk bernalar

(mathematical reasoning); (3) belajar untuk berkomunikasi (mathematical

communication); (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical conections); (5)

pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes toward

mathematics)”.

Dari pernyataan di atas, salah satu aspek yang ditekankan adalah

meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Kemampuan

komunikasi matematik yaitu mengembangkan kemampuan siswa dalam

mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah. Baroody (dalam Ansari, 2012)

menyebutkan sedikitnya ada dua alasan penting, komunikasi dalam matematika

perlu ditumbuhkembangkan dikalangan siswa yaitu:

Pertama mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai suatu alat bantu yang berharga untuk mengkomunikasikan ide secara jelas, tepat dan cermat. Kedua, mathematics learning as social activity, artinya sebagai aktivitas social dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa dan juga komunikasi antar guru dan siswa.

Sejalan dengan hal tersebut, Greenes dan Schulman (dalam Ansari, 2012)

mengatakan komunikasi matematik merupakan:

Kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematik, Modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematik, Wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah, pendapat, menilai, dan mempertajam ide.

Gagasan dan pikiran seseorang dalam menyelesaikan permasalahan

(26)

7

gambar, maupun tabel. Cockroft (dalam Shadiq, 2003) menyatakan bahwa

“matematika merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak

membingungkan”. Komunikasi ide-ide, gagasan pada operasi atau pembuktian

matematika banyak melibatkan kata-kata, lambang matematis, dan bilangan. KBK

(dalam Shadiq, 2003) menyatakan bahwa:

Banyak persoalan ataupun informasi disampaikan dengan bahasa matematika misalnya menyajikan persoalan atau masalah ke dalam bentuk matematika yang dapat berupa diagram, persamaan matematika, grafik, ataupun tabel. Mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa matematika justru lebih praktis, sistematis dan efisien. Begitu pentingnya matematika sehingga bahasa matematika merupakan bagian dari bahasa yang digunakan dalam masyarakat.

Dari beberapa pernyataan di atas, jelaslah bahwa kemampuan komunikasi

matematis sangat penting bagi siswa untuk ditumbuhkembangkan, karena setiap

permasalahan sehari-hari dibutuhkan komunikasi yang baik untuk menemukan

penyelesaiannya. Komunikasi dapat terjadi ketika siswa menjelaskan algoritma

untuk memecahkan suatu persamaan, ketika siswa menyajikan cara unik untuk

memecahkan masalah, ketika siswa mengkontruksi dan menjelaskan suatu

representasi grafik terhadap fenomena dunia nyata, dan ketika siswa memberikan

suatu konjektur tentang gambar-gambar geometri. “Kemampuan komunikasi

siswa perlu diperhatikan dalam pembelajaran matematika karena melalui

komunikasi siswa dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir

matematisnya dan siswa dapat mengeksplorasi ide matematika” (NCTM, 2000).

Sekalipun kemampuan komunikasi matematik siswa penting untuk

dikembangkan, namun pada kenyataannya kemampuan komunikasi matematik

siswa masih rendah. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh Handayani

(2006), Fitriza (2007), dan Jamaan dkk. (2007), Fauzan (dalam Izzati, 2010)

(27)

8

titik lemah siswa dalam pembelajaran matematika. Jika kepada siswa diajukan

suatu pertanyaan, pada umumnya reaksi mereka adalah menunduk, atau melihat

kepada teman yang duduk di sebelahnya. Mereka kurang memiliki kepercayaan

diri untuk mengomunikasikan ide yang dimiliki karena takut salah dan

ditertawakan teman. Senada dengan penjelasan tersebut hasil penelitian dari

Ansari (2012) pada observasi yang dilakukan terhadap siswa kelas X di beberapa

SMA Negeri NAD menunjukkan bahwa rata-rata siswa terlihat kurang terampil

berkomunikasi untuk menyampaikan informasi seperti menyatakan ide,

mengajukan pertanyaan dan menanggapi pendapat orang lain.

Rendahnya kemampuan komunikasi matematis juga dialami oleh siswa

SMP N 1 Pulau Rakyat. Diberikan soal kemampuan komunikasi matematis yaitu:

Diketahui suatu kotak berbentuk kubus dengan panjang rusuknya yaitu 30 cm.

Tentukan: a. Situasi tersebut ke dalam bentuk gambar!, b. Buatlah model

matematika dari luas permukaan kubus tersebut! Kemudian hitunglah luas

permukaan kubus tersebut!

Dari 35 siswa, terdapat 15 orang yang menjawab salah. Salah satu contoh

hasil jawaban siswa yang menunjukkan kemampuan komunikasi siswa masih

rendah seperti berikut:

(28)

9

Lembar jawaban ini memperlihatkan bahwa kemampuan komunikasi

siswa masih rendah, karena siswa tidak dapat mengkomunikasikan ide-ide

matematisnya secara tertulis, sehingga siswa masih salah dalam menyatakan

situasi dalam bentuk gambar, dan salah dalam membuat model matematika dari

soal tersebut.

Hal ini di perkuat oleh hasil observasi yang dilakukan Zahara (2014)

bahwa siswa kesulitan dalam mengkomunikasikan ide-ide matematisnya secara

tertulis, siswa tidak mampu menuliskan model matematika dari persoalan yang

diberikan. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Purwadi (2014) bahwa “siswa

mengalami kesulitan dalam menyatakan situasi kehidupan sehari-hari ke dalam

bentuk model matematika dan siswa tidak memahami serta tidak dapat

menjelaskan kembali apa maksud dari bentuk model matematika”.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan

metakognisi dan kemampuan komunikasi matematik merupakan

kemampuan yang sangat penting untuk dimiliki oleh seorang siswa. Oleh

karena itu, sangat penting bagi guru atau pendidik untuk mengembangkan

kemampuan metakognisi dan kemampuan komunikasi matematik. Namun,

dalam proses pembelajaran matematika, selain kemampuan metakognisi

dan kemampuan komunikasi matematik yang dimiliki siswa perlu juga

menciptakan suasana belajar yang tepat dengan kondisi siswa. Dalam upaya

peningkatan mutu pendidikan khususnya dalam meningkatkan hasil pendidikan

satu diantaranya yang harus dikembangkan terletak pada proses belajar mengajar

yang merupakan kegiatan yang paling pokok dalam proses pendidikan. Dengan

demikian berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan dipengaruhi

(29)

10

proses pembelajaran yang terjadi masih berpusat pada guru (teacher–centered).

Siswa lebih sering hanya diberikan rumus-rumus yang siap pakai tanpa

memahami makna dari rumus-rumus tersebut. Sebagian siswa masih menganggap

matematika sebagai pelajaran yang sulit dipelajari bahkan dianggap sebagai

pelajaran yang menakutkan.

Menurut penelitian yang dilakukan Balitbang Puskur (dalam Murni, 2010)

menemukan bahwa dalam pembelajaran matematika di SMP guru melaksanakan

pembelajaran kurang terarah, hanya mengikuti alur buku teks dengan metode dan

pendekatan yang kurang bervariasi. Berdasarkan wawancara yang dilakukan

peneliti di SMP N 1 Pulau Rakyat diperoleh keterangan dari guru bidang studi

matematika bahwa mereka terbiasa mengajar menggunakan metode konvensional.

Menyampaikan rumus terlebih dahulu kemudian diberikan contoh dan soal

latihan. Dan belum menerapkan model-model pembelajaran yang berpusat pada

siswa (student–centered) seperti model pembelajaran kooperatif dan pembelajaran

berbasis masalah. Selanjutnya Syaiful (2001) menyatakan “guru dalam

pembelajaran di kelas tidak mengaitkan materi yang diajarkan dengan

skema-skema yang telah dimiliki oleh siswa, dan siswa kurang diberikan kesempatan

untuk menemukan kembali dan mengkontruksi sendiri ide-ide matematika”.

Dengan kata lain, guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menjadi pusat pembelajaran dan mengkontruksi sendiri pengetahuan matematika

yang akan menjadi milik siswa. Dengan kondisi yang demikian, kemampuan

metakognisi siswa dan komunikasi matematik siswa kurang berkembang.

Model pembelajaran yang mampu mengembangkan dan melatih

kemampuan komunikasi matematik dan metakognisi siswa diantaranya adalah

(30)

11

menitikberatkan pada pengelompokan siswa dengan tingkat kemampuan

akademik yang berbeda kedalam kelompok-kelompok kecil. Pembelajaran

kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan

untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student

centered) untuk mengatasi masalah dengan bekerja sama. Zakaria, E. at. al (2006)

dalam penelitiannya yang berjudul Promoting cooperative learning in science and

mathematics Education menyatakan “penggunaan model pembelajaran

cooperative pada matematika dan ilmu sains sangat efektif”. Trianto (2009)

menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa

dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami

konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis

dan dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun

kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik”.

Menurut Arends (2008) tiga tujuan penting dalam pembelajaran kooperatif yaitu:

prestasi akademis, toleransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman, dan

pengembangan keterampilan sosial. Sejalan dengan pendapat Isjoni (2010) tujuan

utama dalam penerapan model pembelajaran kooperatif adalah “agar peserta didik

dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling

menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk

mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara

berkelompok”.

Banyak tipe model pembelajaran cooperative, diantaranya yaitu tipe

Group investigation (GI). Dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation (GI) siswa belajar bersama, saling membantu, dan berdiskusi

(31)

12

(dalam Tampubolon, 2014) “model pembelajaran kooperatif group investigation

adalah metode kelompok temuan yang bersifat heterogen”. Siswa dilibatkan

dalam perencanaan baik pada topik yang akan dipelajari dan cara-cara untuk

memulai investigasi mereka.

Beberapa penelitian telah dilakukan dengan menerapkan pembelajaran

kooperatif tipe GI, dan hasilnya kooperatif tipe GI mampu meningkatkan

komunikasi matematis siswa. Muriana (2013) dengan menggunakan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigation (GI) pada Siswa kelas X SMA

di Kecamatan Medan Area menyimpulkan bahwa “terdapat perbedaan

peningkatan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe GI dengan siswa yang memperoleh

pembelajaran biasa”. Kemampuan komunikasi matematik siswa meningkat untuk

setiap indikator menulis, menggambar dan ekspresi matematik pada pembelajaran

GI.

Menurut Slavin (2008), membagi langkah-langkah pembelajaran tipe

Group investigation (GI) meliputi 6 tahap, yaitu: mengidentifikasikan topik dan

mengatur murid ke dalam kelompok, merencanakan tugas yang akan dipelajari,

melaksanakan investigasi, menyiapkan laporan akhir, mempresentasikan laporan

akhir, dan mengevaluasi. Tipe Group Investigation (GI), mengharuskan guru

menyiapkan masalah untuk sekelompok siswa pada jenjang kemampuan tertentu.

Siswa menghadapi masalah yang kemudian diarahkan kepada menemukan konsep

atau prinsip. Karena siswa secara bersama-sama menemukan konsep atau prinsip,

maka diharapkan konsep tersebut tertanam dengan baik pada diri siswa yang pada

(32)

13

Selain model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI),

model pembelajaran yang mampu mengembangkan dan melatih kemampuan

metakognisi dan komunikasi matematik siswa diantaranya adalah model

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Arends (2008) menyatakan bahwa

“pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran

dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk

menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan

berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri”.

Pembelajaran ini dipusatkan kepada masalah-masalah yang disajikan oleh guru

dan siswa menyelesaikan masalah tersebut dengan seluruh pengetahuan dan

keterampilan mereka dari berbagai sumber yang dapat diperoleh. Pembelajaran

yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik

untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah,

serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi

pelajaran. “Tujuan instruksional PBL yaitu membantu siswa mengembangkan

keterampilan investigative dan keterampilan mengatasi masalah, memberikan

pengalaman peran-peran orang dewasa kepada siswa untuk mendapatkan rasa

percaya diri atas kemampuanya sendiri, untuk berpikir dan menjadi pelajar yang

self-regulated” (Arends, 2008).

Dalam Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM), siswa di dorong

untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata, Siswa

memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas

belajar, Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok, Siswa

memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri, Siswa memiliki

(33)

14

presentasi hasil pekerjaan mereka, Kesulitan belajar siswa secara individual dapat

diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer-teaching. Menurut Arends

(2008) sintaks PBM secara umum ada lima, yaitu: (1) orientasi siswa pada

masalah, (2) mengorganisasi siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan

individual maupun kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya,

(5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Beberapa penelitian telah dilakukan dengan menerapkan PBM, dan

hasilnya PBM mampu meningkatkan kemampuan metakognisi dan komunikasi

matematis siswa. Lubis (2014) menggunakan model Pembelajaran Berbasis

Masalah pada siswa kelas VII SMP Swasta Harapan 2 Medan menyimpulkan

bahwa “kemampuan metakognisi matematika siswa yang diberi PBM lebih baik

daripada yang diberi model ekpositori”. Sedangkan Wahyuni (2014)

menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada siswa kelas VII MTs

Kota Langsa menyimpulkan bahwa “terdapat perbedaan peningkatan kemampuan

komunikasi matematik antara siswa kelas heterogen gender dengan kelas

homogen gender. Dan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa

kelas homogen gender lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi

matematik siswa kelas heterogen gender”.

Dari kedua model pembelajaran yang diuraikan di atas, kedua model

pembelajaran berpotensi dapat meningkatkan kemampuan metakognisi dan

kemampuan komunikasi matematik siswa. Namun dari kedua model pembelajaran

tersebut kita tidak mengetahui model pembelajaran mana yang sangat berpotensi

untuk meningkatkan kemampuan metakognisi dan komunikasi matematik siswa

SMP Negeri 1 Pulau Rakyat. Sehingga perlu di analisis perbedaan kedua

(34)

15

PBM untuk mengetahui pembelajaran mana yang lebih baik diterapkaan untuk

mengembangkan kedua kemampuan siswa SMP Negeri 1 Pulau Rakyat. Beberapa

hal yang masih perlu diperhatikan adalah berkaitan dengan kemampuan awal

matematika siswa yang dibedakan kedalam kelompok rendah, sedang dan tinggi.

Dalam pembelajaran matematika materi-materi yang dipelajari tersusun secara

hierarkis dan konsep matematika yang satu dengan yang lain saling berhubungan

membentuk konsep baru yang lebih kompleks. Ini berarti bahwa pengetahuan

matematika yang dimiliki siswa sebelumnya menjadi dasar pemahaman untuk

mempelajari materi selanjutnya. Mengingat matematika merupakan dasar dan

bekal untuk mempelajari berbagai ilmu, dan mengingat matematika tersusun

secara hierarkis, maka kemampuan awal matematika yang dimiliki peserta didik

akan memberikan sumbangan yang besar dalam memprediksi keberhasilan belajar

siswa selanjutnya.

Kemampuan awal matematika siswa merupakan pengetahuan yang dimiliki

siswa sebelum pembelajaran berlangsung yang harus dimiliki siswa agar dapat

mengikuti pelajaran dengan lancar. Hal ini disebabkan materi pelajaran yang ada

di susun secara terstruktur sehingga apabila seseorang mengalami kesulitan pada

pokok bahasan awal, maka otomatis akan kesulitan dalam mempelajari pokok

bahasan lanjutannya. Sebaliknya siswa yang mempunyai latar belakang

kemampuan awal yang baik akan dapat mengikuti pelajaran dengan lancar. Siswa

yang mengikuti proses belajar mengajar mempunyai latar belakang kemampuan

awal yang berbeda-beda, sehingga kemampuan mengikuti pelajaran berbeda pula.

Karena itu kemampuan awal yang dimiliki siswa mempengaruhi interaksinya

dengan model pembelajaran yang diberikan guru hanya saja, pengaruh atau

(35)

16

memperhatikan kemampuan awal siswa, sehingga dengan mengetahui

kemampuan awal siswanya yang bervariasi guru dapat memilih model yang cocok

untuk digunakan dalam pembelajaran, dan harus dapat meningkatkan kemampuan

matematika siswa yang heterogen. Berdasarkan latar belakang diatas, maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Perbedaan

Kemampuan Metakognisi dan Komunikasi Matematik antara Siswa Yang Diberi

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) dan Pembelajaran

Berbasis Masalah (PBM)”.

1.2Identifikasi Masalah

Dari latar belakang tersebut terdapat beberapa masalah yang dapat

diidentifikasi, yaitu:

1. Masih rendahnya prestasi belajar matematika siswa Indonesia

2. Siswa SMP N 1 Pulau Rakyat kurang memanfaatkan metakognisi mereka

ketika menyelesaikan masalah

3. Kemampuan komunikasi matematik siswa SMP N 1 Pulau Rakyat masih

rendah

4. Guru SMP N 1 Pulau Rakyat terbiasa mengajar menggunakan metode

konvensional

5. Belum diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe GI dan pembelajaran

berbasis masalah di SMP N 1 Pulau Rakyat

1.3Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas banyak permasalahan yang

(36)

17

mengarahkan masalah yang akan diteliti, oleh karena itu peneliti membatasi

permasalahan dalam penelitian ini hanya pada:

1. Siswa SMP N 1 Pulau Rakyat kurang memanfaatkan metakognisi mereka

ketika menyelesaikan masalah

2. Kemampuan komunikasi matematik siswa SMP N 1 Pulau Rakyat masih

rendah

3. Guru SMP N 1 Pulau Rakyat terbiasa mengajar menggunakan metode

konvensional

4. Belum diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe GI dan pembelajaran

berbasis masalah di SMP N 1 Pulau Rakyat

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah

tersebut di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan metakognisi antara siswa yang

mendapat pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan yang

mendapat Pembelajaran Berbasis Masalah?

2. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran (kooperatif tipe Group

Investigation dan PBM) dengan kemampuan awal matematik siswa (tinggi,

sedang, rendah) terhadap kemampuan metakognisi siswa?

3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematik antara siswa

yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan yang

(37)

18

4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran (kooperatif tipe Group

Investigation dan PBM) dengan kemampuan awal matematik siswa (tinggi,

sedang, rendah) terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa?

5. Apakah terdapat hubungan antara kemampuan metakognisi dan komunikasi

matematik siswa?

1.5Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka

penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan kemampuan metakognisi antara

siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan

yang mendapat Pembelajaran Berbasis Masalah.

2. Untuk menganalisis apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran

(kooperatif tipe Group Investigation dan PBM) dengan kemampuan awal

matematik siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemampuan metakognisi

siswa.

3. Untuk menanalisis apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi

matematik antara siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation dan yang mendapat Pembelajaran Berbasis Masalah.

4. Untuk menganalisis apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran

(kooperatif tipe Group Investigation dan PBM) dengan kemampuan awal

matematik siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemampuan komunikasi

matematik siswa.

5. Untuk menganalisis apakah terdapat hubungan/korelasi antara kemampuan

(38)

19

1.6 Manfaat Penelitian

1. Bagi guru, diharapkan dapat memberikan masukan dalam meningkatkan

kemampuan metakognisi dan komunikasi matematik siswa.

2. Bagi siswa, diharapkan dapat menumbuh kembangkan kemampuan

metakognisi dan komunikasi matematik siswa.

3. Bagi peneliti, diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian

(39)

134 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan selama penelitian dengan

model pembelajaran kooperatif tipe GI dan pembelajaran berbasis masalah dengan

menekankan pada kemampuan metakognisi dan komunikasi matematik, maka

penelitian memperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan kemampuan metakognisi antara siswa yang mendapat

pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation dan yang mendapat

Pembelajaran Berbasis Masalah. Rata-rata kemampuan metakognisi siswa yang

mendapat Pembelajaran Berbasis Masalah lebih baik dari siswa yang mendapat

model pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation.

2. Terdapat interaksi antara pembelajaran (kooperatif tipe Group Investigation

(GI) dan PBM) dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap

kemampuan metakognisi siswa. Hal ini berarti bahwa interaksi antara model

pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang,

rendah) memberikan kontribusi secara bersama-sama terhadap kemampuan

metakognisi siswa.

3. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang

mendapat pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation dan yang

mendapat Pembelajaran Berbasis Masalah. Rata-rata kemampuan Komunikasi

Matematik siswa yang mendapat Pembelajaran Berbasis Masalah lebih baik

dari siswa yang mendapat model pembelajaran Kooperatif Tipe Group

(40)

135

4. Terdapat interaksi antara pembelajaran (kooperatif tipe Group Investigation

(GI) dan PBM) dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap

kemampuan komunikasi matematik siswa. Hal ini berarti bahwa interaksi

antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa (tinggi,

sedang, rendah) memberikan kontribusi secara bersama-sama terhadap

kemampuan komunikasi matematik siswa.

5. Terdapat hubungan/korelasi antara kemampuan metakognisi dan komunikasi

matematik siswa. Dari analisis data Korelasi yang didapat bahwa ada hubungan

positif dan signifikan antara kemampuan metakognisi dengan kemampuan

komunikasi matematik siswa. Hubungan positif ini menandakan adanya

hubungan yang searah dimana dapat disimpulkan bahwa jika kemampuan

metakognisi siswa tinggi maka kemampuan komunikasi matematik siswa juga

tinggi, begitu juga sebaliknya jika kemampuan metakognisi siswa rendah maka

kemampuan komunikasi matematik siswa rendah.

5.2 Implikasi

Berdasarkan kesimpulan di atas diketahui bahwa penelitian ini berfokus

pada kemampuan metakognisi dan komunikasi matematik antara siswa yang

mendapat model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan

pembelajaran berbasis masalah. Terdapat perbedaan kemampuan metakognisi dan

komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran

kooperatif tipe Group Investigation dan pembelajaran berbasis masalah secara

signifikan. Ditinjau dari interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan

awal matematika siswa, hasil ini dapat ditinjau dari model pembelajaran yang

diterapkan pada siswa kelas eksperimen 1 dan siswa kelas eksperimen 2 dengan

(41)

136

Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari

pelaksanaan proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Group Investigation dan pembelajaran berbasis masalah antara lain :

1. Dari aspek yang diukur, berdasarkan temuan dilapangan terlihat bahwa

kemampuan metakognisi dan komunikasi matematik siswa masih kurang

memuaskan. Hal ini disebabkan siswa terbiasa memperoleh soal-soal yang

langsung menerapkan rumus-rumus yang ada pada buku pelajaran, sehingga

siswa masih merasa sulit memunculkan ide mereka sendiri.

2. Kemampuan metakognisi siswa berkemampuan sedang dan tinggi lebih baik

pada model pembelajaran berbasis masalah. Begitu juga untuk komunikasi

matematik, siswa berkemampuan tinggi dan sedang lebih baik pada model

pembelajaran berbasis masalah.

5.3 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran kooperatif tipe GI dan

pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan pada kegiatan pembelajaran

memberikan hal-hal penting untuk perbaikan. Untuk itu peneliti menyarankan

beberapa hal berikut :

1. Pembelajaran kooperatif tipe GI memerlukan waktu yang relatif

banyak, maka dalam pelaksanaannya guru diharapkan dapat

mengefektifkan waktu dengan sebaik-baiknya.

2. Disarankan pada guru bidang studi, untuk lebih memperhatikan komunikasi

matematik siswa terutama pada indikator “Menyatakan gambar ke dalam

situasi atau ide matematika dan pada indikator Menyatakan situasi dalam

bentuk notasi-notasi matematika atau model matematika” sebab dalam

(42)

137

indikator di peroleh nilai rata-rata terendah yaitu 75,26 pada kelas

eksperimen-2 dan 65,63 pada kelas eksperimen-1.

3. Untuk melatih kemampuan metakognisi dan komunikasi matematis

siswa, sebaiknya guru memberikan soal-soal yang merangsang anak

untuk berpikir, mengemukakan ide yang terkait dengan pengalaman

belajar mereka.

4. Soal-soal yang diberikan pada Lembar Aktivitas Siswa (LAS) harus

disesuaikan dengan waktu pembelajaran pada RPP agar soal-soal

tersebut dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

5. Dalam penelitian ini variabel yang diteliti adalah kemampuan metakognisi dan

komunikasi matematik siswa, untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat

mengembangkan variabel yang lain seperti kemampuan berpikir kreatif,

kritis, penalaran dan lain-lain.

6. Dalam penelitian ini model pembelajaran kooperatif tipe GI yang

dibandingkan adalah model pembelajaran berbasis masalah. Disarankan

untuk penelitian selanjutnya agar membandingkan model pembelajaran lain

yang setara.

7. Jika memungkinkan, sebaiknya digunakan alat peraga dalam

pembelajaran agar siswa lebih mudah mempelajari materi pelajaran

(43)

138

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Ansari, Bansu, I. 2009. Komunikasi Matematika Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh: Yayasan Pena.

Arends. I. R. 2008. Learning To Teach. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Arikunto, S. 2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Asma, Nur. 2006. Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Asmin & Mansur, A. 2014. Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar dengan Ananlisis Klasikal dan Modern. Medan: LARISPA.

Coutinho, Savia A. 2007. The Relationship between Goals Metacognition and Academic Success. Northem Ilionis University. United State of America. Educate- Vol 7 No. 1 : 39-47. Online: www.educatejournal.org

Chairani, Zahra. 2013. Aktivitas Metakognisi Sebagai Salah Satu Alat Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Pemecahan Masalah. KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013. Online.

Gredler. M. E. 2011. Learning and Instruction: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Hendriana, dkk. 2014. Penilaian Pembelajaran Matematika. Bandung: PT. Refika Aditama.

Isjoni. 2010. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.

Izzati, Nur. 2010. Komunikasi Matematik dan Pendidikan Matematika Realistik. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Yogyakarta, UNY, 27 Nov 2010, ISBN : 978-979-16353-5-6. Online: https://bundaiza.files.wordpress.com/2012/12/komunikasi_matematik _dan_pmr-prosiding.pdf

Kadir. 2009. Meningkatkan Metakognisi siswa dalam pembelajaran matematika melalui asesmen kinerja berbasis masalah dan model pembelajaran. Jurnal: volume VII Nomor 3, Juli-September 2009. Online: https://anniselvy.files.wordpress.com/2012/06/metakognisi-asli2.pdf . 2015. Statistika Terapan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Kemendikbud. 2013. Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. Online

(44)

139

Kusuma, Dwi, C. 2014. Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Jurnal: Volume 2, Tahun 2014. Online

Laurens. T. 2011. Pengembangan metakognisi dalam pembelajaran matematika dalam seminar nasional. Juli 2011. Online

Lubis, Nurhadijah. 2014. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Metakognisi Matematika antara siswa yang diberi Pelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Ekspositori. Jurnal: Volume 7 No. 3 Desember 2014.

Muriana. 2013. Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematik siswa SMA di kecamatan Medan Area dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe GI. Jurnal: Volume 7 No. 1 April 2014. Murni, Atma. 2010. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Metakognitif

Berbasis Masalah Kontekstual. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema “Peningkatan Kontribusi dan Pembelajaran Matematika dalam Upaya Pembentukan Karakter Bangsa” Pada tanggal 27 November 2010 di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. Online

Murti, Setya, dkk. 2015. Permainan Imajinatif Berdasarkan Metakognisi dalam Belajar Matematika. Gajah Mada Journal of Psychology. Volume 1, No 1, Januari 2015:1-12. ISSN:2407-7798. Online.

NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Virginia: NCTM.

Nugrahaningsih. 2012. Metakognisi Siswa SMA Kelas Akselerasi dalam Menyelesaikan Masalah Matematika. Jurnal: No. 82 Th. XXIV Desember 2012. Online

Nur’aeni, dkk. 2006. Penggunaan Instrumen Monitoring Diri Metakognisi Untuk

Meningkatkan Kemampuan Mahasiswa Menerapkan Strategi

Pemecahan Masalah Matematika. Makalah berdasar pada hasil penelitian Hibah Pembinaan UPI tahun 2006 dengan judul yang sama. Online:https://www.academia.edu/5063932/

PISA. 2012. Average PISA Mathematics Litercy scores of 15-years-olds. By country.http://repository.upi.edu/6615/4/S_MTK_0905569_Chapter1.p df.

(45)

140

Risnanosanti. 2008. Melatih Kemampuan Metakognitif Siswa dalam Pembelajaran Matematika. Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika. Online

Ruseffendi, E.T. 1993. Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

. 2005. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Ekskata Lainnya. Bandung: Tarsito.

Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Saragih, S. 2007. Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis Dan Komunikasi

Matematika Siswa Smp Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Bandung; Disertasi (Tidak Diterbitkan)

Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali. Shadiq, F. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Makalah

disampaikan pada diklat instruktur/ pengembangan matematika SMA jenjang dasar tanggal 6 s/d 9 agustus 2004 di PPPG Matematika Yogyakarta. Online

Sinaga, B. 2007. Pengembangan Metode Pembelajaran Matematika Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak (PBM-P3M). Disertasi tidak dipublikasi. Surabaya: UNESA.

Slavin, R.E. 2008. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media Sudjana. 1991. Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito.

. 2009. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D. Bandung: Alfabeta.

Suherman dkk . 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Jurusan Pendidikan Matematika UPI. Bandung.

Syaiful. 2011. Metakognisi Siswa dalam Pembelajaran Matematika Realistik di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal: Volume 01 Nomor 02, Oktober 2011. Online.

Tampubolon, M. Saur. 2014. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Erlangga.

Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). 2011. Average Mathematics Scores of Fourth-and Eight-grade Student by Country. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:

(46)

141

Uno. B. Hamzah. 2012. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

Wahyuni. 2014. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis antara siswa kelas Heterogen Gender dengan kelas Homogen Gender melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah di MTs Kota Langsa. Jurnal: Volume 7 No. 1 April 2014 Walpole, R.E. 1988. Pengantar Statistika Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Zahara, Siti. 2014. Peningkatan Kemampuan Penalaran Logis dan Komunikasi Matematis Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) di SMP Negeri 24 Medan. Jurnal: Volum 7 Nomor 3. Desember 2014

Gambar

Tabel 4.20. Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Dengan Taraf Signifikansi 5% ...........................................................................
Gambar 1.1.   Hasil Jawaban Tes Kemampuan Komunikasi Matematik..........8 Gambar 3.1.   Alur Kerja Penelitian .................................................................

Referensi

Dokumen terkait

menyaksikan, dan akan berakibat pada kepuasan dan ketidakpuasan khalayak.. Berikut adalah beberapa pertanyaan yang disampaikan kepada partisipan. mengenai teknik pengambilan gambar

[r]

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ”AKTIVITAS

[r]

Begitu juga dengan pemilihan saluran distribusi, banyak pemasar yang kurang tepat dalam memilihnya, adapun salah satu pengaruh dari pemilihan saluran distribusi

Kelebihan dari alat yang dibuat adalah lengan robot tidak hanya mengambil dan meletakkan benda ditempat yang telah disediakan tetapi juga dapat dilakukan penyusunan

Berdasarkan analisis statistik kelangsungan hidup ikan nila selama 30 hari perlakuan pakan (Lampiran 2) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) antara

- Dikembalikan 50% dari biaya registrasi yang telah dibayar apabila mengundurkan diri / diterima di PTS lain.. - Dikembalikan 100% dari biaya registrasi yang telah apabila diterima