• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemakaian Hijab Syar'i Terhadap Interaksi Dengan Lawan Jenis (Studi Kasus di Lembaga Dakwah Kampus Syahid)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemakaian Hijab Syar'i Terhadap Interaksi Dengan Lawan Jenis (Studi Kasus di Lembaga Dakwah Kampus Syahid)"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMAKAIAN HIJAB SYAR’I

TERHADAP INTERAKSI DENGAN LAWAN JENIS

(Studi Kasus di Lembaga Dakwah Kampus Syahid)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

QQ Presika Jati Putri NIM 1112015000061

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Interaksi dengan Lawan Jenis (Studi Kasus di Lembaga Dakwah Kampus Syahid) disusun oleh

Qa

Presika Jati

Puti,

Nomor Induk Mahasiswa 1112015000061, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal2T Desember 2016 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis

berhak memperoleh Sarjana

Sl

(S.Pd) dalam bidang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi Sosiologi.

Jakart4 6 Januari 2017

Panitia Ujian Munaqasah

(3)
(4)
(5)
(6)

v

ABSTRAK

QQ Presika Jati Putri, NIM 1112015000061, Skripsi Program Studi Sosiologi-Antropologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh hijab syar‟i terhadap

interaksi dengan lawan jenis. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah korelasi dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di lembaga dakwah kampus syahid Jakarta pada bulan September hingga Oktober 2016. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah cluster sampling dengan jumlah responden sebanyak 50 orang. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan korelasi product moment, diperoleh hasil perhitungan korelasi

product moment dengan rhitung sebesar 0,484 > rtabel sebesar 0,284 sehingga hipotesis nol ditolak yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan pada variabel x dan y. Kemudian uji signifikansi dengan uji t diperoleh nilai thitung sebesar 3,832 > ttabel sebesar 2,011 yang artinya koefisien korelasi signifikan serta perhitungan koefisien determinasi sebesar 23,4% yang artinya interaksi dipengaruhi oleh

pemakaian hijab syar‟i sedangkan 76,6% dipengaruhi oleh faktor lain. Dengan demikian Ha diterima dan H0 ditolak, hal ini dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pemakaian hijab syar‟i terhadap interaksi dengan lawan jenis.

(7)

vi ABSTRACT

QQ Presika Jati Putri, NIM 1112015000061, Thesis Sociology-Anthropology Studies Program, Department of Education Social Sciences, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.

The research objective is to examine the relationship between the influence of hijab syar'i use to the interactions with the opposite gender. In this research method used is a correlation with a quantitative approach. This research was conducted at the Jakarta‟s Syahid Campus institute of mission in August until September 2016. The sampling technique in this research is cluster sampling with the number of respondents as many as 50 people. Data analysis techniques in this study using the product moment correlation, calculation results obtained with rcount product moment correlation of 0.484> rtable amounted to 0.284 so that the

null hypothesis is rejected, which means a significant influence on the variables x and y. Later tests of significance by t test values obtained tcount 3.832> ttable of

2.011, which means a significant correlation coefficient and the calculation of the coefficient of determination of 23.4%, which means that the interaction is influenced by the use of hijab syar'i while 76.6% be affected by other factors. Thus Ha accepted and H0 is rejected, it can be interpreted that a significant

difference between the use of hijab syar'i to interaction with the opposite gender.

(8)

vii

KATA PENGANTAR

سب

ح

ح

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam yang selalu memberikan nikmat dan karunia kepada setiap mahluk ciptaan-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu „alaihi wasallam pemilik akhlak mulia, pembawa kebenaran dan rahmat bagi alam semesta.

Alhamdulillah, penulis telah menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan yang ada. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengalami berbagai kendala, namun atas bantuan dan dukungan berbagai pihak penulis dapat menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya. Oleh karena itu penulis selayaknya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd, selaku ketua jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial yang selalu melayani kebutuhan akademik mahasiswa. 3. Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, M.A, selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan motivasi dan ilmu yang berharga dalam penyelesaian skripsi. 4. Drs. Syaripulloh, M.Si, selaku dosen pembimbing yang senantiasa

meluangkan waktunya serta memberikan nasihat yang membangun.

5. Dr. Ulfah Fajarini, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan saran selama masa kuliah.

6. Bapak dan Ibu dosen jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang dengan kesabarannya membimbing mahasiswa dan mencurahkan ilmu serta membagi pengalamnnya.

(9)

viii

yang maksimal kepada mahasiswa dalam membantu mencari sumber referensi skripsi.

8. Ibu Partini dan Bapak Jumari, selaku kedua orang tua penulis yang dengan jiwa, raga dan hartanya membatu memenuhi kebutuhan penulis serta senantiasa memberikan motivasi yang luar biasa.

9. Ari Pradigdo, adik laki-laki yang selalu menawarkan dirinya untuk membantu pekerjaan kuliah maupun pekerjaan sekolah.

10. Sahabat seperjuangan member ”Laskar Skripsi Tujuh Bab”, Rika Widya Risyadi, Nurul Pratiwi, Aida Sri Rahayu, dan Rais Fauzy. Terima kasih selalu memberikan semangat satu sama lain meski diri sendiri krisis percaya diri. Sekali lagi terima kasih atas keajaiban pertemuan dan kebersamaan kita.

11. Sahabat-sahabat tersayang member “Calon Istri Sholehah” dari dunia kerja Indonesia Ceria Daycare, Mita, Nunu, Tika, Uts, Eno, Tia, Intan, Wulan, Eti, Uwi, dan imeh. Terima kasih telah berkenan berbagi masa-masa yang sulit ketika berkerja bersama.

12. Nurwidi Oktaria teman paling ajaib di kampus, terima kasih sudah menjadi teman yang emejing atas nasihat-nasihat dan sarannya.

13. Bunda Ucha yang senantiasa memberikan nasihat-nasihat yang baik, dorongan spiritual, dan selalu mengingatkan dalam kebaikan di jalan Allah

subhanahu wa ta‟ala.

14. Bunda Sultra yang selalu menjadi role model dan memotivasi diri bahwa wanita itu harus cerdas dan dapat mencerdaskan. Terima kasih atas kesempatan dan pembelajaran menyenangkan yang telah diberikan selama lebih dari tiga tahun.

(10)

ix

16. Para guru serta rekan guru serta staf kependidikan SMA PGRI 12 Jakarta yang selalu muda dan membangkitkan semangat.

17. Murid-Muridku dari SMA PGRI 12 Jakarta, terutama kelas 10, 11, dan 12 IPS yang seluruhnya ganteng dan cantik namun hiperaktif, lebay, serta selalu memacu diri untuk senantiasa belajar dan memperbaiki diri.

18. Malaikat-malaikat kecil dari Indonesia Ceria Daycare, Nizam, Naura, Summer, Rayyan, dan baby lainnya yang senantiasa menyejukan hati. 19. Anggota Lembaga Dakwah Kampus Syahid angkatan 2013, terutama para

akhwat shalihah. Terima kasih telah meluangkan waktunya untuk menjadi responden penelitian.

20. Teman-teman seperjuangan mahasiswa jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial angkatan 2012.

21. Serta pihak-pihak lain yang membantu dan mendukung penulis dalam penelitian ini secara tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu karena terlalu banyak tentu saja.

Penulis sangat mengharapkan pahala yang baik di sisi Allah bagi mereka yang senantiasa membantu penulis. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak terutama bagi diri penulis.

Jakarta, November 2016

(11)

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH ... i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR UJI REFERENSI ... iii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 11

A. Deskripsi Teoritis ... 11

1. Hijab dan Jilbab ... 11

a. Pengertian Hijab ... 11

b. Pengertian Jilbab ... 13

(12)

xi

2. Interaksi ... 17

a. Pengertian Interaksi ... 17

b. Syarat Interaksi Sosial ... 19

c. Faktor yang Mendasari Interaksi Sosial ... 20

d. Interaksi dengan Lawan Jenis ... 21

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 26

C. Kerangka Berpikir ... 28

D. Hipotesis Penelitian ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

B. Metode Penelitian ... 30

C. Populasi dan Sampel ... 31

D. Sumber Data ... 31

1. Data Primer ... 32

2. Data Sekunder ... 32

E. Teknik Pengumpulan Data ... 32

1. Observasi ... 32

2. Kuesioner ... 32

3. Wawancara ... 34

4. Dokumentasi ... 35

F. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 36

G. Teknik Pengolahan Data ... 44

H. Teknik Analisis Data ... 45

1. Uji Normalitas ... 45

2. Uji Hipotesis Penelitian ... 46

I. Teknik Penulisan Skripsi ... 49

(13)

xii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 51

1. Sejarah Lembaga Dakwah Kampus Syahid ... 51

2. Filosofi Lambang Lembaga Dakwah Kampus Syahid ... 52

3. Visi Lembaga Dakwah Kampus Syahid ... 53

4. Misi Lembaga Dakwah Kampus Syahid ... 53

5. Tujuan dan Tugas Pokok Lembaga Dakwah Kampus Syahid ... 54

6. Struktur Kepengurusan Lembaga Dakwah Kampus Syahid ... 55

7. Deskripsi Tugas Kepengurusan Lembaga Dakwah Kampus Syahid ... 60

B. Deskripsi Data ... 65

1. Data Pemakaian Hijab Syar‟i ... 65

2. Data Interaksi dengan Lawan Jenis ... 70

C. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 74

1. Uji Normalitas ... 74

D. Pengujian Hipotesis ... 74

1. Koefisien Korelasi ... 74

2. Koefisien Determinasi ... 78

3. Uji Signifikansi ... 79

E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 79

1. Hasil Observasi ... 79

2. Hasil Wawancara ... 80

3. Hasil Pembahasan Perhitungan Statistika ... 81

F. Keterbatasan Penelitian ... 82

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Implikasi ... 84

C. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ... 29 Gambar 4.1 Lambang Lembaga Dakwah Kampus Syahid ... 52 Gambar 4.2 Struktur Kepengurusan Lembaga Dakwah Kampus Syahid

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Kuesioner Variabel X ... 33

Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuesioner Variabel Y ... 34

Tabel 3.3 Pedoman Wawancara ... 35

Tabel 3.4 Kriteria Penilaian Angket ... 36

Tabel 3.5 Makna Korelasi Product Moment ... 37

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Variabel X ... 38

Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Variabel Y ... 39

Tabel 3.8 Perhitungan Butir Soal Validitas ... 40

Tabel 3.9 Interpretasi Nilai Reliabilitas ... 42

Tabel 3.10 Tabel Reliabilitas ... 42

Tabel 3.11 Interpretasi dalam Indeks Korelasi “r” Product Moment ... 47

Tabel 4.1 Data Hasil Skoring Variabel X ... 66

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Variabel X ... 67

Tabel 4.3 Mean, Varian, dan Simpangan Baku Variabel X ... 69

Tabel 4.4 Interpretasi Kategori Variabel X ... 69

Tabel 4.5 Data Hasil Skoring Variabel Y ... 70

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Variabel Y ... 72

Tabel 4.7 Mean, Varian, dan Simpangan Baku Variabel Y ... 73

Tabel 4.8 Interpretasi Kategori Variabel Y ... 74

(16)

xv

DAFTAR GRAFIK

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Uji Coba Penelitian Skripsi ... 91

Lampiran 2 Uji Validitas Kuesioner Variabel X dan Y ... 94

Lampiran 3 Hasil Reliabilitas ... 101

Lampiran 4 Perhitungan Validitas dan Reliabilitas ... 102

Lampiran 5 Kuesioner Penelitian Skripsi ... 105

Lampiran 6 Data Skor Kuesioner Variabel X ... 108

Lampiran 7 Data Skor Kuesioner Variabel Y ... 110

Lampiran 8 Data Mentah Variabel X dan Y ... 112

Lampiran 9 Tabel Distribusi Frekuensi Variabel X ... 114

Lampiran 10 Tabel Distribusi Frekuensi Variabel Y ... 115

Lampiran 11 Perhitungan Rata-rata, Varians, dan Simpangan Baku Variabel X .... 116

Lampiran 12 Perhitungan Rata-rata, Varians, dan Simpangan Baku Variabel Y .... 118

Lampiran 13 Perhitungan Uji Normalitas Variabel X ... 120

Lampiran 14 Perhitungan Uji Normalitas Variabel Y ... 122

Lampiran 15 Pedoman Wawancara ... 124

Lampiran 16 Hasil Wawancara ... 125

Lampiran 17 Dokumentasi kegiatan Lembaga Dakwah Kampus Syahid 2016 ... 134

Lampiran 18 Tabel Nilai ”r” Product Moment ... 138

Lampiran 19 Tabel Nilai Kritis “L” Uji Lilliefors ... 139

Lampiran 20 Tabel z ... 140

Lampiran 21 Tabel Uji-t ... 142

Lampiran 22 Lembar Uji Referensi ... 144

Lampiran 23 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 148

Lampiran 24 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 149

Lampiran 25 Surat Bimbingan Skripsi ... 150

Lampiran 26 Hasil Ujian Komprehensif ... 151

Lampiran 27 Surat Pernyataan Jurusan ... 152

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya lelaki dan wanita diciptakan dari esensi yang sama, mereka memiliki hak masing-masing untuk menuntut ilmu maupun berpendapat dalam kehidupan sosialnya. Namun, dari segi fisik dan juga mental pria dan wanita sangatlah berbeda. Lelaki dan wanita tidak berkompetisi di jalur yang sama, tapi berkompetisi di jalur kebaikan yang berbeda.1 Perbedaan ini akan menjadikan sebab dari perbedaan hukum-hukum dalam berpakaian di kehidupan bermasyarakat.

Wanita disimbolkan sebagai keindahan sedangkan lelaki simbol keagungan, keindahan tersebut harus dijaga oleh seorang wanita dan tidak untuk dipamerkan. Agama islam memiliki aturan khusus bagi wanita dalam berpakaian guna menjaga keindahan tersebut, yaitu dengan hijab. Hijab secara bahasa berarti tirai atau penghalang antara dua hal. Dalam penafsiran hijab bermakna pakaian wanita yang dimaksudkan sebagai batasan atau penghalang untuk dapat dipandang oleh orang lain, terutama lelaki yang memiliki kecenderungan untuk memandang. Batasan berpakaian pada wanita tentu lebih besar dari kaum lelaki sebab wanita akan lebih bernilai dan berharga jika merahasiakan keindahannya di hadapan umum.

Agama islam menegaskan supaya wanita lebih berbobot, lebih berisi, dan lebih memuliakan diri dan tidak menjadikan dirinya sebagai obyek perhatian kaum pria agar kemuliaan wanita semakin bertambah dan tidak gampang dieksploitasi layaknya barang dagangan yang tidak punya nilai dan dengan mudah dipamerkan untuk semua orang. Sehingga kemuliaan dan

1

(19)

2

kehormatan bagi wanita diperoleh dengan tertutupnya wanita dengan hijab yang telah ditetapkan batasannya dalam islam.

Islam senantiasa menempatkan wanita sebagai mahluk yang sangat layak untuk diperlakukan secara mulia. Yang memuliakan mereka akan semakin mulia, dan yang menghinakan mereka pun akan semakin terhina di mata Allah dan Rasul-Nya, bahkan di mata umat manusia itu sendiri.2

Hijab menjaga wanita dari pandangan dan perhatian lelaki jahat atau lelaki hidung belang yang seharusnya tidak pantas dilakukan. Selain digunakan untuk penjagaan, hijab bagi kaum wanita juga digunakan sebagai kontrol atau pengendalian bagi diri sendiri agar tidak jatuh dalam perbuatan dosa.

Menurut sejarah jauh sebelum ayat yang berisi perintah berhijab diturunkan kepada wanita, wacana mengenai hijab yang lazimnya disebut kerudung atau penutup kepala telah ada pada masyarakat tradisional dahulu kala. Wanita bangsawan menggunakan penutup kepala sebagai simbol kelas menengah atas pada masyarakat kuno zaman Mesopotamia, Babilonia, dan Asyiria. Sebaliknya perempuan dari kalangan kelas bawah atau budak dilarang menggunakan penutup kepala.

Jilbab yang semula tradisi Mesopotamia-Persia dan pemisah laki-laki dan perempuan merupakan tradisi Hellenistik-Bizantium, menyebar menembus batas-batas geokultural, tidak terkecuali bagian utara dan timur jazirah Arab, seperti Damaskus dan Bagdad, yang pernah menjadi ibukota

politik islam di zaman Dinasti Mu‟awiyah dan Abbasiah.3

Pada masa Nabi Muhammad Saw, pakaian wanita saat itu ialah dengan menutupi tubuh mereka dan menggunakan kerudung penutup kepala tetapi memperlihatkan telinga, leher, dan bagian depan baju (kerah) dada atas mereka. Penggunaan pakaian mereka tertutup namun kerudung mereka hanya

2

Ummu Ahmad Rifqi, Menjadi Bidadari, (Jakarta: Pustaka Imam Abu Hanifah, 2011), hal.20.

3

(20)

untuk menutupi bagian kepala sedangkan leher dan dada mereka terlihat yang merupakan tempat timbulnya syahwat kaum lelaki yang memandangnya. Sehingga dapat dikatakan pada masa itu, wanita muslim telah mengenakan hijab namun bukan hijab secara sempurna.

Kemudian turun ayat yang memerintahkan agar wanita menutup sebagian tubuhnya yang terbuka agar keindahan tidak nampak, yaitu qur‟an surah An-Nur (24) ayat 31.

ق

ضضغ

بأ

ظفح

ج ف

ظ

ب

ب ج ع

ب ب ض

ئ باء أ

عب

ب

ئ بأ أ

عب ء باء أ

عب ء بأ أ

أ

خأ ب أ

خ ب أ

خ أ

أ

أ

أ ئ س

عب

ْ أ غ

ب

ج

أ

فّ

ع ع ْا ظ

ء س

ج أب ب ض

ْا ب ۚ

ف ع

أ ًع ج

ع

ح ف

١٣

(21)

4

semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.4

Pada redaksi al-qur‟an tersebut yang menjadi fokus kajian pada ayat ini adalah “wal yadhribna bikhumurihinnah „ala juyubuhinna” (Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya) yaitu menutupi dada dan leher mereka dengan kerudung atau khumar. Diceritakan pula bahwa ketika ayat ini turun, para wanita mengumpulkan selendang dan kain mereka lalu digunakan untuk menutupi dada mereka yang terbuka.

Persebaran hijab dimulai pada abad ke-9 sampai abad ke-12 yang menyebar ke negara Timur Tengah dan sampai di Nusantara sebagai selendang.5 Di Indonesia istilah hijab sebelumnya dikenal dengan sebutan kerudung. Baru sekitar tahun 1980-an istilah jilbab mulai populer dikalangan masyarakat, dan pada tahun 2011 istilah hijab menjadi populer karena adanya komunitas perempuan muslim yang mengusung jilbab dengan istilah hijab.6

Selain islam agama lain yang memerintahkan penggunaan penutup kepala adalah Yahudi dan Nasrani, tentu digunakan jauh sebelum ayat-ayat mengenai hijab turun. Hal yang membedakan penutup kepala agama lain dengan islam sangat berbeda melalui fungsi penutup kepala atau hijab itu sendiri. Dalam islam hijab memiliki fungsi untuk membedakan wanita mukmin dan yang bukan mukmin serta sebagai pelindung untuk menutupi tubuh wanita yang dapat menimbulkan fitnah. Kemudian Sejarah menjelaskan bahwa islam tidak menciptakan hijab melainkan menerimanya serta memperluas batasannya dan mengokohkannya.

Setiap warga negara memiliki hak untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan yang diyakininya. Begitupun negara Indonesia dengan konstitusi yang mengatur kebebasan beragama sesuai

4

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya. (Jakarta: PT Sygma, 2010) hal. 353.

5

Hilda Nainni Rakhmawati dan Prambudi Handoyo, “Konstruksi Diri Komunitas

“Hijabee” Surabaya Terhadap Hijab”, Paradigma. Volume 02 Nomer 03 Tahun 2014.

6

(22)

dengan yang tercantum dalam undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945, yaitu pasal 28E ayat (1) dan ayat (2), yaitu :

“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”.7

Pada undang-undang tersebut telah dijelaskan bahwa setiap orang bebas memilih agama yang diyakininya serta tidak ada hak bagi negara untuk melarang warga negaranya beragama sejauh agama yang dianut merupakan agama resmi yang diakui oleh negara. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) juga diakui bahwa,

“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”.8

Selanjutnya Pasal 29 menyatakan bahwa Negara Indonesia merupakan Negara yang beragama dengan Ketuhanan yang Maha Esa, setiap penduduk bebas untuk melaksanakan ibadah sesuai tuntunan agama, seperti pada ayat (1) dan ayat (2) berikut:

“Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.9

Hal inilah yang menjadi dasar bagi warga negara Indonesia untuk bebas beragama serta menjalankan ibadah dan kewajiban yang diperintahkan oleh agama yang dianutnya. Tak terkecuali pemeluk agama islam yang

dengan bebas dapat menjalankan syari‟at agama yang telah diatur dalam kitab suci al-qur‟an dan hadits. Salah satunya bebas mengenakan busana

7

UUD 1945 Dan Amandemennya. (Bandung: Nuansa Aulia, 2015) hal. 66.

8

Ibid., hal. 67.

9

(23)

6

keagamaan di tempat-tempat umum, yaitu kewajiban berbusana muslim dan berhijab bagi wanita yang beragama islam. Berdasarkan undang-undang yang telah disebutkan diatas, hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia.

Telah banyak wanita yang menggunakan hijab sebagai kewajiban untuk menutup aurat, akan tetapi hijab sekaligus dijadikan sebagai trend

berbusana terbaru. Di Indonesia belakangan muncul sebuah komunitas yang anggotanya merupakan muslimah dari berbagai kalangan dengan style hijab yang trendy dan fashionable.

Fenomena hijab yang digunakan dengan berbagai kreasi dan hiasan diakui guna menyiarkan kepada wanita tentang kewajiban menutup aurat. Sebut saja Hijabers Community, Komunitas Hijabee Surabaya, Komunitas Hijab Indonesia, dan banyak lagi komunitas lain yang menjadi tempat berkumpulnya para muslimah yang ingin mengajak serta muslimah lain untuk berhijab. Dengan model-model busana tertutup namun tetap keren tersebut komunitas ini secara tidak langsung telah mengajak para wanita untuk berpakaian menutup aurat (berhijab) tanpa harus takut terlihat tidak modis.10

Kegiatan yang dilakukan oleh Hijabers Community tidak hanya sekedar sharing masalah fashion, akan tetapi juga meliputi agenda pengajian rutin dan tausiyah keagamaan. Komunitas ini mengakui bahwa bukan hanya

fashion yang menjadi tujuan utama mereka, namun menjadi media syi‟ar

melalui fashion.

Di saat yang lain under estimate untuk membentuk komunitas-komunitas dengan tidak berani mengusung nilai-nilai Islam, mereka justru dengan bangga membuat wadah perkumpulan muslimah yang di dalamnya berisi orang-orang yang secara sadar menanggalkan busana yang jauh dari nilai-nilai Islam dan mengajak serta orang lain untuk mengikutinya.11

10

Ichie, Fakta-Fakta Tentang Hijabers Community (HC) Yang Perlu Diketahui. http://www.hijabersworld.com/2016/06/fakta-fakta-tentang-hijabers-community.html. Diakses pada hari sabtu, 27 Agustus 2016, pukul 18.18 wib.

11

(24)

Setiap kegiatan yang dilakukan oleh komunitas akan selalu dipublikasikan oleh berbagai media baik cetak, elektronik, maupun media sosial yang sedang digandrungi oleh berbagai kalangan. Acara seperti talk show pun tak ketinggalan untuk membicarakan mengenai visi misi dan tujuan dibentuknya komunitas ini

Hijab yang saat ini dipandang bukan hanya sekedar kepatuhan dalam menjalankan perintah agama, akan tetapi juga sebagai salah satu fashion mode yang sedang digandrungi wanita. Sebagian wanita muslim tidak menghiraukan aturan-aturan dalam berhijab, mereka memakai hijab namun menggunakan pakaian yang ketat sehingga lekuk tubuhnya terlihat, masih menggunakan hijab yang tipis dan transparan bahkan mereka masih berinteraksi secara dekat dan intens dengan lawan jenis yang bukan mahramnya.

Ditengah maraknya fashion hijab di berbagai lingkungan masyarakat, masih banyak pula wanita muslim yang memahami akan esensi dari sebuah hijab. Untuk menentukan kadar keagamaan pribadi seseorang, adalah sejauh mana seluruh kegiatan seseorang menjiwai paham keagamaannya (internalisasi nilai).12 Mereka yang dianggap lebih memahami tentang agama serta makna hijab menggunakan hijab syar‟i sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw.

Hijab Syar‟i banyak diartikan oleh masyarakat sebagai pakaian muslimah yang sempurna dan paling sesuai dengan perintah agama Islam. Pakaian tersebut sudah banyak dipakai oleh perempuan-perempuan muslim terutama mahasiswi yang tentu lebih memahami paham keagamaannya.

Pengguna hijab syar‟i tentu saja dipandang sebagai teladaan, pakaian

mereka yang syar‟i dan sesuai anjuran agama dinilai sesuai dengan perilaku mereka yang islami. Banyak dari mereka yang mengaplikasikan pengetahuan agama yang mereka miliki kedalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya

12Ulfah Fajarini, “Pandangan Masyarakat dan Alumni Terhadap Mahasiswa UIN Syarif

(25)

8

pengetahuan dalam ibadah namun juga dalam muamalah, seperti contohnya membatasi interaksi terhadap lawan jenis yang bukan mahramnya.

Selain beraktivitas di kehidupan khusus, tentu wanita juga tidak bisa menghindarkan dirinya untuk beraktivitas di kehidupan umum atau di tempat-tempat umum ketika dia bertemu dan berinteraksi dengan lelaki asing (nonmahram).13 Dalam hal ini terdapat adab-adab yang perlu diperhatikan dan menjadi batasan oleh wanita muslim dalam berinteraksi dengan lawan jenis yang bukan mahramnya agar tidak terjadi fitnah, fitnah disini diartikan sebagai keburukan atau kerugian.

Dalam lingkungan kampus Univesitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, terdapat sebuah lembaga dakwah kampus yang senantiasa mensyiarkan nilai-nilai islam ditengah mahasiswa. Anggota lembaga dakwah kampus sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan dengan mengimplementasikan pengetahuan agamanya terhadap aktivitas sehari-hari termasuk dalam berbusana dan berinteraksi dengan lawan jenis.

Busana yang dikenal dengan hijab syar‟i digunakan oleh anggota

perempuan atau biasa disebut akhwat Lembaga Dakwah Kampus Syahid adalah dengan menggunakan kerudung yang lebar dan panjang, menjulur

menutupi dada serta menggunakan gamis. Selain gaya berbusana yang syar‟i,

anggota Lembaga Dakwah Kampus Syahid juga memiliki batasan interaksi dengan anggota laki-laki atau biasa disebut ikhwan.

Berdasarkan yang telah dijelaskan, penulis akan mengadakan sebuah penelitian mengenai Pengaruh Pemakaian Hijab Syar‟i Terhadap Interaksi dengan Lawan Jenis (Studi kasus di Lembaga Dakwah Kampus Syahid).

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat diidentifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

13

(26)

1.Rendahnya kesadaran beberapa mahasiswi untuk berhijab syar‟i di lingkungan kampus

2.Penggunaan hijab syar‟i yang dilakukan oleh anggota Lembaga Dakwah Kampus Syahid

3.Tingginya intensitas interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam aktivitas organisasi

4.Tingginya tingkat kegemaran terhadap fashion hijab yang tidak sesuai

dengan ketentuan syar‟i oleh mahasiswi

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan yang akan diteliti tidak meluas, penulis membatasi masalah penelitian sehingga pembahasannya lebih fokus. Maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah kesadaran mahasiswa anggota lembaga dakwah kampus untuk berhijab syar‟i yang kemudian mempengaruhi interaksi dengan lawan jenis.

D. Perumusan Masalah

Dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat ditemukan sebuah rumusan masalah, yaitu adakah pengaruh pemakaian hijab syar‟i terhadap interaksi dengan lawan jenis?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian secara akademis adalah untuk menguji apakah ada

pengaruh pemakaian hijab syar‟i terhadap interaksi dengan lawan jenis di

Lembaga Dakwah Kampus Syahid.

F. Manfaat Penelitian

(27)

10

Manfaat penelitian secara akademis adalah penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu sumber bacaan atau referensi untuk mahasiswa lainnya guna menyelesaikan tugas akhir skripsi.

2. Manfaat Praktis a.Untuk Mahasiswa

Manfaat penelitian untuk mahasiswa adalah penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman keagamaan terhadap mahasiswa agar berinteraksi dengan lawan jenis sesuai batasan dan norma-norma yang berlaku.

b. Untuk Lembaga Dakwah Kampus

Manfaat penelitian untuk Lembaga Dakwah Kampus adalah dapat menjadi kontribusi dakwah di lingkungan kampus untuk selalu memberikan contoh-contoh yang baik dalam pola interaksi.

c. Untuk Peneliti

(28)

11

BAB II

DESKRIPSI TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis

1. Hijab dan Jilbab

a. Pengertian Hijab

Istilah hijab sangat populer di Indonesia sebagai penutup kepala atau sebagai pakaian seorang muslimah yang digunakan untuk menutup auratnya. Secara makna syariat, aurat adalah bagian tubuh yang haram dilihat, dan karena itu harus ditutup.14 Bagi muslimah, seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan merupakan aurat.

Menurut Quraish Shihab, kata hijab berarti sesuatu yang menghalangi antara dua lainnya. Kata hijab juga sama artinya dengan penutup, yang selanjutnya diterjemahkan dengan kata tabir. Hijab dalam al-Qur‟an disebut dalam surah al-Ahzab [33] ayat 53.

أ

ب ْا خ ْا اء

ب

أ

ظ غ عط

ا

ع

ف

ْا خ

عط ا ف

ف

ْا ش

س

ۚث ح س

ك

ب

ح س ف

ح س

ّۚح

ا

أس

ع

ا

سف

ءا

جح

ۚ

ۚ ب ق ب ق طأ

س ْا

أ ك

ج أ ْا ح أ

عب

ع ك

ۚاً بأ

ً ظع

٣١

14
(29)

12

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali jika kamu diizinkan untuk makan tanpa menunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu dipanggil maka masuklah dan apabila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mengganggu Nabi sehingga dia (Nabi) malu kepadamu (untuk menyuruhmu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi) , maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak boleh (pula) menikahi istri-istrinya selama-lamanya setelah (Nabi wafat). Sungguh, yang demikian itu sangat

besar (dosanya) di sisi Allah.”15

Ayat diatas mengandung dua tuntunan pokok, yang pertama mengenai adab dalam memasuki/memenuhi undangan di rumah Nabi dan yang kedua mengenai hijab sebagai penutup atau tabir. Sehingga, tabir atau hijab merupakan penghalang dari terlihatnya sesuatu didalamnya. Hal ini tidak hanya berlaku bagi istri-istri Nabi, namun bagi seluruh wanita muslim yang wajib menutupi atau menghalangi dirinya dari laki-laki yang bukan mahramnya.

Menurut Murtadha Muthahhari, “kiranya yang terbaik adalah jika kata ini tidak diubah, dan selanjutnya kita menggunakan kata

“penutup” atau satr, karena sebagaimana telah kita katakan, makna yang lazim dari kata hijab adalah selubung (veil)”.16 Orang di Indonesia sering mengartikan bahwa hijab sama artinya dengan jilbab

yang merupakan kain penutup kepala bagi muslimah.

b. Pengertian Jilbab

Dalam al-Qur‟an kata jilbab terdapat dalam surah al-Ahzab [33] 59

15

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta: PT Sygma, 2010), hal. 425.

16

(30)

أ

ب

ء س ك ب كج أ ق

ع

ك

ف ف ع أ أ ك ۚ ب ب ج

فغ

ح ا

ا

٣٥

“Wahai Nabi! Katakanlah pada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun,

Maha Penyayang”.17

Dalam ayat tersebut, kata jalabib adalah bentuk jamak dari kata jilbab. Jilbab berasal dari akar kata jalaba berarti menghimpun dan membawa. 18 Kata jilbab memiliki arti pakaian yang menutupi baju dan kerudung yang sedang dipakai, sehingga jilbab menjadi bagaikan kain yang menutupi tubuh. Kemudian jilbab dapat diartikan sebagai penutup kepala dan atau pakaian yang harus diulurkan keseluruh tubuh. Pada ayat diatas, Allah memerintahkan Nabi untuk menyuruh istri-istrinya untuk memakai jilbab agar mereka mudah dikenali sebagai wanita muslim dan sebagai penutup aurat bagi tubuh mereka.

Ibn Katsir dalam tafsirnya mengenai surah Al-Ahzab 59

menuliskan, “jilbab adalah al-rida‟ (selendang) yang dipakai diatas

khimar.”19 Sedangkan Ibn Rajab dalam Fathul Bari menjelaskan, Jilbab adalah mula‟ah yang menutupi seluruh badan, dirangkap di atas

al tsaub (baju rumah). Biasa dikenal dengan sebutan izar.20 Kemudian

Al-Biqa‟i dalam tafsirnya menjelaskan bahwa tiada ulama yang salah

17

Departemen Agama RI, op. cit., hal. 426.

18

Nasaruddin Umar, Fikih Wanita untuk Semua, (Jakarta: PT Serambi Imu Semesta, 2010), hal. 22.

19

Felix Y. Siauw, Yuk, berhijab!, (Jakarta: Alfatih Press, 2015), hal. 81.

20

(31)

14

dalam mengartikan jilbab. Karena jilbab adalah segala jenis pakaian longgar yang dapat menutupi seluruh tubuh muslimah (Al-Qamish).21

Berdasarkan pendapat-pendapat dari para ulama mengenai jilbab, maka dapat disimpulkan bahwa jilbab adalah pakaian luar yang menutupi seluruh tubuh seperti halnya baju kurung atau gamis. Sehingga maslimah yang hendak berpakaian sesuai dengan syari‟at adalah menggunakan baju kurung atau gamis (jilbab) yang menutupi seluruh tubuh serta kerudung (khimar) sebagai penutup kepala yang

terulur hingga dada, inilah yang kemudian disebut hijab syar‟i.

c. Syarat Hijab Syar’i

Belum tentu pakaian yang menutupi aurat boleh dikenakan wanita muslimah saat ia pergi keluar rumah. Karena saat pergi ke luar rumah, Allah tidak hanya mengharuskan mereka untuk menutup

auratnya, tapi juga mengenakan pakaian syar‟i untuk menutup

auratnya.22 Hijab syar‟i merupakan pakaian yang sesuai dengan ketentuan al-Qur‟an maupun Hadits, yaitu:

1) Menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan Sebelumnya telah dijelaskan melalui Al-Qur‟am surah An -Nur ayat 31 dan surah Al-Ahzab ayat 59, bahwa muslimah wajib untuk berpakaian yang menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan.

Hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah, bahwa Asma binti Abu Bakar pernah menemui Nabi Saw dan saat itu Asma memakai pakaian yang sangat tipis. Lalu Nabi Saw memalingkan wajahnya

dan bersabda, ”Wahai Asma, jika seorang wanita telah mengalami

mestruasi, maka tidak diperbolehkan nampak darinya kecuali

21

Ibid.

22

(32)

(anggota tubuh) yang ini dan ini” Lalu beliau mengisyaratkan

wajah dan kedua telapak tangannya. (HR. Abu Daud no.4140).23 Selain wajah dan telapak tangan, adalah aurat yang harus ditutup, karena menatapnya menghasilkan dosa, baik bagi muslimah yang membuka aurat ataupun bagi lelaki tidak ada hak melihat aurat.24 Maka diwajibkan bagi muslimah untuk menutup auratnya menggunakan hijab.

Muslimah harus mengenakan jilbabnya sebagai tanda

ketaatannya kepada Allah swt. Inilah yang disebut pakaian syar‟i

penutup aurat atau hijab, yaitu pakaian rumah yang dirangkapkan jilbab di atasnya dan dilengkapi khimar yang menutupi kepala, leher hingga batas dadanya.25

2) Hijab tidak difungsikan sebagai perhiasan

Hijab tidak digunakan sebagai perhiasan untuk dapat menarik perhatian dan pandangan orang lain, yaitu tidak menggunakan hijab dengan motif atau gambar-gambar yang mencolok pada hijab serta tidak menggunakan perhiasan yang dapat mempercantik tampilan hijab.

Allah berfirman, “ ...Dan janganlah mereka menampakkan

perhiasan mereka kecuali apa yang biasa tampak ....” (Qs. An-Nur ayat 31). Dalam ayat ini disebutkan perhiasan yang dimaknai sebagai keindahan pada wanita yang wajib ditutupi.

3) Hijab terbuat dari kain yang tebal dan longgar

Agar tidak terlihat bentuk atau lekuk tubuh pemakainya maka sebaiknya hijab haruslah besar serta dari kain yang tebal sehingga tidak transparan. Rasulullah bersabda:

23

Abu Malik Kamal, Shahih Fikih Sunnah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hal. 46.

24

Siauw, op. cit., hal. 56.

25

(33)

16

“Ada dua kelompok penghuni neraka yang belum pernah

aku lihat, yaitu suatu kaum yang memiliki cambuk layaknya ekor sapi yang digunakannya untuk mencambuk manusia, dan para perempuan yang berpakaian namun layaknya telanjang, berlenggak-lenggok dan menggoda, kepalanya bagaikan punuk unta yang miring; mereka tidak masuk surga dan tidak mencium aromanya, padahal aroma surga tercium dari jarak sekian dan

sekian”. (HR.Muslim)26

Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa wanita yang berpakaian namun telanjang adalah wanita yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang memiliki arti menggunakan pakaian ketat dan tipis serta menggelung rambutnya ke atas atau menggunakan konde layaknya punuk unta adalah wanita yang tidak akan masuk surga. 4) Tidak menggunakan wewangian

Ketika keluar rumah seorang wanita hendaknya tidak perlu menggunakan wewangian yang menyenangat karena hal ini akan menimbulkan fitnah bagi laki-laki yang tidak sengaja dilewatinya.

“Setiap wanita yang mengenakan wewangian (parfum) lalu dia berjalan melewati suatu kaum supaya mereka mencium aroma

wanginya, berarti dia adalah pezina” (HR. An-Nasa‟i, Abu Daud, dan Tirmidzi).27 Larangan diatas bukan berarti perempuan tidak boleh memakai wewangian sama sekali atau dibiarkan berbau tak sedap. Oleh karena itu, jika parfum dengan wangi sedikit/samar atau untuk sekadar menetralkan bau, (misalnya: deodoran), maka boleh.28

26

Abu Malik Kamal, Shahih Fikih Sunnah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hal. 51.

27

Ibid., hal. 53.

28Ummu Sa‟id,

(34)

5) Tidak menyerupai pakaian laki-laki

Pakaian wanita muslimah yang dikenakan tidak menyerupai pakaian laki-laki. Maksudnya adalah seorang wanita yang menggunakan sepotong atau keseluruhan pakaian yang biasa digunakan oleh laki-laki, misalnya celana dan yang lainnya.

“Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang mengenakan pakaian wanita dan wanita yang mengenakan pakaian lelaki.” (HR. Abu Daud dan Ahmad)29

Yang prinsipil dari larangan penyerupaan di antara dua lawan jenis di atas bukan terletak pada sesuatu yang dipilih oleh laki-laki dan perempuan serta yang menjadi kebiasaan mereka, melainkan justeru pada apa yang boleh bagi laki-laki dan yang boleh bagi wanita.30 Maknanya adalah bahwa wanita harus mengenakan apa yang sudah pada kodratnya, yaitu pakaian yang menutup aurat.

2. Interaksi

a. Pengertian Interaksi

Interaksi atau dalam kajian sosiologi biasa disebut dengan interaksi sosial sangat erat kaitannya dengan proses sosial, karena interaksi sosial salah satu bentuk umum dari proses sosial. Proses sosial pada dasarnya merupakan siklus perkembangan dari struktur sosial yang merupakan aspek dinamis dalam kehidupan masyarakat.31

Menurut Gillin dan Gillin yang dikutip oleh Soerjono

Soekanto, “interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara

29

Kamal, loc. cit.

30

Ibid.

31

(35)

18

perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia”.32

Menurut Roucek dan Warren sebagaimana dikutip oleh

Abdulsyani, “Interaksi adalah suatu proses, melalui tindak

balas tiap-tiap kelompok berturut-turut menjadi unsur penggerak bagi tindak balas dari kelompok yang lain, ia adalah suatu proses timbal balik, dengan mana satu kelompok dipengaruhi tingkah laku reaktif pihak lain dan dengan berbuat

demikian ia mempengaruhi tingkah laku orang lain”.33

Menurut H. Booner seperti yang dikutip oleh Elly M. Setiadi,

“interaksi sosial adalah hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau

memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya”.34

Menurut Elly M. Setiadi, “interaksi adalah proses dimana orang-orang berkomunikasi saling mempengaruhi dalam pikiran dan

tindakan”.35

Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, “interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan

kelompok”.36

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan yang terjadi melalui proses pemberian stimulus kemudian diterima dengan respon pada individu ataupun kelompok yang dapat mempengaruhi satu sama lain dalam kehidupan sosial.

32

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), cet. 45, hal. 55.

33

Abdulsyani, op. cit., hal. 153.

34

Elly M. Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 87.

35

Ibid., hal. 86.

36

(36)

b. Syarat Interaksi Sosial

Menurut Soerjono Soekanto, interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu:

1) adanya kontak sosial (social contact); 2) adanya komunikasi.

Kontak sosial merupakan bahasa Latin con atau cum berarti bersama-sama dan tango yang artinya menyentuh. Sehingga kontak sosial memiliki arti yaitu sama-sama menyentuh. Namun dalam kehidupan sosial seperti ini, kontak sosial tidak selamanya harus menggunakan kontak fisik dengan cara menyentuh agar timbul interaksi. Kontak sosial adalah hubungan antara satu orang atau lebih, melalui percakapan dengan saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing dalam kehidupan masyarakat.

Kontak sosial dapat bersifat positif dan negatif, kontak sosial yang bersifat positif apabila hubungan yang dilakukan antara kedua belah pihak dapat menimbulkan reaksi yang bermanfaat bagi keduanya seperti contohnya kerja-sama. Selain kontak sosial yang bersifat positif, terdapat pula kontak sosial yang bersifat negatif yaitu hubungan diantara kedua pihak tidak menghasilkan interaksi bahkan dapat menimbulkan pertikaian atau reaksi yang negatif.

Kontak sosial juga terdapat hal yang sifatnya primer dan sekunder. Kontak sosial primer merupakan hubungan atau interaksi yang dilakukan secara langsung dengan cara bertemu, bertatap muka, berjabat tangan, dan saling berbicara. Sedangkan kontak sosial yang sifatnya sekunder misalnya berhubungan dengan pihak lain secara tidak langsung seperti melalui telepon, surat-menyurat, video call, chatting, dan sebagainya yang memerlukan perantara dalam berinteraksi.

(37)

20

pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Dalam komunikasi terdapat hubungan yang menghasilkan respon atau tanggapan kepada orang lain. Terdapat lima unsur penting dalam komunikasi, yaitu:

1) Komunikator, pihak yang menyampaikan pesan; 2) komunikan, pihak yang menerima pesan;

3) pesan, perihal yang ingin disampaikan untuk komunikan; 4) media, alat untuk menyampaikan pesan;

5) efek, reaksi yang terjadi pada komunikan

c. Faktor yang Mendasari Interaksi Sosial

Dalam interaksi sosial terdapat faktor yang menjadi dasar berlangsungnya proses interaksi, yaitu:

1) Imitasi, merupakan tindakan meniru hal-hal yang terdapat disekitarnya baik kebiasaan, adat maupun norma yang berlaku baik itu tindakan positif atau negatif

2) Sugesti, merupakan pemberian arahan atau pandangan terhadap sesuatu sehingga pihak lain dapat menerima dan menjalankan apa yang diarahkan dari orang yang memberi sugesti.

3) Identifikasi, merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain.37 Identifikasi sifatnya lebih intens dari imitasi, yaitu peniruan secara lebih mendalam terhadap orang lain.

4) Simpati, merupakan sikap tertarik pada orang lain sehingga menimbulkan interaksi sosial yang didasari dari inginnya seseorang memahami orang lain.

d. Interaksi dengan Lawan Jenis

37

(38)

Sebagai mahluk sosial tentu saja manusia membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya termasuk dengan orang asing atau lawan jenis. Lawan jenis disini diartikan laki-laki karena konteks pembahasannya adalah seorang wanita. Tak terkecuali seorang wanita muslim yang memiliki kepentingan untuk interaksi dengan sesama wanita maupun dengan lawan jenis atau laki-laki.

Cara wanita ketika berinteraksi dengan laki-laki yang masih memiliki hubungan kekerabatan (mahram) tentu berbeda dengan laki-laki asing. Dalam hal yang memang jelas dan perlu, syariat membolehkan interaksi antara lelaki dan wanita, keduanya diperbolehkan melaksanakan jual beli, belajar-mengajar, ibadah semisal haji dan umroh, berjihad di jalan Allah, dan lain sebagainya.38 Hakikat mahram bagi wanita adalah laki-laki yang boleh memandangnya, berduaan, dan bepergian dengannya.39 Berkata Imam An-Nawawi yang dikutip oleh Firanda Andirja,

“Yang dimaksud mahrom dari sang wanita ajnabiah yang jika ia berada bersama sang wanita maka boleh bagi seorang pria untuk duduk (berkhalwat) bersama wanita ajnabiah tersebut, disyaratkan harus merupakan seseorang yang sang pria ajnabi sungkan (malu/tidak enak hati) dengannya. Adapun jika mahrom tersebut masih kecil misalnya umurnya dua atau tiga tahun atau yang semisalnya maka wujudnya seperti tidak

adanya tanpa ada khilaf.” (Al-Majmu‟ 4/242).40

“ …. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke

dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama islam) mereka, atau hamba sahaya yang

38

Felix Y. Siauw, Udah Putusin Aja!, (Jakarta: Alfatih Press, 2013), hal. 43.

39

Abu Malik Kamal, Shahih Fikih Sunnah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hal. 58.

40

(39)

22

mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang

beriman, agar kamu beruntung”.41

Mahram dari seorang wanita ialah suaminya dan laki-laki yang haram dinikahinya karena pertalian darah, persusuan, dan perkawinan, mereka yaitu:

1) Bapak dan kakek-kakeknya wanita tersebut dan terus keatas baik dari pihak ayah atau ibunya.

2) Anak dan cucu laki-laki dari wanita tersebut dan terus kebawah. 3) Saudara laki-laki wanita tersebut, baik saudara sekandung, seibu

maupun sebapak.

4) Paman-paman wanita tersebut, baik paman dari saudara lelaki sekandung, sebapak atau seibu.

5) Keponakan wanita tersebut dan terus kebawah baik dari saudara laki-lakinya ataupun saudara perempuannya, sekandung maupun sebapak atau seibu.

6) Anak-anak atau cucu tirinya dan terus kebawah. 7) Mertua atau kakek mertua dan terus keatas.

8) Anak menantu atau cucu menantu dan terus kebawah. 9) Bapak tiri atau kakek tiri dan terus keatas.

Selain kepada mahram yang telah disebutkan diatas, seorang wanita muslim dilarang menampakkan bagian tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Tidak boleh wanita berduaan kecuali dengan mahramnya, tidak boleh wanita berjabat tangan kecuali dengan mahramnya, dan sebagainya yang pada subbab berikutnya akan

41

(40)

dijelaskan mengenai batasan interaksi antara wanita muslim dengan laki-laki yang bukan mahram.

Islam memiliki aturan-aturan khusus dalam berinteraksi bagi wanita dan laki-laki yang bukan mahram, diantaranya sebagai berikut: 1) Berinteraksi hanya untuk keperluan yang penting dan mendesak

Islam mengharamkan aktivitas interaksi antara lelaki dan

wanita yang tidak berkepentingan syar‟i, seperti jalan-jalan bersama, pergi bareng ke masjid atau kajian islam, bertamasya, nonton bioskop, dan sebagainya. Aktivitas ini adalah pintu menuju kemaksiatan yang lain.42 Aktivitas tersebut dapat menimbulkan fitnah diantara keduanya, namun Islam tetap memperbolehkan interaksi yang bersifat penting antara lelaki dan perempuan seperti dalam hal pendidikan, peradilan, medis, dan lain sebagainya.

Sebagaimana yang telah dijelaskan, Rubayyi‟ binti

Mu‟awwidz bercerita, “Kami ikut berperang bersama Rassulullah

saw., memberi minum para tentara, mengobati tentara yang terluka,

dan membawa pulang tentara yang meninggal ke Madinah” (HR.

Bukhari)43

2) Menundukkan pandangan

Seorang muslim dilarang melihat aurat orang lain dan tidak boleh memandang perempuan yang bukan mahram terlalu lama tanpa adanya keperluan. Seorang muslim diwajibkan untuk menundukkan pandangannya terhadap aurat orang lain terutama yang bukan

mahramnya. Jika tidak menjaga pandangannya dikhawatirkan timbul

fitnah atau keburukan serta nafsu. Hal ini juga untuk menjaga diri dan

42

Felix Y. Siauw, Udah Putusin Aja!, (Jakarta: Alfatih Press, 2013), hal. 44.

43

(41)

24

kehormatan seorang muslim, berlaku untuk setiap media yang dapat menimbulkan syahwat.

“Dan katakanlah kepada para perempuan beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya.” (QS An-Nur: 31). Namun Islam tidak melarang untuk wanita dan laki-laki saling

memandang untuk keperluan yang penting. „Keterpaksaan‟

memandang perempuan juga dapat terjadi dalam jual-beli dan sebagainya, yaitu untuk mengetahui dan membedakan seorang perempuan dengan perempuan lainnya, hingga seseorang mendapatkan jaminan atau pertanggungjawaban dalam jual-beli, misalnya, untuk menawar harga.44 Maka disepakai oleh para ulama bahwa memandang dengan tujuan transaksi atau keperluan penting lainnya diperbolehkan.

3) Berinteraksi dengan penuh etika dan moral

Jika seorang wanita dan laki-laki memiliki keperluan untuk saling berbicara hendaknya mereka menjaga etika saat berkomunikasi dan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan syahwat. Misalnya, tidak berbicara secara pelan dan lemah lembut serta berbicara tanpa gerakkan-gerakkan yang dapat memperlihatkan perhiasannya.

Sebab dibolehkannya percakapan itu adalah adanya kebutuhan dan harus berlandaskan ketentuan-ketentuan syariat Islam.45 Hal tersebut sesuai dengan firman Allah pada surat al-ahzab ayat 32.

ء س

ب

حأك س

ء س

ۚ ق

ف

ب عض

ق

ع ّ ف

ب ق ف

ق

ق

ف ع ا

ا

١٣

44

Ibid., hal. 262.

45

(42)

Wahai istri-istri Nabi! kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (melemah-lembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.46

4) Larangan khalwat (berduaan)

seorang wanita dan laki-laki yang bukan mahram dilarang untuk berduaan tanpa adanya mahram yang mendampingi. Hal ini dikhawatirkan menimbulkan perbuatan maksiat karena diantara mereka terdapat setan. Khalwatnya seorang laki-laki dengan wanita asing secara bertahap akan menggiring pada kebinasaan serta menggiring pada perbuatan dosa.47

“Sungguh, seorang laki-laki tidak boleh berduaan dengan seorang perempuan, kecuali perempuan itu bersama mahramnya.” (HR. Bukhari & Muslim)48

5) Menghindari berjabat tangan

Sebisa mungkin menghindari bersalaman dengan laki-laki yang bukan mahram dalam situasi umum yang tidak mendesak.

Diriwayatkan oleh Ma‟qil Ibnu Yasar bahwa Rasulullah saw.,

bersabda, ”Tertusuk jarum besi pada kepala seseorang di antara kalian lebih baik daripada menyentuh perempuan yang tidak halal baginya”.

(HR. Baihaqi)49

Namun di antara laki-laki dan wanita diperkenankan untuk saling menyapa tanpa berjabat tangan. Diriwayatkan dari Asma Binti

46

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta: PT Sygma, 2010), hal. 422.

47 Ummu Sa‟id,

Berdua-duaan Dengan Wanita, https://muslimah.or.id/5366-berdua-duaan-dengan-wanita.html. Diakses pada hari minggu, 5 September 2016, pukul 13.34 wib.

48

Abu Malik Kamal, Fiqih Sunnah Wanita, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), hal. 263.

49

(43)

26

Yazid, bahwa pada suatu hari, Rasulullah saw melintas didepan masjid dan beberapa orang wanita sedang duduk disana. Lalu beliau

melambaikan tangannya sambil mengucapkan salam”. (HR. Tirmidzi,

Abu Daud, dan Ibnu Majah)50

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ria Kurniawati yang

berjudul “Hubungan Interaksi Sosial Antar Siswa Dengan Hasil Belajar IPS” menunjukkan bahwa interaksi sosial antar siswa dengan hasil

belajar IPS memiliki hubungan yang cukup signifikan, karena hubungan antara keduanya berada pada nilai 0,473. Yaitu berada pada rentang 0,40-0,70 yang menunjukkan adanya korelasi yang sedang atau cukupan.51

Penelitian lain yang berjudul “Hubungan Status Sosial Ekonomi

Orang Tua Dengan Interaksi Sosial Antar Siswa” oleh Neneng Widiyawati menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status sosial ekonomi orang tua dengan interaksi sosial antar siswa, dari hasil perhitungan diperoleh yaitu dalam kategori sedang atau cukupan. Hal ini berdasarkan pengujian hipotesis yang mendapatkan nilai sebesar 0,591.52

Selain itu juga terdapat penelitian oleh Eko Wahyuningsih yang

berjudul “Pengaruh Interaksi Sosial Dengan Teman Sebaya dan Pola

Asuh Orang Tua Otoriter Terhadap Motivasi Belajar” yang menunjukkan ada pengaruh interaksi sosial dengan teman sebaya dan pola asuh orang tua otoriter terhadap motivasi belajar dengan nilai signifikan 0,436.53

50

Abu Malik Kamal, Shahih Fikih Sunnah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hal. 78.

51

Ria Kurniawati, Hubungan Interaksi Sosial Antar Siswa Dengan Hasil Belajar IPS, (Jakarta: Skripsi Pendidikan IPS, 2010), hal. 73.

52

Neneng Widiyawati, Hubungan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Dengan Interaksi Sosial Antar Siswa, (Jakarta: Skripsi Pendidikan IPS, 2012), hal. 101.

53

(44)

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah skripsi dari Ruliana mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam, UIN Malang yang berjudul Motivasi Siswa Memakai Jilbab di Sekolah (Studi Kasus di SMA Islam Kepanjen Malang). Penelitian ini membahas mengenai apa yang memotivasi siswi untuk berjilbab di sekolah, diperoleh dari hasil penelitian yaitu motivasi siswi yang berjilbab di SMA Kepanjen Malang adalah keinginan yang ikhlas dari dalam diri untuk menutup aurat seperti

yang Allah perintahkan dalam al Qur‟an selain itu motivasi lain para

siswi yaitu hanya untuk mengikuti atau menaati peraturan sekolah yang mewajibkan para siswi untuk memakai jilbab pada hari Kamis dan

Jum‟at.

Penelitian lainnya yang relevan adalah skripsi dengan judul Pengaruh Memakai Jilbab Terhadap Akhlak siswi SMUN 5 Semarang, yang disusun oleh M. Abdul Aziz, fakultas Tarbiyah jurusan Pendidikan Agama Islam, IAIN Semarang. Dari penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa adanya hubungan positif antara memakai jilbab dengan akhlak siswi SMU 5 Semarang, akhlak yang dimaksud disini adalah akhlak terpuji.

C. Kerangka Berpikir

Agama islam telah mewajibkan bagi wanita untuk menutup auratnya atau bagian tubuh yang tidak boleh dilihat laki-laki yang bukan mahram

dengan menggunakan pakaian syar‟i, dalam hal ini adalah hijab syar‟i yang

(45)

28

Seorang wanita yang telah memahami syari‟at islam dengan mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari, yaitu dengan ikhlas mulai mengenakan hijab syar‟i harus mengetahui batasan-batasan dalam berinteraksi terhadap lawan jenis yang bukan mahram. Memang sangat sulit pada jaman sekarang ini untuk menghindari kontak langsung dengan lawan jenis, karena wanita muslim juga butuh keluar rumah untuk menuntut ilmu atau keperluan lainnya yang tidak hanya terus tinggal didalam rumah.

Dalam hal ini contohnya mahasiswi-mahasiswi yang mengenakan hijab syar‟i makin menjamur dilingkungan kampus maupun lingkungan majelis-majelis ilmu. Sebagian dari mereka memiliki perangai santun dan

bersikap islami mencerminkan pakaian syar‟i yang mereka kenakan sebagai

[image:45.595.89.570.257.827.2]

identitas wanita muslim yang sesungguhnya. Namun, pada kenyataannya ada pula beberapa mahasiswi yang telah memakai pakaian syar‟i perilakunya masih jauh dari kata islami. Mahasiswi yang mengenakan hijab syar‟i seharusnya mereka memiliki batasan-batasan dalam interaksi terhadap lawan jenis yang bukan mahramnya. Dari uraian diatas, dapat diperkirakan ada pengaruh pemakaian hijabsyar‟i terhadap interaksi dengan lawan jenis.

Gambar 2.1

Bagan Kerangka Berpikir

Pengaruh Pemakaian Hijab Syar‟i Terhadap

Interaksi dengan Lawan Jenis

Pemakaian Hijab

Syar‟i Interaksi dengan Lawan Jenis

(46)

D. Hipotesis Penelitian

Menurut Sugiyono, hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Berdasarkan deskripsi teoritis dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan sebuah hipotesis sebagai berikut:

H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pemakaian hijab syar‟i terhadap interaksi dengan lawan jenis.

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara pemakaian hijab syar‟i terhadap interaksi dengan lawan jenis.

Hijab terbuat dari kain yang

tebal dan longgar.

(47)

30

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian ini di Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Gedung Student Center (SC) lantai. 3, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang beralamat di Jalan Ir. H. Djuanda No. 95, Ciputat, Tangerang Selatan. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 19 September 2016 sampai dengan tanggal Oktober 2016.

B.Metode Penelitian

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka, atau data kualitatif yang diangkakan (skoring).54 Penelitian yang dalam pengolahan datanya menggunakan angka dan statistik serta dilengkapi tabel, grafik, dan bagan ini bertujuan untuk mencari solusi dari permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Dalam penelitian ini digunakan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat, yaitu:

1. Variabel Independen (bebas) adalah variabel yang menjadi suatu penyebab. Variabel bebas merupakan variabel yang variabelnya diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang diobservasi.55 Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas (X) adalah Pemakaian hijab syar‟i. 2. Variabel dependen (tergantung) adalah variabel yang menjadi suatu

akibat atau yang dipengaruhi. Variabel tergantung adalah variabel yang variabelnya diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang

54

Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, (Jakarta: Alfabeta, 2009), hal. 23.

55

(48)

variabel tergantung (Y) adalah interaksi dengan lawan jenis.

C.Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.57 Jika seorang peneliti ingin meneliti suatu daerah atau wilayah secara keseluruhannya sesuai dengan karakteristik yang ingin diteliti, hal ini disebut populasi.

Dalam penelitian ini, populasi yang menjadi subjek penelitian adalah mahasiswi yang memakai hijab syar‟i pada unit kegiatan mahasiswa lembaga dakwah kampus Syahid di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.58 Agar memudahkan sebuah penelitian, digunakan teknik penelitian sampel yang dapat mewakili seluruh subjek populasi penelitian. Penelitian ini menggunakan teknik sampel kelompok atau Cluster Sampling. Dalam sampling ini, populasi dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok atau klaster.59

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswi yang memakai hijab syar‟i pada lembaga dakwah kampus Syahid di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang masih aktif berorganisasi dalam angkatan 2013 Al-Anfal sebanyak 50 mahasiswi.

D.Sumber Data

Data merupakan sumber yang paling penting untuk menyikapi suatu permasalahan yang ada dan data jugalah yang akan menjawab permasalahan yang diteliti. Yang dimaksud dengan sumber data dalam

56

Ibid., hal. 54.

57

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013), hal. 173.

58

Ibid., hal. 174.

59

(49)

32

penelitian ini adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.60 Data yang diperoleh peneliti terbagi dalam dua jenis, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang cara memperolehnya secara langsung dari narasumber atau responden. Dalam hal ini data yang diperoleh oleh peneliti adalah hasil dari penyerahan kuesioner dan wawancara yang diberikan kepada mahasiswi anggota lembaga dakwah kampus Syahid angkatan 2013.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang cara memperolehnya bersumber dari literatur lain serta teori-teori yang relevan terhadap penelitian ini. Selain itu juga data diperoleh dari gambaran umum profil lembaga yang diteliti.

E.Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penelitian, instrumen penelitian sangat diperlukan sebagai alat untuk mengumpulkan data. Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu:

1. Observasi

Metode observasi adalah suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis, dengan prosedur yang terstandar.61 Jenis observasi yang digunakan adalah observasi langsung yaitu mengamati kegiatan tanpa adanya perantara lain pada objek yang diamati. Observasi pada penelitian ini yaitu mengamati secara langsung kegiatan yang dilaksanakan oleh Lembaga Dakwah Kampus Syahid.

2. Kuesioner

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang

60

Arikunto, op. cit., hal. 172.

61

(50)

pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.62 Peneliti menggunakan kuesioner tertutup yang jawabannya telah disediakan oleh peneliti sehingga responden hanya tinggal memilih jawabannya.

[image:50.595.120.514.188.652.2]

Kuesioner diberikan kepada subjek penelitian yaitu mahasiswi anggota Lembaga Dakwah Kampus Syahid. Agar penelitian menjadi lebih mudah, sebelum membuat pertanyaan kuesioner peneliti membuat kisi-kisi kuesioner yang meliputi pertanyaan-pertanyaan yang disesuaikan dengan indikator variabel.

Tabel 3.1

Kisi-kisi Kuesioner Variabel X

Variabel Indikator Nomor Butir Soal Jumlah

Positif Negatif

Variabel X Pemakaian

Hijab

Syar‟i

1.Hijab menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.

1 2 2

2.Hijab tidak

difungsikan sebagai perhiasan.

3 4,9,10,

11 5

3.Hijab terbuat dari kain

yang tebal dan longgar. 5,7 6,8 4 4.Tidak menggunakan

wewangian. 15 12 2

5.Tidak menyerupai

pakaian laki-laki. 14 13,16 3

Jumlah 6 10 16

62

(51)
[image:51.595.122.514.119.694.2]

34

Tabel 3.2

Kisi-kisi Kuesioner Variabel Y

Variabel Indikator

Nomor Butir

Soal Jumlah

Positif Negatif

Variabel Y Interaksi dengan Lawan Jenis

1.Berinteraksi hanya untuk keperluan penting dan mendesak.

18,19 17 3

2.Berinteraksi dengan menundukkan pandangan.

20 31 2

3.Berinteraksi dengan

penuh etika dan moral. 22,32 21 3 4.Ber

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir
Tabel 3.1 Kisi-kisi Kuesioner Variabel X
Tabel 3.2
Tabel 3.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kapasitas harian dapat ditingkatkan sampai 25% melalui lembur dengan tambahan biaya sebesar Rp1.500 per unit dari biaya produksi pada jam kerja reguler. Jika terjadi

Hasil analisis ragam menunjukkan tiga bahan pelapis terbaik, yaitu CMC 1%, CMC 1.5% + gipsum 1%, dan CMC 1.5% + talk 1% yang menghasilkan nilai lebih tinggi pada tinggi bibit,

Hasil observasi tersebut pada saat kegiatan tari berlangsung dari awal sampai akhir pembelajaran pelatih tari tidak secara khusus menggunakan materi dari buku, materi yang

Kebijakan Balitbangtan terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual dan alih teknologi adalah Peraturan Menteri Pertanian Nomor 06 tahun 2012 tentang Kerja sama Penelitian dan

Sehubungan hal tersebut, generasi muda sebagai pilar bangsa diharapkan memiliki jiwa patriotisme dan nasionalisme dengan tetap bertahan pada nilai-nilai budaya

Tujuan utama dari Kemenristekdikti mempersiapkan program pendidikan tinggi menghadapi globalisasi pendidikan dan revolusi industri 4 antara lain: (1) mempersiapkan

Pemetaan Rantai Nilai pada rantai nilai ubi kayu di Kabupaten Pati terdapat 3 model rantai nilai dan 5 (lima) pelaku rantai nilai yaitu petani, penebas, penggiling,

,QGRQHVLD PDVLK PHQJHNVSRU SURGXN SHUWDQLDQ GDODP EHQWXN VHJDU VHKLQJJD KDUJD MXDOQ\D UHQGDK GDQ WLGDN ELVD EHUVDLQJ GHQJDQ SURGXN RODKDQ \DQJ PHPLOLNL QLODL MXDO OHELK WLQJJL