• Tidak ada hasil yang ditemukan

Trophic interaction of fish community as base of fish resources management in Kendari Bay Waters, Southeast Sulawesi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Trophic interaction of fish community as base of fish resources management in Kendari Bay Waters, Southeast Sulawesi"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

i

INTERAKSI TROFIK KOMUNITAS IKAN

SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN DI PERAIRAN TELUK KENDARI

SULAWESI TENGGARA

A S R I Y A N A

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul Interaksi Trofik Komunitas Ikan sebagai Dasar Pengelolaan Sumber Daya Ikan di Perairan Teluk Kendari Sulawesi Tenggara adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2011

(3)

iii

Resources Management in Kendari Bay Waters, Southeast Sulawesi. Under

direction of M.F. RAHARDJO, DJAMAR TUMPAL F. LUMBAN BATU, and ENDI S. KARTAMIHARDJA.

The objectives of this research is to analyze trophic interaction among fish population and to arrange alternative management of fish resources in Kendari Bay waters. This research was conducted in Kendari Bay, Southeast Sulawesi from August 2009 to July 2010 at three different sampling sites. The fish was collected using experimental gillnets (with different mesh sizes of ¾, 1, 1¼, 1½, 2, 3, and 4 inches) and push net (diameter 1 meter and mesh size of 0.04 inch). Abundant and biomass of food resources were determined by APHA methods. Food analysis was determined by using index of preponderance, trophic niche breadth and trophic niche overlap.

During the research, 76 species, 54 genera belong to 40 families of fish were caught and found Clupeidae family in lower trophic level was dominant. The juvenile fish (73 species) that occupied the waters of Kendari Bay were more than the adult one (49 species). The lowness of the length and body weight on the fish in this waters indicated that the Kendari Bay used by most of fish populations as nursery ground.

Food habits of the dominant fishes (15 species) consisted of phytoplanktivore herbivores and carnivores, with a large niche breadth on fringescale sardinella (Sardinella fimbriata) and indian oil sardine (S. longiceps). The similarity in utilization of food resources occurred among the 14 dominant fish populations so that opportunity of competition is high due to the low availability of food resources (phytoplankton) (0.41–2.87 mg chl a m-3).

According to the data, the management of fish resources through of trophic interactions approach can be done by several ways, which are the habitat protection efforts, control of turbidity in the waters, and development of recreational fisheries of the Kendari Bay. The development of recreational fisheries in the waters of Kendari Bay should be supported by establishment of protected area for nursery and spawning of the fish populations. Also, it needs the favorable environment condition for the fish through turbidity control in Kendari Bay.

(4)

iv

ASRIYANA. Interaksi Trofik Komunitas Ikan Sebagai Dasar Pengelolaan

Sumber Daya Ikan di Perairan Teluk Kendari Sulawesi Tenggara. Dibimbing

oleh M.F. RAHARDJO, DJAMAR TUMPAL F. LUMBAN BATU, dan ENDI S. KARTAMIHARDJA.

Penelitian interaksi trofik komunitas ikan di perairan Teluk Kendari Sulawesi Tenggara bertujuan untuk menganalisis interaksi trofik antar populasi ikan dan untuk menyusun alternatif pengelolaan sumber daya ikan di perairan Teluk Kendari. Penelitian dilaksanakan di perairan Teluk Kendari dari bulan Agustus 2009 sampai Juli 2010 pada tiga zona penelitian yang berbeda. Contoh ikan ditangkap dengan jaring insang percobaan dengan panjang 30 meter untuk setiap ukuran mata jaring ¾, 1, 1¼, 1½, 2, 3, 4 inci dan seser dengan garis tengah 1 meter dan mata jaring 0,04 inci.

Parameter lingkungan, kelimpahan, dan biomassa sumber daya makanan alami ditentukan berdasarkan metode APHA. Analisis makanan alami setiap populasi ikan ditentukan berdasarkan indeks bagian terbesar. Luas relung makanan dan tumpang tindih relung makanan ditentukan berdasarkan formula Colwell & Futuyama dan Schoener. Tingkat trofik ditentukan berdasarkan formula Christensen & Pauly dan selanjutnya dibuat jejaring makanan untuk menggambarkan pergerakan aliran energi yang terjadi dalam komunitas ikan di perairan Teluk Kendari.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa umumnya kualitas fisik kimiawi lingkungan mendukung kehidupan sumber daya makanan alami dan komunitas ikan, kecuali kekeruhan perairan yang cukup tinggi terutama pada bulan Februari (1,15–5,14 NTU) dan April (0,45–10,25 NTU). Kelimpahan dan biomassa fitoplankton berturut-turut berkisar antara 3.744−41.270 sel L-1 dan 0,41–2,87 mg chl a m-3. Biomassa detritus sebesar 2,57 t km-2 th-1. Kelimpahan dan biomassa zooplankton berturut-turut berkisar antara 5.559−17.077 ind. L-1 dan 2.399−146.987 µg L-1. Kepadatan dan biomassa makroavertebrata bentik berturut-turut berkisar antara 106−997 ind. m-2 dan 1,68−324,04 g m-2.

Komunitas ikan di perairan Teluk Kendari terdiri atas 76 jenis, 54 genera, dan 40 famili dan didominasi oleh famili Clupeidae yang berada pada tingkat trofik rendah (2,25–2,28). Ikan stadia juwana (73 jenis) yang menempati perairan Teluk Kendari lebih banyak dibandingkan ikan dewasa (49 jenis). Rendahnya ukuran panjang dan bobot tubuh ikan yang tertangkap di perairan Teluk Kendari mengindikasikan bahwa perairan Teluk Kendari dimanfaatkan sebagai daerah pengasuhan oleh sebagian besar populasi ikan.

(5)

v

(6)

vi

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

vii

DI PERAIRAN TELUK KENDARI SULAWESI TENGGARA

A S R I Y A N A

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup :

1. Prof. (R). Dr. Ir. Subhat Nurhakim, M.Sc.

(Peneliti Utama pada Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan-Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan- Kementerian Kelautan dan Perikanan RI)

2. Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc.

(Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, FPIK IPB)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka :

1. Prof. Ir. H. La Sara, M.S., Ph.D.

(Jurusan Perikanan, FPIK Universitas Haluoleo) 2. Prof. (Em). Dr. Ir. Ismudi Muchsin

(9)

ix

Kendari Sulawesi Tenggara

Nama : Asriyana

NIM : C261070011

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEA Ketua

Prof.Dr.Ir.Djamar Tumpal F.Lumban Batu,M.Agr. Anggota

Prof.(R).Dr.Ir.H.Endi S. Kartamihardja, M.Sc. Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumber Daya Perairan,

Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB,

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr. Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

(10)

x

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan disertasi berjudul “Interaksi Trofik Komunitas Ikan Sebagai Dasar Pengelolaan Sumber Daya Ikan di Perairan Teluk Kendari Sulawesi Tenggara.”

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada komisi pembimbing Bapak Prof. Dr. Ir. M. F. Rahardjo, DEA. selaku ketua komisi pembimbing; Bapak Prof. Dr. Ir. Djamar Tumpal F. Lumban Batu, M.Agr. dan Bapak Prof. (R). Dr. Ir. H. Endi S. Kartamihardja, MSc. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penyusunan disertasi ini. Tidak lupa pula penghargaan setinggi tingginya kepada Bapak Alm. Dr. Ir. Sutrisno Sukimin, DEA. yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. Semoga amal ibadah beliau diterima di sisi Allah SWT, amin. Selain itu terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada para penguji, yaitu penguji di luar Komisi Pembimbing: Bapak Prof. (R). Dr. Subhat Nurhakim, Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc., Prof. Ir. H. La Sara, M.S., Ph.D., Prof. (Em). Dr. Ir. Ismudi Muchsin, dan Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan, yang berkenan menyumbangkan buah pikiran untuk memperkaya tulisan ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin.

Bogor, Juli 2011

(11)

xi

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kementerian Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, atas bantuan beasiswa BPPS 2007 dan Hibah Doktor 2011 yang diberikan kepada penulis.

2. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, atas bantuan biaya penelitian dan penulisan disertasi melalui program COREMAP 2009.

3. Gubernur dan Walikota Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara, atas bantuan biaya penelitian yang diberikan.

4. Rektor Universitas Haluoleo, atas bantuan dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan S3.

5. Bapak Dr. Kardiyo Praptokardiyo, Dr. Enan M. Adiwilaga, Dr. Richardus Kaswadji, dan Dr. Ridwan Affandi atas masukan, saran, dan nasehat yang diberikan kepada penulis.

6. Ayahanda, Asrari dan ibunda, Muzuhiba; yang telah memberikan kasih sayang, semangat, pengorbanan, dan bantuan selama penelitian, serta doa

kepada penulis dalam menuntut ilmu. Adinda Asnawar S.Pt., dan Asnawati A., S.Pi., atas doa dan dukungan yang diberikan.

7. Mertua, H. Abdul Muis dan Hj. Rahmawati yang telah memberikan kasih

sayang, semangat, serta doa kepada penulis dalam menuntut ilmu.

8. Suami, Wahyuddin Muis, S.Si, Apt., M.Sc., anakda Keysa Indira Salsabila W., dan Muh. Fadhil Ahnaf W., atas pengertian, dukungan, pengorbanan, doa, dan kasih sayang yang dicurahkan.

9. Tim Teluk Kendari; Bapak Rusdi, Janti S.Pi., Yuliana S.Pi., Normayanti S.Pi., Andi Fatima S.Pi., dan Eka Susanti S.Pi., yang telah membantu dalam pengambilan data di lapangan dan analisis di laboratorium.

10.Teman seangkatan SDP 2007, atas bantuan dan kerjasama yang terjalin selama masa studi.

11.Berbagai pihak lainnya yang memiliki andil dalam keberhasilan penulis menyelesaikan studi S3 di Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan, SPs IPB, Bogor.

(12)

xii

Penulis dilahirkan di Ujung Pandang, Provinsi Sulawesi Selatan, pada tanggal 11 Desember 1976 dari orang tua, ayah Asrari dan ibu Muzuhiba. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pada tahun 1994, penulis menempuh pendidikan pada Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, dan selesai tahun 1999. Tahun 2001 melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan meraih gelar Magister Sains (M.Si.) tahun 2004 pada Program Studi Ilmu Perairan (AIR).

Sejak tahun 2000 penulis bekerja sebagai tenaga pengajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo Kendari, pada mata kuliah Limnologi, Biologi Perikanan, Produktivitas Perairan, Manajemen Sumber Daya Perairan, dan Manajemen Sumber Daya Perikanan.

Tanggal 4 Mei 2003, penulis menikah dengan Wahyuddin Muis, S.Si., Apt., M.Sc. dan dikarunia satu orang putri, Keysa Indira Salsabila W. (7 tahun) dan seorang putra, Muh. Fadhil Ahnaf W. (5 tahun).

Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan (SDP). Selama menempuh pendidikan, penulis telah mempublikasikan karya ilmiah yaitu:

• Keanekaragaman ikan di perairan Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara, 2009, dalam Jurnal Iktiologi Indonesia 9(2): 97–112.

• Makanan ikan japuh, Dussumieria acuta Val. 1847 (Fam. Clupeidae) di perairan Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara, 2010, dalam Jurnal Iktiologi Indonesia 10(1): 93–99.

• Pertumbuhan ikan tembang, Sardinella fimbriata Val. (Pisces : Clupeidae) di perairan Teluk Kendari Sulawesi Tenggara dalam Prosiding Seminar Nasional Tahunan VII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Tahun 2010. Jilid II Manajemen Sumber Daya Perikanan. Yogyakarta.

• Komposisi jenis dan ukuran ikan petek (Family Leiognathidae) di perairan Teluk Kendari Sulawesi Tenggara, dalam Jurnal Iktiologi Indonesia 11(1): (in press).

(13)

xiii

A. Morfometrika dan Hidrodinamika Teluk Kendari ……..……….. B. Lingkungan Perairan …………... C. Jejaring Makanan ……….…...…... D. Pengelolaan Sumber Daya Ikan ………...…….

5 6 8 10 III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian .………...….…..…… B. Metode dan Desain Penelitian ………...………..…...…. C. Teknik Pengumpulan Data …….………...…………..…..… D. Metode Pengukuran ………..….……….…..… IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Lingkungan perairan

1. Lingkungan Fisik Kimiawi ………...……..….. 2. Fitoplankton

a. Genera Fitoplankton ……… b. Kelimpahan dan Biomassa Fitoplankton Secara Spasial …. c. Kelimpahan dan Biomassa Fitoplankton Secara Temporal .. 3. Biomassa Detritus ……….. 4. Zooplankton

a. Genera Zooplankton ………. b. Kelimpahan dan Biomassa Zooplankton Secara Spasial ….. c. Kelimpahan dan Biomassa Zooplankton Secara Temporal... 5. Makroavertebrata Bentik

a. Genera Makroavertebrata Bentik ……….. b. Kepadatan dan Biomassa Makroavertebrata Bentik Secara

(14)

xiv B. Komunitas Ikan

1. Sebaran Jenis ………...……….. 2. Sebaran Ukuran ………..……….. 3. Pertumbuhan ……….……….….…. C. Interaksi Trofik

1. Kebiasaan Makanan ……….………..… 2. Kesamaan Sumber Daya Makanan ………..….. 3. Tingkat Trofik ……… 4. Jejaring Makanan ………...……… D. Pengelolaan Sumber Daya Ikan ………...……….

1. Perlindungan Habitat Ikan ………... 2. Pengendalian Kekeruhan ………..……….……... 3. Pengembangan Perikanan Rekreasi ………….………

38 42 43

45 47 51 53 57 58 59 61 V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ……….….. B. Saran ………..………

67 67 DAFTAR PUSTAKA ………..…….

LAMPIRAN ……….……….

(15)

xv

No. Halaman

1. Variabel, metode, alat, dan tempat pengukuran contoh kualitas air … 2. Genera fitoplankton yang ditemukan di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009−Juli 2010 ……….. 3. Genera zooplankton yang ditemukan di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009−Juli 2010 ………..… 4. Genera makroavertebrata bentik yang ditemukan di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009−Juli 2010 ………..….. 5. Ukuran ikan yang tertangkap berdasarkan famili ……… 6. Sebaran ukuran ikan dominan tertangkap di perairan Teluk Kendari 7. Parameter pertumbuhan ikan dominan yang tertangkap ……….…… 8. Indeks bagian terbesar dan luas relung makanan ikan dominan di

perairan Teluk Kendari ……… 9. Jenis organisme makanan dikonsumsi populasi ikan dominan ……... 10.Tingkat trofik ikan dominan di perairan Teluk Kendari ……….

16

25

30

34 41 42 44

(16)

xvi

No. Halaman

1. Diagram alir pendekatan pemecahan masalah ……….. 2. Letak zona penelitian di perairan Teluk Kendari (Sumber:

modifikasi dari Asriyana, 2004) ...…… 3. Distribusi spasial kelimpahan (A) dan biomassa (B)

fitoplankton di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009– Juli 2010 ... 4. Distribusi temporal kelimpahan (A) dan biomassa (B)

fitoplankton di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009– Juli 2010 ... 5. Distribusi spasial kelimpahan (A) dan biomassa (B)

zooplankton di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009– Juli 2010 ... 6. Distribusi temporal kelimpahan (A) dan biomassa (B)

zooplankton di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009– Juli 2010 ... 7. Keterkaitan antara kelimpahan fitoplankton dan zooplankton

di perairan Teluk Kendari ... 8. Distribusi spasial kepadatan (A) dan biomassa (B)

makroavertebrata bentik di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009–Juli 2010 ... 9. Distribusi temporal kepadatan (A) dan biomassa

(B) makroavertebrata bentik di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009–Juli 2010 ... 10.Jumlah jenis ikan stadia juwana dan dewasa di

perairan Teluk Kendari ……… 11.Perubahan kebiasaan makanan ikan kurisi di perairan Teluk

Kendari ... 12.Alternatif pilihan makanan juwana ikan kurisi (46–110 mm)

dengan Ii > 10,00 ... 13.Hubungan antara kelimpahan fitoplankton, Thalassiothrix

dan 15 populasi ikan dominan ... 14.Jejaring makanan populasi ikan dominan (A) dan komunitas

ikan (B) di perairan Teluk Kendari ... 15.Faktor yang memengaruhi pengembangan perikanan rekreasi

(Sumber: modifikasi dari Cowx, 2002) ...

(17)

xvii

1. Parameter kualitas air di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009 sampai Juni 2010 ……….. 2. Kelimpahan fitoplankton (sel L-1) di perairan Teluk Kendari

pada Agustus 2009 sampai Juli 2010 ………... 3. Biomassa fitoplankton di perairan Teluk Kendari pada

Agustus 2009 sampai Juni 2010 ... 4. Kelimpahan zooplankton (individu L-1) di perairan Teluk

Kendari pada Agustus 2009 sampai Juli 2010 ... 5. Berat zooplankton (µg) dari ukuran geometrik individu di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009 sampai Juli 2010 6. Biomassa zooplankton (µg L-1) di perairan Teluk Kendari

pada Agustus 2009 sampai Juli 2010 ... 7. Kepadatan makroavertebrata bentik (individu m-2) di perairan

Teluk Kendari pada Agustus 2009 sampai Juli 2010 ... 8. Biomassa makroavertebrata bentik (gram m-2) di perairan

Teluk Kendari pada Agustus 2009 sampai Juli 2010 ... 9. Jenis dan jumlah ikan yang tertangkap di perairan Teluk

Kendari pada Agustus 2009 sampai Juli 2010 ... 10.Sebaran ukuran ikan yang dominan tertangkap di perairan

Teluk Kendari ... 11.Sebaran ukuran ikan yang tertangkap di perairan Teluk

Kendari pada Agustus 2009 sampai Juli 2010 ... 12.Jumlah jenis ikan berdasarkan stadia yang mendiami

(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perairan Teluk Kendari merupakan perairan semi tertutup yang dikelilingi oleh daratan kota Kendari. Oleh karena itu, perairan ini banyak dipengaruhi oleh aktivitas yang berlangsung di daratan seperti permukiman penduduk, pertambakan, industri pengolahan hasil perikanan, penambangan pasir di sekitar daerah aliran sungai, dan pertanian di sepanjang beberapa sungai besar dan kecil yang bermuara ke Teluk Kendari. Sejalan dengan meningkatnya pembangunan, aktivitas manusia di sekitar perairan Teluk Kendari semakin meningkat yang diperkirakan dapat mengakibatkan perubahan kondisi ekologis perairan tersebut seperti kualitas air, struktur komunitas fitoplankton, zooplankton, dan organisme bentik. Perubahan kondisi ekologis tersebut selanjutnya dapat memengaruhi struktur komunitas ikan yang hidup di dalamnya seperti yang terjadi di perairan lain (Orpin et al., 2004, Karakassis et al., 2005, Jaureguizar & Milessi, 2008).

Sejak adanya larangan pengoperasian alat tangkap ikan (bagan, sero, jaring, bahan peledak dan beracun) dalam kawasan Teluk Kendari berdasarkan SK Gubernur Sulawesi Tenggara No. 930 tahun 1995, kegiatan penangkapan ikan berkurang di perairan ini. Menurunnya kegiatan penangkapan tersebut membawa konsekuensi yaitu perubahan sumber daya ikan seiring perubahan struktur komunitas ikan yang beradaptasi dengan habitat yang menerima beban masukan antropogenik. Apabila jenis ikan yang menghuni perairan Teluk Kendari tidak mampu memanfaatkan makanan alami yang tersedia maka keberadaannya cenderung punah.

Untuk mengantisipasi keadaan tersebut maka diperlukan suatu strategi pengelolaan sumber daya ikan di perairan ini agar tetap produktif dan berkelanjutan. Salah satu informasi yang dibutuhkan untuk upaya tersebut yaitu adanya informasi tentang jejaring makanan komunitas ikan yang didasarkan pada interaksi trofik. Sejauh ini penelitian yang mengungkapkan hal tersebut belum pernah dilakukan di perairan Teluk Kendari. Penelitian yang pernah dilakukan berkelindan dengan satu aspek tertentu seperti status pencemaran (Pangerang, 1994; Afu, 2005; Rahmania, 2005); sedimentasi

(Bappeda & PSL Unhalu, 1998; Bappeda, 2000; Salnuddin, 2005); distribusi ikan (Asriyana, 2004); makrozoobentos (Emiyarti, 2004); dan pemanfaatan ruang

(Paliawaludin, 2004).

(19)

interaksi trofik (Velasco & Castello, 2005). Selain itu dapat juga diketahui fluktuasi biomassa spesies ikan yang akan dimanfaatkan berdasarkan tingkat trofiknya. Interaksi trofik merupakan keterkaitan antar organisme perairan dalam suatu jejaring makanan. Keterkaitan tersebut dapat dipadukan dengan informasi sumber daya makanan dalam pendekatan ekosistem untuk memperoleh suatu upaya pengelolaan sumber daya ikan secara berkelanjutan. Oleh karena itu penelitian mengenai interaksi trofik komunitas ikan dilakukan di perairan ini yang hasilnya dapat digunakan untuk menunjang upaya pengelolaan sumber daya ikan tersebut.

B. Perumusan Masalah

Masalah yang dihadapi di perairan Teluk Kendari adalah menurunnya jumlah jenis, individu, dan rataan bobot ikan. Upaya eksploitasi sumber daya ikan di perairan telah berkurang tetapi sumber daya ikan membutuhkan waktu yang panjang untuk pulih kembali. Hal ini berkenaan dengan pertumbuhan ikan yang rendah. Sumber penyebab terjadinya masalah tersebut adalah pemanfaatan materi energi/makanan alami yang tersedia antar jenjang trofik komunitas ikan tidak efisien. Jenis ikan dari trofik tertentu semakin dominan mengakibatkan pemanfaatan makanan alami menjadi tidak efisien. Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu dilakukan upaya pengelolaan agar sumber daya ikan dapat memanfaatkan daya dukung perairan secara optimal.

C. Kerangka Pemikiran

Beban antropogenik seperti sedimentasi, bahan organik, dan substansi toksik dapat menyebabkan perubahan ekosistem perairan Teluk Kendari. Adanya proses hidrodinamika menyebabkan beban masukan tersebut memengaruhi ketersediaan unsur N dan P di perairan (Gambar 1). Ketersediaan unsur N dan P sebagai nutrien utama yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang akan menentukan produksi dan pembentukan biomassa bagi fitoplankton. Ketersediaan fitoplankton di perairan menunjang produksi dan biomassa zooplankton yang berperan besar dalam menjembatani transfer energi dari produser primer (fitoplankton) ke jasad hidup yang berada pada tingkat trofik yang lebih tinggi.

(20)

ikan yang dapat memanfaatkan makanan alami yang tersedia di perairan akan mempunyai peluang tumbuh maksimal sehingga sumber daya ikan berkembang menjadi produktif.

D. Kebaruan

Kebaruan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Informasi mengenai komunitas ikan di perairan Teluk Kendari seperti kekayaan jenis dan spektra ukuran.

2. Informasi mengenai interaksi trofik antar populasi ikan di perairan Teluk Kendari. 3. Alternatif pengelolaan sumber daya ikan di perairan semi tertutup dengan pendekatan

interaksi trofik.

E. Tujuan dan Manfaat

(21)
(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Morfometrika dan Hidrodinamika Teluk Kendari

Perairan Teluk Kendari diperkirakan memiliki luas 1.084 hektar berbentuk pantai melingkar dan melebar ke arah daratan yang ada di bagian barat sedangkan mulut teluk menyempit dan menghadap perairan Laut Banda. Pada bagian mulut teluk terdapat pulau kecil Bungkutoko, sehingga bentuk perairan Teluk Kendari menjadi relatif tertutup (Gambar 2).

Secara umum kontur kedalaman perairan mengikuti pola garis pantai teluk dengan kedalaman yang bervariasi antara 0–23 m. Di bagian barat teluk, kontur dasar perairan melandai dan perairan relatif dangkal dengan kedalaman kurang dari 5 m (Dishidros, 2001).

Air tawar yang mengalir ke perairan Teluk Kendari bersumber dari empat sungai utama (Sungai Mandonga, Wanggu, Kambu, dan Kadia) dan beberapa sungai kecil. Sungai utama tersebut mengalir sepanjang tahun dengan debit aliran diperkirakan lebih dari 3 m3 det.-1, sedangkan aliran sungai-sungai kecil bersifat musiman karena hanya mengalir pada musim hujan dengan debit diperkirakan kurang dari 1 m3 det.-1 (Bappeda & Unhalu, 1999).

Menurut hasil analisis data gerakan pasang, perairan ini mengalami pasang tipe campuran mengarah ke semidiurnal. Kisaran maksimum tinggi pasang terbesar adalah 1,1 meter dan kisaran tinggi pasang kedua adalah 0,4─0,7 meter (Dishidros, 2008).

Pergerakan arus relatif seragam yang bergerak dari mulut ke dalam teluk pada saat pasang naik atau sebaliknya pada saat surut dengan kecepatan mencapai 13 km jam-1.

Ketinggian gelombang pada musim barat dan timur berkisar 0,3─1,0 meter.

Gelombang besar pada bagian luar mulut teluk terjadi di sekitar Pulau Bungkutoko pada musim timur (bulan Juni─Agustus) yaitu antara 1,0─1,5 meter. Ketinggian gelombang relatif lebih besar bila dibandingkan dengan musim barat (bulan Desember─Februari) yaitu 0,5─1,0 meter. Namun demikian pada perairan di dalam Teluk Kendari, ketinggian gelombang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar musim. Kondisi gelombang relatif lebih tenang dengan ketinggian gelombang rata-rata 0,3 meter (Bappeda, 2000).

(23)

Indikasi ini dapat dilihat dari penurunan luas Teluk Kendari dari 1.186,166 ha pada tahun 1987 menjadi 1.084,671 ha pada tahun 2000 (Bappeda, 2000).

Wilayah pantai Teluk Kendari mempunyai morfologi yang beragam yaitu per-mukiman penduduk di bagian utara, pertambakan di bagian selatan, dan ekosistem mangrove di bagian barat. Kerapatan mangrove pada wilayah ini relatif tipis (20 hingga 100 meter) dan bahkan pada lokasi tertentu ada yang sudah hilang sama sekali sebagai akibat konversi menjadi tambak secara total. Kerapatan mangrove cukup maksimum banyak dijumpai di lokasi yang dilewati oleh aliran sungai (di sekitar muara Sungai Wanggu, Kambu dan Kadia) (Bappeda & PSL Unhalu, 1998).

Komunitas ikan di perairan Teluk Kendari tahun 1994 dilaporkan terdiri atas 12 jenis ikan yaitu kembung (Rastrelliger sp.), layang (Decapterus ruselli), selar (Selaroides sp.), ekor kuning (Caesio erythrogaster), tembang (Sardinella fimbriata), pisang pisang (Caesio sp.), teri (Stolephorus sp.), julung-julung (Hemiramphus sp.); dan ikan perairan pantai dan muara sungai seperti; beronang (Siganus virgatus), bandeng (Chanos chanos), belanak (Mugil sp.), dan mujair (Oreochromis sp.) (Pangerang 1994). Tahun 2004 dilaporkan tiga jenis yang ditemukan yaitu ikan layur (Lepturacanthus savala), tembang, dan belanak (Asriyana, 2004). Perbedaan komposisi jenis ikan tersebut berhubungan dengan penggunaan alat tangkap yang berbeda.

B. Lingkungan Perairan

Hubungan antara distribusi spesies dan variabel lingkungan dapat dipahami melalui identifikasi proses ekologi yang mengatur populasi dan komunitas. Perubahan kondisi lingkungan menyebabkan banyak spesies berubah habitatnya sesuai dengan perkembangan stadia hidupnya (ontogeny) atau ritme musiman. Hal ini berarti bahwa hubungan antar spesies dengan lingkungan atau habitatnya merupakan suatu dinamika spasial dan musiman (Kennish, 2000; Morrison et al., 2002; Kanou et al., 2005).

(24)

ketersediaan makanan bagi ikan dan untuk perlindungan terhadap predator (Blaber, 1997).

Perubahan salinitas akan memengaruhi keberadaan ikan dalam suatu perairan sehingga ikan akan melakukan penyesuaian tekanan osmotik antara sitoplasma dari sel-sel dalam tubuh ikan dengan salinitas lingkungan (Blaber, 1997; Kennish, 2000; Girling et al., 2003; Pombo et al., 2005; Greenwood, 2007). Organisme cenderung untuk mendiami daerah yang hampir dapat diprediksi gradien salinitasnya, karena toleransinya terhadap salinitas (Kennish, 2000; Greenwood, 2007) atau karena kondisi habitat dan makanan yang menguntungkan (Kennish, 2000; Pombo et al., 2005; Islam et al., 2006; Greenwood, 2007).

Struktur komunitas ikan di Teluk Barnegat dan Tampa menunjukkan perubahan berdasarkan sebaran gradien salinitas (Kennish, 2000; Cardona, 2006; Greenwood, 2007). Sebaran salinitas tersebut sangat menentukan komposisi spesies, kelimpahan dan distribusi ikan di perairan tersebut.

Fluktuasi kelimpahan dan biomassa ikan di Caeté Estuary, Brazilia utara mengalami peningkatan di awal musim hujan dan menurun kembali setelah musim hujan berakhir (Barletta et al., 2003). Hal ini berkaitan dengan meningkatnya limpasan air (runoff) dari daratan ke dalam estuari yang kaya akan makanan dan adanya tempat perlindungan untuk berbagai jenis ikan. Sebagian besar ikan menggunakan perairan ini untuk mencari makanan dan tumbuh karena perairan ini memberikan perlindungan dan ketersediaan makanan yang cukup tinggi bagi spesies ikan laut dan juvenil ikan (Kuo et al., 2001).

Suhu perairan memengaruhi laju metabolisme, aktivitas mencari makan (Wootton, 1984; Kennish, 2000), pertumbuhan (Effendie, 1997), reproduksi ikan (Wootton, 1992) dan sangat penting dalam menentukan distribusi kelimpahan ikan di perairan Teluk Bengal Sri Lanka (Blaber, 1997) dan Terminos Lagoon (Kennish, 2000).

(25)

pemangsaan bagi mangsa (Grecay & Timothy, 1996; Abrahams & Kattenfeld, 1997), dan densitas makanan (Sirois & Dodson, 2000a).

Konsentrasi makanan yang lebih tinggi pada daerah yang keruh (banyak plankton) meningkatkan laju pertemuan ikan dengan mangsanya. Hal tersebut merupakan faktor yang menentukan dalam kesuksesan mencari makanan untuk ikan yang mempunyai kemampuan renang dan ketajaman penglihatan yang terbatas, larva dan juvenil ikan (Shoji et al., 2005) dan meningkatkan pertumbuhan larva ikan estuari rainbow smelt Osmerus mordax (Sirois & Dodson, 2000b).

Kelarutan oksigen di perairan sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme perairan khususnya ikan. Konsentrasi oksigen terlarut sekurang-kurangnya 3 mg L-1 masih dapat mendukung kehidupan organisme perairan (Pingguo, 1989). Kekurangan oksigen mengganggu fungsi ekosistem yang normal seperti memengaruhi siklus nutrien dan material lain dalam ekosistem (Odum, 1998; Breitburg et al., 1997), menyebabkan stres dan kematian pada biota (Breitburg et al., 1997; Smith & Able, 2003; Boesch et al., 2007; ESA, 2009), perubahan habitat (Smith & Able, 2003) dan perubahan interaksi antara predator dan mangsanya (Breitburg et al., 1997; Smith & Able, 2003; França et al., 2008). Ikan-ikan mempunyai variasi adaptasi untuk bertahan hidup pada habitat yang kekurangan oksigen melalui perubahan tingkah laku (meningkatkan laju respirasi, menghindari daerah yang kandungan oksigennya rendah dan mengurangi aktivitas) dan fisiologi (meningkatkan efisiensi respirasi di permukaan perairan).

C. Jejaring Makanan

Komunitas ikan sebagai satu kesatuan memiliki fungsi tertentu, struktur trofik, pola arus energi dan komposisi di dalam ekosistem (Jackson et al., 2001). Faktor biotik yang memengaruhi struktur komunitas ikan adalah hubungan pemangsaan dan kompetisi (Valiela, 1989; Odum, 1998; Winemiller & Jepsen, 1998; Kennish, 2000; Jennings et al., 2003; Labropoulou & Papaconstantinou, 2004). Kompetisi antar individu di dalam satu spesies atau antar spesies terjadi ketika organisme tersebut menggunakan suatu sumber daya yang sama dan terbatas ketersediaannya.

(26)

akibatnya, hasil tangkapan perikanan secara bertahap berubah dari spesies yang berada di tingkat trofik atas menjadi spesies yang berada pada tingkat trofik bawah dalam jejaring makanan.

Interaksi trofik memengaruhi hubungan antara keanekaragaman biologi dan stabilitas proses ekosistem. Keanekaragaman memengaruhi kekuatan interaksi spesies (kompetisi). Meningkatnya keanekaragaman dapat meningkatkan kompetisi, efek konsumer terhadap perubahan biomassa produser, dan keanekaragaman mangsa (Odum, 1998; Kennish, 2000; Bozec et al., 2005; Thĕbault & Loreau, 2005).

Jejaring makanan menggambarkan hubungan keterkaitan antar organisme mulai tingkatan trofik terendah sampai dengan tingkatan trofik tertinggi. Di dalam jejaring makanan terdapat mekanisme saling memengaruhi antara tingkatan trofik paling atas terhadap tingkatan trofik di bawahnya (top down effect) dan sebaliknya dari tingkatan trofik paling bawah ke tingkatan trofik di atasnya (bottom up effect) (Chassot et al., 2005). Pemangsaan dapat memengaruhi kepadatan populasi pada tingkatan trofik berbeda (Valiela, 1989; Odum, 1998; Winemiller & Jepsen, 1998; Jennings et al., 2003), sedangkan ketersediaan makanan dapat memengaruhi tingkat trofik di atasnya (Valiela, 1989; Chassot et al., 2005).

Berdasarkan beberapa definisi mengenai tingkat trofik (Gallopin, 1972; Odum, 1998; Kennish, 2000; Jennings et al., 2003; Widodo & Suadi, 2006), dapat disimpulkan bahwa tingkat trofik merupakan tahapan transfer material atau energi dari setiap jenjang atau kelompok ke jenjang berikutnya, yang dimulai dari produser primer (fitoplankton), jenjang berikutnya adalah konsumer primer (herbivora), kemudian sekunder, tersier, dan seterusnya yang diakhiri dengan predator puncak. Keterkaitan tingkat trofik ikan dan produktivitas primer di perairan dapat dilihat dalam model jejaring makanan.

Dalam jejaring makanan, informasi mengenai kebiasaan makan ikan sangat penting diketahui. Kebiasaan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran dan umur ikan dalam memanfaatkan makanan yang tersedia (Rivera et al., 2000; Asriyana et al., 2004); habitat hidupnya (Nicolas et al., 1999; Goncçalves et al., 2002), kesukaan terhadap jenis makanan tertentu (Livingston, 1980; Weatherley & Gill, 1987); musim yang berkaitan dengan ketersediaan makanan di perairan (Popova, 1978; Asriyana et al., 2004); dan jenis kompetitor.

(27)

tubuh setelah dikurangi pembelanjaan energi untuk fekal, metabolisme, dan urin (Jennings et al., 2003). Makanan merupakan faktor penentu bagi perkembangan populasi ikan (Odum, 1998) sehingga memengaruhi distribusi dan kelimpahan populasi di perairan.

Distribusi kelompok ikan pelagis dengan kelimpahan yang tinggi sering terkonsentrasi pada daerah-daerah dengan produktivitas primer yang cukup tinggi (Nontji, 1993). Beberapa spesies tersebut khusus menggunakan makanan pada tingkat trofik yang paling rendah (fitoplankton atau detritus) (Day et al., 1989).

D. Pengelolaan Sumber Daya Ikan

Pengelolaan sumber daya ikan merupakan kesatuan proses yang dilakukan untuk menunjang keberlanjutan sumber daya ikan. Pengelolaan tersebut meliputi metode holistik, analitik, dan pendekatan ekosistem (King, 1995; Sparre & Venema 1998; Jennings et al., 2003; Widodo & Suadi, 2006).

Model holistik merupakan model yang memperlakukan populasi sebagai biomassa yang homogen dan tidak memperhitungkan strukturnya (komposisi umur, ukuran, dan seks). Model ini sukar diterapkan pada perikanan tropis yang multi jenis dan beragam alat tangkap karena terdapat sejumlah kesulitan jika dikaitkan dengan ketersediaan data yang akurat dan dapat diandalkan (Widodo & Suadi, 2006).

Model analitik merupakan model yang didasarkan pada deskripsi stok yang lebih rinci dan lebih banyak membutuhkan data masukan (kualitas dan kuantitas) seperti parameter pertumbuhan, rekrutmen, dan mortalitas. Metode ini lebih menekankan pada dinamika populasi dari spesies target saja, dan interaksi antara satu spesies dengan spesies lain tidak diperhatikan, padahal perikanan tropis merupakan multi jenis sehingga adanya penangkapan terhadap satu spesies memberikan dampak terhadap spesies lain (Valiela, 1989; Jennings et al., 2003; Widodo & Suadi, 2006).

(28)

informasi mengenai struktur sistem jaringan makanan untuk menentukan keterkaitannya dengan produktivitas perairan dan perikanan.

(29)
(30)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di perairan Teluk Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan posisi 3o57’50”–3o59’30” LS dan 122o32’–122o36’30” BT dan berlangsung dari bulan Agustus 2009 sampai Juli 2010.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei post facto. Desain penelitian ditetapkan dengan cara zonasi yang ditentukan secara horisontal dengan mempertimbangkan keterwakilan komunitas ikan dan kedalaman perairan Teluk Kendari (Gambar 2) yaitu :

Zona I = Perairan bagian barat dengan posisi 3o58’58’’ LS dan 122o33’01’’ BT. Zona ini banyak menerima masukan air tawar dari empat sungai besar (Mandonga, Kadia, Wanggu, dan Kambu) yang membawa beban masukan bahan organik dan sedimentasi. Bahan organik berasal dari permukiman penduduk, pertambakan, kegiatan pertanian yang terdapat di sepanjang beberapa sungai besar dan kecil. Sedimentasi cukup tinggi di daerah ini berasal dari hasil aktivitas penambangan pasir di sekitar aliran Sungai Wanggu dan Kambu. Kedalaman perairan di zona ini maksimal 5 meter.

Zona II = Perairan bagian tengah dengan posisi 3o58’25” LS dan 122o33’36’’ BT. Zona ini berkedalaman sekitar 5 sampai 10 meter.

Zona III = Perairan bagian timur dengan posisi 3o58’25’’ LS dan 122o34’38’’ BT. Zona ini berada dekat mulut teluk sehingga lebih banyak dipengaruhi oleh masuknya air laut dari luar Teluk Kendari. Selain itu daerah ini relatif dalam dengan kedalaman 10 sampai 20 meter.

(31)

C. Teknik Pengumpulan Data

1. Contoh Air

Contoh air untuk pengamatan parameter kualitas air diperoleh dengan menggunakan Kemmerer Water Sampler volume 2 liter. Pengambilan contoh air dilakukan dengan interval waktu dua bulan sekali pada kedalaman 0,5; 2,5; dan 4 meter dan dilakukan pada pukul 07.00–08.00 Wita.

2. Contoh Plankton

Contoh plankton diperoleh dengan menggunakan jaring plankton No. 25 (ukuran 64 µm) dengan diameter 30 cm dan panjang 120 cm. Pengambilan contoh dilakukan pada pukul 10.00–14.00 Wita pada hari yang sama dengan pengambilan contoh ikan.

(32)

3. Contoh Makroavertebrata bentik

Contoh makroavertebrata bentik diperoleh dengan menggunakan ekman grab dengan bukaan mulut 400 cm2. Pengambilan contoh juga dilakukan pada jam dan hari yang sama dengan pengambilan contoh plankton.

4. Contoh Ikan

Contoh ikan diperoleh dengan menggunakan jaring insang percobaan yang terbuat dari bahan nilon monofilamen dengan panjang 30 m untuk setiap ukuran mata jaring (¾, 1, 1¼, 1 ½, 2, 3, dan 4 inci). Ukuran tinggi jaring dari pelampung sampai pemberat ketika digantung di dalam air sekitar 2 meter (¾, 1, 1 ¼, dan 1 ½ inci), 7 meter (2 dan 3 inci), dan 10 meter (4 inci). Selain jaring insang percobaan, juga digunakan jaring seser ukuran garis tengah 1 meter dengan mata jaring 0,04 inci untuk menangkap ikan juwana.

Pengambilan contoh dilakukan sebanyak satu kali setiap bulan pada masing-masing zona, sehingga total penangkapan ikan selama penelitian sebanyak 36 kali (12 periode x 3 zona x 1 kali penangkapan). Waktu pemasangan jaring insang percobaan dilakukan dari jam 05.00 sampai 22.00 Wita berdasarkan waktu ikan aktif mengambil makanannya di perairan, sedangkan jaring seser dioperasikan pada daerah tepi pantai dan mangrove. Seluruh ikan yang tertangkap dianalisis.

D. Metode Pengukuran

1. Variabel Kualitas Air

2.

Variabel, metode, alat, dan tempat pengukuran contoh kualitas air yang diukur selama penelitian tertera pada Tabel 1.

2. Kelimpahan dan Biomassa Fitoplankton

(33)

Tabel 1. Variabel, metode, alat dan tempat pengukuran contoh kualitas air

Kelimpahan fitoplankton ditentukan dengan menggunakan metode Lackey Drop Microtransect Counting (APHA, 2005) yaitu :

Jumlah total fitoplankton (sel L-1)

Jumlah rataan individu per lapangan pandang Luas gelas penutup (mm2)

Luas satu lapangan pandang (mm2) Volume air terkonsentrasi (ml)

Volume air di bawah gelas penutup (ml)

Volume air yang tersaring oleh jaring plankton (l)

Biomassa fitoplankton dihitung berdasarkan metode chlorofil a (APHA, 2005) dengan rumus :

Volume aseton yang diekstrak (l) Volume contoh (m3)

Absorbansi panjang gelombang 664 nm dikurangi absorbansi panjang gelombang 750 nm sebelum pengasaman

Absorbansi panjang gelombang 665 nm dikurangi absorbansi panjang gelombang 750 nm setelah pengasaman

(34)

Nilai biomassa fitoplankton setiap kolom air dalam mg m-3 yang diperoleh dikonversi ke mg m-2 dengan menggunakan persamaan berikut:

Biomassa fitoplankton (mg m-2) = Σ (Chl a x h) ... (4) Chl a = Klorofil a (mg m-3)

h = Selisih kedalaman eufotik yang diwakili (m)

3. Biomassa Detritus

Dalam menentukan biomassa detritus, terlebih dahulu dilakukan pengukuran produksi primer fitoplankton di setiap zona penelitian berdasarkan keterwakilan kedalaman eufotik yaitu pada kedalaman 0,5; 2,5; dan 4 meter dengan menggunakan metode botol gelap-terang dan titrasi Winkler. Produksi primer diukur dengan metode botol gelap-terang dengan menggunakan rumus berikut (Umaly & Cuvin, 1988) yaitu :

Fotosintesis bersih (mgC m-3 t-1) = & '( & ') ***

+, - x 0,375 …… (3) O2 = Oksigen terlarut (mg L-1)

BT = Botol terang BI = Botol initial

PQ = Koefisien fotosintesis (1.2) t = Lama inkubasi (4 jam)

0,375 = Koefisien konversi oksigen menjadi karbon (12/32) 1000 = Konversi liter menjadi m3

Biomassa detritus dihitung dari hubungan empiris yang dikemukakan oleh Pauly et al. (1992) sebagai berikut :

. /0 0,954 . 6 7 0,863 . ; 2,41 ……… (3)

BD = Biomassa detritus (gC m-2)

PF = Produksi primer fitoplankton (gC m-2 th-1)

E = Kedalaman eufotik (m)

4. Kelimpahan dan Biomassa Zooplankton

Contoh zooplankton diperoleh dengan menggunakan jaring plankton No. 25 yang ditarik secara vertikal dari kedalaman eufotik. Setelah itu contoh diawetkan dengan larutan lugol 4% (Drira et al., 2008). Contoh zooplankton diidentifikasi sampai tingkat genus berdasarkan Yamaji (1979). Total volume zooplankton ditentukan melalui model geometrik bentuk individu (Bottrell et al., 1976; Mc Cauley, 1984) dan kemudian volume

n

(35)

dikonversikan ke dalam berat (gram berat basah) dengan dikalikan dengan berat jenis (ρ)

zooplankton.

Kelimpahan zooplankton ditentukan seperti pada kelimpahan fitoplankton, dengan menggunakan metode Lackey Drop Microtransect Counting (APHA, 2005). Biomassa zooplankton dihitung dari persamaan :

/> ? . @ ………. (4)

Bz = Biomassa zooplankton (µg L-1)

X = Rata-rata jumlah individu (individu L-1) w = Rata-rata berat individu (µg)

5. Kepadatan dan Biomassa Makroavertebrata bentik

Pengambilan contoh substrat untuk pengamatan makroavertebrata bentik dilakukan dengan bantuan ekman grab, lalu dipisahkan dari substrat dengan saringan bertingkat. Contoh kemudian dikemas dalam kantong plastik dan diawetkan dengan formalin 5%. Selanjutnya di laboratorium diidentifikasi menurut Gosner (1971); Dharma (1988); Higgins & Thiel (1988); dan Dharma (1992).

Kepadatan makroavertebrata bentik ditentukan dengan formula (APHA, 2005) :

? A ………(5)

X = Kepadatan makroavertebrata bentik per luas area (individu m-2) N = Jumlah makroavertebrata bentik (individu)

A = Luas bukaan mulut ekman grab (0,04 m2)

Biomassa makroavertebrata bentik dihitung dari persamaan :

Bb = Σ w = N . @B... (6)

Bb = Biomassa makroavertebrata bentik (gram m-2)

N = Jumlah individu (individu m-2) @B = Rata-rata berat individu (gram)

6. Komunitas Ikan

Ikan yang dianalisis adalah seluruh ikan yang tertangkap selama penelitian.

Jumlah ikan (ekor) yang diperoleh setiap penarikan jaring dikumpulkan dan diawetkan dengan es.

n

(36)

Di laboratorium, contoh ikan diidentifikasi menurut Kottelat et al. (1993), Allen (1999), Carpenter & Niem (1999), Peristiwady (2006), dan Froese & Pauly (2010) serta dipisahkan untuk setiap jenisnya. Untuk melihat sebaran jenis ikan di setiap zona, setiap jenis ikan tersebut dikelompokkan berdasarkan daerah penangkapan. Selanjutnya ikan diukur panjang totalnya (panjang ikan dari ujung terdepan bagian kepala hingga ujung terakhir bagian ekor) dengan menggunakan papan pengukur ikan dengan tingkat ketelitian 1 mm dan berat ikan ditimbang menggunakan timbangan dengan ketelitian 0,1 gram, sedangkan penimbangan anak ikan menggunakan timbangan analitik dengan ketelitian 0,0001 gram.

Penentuan sebaran kelompok ukuran ikan di setiap zona didasarkan pada analisis frekuensi panjang yang kemudian diolah dengan ELEFAN I dalam paket program FiSAT II (Gayanilo et al., 2005). Frekuensi panjang ikan dihitung dengan membuat interval kelas. Interval kelas untuk ikan yang berukuran kurang dari 150 mm ditentukan sebesar 5 mm sedangkan yang berukuran lebih besar atau sama dengan 150 mm ditentukan sebesar 10 mm.

Selanjutnya pertumbuhan ikan setiap jenis ditentukan dengan rumus Von Bertalanffy (Sparre & Venema, 1998) :

.- .C1 D E - -F G ……… (7)

Lt = Panjang ikan pada waktu t

L∞ = Panjang maksimum

k = Koefisien laju pertumbuhan to = Umur teoritis pada saat L = 0

t = Waktu pada saat panjang ikan = Lt

7. Makanan dan Kebiasaan Makanan Ikan

(37)

E. Analisis Data

Analisis makanan alami berdasarkan Indeks Bagian Terbesar (Natarajan & Jhingran, 1961) yang merupakan hasil kombinasi antara metode frekuensi kejadian dan metode volumetrik yaitu :

(

V x O

)

x 100 O

x V I

i i

i i i

= ………. (8)

Ii = Indeks bagian terbesar

Vi = Persentase volume satu macam makanan

Oi = Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan

∑ (Vi x Oi) = Jumlah Vi x Oi dari semua macam makanan

Luas relung makanan dihitung menggunakan rumus Colwell & Futuyama (1971) sedangkan tumpang tindih relung makanan dihitung menggunakan rumus Schoener (Stergiou et al., 2004) adalah :

/H ∑ J

KL$ ………. (9)

MHN 1 0.5 ∑OPHQ PNQO ... (10)

Bi = Indeks luas relung ikan ke-i

Cih = Tumpang tindih relung makanan antara ikan ke-i dengan ikan ke-h

pij = Proporsi makanan ke-j yang dimanfaatkan oleh ikan ke-i

phj = Proporsi makanan ke-j yang dimanfaatkan oleh kelompok ikan ke-h

Tingkat trofik (Trophi) menggambarkan posisi organisme dalam jejaring makanan

yang terbentuk. Tingkat trofik setiap jenis ikan ditentukan dengan formula Christensen & Pauly (1992) berdasarkan persamaan berikut :

Trophi = 1 + ∑UVW RMHQ S PTQ ……….. (11)

Trophi = Tingkat trofik jenis ikan i

G = Jumlah total organisme mangsa

DCij = Fraksi mangsa ke- j dalam makanan pemangsa i

trophj = Tingkat trofik kelompok pakan ke- j

(38)

21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Lingkungan Perairan

1. Lingkungan Fisik Kimiawi

Kondisi lingkungan fisik kimiawi perairan Teluk Kendari cukup bervariasi. Kisaran nilai setiap parameter seperti salinitas, kekeruhan, suhu, kecepatan arus, kecerahan, oksigen terlarut, pH, nitrat, nitrit, amoniak, dan ortofosfat tertera pada Lampiran 1.

Salinitas perairan selama penelitian berkisar antara 10,5–35,5‰. Salinitas terendah terjadi pada bulan Februari (10,5–22,5‰) dan April (13,5–27‰) yang merupakan musim hujan. Secara spasial salinitas terendah terjadi di Zona I pada lapisan permukaan (kedalaman 0,5 m) dengan kisaran 10,5–13,0‰ (Lampiran 1), sedangkan salinitas lapisan air pada bagian bawah (kedalaman 4 m) lebih tinggi dari lapisan atas (20,0–27,0‰). Hal ini berhubungan dengan adanya masukan air tawar dari empat sungai besar (Mandonga, Kadia, Wanggu dan Kambu). Air tawar dengan kerapatan jenis yang rendah akan berada pada lapisan permukaan, sebaliknya air laut dengan kerapatan jenis yang lebih tinggi akan mengisi lapisan air pada bagian bawah. Walaupun demikian, adanya sirkulasi air yang teratur menyebabkan terjadinya percampuran massa air sehingga salinitas pada kedalaman berbeda relatif seragam. Secara keseluruhan kisaran salinitas masih mendukung kehidupan biota yang mendiami perairan Teluk Kendari.

(39)

tingkat hidup ikan-ikan muda yang berlindung di wilayah tersebut sehingga memperluas daerah pembesaran ikan (Kneib, 1987 dan Blaber et al., 1995). Tingkat kekeruhan di perairan menurun ke arah laut yang berturut-turut Zona I (0,9–10,25), Zona II (0,9– 05,48), dan Zona III (0,42–2,73). Sebagaimana yang telah diuraikan di depan, tingginya kekeruhan di Zona I disebabkan oleh letak zona di sekitar muara sungai yang merupakan tempat terakumulasinya berbagai hasil buangan yang bermuara di daerah tersebut.

Suhu di perairan Teluk Kendari berkisar antara 28,0–32,0 ºC dan relatif tidak berbeda antar zona. Kisaran tersebut termasuk kategori normal untuk perairan Indonesia yang merupakan daerah tropik dengan kisaran suhu antara 24–32 ºC (Tomascik et al., 1997). Kondisi tersebut memungkinkan biota perairan (plankton, makroavertebrata bentik, dan ikan) hidup di perairan ini.

Kecepatan temporal arus berkisar 0,03–0,34 m det.-1. Kecepatan arus tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2009 yang merupakan musim peralihan II, ketika arus barat dari Laut Seram dan Banda cukup dominan terutama dengan kecepatan tinggi antara 3–20 mil jam-1 (Bappeda, 2000). Secara spasial, kecepatan arus di Zona III sebesar 0,04–0,97 m det.-1 lebih tinggi dibandingkan kedua zona lainnya. Hal ini berkaitan dengan letak Zona III yang berada di sekitar mulut teluk yang berhadapan langsung dengan laut, sehingga lebih dipengaruhi oleh arus laut.

Kisaran pH selama penelitian antara 6,3–7,5 masih dapat ditoleransi oleh organisme perairan. Demikian pula kadar oksigen terlarut yang selama penelitian berkisar antara 4,76–10,86 mg L-1. Rendahnya pH (6,85–6,90) dan oksigen terlarut (4,76–5,90 mg L-1) di Zona I pada bulan Desember disebabkan oleh proses dekomposisi bahan organik yang banyak membutuhkan oksigen terlarut di perairan. Zona I berada di sekitar muara sungai yang merupakan daerah perangkap nutrien atau tempat terakumulasinya bahan organik dari berbagai hasil buangan yang bermuara di daerah tersebut. Serasah yang berasal dari hutan mangrove juga menambah akumulasi bahan organik di daerah tersebut. Bahan organik tersebut akan mengalami proses penguraian oleh mikroorganisme (aerobik/anerobik) dan umumnya membentuk senyawa akhir berupa fosfat dan nitrogen. Rendahnya nilai pH berkaitan dengan terbentuknya produk CO2 hasil oksidasi bahan

organik yang kemudian membentuk senyawa hidrogen karbonat (HCO3-) yang

berdisosiasi membebaskan ion H+ dan CO2-. Terbebasnya ion H+ akan menurunkan pH air

(Azwar et al., 1999).

(40)

air. Hal ini berkaitan dengan kedalaman perairan yang dangkal dengan kedalaman maksimum 20 meter sehingga penetrasi cahaya matahari relatif mencapai dasar perairan terutama pada Zona I. Selain itu adanya pasang surut menyebabkan sirkulasi air terjadi secara teratur dan terjadi percampuran massa air sehingga perubahan suhu, salinitas, pH, dan oksigen relatif konstan pada kedalaman tersebut.

Konsentrasi nitrit selama penelitian cukup rendah sekitar 0,00–0,072 mg L-1. Umumnya konsentrasi nitrit di alam sangat kecil berkisar antara 0,0–0,01 mg L-1 dan nitrit bersifat sangat toksik bagi hewan perairan jika kandungannya lebih besar dari 0,5 mg L-1 (Boyd, 1990). Meningkatnya konsentrasi nitrit pada bulan April (0,044–0,072 mg L-1) diduga disebabkan oleh penumpukan konsentrasi amoniak dari bulan Oktober sampai Februari (0,110–0,730 mg L-1) yang belum teroksidasi secara optimal dalam proses nitrifikasi, akibat konsentrasi oksigen terlarut rendah. Meningkatnya kandungan oksigen terlarut pada bulan Februari (6,34–10,86 mg L-1) menyebabkan amoniak tersebut mengalami proses nitrifikasi secara optimal sehingga nitrit dan nitrat di perairan meningkat pada bulan April. Walaupun konsentrasi nitrit meningkat, namun belum bersifat toksik bagi organisme perairan. Berdasarkan hal tersebut maka perairan Teluk Kendari masih dapat menunjang kehidupan biota perairan.

Konsentrasi nitrat berkisar antara 0,030–1,502 mg L-1 dan distribusinya di perairan semakin rendah ke arah laut, berturut-turut Zona I (0,339 mg L-1), II (0,078 mg L-1) dan III (0,068 mg L-1). Secara temporal terjadi peningkatan konsentrasi nitrat pada bulan April dibandingkan bulan lainnya. Hal ini disebabkan oleh proses oksidasi seperti yang terjadi pada oksidasi nitrit. Ketersediaan amoniak yang belum teroksidasi secara optimal mengalami oksidasi secara optimal saat kandungan oksigen terlarut di perairan meningkat, sehingga kandungan nitrat dalam perairan meningkat.

(41)

setara 1,2 mg L-1. Berdasarkan kondisi tersebut, maka perairan ini menunjang kehidupan biota di dalamnya.

Distribusi ortofosfat di perairan menunjukkan semakin tinggi ke arah laut yang berturut-turut Zona I (0,019 mg L-1), II (0,020 mg L-1), dan Zona III (0,163 mg L-1). Secara temporal terlihat bahwa pada bulan Agustus rata-rata konsentrasi ortofosfat lebih tinggi dibanding bulan lainnya (0,238 mg L-1). Tingginya konsentrasi tersebut disebabkan adanya aliran unsur hara yang berasal dari Laut Banda yang merupakan daerah upwelling. Edward & Tarigan (2003) melaporkan bahwa di perairan Laut Banda Bagian Utara pada bulan Agustus (musim timur) yang bertepatan saat terjadinya upwelling terjadi peningkatan kadar fosfat dari bulan-bulan lainnya yaitu bulan Agustus 1,492 µg.at L-1 (setara 0,0463 mg L-1); Mei 1,025 µg.at L-1 (0,0318 mg L-1); November 0,878 µg.at L-1 (0,0272 mg L-1); dan Februari 0,766 µg.at L-1 (0,0237 mg L-1). Adanya arus pasang menyebabkan aliran unsur hara tersebut masuk ke dalam teluk sehingga konsentrasi ortofosfat pada bulan Agustus meningkat. Dengan konsentrasi tersebut, semua jenis fitoplankton mendapatkan pasokan nutrien yang optimal untuk berkembang.

2. Fitoplankton

a. Genera Fitoplankton

Fitoplankton yang ditemukan di perairan Teluk Kendari selama pengamatan terdiri atas 47 genera yang termasuk kedalam empat kelas yaitu kelas Bacillariophyceae 25 genera, Dinophyceae 7 genera, Cyanophyceae 8 genera, dan Chlorophyceae 7 genera (Tabel 2).

Jumlah kelas fitoplankton ini lebih sedikit dibanding yang ditemukan pada tahun 2004 (Asriyana, 2004) sebanyak tujuh kelas, namun jumlah generanya jauh lebih banyak, terutama dari kelas Bacillariophyceae. Keadaan ini berkaitan erat dengan meningkatnya kesuburan perairan Teluk Kendari terutama konsentrasi nitrat yang meningkat dari 0,02– 0,28 mg L-1 (Asriyana, 2004; Irawati & Asriyana, 2007) menjadi 0,03–1,50 mg L-1 dan ortofosfat dari 0,01–0,54 (Pangerang & Taena, 1994) menjadi 0,02–0,80 (Lampiran 1). Peningkatan kesuburan perairan selain meningkatkan kelimpahan dan biomassa fitoplankton, juga akan memengaruhi komposisi jenisnya di perairan. Reynolds (2006)

(42)

Tabel 2. Genera fitoplankton yang ditemukan di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009–Juli 2010

! "# " $ " " %

% % % $

# & ! " " ' $

( ) " %

%

& & &

Keberadaan kelas Bacillariophyceae dari hasil pengamatan cukup dominan baik dari genus, kelimpahan maupun biomassanya (Gambar 3 dan 4). Hal ini disebabkan oleh Bacillariophyceae lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan sehingga penyebarannya di perairan cukup luas. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Arinardi et al. (1997) di perairan Kawasan Timur Indonesia, Nontji (1984) di perairan Teluk Jakarta (93 jenis), Sediadi & Wenno (1994) di Teluk Bintuni Irian Jaya, dan Umar (2002) di Teluk Siddo (27 genera), Sulawesi Selatan.

b. Kelimpahan dan Biomassa Fitoplankton Secara Spasial

(43)

Gambar 3. Distribusi spasial kelimpahan (A) dan biomassa (B) fitoplankton di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009–Juli 2010

Zona I dan II mempunyai kelimpahan dan biomassa yang tidak jauh berbeda. Hal ini disebabkan kedua zona tersebut memiliki kandungan amoniak (0,318 mg L-1) dan ortofosfat (0,019-0,020 mg L-1) yang relatif sama, sehingga kelimpahan maupun biomassanya juga relatif tidak jauh berbeda.

Biomassa rata-rata fitoplankton di perairan ini (0,41–2,87 mg chl a m-3) lebih rendah dibandingkan perairan estuari Segara Anakan yang berkisar 2–18 µg chl a L-1 (White et al., 1989) atau setara dengan 2–18 mg chl a m-3 dan estuari Teluk Kayeli, Maluku sekitar 0,38–2,662 mg chl a L-1 (Pentury & Waas, 2009) atau setara dengan 380– 2.662 mg chl a m-3. Rendahnya biomassa tersebut disebabkan oleh tingginya kekeruhan (0,42–10,25 NTU) dan padatan tersuspensi (255–418) (Irawati, 2011) yang menghalangi penetrasi cahaya matahari yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Rendahnya penetrasi cahaya menyebabkan fotosintesis tidak berlangsung optimal dan berdampak pada rendahnya biomassa fitoplankton di perairan ini. Domingues et al. (2011) melaporkan bahwa di perairan Estuari Guadiana yang keruh, cahaya berperan sebagai pembatas laju pertumbuhan dan produksi fitoplankton, walaupun konsentrasi nutrien

(44)

cukup tinggi, sehingga berdampak pada rendahnya biomassa fitoplankton di perairan tersebut.

c. Kelimpahan dan Biomassa Fitoplankton Secara Temporal

Kelimpahan dan biomassa fitoplankton secara temporal tertera pada Gambar 4, Lampiran 2 dan 3.Secara temporal, kelimpahan total tertinggi terjadi pada bulan Agustus (41.270 sel L-1) dan terendah terjadi pada bulan Mei (3.744 sel L-1). Pada bulan Agustus sebagai akhir dari musim timur terjadi penumpukan unsur hara terutama fosfat (Edward & Tarigan, 2003) yang berasal dari Laut Banda yang merupakan daerah upwelling. Adanya sumbangan zat hara tersebut serta didukung oleh cahaya yang cukup memungkinkan fitoplankton dapat berfotosintesis dan meningkatkan kelimpahannya di perairan.

Sebaliknya, tingginya kelimpahan pada bulan Agustus tidak didukung oleh biomassa yang tinggi. Tingginya kelimpahan fitoplankton pada bulan Agustus dapat meningkatkan persaingan antar individu dalam mendapatkan zat hara untuk tumbuh, sehingga memengaruhi ukuran individu dan selanjutnya berpengaruh terhadap biomassanya yang rendah (0,44 mg chl a m-3). Di sisi lain, biomassa tertinggi terjadi pada bulan Februari (1,80 mg chl a m-3) yang berkaitan dengan tingginya produktivitas primer pada bulan tersebut sebesar 120,99 mgC m-3 jam-1 (data belum dipublikasikan).

(45)

Gambar 4. Distribusi temporal kelimpahan (A) dan biomassa (B) fitoplankton di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009–Juli 2010

3. Biomassa Detritus

(46)

Perbedaan nilai yang cukup besar ini berkaitan dengan tingginya produktivitas primer di dua perairan tersebut dibandingkan perairan Teluk Kendari. Produktivitas primer di dua perairan tersebut selain berasal dari fitoplankton, juga berasal dari zooxanthella yang berasosiasi dengan karang, mangrove, tumbuhan lamun, makroalga, fitoperifiton, dan fitobentos. Di Teluk Kendari biomassa detritus diprediksi hanya berasal dari fitoplankton. Hal ini dapat menjelaskan rendahnya biomassa detritus di perairan Teluk Kendari dibandingkan perairan lainnya. Sebagian besar produktivitas primer yang dihasilkan oleh tumbuhan berklorofil tidak seluruhnya dikonsumsi oleh kelompok herbivora tetapi dikembalikan ke lingkungan sebagai detritus yang memainkan peranan penting dalam ekosistem (Moore et al., 2004). Produktivitas primer baik yang dihasilkan oleh fitoplankton, mangrove, maupun tumbuhan berklorofil lainnya akan menghasilkan bahan organik yang berguna dalam pembentukan biomassa organisme tersebut. Jika mati maka organisme tersebut akan mengalami proses dekomposisi oleh berbagai jenis mikroba dan selanjutnya turut menyumbang biomassa detritus di perairan (Gunarto, 2004). Dengan perkataan lain produktivitas primer akan menentukan besarnya biomassa detritus dari tumbuhan berklorofil tersebut.

4. Zooplankton

a. Genera Zooplankton

Zooplankton yang ditemukan di perairan Teluk Kendari selama pengamatan terdiri atas 27 genera yang termasuk kedalam enam kelas yaitu kelas Crustaceae 12 genera, Ciliata 6 genera, Rhizopoda 4 genera, Pelecypoda 3 genera, dan kelas Gastropoda dan Sagittoidea hanya 1 genus (Tabel 3).

(47)

Tabel 3. Genera zooplankton yang ditemukan di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009–Juli 2010

& * + ! % ,

*

& & %

&

"

b. Kelimpahan dan Biomassa Zooplankton Secara Spasial

Kelimpahan dan biomassa zooplankton tertera pada Gambar 5, Lampiran 4, 5, dan 6. Gambar tersebut menunjukkan bahwa secara spasial kelimpahan zooplankton tertinggi terjadi di Zona II (10.512 ind L-1) dan terendah di Zona III (9.800 ind L-1) dan I (8.521 ind L-1). Hal tersebut diikuti pula oleh tingginya biomassa zooplankton, berturut-turut Zona II (35.330 µg L-1), III (32.328 µgL-1), dan Zona I (12.975 µg L-1). Biomassa zooplankton ditentukan oleh kelimpahan individu dan bobot rata-rata individu. Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa Crustacea merupakan kelas yang cukup besar biomassanya dibandingkan kelas lainnya. Hal ini disebabkan oleh bobot individu yang diukur melalui bentuk geometrik individu, cukup besar dibanding genus lainnya yaitu rata-rata sekitar 0,0626–9,7973 µg (Lampiran 5). Selain bobot, kelimpahan kelompok tersebut juga lebih besar dibanding zooplankton lainnya (Lampiran 5).

Secara spasial juga terlihat, Zona II mempunyai kelimpahan dan biomassa tertinggi dibandingkan zona lainnya. Hal ini berkaitan dengan Zona II yang merupakan daerah peralihan, dari Zona I yang banyak mendapat masukan air tawar dari empat sungai besar (Mandonga, Kadia, Wanggu, dan Kambu) dan Zona III yang banyak dipengaruhi oleh masuknya air laut, sehingga hanya ikan yang bersifat eurihalin yang dapat memanfaatkan makanan (zooplankton) di wilayah ini. Hal ini terlihat dari rendahnya jenis dan jumlah ikan yang tertangkap di zona ini dibandingkan zona lainnya (Lampiran 9). Kondisi tersebut menyebabkan laju pemangsaan terhadap zooplankton lebih rendah dibandingkan zona lainnya, sehingga kelimpahan dan biomassa zooplankton di zona ini tinggi.

Menurut Jeppesen et al. (1996) dan Möllmann et al. (2004), saat kelimpahan ikan pemakan plankton meningkat maka tingkat predasi terhadap komunitas zooplankton

(48)

Gambar 5. Distribusi spasial kelimpahan (A) dan biomassa (B) zooplankton di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009–Juli 2010

meningkat karena pemangsaan menjadi berkurang dan zooplankton dapat memanfaatkan fitoplankton lebih efisien sehingga kelimpahan fitoplankton di perairan rendah. Carey & Wahl (2011) juga melaporkan bahwa dalam kondisi percobaan, kekayaan jenis dan kepadatan zooplankton berkurang saat lebih banyak ikan berada dalam suatu perairan. Penangkapan jenis ikan generalis atau spesialis dapat meningkatkan kepadatan zooplankton. Kondisi tersebut juga ditemukan di perairan ini, rendahnya kelimpahan ikan di Zona II menyebabkan kelimpahan dan biomassa zooplankton meningkat (Gambar 5), akibatnya perambanan terhadap fitoplankton meningkat sehingga kelimpahan dan biomassa fitoplankton di zona ini lebih rendah dibandingkan zona lainnya (Gambar 3).

c. Kelimpahan dan Biomassa Zooplankton Secara Temporal

(49)

bervariasi dari waktu ke waktu. Kelimpahan tertinggi terjadi pada bulan Januari dan Februari 2010 (16.488 dan 17.077 ind L-1) dan terendah pada bulan Juni (5.559 ind L-1). Seperti halnya kelimpahan, biomassa zooplankton juga terlihat bervariasi. Kelimpahan yang tinggi pada bulan Januari dan Februari juga diikuti oleh tingginya biomassa (146.987 dan 80.730 µg L-1) dan kelimpahan yang rendah pada bulan Juni diikuti oleh rendahnya biomassa (2.399 µg L-1). Kondisi tersebut berkaitan dengan ketersediaan makanan bagi zooplankton (biomassa fitoplankton) yang cukup tinggi pada bulan Februari yaitu 6,83 mgC chl a m-2 (Lampiran 3) dibandingkan bulan lainnya. Ketersedia-an makKetersedia-anKetersedia-an yKetersedia-ang tinggi bagi zooplKetersedia-ankton pada bulKetersedia-an tersebut diduga merupakKetersedia-an penyebab tingginya kelimpahan dan biomassanya di perairan.

Gambar 6. Distribusi temporal kelimpahan (A) dan biomassa (B) zooplankton di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009–Juli 2010

(50)

Secara temporal kelimpahan zooplankton berkaitan dengan kelimpahan fitoplankton. Kelimpahan fitoplankton yang tinggi cenderung diikuti oleh kelimpahan zooplankton yang tinggi. Pada fase berikutnya kelimpahan zooplankton yang tinggi akan menyebabkan kelimpahan fitoplankton menurun, dan pada gilirannya diikuti oleh penurunan zooplankton. Dengan demikian terdapat hubungan keseimbangan yang dinamis antara fitoplankton dan zooplankton.

Kelimpahan zooplankton sangat dipengaruhi oleh ketersediaan fitoplankton di perairan. Fitoplankton yang menjadi mangsa zooplankton selama pengamatan mengalami fluktuasi diikuti fluktuasi kelimpahan zooplankton di perairan (Gambar 7). Saat kelimpahan zooplankton meningkat pada bulan Oktober dan Nopember, tingkat perambanan terhadap komunitas fitoplankton meningkat dan mengakibatkan kelimpahan fitoplankton berkurang. Davis (1955) dan Karponai et al. (2003) menyatakan bahwa bila populasi zooplankton mulai meningkat, perambanan fitoplankton akan sedemikian cepatnya sehingga fitoplankton tidak sempat membelah diri. Fitoplankton akan berkembang cepat pada saat zooplankton menurun populasinya.

(51)

Gambar 7. Keterkaitan antara kelimpahan fitoplankton dan zooplankton di perairan Teluk Kendari

5. Makroavertebrata Bentik

a. Genera Makroavertebrata Bentik

Makroavertebrata bentik yang ditemukan di perairan Teluk Kendari selama pengamatan terdiri atas 49 genera yang termasuk kedalam 6 kelas yaitu kelas Gastropoda 24 genera, Pelecypoda 17 genera, Crustaceae 3 genera, Echinodermata, dan Polychaeta masing-masing 2 genera sedangkan Amphineura hanya 1 genus (Tabel 4).

Kelompok makroavertebrata bentik yang ditemukan di perairan ini tidak berbeda dengan yang dinyatakan oleh Nybakken (1992) bahwa kelompok organisme dominan yang menyusun makrofauna di dasar lunak terbagi dalam empat kelompok taksonomi yaitu kelas Polychaeta, Crustaceae, filum Echinodermata, dan filum Mollusca. Moluska biasanya terdiri atas berbagai spesies Pelecypoda penggali, beberapa Gastropoda di permukaan dan Amphineura.

Gambar

Gambar 1.  Diagram alir pendekatan pemecahan masalah
Gambar 2.  Letak zona penelitian di perairan Teluk Kendari
Tabel 1. Variabel, metode, alat dan tempat pengukuran contoh kualitas air
Gambar 3. Distribusi spasial kelimpahan (A) dan biomassa (B) fitoplankton di perairan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berapa besar pengaruh standar dan sasaran kebijakan, sumber-sumber kebijakan, komunikasi antar badan pelaksana, karakteristik badan pelaksana, kondisi sosial, ekonomi

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa selama penyimpanan untuk perlakuan edible coating dengan konsentrasi gliserol yang terbaik yaitu

KET: (Rumah lanting) Tidak hanya digunakan sebagai sarana perekonomian, warga sungai kahayan juga memanfaatkan sungai sebagai tempat tinggal, seperti gambar di atas tampak

Besarnya nilai Adjusted R 2 adalah 0.632 yang berarti variasi variabel kepuasan masyarakat di Kelurahan Gedawang Kecamatan Banyumanik Kota Semarang dapat

Pemberian amelioran pada tanah serpentin tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan dan penyerapan logam berat pada tanaman jarak

Langkah kedua : setelah pihak keluarga perempuan melihat bahwa seorang gadis perempuan yang merupakan anggota keluarganya tersebut dinyatakan layak, maka pihak ibu menyampaikan

* Buka cap saat memanaskan makanan dalam microwave * Berlaku harga khusus produk dan tasd. * Garansi tidak termasuk tas, strap &

Di Indonesia, pemerintah berupaya untuk dapat mengatasi permasalahan perdagangan dan eksploitasi terhadap satwa- stwa liar Indonesia yang populasinya mulai terancam