• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 UNSUR PORNOGRAFI DALAM PROGRAM ACARA TELEVISI (ANALISIS ISI UNSUR PORNOGRAFI PADA EMPAT EPISODE TAYANGAN “MISTER TUKUL JALAN-JALAN” DI STASIUN TELEVISI TRANS 7)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB 2 UNSUR PORNOGRAFI DALAM PROGRAM ACARA TELEVISI (ANALISIS ISI UNSUR PORNOGRAFI PADA EMPAT EPISODE TAYANGAN “MISTER TUKUL JALAN-JALAN” DI STASIUN TELEVISI TRANS 7)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi Massa

2.1.1 Media Massa Indonesia Harus Perhatikan Definisi Komunikasi Massa Secara peran dan fungsi media massa, sudah sepantasnya media-media nasional Indonesia kembali mempertimbangkan seperti apa pemahaman dan pengertian media masa sesuai yang telah dipaparkan oleh para ahli Ilmu Komunikasi terdahulu.

Para ahli komunikasi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan komunikasi massa adalah kegiatan komunikasi yang mengharuskan unsur-unsur yang terlibat didalamnya saling mendukung dan bekerja sama, untuk terlaksananya kegiatan komunikasi massa ataupun komunikasi melalui media massa, jelasnya merupakan singkatan dari komunikasi media massa. Kemudian para ahli komunikasi membatasi pengertian media massa pada komunikasi dengan menggunakan media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, atau film.

Bagaimana peliknya komunikasi massa, seperti yang dikatakan oleh Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, yaitu:

“Yang dimaksud dengan komunikasi massa adalah komunikasi dengan menggunakan media massa, yang meliputi surat kabar, yang mempunyai sirkulasi yang luas, radio dan televisi yang siarannya ditujukan kepada umum dan film-film yang dipetunjukan di gedung-gedung bioskop” (Effendy, 2011 h, 11).

(2)

pers radio dan televisi dengan nama “Message” dapat diterima oleh komunikannya yang anonim dari heterogen secara “Timely” (tepat), masal dan simultaneously (bersamaan) (Abdurrahman, 2005 h, 75).

Begitu banyaknya definisi tentang komunikasi massa, akan tetapi sebetulnya tujuan komunikasi massa adalah sama, yaitu menyampaikan pesan melalui media yang mampu menjangkau khlayak yang banyak. Seperti yang disimpulkan oleh Meletzke 1983, (Jalaludin Rakhmat, 2005) dalam bukunya Psikologi Komunikasi:

1. Komunikasi kita artikan setiap bentuk komunikasi massa yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar. 2. Komunikasi massa dibedakan dengan komunikasi lainnya dengan suatu

kenyataan bahwa komunikasi massa dialamatkan kepada sejumlah populasi dari berbagai kelompok dan bukan hanya satu atau beberapa individu atau sebagai khusus populasi. Komunikasi massa juga mempunyai anggapan tersirat akan adanya alat-alat khusus untuk menyampaikan komunikasi agar komunikasi dapat sampai pada saat yang sama. Semua orang mewakili berbagai masyarakat.

(3)

organisasi yang kompleks yang melibatkan biaya yang besar (Rakhmat,2005 h 212-213).

Komunikasi massa terbatas pada proses penyebaran pesan melalui media massa yakni surat kabar, radio, televisi, film, majalah, dan buku, tidak mencakup proses komunikasi tatap muka (face to face communication) yang juga tidak kurang pentingnya, terutama dalam kehidupan organisasi.

Dengan mempertimbangkan hal-hal mendasar diatas bisa dipastikan media massa di Indonesia khususnya Televisi nasional akan terus memperhatikan tatanan dan kembali ke peran dan fungsi awal media. Setelah memperhatikan hal mendasar tersebut kemdian media harus juga meninjau kembali ciri-ciri komunikasi massa.

2.1.2 Media Memahami Ciri-Ciri Komunikasi Massa

Seperti dikatakan oleh Severin dan Tankard, Jr, komunikasi massa adalah keterampilan, seni, dan ilmu, dikaitkan dengan pendapat Devito bahwa komunikasi massa ditujukan kepada massa melalui media massa jika dibandingkan dengan jenis-jenis komunikasi lainnya, maka komunikasi massa memiliki ciri-ciri khusus antara lain :

1. Komunikasi massa berlangsung satu arah.

(4)

2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga.

Artinya media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi. Oleh karena itu, komunikatornya melembaga atau dalam bahasa asing disebut Institusionalized Communicator atau Organized communicator.

3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum (public).

Hal ini dikarenakan ditujukan pada perseorangan atau pada sekelompok orang tertentu. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan artinya media massa memiliki kemampuannya untuk menimbulkan keserempakan pada pihak khalayak dalam menerima pesan-pesan yang disebarkan.

4. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen.

(5)

2.1.3 Arah Fungsi Komunikasi Massa

Bagian terpenting dalam media adalah mengetahui bagaimana fungsi sesungguhnya media massa di tempatkan dalam lingkungan public. Media-media Indonesia khusunya pada jenis media elektronik atau Televisi kini sudah banyak yang berbelok dari fungsi media sebenarnya. Berikut Fungsi media menurut Harold D. Laswell dalam (Effendy, 2009, h. 27).

Harold D. Lasswell, pakar komunikasi terkenal, juga telah menampilkan pendapatnya mengenai fungsi komunikasi itu. Dikatakan bahwa proses komunikasi di masyarakat menunjukan tiga fungsi:

1. Pengamatan terhadap lingkungan, penyingkapan ancaman dan kesempatan yang mempengaruhi nilai masyarakat dan bagian-bagian unsur didalamnya.

2. Korelasi unsur-unsur masyarakat ketika menanggapi lingkungan. 3. Penyebaran warisan sosial. Disini berperan para pendidik, baik dalam

kehidupan rumah tangganya maupun di sekolah, yang mewariskan kehidupan sosial pada keturunan berikutnya (Effendy, 2009, h. 27). Sedangkan fungsi komunikasi massa menurut Sean McBride dan kawan-kawan dalam buku Aneka Suara, Satu Dunia (Many Voices one World) adalah sebagai berikut :

(6)

secara jelas terhadap kondisi internasional, lingkungan, dan orang lain, agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

2. Sosialisasi (pemasyarakatan) merupakan penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif, yang menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif didalam masyarakat. 3. Motivasi merupakan penjelasan setiap tujuan masyarakat jangka

pendek maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar.

4. Perdebatan dan diskusi yaitu menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah publik, meyediakan bukti-bukti yang relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum dan agar masyarakat lebih melibatkan diri dalam masalah yang menyangkut kegiatan bersama di tingkat internasional, nasional, dan lokal.

5. Pendidikan merupakan pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, dan pendidikan keterampilan, serta kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.

(7)

kebudayaan dengan memperluas horizon seseorang, membangunkan imajinasi dan mendorong kreativitas serta kebutuhan estetiknya.

7. Hiburan merupakan penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan citra dari drama, tari, kesenian, kesusastraan, musik, komedi, olah raga, permainan, dan sebaigainya untuk rekreasi dan kesenangan kelompok dan individu.

8. Intergrasi merupakan penyedia bagi bangsa, kelompok, dan individu, kesempatan memperoleh berbagai pesan yang diperlukan mereka agar mereka dapat saling kenal, mengerti, dan menghargai kondisi, pandangan, dan keinginan orang lain.

2.1.4 Media Di Indonesia Memiliki Karakteristik Komunikasi Massa

Karakteristik komunikasi massa meliputi lima hal berikut di bawah ini:

1. Komunikasi massa bersifat umum.

Pesan komunikasi yang disampaikan melalui media massa adalah terbuka untuk semua orang. Meskipun pesan komunikasi masa bersifat umum dan terbuka, sama sekali terbuka juga jarang diperoleh, disebabkan faktor yang bersifat paksaan yang timbul karena struktur sosial.

1. Komunikan bersifat heterogen.

(8)

berbeda, dengan kebudayaan yang beragam, berasal dari berbagai lapisan masyarakat.

Komunikan dalam komunikasi massa adalah orang yang disatukan oleh suatu minat yang sama yang mempunyai bentuk tingkah laku yang sama dan terbuka bagi pengaktifan tujuan yang sama; meskipun demikian orang-orang yang tersnagkut tadi tidak saling mengenal, berinteraksi secara terbatas, dan tidak terorganisasi. Komposisi komunikan tersebut tergeser-geser terus-menerus, serta tidak mempunyai kepemimpinan atau perasaan identitas.

2. Media Massa menimbulkan keserempakan.

Yang dimaksudkan dengan keserempakan alah keserempakan dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah. Keserempakan juga adalah penting untuk keseragaman dalam seleksi dan interpretasi pesan-pesan. Tanpa komunikasi massa hanya pesan-pesan yang sangat sederhana saja yang disiarkan tanpa perubahan dari orang yang satu ke orang yang lain.

3. Hubungan komunikator-komunikan bersifat non-pribadi.

(9)

4. Berlangsung satu arah (one way communication)

Yaitu komunikator kepada komunikan. Tanggapan atau reaksi muncul belakangan (Romly, 2002, h. 4).

2.2 Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa

Televisi adalah media massa yang masih menjadi alat komunikatif pertama yang dikonsumsi masyarakat luas untuk mendapatkan informasi-informasi penting yang dibutuhkan. Artinya televisi harus semakin bisa menggunakan peran dan fungsi media sesuai kebutuhan oleh masyarakat luas, bukan lagi mempentigkan golongan-golongan yag berkepntingan.

Begitu banyak jenis media komunikasi massa mulai dari surat kabar, majalah, buku, radio, film, televisi dan lain sebagainya. Diantara jenis media komunikasi massa tersebut yang paling efektif adalah televisi. (J.B Wahyudi, 1986, h. 49) Televisi berasal dari dua kata yang berbeda asalnya, yaitu tele (bahasa Yunanni) yang berarti jauh, dan visi (videre – bahasa Latin) berarti penglihatan. Dengan demikian televisi yang dalam bahasa inggrisnya television diartikan dengan melihat jauh. Melihat jauh disini diartikan dengan, gambar dan ssuara yang diproduksi disuatu tempat (studio televisi) dapat dilihat dari tempat “lain” melalui sebuah perangkat penerima.

(10)

Farnsworth berhasil menciptakan pesaawat televisi pertama yang dipertunjukan kepada umum pada pertemuan World’s Fair pada tahun 1939. Perang dunia ke-2 sempat menghentikan perkembangan televisi. Namun setelah perang usai, teknologi baru yang telah disempurnakan selama perang, berhasil mendorong kemajuan televisi. Kamera televisi baru tidak lagi membutuhkan banyak cahaya sehingga para pengisi acara di studio tidak lagi kepanasan. Selain itu, layar televisi sudah menjadi lebih besar terdapat lebih banyak program yang tersedia dan sejumlah stasiun televisi lokal mulai membentuk jaringan. Masa depan televisi mulai terlihat menjanjikan.

Televisi sebagai salah satu bentuk media massa memiliki ciri dan sifat yang berbeda dengan media massa lainnya, bahkan antara sesama media penyiaran, misal radio dan televisi, terdapat berbagai perbedaan sifat. Media massa televisi meskipun sama dengan radio dan film sebagai media massa elektronik, tetapi mempunyai mempunyai ciri dan sifat yang berbeda, terlebih lagi dengan media massa cetak seperti surat kabar dan majalah. Media dapat dibaca kapan saja tetapi televisi dan radio hanya dapat dilihat sekilas dan tiddak dapat diulang. (Morissan, 2009, h. 6).

(11)

bisa juga bersifat informatif, hiburan dan pendidikan, atau bahkan gabungan gabungan dari ketiga unsur tersebut. Televisi menciptakan suasana tertentu, yaitu para pemirsanya dapat melihat dengan duduk santai tanpa kesengajaan untuk menyaksikannya. Penyampaian pesan seolah-olah langsung antara komunikator dan komunikan. Informasi yang disampaikan oleh televisi, akan mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio dan terlihat secara visual

Televisi sebagai komunikasi massa dapat dijelaskan (dalam Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa: 1996, h. 16) Komunikasi massa media televisi ialah proses komunikasi antara komunikator dengan komunikan (massa) melalui sebuah sarana, yaitu televisi. Komunikasi massa media televisi bersifat periodik. Dalam komunikasi massa media tersebut, lembaga penyelenggara komunikasi bukan secara perorangan, melainkan melibatkan banyak orang dengan organisasi yang kompleks serta pembiayaan yang besar. Karena media televisi bersifat “transitory” (hanya meneruskan) maka pesan-pesan yang disampaikan melalui media massa tersebut, hanya dapat didengar dan dilihat secara sekilas. Pesan-pesan di televisi bukan hanya didengar, tetapi juga dapat dilihat dalam gambar yang bergerak (audio visual). (JB. Wahyudi, Komunikasi Jurnalistik).

Memasukkan paradigma Lasswell dalam komunikasi massa media televisi, secara tegas memperlihatkan bahwa dalam setiap pesan yang disampaikan televisi, tentu saja mempunyai tujuan khalayak sasaran serta akan mengakibatkan umpan balik, baik secara langsung maupun tidak langsung.

(12)

menerima konsekuensi atas kebutuhannya untuk mendapatkan informasi atau hanya untuk mencari hiburan setelah beraktivitas sehari-hari. Namun perlu diperketat untuk isi pesan yang disampaikan melalui pihak yang berwenang agar tidak terjadi perubahan yang negatif pada pemirsa.

2.2.1 Penyiaran Sebagai Komunikasi Massa

Perkembangan teknologi komunikasi telah melahirkan masyarakat yang makin besar tuntutannya akan hak untuk mengetahui dan hak untuk mendapatkan informasi. Informasi telah menjadi kebutuhan bagi masyarakat dan telah menjadi komoditas penting dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, penyiaran media massa mempunyai peranan penting untuk mendapatkan informasi.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran pada Bab 1 Pasal 1 poin 2 yang dimaksud penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, dilaut atau diantariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

(13)

Perkembangan siaran telelevisi diawali munculnya penemuan Paul Nipkow. Pada tahun 1883, pada saat Telegraph dan Telephone, mulai dipergunakan orang dengan prinsip kata-kata diubah menjadi signal dan selanjutnya signal diubah lagi menjadi kata-kata melalui kabel secara elektris, maka pada saat itu Paul Nipkow, seorang mahasiswa jerman di Berlin menemukan prinsip gambar kecil yang dibentuk oleh elemen-elemen secara teratur. Pada tahun 1884 Paul Nipkow menyempurnakan alat penemuanya didalam bentuk lingkaran nipkow atau jantra nipkow dan kemudian para ahli mengembangkan alat tersebut sehingga menghasilkan siaran televisi (J.B. Wahyudi, 1986, h. 58).

Sejarah penggunaan frekuensi Siaran TV di Indonesia dimulai dengan penggunaan saluran VHF oleh TVRI pada tahun 1962. Sejak saat itu sampai sekitar tahun 1990-an, TVRI menjadi sebagai satu-satunya penyelenggara Siaran TV di Indonesia dengan jangkauan wilayah siaran hampir mencapai 80% wilayah Indonesia. Terdapatsekitar 400 pemancar TVRI di seluruh wilayah Indonesia yang menggunakan frekuensi VHF Sehingga penggunaan kanal VHF relatif cukup padat di Indonesia.Sejak tahun 1987, TVRI mulai berencana untuk beralih ke saluran UHF. Asumsi yang digunakan TVRI saat itu adalah dibutuhkan satu sampai dengan dua saluran UHF untuk menyediakan layanan sejumlah program nasional di seluruh wilayah Indonesia tersebut.

(14)

Agency) membuat Master Plan Frekuensi TV UHF untuk 7 program nasional (5 program TV swasta nasional dan 2 programa TVRI).

Dalam penyiaran media massa radio ataupun televisi biasanya terdiri dari beberapa orang-orang atau tim. Mulai dari orang-orang administrasi, orang-orang teknis dan orang-orang penyiaran. Pada dasarnya dalam sebuah penyiaran agar pesan dapat tersampaikan ke pemirsa terdapat tiga unsur utama yaitu studio televisi, transmisi, dan pesawat televisi.

Siaran televisi dapat terlaksana untuk menyampaikan pesan dengan proses seperti pada gambar dibawah ini:

TELEVISI MEDIUM

(Sumber Gambar: J.B Wahyudi, 1986, h. 47)

Bertindak sebagai Komunikator dan sekaligus sebagai Sumber Informasi adalah pihak penyelenggara Siaran. Idea/Isi Pesan komunikator diproduksi dengan dan disiarkan melalui Stasiun Televisi (studio dan transmisi) dan selanjutnya isi pesan (hasil produksi) dapat dilihat oleh Komunikan melalui Pesawat Televisi (receiver). Isi Pesan itu bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku atau mempengaruhi komunikan. (J.B Wahyudi, 1986, h. 47).

Studio Transmi

ssi

ISI PESAN Pesawat

televisi Komunikator

+

Sumber Informasi

Massa Komunikan

(15)

Penyiaran pada dasarnya merupakan kemajuan teknologi yang dihasilkan manusia pada saat kurang efektifnya menciptakan atau menerima pesan terutama ke orang banyak sekaligus (massa) untuk berkomunikasi. Dalam teori media dan masyarakat massa Barran & Davis (2000) misalnya dikatakan bahwa media memililki sejumlah asumsi untuk membentuk masyarakat, yakni:

1. Media massa (tak terkecuali penyiaran) memiliki efek yang berbahaya sekaligus menular bagi masyarakat. Untuk meminimalisir efek ini di Eropa pada masa 1920-an, penyiaran dikendalikan oleh pemerintah, walaupun ternyata kebijakan ini justru berdampak buruk di Jerman dengan digunakannya penyiaran untuk propaganda Nazi.

2. Media masssa memiliki kekuatan untuk mempengaruhi pola pikir rata-rata audiennya. Bahkan pada asumsi berikutnya dalam teori ini dikatakan bahwa ketika pola pikir seseorang sudah terpengaruh oleh media, maka semakin lama pengaruh tersebut semakin besar.

(16)

2.3 Pengertian Pornografi Dan Pornomedia

Secara etimologi, pornografi berasal dari dua suku kata, yaitu pornos dan grafi. Pornos, artinya suatu perbuatan yang asusila (dalam hal yang berhubungan dengan seksual), atau perbuatan yang bersifat tidak senonoh atau cabul. Grafi adalah gambar atau tulisan, yang dalam arti luas yang isi atau artinya menunjukkan atau menggambarkan sesuatu yang bersifat asusila atau menyerang rasa kesusilaan dimasyarakat. Pornografi bersifat relatif, artinya tergantung pada ruang, waktu, tempat dan orangnya serta kebudayaan suatu bangsa. Menurut KBBI pornografi adalah 1. Penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi; 2 Bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu birahi dalam seks. Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi, “pornografi” adalah gambaran, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara bunyi, gambar gerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

Seperti yang dikutip dari buku Pornomedia (Burhan Bungin, 2003:154) Secara garis besar dalam wacana porno atau tindakan pencabulan kontemporer, ada beberapa bentuk porno, yaitu:

a. Pornografi, adalah gambar-gambar porno yang dapat diperoleh dalam bentuk fotoatau gambar video.

(17)

pribadi secara detail danvulgar sehingga pembaca merasa menyaksikan atau mengalami sendiri

c. Pornosuara, adalah suara, tuturan dan kalimat-kalimat yang diucapkan seseorang yanglangsung atau tidak langsung baik secara halus maupun vulgar berkait denganobjek atau aktivitas seksual tertentu.

2.3.1 Tayangan Pornografi Pada Media

Disini unsur media menjadi suatu patokan utama berkait dengan batasan pornografi tersebut. Media yang dimaksud dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga ) kelompok besar yaitu :

1. Media audio (dengar). Yang termasuk dalam kategori ini diantaranya siaran radio, kaset, CD, telepon, ragam media audio lain yang dapat diakses di internet.

a) Lagu-lagu yang mengandung lirik mesum, lagu-lagu yang mengandung bunyi-bunyian atau suara-suara yang dapat diasosiasikan dengan kegiatan seksual;

b) Program radio dimana penyiar atau pendengar berbicara dengan gaya mesum.

(18)

2. Media audio-visual (pandang-dengar) seperti program televisi, film layar lebar, video, laser disc, VCD, DVD, game komputer, atau ragam media audio visual lain yang dapat diakses di internet.

a) Film-film yang mengandung adegan seks atau menampilkan artis yangtampil dengan pakaian minim atau tidak (seolah-olah) tidak berpakaian.

b) Adegan pertunjukkan musik dimana penyanyi, musisi atau penari latar, hadir dengan tampilan dan gerak yang membangkitkan syahwat penonton.

3. Media visual (pandang) seperti koran, majalah, tabloid, buku (karya sastra, novel popular, buku non-fiksi) komik, iklan billboard, lukisan, foto atau bahkan media permainan seperti kartu:

a) Berita, cerita atau artikel yang menggambarkan aktivitas seks secara terperinci atau yang memang dibuat dengan cara yang demikian rupa untuk merangsang hasrat seksual pembaca.

b) Gambar, foto adegan seks atau artis yang tampil dengan gaya yang dapat membangkitkan daya tarik seksual.

(19)

Oleh karenanya jika pornografi diberi batasan sebagai sesuatu yang mengandung unsur seksualitas, erotika atau sejenisnya yang ditampilkan melalui media, maka segala sesuatu perilaku atau tampilan yang dianggap dapat membangkitkan hasrat seksual namun tidak tampil dalam media baik audio maupun visual tertentu, tidak dapat disebut sebagai pornografi.

Secara garis besar dalam wacana porno atau tindakan pencabulan kontemporer, dalam buku (Pornomedia Burhan Bungin, 2003, h. 154) terdapat empat wacana antara lain :

1. Pornografi, adalah gambar-gambar porno yang dapat diperoleh dalam bentuk foto atau gambar video.

2. Pornoteks, adalah karya pencabulan yang mengangkat cerita berbagai versi hubungan seksual dalam bentuk narasi, testimonial, atau pengalaman pribadi secara detail dan vulgar sehingga pembaca merasa menyaksikan atau mengalami sendiri.

3. Pornosuara, adalah suara, tuturan dan kalimat-kalimat yang diucapkan seseorang yang langsung atau tidak langsung baik secara halus maupun vulgar berkait dengan objek atau aktivitas seksual tertentu.

(20)

Konsep pornografi menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang pers menyebutkan dalam pasal 13 huruf (a) bahwa perusahaan pers dilarang memuat iklan yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau menganggu kerukunan hidup antar umat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat. Disini format yang digunakan sebagai batasan adalah rasa kesusilaan masyarakat tanpa merinci apa yang dimaksud dan cakupan rasa kesusilaan meliputi hal apa saja. Dengan demikian sama halnya dengan KUH Pidana, Undang-Undang Pers juga tidak cukup menjelaskan apa yang dimaksud dengan pornografi tersebut

Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tidak juga menyebutkan secara eksplisit kata pornografi, namun secara tersirat undang-undang ini -sebagaimana dimuat dalam Pasal 13 ayat (1) huruf (b)- menunjuk adanya bentuk-bentuk eksploitasi seksual atas anak yang mengarah pada pornografi. Dengan demikian dari beberapa ketentuan perundang-undangan tersebut di atas, konsep pornografi masih dirumuskan secara sangat umum dan tidak detail sehingga cenderung mengundang berbagai interpretasi (multi interpretasi) dengan demikian menjadi tidak mampu secara maksimal menjerat bentuk-bentuk tindak pidana pornografi yang terjadi.

2.4. Penelitian Terdahulu

(21)

yang memiliki hubungan dengan penelitian yang akan dilakukan, dalam konteks subjek, metodologi maupun prespektif penelitian.

Dalam hal ini penulis mengambil penelitian dari Panji Mas Agam Pahlawan mahasiswa alumni Universitas Muhammadiyah Malang yang berjudul Unsur Pelanggaran Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Pada

Program Acara Televisi (Analisis Isi Pada Program Acara Comedy Project

Trans TV).

Setelah dilakukan penelitian dan analisis data pada Bab III, maka diperoleh kemunculan pelanggaran Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 pasal 36 pada episode: “Dokter Jantungan”, “Perguruaan Si Olin”, dan “Soimah Mengundang Boy Band Fenomenal Cemas”. Peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut;

Dari keseluruhan tayangan Comedy Project yang peneliti ambil secara random sebanyak 3 episode 7808 detik atau 100 % dapat dikatakan bahwa frekuensi kemunculan kategori paling besar unsur pelanggaran Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 pasal 36 Ayat (5) dan (6) adalah kategori: bohong sebanyak 295 detik atau 53 % kemunculan, kekerasan sebanyak 222 detik atau 40 % kemunculan, cabul/porno sebanyak 40 detik atau 7 % kemunculan, dan untuk kategori perjudian tidak muncul sama sekali dari 3 episode tersebut.

(22)
(23)

2.5.Kerangka Pemikiran

Kuantitatif

Penghitungan Data Holsty Kuantitaif

Penghitungan Kesepakatan Hasil Koder

Bentuk Tampilan Pornografi (Penjelasan Deskriptif)

Kandungan Unsur Pornografi (Frekuensi kemunculan)

Kesimpulan:

Seberapa Besar Frekuensi Kemunculan Unsur Pornografi Dalam Tayangan “Mister Tukul Jalan-Jalan”

Di Stasiun TV Trans 7

Komunikasi Massa

Unsur Pornografi Dalam Tayangan Empat Episode “Mister Tukul Jalan Jalan” Di Stasiun Televisi Trans 7

(24)

Referensi

Dokumen terkait

SADP, Untuk mencapai tujuan tersebut sasaran dari penelitian adalah : Menganalisis dan menerapkan strategi kebijakan yang berhubungan dengan saluran distribusi dan

 Pembelajaran pada pokok bahasan pecahan penerapan problem solving untuk meningkatkan prestasi belajar siswa adalah guru menjelaskan materi dengan langkah-langkah

Kebijakan desentralisasi fiskal dipandang sebagai salah satu cara untuk pengambilan keputusan dalam meningkatkan pendapatan lewat dana transfer (dana perimbangan),

Meskipun keadaan tersebut tidak membahayakan bagi penderita tetapi keadaan tersebut dapat sangat mengganggu aktifitas sehari-hari karena nyeri pada permukaan luar sendi

Mir,,hrqllshnhGr)Jqfu

This study aims to analyze the effect of dissolved nitrate and phosphate content of intensive shrimp farming ponds Situbondo to the maximum growth rate and maximum

Electric shock treatment of Java Barb Fish ( Puntius javanicus ) sperm using electroporation method on sperm as transfer gen (Sperm Mediated Gen Transfer) has not been

Bagi lembaga yang diteliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi dan dorongan kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DKI Jakarta dan