• Tidak ada hasil yang ditemukan

KLIPPING HAK TANGGUNGAN AJI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KLIPPING HAK TANGGUNGAN AJI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KLIPPING HAK TANGGUNGAN AJI

Jaminan dan Pengikatan Jaminan

A. PENDAHULUAN

Di dalam dalam pemberian kredit, Bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat termasuk resiko yang harus dihadapi atas pengembalian kredit. Untuk memperoleh keyakinan sebelum memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha Debitur. Agunan merupakan salah satu unsur jaminan kredit agar Bank dapat memperoleh tambahan keyakinan atas kemampuan Debitur untuk mengembalikan utangnya.

Yang dimaksud dengan Jaminan dalam arti luas adalah jaminan yang bersifat materil maupun yang bersifat immateril. Jaminan yang bersifat materil misalnya bangunan, tanah, kendaraan, perhiasan, surat berharga. Sedangkan jaminan yang bersifat immateril misalnya jaminan perorangan (borgtocht).

Dari sifat dan wujudnya benda menurut hukum dapat dibedakan atas benda bergerak (roerende goederen) dan benda tidak bergerak (onroerende goederen).

Pendapat lain membagi benda bergerak menjadi Berwujud dan Tidak Berwujud. Berwujud artinya sifatnya sendiri menggolongkannya kedalam golongan itu yaitu segala barang yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, misalnya barang-barang inventaris kantor, kendaraan bermotor dan sebagainya. Sedangkan Tidak Berwujud adalah karena Undang-Undang menggolongkannya kedalam golongan itu, misalnya cek, wesel, saham, obligasi dan tagihan.

B. JAMINAN KEBENDAAN

Dalam Hukum mengenai pengikatan jaminan, penggolongan atas benda bergerak dan tidak bergerak mempunyai arti yang penting sekali. Adanya perbedaan penggolongan tersebut juga akan menentukan jenis lembaga jaminan/pengikatan jaminan mana yang dapat dibebankan atas benda jaminan yang diberikan untuk menjamin pelunasan. Sifat perjanjian jaminan adalah accessoir, yaitu tergantung pada perjanjian pokoknya.

Pemberian jaminan dari Debitur kepada Kreditur menimbulkan 2 (dua) sifat hak jaminan yang dikenal secara umum, yaitu:

1. Hak jaminan yang bersifat umum, yaitu jaminan yang diberikan oleh Debitur kepada Kreditur, tanpa memberikan hak saling mendahului (konkuren) antara kreditur yang satu dengan kreditur lainnya.

(2)

Pemberian Jaminan oleh Debitur kepada Kreditur semata-mata hanya sebagai jaminan dalam

pengembalian fasilitas kredit yang telah dinikmati oleh Debitur apabila Debitur wanprestasi. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengambil hasil dari penjualan barang jaminan tersebut. Sehingga konsep dasar pemberian jaminan oleh Debitur adalah bukan untuk dimiliki oleh Kreditur. Namun untuk mengantisipasi praktek perbankan, dalam UU Perbankan No. 7 tahun 1992 tanggal 25 Maret 1992 (“UU Perbankan”) Pasal 12A disebutkan bahwa Bank dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada Bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.

B.1. BENDA TETAP/TIDAK BERGERAK

Yang dimaksud dengan benda tetap atau barang tidak bergerak adalah suatu benda atau barang yang tidak dapat bergerak atau tidak dapat dipindahkan secara fisik, yaitu misalnya tanah dan bangunan, pekarangan dan apa yang didirikan diatasnya, pohon dan tanaman ladang, mesin yang melekat pada tanah dimana mesin tersebut berada, kapal laut serta kapal terbang.

Tanah Yang Dapat Dijadikan Jaminan

Menurut pasal 4 Undang-undang No.4 tahun 1996 tanggal 9 April 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang berkaitan Dengan Tanah (“UUHT”) Tanah yang dapat dijadikan jaminan adalah:

1. Tanah Hak Milik

2. Tanah Hak Guna Usaha (“HGU”) 3. Tanah Hak Guna Bangunan (“HGB”) 4. Tanah Hak Pakai atas tanah Negara

(3)

B.2. BENDA BERGERAK

Yang dimaksud dengan benda bergerak atau barang bergerak adalah barang yang karena sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan, yaitu misalnya kendaraan bermotor, deposito, barang-persediaan (inventory), barang-barang inventaris kantor, mesin, hewan ternak, tagihan, hak tagih atas klaim asuransi, dan

sebagainya.

Benda-benda tersebut di atas dapat dijadikan jaminan atas pelunasan utang Debitur. Sedangkan pengikatan jaminan atas benda-benda tersebut di atas adalah dengan Gadai atau Fidusia.

JAMINAN NON KEBENDAAN

Selain jaminan kebendaan, jaminan lain yang dapat diterima sebagai jaminan kredit adalah jaminan non kebendaan, yaitu Penanggungan.

Sesuai Pasal 1820 KUH Perdata Penanggungan adalah suatu persetujuan pihak ketiga guna kepentingan Kreditur mengikatkan diri untuk membayar utang Debitur bila Debitur tidak memenuhi kewajibannya. Jaminan penanggungan biasanya diberikan dalam bentuk :

 Jaminan Perorangan

 Jaminan Perusahaan

 Bank Garansi

Standby Letter Of Credit (“SBLC”).

Jaminan Perorangan atau Perusahaan diberikan oleh seseorang atau Perusahaan untuk menjamin hutang pihak ketiga. Jaminan Perorangan atau Jaminan Perusahaan ini biasanya hanya merupakan jaminan tambahan dari jaminan pokok, artinya selain jaminan ini Bank biasanya meminta jaminan lainnya. Demikian pula dalam melakukan eksekusi, Bank akan mendahulukan jaminan pokok dulu sebagai pelunasan hutang, apabila ternyata masih belum cukup barulah Bank melakukan eksekusi terhadap jaminan perorangan atau perusahaan.

PENGIKATAN JAMINAN

D.1. Hak Tanggungan

(4)

2. Ciri-ciri Hak Tanggungan

(i) Memberikan kedudukan diutamakan (preferent) kepada Krediturnya;

(ii) Selalu mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut berada (droit de suite); (iii) Memenuhi asas spesialitas dan publisitas;

(iv) Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya; (v) Tidak dapat dibagi-bagi;

(vi) Bersifat accessoir/merupakan ikatan pada perjanjian pokok yakni perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang-piutang.

1. Obyek Hak Tanggungan

(i) Hak Milik (ii) HGB (iii) HGU

(iv) Hak Pakai atas Tanah Negara

Hak atas tanah sebagaimana tersebut di atas dapat dibebani Hak Tanggungan karena memenuhi 2 syarat, yaitu :

1. Terdaftar dalam buku tanah di Kantor Pertanahan (memenuhi asas publisitas); dan 2. Dapat dipindahtangankan.

Hak Pakai atas Tanah Negara yang diberikan kepada instansi Pemerintah, Badan Keagamaan dan Sosial dan Badan Perwakilan Negara Asing yang tidak dibatasi jangka waktunya dan diberikan selama tanahnya digunakan untuk keperluan tertentu wajib didaftarkan, tetapi karena menurut sifatnya tidak dapat dipindah tangankan bukan merupakan obyek Hak Tanggungan, sedangkan Hak Pakai atas Tanah Negara yang diberikan kepada orang perorangan dan badan-badan hukum perdata, karena memenuhi kedua persyaratan tersebut di atas, dapat dijadikan obyek Hak Tanggungan.

1. Hapusnya Hak Tanggungan

(i) Hapusnya hutang sebagaimana diatur dalam pasal 1381 KUH Perdata yang dijamin dengan Hak Tanggungan;

(5)

(iii) Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;

(iv) Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.5 tahun 1960 tertanggal 24 September 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (“UUPA”).

Namun untuk tanah HGU, HGB dan Hak Pakai yang diperpanjang sebelum tanggal jatuh tempo, Hak Tanggungan yang dibebankan atasnya tetap berlanjut/tidak gugur.

Apabila Hak Tanggungan hapus karena hutang telah dibayar lunas atau karena sebab-sebab sebagaimana telah disebut di atas, maka Kantor Pertanahan melakukan pencoretan catatan atau roya catatan Hak Tanggungan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja atas permintaan pihak yang berkepentingan.

D.2. SKMHT

SKMHT merupakan akta yang bersifat pemberian kuasa oleh pemilik tanah/bangunan kepada Kreditur untuk melakukan pembebanan Hak Tanggungan atas tanah/bangunan yang dijadikan jaminan utang. Pada dasarnya SKMHT bukanlah pengikatan jaminan, tetapi hanya sekedar kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan dan karenanya Kreditur belum mendapatkan hak-hak yang seluasnya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam SKMHT (pasal 15 UUHT) adalah:

1. Hanya diperkenankan dalam keadaan khusus, yakni apabila pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir sendiri di hadapan PPAT untuk membuat APHT;

2. Harus berbentuk Akta Notaril yang dibuat oleh Notaris/PPAT;

3. Isi SKMHT hanya memuat perbuatan hukum membebankan Hak Tanggungan; 4. Tidak memuat kuasa substitusi;

5. Tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya;

6. Jangka waktu berlakunya:

 Untuk tanah yang sudah terdaftar : 1 bulan

 Untuk tanah yang belum terdaftar : 3 bulan;

(6)

D.3 Gadai

Dasar Hukum

Pasal 1150 sampai dengan pasal 1160 KUH Perdata.

Pengertian Gadai

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang Kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang Debitur atau oleh seseorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si-Kreditur itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada Kreditur lainnya.

1. Syarat Gadai

Barang yang digadaikan harus berada dalam penguasaan fisik Penerima Gadai atau orang lain yang ditunjuk oleh pemegang/penerima gadai, namun tidak boleh meliputi hak untuk memakai barang tersebut dengan ancaman batal demi hukum.

1. Obyek Gadai

Barang bergerak seperti: kendaraan, mesin, logam mulia, surat saham, surat berharga lainnya dan lain lain.

1. Bentuk Pengikatan Gadai

Dapat dilakukan secara akta Otentik/Notaril atau dibawah tangan.

1. Sifat Gadai

1. Mempunyai hak preferent

(7)

a. Pengertian Fidusia

Jaminan Fidusia diatur dalam Undang-undang No.42 tahun 1999 tertanggal 30 September 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UU Fidusia”). Fidusia dahulu dikenal dengan istilah Fiduciair Eigendoms Overdracht (FEO).

Fidusia adalah pengalihan hak milik atas benda sebagai jaminan atas dasar kepercayaan, sedangkan bendanya sendiri tetap berada dalam tangan si-Debitur, dengan kesepakatan bahwa Kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada Debitur bilamana hutangnya telah dibayar lunas.

1. Obyek Fidusia

Obyek Fidusia terdiri dari:

(i) Benda-benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud;

(ii) Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan berdasarkan UUHT.

Yang dapat Memberi Fidusia

(i) Harus Pemilik Benda

(ii) Jika Benda tersebut milik Pihak Ketiga, maka pengikatan Jaminan Fidusia tidak boleh dengan kuasa substitusi, tetapi harus langsung oleh pemilik Benda/Pihak Ketiga yang bersangkutan.

Bentuk Pengikatan Fidusia

Harus dilakukan secara akta Otentik/Notaril sebagaimana diatur dalam pasal 5 UU Fidusia.

(8)

Larangan melakukan Fidusia Ulang terhadap Benda Obyek Jaminan Fidusia yang sudah terdaftar

(i) Apabila benda obyek jaminan Fidusia sudah terdaftar, berarti menurut hukum Obyek Jaminan Fidusia telah beralih kepada Penerima Fidusia;

(ii) Sehingga pemberian Fidusia Ulang merugikan kepentingan Penerima Fidusia.

Sifat Fidusia

(i) Asas Droit De Suite :

Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi Obyek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada.

(ii) Asas Hak Preferent:

1. Dengan didaftarkannya Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia, memberikan kedudukan HAK YANG DIDAHULUKAN kepada Penerima Fidusia (Kreditur) terhadap Kreditur lainnya.

2. Kualitas HAK DIDAHULUKAN Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya Kepailitan dan atau Likuidasi.

D.5. Hipotek

1. Dasar Hukum

Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata

1. Pengertian

Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak yang diperoleh oleh penagih untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan dan yang dianggap sebagai jaminan atas utang yang dipinjamkannya kepada pemilik benda tersebut. Hipotek menyebabkan penagih

(9)

1. Syarat Hipotek

(i) Atas benda tetap (ii) Dengan akta Notaris

(iii) Didaftarkan di Kantor Balik Nama (Kodester)

1. Sifat Umum Hipotek

(i) Hipotek adalah hak kebendaan, yang bersifat absolut, hak itu mengikat bendanya dan memberi wewenang yang luas kepada si pemilik benda serta jangka waktu hak yang tidak terbatas.

(ii) Merupakan perjanjian Accessoir.

(iii) Droit de Preference atau hak yang didahulukan dari piutang lainnya. (iv) Mudah dieksekusi.

(v) Objeknya benda tetap, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.

(vi) Hanya berisi hak untuk melunasi hutang, dan tidak memberi hak untuk menguasai bendanya. (vii) Dibebankan atas benda milik orang lain.

(viii) Pinjaman Hipotek tak dapat di bagi-bagi. (ix) Openbaar atau bersifat terbuka.

(x) Specialitas.

D.6. Penanggungan

a. Dasar Hukum

(10)

1. Pengertian

Penanggungan adalah suatu persetujuan pihak ketiga guna kepentingan Kreditur mengikatkan diri untuk membayar utang Debitur bila Debitur tidak memenuhi kewajibannya. Jaminan penanggungan biasanya diberikan dalam bentuk: Jaminan Perorangan, Jaminan Perusahaan, Bank Garansi, SBLC.

1. Sifat Penanggungan

(i) Sifat Umum

 Bersifat Accessoir.

 Bentuk umumnya tertulis, dapat di bawah tangan / Notaril.

 Pelepasan hak-hak istimewa yang diberikan oleh seorang penanggung sebagaimana diatur dalam pasal 1832 KUH Perdata.

(ii) Sifat penanggungan secara Personal Guarantee/Borgtocht

 Perorangan

 Harus disertai Persetujuan Suami/Istri dari Debitur/Penjamin

 Penanggungan berpindah kepada ahli warisnya (iii) Sifat penanggungan secara Company Guarantee

 Suatu perjanjian dimana suatu badan hukum, guna kepentingan si Debitur (berhutang), mengikatkan diri untuk memenuhi kewajiban si Debitur manakala si Debitur tersebut wanprestasi.

 Harta kekayaan badan hukum tersebut yang dijadikan jaminan.

 Para pihak yang berwenang sesuai dengan AD Perseroan.

 Persetujuan Komisaris perseroan (apabila disyaratkan dalam AD Perseroan)

(11)

Beberapa hak istimewa dari penjamin yang diberikan oleh undang-undang, adalah:

1. Meminta agar harta benda Debitur disita dan dilelang terlebih dahulu (Pasal 1831 KUH Perdata). Sita dan lelang terhadap harta kekayaan penjamin akan tiba gilirannya apabila hasil lelang terhadap harta kekayaan Debitur belum mencukupi untuk melunasi seluruh kewajibannya kepada Bank, yang dengan demikian hak ini akan menimbulkan kewajiban bagi penjamin untuk menunjukkan harta kekayaan Debitur yang akan dikenakan sita atau dilelang;

2. Meminta pemecahan utang (Pasal 1837 KUH Perdata). Dalam hal penjamin terdiri dari beberapa subyek hukum untuk satu Debitur dan untuk satu utang, maka masing-masing penjamin dapat bertangung jawab secara proporsional;

3. (i) Menuntut pembayaran kembali dari Debitur atas jumlah yang telah dibayarnya kepada Kreditur (Pasal 1839 KUH Pedata), dan lebih dari itu memungkinkan penjamin untuk (ii) menerima pengalihan hak dari Kreditur (subrogasi) atas seluruh hak Kreditur (Pasal 1840 KUH Perdata), seperti hak Kreditur atas hak tanggungan atau fidusia, mengingat apabila

penjamin telah melakukan pembayaran atau telah memenuhi kewajibannya maka secara hukum hak Kreditur berupa pelunasan utang dari Debitur beralih kepada penjamin;

4. Menuntut Debitur untuk mengganti kerugian atau dibebaskan dari penanggungan sebelum penjamin membayar kewajibannya (Pasal 1843 KUH Perdata), karena sebab-sebab: (i) apabila penjamin digugat di pengadilan untuk membayar, (ii) Debitur berjanji membebaskan penjamin pada waktu tertentu, (iii) utang sudah dapat ditagih karena lewatnya waktu yang ditetapkan untuk penjaminannya, atau (iv) jangka waktu penjaminan lebih dari 10 tahun, dalam hal perjanjian pokok tidak menetapkan batas waktu pengakhiran perjanjian. Menurut hemat kami, Pasal ini masih dapat diperdebatkan, mengingat sebelum penjamin melakukan pembayaran apapun, maka: (i) akan sulit untuk meminta ganti kerugian kepada Debitur, dan (ii) permintaan penjamin untuk dibebaskan dari penangungan hendaknya dimintakan kepada Kreditur (bukan kepada Debitur), mengingat Kreditur adalah pihak yang menerima penanggungan;

5. Mengajukan keberatan menyangkut penanggungan yang diberikannya (Pasal 1847 KUH Perdata), dan bukan keberatan menyangkut keadaan Debitur. Sebagai contoh, penjamin tidak diperkenankan mengajukan keberatan sehubungan dengan adanya perubahan susunan pengurus dari Debitur;

6. Meminta kepada Kreditur untuk dibebaskan dari kewajibannya, apabila (i) Kreditur telah menghilangkan hak-hak istimewa dari Kreditur (Pasal 1848 KUH Perdata), seperti hak yang timbul dari hak tanggungan, atau (ii) Kreditur secara sukarela menerima kekayaan Debitur sebagai pembayaran utang Debitur (Pasal 1849 KUH Perdata).

(12)

a. Pelepasan Pasal 1831 KUH Perdata. Dalam hal Debitur lalai memenuhi kewajibannya, maka Kreditur dapat langsung meminta penjamin untuk memenuhi kewajiban dari Debitur, dan apabila penjamin tidak memenuhi kewajiban yang diminta Kreditur maka Kreditur dapat mengajukan permohonan sita dan lelang langsung terhadap harta kekayaan penjamin.

b. Pelepasan Pasal 1837 KUH Perdata. Dalam hal penjamin terdiri dari beberapa subyek hukum, maka masing-masing penjamin terikat untuk seluruh utang (tidak proporsional) dan apabila terdapat penjamin lain yang tidak mampu memenuhi kewajibannya, maka penjamin lain akan menjadi penjamin atas porsi kewajiban dari penjamin yang tidak mampu tersebut.

c. Pelepasan Pasal 1430 KUH Perdata. Penjamin untuk mengurangi besarnya penanggungan atau besarnya kewajiban yang harus dibayarnya, dapat meminta antara Kreditur dengan Debitur memperjumpakan utangnya (set-off) terlebih dahulu, dalam hal Kreditur ternyata memiliki kewajiban kepada Debitur. Dengan dilepaskannya hak ini, tentunya penjamin tidak diperkenankan untuk meminta perjumpaan utang antara Kreditur dan Debitur.

d. Pelepasan Pasal 1843 KUH Perdata. Penjamin tidak diperkenankan menuntut ganti kerugian atau meminta kepada Debitur untuk dibebaskan dari perikatan penanggungan, dengan alasan-alasan yang diuraikan dalam butir 2.4 di atas.

e. Pelepasan Pasal 1848 dan 1849 KUH Perdata. Apabila harta kekayaan Debitur, yang nantinya akan menjadi jaminan untuk penjamin, telah dialihkan oleh Debitur karena Kreditur sebelumnya telah melepaskan haknya terhadap harta kekayaan dimaksud atau bahkan harta kekayaan dimaksud telah diterima oleh Kreditur sebagai pembayaran kewajiban Debitur, maka penjamin akan kehilangan (kesempatan terhadap) harta kekayaan Debitur yang akan/dapat menjadi jaminan atau sumber pelunasan kewajiban Debitur kepada penjamin nantinya.

D.7. SBLC

1. Pengertian

(13)

(i) Kewajiban pemohon sebagai debitur (ii) Kewajiban pemonohon sebagai garantor (iii) Kewajiban lainnya dari pemohon

1. Pedoman SBLC

(i) Uniform Customs And Practice For Documentary Credits 500 (“UCP”)

1. Karakteristrik SBLC

(i) Irrevocable, yaitu tidak dapat dibatalkan.

(ii) Primary Obligatoir, yaitu penerbit tidak dapat meminta pemohon untuk memenuhi kewajibannya terlebih dahulu.

(iii) bersifat tidak accessoir.

(iv) Saat klaim diajukan dapat mensyaratkan dokumen atau tidak.

SBLC tidak accessoir dengan perjanjian pokoknya, karena dalam UCP 500 pasal 3 disebutkan bahwa SBLC adalah transaksi yang terpisah dari perjajian lainnya yang menjadi dasar penerbitan SBLC.

1. Syarat Formal SBLC

(i) Jenis SBLC (yang diterima dan diterbitkan hanya Irrevocable SBLC) (ii) Mata uang dan jumlah uang jaminan

(iii) Jangka waktu berlakunya penjaminan (iv) Transaksi yang dijamin

(14)

Pembahasan mengenai SBLC secara umum juga dibahas dalam BAB VII mengenai Letter of Credit.

TANYA JAWAB Pertanyaan :

Salam sejahtera, saya memiliki permasalahan dengan pihak bank, dimana sebelumnya saya

memiliki fasilitas kredit modal usaha dengan jaminan SHM. Selanjutnya fasilitas tersebut telah

saya lunasi pertanggal 14/11/2013. Sebagai bukti pelunasan, yang saya terima adalah: kwitansi

penyetoran pelunasan, surat roya pertanggal 14/11/2013, dan surat keterangan pengambilan

jaminan yang ditandatangani oleh Unit manager. Sedangkan berkas jaminan saya berupa SHM

dan SHT belum diserahkan hingga saat ini tanggal 21/11/2013 dengan alasan bahwa pihak yang

berwenang yaitu Unit manager tidak di tempat. Mohon petunjuk, langkah hukum apa yang dapat

saya tempuh agar hak saya dapat dikembalikan secepatnya? Atas jawaban dan perhatiannya kami

ucapkan terima kasih.

Jawaban :

Anda mengatakan bahwa yang dijadikan jaminan adalah SHM.Kami beranggapan bahwa SHM yang Anda maksud adalah sertifikat hak atas tanah yaitu Sertifikat Hak Milik yang dijaminkan dengan hak tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”).

Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU Hak Tanggungan, hak tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut:

a. hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;

b. dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;

c. pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;

d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

Melihat pada ketentuan di atas, hak tanggungan tersebut hapus karena Anda sudah melunasi utang Anda.

(15)

sertifikat hak tanggungan tersebut akan ditarik dan bersama-sama buku tanah hak tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan (Pasal 22 ayat (2) UU Hak Tanggungan).

Jika sertifikat hak tanggungan karena sesuatu sebab tidak dikembalikan kepada Kantor Pertanahan, hal tersebut dicatat pada buku tanah hak tanggungan (Pasal 22 ayat (3) UU Hak Tanggungan).

Permohonan pencoretan hak tanggungan diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertifikat hak tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditor bahwa hak tanggungan hapus. Baik karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan itu sudah lunas, atau ada pernyataan tertulis dari kreditor bahwa hak tanggungan telah hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan itu telah lunas atau karena kreditor melepaskan hak tanggungan yang bersangkutan (Pasal 22 ayat (4) UU Hak Tanggungan).

Dalam perkara ini, Anda sebagai pihak yang berkepentingan, dapat melakukan permohonan pencoretan hak tanggungan dengan melampirkan sertifikat hak tanggungan dan surat pernyataan dari kreditor bahwa utang Anda telah lunas.

Dengan dicoretnya hak tanggungan, Anda sebagai pemilik tanah tersebut akan mendapatkan kembali hak atas tanah Anda sepenuhnya tanpa ada beban di atas tanah tersebut.

Mengenai kreditor yang tidak juga memberikan sertifikat hak milik Anda dan sertifikat hak tanggungan, J. Satrio dalam bukunya Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan (Buku 2) (hal. 298) mengatakan bahwa dalam hal sertifikat hak tanggungan tidak disertakan bersama-sama dengan permohonan roya, maka yang demikian itu tidak menghalangi pelaksanaan roya; dan hal itu cukup dicatat saja pada buku tanah hak tanggungan. Ini juga sesuai dengan pengaturan dalam Pasal 22 ayat (3) UU Hak Tanggungan.

Sedangkan mengenai pengembalian sertifikat hak atas tanah (SHM) kepada debitor, berdasarkan UU Hak Tanggungan, SHM tidak dibutuhkan untuk mencoret hak tanggungan. Akan tetapi, J. Satrio masih dalam buku yang sama mengatakan bahwa sekalipun tidak disebutkan dalam Pasal 22 ayat (4) UU Hak Tanggungan, tentunya juga dilampirkan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Ini karena sertifikat hak atas tanah (yang merupakan salinan buku tanah) harus disesuaikan dengan buku tanah sebagai induknya.

Karena pada dasarnya dalam UU Hak Tanggungan tidak diatur mengenai keharusan melampirkan sertifikat hak atas tanah, maka tidak ada ketentuan yang mengatur dalam hal kreditor tidak mau bekerja sama memberikan sertifikat atas tanah kepada debitor untuk melakukan pencoretan hak tanggungan.

Dalam UU Hak Tanggungan diatur jika kreditor tidak bersedia memberikan pernyataan tertulis bahwa hak tanggungan telah hapus karena utang sudah lunas, debitor (yang berkepentingan) dapat mengajukan permohonan perintah pencoretan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat hak tanggungan yang bersangkutan didaftar (Pasal 22 ayat (5) UU Hak Tanggungan).

Hal serupa juga dikatakan oleh Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja dalam bukunya yang berjudul Hak Tanggungan (hal. 272-273), sebagaimanapernah dikutip dalam artikel Arti Istilah Roya, yang mengatakan bahwa untuk keperluan pencoretan hak tanggungan, pemberi hak tanggungan diperbolehkan untuk mempergunakan semua sarana hukum yang diperbolehkan (termasuk permohonan perintah pencoretan kepada Ketua Pengadilan Negeri), dan karenanya juga mempergunakan semua alat bukti yang diperkenankan yang membuktikan telah hapusnya hak tanggungan tersebut.

(16)

Sebagaimana dikatakan dalam artikel yang berjudul Hukum Menahan Surat Berharga Milik Karyawan yang Sudah Berhenti Bekerja, perbuatan melawan hukum adalah apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum pada umumnya. Hukum bukan saja berupa ketentuan-ketentuan undang-undang, tetapi juga aturan-aturan hukum tidak tertulis, yang harus ditaati dalam hidup bermasyarakat. Kerugian yang ditimbulkan itu harus disebabkan karena perbuatan yang melawan hukum itu; dan perbuatan itu harus ada hubungannya yang langsung; kerugian itu disebabkan karena kesalahan pembuat. Kesalahan adalah apabila pada pelaku ada kesengajaan atau kealpaan (kelalaian). Lebih jauh, simak Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi.

Pertanyaan :

Apabila terjadi kemacetan kredit, apakah jaminan bisa dilelang sebelum selesai masa kreditnya?

Jawaban :

Sebelumnya, kami asumsikan dulu bahwa jaminan yang Anda maksudkan adalah jaminan berupa benda atau yang biasa disebut dengan jaminan kebendaan. Kami kurang jelas dengan apa yang Anda maksud dengan “selesai masa kreditnya”. Kami asumsikan bahwa yang dimaksud “selesai masa kreditnya” adalah jatuh temponya kredit tersebut atau jangka waktu pembayaran kredit yang diperjanjikan.

Pada dasarnya, kreditur pemegang jaminan kebendaan memiliki hak untuk mengeksekusi barang jaminan untuk dijual secara lelang guna pembayaran utang debitur jika debitur lalai melaksanakan kewajibannya berdasarkan perjanjian kredit atau biasa disebut dengan wanprestasi. Pemberian hak kepada kreditur untuk mengeksekusi jaminan kebendaan yang diberikan oleh debitur dapat kita lihat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) serta beberapa peraturan perundang-undangan berikut ini:

1. Pasal 1155 KUHPer: Kreditur sebagai penerima benda gadai berhak untuk menjual barang gadai, setelah

lewatnya jangka waktu yang ditentukan, atau setelah dilakukannya peringatan untuk pemenuhan perjanjian dalam hal tidak ada ketentuan jangka waktu yang pasti.

2. Pasal 15 ayat (3) jo. Pasal 29 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UU Jaminan Fidusia”): yang memberikan hak kepada kreditur untuk mengeksekusi benda jaminan fidusia jika debitur cidera janji (wanprestasi).

3. Pasal 6 jo. Pasal 20 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah: yang memberikan hak kepada kreditur untuk mengeksekusi benda jaminan fidusia jika debitur cidera janji (wanprestasi).

Mengenai apa yang dimaksud dengan wanprestasi sendiri, kita dapat mellihat pada Penjelasan Pasal 21 UU Jaminan Fidusia, yaitu yang dimaksud dengan "cidera janji" (wanprestasi) adalah tidak memenuhi prestasi, baik yang berdasarkan perjanjian pokok, perjanjian Jaminan Fidusia, maupun perjanjian jaminan lainnya.

Mengenai apa itu prestasi, berdasarkan Pasal 1234 KUHPer, ada 3 macam bentuk prestasi, yaitu:

1. Untuk memberikan sesuatu;

2. Untuk berbuat sesuatu; dan

(17)

Melihat pada bentuk-bentuk prestasi pada Pasal 1234 KUHPer serta pendapat J. Satrio dalam bukunya yang berjudul Hukum Perikatan (hal. 122), dapat kita lihat bahwa wujud wanprestasi bisa berupa:

1. Debitur sama sekali tidak berprestasi;

2. Debitur keliru berprestasi;

3. Debitur terlambat berprestasi.

Apabila kredit macet tersebut terjadi karena debitur tidak melaksanakan prestasinya sebagaimana terdapat dalam perjanjian kredit, maka sebelum melakukan eksekusi barang jaminan, debitur harus terlebih dahulu dinyatakan wanprestasi, yang dilakukan melalui putusan pengadilan. Untuk itu kreditur harus menggugat debitur atas dasar wanprestasi. Akan tetapi sebelum menggugat debitur, kreditur harus melakukan somasi terlebih dahulu yang isinya agar debitur memenuhi prestasinya. Apabila debitur tidak juga memenuhi prestasinya, maka kreditur dapat menggugat debitur atas dasar wanpretasi, dengan mana apabila pengadilan memutuskan bahwa debitur telah wanprestasi, maka kreditur dapat melakukan eksekusi atas barang jaminan yang diberikan oleh debitur.

Jadi, dapat atau tidaknya barang jaminan dieksekusi tidak hanya bergantung pada apakah jangka waktu pembayaran kredit telah lewat atau tidak. Akan tetapi, apabila debitur melakukan prestasi yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, itu juga merupakan bentuk wanprestasi (keliru berprestasi atau melakukan tidak sebagaimana yang diperjanjikan) dan dapat membuat kreditur berhak untuk melaksanakan haknya mengeksekusi barang jaminan.

Namun, biasanya sebelum membawa perkara kredit yang bermasalah ke jalur hukum, dilakukan upaya-upaya secara administrasi terlebih dahulu. Drs. Muhamad Djumhana, S.H., dalam bukunya yang berjudul Hukum Perbankan di Indonesia (hal. 553-573), sebagaimana kami sarikan, mengatakan bahwa mengenai kredit bermasalah dapat dilakukan penyelesaian secara administrasi perkreditan, dan terhadap kredit yang sudah pada tahap kualitas macet maka penanganannya lebih ditekankan melalui beberapa upaya yang lebih bersifat pemakaian kelembagaan hukum (penyelesaian melalui jalur hukum).

Menurut Djumhana, penyelesaian secara administrasi perkreditan antara lain sebagai berikut:

1. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut jadwal pembayaran dan

atau jangka waktu termasuk masa tenggang, baik meliputi perubahan besarnya angsuran maupun tidak;

2. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak

terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit dan konversi seluruh atau sebagian dari pinjaman menjadi penyertaan bank;

3. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit berupa penambahan dana bank; dan/atau

konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan/atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan.

Sedangkan, penyelesaian melalui jalur hukum antara lain:

1. Melalui Panitia Urusan Piutang Negara;

2. Melalui badan peradilan;

(18)

Referensi

Dokumen terkait

Aksi panggung mereka terinspirasi oleh grup musik boyband korea Ze:A yang sangat diidolakan oleh seluruh anggota komunitas Hansamo Modern Dance Boys tersebut.. Permasalahan

Komputer adalah salah satu dari produk teknologi yang selalu mengalami perkembangan, salah satu dari bagian tersebut adalah teknologi informasi. Dimana teknologi

Dari definisi ini menunjukkan bahwa suatu manajemen sumber daya manusia perlu diterapkan di lembaga sekolah, untuk meningkatkan kualitas sekolah.Hal yang harus

Ruang gerak pertemuan komite sekolah dalam hal ini sangat penting untuk memberikan pertimbangan yang bermanfaat, seperti halnya pernyataan yang telah diungkapkan oleh

Pada penelitian ini dapat dilihat dari presentase hasil kuesioner, untuk item pernyataan “Saya selalu bersedia untuk lembur bila atasan yang memerintah.” pada

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) perangkat yang dikembangkan telah dinyatakan valid oleh validator dengan skor rata-rata 4,13 untuk silabus, 4,11 untuk RPP,

Secara stratigrafi dari endapan aluvium dan gambut terletak diatas Formasi Petani, di daerah penyelidikan endapan gambut dapat dikualifikasikan sebagai "ombrogenus peat"

menurut riduwan (2010) alat praktikum dapat dikatakan layak digunakan. Pada tahap uji coba terbatas alat praktikum gelombang stasioner yang dikembangkan untuk