• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

B. Syarat Sahnya Perjanjian

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak (perjanjian) yang berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.17

Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting dalam KUHPerdata (Hukum Perjanjian) kebebasan ini adalah merupakan pancaran hak azasi manusia.Kebebasan berkontrak ini berlatar belakang pada paham individualisme, yang secara embrional lahir pada zaman Yunani, kemudian diteruskan oleh kaum Epicursten dengan perantara ajaran-ajaran Hugo de Groot,

Thomas Hobbes, dan John Locke,puncak perkembangannya tercapai pada periode

setelah revolusi Perancis.18

Pada Pasal 1320 KUHPerdata dinyatakan bahwa empat syarat yang harus ada pada setiap perjanjian, sebab dengan dipenuhinya syarat-syarat inilah suatu

16

M.Yahya Harahap,Op.cit,hal 6

17

R.Subekti(1),Op.cit, hal 13

18

Mariam Darus Badrulzaman(1),Kompilasi Hukum Perikatan,(Bandung:Citra Aditya Bakti,2001), hal 84

perjanjian itu berlaku sah. Adapun keempat syarat itu dapat dibagi ke dalam dua kelompokmeliput i:19

1. Syarat subjektif

Syarat subjektif adalah suatu syarat yang menyangkut pada subyek-subyek perjanjian itu atau dengan perkataan lain, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mereka yang membuat perjanjian dimana hal ini meliputi kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan para pihak yang membuat perjanjian. a. Kata sepakat dari mereka yang mengikatkan dirinya

Kata sepakat disini ialah bila kedua belah pihak mengadakan perjanjian telah tercapai persesuaian kehendak, sehingga apa yang telah dikehendaki oleh salah satu pihak dikehendaki pula oleh pihak lainnya juga. Persetujuan kehendak itu sifatnya bebas, artinya betul-betul atas kemauan sukarela pihak, tidak ada paksaan dari pihak manapun, tidak ada kekhilafan dan tidak ada penipuan sesuai dengan Pasal 1321,1322,1328KUHPerdata

Pada Pasal 1324 KUHPerdata dinyatakan bahwa, tidak ada paksaan, apabila orang yang melakukan perbuatan itu tidak berada di bawah ancaman, baik dengan paksaan, baik dengan kekerasan jasmani maupun dengan upaya yang bersifat manakut-nakuti, misalnya dengan membuka rahasia sehingga dengan demikian orang itu terpaksa menyetujui perjanjian itu.

Dikatakan tidak ada kekhilafan atau kekeliruan, apabila salah satu pihak tidak khilaf tentang hal pokok yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat penting

19

barang yang menjadi obyek perjanjian atau dengan siapa diadakannya perjanjian itu.

Pada Pasal 1328 KUHPerdatadinyatakan bahwa, tidak ada penipuan apabila tidak ada tindakan menipu.Menipu adalah dengan sengaja melakukan tipu muslihat dengan memberikan keterangan-keterangan palsu dan tidak benar untuk membujuk pihak lawannya supaya menyetujui atau sepakat.Apabila syarat pertama ini tidak dipenuhi maka suatu perjanjian yang sah dianggap tidak ada.Karena sesuai dengan asas konsensualisme itu sendiri, berasal dari perkataan konsensus yang berarti kesepakatan, yang telah menjiwai hukum perjanjian dalam KUHPerdata. Walaupun syarat kata sepakat ini sudah dirasakan atau dianggap telah dipenuhi, mungkin terdapat suatu kehilafan dimana suatu perjanjian yang telah terjadi itu, pada dasarnya ternyata bukan perjanjian, apabila kedua belah pihak beranggapan menghendaki sesuatu yang sama akan tetapi tidak. Keadaan ini kita jumpai bilamana terjadi kehilafan.Perjanjian yang timbul secara demikian dalam beberapa hal dapat dibatalkan.Kata sepakat mungkin pula diberikan karena penipuan, paksaan, atau kekerasan.Dalam keadaan inipun mungkin diadakan pembatalan oleh Pengadilan atau tuntutan dari orang-orang yang berkepentingan.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

Cakap merupakan suatu syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan hukum secara sah yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan

tertentu.20 Pada umumnya seorang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila ia sudah dewasa. Di dalam KUHPerdataPasal 330 dinyatakan bahwasanya “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan sebelumnya belum kawin.”21

Orang yang cakap adalah yang telah berumur 21 Tahun atau belum berumur 21 tahun tetapi telah pernah kawin.Tidak termasuk orang-orang sakit ingatan atau bersifat pemboros yang karena itu oleh Pengadilan diputuskan berada di bawah pengampuan dan seorang perempuan yang masih bersuami.Mengenai hal ini dikeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963, maka sejak saat itu seorang perempuan yang masih mempunyai suami telah dapat

. Di dalam KUHPerdata disebutkan beberapa golongan orang yang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum yaitu orang-orang yang belum dewasa, mereka yang di taruh dibawah pengampuan, dalam hal-hal yang ditetapkan Undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tersebut.Jika terjadi salah satu pihak seperti diatas, salah satu pihak tidak cakap untuk membuat perjanjian.Maka perjanjian itu bercacat, karenanya dapat dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang tidak cakap untuk membuat perjanjian itu.Sebaliknya orang yang berhak meminta pembatalan perjanjian itu juga dapat dilakukan dengan menguatkan perjanjian tersebut.Perjanjian itu dapat dilakukan dengan tegas ataupun secara diam-diam tergantung dari keadaan. Hal ini diatur sesuai Pasal 1330 KUHPerdata.

20

H.Riduan Syahrani,Seluk beluk dan Azas-azas Hukum

Perdata,(Bandung:Alumni,2006), hal 208

21

R.Subekti & R.Tjitrosudibio (1), Kitab Undang-undang Hukum Perdata Cetakan 31, (Jakarta:Gramedia,2001), hal 90

bertindak bebas dalam melakkan perbuatan hukum serta sudah diperbolehkan menghadap di muka Pengadilan tanpa seiji suami. Maka sejak saat itu juga beberapa pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata sudah dinyatakantidak berlaku lagi, antara lain Pasal 108, 110, 284 ayat 3 dan Pasal 1238 KUHPerdata.22

2. Syarat objektif

Syarat objektif adalah syarat yang menyangkut pada obyek perjanjian itu, dimana hal ini meliputi suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.

Kalau dengan syarat subjektif, jika suatu syarat tersebut tidak dipenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum (Pasal 1446 KUHPerdata) artinya dari semula tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.Tujuan para pihak mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Dengan demikian tidak ada dasar untuk saling menuntut di depan hakim.23

Sedangkan apabila syarat objektif tidak dipenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum atau dengan kata lain batal dengan sendirinya. Kalau akibat hukum itu dapat dibatalkan, ini berarti sebelum dilakukan pembatalan tersebut perjanjian itu adalah sah, sahnya sampai diadakannya pembatalan itu.Sedangkan kalau akibatnya batal demi hukum ini berarti sejak lahirnya perjanjian itu sudah batal atau perjanjian memang ada tetapi tidak berlaku atau dianggap tidak pernah ada.

22

A Qirom Syamsudin Meliala(1),Op.cit, hal 9

23

a. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu maksudnya adalah sedikit-dikitnya macam atau jenis benda atau disebut sebagai objek dalam perjanjian itu yang sudah ditentukan.Barang-barang yang dapat dijadikan objek perjanjian hanyalah barang-barang yang dapat diperdagangkan.Lazimnya barang-barang-barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum dianggap sebagai barang-barang di luar perdagangan sehingga tidak bisa dijadikan objek perjanjian dikarenakan barang-barang tersebut merupakan milik Negara dan peruntukannya bagi masyarakat atau kepentingan umum.Hal ini diatur dalam Pasal 1332 KUHPerdata.

Barang yang menjadi objek suatu perjanjian ini harus ditentukan jenisnya, sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan asalkan saja kemudian dapat ditentukan atau diperhitungkan, selanjutnya bahwa ditentukan barang-barang yang baruakan kemudian hari juga dapat menjadi objek suatu perjanjian.Misalnya jual beli beras sebanyak 100 kilogram adalah dimungkinkan asal disebutkan macam atau jenis dan rupanya sedangkan jual beli beras 100 kilogram tanpa disebutkan macam atau jenis, warna dan rupanya dapat dibatalkan. Perjanjian mengenai suatu barang yang akan diterima kelak (hasil panenan) diperkenankan.Hal ini diatur dalam Pasal 1333 dan Pasal 1334 ayat 1 KUHPerdata.

b. Suatu sebab yang halal

Dengan syarat ini dimaksudkan adalah tujuan dari perjanjian itu sendiri, sebab yang tidak halal adalah berlawanan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.Tiap-tiap perjanjian yang dibuat adalah sah apabila telah

memenuhi syarat ini.Apabila salah satu syarat atau lebih syarat itu tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut tidak sah sehingga akibat-akibat hukumnya pun sebagaimana dimaskudkan tidak terjadi pula.Pada Pasal 1337 KUHPerdata dinyatakan bahwa sesuatu sebab dalam perjanjian tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Perjanjian yang dibuat dengan sebab yang demikian tidak mempunyai kekuatan (Pasal 1335 KUHPerdata)

Dokumen terkait