• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2014"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN 2014

TESIS

Oleh

JESPIN SAURLINA MANALU 127032149/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA RUANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT

UMUM DAERAH DR.DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR

TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

JESPIN SAURLINA MANALU 127032149/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL, TERHADAP KINERJA PERAWAT

PELAKSANA RUANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.DJASAMEN SARAGIH

PEMATANGSIANTAR TAHUN 2014 Nama Mahasiswa : Jespin Saurlina Manalu

Nomor Induk Mahasiswa : 127032149

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

(Drs. Amir Purba, M.A, Ph.D)

Anggota

(Drs. Eddy Syahrial, M.S)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah Diuji

pada Tanggal : 18 Juni 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Amir Purba, M.A, Ph.D Anggota : 1. Drs. Eddy Syahrial, M.S

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA RUANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT

UMUM DAERAH DR.DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR

TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2014

Jespin Saurlina Manalu

(6)

ABSTRAK

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis berupa percakapan. Pelayanan keperawatan di rumah sakit oleh perawat pelaksana sangat menentukan kinerja perawat pelaksana terutama ketrampilan komunikasi antara kepala ruangan dengan perawat pelaksana.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh komunikasi interpersonal kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana ruang rawat inap di RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar. Penelitian ini bersifat explanatory research dengan rancangan potong lintang yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, yaitu pengaruh variabel komunikasi interpersonal terhadap kinerja perawat pelaksana ruang rawat inap. Populasi dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana yang berpendidikan minimal D3 keperawatan dan tidak menjabat sebagai kepala ruangan. Berdasarkan data perawat pelaksana di RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar sebanyak 126 orang dan pengambilan sampel dilakukan dengan metode random sampling sehingga ditemukan responden sebanyak 54 orang. Data diperoleh melalui wawancara dengan responden dan diuji regresi linier berganda pada taraf kepercayaan 0,05

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal adalah keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan. Hasil uji regresi linier berganda ditemukan variabel empati dalam komunikasi interpersonal lebih dominan terhadap kinerja perawat pelaksana ruang rawat inap di RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar dengan nilai r = 0,428 disusul dengan variabel kesetaraan nilai r = 0,301 dan sikap mendukung dengan nilai r = 0,244

Disarankan bagi pihak rumah sakit umum daerah dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar dalam rangka meningkatkan kinerja perawat pelaksana dapat memberikan informasi komunikasi interpersonal yang baik dengan memperhatikan faktor efektifitas komunikasi interpersonal. Setiap kepala ruang perawatan perlu melakukan komunikasi yang efektif dengan perawat pelaksana, khususnya bersikap objektif. Diperlukan dukungan Komite Keperawatan RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar supaya memberikan kesempatan bagi setiap kepala ruang perawatan mengikuti pelatihan atau kursus tentang komunikasi untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi secara efektif.

(7)

ABSTRACT

Interpersonal communication is the most effective communication to change attitudes, opinions or human behavior since its process is a dialogical form of conversation. Nursing service provided in hospitals which is performed by nurses determines the performance of the nurses themselves especially in terms of the communication skills between the head of ward and the nurses on duty.

The purpose of this explanatory study with cross-sectional design was to analyze the influence of interpersonal communication of the head of ward (independent variable) on the performance of the nurses on duty in the in-patient ward (dependent variable) at dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar. The population of this study was 126 nurses on duty who were at least graduated from D3 Nursing and were not serving as the head of ward at dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar, and 54 of them were selected to be the samples for this study through random sampling method. The data for this study were obtained through interviews and the data obtained were analyzed through multiple linier regression tests at level of confidence 0.05.

The result of this study showed that the variables related to interpersonal communication were openness, empathy, being supportive, positive attitudes and equality. The result of multiple linier regression tests showed that the variable of empathy in interpersonal communication had more dominant influence on the performance of the nurses on duty in the in-patient ward at dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar with r = 0.428 followed by the variables of equality with r= 0.301 and being supportive with r= 0.244.

The management of dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar is suggested to improve the performance of the nurses through the provision of the information on good interpersonal communication by paying attention to the factor of the effectiveness of interpersonal communication. Every head of ward should perform effective communication especially to be objective to the nurses on duty. The support of Nursing Committee of dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar is needed that every head of ward can get opportunity to attend the training or course on communication to improve their ability to effectively communicate.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur, penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat dan Kasih serta Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Pengaruh Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2014”.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis dalam menyusun tesis ini, menyadari begitu banyak mendapat dukungan, bimbingan, bantuan dan kemudahan dari berbagai pihak sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan ketulusan hati, penulis menyampaikan ucapan terima kasih, semoga sehat, bahagia dan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

(9)

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Drs. Amir Purba, M.A, Ph.D dan Drs. Eddy Syahrial, M.S selaku komisi pembimbing dengan sabar dan tulus serta banyak memberikan perhatian, dukungan, pengertian dan pengarahan sejak awal hingga terselesaikannya tesis ini.

5. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes dan Siti Zahara Nasution, S.Kep, M.Ns selaku komisi penguji yang telah memberi masukan sehingga dapat meningkatkan kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh Dosen Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, semoga ilmu dan pengetahuan yang diberikan selama penulis belajar menjadi amal ibadah dan mendapat Rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.

7. Dr. Maruli Pardede, MHA selaku Ketua yayasan Abdi Florensia Pematangsiantar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat melanjutkan Pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

8. Dr. Abadi Sinaga selaku Direktur Akademi Keperawatan Abdi Florensia Pematangsiantar yang telah memberi Ijin belajar kepada penulis.

(10)

10. Adikku yang baik hati Bukit Anton Manalu,ST ; Johan Permana Manalu serta keluarga adik Nababan yang selalu memberi dukungan kepada penulis selama mengikuti pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat. 11. Ucapan terima kasih yang tulus dan tak terkira kepada Ayahanda M.Manalu

dan ibunda M. br. Purba serta mertua alm.R. Rajagukguk dan E.br.Tohang atas segala jasanya sehingga penulis mendapatkan pendidikan terbaik.

12. Teristimewa ucapan terima kasih ini penulis curahkan kepada suami tercinta Esron Rajagukguk, S.Pd dan anak-anakku tersayang Joshua Binsar Valentino Rajagukguk, Beatryck Rezeki Rajagukguk dan Christian Boaz Threedec Rajagukguk yang telah turut memberikan doa, karena kehilangan banyak waktu bersama dalam masa-masa menempuh pendidikan ini dan banyak sekali memberikan motivasi serta dukungan kepada penulis dalam proses penyelesaian tesis ini.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Juni 2014 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Jespin Saurlina Manalu lahir pada tanggal 19 Maret 1969 di Tipang Kecamatan Baktiraja kabupaten Humbahas, anak ke 1 dari 9 bersaudara dari pasangan ayahanda Manahan Manalu dan ibunda Mangulon Br Purba.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di sekolah RK 1 Sibolga selesai tahun 1982, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Sibolga selesai tahun 1985, Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sibolga selesai tahun1988, DIII Keperawatan Departemen Kesehatan Medan selesai tahun 1992, D-IV Perawat Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan selesai tahun 2002.

Penulis mulai bekerja sebagai staf pengajar di SPK Kesdam I/BB Pematangsiantar dari tahun 1992 sampai tahun 1997, dan tahun 1997 sampai sekarang, sebagai staf Pengajar di Akademi Keperawatan Abdi Florensia Pematangsiantar.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Komunikasi ... 8

2.1.1. Pengertian Komunikasi ... 8

2.1.2. Unsur-unsur Komunikasi ... 9

2.1.3. Bentuk-bentuk Komunikasi ... 12

2.1.3.1 Komunikasi Interpersonal ... 13

2.1.3.2 Komunikasi Kelompok (Forum) ... 19

2.2. Kinerja ... 22

2.2.1. Pengertian Kinerja ... 22

2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 23

2.2.3. Kinerja Perwatan Pelaksana Rawat Inap ... 24

2.3. Landasan Teori ... 33

2.4. Kerangka Konsep ... 33

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Jenis Penelitian ... 34

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.2.2. Waktu Penelitian ... 34

3.3. Populasi dan Sampel ... 35

3.3.1. Populasi ... 35

3.3.2. Sampel ... 35

(13)

3.4.1. Data Primer ... 37

3.4.2. Data Sekunder ... 37

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 37

3.5. Variabel dan Definisi Operasional . ... 42

3.5.1. Variabel . ... 42

3.5.2. Definisi Operasional ... 43

3.6. Metode Pengukuran ... 45

3.6.1. Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 45

3.6.2. Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 46

3.7. Metode Analisis Data ... 46

3.7.1. Analisis Univariat ... 46

3.7.2. Analisis Bivariat ... 47

3.7.3. Analisis Multivariat ... 47

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 48

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 48

4.2. Analisis Univariat ... 50

4.2.1. Karakteristik Responden ... 50

4.2.2. Komunikasi Interpersonal di RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 52

4.2.3. Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap di RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 61

4.3. Analisis Bivariat ... 68

4.3.1. Korelasi Keterbukaan dengan Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap ... 68

4.3.2. Korelasi Empati dengan Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap ... 69

4.3.3. Korelasi Sikap Mendukung dengan Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap ... 70

4.3.4. Korelasi Sikap Positif dengan Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap ... 70

4.3.5. Korelasi Kesetaraan dengan Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap ... 71

4.4 Analisis Multivariat ... 72

BAB 5. PEMBAHASAN ... 74

5.1 Pengaruh Keterbukaan dalam Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 74

(14)

5.3 Pengaruh Sikap Mendukung dalam Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap RSUD

dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 78

5.4 Pengaruh Sikap Positif dalam Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 80

5.5 Pengaruh Kesetaraan dalam Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 81

5.6 Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 84

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

6.1 Kesimpulan ... 91

6.2 Saran ... 92

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1 Jumlah Populasi dan Sampel Perawat Pelaksana di RSUDdr. Djasamen

Saragih Pematangsiantar ... 36

3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Keterbukaan ... 39

3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Empati ... 39

3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Sikap Mendukung ... 40

3.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Sikap Positif ... 40

3.6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Kesetaraan ... 41

3.7 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Kinerja ... 41

3.8. Skala Pengukuran Variabel Bebas ... 45

3.9. Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 46

3.10. Uji Statistik Pearson Correlation Product Moment ... 47

4.1 Data Kepegawaian Berdasarkan Pendidikan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 50

4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ... 51

4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51

4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 51

4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja ... 52

4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status perkawinan ... 52

(16)

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Keterbukaan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 54 4.9 Komunikasi Berdasarkan Empati di RSUD dr.Djasamen Saragih

Pematangsiantar ... 54 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Empati di RSUD dr.

Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 56 4.11 Komunikasi Berdasarkan Sikap Mendukung di RSUD dr. Djasamen

Saragih Pematangsiantar ... 56 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Mendukung di

RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 57 4.13 Komunikasi Berdasarkan Sikap Positif di RSUD dr. Djasamen Saragih

Pematangsiantar ... 58 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Positif di RSUD

dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 59 4.15 Komunikasi Berdasarkan Kesetaraan di RSUD dr. Djasamen Saragih

Pematangsiantar ... 59 4.16 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kesetaraan di RSUD

dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 61 4.17 Distribusi Kinerja Responden dalam Pengkajian di RSUD dr.Djasamen

Saragih Pematangsiantar ... 62 4.18 Distribusi Kinerja Responden dalam Menegakkan Diagnosa

Keperawatan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 63 4.19 Distribusi Kinerja Responden dalam Perencanaan Tindakan

Keperawatan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 64 4.20 Distribusi Kinerja Responden dalam Pelaksanaan Tindakan

keperawatan di RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 66 4.21 Distribusi Kinerja Responden dalam Evaluasi di RSUD dr. Djasamen

(17)

4.22 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 68 4.23 Korelasi Keterbukaan dengan Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat

Inap ... 69 4.24 Korelasi Empati dengan Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap .. 69 4.25 Korelasi Sikap Mendukung dengan Kinerja Perawat Pelaksana Ruang

Rawat Inap ... 70 4.26 Korelasi Sikap Positif dengan Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat

Inap ... 71 4.27 Korelasi Kesetaraan dengan Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat

Inap ... 71 4.28 Hasil Seleksi Bivariat antara Variabel Komunikasi Interpersonal

(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ... 96

2. Kuesioner Penelitian ... 97

3. Master Data ... 102

4. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 104

5. Uji Univariat ... 108

6. Uji Bivariat ... 123

7. Uji Multivariat ... 128

8. Surat Penelitian ... 129

(20)

ABSTRAK

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis berupa percakapan. Pelayanan keperawatan di rumah sakit oleh perawat pelaksana sangat menentukan kinerja perawat pelaksana terutama ketrampilan komunikasi antara kepala ruangan dengan perawat pelaksana.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh komunikasi interpersonal kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana ruang rawat inap di RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar. Penelitian ini bersifat explanatory research dengan rancangan potong lintang yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, yaitu pengaruh variabel komunikasi interpersonal terhadap kinerja perawat pelaksana ruang rawat inap. Populasi dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana yang berpendidikan minimal D3 keperawatan dan tidak menjabat sebagai kepala ruangan. Berdasarkan data perawat pelaksana di RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar sebanyak 126 orang dan pengambilan sampel dilakukan dengan metode random sampling sehingga ditemukan responden sebanyak 54 orang. Data diperoleh melalui wawancara dengan responden dan diuji regresi linier berganda pada taraf kepercayaan 0,05

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal adalah keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan. Hasil uji regresi linier berganda ditemukan variabel empati dalam komunikasi interpersonal lebih dominan terhadap kinerja perawat pelaksana ruang rawat inap di RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar dengan nilai r = 0,428 disusul dengan variabel kesetaraan nilai r = 0,301 dan sikap mendukung dengan nilai r = 0,244

Disarankan bagi pihak rumah sakit umum daerah dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar dalam rangka meningkatkan kinerja perawat pelaksana dapat memberikan informasi komunikasi interpersonal yang baik dengan memperhatikan faktor efektifitas komunikasi interpersonal. Setiap kepala ruang perawatan perlu melakukan komunikasi yang efektif dengan perawat pelaksana, khususnya bersikap objektif. Diperlukan dukungan Komite Keperawatan RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar supaya memberikan kesempatan bagi setiap kepala ruang perawatan mengikuti pelatihan atau kursus tentang komunikasi untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi secara efektif.

(21)

ABSTRACT

Interpersonal communication is the most effective communication to change attitudes, opinions or human behavior since its process is a dialogical form of conversation. Nursing service provided in hospitals which is performed by nurses determines the performance of the nurses themselves especially in terms of the communication skills between the head of ward and the nurses on duty.

The purpose of this explanatory study with cross-sectional design was to analyze the influence of interpersonal communication of the head of ward (independent variable) on the performance of the nurses on duty in the in-patient ward (dependent variable) at dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar. The population of this study was 126 nurses on duty who were at least graduated from D3 Nursing and were not serving as the head of ward at dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar, and 54 of them were selected to be the samples for this study through random sampling method. The data for this study were obtained through interviews and the data obtained were analyzed through multiple linier regression tests at level of confidence 0.05.

The result of this study showed that the variables related to interpersonal communication were openness, empathy, being supportive, positive attitudes and equality. The result of multiple linier regression tests showed that the variable of empathy in interpersonal communication had more dominant influence on the performance of the nurses on duty in the in-patient ward at dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar with r = 0.428 followed by the variables of equality with r= 0.301 and being supportive with r= 0.244.

The management of dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar is suggested to improve the performance of the nurses through the provision of the information on good interpersonal communication by paying attention to the factor of the effectiveness of interpersonal communication. Every head of ward should perform effective communication especially to be objective to the nurses on duty. The support of Nursing Committee of dr. Djasamen Saragih General Hospital Pematangsiantar is needed that every head of ward can get opportunity to attend the training or course on communication to improve their ability to effectively communicate.

(22)

1.1. Latar Belakang

Komunikasi merupakan sebuah pentransferan makna maupun pemahaman makna kepada orang lain dalam bentuk lambang-lambang, simbol, atau bahasa-bahasa tertentu sehingga orang yang menerima informasi memahami maksud dari informasi tersebut dalam kegiatan organisasi (Robbins,2006). Menurut Effendi (2002),komunikasi dibagi atas empat bentuk, yaitu komunikasi personal (komunikasi intrapersonal dan komunikasi interpersonal), komunikasi kelompok, komunikasi massa dan komunikasi medio. Dari keempat bentuk komunikasi tersebut, komunikasi interpersonal merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis.

Komunikasi interpersonal (komunikasi antarpribadi) mempunyai keunikan karena selalu dimulai dari proses hubungan yang bersifat psikologis dan proses psikologis selalu mengakibatkan keterpengaruhan. Komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung. Pada hakekatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan komunikan.

(23)

rumah sakit (Notoatmodjo,2010). Komunikasi interpersonal merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang berlangsung antar anggota organisasi, dapat berlangsung antara atasan dengan bawahan, atasan dengan atasan demikian juga bawahan dengan bawahan.

Pada pelayanan organisasi rumah sakit, proses komunikasi antara kepala ruangan dengan perawat pelaksana akan menentukan bagaimana kinerja perawat pelaksana dalam menjalankan tugas dan kewajibannya melalui pelaksanaan asuhan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien.Dalam memberikan asuhan keperawatan, setiap anggota harus mampu mengkomunikasikan dengan perawat anggota lain (Rifiani,2013).

(24)

Salah satu masalah yang ada dalam manajemen sumber daya manusia adalah masalah kinerja karyawan. Keberhasilan suatu organisasi yang dianggap penting karena dipengaruhi oleh kinerja itu sendiri. Kinerja atau prestasi adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melakukan tugas sesuai tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Peran komunikasi sesama rekan sekerja, dengan atasan dan dengan bawahan sangat penting. Komunikasi yang baik dapat menjadi sarana yang tepat dalam meningkatkan kinerja karyawan. Melalui komunikasi, karyawan dapat meminta petunjuk kepada atasan mengenai pelaksanaan kerja. Demikian juga sesama karyawan dapat saling bekerja sama satu dengan lainnya (Robbins,2006).

Setiap organisasi akan berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Berbagai cara ditempuh untuk meningkatkan kinerja karyawan misalnya memberi kesempatan mengikuti pendidikan dan latihan, pemberian kompensasi dan dorongan yang dapat menciptakan suasana kerja yang baik. Peningkatan kinerja dalam hal komunikasi interpersonal akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan dan memberikan feed back yang tepat terhadap perubahan perilaku yang direfleksikan dalam kenaikan produktivitas (Notoatmodjo,2010).

(25)

tenaga perawat di rumah sakit melakukan praktik keperawatan yang berupa pelayanan keperawatan yang dikenal dengan asuhan keperawatan.

Profesi keperawatan merupakan profesi yang memiliki sumber daya manusia yang relatif besar (50%) jumlahnya dalam suatu kegiatan rumah sakit. Pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas tidak terlepas dari peran tenaga medis dan non medis, salah satu diantaranya adalah tenaga perawat. Tenaga perawat yang merupakan “the caring profession” mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual merupakan pelayanan yang unik dilaksanakan selama 24 jam secara berkesinambungan merupakan kelebihan tersendiri dibanding pelayanan lainnya (Depkes RI,2011).

Perawat merupakan tenaga profesional yang mempunyai kemampuan, tanggungjawab, dan kewenangan dalam melaksanakan dan/atau memberikan perawatan kepada pasien yang mengalami masalah kesehatan. Seorang perawat harus memiiki pengetahuan dan ketrampilan (skill and knowledge) tentang keperawatan termasuk ketrampilan berkomunikasi didalam setiap prosedur tindakan keperawatan. Standar dalam praktik keperawatan menjadi sebuah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi keperawatan. Profesi keperawatan akan selalu berupaya mengembangkan dirinya dengan secara aktif untuk melaksanakan pelayanan kesehatan yang ideal (Rifiani,2013).

(26)

rawat inap RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun mengungkapkan bahwa mayoritas perawat pelaksana belum optimal dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Demikian juga hasil penelitian Situmorang (2011), bahwa komunikasi vertikal ke bawah dan komunikasi horizontal berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.

(27)

Kinerja perawat dalam memberikan tindakan keperawatan kurang sesuai dengan SOP yang sudah ditetapkan oleh pihak RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar, dimana pelayanan keperawatan seperti masalah memandikan pasien hampir seluruhnya dilakukan oleh keluarga pasien, kurang memberikan sapaan, kurang menjalankan pencatatan dan pendokumentasian asuhan keperawatan dengan baik. Hal ini berdampak pada indikator pencapaian kinerja RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar, yaitu tingkat BOR rumah sakit tahun 2012 sebesar 39,36% dan tahun 2013 sebesar 36,61%. Kinerja rumah sakit yang belum optimal dapat dilihat dari hasil kunjungan pasien rawat inap, dimana pencapaian BOR masih jauh dari nilai parameter ideal (75-85%). Belum optimalnya kinerja rumah sakit tersebut tentu saja terkait dengan kinerja petugas pelayanan kesehatan, salah satu diantaranya perawat. Tetapi peneliti tidak meneliti masalah lain, peneliti lebih berfokus apakah ada “ Pengaruh Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar”.

1.2. Permasalahan

(28)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh komunikasi interpersonal kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana ruang rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2014.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini ada pengaruh komunikasi interpersonal terhadap kinerja perawat pelaksana ruang rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit umum daerah dr. Djasamen Saragih agar dapat memberikan informasi komunikasi interpersonal yang baik terhadap perawat pelaksana.

2. Sebagai masukan bagi instansi kesehatan terutama yang berkaitan dengan kinerja perawat pelaksana di rumah sakit.

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komunikasi

2.1.1. Pengertian Komunikasi

Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk memengaruhi perilaku orang lain. Stimulus atau rangsangan dapat berupa suara/bunyi atau bahasa lisan berupa gerakan , tindakan atau simbol-simbol yang dapat dimengerti oleh pihak lain. Oleh sebab itu reaksi atau respon dalam bentuk simbol merupakan pengaruh atau hasil proses komunikasi (Notoatmojo, 2007). Proses komunikasi yang menggunakan stimulus atau respon dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tulisan selanjutnya disebut komunikasi verbal. Sedangkan apabila proses komunikasi tersebut menggunakan simbol-simbol disebut komunikasi non-verbal (Setiawati,2008).

(30)

angka dan kata-kata hanya dapat mewakili atau mengira-ngirakan gagasan yang hendak dikomunikasikan.

2.1.2. Unsur-unsur Komunikasi

Komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan kata lain, komunikasi adalah proses membuat sebuah pesan setala (tuned) bagi komunikator dan komunikan.Komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka asuan (frame of reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang pernah diperoleh komunikan.

Menurut Wilbur Schramm untuk dapat berkomunikasi diperlukan paling sedikit tiga unsur yaitu the source, the message dan the destination, yang diperinci menjadi lima unsur komunikasi yaitu :

1. Sumber (Source)

Adalah pihak yang mensponsori atau ide yang melandasi kegiatan-kegiatan komunikasi. Sumber dapat merupakan sebuah lembaga, atau sebuah kejadian atau sipenyampai pesan itu sendiri.

2. Komunikator (Encoder)

(31)

melancarkan kegiatan komunikasi dapat melakukannya dalam situasi antar personal, komunikasi kelompok dan komunikasi massa.

3. Pesan (Message)

Pesan yaitu materi pernyataan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Materi pernyataan ini dapat diwujudkan secara lisan dan tulisan, juga dalam bentuk gambar, warna, isyarat dan segala lambang yang ada di alam pikiran manusia, asal saja lambang-lambang ini sama-sama dapat dipahami oleh komunikator maupun komunikan.

Wilbur Schramm menampilkan apa yang ia sebut “The condition of success in communication” yakni kondisi yang harus dipatuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki:

1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian komunikan.

2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan sehingga sama-sama dimengerti. 3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikator dan

menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

(32)

4. Komunikan / Sasaran (Decoder)

Komunikan atau sasaran adalah orang atau pihak yang menerima pesan dalam suatu kegiatan komunikasi. Komunikan dalam suatu kegiatan komunikasi dapat berbentuk :

- Masyarakat umum (general public) - Masyarakat khusus (special public)

- Individu-individu yang berasal dari suatu particular group atau massa seperti pendengar radio, pemirsa televisi, pembaca surat kabar dan lain-lain.

5. Tujuan (Destination)

Setiap komunikasi yang dilancarkan pasti mempunyai tujuan, yakni bagaimana hasil dari komunikasi yang dijalankan mendapat umpan balik positif. Atau dengan kata lain komunikan dapat memberikan respon/ tanggapan yang merupakan umpan balik (feed back) yang positif. (Meinanda, 1981)

Model komunikasi David K.Berlo dalam Cangara (2006) melibatkan empat komponen komunikasi meliputi : komunikator, pesan, media, komunikan dan umpan balik.

David K. Berlo menjelaskan bahwa proses komunikasi bersifat timbal balik, berawal dari seorang sumber informasi (komunikator) yang menciptakan dan

Penerima Pesan Media

Sumber Efek

(33)

mengirimkan pesan kepada penerima atau komunikan. Selanjutnya komunikan memberi tanggapan, respon, umpan balik atau feedback kepada komunikator. 2.1.3. Bentuk-bentuk Komunikasi

Secara garis besar komunikasi dibagi menjadi empat bentuk, yaitu komunikasi personal (komunikasi intrapersonal dan komunikasi interpersonal), komunikasi kelompok, komunikasi massa, dan komunikasi medio (Effendy, 2002). Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang dilakukan pada diri sendiri, yang terdiri dari sensasi, persepsi, memori dan berpikir. Komunikasi ini biasanya dilakukan oleh seseorang ketika merenung tentang dirinya atau pada saat melakukan evaluasi diri. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan kepada orang lain atau komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Komunikasi kelompok terdiri dari dua bentuk yaitu komunikasi kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar. Komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan dengan perantara atau media komunikasi yang ada dimasyarakat seperti radio, televise, film, pers, dan lain-lain. Komunikasi medio adalah bentuk komunikasi yang menggunakan media atau alat peraga tertentu seperti surat, telepon, e-mail, pamphlet, poster, spanduk dan sebagainya (Effendy, 2002).

(34)

disampaikan oleh komunikan, langsung dapat direspon atau ditanggapi pada saat itu juga (Notoatmodjo, 2003).

Pada pembahasan berikutnya akan dijelaskan lebih lanjut mengenai komunikasi interpersonal.

2.1.3.1. Komunikasi Interpersonal a. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal.

Bentuk khusus daridyadic

communication) melibatkan hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya (Mulyana, 2011).

Menurut Effendi dalam Sunarto (2003), pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunika seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.

(35)

umpan balik yang langsung. Dalam menerangkan komunikasi interpersonal, maka perlu dijelaskan pengertian komunikasi diadik serta komunikasi interpersonal. Karena dalam proses komunikasi interpersonal secara universal adalah karakteristik atau konsep-konsep yang relevan dengan semua bentuk komunikasi interpersonal. Konsep-konsep ini adalah konsep komunikasi kelompok, oleh karenanya, sebagai konsekuensinya ialah bahwa dalam komunikasi interpersonal tidak ada pemecahan unit dari komunikasi diadik maupun komunikasi kelompok. Komunikasi diadik adalah komunikasi antara dua orang individu, sedangkan komunikasi interpersonal ialah komunikasi dengan pribadi sendiri.

Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula (Hardjana, 2003). Sehingga komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi dapat meningkatkan hubungan insani (humans relations), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain (Cangara, 1998).

(36)

b. Bentuk Komunikasi Interpersonal

Bentuk komunikasi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu : 1. Komunikasi verbal (verbal communication)

Komunikasi verbal menggunakan kat-kata, mencakup komunikasi bahasa lisan. Bahasa terbanyak dan terpenting digunakan dalam berkomunikasi. Hal ini disebabkan karena “bahasa” selain dapat mewakili kenyataan konkrit dalam dunia sekeliling, juga dapat mewakili hal-hal yang abstrak. Sebagai contoh pengertian seseorang tentang :kursi” disatu pihak akan mengatakan sebagai tempat duduk. Mungkin di pihak lain akan mengatakan sebagai :kedudukan” atau “jabatan”.

2. Komunikasi nonverbal (nonverbal communication)

Yakni yang menyangkut gerak-gerik, sikap, ekspresi wajah, penampilan, dan lain sebagainya. Misalnya seorang siswa sekolah perawat kesehatan maju ke depan kelas untuk menyajikan hasil diskusinya. Namun kelihatan yang bersangkutan gemetar (Kariyoso,1994).

c. Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Interpersonal

Menurut teori Devito (1997), faktor-faktor efektifitas komunikasi interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu :

1. Keterbukaan (Openness)

(37)

dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya, memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut.

Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk daripada ketidak acuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain.

Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama tunggal).

2. Empati (Empathy)

(38)

Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang.

Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.

3. Sikap Mendukung (Supportiveness)

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empati tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategik, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.

4. Sikap Positif (Positiveness)

(39)

pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.

5. Kesetaraan (Equality)

(40)

2.1.3.2. Komunikasi Kelompok (Forum) a. Pengertian Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok ialah komunikasi antara seseorang dengan sekelompok orang dalam situasi tatap muka. Kelompok ini bisa kecil dapat juga besar, tetapi berapa jumlah orang yang termasuk kelompok kecil dan berapa jumlahnya yang termasuk kelompok besar tidak ditentukan perhitungan secara eksak, dengan ditentukan berdasarkan ciri dan sifat komunikan dalam hubungannya dengan proses komunikasi. Oleh karena itu, dalam komunikasi kelompok dibedakan antara kelompok kecil dan kelompok besar.

Komunikasi kelompok kecil ialah komunikasi antara seorang manajer atau administrator dengan sekelompok karyawan yang memungkinkan terdapatnya kesempatan bagi salah seorang untuk memberikan tanggapan secara verbal. Dengan lain perkataan, dalam komunikasi kelompok kecil si pemimpin dapat melakukan komunikasi antarpersonal dengan salah seorang peserta kelompok. Komunikasi kelompok besar adalah kelompok komunikan yang karena jumlahnya yang banyak, dalam suatu situasi komunikasi hampir tidak terdapat kesempatan untuk memberikan tanggapan secara verbal. Dengan lain perkataan, dalam komunikasi kelompok besar, kecil sekali kemungkinannya bagi komunikator untuk berdialog dengan komunikan.

(41)

Sehubungan dengan itu, berikut ini disarankan untuk memperhatikan hal-hal seperti berikut :

1. Adakanlah persiapan yang saksama sebelum berkomunikasi 2. Bangkitkanlah perhatian sebelum komunikasi dimulai 3. Peliharalah kontak pribadi selama berkomunikasi 4. Tunjukkan diri sebagai komunikator terpercaya 5. Bicaralah secara menyakinkan

6. Aturlah intonasi sehingga menimbulkan gairah

7. Kemukakanlah pesan komunikasi yang menyangkut kepentingan komunikasi, bukan kepentingan komunikator semata-mata (Effendy, 1990).

Dalam komunikasi kelompok (forum), juga melibatkan komunikasi interpersonal. Karena itu kebanyakan teori komunikasi interpersonal berlaku juga bagi komunikasi kelompok.

b. Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Kelompok (Forum)

(42)

Faktor-faktor keefektifan komunikasi kelompok dapat dilihat dari karakteristik kelompok, yaitu :

1. Ukuran kelompok

Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara terorganisasi untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada kelompok tugas koaktif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas. Yakni semakin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misalnya, satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara keseluruhan akan berkurang.

(43)

2. Jaringan Komunikasi

Terdapat berbagai tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut : roda, rantai, Y, lingkaran dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir. 3. Kohesi kelompok

Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. Mc David dan Harari dalam Jalaluddin (2004) menyarankan bahwa kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut : ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota, kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota, kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas.

2.2. Kinerja

2.2.1. Pengertian Kinerja

(44)

maupun kelompok kerja personal. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personal yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personal di dalam organisasi (Illyas, 2001). Menurut Robbins, (2006) Kinerja merupakan ukuran hasil kerja yang mana hal ini menggunakan sejauhmana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

Menurut Mangkunegara (2002), kinerja adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui dengan melakukan penilaian terhadap kinerja karyawannya.

2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

Mangkunegara, (2002), mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

a. Faktor kemampuan (ability)

Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatannya dan ketrampilan dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka ia lebih mudah untuk mencapai kinerja yang diharapkan.

b. Faktor motivasi (motivation)

(45)

kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja. Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja.

Davis (2004) menyatakan bahwa faktor-faktor memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (Ability) dan faktor motivasi (Motivation). Secara psikologis kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge+Skill). Artinya karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan ketrampilan dalam mengerjakan pekerjaan, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Sedangkan Robbin (2006), menambahkan dimensi baru yang menentukan kinerja seseorang yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang bersedia (motivasi) dan mampu (kemampuan). Mungkin ada rintangan yang menjadi kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan kerja yang tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung, prosedur kerja yang tidak jelas dan sebagainya. 2.2.3. Kinerja Perawat Pelaksana Rawat Inap

(46)

keperawatan merupakan suatu kegiatan yang komplek dan melibatkan berbagai individu.

Proses keperawatan adalah serangkaian tindakan sistematis berkesinambungan, yang meliputi tindakan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan individu atau kelompok, baik yang aktual maupun potensial kemudian merencanakan tindakan untuk menyelesaikan, mengurangi, atau mencegah terjadinya masalah baru dan melaksanakan tindakan atau menugaskan orang lain untuk melaksanakan tindakan keperawatan serta mengevaluasi keberhasilan dari tindakan yang dikerjakan.

Menurut Rohmah dan Walid (2012), pendekatan proses keperawatan membantu perawat secara lebih teliti melaksanakan tugas identifikasi masalah dan penetapan desain perencanaan yang ilmiah sehingga hasil asuhan yang dilaksanakan dapat berkualitas. Tahap-tahap proses keperawatan merupakan suatu tahapan yang saling bergantungan, yang meliputi (1) Pengkajian,(2) Diagnosa keperawatan,(3) Perencanaan,(4) Pelaksanaan dan (5) Evaluasi.

(1) Pengkajian

(47)

kesehatan klien. Data yang didapat dari beberapa sumber dan merupakan dasar pengambilan keputusan untuk tahapan selanjutnya.

Sehubungan dengan sistem kerja pada asuhan keperawatan di rumah sakit sebagai kerja tim, maka data pasien pada tahap pengkajian yang dibuat oleh perawat pelaksana pada saat pasien masuk ke rumah sakit menjadi acuan bagi perawat yang menangani pasien tersebut pada shift berikutnya.

Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan sekitar 6 atau 7 orang perawat profesional dan perawat bekerja sebagai suatu tim, disupervisi oleh ketua tim. Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu (Yulia, 2006).

Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi (Nursalam, 2007):

a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.

b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.

(48)

d. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relevan, dan baru).

(2) Diagnosa keperawatan

Pernyataan yang menggambarkan respon manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual/potensial) dari individu atau kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan.

Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat ditentukan oleh pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan profesional. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan dan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan, maka metode sistem pemberian asuhan keperawatan harus efektif dan efisien (Nurachmad, 2001).

Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yang ada, salah satunya adalah metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di ruang perawatan (Yulia,2006).

(49)

keperawatan secara menyeluruh tidak bisa dicapai dengan metode ini karena asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien terpisah-pisah sesuai dengan tugas yang dibebankan kepada perawat. Di samping itu, asuhan keperawatan yang diberikan tidak profesional yang berdasarkan pada masalah pasien. Perawat senior cenderung sibuk dengan tugas administrasi dan manajerial, sementara asuhan keperawatan kepada pasien dipercayakan kepada perawat junior (Yulia, 2006).

Untuk mengantisipasi kondisi tersebut maka peran perawat kepala ruang (nurse unit manager) harus lebih peka terhadap anggaran rumah sakit dan kualitas pelayanan keperawatan, bertanggung jawab terhadap hasil dari pelayanan keperawatan yang berkualitas, dan menghindari terjadinya kebosanan perawat serta menghindari kemungkinan terjadinya saling melempar kesalahan. Sekalipun diakui bahwa metode fungsional ini cocok untuk jangka waktu pendek dalam kondisi gawat atau terjadi suatu bencana, tetapi metode ini kurang disukai untuk pelayanan biasa dan jangka panjang karena asuhan keperawatan yang diberikan tidak komprehensif dan memperlakukan pasien kurang manusiawi (Yulia, 2006).

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan (Nursalam, 2007), kriteria proses meliputi :

a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosis keperawatan.

(50)

c. Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan.

d. Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru. (3) Perencanaan

Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosa keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien.

Konsep perencanaan tindakan keperawatan yang dilakukan kepada pasien mencakup kebutuhan pasien secara menyeluruh, dan dasar menyusun rencana tindakan keperawatan tersebut adalah data yang telah dikumpulkan pada tahap asuhan keperawatan sebelumnya yaitu pengkajian dan diagnosa keperawatan. Oleh karena itu kesesuaian data pasien antar shift kerja perawat perlu dikomunikasikan sehingga dapat dirumuskan suatu rencana tindakan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien serta menghindari terjadinya kesalahan menetapkan tindakan keperawatan (Yulia, 2006).

(51)

Perawat membuat rencana tindakan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien (Nursalam, 2007), kriteria proses meliputi:

a. Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan keperawatan.

b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien. d. Mendokumentasikan rencana keperawatan.

(4) Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru.

Perawat terkadang tidak mempunyai waktu untuk berdiskusi dengan pasien atau mengobservasi reaksi obat yang diberikan maupun mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang diberikan. Pada model ini kepala ruangan menentukan apa yang menjadi tugas setiap perawat dalam suatu ruangan dan perawat akan melaporkan tugas-tugas yang dikerjakan kepada kepala ruangan dan kepala ruanganlah yang bertanggung jawab dalam membuat laporan pasien (Nurachmad, 2001).

(52)

setiap kebutuhan pasien secara komprehensif. Informasi yang disampaikan bersifat verbal, yang seringkali terlupakan karena tidak didokumentasikan dan tidak diketahui oleh staf lain yang memberikan asuhan keperawatan (Nurachmad, 2001).

Dengan menggunakan model ini, kepala ruangan kurang mempunyai waktu untuk membantu stafnya untuk mempelajari cara yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan pasien atau dalam mengevaluasi kondisi pasien dan hasil asuhan keperawatan, kecuali terjadi perubahan yang sangat mencolok. Dan orientasi model ini hanya pada penyelesaian tugas, bukan kualitas, sehingga pendekatan secara holistik sukar dicapai. Model fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas bila jumlah staf sedikit, namun pasien selalu tidak mendapat kepuasan dari asuhan keperawatan yang diberikan (Nurachmad, 2001).

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2007), kriteria proses meliputi :

a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

(53)

(5) Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan (Nursalam, 2007). Konsep dan fungsi evaluasi dalam teori manajemen adalah untuk mengukur kesesuaian pelaksanaan kegiatan keperawatan dengan pedoman asuhan keperawatan yang berlaku di rumah sakit serta untuk mengetahui kendala atau hambatan yang dihadapi perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

Kriteria evaluasi pada proses keperawatan, meliputi :

a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus-menerus.

b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan.

c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

d. Bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan.

e. Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan. Adapun macam-macam evaluasi diantaranya :

a. Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang merupakan hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon klien segera pada saat dan setelah intervensi

(54)

memberi kesan apa yang terjadi saat itu.

b. Evaluasi somatif, yaitu evaluasi yang merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan pada tujuan keperawatan.

2.3 Landasan Teori

Menurut teori komunikasi Devito (1989) bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana rawat inap adalah efektivitas komunikasi interpersonal yang dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality). Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhinya, kinerja perawat pelaksana ruang rawat inap meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan/ implementasi dan evaluasi.

[image:54.612.116.533.491.604.2]

2.4. Kerangka Konsep

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Komunikasi Interpersonal :

- Keterbukaan - Empati

- Sikap Mendukung - Sikap Positif - Kesetaraan

(55)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat explanatory research, dengan rancangan potong lintang yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh variabel bebas terhadap terikat, yaitu pengaruh variabel komunikasi terhadap kinerja perawat pelaksana ruang inap di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Pemilihan lokasi di rumah sakit tersebut dikarenakan :

1. Dengan melihat kecenderungan rumah sakit memiliki BOR yang menurun selama 2 tahun terakhir yaitu 39,36 % di tahun 2012 dan 36,61 % tahun 2013.

2. Kurangnya komunikasi antara pimpinan ruangan dan perawat pelaksana maupun rekan kerja.

3. Belum pernah dilakukan penelitian tentang pengaruh komunikasi interpersonal terhadap kinerja perawat pelaksana ruang rawat inap di rumah sakit tersebut. 3.2.2. Waktu Penelitian

(56)

data dan penyusunan laporan akhir. Waktu penelitian direncanakan berlangsung selama bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2014.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana dengan tingkat pendidikan minimal D-III Keperawatan ruang rawat inap di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar yang berjumlah 126 orang.

3.3.2. Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini adalah sebagian populasi dijadikan menjadi sampel. Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus Lemeshow (Notoatmojo,2005) sebagai berikut :

� = ��

2(1− �)

��2+ �2�(1− �)

� = 126 (1,96)

2. 0,5(10,5)

126(0,1)2+ (1,96)2. 0,5(10,5)

n = 54,49 = 54

Keterangan: n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

(57)

Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh sampel sebanyak 54 orang sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling pada masing-masing ruang rawat inap di RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar.

[image:57.612.118.529.373.576.2]

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar memiliki 12 unit ruang rawat inap keperawatan, dengan demikian sampel penelitian diambil secara simpel random sampling pada masing – masing ruang rawat inap. Perincian sampel penelitian pada setiap unit ruang rawat inap di RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar ditetapkan secara proporsional.

Tabel 3.1 Jumlah Populasi dan Sampel Perawat Pelaksana di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

No. Unit Rawat Inap Jumlah Perawat Sampel Perawat

1. ICU 13 6

2. Kelas Utama/VIP 12 5

3. R. Rawat Anyelir 12 5

4. R.Rawat Aster 13 6

5. R.Rawat Bougenvile 12 5

6. R.Rawat Cempaka 12 5

7. R.Rawat Lavender 12 5

8. R.Rawat Mawar 10 4

9. R.Rawat Rosella 12 5

10. R.Rawat Dahlia 7 3

11. R.Rawat Kenanga 4 2

12. R.Rawat Krisan 7 3

Jumlah 126 54

Sumber : Bid.Yanmed & Keperawatan RSUD dr.Djasamen Saragih (2014)

Kriteria inklusi pemilihan sampel sebagai berikut :

a. Perawat pelaksana minimal berpendidikan D-III keperawatan dan sudah bekerja minimal 1 tahun.

(58)

c. Tidak menjabat sebagai kepala ruangan.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah : 3.4.1. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu dengan penjelasan kuesioner sebagai pedoman bagi pewawancara dengan metode Self Assesment. Untuk menjamin keakuratan jawaban dan kerahasiaan, maka sebelum dilaksanakan wawancara terlebih dahulu diadakan perjanjian tempat dan waktu wawancara. Data primer sebagai variabel independen (variabel bebas) yaitu komunikasi interpersonal dan kinerja perawat pelaksana di RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar.

3.4.2. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil dokumen- dokumen resmi atau catatan terutama data dari RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

(59)

pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner komunikasi interpersonal dan kinerja perawat pelaksana.

Uji validitas bertujuan mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Untuk mengetahui validitas instrumen penelitian digunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan skor setiap pertanyaan dengan skor total yang merupakan jumlah skor setiap pertanyaan. Validitas masing-masing butir pertanyaan dapat dilihat pada masing-masing butir pertanyaan dengan ketentuan jika nilai corrected item total correlation > r tabel, maka dinyatakan valid atau sebaliknya. Dalam hal ini peneliti

akan mengambil 30 orang perawat untuk uji validitas pada α = 5% . (Hastono, 2007)

Uji reliabilitas adalah merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas (tingkat kepercayaan) dari pertanyaan yaitu merujuk pada pengertian apakah sebuah instrument dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu kewaktu. Jika alat ukur tersebut dapat dipergunakan secara konsisten maka alat ukur tersebut dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang reliabel. Metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode Cronbach Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan jika Cronbach Alpha > 0,60 maka dinyatakan reliabel, dan jika nilai uji Cronbach Alpha yang diperoleh < 0,60 maka dinyatakan tidak reliabel.

(60)
[image:60.612.113.529.306.389.2]

pertimbangan memiliki karakteristik yang hampir sama dengan responden. Jika hasil uji coba kuesioner diperoleh nilai koefisien korelasi >0,361 dan nilai Alpha Cronbach’s >0,6 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh item pertanyaan tentang komunikasi interpersonal (keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan) terhadap kinerja valid dan reliabel. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Keterbukaan Pertanyaan Nilai Corrected Item – Total Keterangan

Keterbukaan 1 0,769 Valid

Keterbukaan 2 0,794 Valid

Keterbukaan 3 0,851 Valid

Keterbukaan 4 0,723 Valid

Cronbach's Alpha 0,899 Reliabel

Pada tabel 3.2 di atas diketahui bahwa dari hasil uji validasi dan reliabilitas data menunjukkan bahwa semua item pertanyaan tentang variabel keterbukaan valid karena nilai corrected item – total Correlation > 0,361. Dan item pertanyaan keterbukaan reliabel karena nilai cronbach alpha 0,899 lebih besar dari 0,60 yang berarti bahwa seluruh pertanyaan variabel keterbukaan semuanya adalah valid dan reliabel.

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Empati Pertanyaan Nilai Corrected Item – Total Keterangan

Empati 1 0,685 Valid

Empati 2 0,870 Valid

Empati 3 0,790 Valid

Empati 4 0,798 Valid

[image:60.612.111.530.602.686.2]
(61)
[image:61.612.113.532.282.366.2]

Pada tabel 3.3 di atas diketahui bahwa dari hasil uji validasi dan reliabilitas data menunjukkan bahwa semua item pertanyaan tentang variabel empati valid karena nilai corrected item – total Correlation > 0,361. Dan item pertanyaan empati reliabel karena nilai cronbach alpha 0,904 lebih besar dari 0,60 yang berarti bahwa seluruh pertanyaan variabel empati semuanya adalah valid dan reliabel.

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Sikap Mendukung Pertanyaan Nilai Corrected Item – Total Keterangan

Sikap mendukung 1 0,714 Valid

Sikap mendukung 2 0,910 Valid

Sikap mendukung 3 0,872 Valid

Sikap mendukung 4 0,645 Valid

Cronbach's Alpha 0,899 Reliabel

Pada tabel 3.4 di atas diketahui bahwa dari hasil uji validasi dan reliabilitas data menunjukkan bahwa semua item pertanyaan tentang variabel sikap mendukung valid karena nilai corrected item – total Correlation > 0,361. Dan item pertanyaan sikap mendukung reliabel karena nilai cronbach alpha 0,899 lebih besar dari 0,60 yang berarti bahwa seluruh pertanyaan variabel sikap mendukung semuanya adalah valid dan reliabel.

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Sikap Positif Pertanyaan Nilai Corrected Item – Total Keterangan

Sikap positif 1 0,788 Valid

Sikap positif 2 0,853 Valid

Sikap positif 3 0,788 Valid

Sikap positif 4 0,646 Valid

[image:61.612.112.529.574.658.2]
(62)
[image:62.612.114.529.282.365.2]

Pada tabel 3.5 di atas diketahui bahwa dari hasil uji validasi dan reliabilitas data menunjukkan bahwa semua item pertanyaan tentang variabel sikap positif valid karena nilai corrected item – total Correlation > 0,361. Dan item pertanyaan sikap positif reliabel karena nilai cronbach alpha 0,892 lebih besar dari 0,60 yang berarti bahwa seluruh pertanyaan variabel sikap positif semuanya adalah valid dan reliabel.

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Kesetaraan Pertanyaan Nilai Corrected Item – Total Keterangan

Kesetaraan 1 0,579 Valid

Kesetaraan 2 0,734 Valid

Kesetaraan 3 0,629 Valid

Kesetaraan 4 0,573 Valid

Cronbach's Alpha 0,809 Reliabel

Pada tabel 3.6 di atas diketahui bahwa dari hasil uji validasi dan reliabilitas data menunjukkan bahwa semua item pertanyaan tentang variabel kesetaraan valid karena nilai corrected item – total Correlation > 0,361. Dan item pertanyaan kesetaraan reliabel karena nilai cronbach alpha 0,809 lebih besar dari 0,60 yang be

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1 Jumlah Populasi dan Sampel Perawat Pelaksana di RSUD
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Keterbukaan
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Instrumen Sikap Mendukung
+7

Referensi

Dokumen terkait

First, the comedians start their act by greeting the audience, liveness will be constructed through local reference, and the first joke will be delivered.On the other hand,

Masyarakat Desa Namo telah menerapkan penyadapan dengan metode koakan maka permasalahan dalam penelitian ini seberapa besar jumlah produksi getah pinus yang

[r]

Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Issues of concern in this study is, REST WebService running on the HTTP protocol, which means the data is sent in the form of text. If

keragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki. kompleksitas yang tinggi karena terjadi interkasi yang tinggi antar

sebagai alat bantu untuk memperoleh informasi yang akurat4. Bagian Pengolahan

Program studi yang diusulkan harus memiliki manfaat terhadap institusi, masyarakat, serta bangsa dan negara. Institusi pengusul memiliki kemampuan dan potensi untuk

1.3.2 Jelaskan hubungan program studi yang diusulkan dengan program studi lain pada institusi pengusul ditinjau dari aspek kurikulum (minimum terdapat perbedaan