SKRIPSI
Diajukan Oleh : Sandri Agustri Sari
20120210028
Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta guna memenuhi syarat untuk memperoleh
Derajat Sarjana Pertanian
Oleh:
Sandri Agustri Sari 20120210028
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
kekuatan, kemudahan dan kelancaran untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Skripsi yang telah saya selesaikan dengan penuh usaha, kerja keras dan do.a ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya Bapak H.Bambang Budi Iriyanto dan Ibu Amik Riana Sari yang selalu sabar untuk medidik dan menasehati saya, mereka yang sudah rela berjuang banting tulang untuk pendidikan dan masa depan saya. Skripsi ini juga saya persembahkan kepada kakak saya Oktavina Anjar Sari
serta kedua adik saya Nu’uriya Salsabila dan A’aliya Belva Nihaya.
berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul “Kesesuaian Lahan Tanaman Keselai ( Glycine max (L.)Merill ) di Lahan Pasir Pantai Parangtritis Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh jenjan S-1 di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Selama menyelesaikan penyusunan skripsi ini penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu sehingga penilitian dapat terwujudkan.Ucapan terimakasih ditujukan kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P. selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan arahan dan bimbingan skripsi
2. Ibu Lis Noer Aini, S.P., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang telah memberikan arahan dan bimbingan skripsi
3. Bapak Yuliantoro selaku Laboran Tanah yang telah membantu dan mendampingi dalam analisis tanah di laboratorium
4. Bapak Ir. Mulyono, M.P. yang memberikan arahan terkait materi-materi penelitian
5. Dekan dan segenap civitas akademika Fakultas Pertanian UMY
6. Pihak BAPPPEDA Kabupaten Bantul, BMKG Daerah Istimewa
8. Septian Dwi Cahyo yang bersedia membantu dalam penelitian dari awal sampai dengan akhir penelitian
9. Gumilang, Livi, Wikan dan Shinta yang selalu memberi semangat dan selalu menghibur.
10.Seluruh keluarga Agroteknologi A 2012 yang selalu memberikan dukungan dan semangat
11.Kak Rosdiana dan Kak Siska Ema yang telah memberikan inspirasi dan informasi terkait penelitian
PERNYATAAN ... iv
PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
INTISARI ... xii
ABSTRACT ... xiii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Batasan Studi ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Tanah dan Lahan ... 8
B. Evaluasi Kesesuaian Lahan ... 10
C. Tanaman Kedelai ... 16
III. KARAKTERISTIK WILAYAH ... 21
A. Karakteristik Wilayah Studi ... 21
B. Potensi Wilayah ... 23
IV. TATA CARA PENELITIAN ... 25
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25
B. Metode Penelitian dan Analisis Data ... 25
C. Jenis Data ... 27
D. Parameter Pengamatan ... 29
E. Luaran Penelitian ... 40
F. Jadwal Penelitian ... 41
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42
A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi ... 42
B. Analisis Kesesuaian Lahan ... 43
C. Evaluasi Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kedelai di Lahan Pasir Pantai Parangtris Kecamatan Kretek ... 78
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 88
A. Kesimpulan ... 88
B. Saran ... 89
DAFTAR PUSTAKA ... 90
Tabel 3 Karakteristik Lahan ... 14
Tabel 4 Kriteria Kesesuaian Tanaman Kedelai ... 19
Tabel 5 Jenis Data Penelitian ... 29
Tabel 6 Kriteria Temperatur Tanaman Kedelai ... 30
Tabel 7 Kriteria Ketersediaan Air Tanaman Kedelai ... 31
Tabel 8 Kelas Drainase ... 32
Tabel 9 Karakteristik Tekstur Tanah untuk Tanaman Kedelai ... 33
Tabel 10 Kriteria Media Perakaran Pada Tanaman Kedelai ... 34
Tabel 11 Kriteria Salinitas Pada Tanaman Kedelai ... 35
Tabel 12 Kelas Bahaya Banjir menurut Sofyan, 2007 ... 35
Tabel 13 Kriteria Salinitas Pada Tanaman Kedelai ... 36
Tabel 14 Kriteria Penyiapan Lahan Pada Tanaman Kedelai ... 37
Tabel 15 Kriterian Retensi Hara Pada Tanaman Kedelai ... 39
Tabel 16 Kriteria Hara Tersedia Pada Tanaman Kedelai... 40
Tabel 17 Jadwal Penelitian... 41
Tabel 18 Data Temperatur Kabupaten Bantul ... 44
Tabel 19 Data Curah Hujan dan Bulan Kering Kabupaten Bantul pada tahun 2014 .. 47
Tabel 20 Data Kelembaban Kabupaten Bantul pada tahun 2015 ... 51
Tabel 21 Kondisi Drainase Tanah, Tekstur dan Kedalaman Efektif Di Lahan Pasir Pantai Parangtritis ... 53
Tabel 22 Hasil Analisis Laboratorium KPK tanah, Kejenuhan Basa (KB), pH dan C-organik ... 59
Tabel 23 Hasil Uji Salinitas ... 69
Tabel 24 Hasil Analisis Laboratorium Kandungan N, P dan K ... 70
Tabel 25 Kelas Kesesuaian Lahan Pasir Pantai Parangtritis Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul ... 79
Tabel 26 Kelas Kesesuaian Lahan Pasir Pantai Parangtritis Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul ... 80
ABSTRACT
A research entitled “Land Suitability for Soybean Crop (Glycine max (L.)
Merill) in Sandy Coastal Land of Parangtritis Kretek District, Bantul Regency” was
conducted in the coastal region of Parangtritis from in December 2015 up to April 2016.
This research was conducted using observation method through the collection of primary and secondary data. Primary were all the information of soil characteristics which determined I the laboratory, while secondary data were all supporting information obtained from local government agencies.
The result showed that coastal land of Parangtritis had sandy texture, soil drainage is very rapid, low to moderate soil effective depth, salinity is low, cation exchangable capacity is low, moderate to high base saturation percentage. Based on the soil characteristics and supporting data, actually this coastal land has land suitability class for soybean is N2r-1, r-2 with drainage and texture as the limiting factors. Drainage can be improved through continuously application of organic matter and potentially land is included in the class N2r-2 with texture as the limiting factor.
telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Tanaman kedelai merupakan tanaman yang
berpotensi untuk dikembangkan, karena kedelai merupakan tanaman pangan
terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Selain itu kedelai juga merupakan
tanaman palawija yang kaya akan protein yang memiliki arti penting dalam
industri pangan. Kedelai berperan sebagai sumber protein nabati yang sangat
penting dalam rangka peningkatan gizi masyarakat karena aman bagi kesehatan.
Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk
dan kebutuhan bahan industri olahan pangan (Junita, 2013).
Menurut Bapenas (2014), konsumsi total kedelai di Indonesia dari tahun
2008 sampai dengan tahun 2012 terus meningkat dengan rata-rata 12,89%/tahun,
tetapi jumlah produksi kedelai dari tahun 2008 sampai tahun 2012 terus menurun
(tabel 1). Sedangkan menurut BPS DIY (2015), luas panen kedelai turun 29,85 %
Tabel 1 Kebutuhan Konsumsi dan Jumlah Produksi Kedelai Tahun 2008-2012
` Sumber : Bapenas, 2014
Tabel 2 Luas Panen dan Produksi Kedelai Di DIY Tahun 2013-2014
Tahun Luas panen
(hektar)
Produksi (ton)
2013 23.290 31.667
2014 16.337 19.579
Penurunan 29,85 % 38,19%
Sumber: BPS DIY, 2015
Maraknya alih fungsi lahan pertanian dapat menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan menurunnya produksi dan ketersediaan kedelai sehingga tidak
dapat memenuhi kebutuhan konsumsi. Alih fungsi lahan terjadi seiring
pertambahan jumlah penduduk, penemuan dan pemanfaatan teknologi serta
dinamika pembangunan. Apabila alih fungsi lahan tidak terkendali maka lama
kelamaan dapat mengancam keberlangsungan kegiatan budidaya pertanian
terutama dalam kegiatan budidaya tanaman kedelai serta kapasitas penyediaan
kebutuhan pangan dan bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian
sosial. Pemanfaatan lahan marginal untuk kegiatan budidaya tanaman kedelai
merupakan salah satu alternatif atau solusi yang dapat diterapkan untuk mengatasi
maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian. Kabupaten Bantul
merupakan salah satu daerah yang memiliki lahan marginal dan banyak terjadi
alih fungsi lahan pertanian. Hal tersebut ditunjukkan dari semakin menurunnya
Tahun Kebutuhan
konsumsi (ton)
Produksi (ton)
2008 1,72 juta 776.000
2009 2 juta 975.000
2010 2,35 juta 907.000
2011 2,49 juta 870.000
luasan lahan sawah di Kabupaten Bantul, yaitu pada tahun 2010 luas lahan sawah
sebesar 14.599 hektar kemudian pada tahun 2011 menurun menjadi 14.400 hektar.
Sedangkan untuk lahan tegalan juga mengalami penurunan dari 6.757 hektar pada
tahun 2010 menjadi 6.733 hektar pada tahun 2011 (Kementerian Pertanian, 2013).
Selain itu Kabupaten Bantul juga merupakan salah satu daerah yang sangat
berpotensi untuk pengembangan tanaman kedelai sebab di Kabupaten Bantul
terdapat cukup banyak pabrik tahu dan tempe yang menggunakan kedelai sebagai
bahan baku pembuatannya, kurang lebih terdapat 200 unit usaha tahu dan tempe
di Kabupaten Bantul (Perindagkop Kabupaten Bantul, 2013).
Kabupaten Bantul merupakan salah satu Kabupaten di Daerah Istimewa
Yogyakarta yang memiliki luas lahan 50.685 hektar (BPS, 2013). Bagian selatan
Kabupaten Bantul terbentang Pantai Selatan dari Kecamatan Srandakan, Sanden
dan Kretek (BPKP, 2015). Adanya deretan pantai di bagian selatan Kabupaten
Bantul mulai dari Kecamatan Srandakan, Sanden sampai pada Kecamatan Kretek
tersebut menjadikan banyaknya lahan marginal berupa lahan pasir pesisir pantai
yang terdapat di Kabupaten Bantul. Lahan marginal adalah lahan yang memiliki
kesuburan potensial karena lahan tersebut memiliki beberapa faktor pembatas
yang harus di atasi terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan (Gunawan Budiyanto,
2014).
Sampai saat ini pemanfaatan lahan marginal pasir pantai di Kabupaten
Bantul masih sangat terbatas, terutama untuk kegiatan budidaya pertanian. Salah
satunya lahan pasir pesisir pantai Parangtritis yang berada di Desa Parangtritis,
untuk kegiatan budidaya tanaman, tetapi sampai saat ini lahan tersebut belum
dimanfaatkan secara maksimal untuk kegiatan budidaya pertanian. Sebagaimana
yang terlihat berdasarkan hasil survei lapangan, penggunaan lahan pasir tersebut
untuk kegiatan budidaya pertanian tidak mencapai setengah dari luasan lahan
pasir pesisir pantai Parangtritis tetapi hanya mencapai sekitar 20-30% dari total
luas lahan. Hal tersebut menjadikan perlunya dilakukan optimalisasi penggunaan
lahan pasir pesisir pantai di Kabupaten Bantul agar penggunaan lahan lebih
optimal.
Evaluasi kesesuaian lahan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan
agar diketahui potensi lahan, kesesuaian lahan serta tindakan-tindakan yang perlu
dilakukan dalam memanfaatkan lahan pasir pantai Parangtritis tersebut. Tingkat
kesesuaian lahan atau kelas kesesuaian lahan ini pada dasarnya diperoleh dengan
membandingkan syarat tumbuh tanaman dengan karakteristik lahan sehingga
dapat diketahui tingkat kesesuaian tanaman apabila dibudidayakan pada lahan
tersebut. Dengan demikian dalam upaya pemanfaatan tersebut dapat dilakukan
berdasarkan potensi lahan sehingga hasil produksi tetap optimal dan kualitas dan
kelestarian lahan tetap terjaga (Gunawan Budiyanto, 2014). Dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan tanaman juga membutuhkan dua faktor
pendukung utama antara lain kondisi agroklimat dan daya dukung lahan. Dalam
pemanfaatan lahan atau kawasan, kondisi agroklimat lebih banyak menentukan
kecocokan dan kesesuaian iklim terhadap persyaratan lingkungan yang
dibutuhkan tanaman, sedangkan daya dukung lahan menentukan bagaimana upaya
Budiyanto, 2014). Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi lahan pada lahan pasir
pantai Parangtritis untuk budidaya kedelai sebagai upaya pemanfaatan lahan
marginal dan meningkatkan hasil produksi kedelai agar kebutuhan konsumsi
kedelai dapat terpenuhi.
B. Perumusan Masalah
Alih fungsi lahan pertanian menyebabkan semakin menyempitnya lahan
pertanian yang dapat mengancam produksi bahan pangan. Padahal kebutuhan
akan kedelai yang merupakan bahan pangan yang banyak diminati, saat ini
kebutuhannya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah
penduduk. Konsumsi total kedelai dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012
terus meningkat dengan rata-rata 12,89%/tahun sedangkan produksi kedelai
nasional selama 2009-2012 terus menurun. Akibatnya terjadi defisit yang terus
meningkat dengan rata-rata 20,38%/tahun selama tahun 2008 sampai pada tahun
2012. Pemanfaatan lahan marginal merupakan salah satu upaya yang dapat
dilakukan agar produksi kedelai tetap dapat mencukupi kebutuhan konsumen.
Lahan marginal yang berpotensi untuk dimanfaatkan untuk budidaya tanaman
kedelai adalah lahan pasir pesisir pantai Parangtritis Yogyakarta. Hal tersebut
menjadikan perlu dilakukannya evaluasi kesesuaian lahan dengan menetapkan
karakteristik lahan sebagai dasar penentuan kesesuaian lahan untuk pertanaman
kedelai di lahan pasir pantai Parangtritis Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul,
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana karakteristik lahan pasir pantai Parangtritis Kecamatan Kretek
Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta ?
2. Bagaimana tingkat atau kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kedelai di lahan
pasir pantai Parangtritis Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui karakteristik lahan pasir pantai Parangtritis Kecamatan Kretek,
Kabupaten Bantul, Daerah IstimewaYogyakarta
2. Menentukan kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kedelai di lahan pasir
pantai Parangtritis Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kesesuaian
lahan yang tepat kepada petani dan menjadi bahan rekomendasi bagi pemerintah
daerah setempat dalam mengembangkan pertanian terutama dalam pengembangan
budidaya tanaman kedelai di lahan pasir pantai Parangtritis Kecamatan Kretek,
Kabupaten Bantul, DIY. Selain itu juga dapat memberikan informasi tentang cara
penggunaan lahan atau pengelolaan lahan yang tepat serta teknologi yang tepat
digunakan dalam usaha perbaikan tanah dan budidayanya terutama tanaman
kedelai sehingga dapat menjamin efektivitas pemupukan, hasil produksi yang
E. Batasan Studi
Penelitian ini difokuskan pada wilayah lahan pasir pantai Parangtritis
diluar area pariwisata dan pemukiman yang berada di Desa Parangtritis,
Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY untuk menentukan kelas kesesuaian
lahan, faktor-faktor pembatas serta menentukan upaya perbaikan untuk budidaya
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah dan Lahan
Tanah merupakan sebuah bahan yang berada di permukaan bumi yang
terbentuk melalui hasil interaksi anatara 5 faktor yaitu iklim, organisme/vegetasi,
bahan induk, relief/topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam
yang berbentuk ujud, hasil dari timbunan partikel tanah yang terdiri dari fraksi
pasir, debu dan lempung. Selain itu tanah juga fenomena alam yang berbentuk
proses sehingga memiliki ciri yang merupakan hasil proses pembentukan dan
pengembangan tanah tersebut (Gunawan Budiyanto, 2014). Tanah memiliki
fungsi penting dalam ekosistem, diantaranya adalah sebagai media pertumbuhan
tanaman, habitat bagi jasad tanah, tempat berlangsungnya proses dekomposisi,
tempat menyimpan air serta tempat penyedia hara bagi tanaman.
Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai lingkungan
fisik yang meliputi tanah beserta faktor yang mempengaruhi penggunaannya
seperti iklim relief/topografi, aspek geologi dan hidrologi yang dimanfaatkan
manusia untuk berbagai keperluan. Dalam pertanian, lahan merupakan suatu
bentang tanah yang dimanfaatkan dan merupakan modal dasar dalam kegiatan
budidaya tanaman pertanian (Gunawan Budiyanto, 2014). Oleh sebab itu lahan
juga sangat erat hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya.
Berdasarkan produktivitas dan ada tidaknya faktor pembatas, lahan
pertanian dibagi menjadi lahan produktif (productive land) dan lahan tidak
produktif atau lahan marginal (marginal land). Lahan produktif merupakan lahan
menguntungkan. Lahan produktif ini memiliki kesuburan aktual atau mempunyai
daya dukung lahan yang memadai dari sisi kesuburan kimia, fisik dan biologi.
Sedangkan lahan marginal adalah lahan yang memiliki beberapa faktor pembatas
yang harus di atasi terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan. Artinya dalam
pengelolaan atau pemanfaatannya, lahan marginal ini membutuhkan masukan
(input) dan biaya yang lebih tinggi. Lahan pasir merupakan salah satu lahan yang
marginal.
Lahan pasir merupakan salah satu lahan marginal yang mempunyai tekstur
tanah dengan fraksi pasir > 70%, dengan porositas total < 40%, kurang dapat
menyimpan air karena memiliki daya hantar air cepat dan kurang dapat
menyimpan hara karena kekurangan kandungan koloid tanah. Tanah pasir pada
umumnya memiliki pH netral, berwarna cerah sampai kelam bergantung pada
kandungan bahan organik dan airnya. Lahan yang didominasi fraksir pasir
memiliki tingkat kesuburan rendah yang disebabkan oleh sifak fisik dan kimia
yang tidak dapat memberikan dukungan terhadap pertumbuhan tanaman.
Dominasi fraksi pasir pada tanah pasir menjadikan kandungan lempung dan bahan
organik yang rendah yang menyebabkan tanah tidak membentuk agregat dan
kandungan airnya tidak dapat mencukupi kebutuhan tanaman (Gunawan
Budiyanto, 2014). Sedangkan menurut Nasih (2009), lahan pasir pantai
merupakan lahan marjinal dengan ciri-ciri tekstur pasiran, struktur lepas-lepas,
kandungan hara rendah, kemampuan menukar kation rendah, daya menyimpan air
rendah, suhu tanah di siang hari sangat tinggi, kecepatan angin dan laju evaporasi
B. Evaluasi Kesesuaian Lahan
Evaluasi kesesuaian lahan merupakan proses penelitian potensi suatu lahan
untuk penggunaan penggunaan tertentu (Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka,
2011). Penerapan evaluasi kesesuaian lahan sebelum pemanfaatan lahan akan
memberikan informasi tentang potensi lahan, kesesuaian penggunaan lahan serta
tindakan-tindakan yang harus dilakukan dalam pemanfaatan lahan sehingga
pemanfaatan lahan yang dilakukan dapat lebih tepat dan sesuai. Menurut Sarwono
Hardjowigeno dan Widiatmaka (2011), kesesuaian lahan dibagi menjadi 2 antara
lain:
1. Kesesuaian Lahan Aktual
Kesesuaian lahan aktual atau kesesuaian lahan pada saat ini (current
suitability) atau kelas kesesuaian lahan dalam keadaan alami, belum
mempertimbangkan usaha perbaikan dan tingkat pengelolaan yang dapat
dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang ada di setiap
satuan peta. Faktor pembatas dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: (1) faktor
pembatas yang sifatnya permanen dan tidak mungkin atau tidak ekonomis
diperbaiki dan (2) faktor pembatas yang dapat diperbaiki dan secara ekonomis
masih menguntungkan dengan memasukkan teknologi yang tepat.
2. Kesesuaian Lahan Potensial
Kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang akan dicapai
setelah dilakukan usaha-usaha perbaikan lahan. Kesesuaian lahan potensial
tingkat pengelolaan yang akan diterapkan, sehingga dapat diduga tingkat
produktivitas dari suatu lahan serta hasil produksi per satuan luasnya.
Dalam evaluasi lahan ada beberapa hal yang perlu dilakukan seperti
pelaksanaan dan interpretasi survei serta studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim,
dan aspek lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan
berbagai penggunaan lahan yang dikembangkan.
Sistem klasifikasi kesesuaian lahan menurut FAO (1976) dalam Sarwono
dan Widiatmaka (2011), terdiri dari 4 kategori,antara lain :
1. Ordo menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak untuk penggunaan
tertentu. Ada dua ordo yaitu :
a. Ordo S (Sesuai): Lahan yang temasuk ordo ini adalah lahan yang dapat
digunakan dalam jangka waktu yang tidak terbatas untuk suatu tujuan
yang telah dipertimbangkan. Keuntungan dari hasil pengelolaan lahan itu
akan memuaskan setelah dihitung dengan masukan yang diberikan. Tanpa
atau sedikit resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahannya.
b. Ordo N (Tidak Sesuai): Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang
mempunyai kesulitan sedemikian rupa, sehingga mencegah
penggunaannya untuk suatu tujuan yang telah direncanakan. Lahan dapat
digolongkan dalam lahan yang tidak sesuai untuk usaha pertanian, baik
secara fisik maupun secara ekonomi.
2. Kelas kesesuaian lahan: pembagian lebih lanjut dari ordo dan menunjukkan
sebenarnya tidak terbatas, akan tetapi hanya dianjurkan untuk memakai tiga
sampai lima kelas dalam ordo S dan dua kelas dalam ordo N antara lain :
a. Kelas S1: Sangat sesuai (highly suitable). Lahan tidak mempunyai
pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan atau hanya
mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap
produksi dan tidak akan menaikkan masukan yang telah biasa diberikan.
b. Kelas S2: cukup sesuai atau kesesuaian sedang (moderately suitable).
Lahan mempunyai pembatas-pembatas yang tidak terlalu besar untuk
mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas
akan mengurangi produk atau keuntungan dan meningkatkan masukan
yang diperlukan. Artinya tanpa adanya masukan lahan tersebut masih
dapat menghasilkan hasil produksi yang cukup, akan tetapi apabila ingin
mendapatkan produksi yang lebih tinggi maka perlu input yang cukup.
c. Kelas S3: sesuai maginal atau kesesuaian rendah (marginally suitable).
Lahan masih dapat dianggap sebagai lahan yang sesuai tetapi lahan
mempunyai pembatas-pembatas yang besar sehingga untuk menghasilkan
produksi yang tinggi maka input yang diperlukan sangat besar dan dalam
jumlah macam pembatas yang banyak.
d. Kelas N1: tidak sesuai pada saat ini (Currently not suitable). Lahan tidak
sesuai untuk dijadikan usaha pertanian, karena faktor pembatasnya tinggi
dan jumlah faktor pembatasnya bermacam-macam.
e. Kelas N2: Tidak sesuai selamanya atau permanen (permanentaly not
dapat mendukung kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam
jangka panjang.
3. Sub-kelas: menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang harus
dijalankan dalam masing-masing kelas. Sub-kelas adalah pembagian lebih
lanjut dari kelas berdasarkan jenis faktor penghambat yang sama.
Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis, yaitu: bahaya erosi
(e), genangan air (w), penghambat terhadap perakaran tanaman (s) dan iklim
(c). Tiap kelas terdiri dari dua sub-kelas atau lebih tergantung dari jenis
pembatas yang ada. Jenis pembatas ini ditunjukkan dengan simbol huruf kecil
yang terletak setelah simbol kelas dan biasanya hanya ada satu simbol
pembatas di setiap sub-kelas, akan tetapi dapat juga sub-kelas yang
mempunyai dua atau tiga simbol pembatas, dengan catatan jenis pembatas
yang paling dominan di tempat pertama. Misalnya saja sub-kelas S2ts maka
pembatas yang dominan adalah keadaan topografi (t) sedangkan kedalaman
efektif (s) adalah pembatas kedua atau tambahan.
4. Unit: merupakan pembagian lebih lanjut dari sub- kelas berdasarkan atas
besarnya faktor pembatas. Semua unit yang berada dalam satu sub-kelas
mempunyai tingkat kesesuaian yang sama dalam kelas dan mempunyai jenis
pembatas yang sama pada tingkat sub-kelas.
Dalam proses perencanaan tataguna lahan, evaluasi lahan merupakan salah
satu komponen yang harus dilakukan dengan baik. Sebab dengan dilakukan
evaluasi lahan maka akan diketahui bagaimana kelas kesesuaian lahan,
Sehingga perencanaan tataguna lahan dapat sesuai atau memiliki kecocokkan
dengan kondisi lahan tertentu. Evaluasi lahan memiliki beberapa parameter yang
ditentukan oleh kualitas lahan yang di dalamnya juga terdapat karakteristik lahan.
Kualitas lahan adalah sifat-sifat lahan yang dapat diukur langsung karena
merupakan interaksi dari beberapa karakteristik lahan (complex of land attribute)
yang mempunyai pengaruh nyata terhadap kesesuaian lahan untuk
penggunaan-penggunaan tertentu (Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011). Setiap
kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap
kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu. Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi
atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari
pengertian karakteristik lahan (FAO, 1976 dalam Sofyan dkk., 2007).
Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi.
Contohnya lereng, curah hujan, tekstur tanah, kapasitas air tersedia, kedalaman
efektif dan sebagainya. Setiap satuan peta lahan yang dihasilkan dari kegiatan
survei atau pemetaan sumberdaya lahan, karakteristik lahan dirinci dan diuraikan
yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanah. Data tersebut digunakan
untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu
(Djaenudin dkk., 2000). Menurut Ade (2010), terdapat beberapa karakteristik
lahan seperti yang dijelaskan dalam tabel 3.
Tabel 3 Karakteristik Lahan
No Karakteristik
Lahan Keterangan
1 Temperatur Udara Merupakan temperatur udara tahunan dan dinyatakan dalam °C
2 Curah Hujan Merupakan curah hujan rerata tahunan dan dinyatakan dalam
mm
4 Kelembaban udara
Merupakan kelembaban udara rerata tahunan dan dinyatakan dalam %
5 Drainase Merupakan pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap
aerasi udara dalam tanah
6 Tekstur Menyatakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan
ukuran <2 mm
7 Bahan kasar Menyatakan volume dalam % dan adanya bahan kasar dengan
ukuran >2 mm
8 Kedalaman tanah Menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat digunakan untuk perkembangan perakaran dari tanaman yang dievaluasi
9 Ketebalan gambut Digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tebalnya lapisan gambut dalam cm dari permukaan
10 kematangan gambut
Digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tingkat kandungannya
11 KTK liat Menyatakan kapasitas tukar kation dari fraksi liat
12 Kejenuhan basa Jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g contoh tanah
13 Reaksi tanah (pH) Nilai pH tanah di lapangan. Pada lahan kering dinyatakan dengan data laboratorium atau pengukuran lapangan, sedang pada tanah basah diukur dilapangan
14 C-organik Kandungan karbon organik tanah
15 Salinitas Kandungan garam terlarut pada tanah yang dicerminkan oleh
daya hantar listrik
16 Alkalinitas Kandungan Natrium dapat ditukar
17 Kedalaman bahan sulfidik
Dalamnya bahan sulfidik diukur dari permukaan tanah sampai batas atas lapisan sulfidik
18 Lereng Menyatakan kemiringan lahan diukur dalam %
19 Bahaya erosi Bahaya erosi diprediksi dengan memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion), atau dengan memperhatikan
permukaan tanah yang hilang (rata-rata) per tahun.
20 Genangan Jumlah lamanya genangan dalam bulan selama satu tahun
21 Batuan di permukaan
Volum batuan (dalam %) yang ada di permukaan tanah/ lapisan olah
22 Singkapan batuan Volume batuan (dalam %) yang ada dalam solum tanah 23 Sumber air tawar Tersedianya air tawar untuk keperluan tambak guna
mempertahankan pH dan salinitas air tertentu 24 Amplitudo
pasang-surut
Perbedaan permukaan air pada waktu pasang dan surut (dalam meter)
25 Oksigen Ketersediaan oksigen dalam tanah untuk keperluan pertumbuhan
C. Tanaman Kedelai
1. Karakteristik Kedelai ( Glycine max L. Merill )
Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan
sejak 2500 SM. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Awal mula
penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa, kemudian
berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau lainnya. Pada awalnya,
kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max
kemudian pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani dalam istilah
ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill. Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut
Kerajaan : Plantae, Divisi : Magnoliophyta, Kelas : Magnoliopsida, Subkelas :
Rosidae, Ordo : Fabales, Famili : Fabaceae, Genus : Glycine, Spesies : Glycine
max (L.) Merrill (Tisa Wulandari, 2013).
Kedelai memiliki dua macam sistem perakaran, yaitu akar tunggang dan
akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Tanaman kedelai
mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon yang tumbuh
saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal dan daun
bertangkai tiga (trifoliate leaves) yang tumbuh selepas masa pertumbuhan.
Umumnya, bentuk daun kedelai ada dua, yaitu bulat dan lancip, mempunyai bulu
daun dengan warna cerah dengan panjang bisa mencapai 1 mm dan lebar 0,0025
mm.
Pada umumnya kedelai berbunga pada umur antara 5-7 minggu dengan
jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2-25 bunga
sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama, panjang polong muda sekitar
1 cm dan jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50 bahkan ratusan. Polong
bewarna kuning kecoklatan pada saat masak. Di dalam polong terdapat biji yang
berjumlah 2-3 biji. Setiap biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari
kecil (sekitar 7-9 g/100 biji), sedang (10-13 g/100 biji), dan besar (>13 g/100 biji)
(Aep, 2006).
2. Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai
Selain itu kondisi atau kualitas lingkungan juga merupakan syarat tumbuh
atau komponen penting yang dapat menentukan pertumbuhan tanaman kedelai
dapat tumbuh optimal. Syarat tumbuh tanaman kedelai menurut Kementerian
Ristek, (2011) antara lain :
a. Iklim
Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis
dan subtropis. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik dari pada jagung. Iklim
kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab. Tanaman
kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400
mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai
membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Temperatur yang
dikehendaki tanaman kedelai antara 21-34oC. Pada proses perkecambahan benih
kedelai memerlukan temperatur yang cocok sekitar 30oC.
b. Ketinggian tempat
Varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan
ditanam di lahan dengan ketinggian 300-500 m.dpl. Kedelai biasanya akan
tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 m.dpl.
c. Media Tanam
Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu
basah, tetapi air tetap tersedia. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus
sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur
dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air
yang akan menyebabkan busuknya akar. Tanah-tanah yang cocok yaitu: alluvial,
regosol, grumosol, latosol dan andosol. Pada tanah-tanah podsolik merah kuning
dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang
baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah
cukup. Tanah berpasir dapat ditanami kedelai, asal air dan hara tanaman untuk
pertumbuhannya cukup. Tanah yang mengandung liat tinggi, sebaiknya diadakan
perbaikan drainase dan aerasi sehingga tanaman tidak kekurangan oksigen dan
tidak tergenang air waktu hujan besar. Toleransi keasaman tanah sebagai syarat
tumbuh bagi kedelai adalah pH= 5,8-7,0.
3. Kriteria Kesesuaian Tanaman Kedelai
Dalam melakukan evaluasi lahan menentukan jenis usaha perbaikan
merupakan hal terpenting yang dapat dilakukan dengan memperhatikan
karakteristik lahan yang tergabung dalam masing-masing kualitas lahan.
Karakteristik lahan dapat dibedakan menjadi karakteristik lahan yang dapat
diperbaiki dengan masukan sesuai dengan tingkat pengelolaan (teknologi) yang
yang mempunyai karakteristik lahan yang tidak dapat diperbaiki, tidak akan
mengalami perubahan kelas kesesuaian lahannya, sedangkan yang karakteristik
lahannya dapat diperbaiki, kelas kesesuaian lahannya dapat berubah menjadi satu
atau dua tingkat lebih baik (Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011).
Adapun kriteria kesesuaian tanaman kedelai yang telah disajikan dalam tabel 4.
Tabel 4 Kriteria Kesesuaian Tanaman Kedelai
No Kualitas /
karakteristik Lahan
Simbol Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 S3 N1 N2
1 Temperatur (t)
Rata-rata tahunan (oC)
23-25 20-23
25-28
18-20 28-32
Td <18
>32
2 Ketersediaan air (w)
-Bulan Kering (<75 mm)
3-7,5 7,5-8,5 8,5-9,5 Td >9,5
-Curah hujan/tahun (mm) 1000-1500 700-1000 1500-2500 500-700 2500-3500
Td Td
-Kelembaban (%) 24-80 20-24
80-85
<20 >85
- -
-LGP Length of Growing Period) atau Lamanya Periode
Pertumbuhan (hari)
>270 130-270 100-130 70-100 <70
3 Media Perakaran (r)
Drainase Tanah Baik,
sedang Agak Cepat Terhambat, agak terhambat
Td Sangat
terhambat, Cepat
Tekstur L,SCL,Si
L, Si,CL,Si CL SL, SC, C LS,SiC,Str C
Td Kerikil, pasir
Kedalaman Efektif (cm)
>50 30-50 20-<30 15-<20 <15
Gambut
a. Kematangan - Saprik Hemik Hemik
-fibrik
Fibrik
b. Ketebalan - <100 100-150
>150-200
>200
4 Retensi hara (f)
KTK Tanah ≥ Sedang Rendah Sangat
Rendah
Td -
Kejenuhan basa % >35 20-35 < 20 - -
pH Tanah 6,0-7,0 >7,0-7,5
5,5- < 6,0
>7,5 – 8,0 5,0 - <5,5
>8-8,5 4 - <5
Sumber Data: Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011 Keterangan :
Td : Tidak berlaku Si : Debu
S : Pasir L : Lempung
Str C : Liat Berstruktur Liat massif : Liat dari tipe 2:1 (vertisol)
C-organik (%) ≥0,8 <0,8 Td Td Td
5 Toksisitas (x)
Salinitas (mmhos/cm)
<2,5 2,5-4,1 >4,1 – 5,3 >5,3 - 8
>8
Sodisitas
(Alkalinitas / ESP) (%)
<15 15- <20 20 - 15 >25 -
Kejenuhan Al(%) - - - - -
Kedalaman Sulfidik (cm)
≥100 75 -
<100
50 - <75 40 - <50
<40
6 Hara Tersedia (n)
Total N ≥Sedang Rendah Sangat
rendah
- -
P2O5 Tinggi Sedang Rendah,
Sangat rendah
- -
K2O ≥Sedang Rendah Sangat
rendah
- -
7 Penyiapan Lahan (p)
Batuan Permukaan(%)
<3 3 – 15 >15 - 40 Td >40
Singkapan batuan (%)
<2 2 – 10 >10 – 25 >25-40 >40
Konsistensi, besar butir Sangat keras, sangat teguh, sangat lekat Berkerikil, berbatu
8 Tingkat bahaya erosi
(e)
Bahaya Erosi SR R S B SB
Lereng (%) <3 3-8 >8-15 >15-25 >25
III. KARAKTERISTIK WILAYAH
A. Karakteristik Wilayah Studi
1. Letak, Luas, dan Batas Wilayah Penelitian
Kabupaten Bantul secara geografis terletak di bagian Selatan wilayah
Daerah Istimewa Yogyakarta dengan 07o44’04’’-08o00’27’’ Lintang Selatan dan 110o31’08’’ Bujur Timur. Desa Parangtritis merupakan salah satu Desa di Kecamatan Kretek yang berada di sebelah selatan dari Ibukota Kabupaten Bantul
(Pengolahan Data Telematika Pemerintah Kabupaten Bantul, 2015 ). Bedasarkan
data Monografi Desa dan Kelurahan Parangtritis (2015), Desa Parangtritis
mempunyai luasan sebesar 967 hektar dengan batas batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Desa Donotirto
b. Sebelah Selatan : Samudra Indonesia
c. Sebelah Barat : Desa Tirtohargo
Sumber : Peta Batas Administrasi, BAKOSURTANAI, Tahun 2004 dalam Investasi Kabupaten Bantul, 2014
Gambar 1 Peta Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul
2. Iklim, Topografi, dan Tanah
Desa Parangtritis berada di dataran rendah yaitu berada pada ketinggian 25
m.dpl. Jarak Desa Parangtritis ke Pusat Pemerintahan Kecamatan kurang lebih 4
km sedangkan jarak ke Pusat Pemerintahan (Ibukota) Kabupaten Bantul adalah 13
Km (Pemerintah Desa Parangtritis, 2015). Desa Parangtritis beriklim seperti
layaknya daerah dataran rendah di daerah tropis dengan cuaca panas sebagai ciri
khasnya. Suhu tertinggi yang tercatat di Kecamatan Kretek adalah 32ºC dengan
suhu terendah 28ºC dan suhu rata-rata 30oC dan besar curah hujan 1955
mm/tahun. Bentangan wilayah di Kecamatan Kretek 95% berupa daerah yang
datar sampai berombak dan 5% berupa daerah yang berombak sampai berbukit
(Pengolahan Data Telematika Pemerintah Kabupaten Bantul, 2015).
Kabupaten Bantul mempunyai tujuh jenis tanah yaitu tanah rendzina,
alluvial, grumusol, latosol, mediteran, regosol, dan litosol. Sebagian besar jenis
tanah sebagian besar berpasir hitam (regosol) 25.930,9 ha (51,16 %) dan sebagian
kecil lempung (grumosol) 7.607,7 ha (15,01 %). Kecamatan Kretek merupakan
salah satu daerah terbesar yang memiliki tanah latosol yang berasal dari batuan
induk breksi (Dinas SDA Kabupaten Bantul, 2013).
3. Kependudukan
Kecamatan Kretek dihuni oleh 7.762 KK. Jumlah keseluruhan penduduk
Kecamatan Kretek adalah 30.816 orang dengan jumlah penduduk laki-laki 14.835
orang dan penduduk perempuan 15.981 orang. Tingkat kepadatan penduduk di
Kecamatan Kretek adalah 1152 jiwa/Km2. Sebagian besar penduduk Kecamatan
Kretek adalah petani. Dari data monografi Kecamatan tercatat 17.215 orang atau
55,8% penduduk Kecamatan Kretek bekerja di sektor pertanian (Pengolahan Data
Telematika Pemerintah Kabupaten Bantul, 2015).
B. Potensi Wilayah
Kawasan pesisir Pantai Parangtritis ini terdapat lahan yang baik untuk
pertanian lahan basah, pertanian lahan kering ataupun pertanian yang bisa untuk
lahan basah maupun kering. Kawasan ini tersebar merata di semua Desa di Pantai
selatan sekitar Parangtritis. Adapun rincian penggunaan lahan yaitu untuk
pertanian lahan basah 13,141 km2, untuk pertanian lahan kering 7,563 km2 dan
untuk pertanian lahan basah maupun kering 11,967 km2 (Mardi, 2011).
Kawasan pesisir pantai Parangtritis terdapat lahan yang baik untuk
pertanian. Sebagian besar penduduk di Kecamatan Kretek juga bekerja dalam
bidang pertanian. Selain itu juga apabila dilihat dari kondisi wilayah di
dikehendaki kedelai. Menurut Pengolahan data Telematika Pemerintah Kabupaten
Bantul (2015), pusat pemerintahan Desa Parangtritis berada pada ketinggian 25
m.dpl dengan temperatur rata-rata sebesar 30oC sedangkan berdasarkan syarat
tumbuh kedelai menurut Kementerian Ristek (2011), kedelai cocok ditanam pada
IV. TATA CARA PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian evaluasi kesesuaian lahan ini dilakukan di lahan pasir pantai
Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY mulai
bulan Desember 2015 sampai dengan bulan April 2016.
B. Metode Penelitian dan Analisis Data
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode survei.
Menurut Widyatama (2010) dalam Adhi Sudibyo (2011) metode survei adalah
penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada
dan mencari keterangan secara faktual.
2. Metode Pemilihan Lokasi
Penelitian dilaksanakan di lahan pasir pantai Parangtritis Kecamatan
Kretek, Kabupaten Bantul. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan dengan metode
purposive. Menurut Antara (2009) dalam Alexia (2011), purposive adalah suatu
teknik penentuan lokasi penelitian secara sengaja berdasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan atas pertimbangan (1) lahan
pasir pantai Parangtritis merupakan lahan pasir pantai selatan yang belum banyak
dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, terutama budidaya tanaman kedelai yang
penelitian tentang kesesuaian lahan untuk tanaman kedelai di lahan pasir pantai
Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul.
3. Metode Penentuan Sampel Tanah
Sampel tanah diambil pada beberapa titik di lokasi pengambilan sampel,
dengan pertimbangan agar sampel tanah dapat mewakili jenis tanah pada lokasi
pengambilan sampel (Universitas Negeri Lampung, 2014 dalam Rosdiana, 2015).
Titik sampel ditentukan berdasarkan batas pasang air laut, sehingga lahan pasir
akan terbagi menjadi 3 bagian seperti pada gambar 2 yaitu bagian satu merupakan
lahan pasir yang terlewati pasang air laut, bagian dua lahan pasir yang tidak
terlewati pasang air laut dan bagian ke tiga adalah lahan pasir yang tidak terlewati
pasang air laut tetapi berbatasan langsung dengan air sungai seperti pada gambar
2. Setiap bagian terdiri dari 3 titik sampel yang kemudian dikompositkan menjadi
1 sampel tanah untuk setiap bagian, sehingga terdapat 3 jumlah sampel tanah.
Sampel tanah yang diambil mewakili lahan yang terlewati pasang air laut, lahan
yang tidak terkena air laut dan lahan berbatasan langsung dengan air sungai.
Pengambilan sampel tanah dilakukan menggunakan cangkul pada kedalaman 20
cm sesuai dengan kedalaman perakaran kedelai. Dalam penelitian ini sampel
tanah yang telah diambil digunakan untuk analisis kesuburan tanah di
Sumber : Badan Koordinasi Survey Dan Pemetaan Nasional Gambar 2 Lokasi Penelitian dan Titik Sampel Tanah
Pada Peta Rupa Bumi Digital Indonesia
4. Analisis
Analisis data dilakukan menggunakan matching, yaitu dengan cara
mencocokkan serta mengevaluasi data karakteristik lahan yang diperoleh di
lapangan dan hasil analisis di laboratorium dengan kesesuaian pertanaman
kedelai. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif. Analisis
deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran, penjelasan, dan uraian
hubungan antara satu faktor dengan faktor lain berdasarkan fakta, data dan
informasi kemudian dibuat dalam bentuk tabel atau gambar. Dengan demikian
akan diperoleh data kelas kesesuaian lahan tanaman kedelai di lahan pasir pantai
Desa Parangtritis. Kelas kesesuaian lahan ditentukan oleh kualitas dan atau
karakteristik lahan yang merupakan faktor pembatas yang paling sulit dan atau
secara ekonomis tidak dapat di atasi atau diperbaiki (Djaenudin, 1995 dalam Hery,
C. Jenis Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil observasi
secara langsung dan hasil wawancara langsung di lapangan. Data sekunder
merupakan data yang diperoleh dari hasil studi pustaka dan penelusuran ke
berbagai insansi terkait dengan penelitian (Adhi Sudibyo, 2011). Nuerliasari
(2006) dalam Siska (2014), menyatakan bahwa data-data yang diperlukan dan
dapat mendukung penelitian antara lain :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung baik melalui
penyelidikan di lapangan maupun di laboratorium.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi literatur
sebagai pendukung dan pelengkap dari data primer. Data sekunder tersebut
antara lain berupa kondisi lapangan yang terlihat pada saat pengambilan
sampel, ketentuan-ketentuan dari standar pengukuran, hasil percobaan yang
telah dilakukan atau sudah ada sebelumnya dan buku-buku literatur lainnya
yang dapat memberikan informasi untuk melengkapi data yang dibutuhkan
sesuai dengan penelitian yang dilakukan.
Adapun berbagai macam jenis data yang dibutuhkan dalam penilitian yang
Tabel 5 Jenis Data Penelitian
No Jenis Data Lingkup Bentuk
Data Sumber
1 Temperatur Rata-rata
temperatur tahunan
(˚C) Hard & soft copy
Bagian Tata Pemerintahan dan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)
2 Ketersediaan
air
Curah hujan/tahun (mm)
Hard & soft copy
Bappeda Kabupaten Bantul
Lama Masa Kering (<75 mm)
Bappeda Kabupaten Bantul
Kelembaban Bagian Tata
Pemerintahan dan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)
3 Media
perakaran
Drainase tanah Hard & soft copy
Survei Lapangan
Tekstur Hard & soft
copy
Survei Lapangan Kedalaman Tanah
(cm)
Survei Lapangan
4 Retensi hara Pertukaran KTK
Hard & soft copy
Analisis Laboratorium Kejenuhan Basa
(%)
Analisis Laboratorium
pH-Tanah Analisis Laboratorium
C-Organik Analisis Laboratorium
5 Toksisitas Salinitas Hard & soft
copy
Analisis Laboratorium
6 Bahaya banjir Genangan Hard & soft
copy
Survei Lapangan
7 Hara tersedia Total N Hard & soft
copy
Analisis Laboratorium
P2O5 Analisis Laboratorium
K2O Analisis Laboratorium
D. Parameter Pengamatan
Dalam penelitian ini terdiri dari beberapa komponen parameter yang harus
diamati dan komponen tersebut terbagi menjadi 2 parameter pengamatan yaitu
1. Pengamatan Lapangan
a. Temperatur (t)
Besarnya temperatur ditentukan dengan menjumlahkan besarnya temperatur
setiap bulan dalam satu tahun kemudian dibagi dengan jumlah bulan dalam 1
tahun sehingga didapatkan temperatur rata-rata tahunan dan dikelompokkan
sesuai dengan kelas kesesuaian Dalam kriteria kesesuaian tanaman kedelai seperti
dalam tabel 6.
Tabel 6 Kriteria Temperatur Tanaman Kedelai
b. Ketersediaan Air (w)
1) Curah hujan/tahun (mm), didapatkan dengan menjumlahkan curah hujan
setiap bulan dalam satu tahun.
2) Bulan Kering (<75 mm), didapatkan dengan cara menjumlahkan bulan yang
memiliki curah hujan kurang dari 75 mm dalam satu tahun.
3) Kelembaban adalah ukuran jumlah uap air di udara. Kelembaban dihitung
berdasarkan rata-rata kelembaban daerah tersebut dalam 12 bulan atau 1
tahun yang dinyatakan dalam %.
Apabila data sudah terkumpul maka di kelompokkan atau dicocokkan
dengan kelas kesesuaian lahan yang terdapat dalam tabel 7.
Kualitas / karakteristik Lahan
Simbol Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 S3 N1 N2
Temperatur (t)
Rata-rata tahunan (oC) 23-25 20-23
25-28
18-20 28-32
Td <18
Tabel 7 Kriteria Ketersediaan Air Tanaman Kedelai
Kualitas / karakteristik Lahan
Simbol Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 S3 N1 N2
Ketersediaan air (w)
-Bulan Kering (<75 mm)
3-7,5 7,5-8,5 8,5-9,5 Td >9,5
-Curah hujan/tahun (mm)
1000-1500 700-1000
1500-2500
500-700 2500-3500
Td Td
-Kelembaban (%) 24-80 20-24
80-85
<20 >85
- -
c. Media Perakaran (r)
1) Drainase Tanah, drainase tanah merupakan kecepatan meresapnya air dari
tanah atau keadaan tanah yang menunjukkan lamanya dan seringnya jenuh
air (Sofyan dkk., 2007). Drainase tanah ditentukan dengan menggunakan
permeabilitas atau menghitung infiltasi air (dalam cm) pada tanah tertentu
dalam keadaan jenuh air dalam satuan jam. Kriteria drainase pertanaman
kedelai adalah sebagai berikut (1) sangat cepat: >25,0 (2) cepat: 12,5-25,0
cm/jam (3) agak cepat: 6,5-12,5 cm/jam (4) sedang: 2,0-6,5 cm/jam (5) agak
lambat: 0,5-2,0 cm/jam dan (6) lambat: 0,1-0,5 cm/jam.
Menurut Djaenuddin dkk (2003), kelas drainase tanah dibedakan dalam 7
Tabel 8 Kelas Drainase
No Kelas
Drainase
Daya Menahan
Air Ciri-ciri
1 Cepat Rendah - Tanah Bewarna homogeny tanpa bercak atau karatan
besi dan alumunium serta warna gley (reduksi) - Tidak cocok tanaman tanpa irigasi
2 Agak
Cepat
Rendah - Tanah berwarna homogeny tanpa bercak atau
karatan besi dan alumunium serta warna grey (reduksi)
- Cocok untuk tanaman irigasi
3 Baik Sedang - Tanah berwarna homogeny tanpa bercak atau
karatan besi dan mangan serta warna gley (reduksi)
pada lapisan sampai ≥100 cm - Cocok untuk berbagai tanaman
4 Sedang Rendah - Tanah berwarna homogeny tanpa bercak atau
karatan besi dan mangan serta warna gley (reduksi)
pada lapisan sampai ≥50 cm
- Cocok untuk berbagai tanaman
5 Agak
terhambat
Rendah-Sangat Rendah
- Tanah berwarna homogeny tanpa bercak atau karatan besi dan mangan serta warna gley (reduksi)
pada lapisan sampai ≥25 cm
- Cocok untuk tanaman padi sawah
6 Terhambat Rendah-Sangat
Rendah
- Tanah mempunyai warna gley (reduksi) bercak atau karatan besi dan mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan
- Cocok untuk padi sawah
7 Sangat
Terhambat
Sangat Rendah - Tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan
- Tanah basah secara permanen tergenang untuk waktu yang cukup lama
- Cocok untuk padi sawah
2) Tekstur tanah ini telah dibagi menjadi 12 kelas tekstur tanah berdasarkan
segitiga USDA yaitu pasir (S), Pasir berlempung (LS), lempung berpasir (SL),
lempung (L), Lempung berdebu (SiL), debu (Si), lempung berliat (CL),
lempung liat berpasir (SCL), lempung berliat berdebu (SiCL), liat berpasir
(SC), liat berdebu (SiC) Dan Liat (C). Adapun Kelas tekstur beserta sifat
Tabel 9 Karakteristik Tekstur Tanah untuk Tanaman Kedelai
No Kelas Tekstur Sifat Tanah
1 Pasir (S) Sangat kasar sekali, tidak membentuk gulungan,
serta tidak melekat
2 Pasir Berlempung (LS) Sangat kasar, membentuk bola yang mudah sekali hancur, serta agak melekat
3 Lempung Berpasir (SL) Agak kasar, membentuk bola yang mudah sekali
hancur, serta agak melekat
4 Lempung (L) Rasa tidak kasar dan tidak licin, membentuk bola
teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak melekat
5 Lempung Berdebu (SiL) Licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak melekat
6 Debu (Si) Rasa licin sekali, membentuk bola teguh dapat
sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak melekat
7 Lempung Berliat (CL) Rasa agak kasar, membentuk bola agak teguh
(lembab), membentuk gulungan tetapi mudah hancur, serta melekat
8 Lempung Liat Berpasir
(SCL)
Rasa kasar agak jelas, membentuk bola agak teguh (lembab), membentuk gulungan tetapi mudah hancur, serta melekat.
9 Lempung Berliat Berdebu
(SiCL)
Rasa licin jelas, membentuk bola teguh, gulungan mengkilat dan melekat
10 Liat Berpasir (SC) Rasa licin agak kasar, membentuk bola dalam
keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung serta melekat
11 Liat Berdebu (SiC) Rasa agak licin, membentuk bola dalam keadaan
kering sukar dipilin, mudah digulung serta melekat.
12 Liat ( C ) Rasa berat, membentuk bola sempurna bila kering
sangat keras, basah sangat melekat.
3) Kedalaman Efektif, kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih
dapat ditembus oleh akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan
dengan mengamati penyebaran akar. Banyaknya perakaran, baik akar halus
maupun akar kasar, serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah
dan bila tidak dijumpai akar tanaman, maka kedalaman efektif ditentukan
berdasarkan kedalaman solum tanah (Sarwono Hardjowigeno, 1995 dalam
kedalaman efektif dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu sangat dangkal:
< 25 cm, dangkal : 25-50 cm, sedang: 50-90 cm dan dalam > 90 cm.
Media perakaran dapat dikelaskan sesuai dengan kelas kesesuaian lahan
[image:46.595.114.533.237.424.2]dalam kriteria kesesuaian tanaman kedelai seperti dalam tabel 10.
Tabel 10 Kriteria Media Perakaran Pada Tanaman Kedelai
d. Salinitas
Salinitas berhubungan erat dengan kadar garam tanah. Apabila kadar garam
tinggi maka akan meningkatkan tekanan osmotik sehingga ketersediaan dan
kapasitas penyerapan air akan berkurang. Pengukuran salinitas dilakukan dengan
menggunakan EC meter. Pengaruh salinitas terhadap tanaman dapat diabaikan
apabila DHL kurang dari 4 mmhos/cm, sedangkan pada DHL 16 mmhos/cm dapat
bersifat merusak. Salinitas diukur pada lapisan tanah 20 cm teratas, atau air tanah
yang ada pada kedalaman 20 cm. Setelah diketahui tingkat salinitasnya, kemudian
dicocokkan dengan kelas kesesuaian lahan pada kriteria kesesuaian tanaman
kedelai seperti dalam tabel 11.
Kualitas / karakteristik
Lahan
Simbol Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 S3 N1 N2
Media Perakaran
(r)
Drainase Tanah Baik,
sedang Agak Cepat Terhambat, agak terhambat
Td Sangat
terhambat, Cepat
Tekstur L,SCL,S
iL, Si,CL,Si
CL
Sl, SC, C LS,SiC,Str C
Td Kerikil,
pasir
Kedalaman Efektif (cm)
Tabel 11 Kriteria Salinitas Pada Tanaman Kedelai
e. Bahaya Banjir
Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman banjir (X)
dan lamanya banjir (Y) sehingga dapat terbentuk kelas bahaya banjir seperti
dalam tabel 12.
Tabel 12 Kelas Bahaya Banjir menurut Sofyan, 2007
Simbol Kelas Bahaya Banjir
Kedalaman Banjir (x) cm
Lama banjir (y) (Bulan/tahun)
F0 Tidak ada Dapat diabaikan Dapat diabaikan
F1 Ringan
<25 <1
25-50 <1
50-150 <1
F2 Sedang
<25 1 sampai 3
25-50 1 sampai 3
50-150 1 sampai 3
>150 <1
F3 Agak berat
<25 3 sampai 6
25-50 3 sampai 6
50-150 3 sampai 6
F4 Berat
<25 >6
25-50 >6
50-150 >6
>150 1 sampai 3
>150 3 sampai 6
>150 >6
Apabila sudah diketahui kelas bahaya banjir kemudian data tersebut di
cocokkan sesuai dengan kelas kesesuaian lahan Dalam kriteria kesesuaian lahan
tanaman kedelai seperti dalam tabel 13.
Kualitas / karakteristik
Lahan Simbol
Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 S3 N1 N2
Toksisitas (x)
Tabel 13 Kriteria Salinitas Pada Tanaman Kedelai
f. Penyiapan lahan
1) Batuan permukaan, penentuan jumlah batuan permukaan dilakukan dengan
cara pengamatan langsung pada lahan penelitian. Batuan permukaan adalah
batuan yang tersebar di atas permukaan tanah dan berdiameter lebih besar dari
25 cm berbentuk bulat atau bersumbu memanjang lebih dari 40 cm berbentuk
gepeng. Menurut Djaenuddin dkk (2003), penyebaran batuan dibagi menjadi
beberapa kelas antara lain:
Kelas 1: < 0,1% batu atau batuan berada di permukaan tanah. Jarak antar batu
kecil minimum 8 m, sedangkan antara batu besar kurang lebih 20 m.
Kelas 2: 0,1 – 3,0 % batu atau batuan berada di permukaan tanah. Jarak antar
batu kecil minimum 0,5 m, sedangkan antara batu besar kurang lebih
1,0 m.
Kelas 3: 3,0 – 15% batu atau batuan berada di permukaan tanah. Jarak antar
batu kecil minimum 0,5 m, sedangkan antara batu besar kurang lebih
1 m.
Kelas 4: 15 – 25 % batu atau batuan berada di permukaan tanah. Jarak batu
kecil minimum 0,3 m, sedangkan jarak anatara batu besar kurang
lebih 0,5 m.
Kelas 5: hampir keseluruhan permukaan tertutup oleh batu sekitar 50-90%.
Jarak antar batu kecil 0,01 m, sedangkan jarak antara batu besar
sekitar 0,03 m atau hampir bersentuhan satu sama lain.
Kualitas / karakteristik Lahan
Simbol Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 S3 N1 N2
Kelas 6: batuan menutupi >90% permukaan tanah sehingga tidak ada jarak
antar batuan dan permukaan tanah tidak terlihat.
2) Singkapan Batuan, besarnya jumlah singkapan batuan ditentukan dengan cara
pengamatan secara langsung pada lahan penelitian. Menurut Sarwono
Hardjowigeno dan Widiatmaka (2011), penyebaran batuan tersingkap
dikelompokkan menjadi beberapa kelompok antara lain :
Tidak ada : Kurang dari 2 % permukaan tanah tertutup
Sedikit : 2 – 10% permukaan tanah tertutup
Sedang : 10 – 50% permukaan tanah tertutup
Banyak : 50 – 90% permukaan tanah tertutup
Sangat banyak : lebih dari 90% permukaan tanah tertutup.
3) Konsistensi besar butir, ditentukan berdasarkan kenampakan vusial yang
terdapat di lahan penelitian.
Semua data penyiapan lahan yang terdiri dari batuan permukaan,
singkapan batuan dan konsistensi besar butiran kemudian dikelaskan sesuai
[image:49.595.111.534.562.679.2]dengan kriteria kesesuian lahan tanaman kedelai seperti dalam tabel 14.
Tabel 14 Kriteria Penyiapan Lahan Pada Tanaman Kedelai
Kualitas / karakteristik
Lahan Simbol
Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 S3 N1 N2
Penyiapan Lahan (p)
Batuan Permukaan(%) <3 3 – 15 >15 – 40 Td >40
Singkapan batuan (%) <2 2 – 10 >10 – 25 >25-40 >40
Konsistensi, besar butir
Sangat keras, sangat teguh, sangat lekat
2. Pengamatan Laboratorium
a. Retensi Hara
1) Pertukaran KTK atau Kapasitas Tukar Kation, pengukuran dilakukan cara
destilasi. KTK biasanya dinyatakan dalam milliekivalen per 100 gram.
Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang berhubungan erat dengan
kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi maka dapat menyerap dan
menyediakan unsur hara lebih baik dibandingkan tanah dengan KTK rendah.
Unsur-unsur hara tersebut tidak mudah hilang tercuci oleh air (Sarwono
Hardjowigeno, 1995 dalam Sinaga 2010). Tingkatan KTK dibagi menjadi
beberapa kelas antara lain (1) Sangat Rendah: <5 (2) Rendah: 5-16 me/100 g
tanah (3) Sedang: 17-24 me/100 g tanah (4) Tinggi: 25-40 me/100 g tanah (5)
Sangat Tinggi: >40 me/100 g tanah
2) Kejenuhan Basa, dinyatakan dalam %. Kejenuhan basa sering dianggap
sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah dimana semakin tinggi tingkat
kejenuhan basa maka tanah tersebut juga semakin subur. Adapun kelas
kejenuhan basa antara lain (1) Sangat rendah: <20%, (2) Rendah: 20-30%, (3)
Sedang: 36-60%, (4) Tinggi: 61-75%, (5) Sangat tinggi: >75%.
3) pH tanah, pengukuran dilakukan dengan menggunakan pH meter. Menurut
Arsyad (1989) dalam Sianaga (2010), pH tanah dapat dikelompokkan menjadi
beberapa tingkatan antara lain: pH < 4,5: sangat masam, pH 6,6 - 7,5: netral,
pH 4,5 - 5,5: masam, pH 7,6 - 8,5: agak alkalis, pH 5,6 - 6,5: agak masam dan
4) C-Organik dinyatakan dalam %, pengukuran dilakukan dengan menggunakan
metode Walkey and Black. Keterangan hasil perhitungan antara lain yaitu (1)
Sangat Rendah : <1.00 ; (2) Rendah : 1,00-2,00 ; (3) Sedang: 2,01-3,00 ; (4)
Tinggi: 3,01-5,00 ;(6) Sangat Tinggi : >5.
Semua data retensi hara yang terdiri dari pertukaran KTK, Kejenuhan basa
dan pH tanah kemudian dikelaskan sesuai dengan kriteria kesesuian lahan
[image:51.595.121.530.318.442.2]tanaman kedelai seperti dalam tabel 15.
Tabel 15 Kriterian Retensi Hara Pada Tanaman Kedelai
b. Hara Tersedia
1) Total N dinyatakan dalam % dan menggunakan cara ekstrak H2SO4
keterangan hasil perhitungan sebagai berikut (1) Sangat Rendah: <0,1% (2)
Rendah: 0,1-0,2% (3) Sedang: 0,21-0,5% (4) Tinggi: 0,51-0,75% (5) Sangat
Tinggi: >0,75%.
2) P2O5 dinyatakan dalam mg/100 g, perhitungan dilakukan menggunakan
ekstraksi HCL 25% dengan keterangan hasil perhitungan sebagai berikut (1)
Sangat Rendah: <15 mg/100 g (2) Rendah: 15-20 mg/100 g (3) Sedang:
21-40 mg/100 g (4) Tinggi: 41-60 mg/100 g (5) Sangat tinggi: >60 mg/100 g.
3) K2O dinyatakan dalam mg/100 g perhitungan dilakukan menggunakan
ekstraksi HCL 25% dengan keterangan hasil perhitungan sebagai berikut (1)
Kualitas / karakteristik
Lahan
Simbol Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 S3 N1 N2
Retensi hara (f)
KTK Tanah ≥ Sedang Rendah Sangat Rendah Td -
Kejenuhan basa %
>35 20-35 < 20 - -
pH Tanah 6,0-7,0 >7,0-7,5
5,5- < 6,0
>7,5 – 8,0 5,0 - <5,5
>8-8,5 4 - <5
Sangat Rendah: <10 mg/100 g (2) Rendah: 10-20 mg/100 g (3) Sedang: 21-40
mg/100 g (4) Tinggi: 41-60 mg/100 g (5) Sangat tinggi: >60 mg/100 g.
Semua data hara tersedia kemudian dikelaskan sesuai dengan kriteria
[image:52.595.112.533.236.335.2]kesesuian lahan tanaman kedelai seperti dalam tabel 16.
Tabel 16 Kriteria Hara Tersedia Pada Tanaman Kedelai
E. Luaran Penelitian
Bentuk luaran penelitian berupa laporan penelitian, serta naskah akademik
yang nantinya akan dipublikasikan melalui jurnal ilmiah.
Kualitas / karakteristik Lahan
Simbol Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 S3 N1 N2
Hara Tersedia (n)
Total N ≥Sedang Rendah Sangat rendah - -
P2O5 Tinggi Sedang Rendah, Sangat
rendah
- -
F. Jadwal Penelitian
Tabel 17 Jadwal Penelitian
No Kegiatan Bulan
Desember 2015 Januari 2016 Februari 2016 Maret 2016 April 2016
1 Survei lokasi
2 Pengambilan
data a. Kondisi fisik wilayah b. Bentuk lahan c. Karakteristi k lahan d. Kualitas lahan e. Syarat tumbuh
3 Pengolahan
dan analisis data a. Tingkat kesesuaian lahan b. Tabel kesesuaian lahan Kedelai di Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul
4 Laporan dan
Seminar Hasil Penelitian
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi
Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY memiliki
luasan 967 hektar yang berada kurang lebih 4 km dari pusat pemerintahan
Kecamatan Kretek dan 13 km dari Kabupaten Bantul (Pemerintah Desa
Parangtritis, 2015). Wilayah Desa Parangtritis berada di dataran rendah yaitu
berada pada ketinggian 25 m.dpl. Curah hujan pada tahun 2014 di Kabupaten
Bantul sebesar 1955 mm/tahun, serta suhu rata-rata per tahun sekitar 26oC.
Adapun daerah yang berbatasan langsung dengan Desa Parangtritis antara lain
sebelah utara Desa perangtritis berbatasan dengan Desa Donotirto, sebelah selatan
berbatasan dengan Samudra Indonesia, sebelah barat berbatasan dengan Desa
Tirtohargo dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Seloharjo serta Desa
Girijati. Sebelah selatan Desa Parangtritis yang berbatasan langsung dengan
Samudra Indonesia menjadikan daerah Desa Parangtritis terdapat deretan pantai
selatan sehingga menyebabkan terdapat banyak deretan lahan pasir di Desa
Parangtritis.
Menurut Gunawan Budiyanto (2014), lahan pasir adalah lahan yang
tekstur tanahnya memiliki fraksi pasir >70%, dengan porositas total <40%, kurang
dapat menyimpan air karena memiliki daya hantar air yang cepat serta kurang
dapat menyimpan hara karena kekurangan kandungan koloid tanah. Pada
umumnya lahan pasir berwarna cerah sampai kelam, sedangkan untuk lahan pasir
pantai Parangtritis memiliki warna pasir yang gelap. Bahan baku lahan pasir
dibawa oleh aliran sungai yang bermuara di pantai selatan (Gunawan Budiyanto,
2014). Angin di kawasan pantai selatan itu sangat tinggi, sekitar 50 km/jam
sehingga mudah mencabut akar dan merobohkan tanaman (Prapto dkk., 2000
dalam Andri dan Amin, 2016).
B. Analisis Kesesuaian Lahan
Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk menentukan
kelas kesesuaian lahan tanaman kedelai di lahan pasir pantai Parangtrit