• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Tanaman Bibit Karet Antara Cv.Saputro Jaya Agrindo Dengan Masyarakat Petani Di Kabupaten Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Tanaman Bibit Karet Antara Cv.Saputro Jaya Agrindo Dengan Masyarakat Petani Di Kabupaten Simalungun"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAMAN BIBIT KARET ANTARA CV.SAPUTRO JAYA

AGRINDO DENGAN MASYARAKAT PETANI DI KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

HENDRA SAPUTRO ONGKO

NIM: 090200284

DEPARTEMEN HUKUM PERDATA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan Puji dan Syukur ke hadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nyalah, penulis diberikan kesehatan, kekuatan, dan kemudahan, sehingga mampu dan berhasil menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Demi terwujudnya penyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah tulus dan ikhlas dalam memberikan bantuan untuk memperoleh bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Budiman Ginting, SH, M.Hum, sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, M.Hum, DFM sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum., sebagai Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Dr. Edi Ihsan, S.H., M.H., sebagai Dosen Pembimbing I penulis yang telah sabar membimbing saya dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak Zulkifli Sembiring, S.H., M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing II penulis yang banyak memberikan wawasan dalam diskusi-diskusi yang dilakukan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

(3)

8. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Administrasi perpustakaan serta para pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10.Ungkapan yang tulus hormat serta cinta dan terima kasih kepada orang tua penulis Ayahanda Ong Teng Hock dan Ibunda Supinah, atas didikan, cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai, dorongan, semangat dan pengorbanan serta doa yang tak henti-hentinya yang telah membangkitkan semangat dalam diri penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Tanpa kalian sangatlah sulit bagi Penulis untuk mencapai cita-citanya. Semoga Allah SWT tetap memberikan limpahan rahmat dan karunia serta kesehatan kepada ayahanda dan Ibunda tercinta. Amin.

11.Annisa Fitriani, orang yang paling special dalam hidup penulis yang turut memberikan masukan, dorongan, semangat maupun doa nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

12.Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Catur Firman Wahyudi, Ade Kumala Sari dalam membantu penulis dalam mengumpulkan data untuk penyelesaian skripsi ini.

13.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Yogi SH, Maulana SH, Saddam SH, Benny SH, Rizky SH, Ipur SH, Nico, Rahu dan Stefan, sahabat seperjuangan penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, serta teman-teman seangkatan 09 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini, hanya Allah yang dapat membalas budi baik semuanya. Semoga ilmu yang penulis telah peroleh selama ini dapat bermakna dan berkah bagi penulis dalam menggapai cita-cita.

(4)

Medan, November 2014 Penulis

Hendra Saputra Ongko

(5)

ABSTRAKSI

Dr. Edy Ikhsan*

Zulkifli Sembring**

Hendra Saputro Ongko***

Skripsi ini berbicara tentang bagaimana perjanjian jual beli tanaman bibit karet antara CV. Saputro Jaya Agrindo dengan masyarakat petani di Kabupaten Simalungun. Perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Artinya, perjanjian tersebut berlaku dan mengikat bagi para pihak secara hukum. Bagi kalangan bisnis, perjanjian ini sering dibuat sebagai pedoman atau pegangan di dalam pelaksanaan transaksi bisnis atau penyelesaian sengketa bila terjadi perselisihan di kemudian hari. Dari banyak perjanjian yang timbul dalam masyarakat perjanjian jual beli makin lama semakin penting untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat.

Dari uraian diatas maka yang menjadi permasalahan adalah tentang bagaimana praktik pelaksanaan perjanjian jual beli tanaman bibit karet antara CV. Saputro Jaya Agrindo dengan masyarakat petani di Kabupaten Simalungun dan juga turut membahas tentang bagaimana tanggung jawab para pihak dalam penyelesaian masalah-masalah dalam perjanjian jual beli tanaman bibit karet antara CV. Saputro Jaya Agrindo dengan masyarakat petani di Kabupaten Simalungun serta bagaimana upaya penyelesaian apabila terjadi wanprestasi terhadap perjanjian jual beli tanaman bibit karet antara CV. Saputro Jaya Agrindo dengan masyarakat petani di Kabupaten Simalungun.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka..Penelitian hukum empiris meneliti data primer yaitu data yang langsung dari masyarakat

Perjanjian jual beli antara CV. Saputro Jaya Agrindo dengan masyarakat petani di Kabupaten Simalungun bertujuan untuk mengatur hak dan kewajiban

(6)

masing-masing pihak dan tanggung jawab mereka apabila terdapat wanprestasi. Perjanjian tersebut berisikan tentang spesifikasi produk, harga, cara pembayaran, hak dan kewajiban, penyerahan barang, sanksi, dan penyelesaian perselisihan. Atas pelaksanaan dari perjanjian tersebut sebagai penjual, masyarakat petani di Kabupaten Simalungun, memiliki kewajiban untuk menyerahkan barang setelah menerima uang dari pembeli. Sedangkan pembeli, CV.Saputro Jaya Agrindo berkewajiban membayar atas barang yang telah diterima sesuai dengan jatuh tempo yang di perjanjikan. Penyelesaian terhadap wanprestasi yang dilakukan oleh CV.Saputo Jaya Agrindo atas keterlambatan pelunasan hutang kepada pihak penjual dilakukan dengan musyawarah dengan menambahkan poin baru di dalam surat perjanjian tersebut yang dianggap perlu sampai terjadi kesepakatan.

*

Pembimbing I,Staf Pengajar Departemen Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**

Pembimbing II,Staf Pengajar Departemen Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***

Mahasiswa Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.………. i

ABSTRAKSI.……….……… iv

DAFTAR ISI……….……. v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………..……. 1

B. Perumusan Masalah………..………..…… 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan………... 6

D. Metode Penulisan………... 8

E. Keaslian Penulisan……….. 13

F. Sistematika Penulisan……….. 14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian……..……… 16

B. Syarat Sahnya Perjanjian……… 20

C. Azas-azas Perjanjian……….…….. 26

D. Jenis-jenis Perjanjian……….……..… 36

E. Unsur-unsur Perjanjian……… 45

F. Hapusnya Perjanjian………...…. 49

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI A. Pengertian Perjanjian Jual Beli………... 60

B. Timbulnya Perjanjian Jual Beli……….. 64

C. Subyek dan Obyek Jual Beli……….. 67

D. Jenis-jenis Perjanjian Jual Beli………...……… 69

E. Hak dan Kewajiban Penjual dalam Perjanjian Jual Beli………… 72

F. Hak dan Kewajiban Pembeli dalam Perjanjian Jual Beli………… 76

G. Resiko dalam Perjanjian Jual Beli………... 79

(8)

BAB IV BENTUK PERJANJIAN JUAL BELI TANAMAN BIBIT KARET

ANTARA CV.SAPUTRO JAYA AGRINDO DENGAN

MASYARAKAT PETANI DI KABUPATEN SIMALUNGUN

A. Deskripsi Singkat Mengenai CV. Saputro Jaya Agrindo……… 83 B. Bentuk Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Tanaman Bibit Karet

Antara CV. Saputro Jaya Agrindo dengan Masyarakat Petani di Kabupaten Simalungun………. 85 C. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Penyelesaian

Masalah-masalah dalam Perjanjian Jual Beli Tanaman Bibit KaretAntara CV. Saputro Jaya Agrindo dengan Masyarakat Petani di Kabupaten Simalungun……….. 115 D. Upaya Penyelesaian Apabila Terjadi Wanprestasi Terhadap

Perjanjian Jual Beli Tanaman Bibit Karet Antara CV. Saputro Jaya Agrindo dengan Masyarakat Petani di Kabupaten Simalungun………. 126

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan…………..……… 132 B. Saran……… 134

DAFTAR PUSTAKA

(9)

ABSTRAKSI

Dr. Edy Ikhsan*

Zulkifli Sembring**

Hendra Saputro Ongko***

Skripsi ini berbicara tentang bagaimana perjanjian jual beli tanaman bibit karet antara CV. Saputro Jaya Agrindo dengan masyarakat petani di Kabupaten Simalungun. Perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Artinya, perjanjian tersebut berlaku dan mengikat bagi para pihak secara hukum. Bagi kalangan bisnis, perjanjian ini sering dibuat sebagai pedoman atau pegangan di dalam pelaksanaan transaksi bisnis atau penyelesaian sengketa bila terjadi perselisihan di kemudian hari. Dari banyak perjanjian yang timbul dalam masyarakat perjanjian jual beli makin lama semakin penting untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat.

Dari uraian diatas maka yang menjadi permasalahan adalah tentang bagaimana praktik pelaksanaan perjanjian jual beli tanaman bibit karet antara CV. Saputro Jaya Agrindo dengan masyarakat petani di Kabupaten Simalungun dan juga turut membahas tentang bagaimana tanggung jawab para pihak dalam penyelesaian masalah-masalah dalam perjanjian jual beli tanaman bibit karet antara CV. Saputro Jaya Agrindo dengan masyarakat petani di Kabupaten Simalungun serta bagaimana upaya penyelesaian apabila terjadi wanprestasi terhadap perjanjian jual beli tanaman bibit karet antara CV. Saputro Jaya Agrindo dengan masyarakat petani di Kabupaten Simalungun.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka..Penelitian hukum empiris meneliti data primer yaitu data yang langsung dari masyarakat

Perjanjian jual beli antara CV. Saputro Jaya Agrindo dengan masyarakat petani di Kabupaten Simalungun bertujuan untuk mengatur hak dan kewajiban

(10)

masing-masing pihak dan tanggung jawab mereka apabila terdapat wanprestasi. Perjanjian tersebut berisikan tentang spesifikasi produk, harga, cara pembayaran, hak dan kewajiban, penyerahan barang, sanksi, dan penyelesaian perselisihan. Atas pelaksanaan dari perjanjian tersebut sebagai penjual, masyarakat petani di Kabupaten Simalungun, memiliki kewajiban untuk menyerahkan barang setelah menerima uang dari pembeli. Sedangkan pembeli, CV.Saputro Jaya Agrindo berkewajiban membayar atas barang yang telah diterima sesuai dengan jatuh tempo yang di perjanjikan. Penyelesaian terhadap wanprestasi yang dilakukan oleh CV.Saputo Jaya Agrindo atas keterlambatan pelunasan hutang kepada pihak penjual dilakukan dengan musyawarah dengan menambahkan poin baru di dalam surat perjanjian tersebut yang dianggap perlu sampai terjadi kesepakatan.

*

Pembimbing I,Staf Pengajar Departemen Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**

Pembimbing II,Staf Pengajar Departemen Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***

Mahasiswa Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kaya akan sumber daya alam. Indonesia juga memiliki kekayaan yang luar biasa dibidang keragaman hayati.Sebagai Negara agraris yang berada di kawasan tropis, Indonesia memiliki tanah yang subur.Hal ini sangat mendukung pengembangan dan peningkatan hasil disektor pertanian.Salah satunya dalam hal pengembangan tanaman karet. Karet merupakan salah satu sumber utama dalam perdagangan internasional dan merupakan salah satu komoditi penghasil devisa negara. Karet mempunyai arti penting dalam aspek kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia.

Karet itu datang ke Indonesia dibawa oleh Belanda dan dikembangkan melalui perkebunan besar untuk melayani industri ban mereka. Lalu Indonesia menjadi produsen karet terbesar di dunia pada saat permintaan akan karet alam di negara maju sangat tinggi. Hal itu membuat harga karet alam sangat tinggi sehingga berkembang perkebunan karet rakyat.Tapi dengan masuknya petani kecil yang produktivitasnya rendah dan tidak terintegrasi secara baik dengan industri hilir karet menyulitkan Indonesiauntuk berkembang.Sementara itu Malaysia mulai mengembangkan karet juga melalui perkebunan besar.Lalu menjadi produsen terbesar mengalahkan Indonesia.Belakangan Thailand juga masuk menanam karet dengan pola perkebunan rakyat tapi dengan skala usaha lebih besar.Akhirnya Thailand mengalahkan Indonesia lalu menyalip Malaysia.Sampai saat ini Thailand

(12)

menjadi produsen nomor satu, disusul Indonesia dan Malaysia.Indonesia bisa kembali menjadi nomor satu karena masih punya lembaga riset yang sudah kaya pengalaman. Apalagi permintaan terhadap karet alam terus meningkat seiring meningkatnya permintaan akan otomotif di negara-negara berkembang. Selain itu, harga karet sintetis sebagai substitusi karet alam juga meningkat seiring kenaikan harga minyak bumi.Thailand dan Malaysia sudah sulit untuk ekstensifikasi tapi produktivitas mereka sudah tinggi.Sedangkan Indonesia masih mungkin melakukan ekstensifikasi. Namun dengan luas saat ini 3,45 juta ha dan produktivitasnya ditingkatkan dari yang saat ini 0,9 ton/ha/tahun, otomatis Indonesia akan kembali menjadi produsen terbesar karet alam.1

Usaha peningkatan produksi tanaman karet telah banyak dilakukan di Sumatera Utara, salah satunya di Desa Nagori Nagajaya I Kec. Bandar Huluan Kabupaten Simalungun, dengan cara memilih klon-klon/bibit karet yang berkualitas untuk dilakukan peremajaan. Pengadaan klon-klon bibit yang tidak bagus dapat menyebabkan turunnya mutu dan kualitas produksi tanaman karet. Masyarakat Desa Nagori Nagajaya I Kec. Bandar Huluan Kabupaten Simalungun, yang umumnya petanitelah melakukan usaha penanaman dengan pengeremajaan tanaman untuk meningkatkan kualitas tanaman karet tersebut. Dengan meningkatnya pengembangan penanaman tanaman karet di Desa Nagori Nagajaya I Kec.Bandar Huluan Kabupaten Simalungun maka dari itu, perlu adanya kerjasama antara pemilik lahan pertanian atau petani yang memiliki kemampuan

(13)

bertani dengan orang atau pihak yang memiliki modal bibit karet dan memiliki keahlian dalam segi perawatan budidaya tanaman karet yaitu dalam hal ini CV. Saputro Jaya Agrindo.Kerjasama yang dilakukan antara para petani dengan pihak CV. Saputro Jaya Agrindo merupakan kerjasama yang telah berlangsung beberapa periode penanaman dan termasuk didalam kancah hukum Perdata Indonesia karena bentuk kerjasama tersebut diatur dalam hukum perjanjian.Kerjasama ini yang dilakukan antara para pihak tersebut diharapkan mencapai hasil yang maksimal dan dapat menguntungkan kedua belah pihak.

Dalam praktek pelaksanaannya yaitu dalam bentuk perjanjian jual beli.yang dilakukan antara para petani dengan pihak CV. Saputro Jaya Agrindo dilakukan secara tertulis, yaitu dapat dengan surat perjanjian yang dibuat dan disetujui kedua belah pihak ataupun hanya menggunakan kuitansi yang dibubuhi dengan materai agar mendapatkan kekuatan hukum. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari, sehingga dapat dijadikan alat bukti juga untuk memperjelas hak dan kewajiban masing-masing pihak dan berakhirnya suatu perjanjian antara kedua belah pihak.

(14)

mempunyai arti bahwa dalam membuat perjanjian para pihak diminta untuk menentukan isi daripada perjanjian sebagai undang-undang bagi mereka sendiri.

Dalam buku III KUHPerdata diatur mengenai hukum perjanjian.Hukum perjanjian ini dalam masyarakat umum besar sekali manfaatnya, seiring dengan karakteristik masyarakat itu sendiri dalam korelasinya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan adanya perjanjian membuat suatu kedudukan para pihak menjadi seimbang.Namun dalam kenyataannya di lapangan masih banyak suatu perjanjian yang disusun justru merugikan salah satu pihak yang terikat dalam perjanjian. Dimana pihak yang mempunyai modal dan dana yang kuat akan mampu membuat pihak yang sedang tertekan menerima segala isi perjanjian dengan terpaksa (taken for granted), sebab bila pihak yang lemah mencoba menawar dengan alternatif lain kemungkinan besar akan menerima konsekuensi kehilangan apa yang dibutuhkan. Jadi hanya ada dua alternatif pilihan bagi pihak yang lemah untuk menerima atau menolak.

Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang pelaksanaan perjanjian jual beli tanaman karet ini terdapat adanya konsekuensi yaitu kesepakatan untuk melakukan jual beli yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan undang-undang.Tetapi dalam kenyataannya pelaksanaan perjanjian jual beli tanaman karet kadang terjadi suatu perselisihan antara para petani dengan pihak CV. Saputro Jaya Agrindo.Fenomena mengenai perjanjian yang tidak seimbang dapat dicermati dalam beberapa perjanjian konsumen dalam bentuk standar baku yang di dalamnya memuat klausul-klausul yang cenderung berat sebelah.

(15)

mengikat diri dalam suatu perjanjian pekerjaan maupun jasa.Selain itu perjanjian jual beli juga mesti memenuhi persyaratan agar sah dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat kedua belah pihak yang berjanji.

Pada umumnya perjanjian justu berawal dari perbedaan kepentingan yang kemudian dicoba untuk dipersamakan melalui suatu ikatan perjanjian. Melalui perbedaan tersebut selanjutnya akan dirangkai dengan perangkat hukum sehingga mengikat para pihak. Dalam perjanjian, sisi kepastian hukum dan keadilan justru akan tercapai bila perbedaan yang ada di antara pihak terakomodasi melalui mekanisme hubungan kontraktual yang bekerja secara proporsional. Sehingga dengan demikian terjalin hubungan kontrak yang adil dan saling menguntungkan.Demikian juga dengan perjanjian jual beli yang menjadi fokus pada penelitian ini.Yang mana tujuan para pihak lebih ditujukan membangun hubungan bisnis yang berlangsung adil (fair).2

2

Agus Yudha Hernako,Hukum Perjanjian,(Jakarta:Kencana,2010), hal 6

Dalam hal ini akan dianalisis surat perjanjian jual beli antara CV.Saputro Jaya Agrindo dengan masyarakat petani di Kabupaten Simalungun. Surat perjanjian ini merupakan suatu proyek penjualan atas tanaman bibit karet.Berdasarkan hal-hal inilah yang membuat penulis selaku Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tertarik mengangkat judu l skripsi “TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAMAN BIBIT KARET ANTARA CV.SAPUTRO JAYA

AGRINDO DENGAN MASYARAKAT PETANI DI KABUPATEN

(16)

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang akan diangkat oleh penulis, yaitu :

1. Bagaimana bentuk pelaksanaan perjanjian jual beli tanaman bibit karet antara CV. Saputro Jaya Agrindo dengan masyarakat petani di Kabupaten Simalungun?

2. Bagaimana tanggung jawab para pihak dalam perjanjian jual beli tanaman bibit karet antara CV. Saputro Jaya Agrindo dengan masyarakat petani di Kabupaten Simalungun?

3. Bagaimana upaya penyelesaian apabila terjadi wanprestasi terhadap perjanjian jual beli tanaman bibit karet antara CV. Saputro Jaya Agrindo dengan masyarakat petani di Kabupaten Simalungun?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana bentuk perjanjian jual beli tanaman bibit karet antara CV. Saputro Jaya Agrindo dengan masyarakat petani di Kabupaten Simalungun.

b. Untuk mengetahui tentang tanggung jawab para pihak dalam perjanjian jual beli tanaman bibit karet antara CV. Saputro Jaya Agrindo dengan masyarakat

(17)

c. Untuk mengetahui bagaimana upaya penyelesaian apabila terjadi wanprestasi terhadap perjanjian jual beli bibit karet antara CV. Saputro Jaya Agrindo dengan masyarakat petani di Kabupaten Simalungun.

2. Manfaat penelitian ini adalah: a. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat teoritis yang berupa sumbangan bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya yang berkaitan dengan aspek hukum perjanjian.

b. Praktis

1) Bagi Perusahaan

Untuk memberikan wawasan praktis kepada CV. Saputro Jaya Agrindo khususnya mengenai hak dan kewajiban sebagai pihak pembeli serta tata cara penyelesaian apabila terjadi wanprestasi.

2) Bagi Petani

Untuk memberikan wawasan praktis kepada masyarakat petani mengenai hak dan kewajian sebagai pihak penjual serta pemahaman pelaksanaan mengenai jual beli.

3) Bagi Penulis

(18)

D. Metode Penelitian

Metode berasal dari bahasa Yunani Methodos artinya cara atau jalan. Jadi metode ini bisa diartikan cara kerja untuk memahami atau mawas objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Sementara metodologi artinya adalah mengkaji bagaimana cara memperoleh dan menyusun pengetahuan yang benar berdasarkan metode ilmiah.3

Jenis penelitian hukum pada hakikatnya bisa dikategorikan menjadi penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.

Hal ini perlu diperjelas untuk membedakan antara metode dan metodologi adalah hal berbeda satu sama lain.

4

3

Ediwarman,Diktat Metodologi Penelitian Hukum,(Medan:PPs Magister Hukum Bisnis Universitas Medan Area,2005), hal 1

4

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta:Rajawali,1985), hal 15. Lihat juga J.Supranto,Metode Penelitian Hukum dan Statistik,(Jakarta:Rineka Cipta,2005), hal 3. Lihat juga Soejono dan Abdurrahman,Metode Penelitian Hukum,(Jakarta:Rineka Cipta,1997), hal 56.

(19)

Penelitian hukum normatif menggunakan metode dogmatik hukum yang didasarkan pada dalil-dalil logika sementara penelitian hukum empiris berusaha melakukan Theory Buildingyaitu menemukan Theory Building dan membangun

Grand Theoriesdimana suatu penulisan itu bertujuan untuk memperoleh data

untuk membuktikan adanya suatu masalah dan betapa luas masalah itu dan sekalipun untuk mengetahui masalah itu dan untuk mengetahui masalah ini yaitu dengan metode yang sesuai untuk itu.

Terhadap penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian meliputi :

1. Sifat Penelitian

Dari segi sifatnya, penelitian pada skripsi ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif, yang artinya menggambarkan dengan caramenjabarkan fakta secara sistematis, faktual dan akurat.

2. Jenis Penelitian

(20)

3. Sumber Data

Di dalam penelitian hukum, sumber data mencakup data sekunder dan data primer. Data sekunder mencakup :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang merupakan landasan utama yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, seperti Norma (dasar) atau kaidah dasar, yaitu pembukaan Undang-undang Dasar 1945, Yurispudensi, Traktat, dan seterusnya.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang menunjang dan memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti literatur, pendapat serta doktrin-doktrin dari para ahli hukum, seperti Undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.5

Data primer pada penelitian ini berupa hasil wawancara dengan sejumlah responden yang di dapati secara purposive.

4. Teknik Pengumpulan Data a. Lokasi Penelitian

Penulis memilih lokasi pada CV. Saputro Jaya Agrindo dengan pertimbangan bahwa CV. Saputro Jaya Agrindo telah melakukan kerjasama peningkatan produksi penanaman bibit karet dengan banyak

5

(21)

petani di Desa Nagori Nagajaya I Kec. Bandar Huluan Kabupaten Simalungun. Kerjasama tersebut dilakukan untuk melaksanakan jual beli hasil produksi tanaman bibit karet.

b. Populasi / Sampel

Dalam melakukan penelitian ini penulis mengambil populasi yaitu petani bibit karet yang ada di beberapa desa yang ada di Kabupaten Simalungun.Sampel diambil dari populasi yang berjumlah 50 orang.Dan penulis mengambil responden berjumlah 13 orang dari 50 orang sampel.Teknik penarikan sampel adalah dengan metode Purposive.

Kategori Populasi

No Responden Kategori Populasi Sampel Nama Responden

1

Petani Murni

Dengan Perjanjian

5 2 Suyono, Eka

Hanya Kuitansi

25 5

Toni, Adi Endang,Panca, Irmet, Essy

2 Pemodal 10 3 David, Hamzah, Irianto

3 Agen 10 3 Jay, Boy, Siswandi

*data diambil dengan wawancara Argumentasi:

Teknik penarikan sampel yang penulis ambil berjumlah 13 orang. Sampel ini dipilih secara purposive karena :

(22)

2) Sampel ini sesuai dengan tujuan atau masalah yang hendak penulis angkat dalam penulisan skripsi ini.

3) Kapasitas dan kemampuan para responden dalam mengelola dan menjaga tanaman bibit karet sehingga penulis mempercayakan untuk mengambil sampel hasil tanamannya.

c. Wawancara

Merupakan suatu cara mengumpulkan data dengan mengadakan tanya jawab dengan para responden dalam hal ini adalah penulis, yang merupakan owner CV. Saputro Jaya Agrindo dan menggunakan sampel 13 orang.6

5. Analisis Data

Data-data diperoleh dari hasil penelitian di lapangan dan penelitian kepustakaan setelah diadakan koreksi atau pemeriksaan kembali untuk menjamin adakah data-data yang telah didapatkan tersebut sudah valid, maka selanjutnya data-data tersebut di kelompokkan kemudian diolah untuk kepentingan analisis data. Analisa yang penulis gunakan adalah metode deskriptif analisis yaitu suatu metode meneliti suatu peristiwa yang bertujuan untuk membuat gambaran /lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta yang diselidiki. Sedangkan data-datanya bersifat kualitatif (data yang berupa kalimat-kalimat) yang dilakukan dengan cara menggambarkan kata-kata sesuai dengan informasi yang diperoleh.

6

(23)

E. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAMAN BIBIT KARET ANTARA

CV.SAPUTRO JAYA AGRINDO DENGAN MASYARAKAT PETANI DI

KABUPATEN SIMALUNGUN” sehubungan dengan keaslian penulisan, penulis telah melakukan pengecekan pada kepustakaan Departemen Hukum Keperdataandan dapat dinyatakan bahwa isi tulisan ini tidak sama dengan tulisan yang lain. Dengan demikian, dilihat dari permasalahan serta tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan skripsi ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan karya sendiri yang asli yang disusun melalui refrensi buku-buku dan informasi dari wawancara dan penelitian ke lapangan, sehingga hasil penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan terutama secara ilmiah atau secara akademik. Apabila nantinya ada penulisan yang sama atau menyerupai tulisan skripsi ini, maka akan menjadi tanggung jawab saya sendiri.

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih jelas dan terarahnya penulisan skripsi ini ,maka akan dibahas dalam bentuk sistematika yaitu sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

(24)

tujuan karya ilmiah ini. Berangkat dari sasaran yang ingin dicapai ini maka kepustakaan ini berarti bahwa tumpuan yang dimaksud diatas mempunyai pengaruh pula pada bagian-bagian dari bab lain. Singkatnya bab pendahuluan adalah berisikan pengertian dan latar belakang, permasalahan, keaslian penulisan, tujuan penulisan dan manfaat penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulis.

BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

Pada bab ini yang nanti akan dibagi lagi menjadi sub bab yang berisikan semua tentang perjanjian yang meliputi pengertian perjanjian, syarat sahnya perjanjian, azas-azas perjanjian, jenis-jenis perjanjian, unsur-unsur perjanjian,dan hapusnya perjanjian.

BAB III: TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI

Pada bab ini yang nanti akan dibagi lagi menjadi sub bab yang berisikan semua tentang jual beli yang meliputi pengertian jual beli, timbulnya perjanjian jual beli, subyek dan obyek jual beli, hak dan kewajiban penjual, hak dan kewajiban pembeli, dan resiko dalam perjanjian jual beli.

BAB IV: PRAKTIK PERJANJIAN JUAL BELI TANAMAN BIBIT KARET ANTARA CV. SAPUTRO JAYA AGRINDO DENGAN MASYARAKAT PETANI DI KABUPATEN SIMALUNGUN

(25)

pada perjanjian tersebut, upaya penyelesaian apabila terjadi wanprestasi terhadap perjanjian jual beli antara CV. Saputro Jaya Agrindo dengan masyarakat petani di Kabupaten Simalungun.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

(26)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian Perjanjian

Pengertian perjanjian pada Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dinyatakan bahwasanya “Tidak menggunakan kata perjanjian melainkan persetujuan, persetujuan adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Menurut Setiawan,rumusan pada Pasal 1313 KUHPerdata, di atas selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja.Sangat luas karena dengan digunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum.7

1. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum

Sehubungan dengan itu, perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai defenisi tersebut, ialah:

2. Menambah perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Sehingga perumusannya menjadi “Perjanjian adalah perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”

7

Setiawan,Pokok-pokok Hukum Perikatan,(Jakarta:Bina Cipta,1987) , hal 49

(27)

Demikian halnya menurut Suryodiningratbahwa defenisi Pasal 1313KUHPerdata ditentang beberapa pihak dengan argumentasi sebagai berikut:8 a. Hukum tidak ada sangkut pautnya dengan setiap perikatan, dan demikian pula

tidak ada sangkut pautnya dengan setiap sumber perikatan, sebab apabila penafsiran dilakukan secara luas, setiap janji adalah persetujuan.

b. Perkataan perbuatan apabila ditafsirkan secara luas, dapat menimbulkan akibat hukum tanpa dimaksudkan misalnya perbuatan yang menimbulkan kerugian sebagai akibat adanya perbuatan melanggar hukum.

c. Defenisi Pasal 1313 KUHPerdata hanya mengenai persetujuan sepihak (unilateral), satu pihak sajalah yang berprestasi sedangkan pihak lainnya tidak berprestasi misalnya schenking atau hibah. Seharusnya persetujuan itu berdimensi dua pihak, dimana para pihak saling berprestasi.

d. Pasal 1313 KUHPerdata hanya mengenai persetujuan obligatoir (melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak), dan tidak berlaku bagi persetujuan jenis lainnya (misalnya perjanjian liberatoir atau membebaskan; perjanjian di lapangan hukum keluarga; perjanjian kebendaan; perjanjian pembuktian)

Terhadap defenisi Pasal 1313 KUHPerdata ini Purwahid Patrikmenyatakan beberapa kelemahan yaitu :

1) Defenisi tersebut hanya menyangkut perjanjian sepihak saja. Hal ini dapat disimak dari rumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata mengikatkan merupakan kata kerja yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua pihak. Sedang

8

(28)

maksud perjanjian itu para pihak saling mengikatkan diri, sehingga tampak kekurangan yang seharusnya ditambah dengan rumusan “saling mengikatkan diri”

2) Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus atau kesepakatan, termasuk perbuatan mengurus kepentingan orang lain (zaakwaarneming) dan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad). Hal ini menunjukkan makna “perbuatan” itu luas dan yang menimbulkan akibat hukum

3) Perlu ditekankan bahwa rumusan Pasal 1313 KUHPerdata mempunyai ruang lingkup di dalam hukum harta kekayaan (vermogensrecht).9

Terhadap pengertian perjanjian terdapat beberapa pendapat sarjana, antara lain:

a) Sri Soedewi Masychoen Sofwan

“Bahwa perjanjian itu adalah suatu perbuatan hukum dimana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih”.10

b) R.Wirjono Prodjodikoro

“Suatu perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”.11

9

Purwahid Patrik,Dasar-dasar Hukum Perikatan, (Bandung:Mandar Maju,1994), hal 45

10

AQirom Syamsudin Meliala,Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya,(Yogyakarta:Liberty,1985),hal 7

11

(29)

c) R. Subekti

“Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Beliau juga mengatakan bahwa suatu perjanjian itu dinamakan juga oersetujuan karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu”.12

d) KRMT Tirtodiningrat

“Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat di antara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang diperkenankan oleh Undang-undang”.13

e) M.Yahya Harahap

“Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih. Yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan juga sekaligus mewajibkan para pihak yang lain untuk menunaikan prestasinya”.14

Pengertian perjanjian yang dikemukakan para ahli tersebut melengkapi kekurangan defenisi Pasal 1313 KUHPerdata, sehingga secara lengkap pengertianperjanjian diatas dapat dikatakan bahwa perjanjian itu adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.15

12

R.Subekti (1),Hukum Perjanjian Cetakan XIII,(Jakarta:Intermasa,1990),hal 1

13

AQirom Syamsudin Meliala,Loc.cit

14

M.Yahya Harahap,Segi-segi Hukum Perjanjian,(Bandung:Alumni,1986),hal 6

15

R.Subekti (1),Op.cit,hal 1

(30)

atau menuntut prestasi dari pihak yang lainnya.Sedangkan pihak yang lainnya berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Sehingga menjadi jelaslah apa yang menjadi hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak, karena mereka telah melakukan perjanjian sebelumnya.16

B. Syarat Sahnya Perjanjian

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak (perjanjian) yang berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.17

Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting dalam KUHPerdata (Hukum Perjanjian) kebebasan ini adalah merupakan pancaran hak azasi manusia.Kebebasan berkontrak ini berlatar belakang pada paham individualisme, yang secara embrional lahir pada zaman Yunani, kemudian diteruskan oleh kaum Epicursten dengan perantara ajaran-ajaran Hugo de Groot,

Thomas Hobbes, dan John Locke,puncak perkembangannya tercapai pada periode

setelah revolusi Perancis.18

Pada Pasal 1320 KUHPerdata dinyatakan bahwa empat syarat yang harus ada pada setiap perjanjian, sebab dengan dipenuhinya syarat-syarat inilah suatu

16

M.Yahya Harahap,Op.cit,hal 6

17

R.Subekti(1),Op.cit, hal 13

18

(31)

perjanjian itu berlaku sah. Adapun keempat syarat itu dapat dibagi ke dalam dua kelompokmeliput i:19

1. Syarat subjektif

Syarat subjektif adalah suatu syarat yang menyangkut pada subyek-subyek perjanjian itu atau dengan perkataan lain, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mereka yang membuat perjanjian dimana hal ini meliputi kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan para pihak yang membuat perjanjian. a. Kata sepakat dari mereka yang mengikatkan dirinya

Kata sepakat disini ialah bila kedua belah pihak mengadakan perjanjian telah tercapai persesuaian kehendak, sehingga apa yang telah dikehendaki oleh salah satu pihak dikehendaki pula oleh pihak lainnya juga. Persetujuan kehendak itu sifatnya bebas, artinya betul-betul atas kemauan sukarela pihak, tidak ada paksaan dari pihak manapun, tidak ada kekhilafan dan tidak ada penipuan sesuai dengan Pasal 1321,1322,1328KUHPerdata

Pada Pasal 1324 KUHPerdata dinyatakan bahwa, tidak ada paksaan, apabila orang yang melakukan perbuatan itu tidak berada di bawah ancaman, baik dengan paksaan, baik dengan kekerasan jasmani maupun dengan upaya yang bersifat manakut-nakuti, misalnya dengan membuka rahasia sehingga dengan demikian orang itu terpaksa menyetujui perjanjian itu.

Dikatakan tidak ada kekhilafan atau kekeliruan, apabila salah satu pihak tidak khilaf tentang hal pokok yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat penting

19

(32)

barang yang menjadi obyek perjanjian atau dengan siapa diadakannya perjanjian itu.

Pada Pasal 1328 KUHPerdatadinyatakan bahwa, tidak ada penipuan apabila tidak ada tindakan menipu.Menipu adalah dengan sengaja melakukan tipu muslihat dengan memberikan keterangan-keterangan palsu dan tidak benar untuk membujuk pihak lawannya supaya menyetujui atau sepakat.Apabila syarat pertama ini tidak dipenuhi maka suatu perjanjian yang sah dianggap tidak ada.Karena sesuai dengan asas konsensualisme itu sendiri, berasal dari perkataan konsensus yang berarti kesepakatan, yang telah menjiwai hukum perjanjian dalam KUHPerdata. Walaupun syarat kata sepakat ini sudah dirasakan atau dianggap telah dipenuhi, mungkin terdapat suatu kehilafan dimana suatu perjanjian yang telah terjadi itu, pada dasarnya ternyata bukan perjanjian, apabila kedua belah pihak beranggapan menghendaki sesuatu yang sama akan tetapi tidak. Keadaan ini kita jumpai bilamana terjadi kehilafan.Perjanjian yang timbul secara demikian dalam beberapa hal dapat dibatalkan.Kata sepakat mungkin pula diberikan karena penipuan, paksaan, atau kekerasan.Dalam keadaan inipun mungkin diadakan pembatalan oleh Pengadilan atau tuntutan dari orang-orang yang berkepentingan.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

(33)

tertentu.20 Pada umumnya seorang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila ia sudah dewasa. Di dalam KUHPerdataPasal 330 dinyatakan bahwasanya “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan sebelumnya belum kawin.”21

Orang yang cakap adalah yang telah berumur 21 Tahun atau belum berumur 21 tahun tetapi telah pernah kawin.Tidak termasuk orang-orang sakit ingatan atau bersifat pemboros yang karena itu oleh Pengadilan diputuskan berada di bawah pengampuan dan seorang perempuan yang masih bersuami.Mengenai hal ini dikeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963, maka sejak saat itu seorang perempuan yang masih mempunyai suami telah dapat

. Di dalam KUHPerdata disebutkan beberapa golongan orang yang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum yaitu orang-orang yang belum dewasa, mereka yang di taruh dibawah pengampuan, dalam hal-hal yang ditetapkan Undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tersebut.Jika terjadi salah satu pihak seperti diatas, salah satu pihak tidak cakap untuk membuat perjanjian.Maka perjanjian itu bercacat, karenanya dapat dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang tidak cakap untuk membuat perjanjian itu.Sebaliknya orang yang berhak meminta pembatalan perjanjian itu juga dapat dilakukan dengan menguatkan perjanjian tersebut.Perjanjian itu dapat dilakukan dengan tegas ataupun secara diam-diam tergantung dari keadaan. Hal ini diatur sesuai Pasal 1330 KUHPerdata.

20

H.Riduan Syahrani,Seluk beluk dan Azas-azas Hukum

Perdata,(Bandung:Alumni,2006), hal 208

21

(34)

bertindak bebas dalam melakkan perbuatan hukum serta sudah diperbolehkan menghadap di muka Pengadilan tanpa seiji suami. Maka sejak saat itu juga beberapa pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata sudah dinyatakantidak berlaku lagi, antara lain Pasal 108, 110, 284 ayat 3 dan Pasal 1238 KUHPerdata.22

2. Syarat objektif

Syarat objektif adalah syarat yang menyangkut pada obyek perjanjian itu, dimana hal ini meliputi suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.

Kalau dengan syarat subjektif, jika suatu syarat tersebut tidak dipenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum (Pasal 1446 KUHPerdata) artinya dari semula tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.Tujuan para pihak mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Dengan demikian tidak ada dasar untuk saling menuntut di depan hakim.23

Sedangkan apabila syarat objektif tidak dipenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum atau dengan kata lain batal dengan sendirinya. Kalau akibat hukum itu dapat dibatalkan, ini berarti sebelum dilakukan pembatalan tersebut perjanjian itu adalah sah, sahnya sampai diadakannya pembatalan itu.Sedangkan kalau akibatnya batal demi hukum ini berarti sejak lahirnya perjanjian itu sudah batal atau perjanjian memang ada tetapi tidak berlaku atau dianggap tidak pernah ada.

22

A Qirom Syamsudin Meliala(1),Op.cit, hal 9

23

(35)

a. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu maksudnya adalah sedikit-dikitnya macam atau jenis benda atau disebut sebagai objek dalam perjanjian itu yang sudah ditentukan.Barang-barang yang dapat dijadikan objek perjanjian hanyalah barang-barang yang dapat diperdagangkan.Lazimnya barang-barang-barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum dianggap sebagai barang-barang di luar perdagangan sehingga tidak bisa dijadikan objek perjanjian dikarenakan barang-barang tersebut merupakan milik Negara dan peruntukannya bagi masyarakat atau kepentingan umum.Hal ini diatur dalam Pasal 1332 KUHPerdata.

Barang yang menjadi objek suatu perjanjian ini harus ditentukan jenisnya, sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan asalkan saja kemudian dapat ditentukan atau diperhitungkan, selanjutnya bahwa ditentukan barang-barang yang baruakan kemudian hari juga dapat menjadi objek suatu perjanjian.Misalnya jual beli beras sebanyak 100 kilogram adalah dimungkinkan asal disebutkan macam atau jenis dan rupanya sedangkan jual beli beras 100 kilogram tanpa disebutkan macam atau jenis, warna dan rupanya dapat dibatalkan. Perjanjian mengenai suatu barang yang akan diterima kelak (hasil panenan) diperkenankan.Hal ini diatur dalam Pasal 1333 dan Pasal 1334 ayat 1 KUHPerdata.

b. Suatu sebab yang halal

(36)

memenuhi syarat ini.Apabila salah satu syarat atau lebih syarat itu tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut tidak sah sehingga akibat-akibat hukumnya pun sebagaimana dimaskudkan tidak terjadi pula.Pada Pasal 1337 KUHPerdata dinyatakan bahwa sesuatu sebab dalam perjanjian tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Perjanjian yang dibuat dengan sebab yang demikian tidak mempunyai kekuatan (Pasal 1335 KUHPerdata)

C. Azas-azas Perjanjian

1. Azas konsensualitas

Bahwa perjanjian terbentuk karena adanya perjumpaan kehendak (consensus)

dari pihak-pihak.Perjanjian pada pokoknya dapat dibuat bebas tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara formil tetapi cukup melalui konsensus belaka. 2. Azas kekuatan mengikat perjanjian (verbindende kracht der overeenkomst)

Bahwa para pihak harus memenuhi apa yang akan mereka sepakati dalam perjanjian yang mereka buat

3. Azas kebebasan berkontrak (contractsvrijheid)

(37)

tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa, baik ketertiban umum ataupun kesusilaan.24

Mariam Darus Badrulzaman memberikan penjelasan mengenai azas kebebasan berkontrak mengatakan: “Sepakat mereka yang mengikatkan diri” adalah azas essential dari hukum perjanjian. Azas ini dinamakan juga dengan azas ekonomi “konsensualisme” yang menentukan adanya (raison d’etre, het bestaanwaarde) perjanjian.25

Karena hukum perjanjian itu mengikuti azas kebebasan mengadakan suatu perjanjian, oleh karena itu maka disebut pula menganut sistem terbuka. Pada Pasal 1338 (1) KUHPerdata dinyatakan bahwa: “semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Azas kebebasan seperti yang disebutkan dalam pasal tersebut bukan berarti bahwa tidak ada batasannya sama sekali, melainkan kebebasan seseorang dalam membuat

Kebebasan berkontrak ini berlatar belakang dari faham individualisme, yaitu setiap orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendakinya. Paham individualisme memberikan perluang luas kepada golongan kuat (ekonomi) untuk menguasai golongan yang lemah (ekonomi).Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah.Pihak yang lemah berada dalam cengkraman pihak yang kuat. Pada akhir abad XIX, akibat desakan faham-faham etis dan sosialis, paham individualisme mulai pudar, masyarakat ingin pihak yang lemah lebih banyak mendapat perlindungan, akhirnya kehendak bebas tidak lagi diberi arti mutlak, akan tetapi diberi arti relative dikaitkan selalu dengan kepentingan umum.

24

Herlien Budiono, Azas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, (Bandung:Citra Aditya Bakti,2006), hal 95

25

(38)

perjanjian tersebut hanya sejauh perjanjian yang dibuatnya itu tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang sebagaimana disebut dalam Pasal 1337 KUHPerdata.

4. Azas iktikad baik

Pasal 1338 (3) KUHPerdatadinyatakan bahwa “Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”. Apa yang dimaksud dengan iktikad baik(te goerder trouw; god faith) perundang-undangan tidak memberikan defenisi yang tegas dan jelas. iktikad adalah kepercayaan, keyakinan yang teguh, maksud, kemauan (yang baik).26Pengaturan pada Pasal 1338 (3) KUHPerdataini menetapkan bahwa persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik, maksudnya perjanjian itu dilaksanakan menurut kepatutan dan keadilan.Pengertian iktikad baik dalam dunia hukum mempunyai arti yang lebih luas daripada pengertian sehari-hari.Menurut Hoge Raad27memberikan rumusan bahwa perjanjian harus dilaksanakan “volgen de eisen van redelijkheid en

billijkheid” artinya iktikad baik harus dilaksanakan menurut kepatutan dan

kepantasan. P.L.Werry menerjemahkan “redelijkheid en billijkheid” dengan istilah budi dan kepatutan beberapa terjemahan lain menggunakan istilah kewajaran dan keadilan atau kepatutan dan keadilan.28

Iktikad baik juga dibedakan dalam sifatnya yang nisbi (relatif-subjektif) dan mutlak (absolut-objektif).Pada iktikad baik yang nisbi (relatif-subjektif),

26

Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal 369

27

P.L.Werry,Perkembangan Hukum Tentang Iktikad Baik,(Jakarta:Percetakan Negara RI,1990), hal 9

28

(39)

orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subyek.Pada iktikad baik yang absolut (absolut-objektif) atau hal yang sesuai dengan akal sehat dankeadilan, dibuat ukuran objektif untuk menilai keadaan sekitar perbuatan hukumnya (penilaian tidak memihak menurut norma-norma yang objektif).29

a) Iktikad baik pada mulai berlakunya suatu hubungan hukum. Iktikad baik disini biasanya berupa perkiraan atau anggapan seseorang bahwa syarat-syarat yang diperlukan bagi dimulai hubungan hukum telah terpenuhi. Dalam konteks ini hukum memberikan perlindungan kepada pihak yang beriktikad baik, sedang bagi pihak yang tidak beritikad baik (te kwader trouw) harus bertanggung jawab dan menanggung resiko. Iktikad baik semacam ini dapat disimak dari ketentuan Pasal 1977 (1) dan Pasal 1963 KUHPerdatadimana terkait dengan salah satu syarat untuk memproleh hak milikatas barang melalui daluwarsa. Iktikad bak ini bersifat subjektif dan statis.

Wirjono Prodjodikoro membagi iktikad baik menjadi dua macam, yaitu:

b) Iktikad baik pada waktu pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang termaktub dalam hubungan hukum itu. Pengertian iktikad baik semacam ini sebagaimana di atur dalam Pasal 1338 (3) KUHPerdata adalah bersifat obyektif dan dinamis mengikuti situasi sekitar perbuatan hukumnya. Titik berat iktikad baik disini terletak pada tindakan yang akan dilakukan oleh kedua belah pihak,yaitu tindakan sebagai pelaksana sesuatu hal.30

Beranjak dari pendapat Wirjono Prodjodikoro maka pengertian iktikad baik menurut Pasal 1338 (3) KUHPerdatahendaknya dibedakan dengan pengertian

29

Agus Yudha Hernoko,Op.cit, hal 137

30

(40)

iktikad baik menurut Pasal 1963 KUHPerdatadan Pasal 1977 (1) KUHPerdata. Pengertian ktikad baik menurut Pasal 1338 (3) KUHPerdatadiberikan batasan dalam arti objektif-dinamis, sedangkan pengertian iktikad baik menurut Pasal 1963 KUHPerdatadan 1977 (1) KUHPerdatadiberikan batasan arti subjektif-statis.

Pengertian iktikad baik menurut Pasal 1963 KUHPerdataadalah kemauan baik atau kejujuran orang itu pada saat ia mulai menguasai barang, dimana ia mengira bahwa syarat-syarat yang diperlukan untuk mendapatkan hak milik atas barang itu telah dipenuhi. Iktikad baik semacam ini juga dilindungi oleh hukum dan iktikad baik sebagai syarat untuk mendapatkan hak milik ini tidak bersifat dinamis, melainkan sifat statis. Demikian pula dengan pengertian iktikad baik dalam Pasal 1977 (1) KUHPerdataterkait dengan cara pihak ketiga memperoleh suatu benda (kepemilikan) yang disebabkan ketidaktahuan mengenai cacat kepemilikan tersebut dapat dimaafkan, namun dengan syarat-syarat tertentu. Dalam kaitan dengan penerapan iktikad baik menurut Pasal 1977 (1)KUHPerdatasering iktikad baik tersebut diartikan tidak tahu dan tidak harus tahu31

31

P.L.Werry,Op.cit, hal 10

(41)

diperjualbelikan, akan senantiasa beranggapan bahwa ia berhadapan dnegan orang yang berhak berbuat bebas untuk memperjualbelikan barang tersebut (meskipun hal ini ternyata tidak selalu terbukti benar).

Sementara itu perngetian iktikad baik dalam Pasal 1338 (3) KUHPerdatayang berarti melaksanakan perjalanan dengan iktikad baik adalah bersifat dinamis artinya dalam melaksanakan perbuatan ini kejujuran harus berjalan dalam hati sanubari seoarang manusia. Jadi selalu mengingat bahwa manusia sebagai anggota masyarakat harus jauh dari sifat merugikan pihak lain, atau menggunakan kata-kata secara membabi buta pada saat kedua belah pihak membuat suatu perjanjian. Kedua belah pihak harus selalu memperhatikan hal-hal ini dan tidak boleh menggunakan kelalaian pihak lain untuk menguntungkan diri pribadi.

Fungsi iktikad baik dalam Pasal 1338 (3) KUHPerdataantara lain:

a) Fungsi yang mengajarkan bahwa kontrak harus ditafsirkan menurut iktikad baik (iktidak baik sebagai azas hukum umum) artinya kontrak harus ditafsirkan secara patut dan wajar.32

b) Fungsi menambah atau melengkapi artinya iktikad baik dapat menambah isi atau kata-kata perjanjian apabila terdapat hak dan kewajiban yang timbul diantara para pihak tidak secara tegas dinyatakan dalam kontrak. Dalam perkara pelaksanaan kontrak penanggungan yang mewajibkan kreditor untuk memerhatikan iktikad baik dalam pelasanaan kontrak.33

32

Ibid, hal 230

33

(42)

c) Fungsi membatasi atau meniadakan artinya fungsi ini hanya dapat diterapkan apabila terdapat alasan-alasan yang amat penting.34

Beranjak dari pemahaman mengenai iktikad baik, kiranya dalam menjalankan aktivitasnya pelaku bisnis tidak boleh merugikan pihak lain, serta tidak memanfaaatkan kelalaian pihak lain untuk menguntungkan diri sendiri. Dengan demikian kontrak tidak hanya ditetapkan oleh kata-kata yang dirumuskan oleh para pihak, namun hakim dapat melakukan intervensi terhadap kebebasan berkontrak parapihak dengan mendasarkan pada azas iktikad baik, menafsirkan isi kontrak di luar kata-kata yang telah tercantum (boleh ditambah,diperluas), bahkan isinya dapat ditetapkan secara bertetangan dengan kata-kata itu. Oleh karenanya, kontrak tidak hanya ditetapkan oleh kata-kata yang dirumuskan oleh para pihak, melainkan juga oleh keadilan dan iktikad baik. Dalam dunia bisnis, iktikad baik yang berkolerasi dengan keadilan akan menjadi keniscayaan apabila diterapkan secara proporsional.35

5. Azas PACTA SUN SERVANDA

Azas pacta sun servandaini merupakan azas dalam perjanjian yang berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak adalah mengikat bagi mereka yang membuat seperti undang-undang maksudnya bahwa perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak akan mengikat mereka seperti undang-undang. Jadi dengan demikian maka pihak

34

J.Satrio,Hukum Perjanjian,(Bandung:Citra Aditya Bakti,1992), hal 189

35

(43)

ketiga tidak bisa mendapatkan kerugian karena perbuatan mereka itu, kecuali kalau perjanjian itu dimaskudkan untuk pihak ketiga.

Maksud azas pacta sun servanda ini dalam suatu perjanjian tidak lain adalah untuk mendapatkan kepastian hukum bagi para pihak yang telah membuat perjanjian itu. Azas pacta sun servanda dalam suatu perjanjian yang mereka buat mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Menurut Subekti, bahwa tujuan azas pacta sun servanda ini adalah untuk memberikan perlindungan kepada pera pembeli bahwa mereka tidak perlu khawatir akan hak-haknya karena perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.36

6. Azas konsensuil

Azas konsensuil ini adalah dalam suatu perjanjian cukup ada kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian itu tanpa diikuti dengan perbuatan hukum lain kecuali perjanjian yang bersifat formil. Syarat sahnya suatu perjanjian bahwa harus ada kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian itu.Azas ini penting sekali dalam suatu perjanjian, sebab dengan kata sepakat ini sudah timbul adanya suatu perjanjian sejak detik tercapainya kata sepakat.Perjanjian itu sudah ada dalam arti telah mempunyai akibat hukum atau sudah mengikat sejak tercapainya kata sepakat itu.Sebagai contoh apabila saya ingin membeli barang, bila saya dan pemilik barang itu sudah tercapai kata sepakat, baik mengenai barang dan harga barang, maka perjanjian jual beli itu sudah lahir dengan segala akibat hukumnya.

36

(44)

Azas konsensuil dapat kita lihat dalam Pasal 1320 KUHPerdata dinyatakan bahwasanyauntuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu:

a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

Jadi karena dalam Pasal 1329 KUHPerdata tidak disebutkan suatu formalitas tertentu disamping sepakat yang telah tercapai itu, maka disimpulakn bahwa setiap perjanjian itu adalah sah dalam arti mengikat apabila sudah tercapai kata sepakat mengenai hal-hal pokok dari apa yang diperjanjikan itu.

Terhadap azas konsesualitas ini ada pengecualiannya yaitu apabila ditentukan suatu formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian dengan ancaman batal apabila tidak dipenuhi formalitas tersebut seperti misalnya perjanjian penghibahan, jika mengenai benda tidak bergerak harus dilakukan dengan akta notaris, perjanjian perdamaian harus secara tertulis.Perjanjian ini dinamakan perjanjian formal.

7. Azas berlakunya suatu perjanjian

(45)

suatu perjanjian tersebut, kecuali yang telah diatur dalam undang-undang misalnya perjanjian garandi dan perjanjian untuk pihak ketiga. Azas ini diatur dalam Pasal 1315 dan 1340 KUHPerdata yang dinyatakan bahwasanya: “pada ummnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji daripada untuk dirinya sendiri. Persetujuan-persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya.Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat membawa rugi kepada pihak ketiga, tidak dapat pihak ketiga mendapat manfaat karenanya selain dalam hal yang diatur dalam Pasal 1317.

Jadi para prinsipnya bahwa perjanjian itu hanya berlaku bagi pihak-pihak yang mengadakan saja, selain perjanjian garansi atau perjanjian untuk pihak ketiga, yang dimaksud dengan perjanjian garansi dan perjanjian untuk pihak ketiga ini dapat kita lihat dalam Pasal 1317 dan 1316 KUHPerdata. Pasal 1317 dinyatakan bahwa, “lagipun diperbolehkan juga untuk meminta untuk ditetapkannya suatu janji guna kepentingan pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji yang dibuat oleh seorang untuk dirinya, atas suatu pemberian yang dilakukannya kepada seorang lain,membuat suatu janji yang seperti itu. Siapa yang telah memperjanjikan sesuatu seperti itu tidak boleh menariknya kembali, apabila pihak ketiga tersebut telah menyatakan hendak mempergunakannya.”37

Sebagai contoh perjanjian untuk pihak ketiga: misalnya saya menjual satu unit mobil kepada si A dengan perjanjian bahwa selama satu bulan mobil itu boleh dipakai lebih dahulu oleh si B. Perjanjian yang diatur dalam Pasal 1317 KUHPerdata itu merupakan perkecualian dari azas berlakunya suatu perjanjian.

37

(46)

Disamping pasal ini, masih ada lagi yang merupakan pengecualian dari azas tersebut yaitu 1316 KUHPerdata dinyatakan bahwa, “ meskipun demikian adalah diperbolehkan untuk menanggung atau menjamin seseorang pihak ketiga, dengan menjanjikan bahwa orang ini akan berbuat sesuatu, dengan tidak mengurangi tuntutan pembayaran ganti kerugian terhadap siapa yang telah menanggung pihak ketiga itu atau orang yang telah berjanji untuk menyuruh pihak ketiga tersebut menguatkan sesuatu, jika pihak itu menolak memenuhi perikatannya.”

Contoh lain: A sebagai penerbit wesel mengadakan perjanjian dengan B sebagai pengambil wesel, dalam perjanjian ini A berjanji kepada B bahwa orang ketiga dalam hal ini yaitu si C sebagai si tersangkut akan mengakseptasi dan membayar wesel tersebut pada hari gugur. Dalam hubungan ini tampak bahwa si C tidak akan memikul kewajiban apa-apa terhadap B. andaikata C tidak melakukan kewajibannya. Jadi perjanjian yang diadakan oleh si A dan B tidak menimbulkan kewajiban bagi si C.

D. Jenis-jenis Perjanjian

Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Apabila ditinjau dari segi prestasinya, maka perjanjian dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

1. Perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang

(47)

2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu

Misalnya perjanjian untuk membuat suatu lukisan, perjanjian perburuhan, perjanjian untuk membuat garasi rumah, dan sebagainya

3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu

Perjanjian untuk tidak mendirikan tembok, perjanjian untuk tidak mendirikan suatu perusahaan yang sejenis dengan kepunyaan orang lain38

1. Perjanjian positif dan negatif

Selain perjanjian diatas, perjanjian dapat lagi apabila ditinjau dari segi isi dan subjek daripada prestasinya perjanjian tersebut dibuat. Beberapa jenis perjanjian tersebut adalah:

Perjanjian positif dan negatif adalah pembagian perjanjian ditinjau dari segi isi prestasi yang harus dilaksanakan. Suatu perjanjian disebut positif apabila pelaksanaan prestasi yang dimaksudkan dalam isi perjanjian merupakan tindakan positif, baik berupa memberi/menyerahkan sesuatu barang atau melaksanakan sesuatu perbuatan (te doen). Sedangkan sesuatu perjanjian disebut negatif apabila prestasi yang menjadi maksud perjanjian merupakan sesuatu tindakan negatif atau persetujuan yang berupa tidak melakukan sesuatu (niet te doen)39

2. Perjanjian sepintas lalu dan yang berlangsung terus

Disebut perjanjian sepintas lalu, apabila pemenuhan prestasi berlangsung sekaligus dalam waktu yang singkat dan dengan demikian perjanjian pun berakhir, yang paling jelas dalam contoh perjanjian itu adalah perjanjian jual beli, yaitu

38

R Subekti(3), Aneka Perjanjian,(Bandung:Citra Aditya Bakti,1995), hal36

39

(48)

perjanjian akan berakhir sekejap setelah barang yang dibeli diserahkan dan harga disetujui telah dibayar.

Lain halnya dengan perjanjian yang berlangsung terus, dimana kewajiban pemenuhan dan pelaksanaan prestasi berlangsung dalam jangka waktu yang lama.Sebagai contoh misalnya perjanjian kerja.Kewajiban prestasi yang berlangsung lama sesuai jangka waktu yang telah ditentukan.40

3. Perjanjian alternatif

Penggolongan perjanjian alternatif ini didasarkan pada segi isi dan maksud perjanjian maupun dari segi subjek.Dalam perjanjian alternatif, debitur dalam memenuhi kewajibannya melaksanakan prestasi, dapat memilih salah satu di antara prestasi yang telah ditentukan. Hal yang memudahkan kita mengetahui apakah suatu perjanjian bersifat alternatif,apabila dalam perjanjian itu terselip pengertian “atau”. Dalam perjanjian ini, debitur tidak dapat memaksa kreditur untuk menerima prestasi dari satu bahagian dan selebihnya dari bahagian lain, jika hal itu tidak ditentukan secara tegas dalam perjanjian.

4. Perjanjian kumultatif atau konjungtif

Kalau dalam alternatif debitur diberi kebebasan memilih prestasi maka yang akan dipenuhinya, maka di dalam perjanjian kumultatif, prestasi yang dibebankan terhadap debitur terdiri dari bermacam-macam jenis dan prestasi tersebut dibebankan sekaligus. Oleh karena itu perjanjian kumultatif berbeda

40

(49)

dengan perjanjian alternatif. Memang di dalam perjanjian alternatif ditentukan beberapa prestasi, tetapi debitur dapat memilih atau terserah satu saja yang dilaksanakannya

5. Perjanjian Fakultatif

Perjanjian fakultatif berbeda dengan perjanjian alternatif dan perjanjian kumultatif.Kalau dalam perjanjian alternatif debitur diberi hak bebas memilih prestasi yang hendak dilaksanakannya.Maka perjanjian fakultatif hanya mempunyai satu objek prestasi.Di dalam perjanjian fakultatif, debitur mempunyai hak untuk mengganti prestasi yang telah ditentukan dengan prestasi lain, apabila debitur tidak mungkin menyerahkan prestasi yang telah ditentukan semula.

Dengan demikian dalam perjanjian ini seolah-olah ada prestasi “primair” dan “subsidair”, jika yang primair tidak mungkin dilaksanakan debitur, dia dapat menggantinya dengan prestasi subsidair. Sebagai contoh debitur diwajibkan menyerahkan rumah.Akan tetapi bila penyerahan tidak mungkin, prestasi itu dapat digantinya dengan sejumlah uang.Dengan penyerahan uang sebagai pengganti debitur telah melaksanakan prestasi dengan sempurna.

6. Perjanjian generik dan perjanjian spesifik

(50)

pemenuhan prestasi, tidak berkewajiban untuk menyerahkan yang terbaik.Tetapi sebalinya, debitur tak boleh pula menyerahkan jenis yang terburuk.

Lainnya dengan spesifik (Pasal 1391) yang ditentukan ialah hanya ciri-ciri khusus yang menjadi objek perjanjian sehingga jelaslah perbedaan yang dapat dilihat dari perjanjian genetikyang lebih cenderung ke jenis benda objek perjanjian dan perjanjian spesifik yang lebih mengarah ke ciri-ciri khusus dari bendanya.

7. Perjanjian yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi

Suatu perjanjian dapat dibagi adalah perjanjian yang prestasinya dapat dibagi, pembagian mana tidak boleh mengurangi hakikat prestasi itu.Sedangkan perjanjian yang tidak dapat dibagi adalah perjanjian yang prestasinya tidak dapat dibagi.Soal dapat tidak dapat dibaginya prestasi itu tergantung pada sifat barang yang tersangkut di dalamnya, tetapi juga dapat disimpulkan dari maksudnya perjanjian itu.Atau kriteria untuk membedakannya ialah apakah suatu perikatan itu ditinjau dari segi pengertian hukum dapat dibagi atau tidak.41

8. Perjanjian tanggung-menanggung

Perjanjian tanggung menanggung merupakan perjanjian yang lazim disebut dengan perjanjian tanggung renteng.Perjanjian tanggung menanggung adalah suatu perjanjian dimana debitur dan/atau kreditur terdiri dari beberapa

41

(51)

orang.Perjanjian tanggung menanggung diatur dalam Pasal 1749 dan 1836 KUHPerdata, serta Pasal 18 KUHDagang.

Jika debiturnya terdiri dari beberapa orang maka tiap-tiap debitur dapat dituntut untuk memenuhi seluruh prestasi.Sedangkan jika krediturnya terdiri dari beberapa orang, maka tiap-tiap kreditur berhak menuntut pemenuhan seluruh prestasi.Dengan dipenuhinya prestasi oleh salah seorang debitur kepada kreditur, perjanjian menjadi hapus.42

9. Perjanjian pokok dan tambahan

Perjanjian pokok adalah perjanjian antara debitur dan kreditur yang berdiri sendiri tanpa bergantung kepada adanya perikatan yang lain, misalnya perjanjian peminjaman uang. Sedangkan perjanjian tambahan adalah perjanjian antara debitur dan kreditur yang diadakan sebagai perjanjian tambahan daripada perjanjian pokok, misalnya perjanjian gadai dan hipotik. Perjanjian tambahan ini tidak akan dapat berdiri sendiri, tetapi bergantung pada perjanjian pokok, sehingga apabila perjanjian pokok berakhir, maka perjanjian tambahan ikut berakhir pula.43

10.Perjanjian bersyarat

Perjanjian bersyarat adalah perjanjian yang lahirnya maupun berakhirnya digantungkan kepada suatu peristiwa yang belum dan tidak tentu akan terjadi. Apabila suatu perjanjian yang lahirnya digantungkan pada terjadi peristiwa itu

42

H.Riduan Syahrani,Op.cit, hal 216

43

(52)

dinamakan perjanjian dengan syarat tangguh. Misalnya A berjanji memberikan buku-bukunya kepada si B kalau ia lulus ujian. Sedangkan apabila suatu perjanjian yang sudah ada yang berakhirnya digantungkan pada peristiwa itu dinamakan perjanjian dengan syarat batal. Misalnya perjanjian sewa menyewa rumah antara A dan B yang sekarang sudah ada dijanjikan akan berakhir kalau A dipindahkan ke kota lain.

11.Perjanjian dengan ancaman hukuman

Menurut Pasal 1304 Kitab Undang-undang Hukum PerdataAncaman hukuman adalah suatu ketentuan yang sedemikian rupa dengan mana seorang untuk jaminan pelaksanaan suatu perjanjian diwajibkan melakukan sesuatu manakala perjanjian itu tidak dipenuhi.Maksudnya adalah untuk memastikan agar perjanjian itu benar-benar dipenuhi dan untuk menetapkan jumlah ganti rugi tertentu apabila terjadi wanprestasi, serta untuk menghindari pertengkaran tentang hal itu.Janji ancaman hukuman bersifat accesoir karena tergantung pada perjanjian pokoknya.

Menurut Mariam Darus BadrulZaman, perjanjian dapat dibedakan menurut perbagai cara. Pembedaan tersebut adalah sebagai berikut:44

1. Perjanjian Timbal Balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.Misalnya perjanjian jual beli.

44

(53)

2. Perjanjian Cuma-cuma dan Perjanjian atas Beban

Perjanjian dengan Cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja.Misalnya hibah. Sedangkan perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu mendapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

3. Perjanjian Khusus (benoemd) dan perjanjian umum (onbenoemd)

Perjanjian khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, maksudnya ialah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk Undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari, perjanjian khusus ini terdapat dalam Bab V s/d XVIII KUHPerdata. Diluar perjanjian khusus tumbuh perjanjian umum yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat didalam masyarakat.Jumlah perjanjian ini tidak terbatas.Lahirnya perjanjian ini didalam praktek adalah azas kebebasan mengadakan perjanjian atau partij otonomi yang berlaku di dalam Hukum perjanjian.Salah satu contoh dari perjanjian umum adalah perjanjian sewa beli.

4. Perjanjian kebendaan (zakelijk) dan perjanjian obligatoir

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu kepada pihak lain. Sedangkan perjanjian obligatoir

(54)

Menurut KUHPerdata perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan beralihnya hak milik atas benda yang diperjualbelikan masih diperlukan satu lembaga lain yaitu penyerahan. Perjanjian jual belinya sendiri itu dinmakan perjanjian obligatoir, karena membebankan kewajiban kepada para pihak untuk melakukan penyerahan.Penyerahannya sendiri adalah merupakan perjanjian perjanjian kebendaan.Dalam hal perjanjian jual beli benda-benda yang tidak bergerak, maka perjanjian jual belinya disebutkan juga perjanjian jual beli sementara.Untuk perjanjian jual beli benda-benda bergerak maka perjanjian obligatoir atau perjanjian kebendaannya jatuh bersamaan.

5. Perjanjian konsensual dan perjanjian riil

Menurut Pasal 1338 KUHPerdata Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana diantara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan.Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat.Namun demikian di dalam KUHPerdata ada juga perjanjian-perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang.Misalnya perjanjian penitipan barang pada Pasal 1694 dan pinjam pakaipada Pasal 1740 KUHPerdata.Perjanjian yang terakhir ini dinamakan perjanjian riil.Perbedaan antara perjanjian konsensual dan riil ini adalah sisa dari hukum romawi yang untuk perjanjian-perjanjian tertentu diambil alih oleh Hukum Perdata kita.

(55)

a) Perjanjian libertoir yaitu perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan hutan pada Pasal 1438 KUHPerdata

b) Perjanjian pembuktian yaitu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.

c) Perjanjian untung-untungan yaitu perjanjian asuransi padaPasal 1744 KUHPerdata

d) Perjanjian publik yaitu perjanjian yang sebagian atau keseluruhan dikuasai oelh hukum publik, karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintah), misalnya perjanjian ikatan dinas.

E. Unsur-unsur Perjanjian

Di dalam perkembangan, doktrin ilmu hukum dikenal adanya tiga unsur didalam perjanjian, yaitu:45

1. Unsur esensialia

Unsur esensialia dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakannya secara prinsip dari jenis perjanjian lahirnya. Unsur esensialia ini pada umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan, defenisi atau pe

Referensi

Dokumen terkait