commit to user
PERANAN KOMISI DANA MILIK
MANGKUNEGARAN DALAM PROSES NASIONALISASI
ASET-ASET MANGKUNEGARAN TAHUN 1946-1952
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh:
ANJAR RAHMAD BASUKI C0505010
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ii
PERANAN KOMISI DANA MILIK MANGKUNEGARAN
DALAM PROSES NASIONALISASI ASET-ASET
MANGKUNEGARAN TAHUN 1946-1952
Disusun oleh
ANJAR RAHMAD BASUKI C0505010
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing
Dr. Warto, M.Hum NIP 196109251986031001
Mengetahui
Ketua Jurusan Ilmu Sejarah
commit to user
iii
PERANAN KOMISI DANA MILIK MANGKUNEGARAN
DALAM PROSES NASIONALISASI ASET-ASET
MANGKUNEGARAN
TAHUN 1946-1952
Disusun oleh
ANJAR RAHMAD BASUKI C0505010
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada tanggal……….
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Penguji Dra. Sri Wahyuningsih, M. Hum (………)
NIP 195402231986012001
Sekretaris Penguji Umi Yuliati, S.S, M. Hum (………) NIP 197707162003122002
Penguji I Dr. Warto, M. Hum (………)
NIP 196109251986031001
Penguji II Drs. Supariadi, M. Hum (………)
NIP 196207141989031002
Dekan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Drs. Sudarno, M.A.
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : ANJAR RAHMAD BASUKI NIM : C0505010
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Peranan Komisi Dana
Milik Mangkunegaran dalam Proses Nasionalisasi Aset-Aset Mangkunegaran Tahun 1946-1952 adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, 11 Oktober 2010
Yang membuat pernyataan
commit to user
v
MOTTO
Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak
menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka
menyerah.
(Thomas Alva Edison)
Orang Tua Adalah Sumber Semangat dan Kehidupan Bagi Perjalanan
Hidup Kita.
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Ayah dan Ibuku Tercinta
Kakak dan Adikku Tercinta
Teman dan Sahabatku Tercinta
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Kasih Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada pelaksanaannya, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan fasilitas, bimbingan maupun kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Sudarno, MA, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan dalam perijinan untuk penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Ibu Dra. Sri Wahyuningsih, M. Hum, selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah atas bantuan dan pengarahannya.
3. Bapak Dr. Warto M. Hum, selaku pembimbing utama dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini yang telah teramat sabar dan teliti memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis
4. Ibu Umi Yuliati, S.S., M. Hum selaku pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjalani masa perkuliahan.
5. Bapak Drs. Supariadi, M. Hum selaku penguji skripsi yang telah memberi masukan dan arahan agar penulisan skripsi ini menjadi lebih baik.
6. Bapak dan Ibu dosen jurusan Ilmu Sejarah, yang telah memberikan bimbingan dan bekal ilmu yang sangat berguna bagi penulis.
commit to user
viii
8. Ibu Koestrini Soemardi (alm), Ibu Darweni, Bapak Basuki dan segenap staf Perpustakaan Rekso Pustoko Mangkunegaran yang telah memberikan ijin dan bantuan kepada penulis dalam penyediaan data-data yang diperlukan.
9. Bapak dan Ibu serta Kakak dan Adik yang selalu memberikan kasih sayang dan semangat dengan tulus ikhlas serta doa yang tak pernah putus kepada penulis.
10. Teman-teman jurusan Ilmu Sejarah’04 Mas Daryadi, Mas Edy Riyanto, Mas Aminnudin, Mbak Wulan dan Mbak Asih
11. Teman-teman jurusan Ilmu Sejarah’05 Bayu, Ridwan, Cahyo, Darmawan, Wanto, dll.
13. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang sifatnya membangun akan penulis perhatikan dengan baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Surakarta, 11 Oktober 2010
commit to user A.Pembentukan Komisi Dana Milik Mangkunegaran…………. 17
B.Peraturan Dana Miik Mangkunegaran... 20
commit to user
D. Struktur organisasi Komisi Dana Milik Mangkunegaran……
1.Komisi Pengawas……….
A. Komisi Dana Milik Mangkunegaran Pada Masa Pendudukan Jepang………
D. Proses Nasionalisasi Aset Dana Milik Mangkunegaran...
E. Pengaruh Agresi Militer Belanda II terhadap Kebijakan dan
Sikap Mangkunegaran……….
F. Peranan Komisi Dana Milik Mangkunegaran dalam proses
Nasionalisasi aset Mangkunegaran………. 61 65
68
commit to user
xi
BAB IV DAMPAK NASIONALISASI ASET MANGKUNEGARAN TERHADAP PRAJA MANGKUNEGARAN
A. Keadaan Mangkunegaran Setelah Nasionalisasi
Mangkunegaran………. 85
B. Dampak Nasionalisasi Dalam Bidang Perekonomian Mangkunegaran... 85
C. Dampak Nasionalisasi dalam bidang Sosial terhadap Mangkunegaran……...
92
D. Dampak Nasionalisasi dalam Bidang Kebudayaan di Mangkunegaran...
93
commit to user
xii
DAFTAR ISTILAH
Administratur : Pengurus Administrasi/ Manajer Utama pabrik Afdeeling : Wilayah Administrasi pemerintah kolonial belanda di
indonesia yang berada dibawah karesidenan
Ambtenar : Pegawai
Apanage : Tanah jabatan sebagai gaji seorang priyayi
Bekel : Orang yang mendapat wewenang menjaga kebaikan
desa; petani penghubung antara pemilik atau penguasa tanah dengan penggarap tanah.
Binenland Bestur : Pegawai Pangreh Praja
civilele list : Tunjangan hidup kerajaan yang berasal dari pemerintah Belanda
Clash : Agresi Militer
Commissie Van Beheer : Komisi Pengawas Keuangan Mangkunegaran De Javasche Bank :Bank Milik Pemerintah
Demang : Seseorang yang diberi tugas untuk memegang dan menjalankan segala pekerjaan di pedesaan di atas bekel
Fonds : Dana atau aset kekayaan kerajaan Mangkunegaran
Fonds van
Eigendommen van het Mangkoenegorosche
Rijk : Komisi Dana Milik Mangkunegaran
Garden city : Taman kota
Gouvernements
landbouw bedrijven : Kantor yang mengurusi perusahaan perkebunan pada jaman Belanda
Gubernemen :Wilayah yang dikuasai secara langsung pemerintah Kolonial
Gubernemen Besluit :Keputusan Pemerintah
Legiun : Pasukan bala tentara
Loji : Rumah / tempat tinggal
commit to user
xiii
Nara praja : Birokrat kerajaan
Onderdistrict : Wilayah administrasi kolonial belanda di wilayah Afdeeling
Onderneming : Perkebunan
Public space : Fasilitas kota
Reksobusono : Kantor yang mengurusi keperluan pribadi, dan kepentingan-kepentingan keluarga
Reserve Fonds : Dana milik yang berupa Perkebunan Ryksondernemingan : Perusahaan-Perusahaan Swapraja
Sentana : Keluarga raja
Superintendent : Direksi; pengawas perusahaan
Swapraja : Daerah kerajaan seperti Kasultanan dan Pakualaman di Jogja dan Kasunanan dan Mangkunegaran di Surakarta
Vorstenlanden : Tanah-tanah kerajaan
Zelfbestuursregelen
commit to user
xiv
DAFTAR SINGKATAN
BPPGN : Badan Pengurus Perusahaan Gula Negara
PPN : Perusahaan Perkebunan Negara
KGPAA : Kangjeng Gusti Pangeran Ario Adipati
PNS : Perusahaan Nasional Surakarta
PPRI : Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia
HKMN : Himpunan Kekerabatan Mangkunegaran
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gb. 1 Gedung Tembakau Tawangmangu tahun 1925 kode 1893 Mangkunegara VII Arsip Foto Koleksi Reksa Pustaka Mangkunegaran……… 35
Gb. 2 Perumahan VillaPark Banjarsari Surakarta tahun 1930 kode 1842 Mangkunegara VII Arsip Koleksi Foto Rekso Pustaka Mangkunegaran...37
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Berkas Peraturan keputusan tentang Dana Milik Mangkunegaran dan
pembentukan Panitia Dana Milik Mangkunegaran tahun 1917, 1949, dan tahun 1952... 103
2. SK tentang pengangkatan Ir. Sarsito Mangunkusumo menjadi Superintendent
dari Dana Milik Mangkunegaran terhitung sejak tahun 1945, 1950... 110
3. Konsep surat dari Ir. Sarsito kepada KRRA Moh. Soediono yang
mengusulkan kekayaan milik Mangkunegaran dikembalikan kepada Komisi Dana Milik Mangkunegaran tahun 1951……… 112
4. Surat Kuasa istimewa Sri Paduka Mangkunegara VIII untuk menyerahkan
Dana Milik Mangkunegaran kepada BPPGN dan PPN tahun 1946…..…..114
5. Laporan keadaan Perusahaan Tembakau Bojonegoro kepada PPRI tahun
1947……...………. 115
6. Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta tahun 1952 tentang Pembekuan Harta
commit to user
xvii
ABSTRAK
Anjar Rahmat Basuki, C0505010, 2010, Peranan Komisi Dana Milik
Mangkunegaran Dalam Proses Nasionalisasi Aset Mangkunegaran Tahun
1946-1950 Skripsi, Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini membahas tentang peranan Komisi Dana Milik Mangkunegaran tahun 1946-1952. Rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana keberadaan Komisi Dana Milik Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VIII tahun 1946-1952, bagaimana Proses Nasionalisasi aset-aset Dana Milik Mangkunegaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan Komisi Dana Milik Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VIII tahun 1946-1952 dan proses Nasionalisasi aset-aset Dana Milik Mangkunegaran.
Penelitian ini memakai metode penelitian sejarah, dimulai dengan tahap heuristik yaitu teknik pengumpulan data. Data yang diperoleh selanjutnya dikritik secara intern dan ekstern dengan dipadukan studi pustaka sehingga menghasilkan fakta-fakta historis. Fakta ini lalu dianalisis dan disusun dalam sebuah historiografi..
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keadaan sosial dan politik yang tidak kondusif di daerah karesidenan Surakarta berdampak pada dibekukannya status Swapraja pada kedua kerajaan di Surakarta khususnya Praja Mangkunegaran. Hal ini semakin di perburuk dengan perebutan aset ekonomi yang dimiliki oleh Mangkunegaran. Komisi Dana Milik Mangkunegaran yang dibentuk untuk mengurusi aset-aset ekonominya semenjak masa Mangkunegara VII akhirnya dibekukan pada tahun 1946. Walau berstatus dibekukan pada kenyataannya Komisi ini tetap bekerja dikarenakan PPRI yang diserahkan untuk mengambil alih Dana Milik tidak dapat bekerja secara maksimal.
Hal ini dibuktikan dengan masih aktifnya Superintendent pada
perusahaan-perusahaan milik Mangkunegaran. Mangkunegaran yang beranggapan bahwa penyerahan Dana Milik kepada Pemerintah Pusat hanya bersifat sementara kemudian berusaha untuk mengambil alih kembali aset-asetnya pada tahun 1948-1952. Pemerintah Pusat beranggapan bahwa daerah Mangkunegaran termasuk ke dalam kekuasaan Republik, maka segala aset-asetnya harus dikelola untuk kepentingan daerah Mangkunegaran dan Republik. Nasionalisasi kemudian dilakukan dengan membentuk badan-badan baru yang mengurusi aset Mangkunegaran.Akibat percobaan perlawanan dan pengambilalihan kembali aset-asetnya oleh Mangkunegaran, Pemerintah kemudian mengambil tindakan dengan membubarkan Komisi Dana Milik Mangkunegaran dan menghapus jabatan Superintendent melalui keputusan Pengadilan Negeri di Jakarta pada tahun 1952.
commit to user
xviii
ABSTRACT
Anjar Rahmad Basuki, C0505010, 2010, The Role of the Mangkunegaran
Commission on Fund in 1946-1952, Thesis, History Department, Letters and Fine Arts Faculty, Surakarta Sebelas Maret University.
This research discusses The Role of the Mangkunegaran Commission on Fund in Nationalization at 1946-1952. The formulations of this research are how the existence of the Mangkunegaran Commission on Fund during the administration Mangkunegara VIII in 1946-1952 and how the process of Nationalization of fund assets owned by Mangkunegaran. The purposes of this study are to know the existence of the Mangkunegaran Commission on Fund during the administration of Mangkunegara VIII in 1946-1952 and to know the process of nationalization of fund assets owned by Mangkunegaran.
This research has historical research method with data collecting technique using the heuristic. The data are then criticized internally and externally to be integrated with study of literature to finally produce historical facts. These facts are then analyzed and compiled in a historiography.
The research concludes that the not conducive social and political circumstances in the region of Surakarta residency affected the suspension of autonomous region status of the two palaces in Surakarta especially Praja Mangkunegaran. It got worse since there was conflict to posses economic assets owned by Mangkunegaran. Mangkunegaran Commission on Fund established to handle economic assets was finally suspended in 1946 during the administration of Mangkunegara VII. Even though the status was suspended, in fact, the Commission continued to work due to PPRI that was recommended to take over the fund could not work optimally.
PERANAN KOMISI DANA MILIK MANGKUNEGARAN
Penelitian ini membahas tentang peranan Komisi Dana Milik Mangkunegaran tahun 1946-1952. Rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana keberadaan Komisi Dana Milik Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VIII tahun 1946-1952, bagaimana Proses Nasionalisasi aset-aset Dana Milik Mangkunegaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan Komisi Dana Milik Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VIII tahun 1946-1952 dan proses Nasionalisasi aset-aset Dana Milik Mangkunegaran.
Penelitian ini memakai metode penelitian sejarah, dimulai dengan tahap heuristik yaitu teknik pengumpulan data. Data yang diperoleh selanjutnya dikritik secara intern dan ekstern dengan dipadukan studi pustaka sehingga menghasilkan fakta-fakta historis. Fakta ini lalu dianalisis dan disusun dalam sebuah historiografi..
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keadaan sosial dan politik yang tidak kondusif di daerah karesidenan Surakarta berdampak pada dibekukannya status Swapraja pada kedua kerajaan di Surakarta khususnya Praja Mangkunegaran. Hal ini semakin di perburuk dengan perebutan aset ekonomi yang dimiliki oleh Mangkunegaran. Komisi Dana Milik Mangkunegaran yang dibentuk untuk mengurusi aset-aset ekonominya semenjak masa Mangkunegara VII akhirnya dibekukan pada tahun 1946. Walau
1 Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah dengan NIM C0505010 2 Dosen Pembimbing
berstatus dibekukan pada kenyataannya Komisi ini tetap bekerja dikarenakan PPRI yang diserahkan untuk mengambil alih Dana Milik tidak dapat bekerja secara maksimal.
Hal ini dibuktikan dengan masih aktifnya Superintendent pada perusahaan-perusahaan milik Mangkunegaran. Mangkunegaran yang beranggapan bahwa penyerahan Dana Milik kepada Pemerintah Pusat hanya bersifat sementara kemudian berusaha untuk mengambil alih kembali aset-asetnya pada tahun 1948-1952. Pemerintah Pusat beranggapan bahwa daerah Mangkunegaran termasuk ke dalam kekuasaan Republik, maka segala aset-asetnya harus dikelola untuk kepentingan daerah Mangkunegaran dan Republik. Nasionalisasi kemudian dilakukan dengan membentuk badan-badan baru yang mengurusi aset Mangkunegaran.Akibat percobaan perlawanan dan pengambilalihan kembali aset-asetnya oleh Mangkunegaran, Pemerintah kemudian mengambil tindakan dengan membubarkan Komisi Dana Milik Mangkunegaran dan menghapus jabatan Superintendent melalui keputusan Pengadilan Negeri di Jakarta pada tahun 1952.
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengurusan keuangan di Mangkunegaran pada tahun 1916 terjadi beberapa perubahan yang berarti yaitu dipisahkannya antara penerimaan dan pengeluaran
dari perusahaan-perusahaan yang dikelola oleh Mangkunegaran dari anggaran utama. Hal ini dilakukan dengan menciptakan sebuah dana tersendiri untuk
perusahaan-perusahaan gula dan lain-lainnya yang termasuk milik Mangkunegaran dan dikelola dalam sebuah komisi agar lebih sederhana dan yang dimasukan kedalam anggaran utama hanya perkiraan besarnya laba atau
kerugiannya saja.
Tahun 1916 dibentuk sebuah komisi yang mengurus keuangan
Mangkunegaran badan ini dinamakan Dana Milik Mangkunegaran. Badan ini bekerja untuk menyempurnakan reorganisasi keuangan dan menaruh semua perusahaan didalamnya dan Dana ini diurus oleh sebuah komisi. Pengurus
hariannya dilakukan oleh seorang Superintendent, sedangkan ketuanya adalah raja Mangkunegaran, Superintendent yang telah diakui oleh Gubernur Jenderal sebagai
anggota, dan seorang pegawai atau ambtenar yang di pilih oleh Residen sebagai anggota.1
Pasca kemerdekaan Indonesia, persoalan penguasaan aset-aset di wilayah
ini menjadi isu yang cukup menarik. Persoalannya adalah bahwa peralihan kekuasaan dari pemerintah kolonial menjadi pemerintah Republik tidak serta
commit to user
merta diikuti dengan peralihan penguasaan semua aset ekonomi di tangan pemerintah Indonesia. Pengalihan aset-aset ekonomi hanya terjadi pada badan-badan yang berada di tangan pemerintah kolonial yang telah diambil alih oleh
pemerintah bala tentara Jepang. Aset-aset asing yang dikuasai oleh pihak perusahaan swasta asing masih tidak jelas statusnya.
Sementara itu pengelolaan aset-aset itu menjadi terganggu akibat terjadinya perang kemerdekaan. Banyak para pengusaha asing dan pekerja-pekerja asing yang meninggalkan perusahaannya kembali ke negeri Belanda. Ada pula
yang masih bertahan di Indonesia, meskipun di dalam menjalankan usahanya tidak berjalan maksimal.
Sejalan dengan semakin tegangnya konflik Indonesia Belanda, di dalam negeri, sekitar tahun 1947 muncul aksi sepihak dalam pengambil alihan perusahaan-perusahaan asing. Pengambil-alihan ini semula banyak dilakukan oleh
badan-badan perjuangan dan perorangan, namun kemudian ditertibkan oleh Pemerintah Indonesia, terutama dilakukan oleh pihak militer.
Sesungguhnya pola yang sama juga terjadi pada aset milik bekas penguasa-penguasa bumi putra. Salah satu penguasa bumi putra yang aset-asetnya diambil alih oleh negara secara paksa adalah Mangkunegaran.2
Pada masa kekuasaan Mangkunegaran VI dibentuk lembaga yang mengurusi keuangan Praja Mangkunegaran. Setelah melalui berbagai perundingan
dan jajak pendapat antara Pihak pemerintah Hindia Belanda, Residen dan Pihak Praja Mangkunegaran maka didirikanlah sebuah Badan Keuangan yang
commit to user
dinamakan Dana Milik Mangkunegaran. Didirikannya komisi untuk semua perusahaan dan sebagainya bertujuan agar perusahaan-perusahaan itu didalam anggaran disendirikan sebagai suatu keseluruhan, dimana detail-detail yang
bersifat teknis atau komersil tidak disebutkan dalam anggaran itu, akan tetapi hal itu tidak berarti bahwa perusahaan-perusahaan itu tidak mengikuti anggarannya
sendiri.3 Dana Milik Mangkunegaran ini mengurusi keuangan perusahaan-perusahan milik Mangkunegaran.
Perusahaan-perusahan Industri Mangkunegaran yang semula diusahakan
oleh Mangkunegara IV untuk kepentingan keluarga dan rakyat Mangkunegaran harus lepas ke tangan Pemerintah Republik Indonesia setelah terjadinya krisis
sosial politik di Surakarta tahun 1946. Krisis sosial politik ini sering dikenal sebagai Revolusi Sosial di Surakarta. Pengambilalihan aset milik Praja Mangkunegaran ini justru terjadi setelah Indonesia merdeka dan daerah istimewa
Swapraja yang dihapus di kota Surakarta khususnya terhadap aset–aset milik Mangkunegaran
Penghapusan daerah Swapraja ini berakibat pada Pembekuan Aset-aset yang dimiliki oleh Kasunanan dan Mangkunegaran. Dengan berakhirnya status pemerintahan Mangkunegaran maka semua badan usaha diambil alih
pengelolaannya oleh pemerintah Republk Indonesia termasuk perkebunan dan hasil hutannya dalam hal ini yang mengelola adalah Perusahaan Nasional
Surakarta. Hal ini telihat dari berkas surat kuasa istimewa dari Mangkunegara VIII kepada KRMTH Ir Sarsito Mangunkusumo untuk menyerahkan perusahaan Mangkunegaran yang bernaung di bawah Dana Milik Mangkunegaran kepada
commit to user
BPPGN dan PPN tahun 1946.4 Meskipun berdasarkan maklumat dari menteri kemakmuran mengenai masalah perusahaan Mangkunegaran tahun 1945 bahwa Mangkunegaran diberi ijin untuk mengelola perusahaannya sendiri karena selama
ini Mangkunegaran mengelola perusahaan menggunakan modalnya sendiri.5 Dan untuk pengelolaan hasil-hasil perkebunan maka pada tanggal 30 April 1947
dibawah koordinasi Kementrian Pertanian dibentuk Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia. Tugas dari kantor ini adalah mengurus dan menyelenggarakan perusahaan-perusahaan milik negara yang tergabung dalam
Kantor Perusahaan Perkebunan Pemerintah (KPP) yang pada zaman Belanda bernama Gouvernements landbouw bedrijven. Selain itu ini juga bertugas untuk
mengurus perusahaan-perusahaan bukan milik bangsa asing yang dikuasai oleh negara, termasuk di dalamnya perusahaan-perusahaan bukan perkebunan.6
Reaksi pihak Mangkunegaran terhadap nasionalisasi aset-aset itu semula
bersifat kooperatif. Hal itu dilakukan untuk menghindari konflik dengan rakyat Surakarta yang tergabung dalam kelompok Anti Swapraja. Selain itu juga
disebabkan oleh ketidaksiapan praja Mangkunegaran dalam menghadapi situasi sosial-politik di Surakarta yang berubah dengan cepat akibat berdirinya negara Republik Indonesia. Pihak Mangkunegaran justru memberikan tempat di
lingkungan istana Mangkunegaran sebagai kantor PPN. Selain itu beberapa mantan pegawai perkebunan Mangkunegaran bekerja dikantor PPRI. Sikap pihak
Mangkunegaran menjadi berubah sejak terjadinya clash ke II oleh Belanda
4 Arsip tentang surat kuasa istimewa Mangkunegara VIII berkaitan dengan penyerahan aset Mangkunegaran kepada pemerintah RI tahun 1946 , Arsip Reksopustaka Mangkunegaran, no. 4752
5 Arsip tentang Maklumat dari Menteri kemakmuran mengenai masalah perusahaan Mangkunegaran tahun 1945, Arsip Reksapustaka Mangkunegaran, no. 5107.
commit to user
tanggal 19 Desember 1948. Tampaknya pihak Mangkunegaran menyadari bahwa, kekuasaan dan harta kekayaannya telah diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Untuk itu mereka berusaha untuk memperkuat diri dalam mempertahankan dan
mempersiapkan alat-alat pemerintahan untuk mengembalikan status pemerintahannya. Pihak Mangkunegaran menjalin hubungan baik dengan
Pemerintah Hindia Belanda untuk dapat menyelamatkan harta miliknya yang telah diambil alih oleh Pemerintah RI, setelah menyerahkan dengan sukarela perusahaan-perusahaan yang bernaung di Dana Milik Mangkunegaran kepada
pemerintah Republik Indonesia di tahun 1946, sikap Mangkunegaran terlihat malalui surat keterangan yang dibuat oleh Superintendent yang mewakili Dana
Milik Mangkunegaran yang meminta kembali haknya atas dua perusahaan gula andalan mereka yaitu pabrik gula Colomadu dan Tasikmadu. Hal ini berdasarkan fakta bahwa selama ini penanaman Tebu dan pembuatan Gula dibiayai oleh
Mangkunegaran sendiri.7
Hubungan ini membawa hasil, karena selain para pegawainya memperoleh
gaji dalam bentuk civilele list sebagaimana yang pernah mereka terima pada periode sebelum perang, juga berhasil dihidupkannya kembali lembaga yang mengurusi kekayaan Mangkunegaran, “Fonds van Eigendommen van het
Mangkoenegorosche Rijk” atau Komisi Dana Milik Mangkunegaran. Status
lembaga ini diubah menjadi hak milik pribadi berdasarkan hukum Eropa
Perubahan itu dilakukan oleh Hoge Vertegenwoordiger van de Kroon in Indonesia melalui surat keputusannya tanggal 30 September 1949 no. 35. Dengan surat
commit to user
keputusan itu, pihak Mangkunegaran menganggap bahwa harta-harta kekayaan yang semula diambil-alih Pemerintah Indonesia bisa kembali dikuasai oleh pihak keluarga Mangkunegaran.8 Pada tanggal 17 Desember 1949, Pemerintah Belanda
mengakui kedaulatan Republik Indonesia maka aset yang telah dikuasai oleh Praja Mangkunegaran dibawah Dana Milik Mangkunegaran harus diserahkan kembali
kepada Pemerintah Republik Indonesia. Hal ini tidak mudah karena posisi Mangkunegaran yang diwakili oleh kuasa keuangannya yaitu jabatan yang dipegang oleh Superitendent menolak untuk berkoordinasi oleh PPRI.9
Pada tahun 1951 aset-aset Mangkunegaran kembali dibekukan oleh pemerintah dan mewajibkan Mangkunegaran untuk menyerahkan pengelolaan
aset-aset Mangkunegaran kepada Pemerintah Republik Indonesia, konflik terbuka antara Pemerintah Republik Indonesia dan Praja Mangkunegaran terjadi pada bulan Oktober dan November, Pemerintah Indonesia berusaha mengambil-alih
kembali manajemen pabrik gula pada akhir tahun 1951, setelah beberapa tahun kendali manajemen industri itu berada di tangan Superintendent Harta Milik
Mangkunegaran. Hal ini terlihat dari surat Menteri Dalam Negeri tanggal 8 Nopember 1951 no Pem. X. 66/5/8 yang berisi harapan atas kedatangan Sri Mangkunegoro VIII beserta anggota komisi lain dan Superintendent untuk
bertukar pikiran dan membicarakan lebih lanjut tentang segala sesuatu mengenai “Fonds” terkait dengan maksud pemerintah untuk mencabut besluit Hoge Vertegenwoordiger van de Kroon in Indonesia (30 September 1949 no 35). Surat
itu diikuti dengan undangan melalui telegram tertanggal 13 Desember 1951 yang
8 Wasino, 2004. Nasionalisasi Pabrik gula Mangkunegaran, Yogyakarta: UGM pers, 2004, hal. 7
9 Seluruh hasil dari perkebunan disimpan sendiri didalam De Javasche bank oleh
commit to user
ditujukan pada Sri Mangkunegoro VIII, tetapi pihak Mangkunegaran memberi jawaban tidak bersedia untuk datang berunding.10
Setelah melalui masa transisi selama hampir empat tahun, pada tahun 1952
segala bidang pengusahaan yang pernah dilakukan oleh praja Mangkunegaran akhirnya dibekukan dan beralih ke tangan pemerintah Indonesia. Selanjutnya
praja berusaha menata kembali sistem keuangannya melalui Dana Milik Mangkunegaran , karena ketika masa peralihan tersebut situasi keuangan praja mengalami kesulitan. Keadaan ini selaras dengan situasi politik dan ekonomi di
Indonesia pada waktu itu, antara tahun 1946 hingga sekitar tahun 1952-an. Sejak saat itu roda perekonomian praja Mangkunegaran sepenuhnya hanya bergantung
dari subsidi pemerintah.
Dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas hasil penelitian dapat ditulis dengan judul “ Peranan Komisi Dana Milik Mangkunegaran dalam Proses Nasionalisasi Aset-aset Mangkunegaran Tahun 1946-1952 ”
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka pokok permasalahan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana keberadaan komisi Dana Milik Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VIII?
2. Bagaimana Proses Nasionalisasi aset-aset Dana Milik Mangkunegaran?
commit to user
3. Bagaimana dampak Nasionalisasi terhadap Praja Mangkunegaran paska kemerdekaan Republik Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalah di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui keberadaan komisi Dana Milik Mangkunegaran pada masa pemerintahan Mangkunegara VIII.
2. Untuk mengetahui Proses Nasionalisasi aset-aset Dana Milik Mangkunegaran.
3. Untuk mengetahui dampak Nasionalisasi terhadap Praja Mangkunegaran paska kemerdekaan Republik Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa dicapai dari hasil Penelitian ini, yaitu:
Penelitian ini diharapkan bisa menambah pengetahuan baru, terutama pengetahuan mengenai Perkembangan Praja Mangkunegaran setelah Proses Nasionalisasi Perusahaan Mangkunegaran terutama dalam bidang pemerintahan
dan segala aspek yang berhubungan dengan Mangkunegaran.
Penelitian ini juga diharapkan mampu menjawab masalah dan memberikan
commit to user
E. Tinjauan Pustaka
Penulisan sejarah ini menggunakan beberapa literatur dan referensi yang relevan dan menunjang tema yang dikaji. Literatur tersebut akan dijadikan bahan
acuan untuk mengkaji, menelusuri dan mengungkap pokok permasalahan. Literatur yang digunakan antara lain:
Makalah dengan judul “Nasionalisasi Pabrik Gula Mangkunegaran”, 2008, Wasino menjelaskan tentang sejarah pabrik gula Mangkunegaran setelah masa kemerdekaan Indonesia Makalah ini menjelaskan tentang proses
nasionalisasi pabrik gula yang dimiliki oleh penguasa setempat, Mangkunegaran oleh pemerintah Republik Indonesia setelah masa kemerdekaan.
Penelitian tentang proses nasionalisasi pabrik gula Mangkunegaran ini didasari oleh dua alasan, pertama pabrik gula Mangkunegaran mewakili simbol kepemilikan perusahaan Indonesia oleh orang asing di Indonesia, kedua waktu
untuk pengalihan nasionalisasi menjadi aset milik pemerintah sangat cepat bandingkan dengan perusahaan asing lain yang ada indonesia baru terjadi setelah
tahun 1947.
Terdapat empat masalah utama yang dibahas didalam makalah ini yaitu Proses Nasionalisasi, Perubahan Manajemen, Perubahan aset tanah dan tenaga
kerja, dan yang terakhir Pertumbuhan produksi pabrik gula Mangkunegaran. Sebelum Indonesia merdeka, seluruh industri Mangkunegaran termasuk
Pabrik Gula Mangkunegaran di kelola oleh komisi Dana Milik Mangkunegaran (Commissie Van Beheer) yang dipimpin langsung oleh Sri Mangkunegara dan dalam pengelolaannya oleh Superintendent. Tetapi pada pertengahan tahun 1946,
commit to user
Mangkunegaran kemudian dinasionalisasi dan diambilalih pengelolaannya bersama-sama dengan industri milik Sunan. Aset Mangkunegaran kemudian dikelola oleh badan baru bentukan pemerintah RI, yaitu Perusahaan Nasional
Surakarta yang disingkat PNS yang kemudian beralih menjadi Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia atau disingkat PPRI pada tanggal 30 April 1947.
Nasionalisasi pabrik gula Mangkunegaran memunculkan masalah-masalah baru, pertama adalah terjadinya konflik pengelolaan antara pemerintah Indonesia dan Mangkunegaran selama dan sesudah terjadinya Agresi Militer Belanda kedua
di Indonesia, masalah yang kedua adalah sulitnya mencari sumberdaya tenaga kerja dan lahan yang murah setelah dinasionalisasi, ketiga pertumbuhan produksi
pabrik gula menjadi tidak stabil.
Buku dengan judul Sejarah Perusahaan-Perusahaan Mangkunegaran oleh Pringgodigdo A.K. menjelaskan perusahaan-perusahaan milik Mangkunegaran
baik yang berada di Surakarta maupun di sekitar Surakarta. Dalam buku tersebut juga menjelaskan tentang proses pembentukan Dana Milik Mangkunegaran yang
mengurusi aset-aset Mangkunegaran. Aset Dana Milik ini dikelola sebaik mungkin oleh Mangkunegaran sebagai aset perekonomiannya. Perusahaan-perusahaan ini banyak mencapai kesuksesan memperoleh keuntungan yang sangat
banyak sehingga meningkatkan kehidupan perekonomian dan pendapatan perkapita masyarakat Surakarta.
Buku dengan judul Kapitalisme Bumi Putera: Perubahan Masyarakat
Mangkunegaran” oleh Wasino Buku ini mengulas perubahan masyarakat
Surakarta akibat kehadiran industri gula. Cara pandang masyarakat lebih maju
commit to user
telah dianggarkan oleh penguasa. Fasilitas kesehatan berupa poliklinik di lingkungan pabrik telah meningkatkan standar kualitas hidup penduduk. Masyarakat diajari hidup sehat dengan dibangun jamban-jamban. Bersamaan
dengan kemajuan perkebunan telah berdampak pada kemajuan wilayah Surakarta pada umumnya.
Jaringan transportasi dan perdagangan di wilayah perkotaan dan pedesaan berupa kereta api untuk keperluan mengangkut hasil gula dan kopi ternyata membuka isolasi desa-desa di sekitar perkebunan. Demikian pula perkembangan
jalan raya Surakarta-Semarang, Surakarta-Yogyakarta, Surakarta-Sragen, Surakarta-Tawangmangu, serta Surakarta-Wonogiri membuka peluang kerja di
sektor jasa transportasi, mulai dari gerobak, pedati, andong hingga bus.
Namun, ekses negatifnya pun tidak terelakan. Meluasnya kapitalisme perkebunan tebu telah menyebabkan kesenjangan sosial (social cleavage) yang
pada gilirannya melahirkan ketidakpuasan di kalangan kelompok masyarakat terpinggirkan. Imbasnya, pengaruh politik dari pusat Kota Surakarta yang
berkembang di abad XX berpengaruh terhadap konflik sosial di pedesaan tebu Mangkunegaran. Kecu, koyok dan begal adalah patologi sosial yang meresahkan warga perkebunan.
Skripsi oleh Partini yang berjudul Sistem Manajemen Kepegawaian Istana
Mangkunegaran Masa pemerintahan Mangkunegaran VIII yang menjelaskan
bagaimana sistem kepegawaian pemerintahan mulai dari masa pemerintahan Mangkunegaran I hingga Mangkunegaran VIII mengalami perubahan yang signifikan dimana yang masa yang paling menonjol terlihat dari masa
commit to user
sosial yang mengakibatkan di bekukannya pemerintahan Swapraja Mangkunegaran yang terjadi pada masa Mangkunegaran VIII sehingga hal ini turut berakibatnya kepada berubahnya sistem kepemerintahan Mangkunegaran.
F. Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Metode sejarah adalah proses mengumpulkan, menguji dan menganalisis secara kritis terhadap rekaman-rekaman peninggalan masa lampau dan usaha-usaha
melakukan sintesa dari data-data masa lampau menjadi kajian yang dapat dipercaya.11 Sedangkan menurut Gilbert J. Garraghan S.J. dalam Nugroho
Notosusanto menyebutkan bahwa metode sejarah adalah sekumpulan prinsip dan aturan yang sistematis yang dimaksudkan untuk memberikan bantuan secara efektif dalam usaha mengumpulkan bahan-bahan bagi sejarah, menilai secara
kritis dan kemudian menyajikan suatu sintese dalam bentuk tertulis.
Metode sejarah mempunyai empat tahapan proses penelitian, yang pertama
adalah Heuristik yang menjadi langkah awal dalam penelitiaan sejarah. Langkah heuristik yang diambil peneliti adalah mencari dan menemukan sumber-sumber atau data-data. Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen seperti
arsip-arsip seperti berkas arsip-arsip peraturan-peraturan keputusan tentang Dana Milik Mangkunegaran no 4752, berkas Mangkunegaran Rijks Eigendommen Fonds no 4756, berkas tentang laporan Superintendent dana milik Mangkunegaran tentang
hubungan PPRI dengan Komisi Dana Milik Mangkunegaran no 4776, yang semuanya tersimpan di perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegaran.
commit to user
Tahap kedua adalah Kritik sumber, bertujuan untuk mencari keaslian sumber yang diperoleh melalui kritik intern dan ekstern.12 Kritik intern bertujuan untuk mencari keaslian isi sumber atau data. Hal tersebut dilakukan agar didapat
fakta-fakta yang benar dan tidak diragukan, dengan melihat dan membaca arsip-arsip di atas menyimpulkan bahwa semua kalimat di dalamnya sudah
membuktikan validitas atau keaslian sumber.
Kritik ekstern bertujuan untuk mencari keabsahan arsip dan keaslian sumber. Dalam hal ini meliputi materiil yang digunakan seperti dokumen asli
dengan bahasa Jawa kuno atau Belanda, kondisi data dengan jenis kertas yang sudah rusak dan sangat tua, tinta yang luntur, semuanya dipilah dan dipilih untuk
dijadikan sumber karena tidak semua arsip dapat dijadikan data. Dalam penelitian ini tujuannya adalah mencari data-data yang berhubungan dengan Aset-aset yang dimiliki oleh Praja Mangkunegaran.
Tahap ketiga adalah intrepretasi, yaitu penafsiran terhadap data-data yang dimunculkan dari data yang sudah terseleksi seperti berkas peraturan-peraturan,
laporan, buku dan lain-lain. Tujuan interpretasi atau penafsiran sejarah bertujuan untuk melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan bersama dengan teori-teori yang lain, maka di susunlah fakta itu ke
dalam suatu interpretasi yang menyeluruh.13 Semua data yang telah diperoleh dalam penelitian ini, kemudian ditafsirkan agar diperoleh fakta yang baru.
Tahap keempat adalah Historiografi, merupakan penulisan sejarah dengan mengkaitkan fakta-fakta yang telah peneliti cari dan temukan di dalam arsip-arsip
12 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999, hal.58.
commit to user
yang semuanya disusun menjadi kisah sejarah menurut teknik penulisan sejarah. Dalam hal ini historiografi adalah penulisan yang berupa skripsi.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam penulisan skripsi ini akan dijelaskan beberapa permasalahan yang
akan dituangkan dalam tiap bab. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, sistematika penulisan skripsi.
Bab II Membahas mengenai perkembangan kebijakan perekonomian Praja Mangkunegaran di Surakarta meliputi pendirian perusahaan-perusahaan dan pengembangan aset-aset milik Mangkunegaran serta pendirian
Hasil Dana Milik Mangkunegaran beserta Peranannya dalam proses nasionalisasi yang terjadi pada masa transisi kemerdekaan Indonesia.
Bab III Membahas tentang Proses Nasionalisasi yang terjadi pada aset-aset Praja Mangkunegaran. Proses hilangnya daerah Swapraja Kasunanan serta Mangkunegaran. Penyerahan perusahaan-perusahaan Mangkunegaran kepada
PPRI serta usaha yang dilakukan oleh Mangkunegaran terkait pengembalian haknya akan Hak milik yang tergabung dalam Komisi Dana Milik
Mangkunegaran, hingga penetapan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta yang membekukan kembali Komisi Dana Milik Mangkunegaran.
Bab IV Membahas mengenai dampak dari hilangnya status swapraja di
commit to user
Mangkunegaran setelah dinasionalisasikannya seluruh aset-aset milik Mangkunegaran serta perjuangan Mangkunegaran untuk mengembalikan eksistensinya dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya di Surakarta.
commit to user
BAB II
KOMISI DANA MILIK MANGKUNEGARAN
LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN DAN ASET-ASETNYA
Pengawasan keuangan oleh pemerintah Belanda terhadap kondisi ekonomi
Praja Mangkunegaran dimulai pada masa Sri Mangkunegara V. Hal ini
disebabkan buruknya pengelolaan dan perencanaan pada perusahaan-perusahaan
Praja sehingga mengakibatkan hutang yang terus bertambah di Mangkunegaran.
Pengawasan keuangan ini diserahkan pada ahli keuangan berkebangsaan Belanda.
Posisinya kemudian disebut sebagai Superintendent. Pada masa kekuasaan Sri
Mangkunegaran VI, kedudukan dan pengaruh seorang Superintendent begitu
besar sebagai akibat dari kepercayaan Raja yang diberikan kepadanya.
Superintendent pada tahun 1915 masih ikut mengurusi pembelian mobil-mobil
untuk pemerintahan Swapraja serta pembangunan gedung-gedung untuk pegawai
Praja Mangkunegaran dan masih banyak lagi urusan lainnya, yang sebenarnya
tidak masuk bidang kekuasaannya.Tugas Superintentent ini akan dibahas pada bab
selanjutnya.
Keadaan yang tidak menguntungkan bagi Mangkunegaran ini kemudian di
selesaikan dengan mendirikan sebuah komisi sehingga kekuasaan Superintendent
terhadap kondisi keuangan Mangkunegaran dapat dibatasi. Pada tahun 1916,
terjadi perubahan penting dalam pengawasan perusahaan-perusahaan hak milik.
Pengawasan yang dilakukan oleh satu orang diganti dengan suatu Komisi, dan
semua uang yang ada dimasukan ke dalam suatu fonds atau dana. Pada waktu itu
commit to user
dan pabrik gula Tasikmadu, perusahaan beras Polokarto dan perusahaan beras
Matesih, perkebunan kopi Kerjo-Gadungan, tetapi juga perusahaan pemborong
kapuk di Wonogiri, administrasi rumah-rumah tinggal di Semarang dan
tempat-tempat lain, hutan jati dan hutan liar di Wonogiri.
A. Pembentukan Komisi Dana Milik Mangkunegaran
Pada tahun 1899 keuangan Praja Mangkunegaran yang sebelumnya
ditangani oleh Residen Hindia Belanda dikembalikan kepada Praja. Hal ini
menyebabkan Praja Mangkunegaran memperoleh kembali hak otonominya dalam
bidang ekonomi. Sejak saat itu Praja Mangkunegaran mulai diwajibkan untuk
menggunakan seorang ahli keuangan bangsa belanda yang disebut Superintendent
sebagai pengawas keuangan Praja Mangkunegaran. Namun tugasnya hanya
sebatas mengawasi saja hal ini sesuai dengan peraturan tertanggal 15 April 1899
yang menyebutkan bahwa Residen sebagai wakil dari pemerintahan Hindia
Belanda untuk selanjutnya hanya membatasi diri dalam hal urusan-urusan
pemerintahan saja, bahkan urusan anggaran belanja tidak perlu disampaikan
kepadanya, pemerintah pusat sudah cukup puas apabila hanya Superintendent saja
yang membuat laporan tahunan mengenai pemerintahan yang sudah dijalankan
termasuk mengenai hal-hal yang menyangkut perusahaan-perusahaan dan
keuangan Praja Mangkunegaran dalam arti sempit.1
Kebijakan penghematan yang berlebihan dari Sri Mangkunegoro VI
menyebabkan suatu reaksi dari pemerintahan karena jalannya keadaan Praja
commit to user
Mangkunegaran yang tidak sesuai lagi dengan keputusan tahun 1899. Sehingga
mulai tahun 1911 anggaran Praja Mangkunegaran dalam arti sempit harus
mendapatkan persetujuan dari Residen, bunga dan saldo Praja harus dimanfaatkan
untuk kepentingan masyarakat dan kemudian laba perusahaan-perusahaan harus
disediakan untuk keperluan dinas-dinas Praja Mangkunegaran. Sejak tahun 1916
maka semua penerimaan dan pengeluaran dari semua perusahaan dimasukan
kedalam anggaran Praja. Kebebasan bertindak dalam urusan
perusahaan-perusahaan oleh surat-surat pemerintah tertanggal 2 Juni 1911 yang mewajibkan
adanya persetujuan dari residen terkait anggaran belanja dalam arti sempit.2 Surat
tersebut yang diperkuat dengan pranatan tanggal 16 Desember 1915 menimbulkan
kejanggalan terhadap anggaran belanja karena didalam anggaran itu tidak terdapat
perkiraan-perkiraan yang tidak perlu dimintakan persetujuan dari residen. Dengan
memisahkan administrasi keuangan Praja dalam arti sempit dan memasukannya
dalam kas Praja yang ada didalam kekuasaannya Patih, maka secara langsung juga
mengurangi campur tangan Superintendent dalam keuangan pribadi yang
diurusinya.3
Dalam keadaan ini maka keputusan yang diambil pada tahun 1899 secara
keseluruhan dianggap sudah usang , baik terhadap otonomi keuangan Praja
maupun terhadap kedudukan pribadi dari Superintendent, yang didalam teorinya
masih bertanggung jawab atas seluruh urusan keuangan dan masih menyampaikan
laporan kepada pemerintah Hindia Belanda mengenai seluruh administrasi
keuangan Praja Mangkunegaran.
2 ibid, hlm 89.
commit to user
Kewibawaan Superintendent di Surakarta yang disebabkan oleh kebebasan
yang diberikan Raja membuat residen yang tidak setuju dengan keadaan itu tidak
mau mengusulkan ditariknya atau diubahnya surat keputusan tahun 1899 tersebut.
Peraturan yang lebih baik mengenai kedudukan Superintendent Mangkunegaran
atau dari tugas Superintendent yang dengan sendirinya tidak dapat diusulkan
bersifat insidentil maka akan diajukan kalau saatnya yang baik telah tiba,
barangkali pada saat pergantian Raja. 4
Pada waktu itu Residen mengira bahwa Superintendent di waktu itu yang
dijabat oleh Tuan Haag akan berhenti. Tetapi ternyata itu tidak terjadi sehingga
keadaan itu berlanjut sampai lebih dari satu tahun. Dorongan untuk mengubahnya
dikemudian hari datang dari Direktur Departemen Pemerintahan Dalam Negeri.
Ia mengusulkan pada cara penyusunan anggaran dimana dia berpendapat apakah
tidak mungkin bila kalau anggaran dari Praja-Praja di Surakarta disusun sesuai
cara yang digunakan oleh Pemerintahan daerah di Wilayah Gubernemen yang ditetapkan dengan GB/ Gubernemen Besluit yang sudah dilaksanakan oleh kedua Swapraja di Yogyakarta mulai tahun 1916.5
Inti surat kedua yang dilampirkan dalam surat yang dikirimkan oleh
Direktur Departemen pemerintahan Dalam Negeri tangggal 5 Juli 1916 kepada
Residen Surakarta ialah saran untuk tidak memasukan anggaran penerimaan dan
pengeluaran dari perusahaan-perusahaan kedalam anggaran utama Praja
Mangkunegaran. Isinya berbunyi sebagai berikut “barangkali ada baiknya untuk
menciptakan sebuah dana tersendiri buat perusahaan-perusahaan gula dan lainnya
4 Surat Residen kepada Direktur Departemen Pemerintahan Dalam Negeri tanggal 22 Febuari 1915, Arsip Reksa Pustaka Mangkunegaran, no. 1152
commit to user
milik Praja dan ditaruh dibawah suatu komisi agar lebih sederhana, dan yang
dimasukan kedalam anggaran hanyalah perkiraan besarnya laba atau kerugian
saja. Dalam pokok inti surat tersebut juga menyebutkan tentang kedudukan atau
posisi Superintendent. Direktur Departemen meminta keterangan yang lebih
lengkap mengenai kedudukan dan kekuasaan yang dipegang oleh Superintendent
Mangkunegaran karena melihat laporan yang cukup lengkap tentang keuangan
Mangkunegaran yang tidak hanya berisi tentang laporan perusahaan saja.
B. Peraturan Dana Milik Mangkunegaran
Akhirnya sesuai surat tanggal 21 Agustus 1916 kepada gubernur Jenderal
maka diputuskan bahwa kedudukan Superintendent itu bila telah dilakukan
pembuatan anggaran yang baik dan mendapat persetujuan dari kepala
pemerintahan daerah maka sudah tiba saatya untuk mengakhiri suatu keadaan
dimana seorang swasta mengawasi keuangan dari seorang Raja. Sebagaimana
bunyi keputusan pada tahun 1899 maka Superintendent di dalam masa peralihan
dibenarkan melakukan pengawasan sesudah masa campur tangan dari
pemerintahan antara tahun 1887-1889 tetapi kini setelah keadaaan mulai pulih
kembali karena swapraja yang telah diperbaharui sudah ada pemerintahan
berdasarkan wawasan eropa yang dilakukan oleh Raja yang memiki inisiatif dan
sudah diberi kepercayaan maka Superintendent tidak usah mengurusi hal-hal yang
berhubungan dengan pemerintahan lagi.
Keputusan Gubernemen tersebut berdasarkan persetujuan Dewan Hindia, atas usulan Direktur Dalam Negeri di dalam suratnya. Direktur Dalam Negeri di bulan
commit to user
1. Urusan keuangan dan urusan pemerintah tidak dapat dipisah-pisahkan
2. Kedudukan Superintendent masih berpengaruh besar, dan dalam
perkembangan praja Mangkunegaran saat itu harus dibiarkan
3. Urusan sehari-hari dari perusahaan-perusahaan terlalu rumit untuk
diselesaikan oleh Residen, oleh karena itu Superintendent harus
dipertahankan
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut Direktur mengusulkan agar
ditetapkan, bahwa:
1. Superintendent selanjutnya hanya mengurus mengenai milik
Mangkunegaran saja
2. Urusan umum dari milik Mangkunegaran agar dilakukan oleh sebuah
Komisi, yang terdiri dari Residen, dan seorang Superintendent yang diakui
oleh Gubermen
3. Untuk melaksanakan tugasnya, maka Komisi tersebut harus membentuk
sebuah Dana Milik dengan administrasi yang baik, yang perkiraan laba
dan ruginya dimasukkan ke dalam anggaran belanja praja
Mangkunegaran.6
Usul dari Direktur Dalam Negeri tersebut setelah mendapatkan persetujuan dari
Dewan Hindia, kemudian diambil alih Gubernemen, dan ditetapkan dalam Keputusan Pemerintah tanggal 20 Desember 1916. Mangkunegara sebagai ketua
Komisi.7
6 Pringgodigdo A.K, op.cit, hlm. 94-95
commit to user
Peraturan mengenai urusan umum Dana Milik Mangkunegaran terdiri dari
tiga pasal yang mengaturnya, yakni:
Pasal I
1. Milik praja Mangkunegaran terdiri dari perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik, hutan-hutan, rumah-rumah yang tidak digunakan oleh praja, gedung-gedung, pekarangan-pekarangan. Maupun modal pokok dari Praja Mangkunegaran merupakan suatu dana yang urusan umumnya dilakukan oleh sebuah Komisi, yang terdiri dari Kepala Trah Mangkunegaran, seorang Superintendent yang berasal dari Eropa yang diakui oleh Gubernur Jendral, dan seorang Belanda sebagi Pegawai Pamong Praja yang ditunjuk oleh Residen.
2. Kepala Trah Mangkunegaran adalah ketua Komisi itu.
3. Urusan sehari-hari dilaksanapkan oleh Superintendent menurut anggaran belanja yang tiap tahun ditetapkan oleh Komisi untuk berbagai usaha dan lain-lain, dengan kewajiban menyampaikan keterangan yang diminta oleh anggota-anggota Komisi yang lain
Pasal II
Dengan menggunakan rencana anggaran belanja yang dimaksud dalam pasal 1 ayat 3, maka tiap tahun Komisi pada waktunya menyusun sebuah anggaran umum, sedangkan perkiraan untung dan rugi dari Dana Milik tersebut dimasukkan ke dalam anggaran praja, kecuali laba yang disisihkan untuk keperluan Dana Cadangan agar menjadi lebih besar.
Pasal III
1. Komisi melakukan tata-buku yang baik mengenai kepengurusan yang dilakukannya, dan melakukan rapat sekali dalam tiga bulan dan setiap kali apabila salah satu anggota minta diadakan rapat.
2. Komisi berkewajiban membuat laporan tahunan dan neraca yang diberi keterangan yang cukup beserta perhitungan laba atau rugi, dan itu semua diaturkan kepada Pemerintah.8
Peraturan tersebut digunakan sebagai tindakan dalam masa peralihan.
Sekretaris Gubernemen Klas I menjelaskan surat keputusan tersebut kepada Residen menerangkan bahwa situasi baru itu hanya suatu keadaan di masa
peralihan.
Peraturan baru tersebut akan diarahkan agar Superintendent tidak lagi menjadi anggota Komisi, karena ia nanti akan digantikan oleh seorang pegawai
praja Mangkunegaran. Dalam usul Direktur Dalam Negeri, menerangkan bahwa
commit to user
penyelesaian yang bersifat sementara ini dapat diambil berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan mengenai Superintendent di masa itu yang sangat
banyak jasanya, maka akan diusahakan agar secepatnya dicapai keadaan yang
semestinya, di mana Superintendent tidak lagi menjadi anggota Komisi, karena
kedudukannya digantikan oleh seorang pegawai tinggi Mangkunegaran.9
C. Aset Komisi Dana Milik Mangkunegaran.
Dana Milik Mangkunegaran didirikan oleh gubernemen pada tahun 1916,
pada masa Mangkunegara VII. Dana ini diurus oleh sebuah komisi yang terdiri
dari Raja, Superintendent, dan seorang pegawai Pangreh Praja (Binenland Bestur). Dua orang yang disebut terakhir berfungsi sebagai anggota dan biasanya orang
Eropa atau Belanda. Pimpinan Harian berada di tangan Superintendent, pada tahun 1928 susunan Komisi ini berubah, dengan memasukan Bupati-Patih dan
agen de Javasche Bank sebagai anggota.10 Komisi membuat rencana
anggaran-anggaran perusahaan yang ditetapkan bersama dengan gubernur (Residen).
Komisi Dana Milik Mangkunegaran itu meliputi dua Pabrik Gula, satu
perkebunan kopi, satu perusahaan serat nanas, satu hotel di Karang Pandan,
rumah-rumah di Semarang, Surakarta dan Wonogiri, surat-surat berharga atau
effecten disebut juga modal pokok dan cadangan.
Hutan-hutan yang masuk dalam urusan Dana, pada tahun 1923
dikeluarkan dan kemudian diurus oleh Jawatan kehutanan. Pasar-pasar dan
9 Pringgodigdo A.K, op.cit, hlm. 96
commit to user
pemandian Tawangmangu juga bukan urusan Dana. Nilai aset yang dimiliki oleh
Komisi Dana Milik Mangunegaran tersebut pada tahun 1923 berjumlah f.
9.542.000 . Pada tanggal 1 Januari 1931 nilai aset Dana yang dimiliki oleh Komisi
Dana Milik Mangkunegaran berjumlah f.19. 536. 000 sehingga didalam jangka
waktu 7 tahun aset Mangkunegaran bertambah sebesar f 10.000.000 . Praja
Mangkunegaran tidak boleh menggunakan seluruh Laba. Dalam jaman normal
tiap tahun masuk f. 500.000 sebagai iuran biasa dan f. 300.000 sebagai iuran luar
biasa kepada kas Praja Mangkunegaran.
Aset yang dimiliki oleh Mangkunegaran pada tahun 1917 yang ditangani
oleh Komisi ini berupa :
1. Pabrik Gula Tasikmadu dan Colomadu ; saham-saham dalam N. V
(Naamloze Venootschap) Cultuur-Matschappij “Triagan” dan N. V
Solosche Landbouw-Matschappij (keduanya perusahaan gula) 2. Perkebunan Kopi Kerjo-Gadungan.
3. Pabrik Beras Moyoretno di Matesih.
4. Perusahaan Kapuk, kelapa dan Kopi di Polokarto.
5. Perusahaan Kapuk atau Kapok di Wonogiri.
6. Aset-aset Properti di Semarang yang berupa rumah-rumah, sawah
dan kampong di Pandrikan.
7. Rumah-rumah yang berada di Solo daerah Villa Park (Banjarsari)
commit to user
9. Surat-surat berharga atau effecten yang merupakan modal pokok atau atam-kapital.
10.Dana Cadangan untuk perusahaan-perusahaan yang masih akan
dibentuk.11
Walaupun Mangkunegaran oleh alam tidak dikaruniai oleh tanah yang
kurang baik dibandingkan dengan swapraja-swapraja lain, namun dalam
tahun-tahun terakhir ini telah dapat memajukan kesejahteraan rakyatnya dengan baik
sekali. Pertama-tama karena mempunyai keadaan keuangan yang sehat, walaupun
dalam tahun 1899 masih dalam pengawasan Gubernur karena keadaan keuangan
yang jelek sekali pada masa sebelumnya maka dengan poltik penghematan dan
hasil laba yang luar biasa dari Perusahaan-perusahaan Praja Magkunegaran
perkembangan keuangan Mangkunegaran mengalami peningkatan yang cukup
berarti.
Mangkunegaran memiliki beberapa perusahaan modern yang sebagian
besar di bawah pimpinan orang-orang Eropa. Perusahaan ini tercantum dalam
Rencana Anggaran Belanja Swapraja pada mata anggaran Rijkondernemingan
atau perusahaan-perusahaan Swapraja. Diantara Raja-Raja Jawa hanya Sri
Mangkunegoro saja yang memiliki perusahaan-perusahaan yang dikelola dengan
baik, tetapi lebih kecil yaitu sebuah pabrik gula, sebuah perkebunan tembakau,
sebuah perusahaan serat nanas dan sebuah perkebunan teh.
Dorongan yang menentukan didirikannya perusahaan-perusahaan Praja
adalah kenyataan bahwa dalam jaman Sri Mangkunegara IV telah terjadi
perluasan perkebunan kopi, sedang sementara itu dibangun
commit to user
perkebunan baru untuk tebu, kina, teh, nila/indigo dan padi. Hasil kopi selama
berlangsungnya peraturan tanam paksa atau cultuurstelsel harus diserahkan kepada pemerintah dengan harga dibawah harga pasar. Walaupun demikian dari
tahun 1871 sampai dengan 1881 seluruhnya hasil yang diterima oleh Praja
Mangkunegaran f. 13.873.146,93 jadi rata-rata f 1.261.195,45 tiap tahun dengan
menyerahkan seluruhnya 530.058,22 pikul kopi kualitas nomer satu dan 56.355,29
pikul kopi kualitas nomer dua. Akibat dari adanya hak agrarian yang berlaku
dijaman itu, maka seluruh tanaman kopi itu dilakukan oleh rakyat dengan rodi.
Hanya dengan jalan inilah dimungkinkan untuk memperoleh penghasilan yang
besar dari penjualan kopi dan kemudian hasil tersebut digunakan untuk
membangun perkebunan baru.12
Perusahaan-perusahaan milik Praja Mangkunegaran terdiri dari beberapa
perkebunan di daerah pegunungan (sebuah perkebunan kopi dan serat nanas/agave
dan sebuah pabrik serat nanas), serta dua buah pabrik gula yang besar serta
pembibitan tebu. Yang masuk dalam urusan perusahaan-perusahaan Praja adalah
Reserve Fonds tersebut.
Perusahaan yang terpenting diantara perusahaan-perusahaan itu adalah
pabrik-pabrik gula yang dimiliki oleh Praja Mangkunegaran. Pabrik gula yang
pertama adalah pabrik Gula Colomadu yang didirikan pada tahun 1863 dan yang
kedua yaitu pabrik gula yang terletak di Tasikmadu yang didirikan pada tahun
1877. Kedua pabrik tersebut dikelola dengan sangat baik manajemennya dan
termasuk yang terbaik dan termodern di Pulau Jawa. Pada tahun 1925 pabrik gula
commit to user
Tasikmadu memiliki areal tanah sebesar 2495 bau bruto. Pada tahun 1916 hasil
yang dihasilkan hanya sebanyak 229.700 pikul dan dalam tahun 1924 meningkat
sebesar 296.500 pikul gula. Pada tahun itu panjang jalan kereta api kedalam
pabrik tersebut sepanjang 63 km sedangkan pada pabrik gula Colomadu pada
tahun 1925 memiliki 1559 bau dengan hasilnya sebesar 160.000 pikul gula.
Panjang jalan kereta api yang melalui pabrik itu sepanjang 42 km. dalam
penyelenggaraan penjualannnya pabrik gula Mangkunegaran tersebut memiliki
seorang wakil dalam asosiasi penjualan yang disebut dengan Nivas.13
Dari laba perusahaan-perusahaan tersebut selanjutnya dapat disisihkan
dalam suatu dana yang bisa dipergunakan untuk kepentingan masyarakat yang
tinggal didaerah-daerah sekitar pabrik serta para pekerjanya. Dengan uang
tersebut bisa didirikan beberapa sekolah-sekolah desa dan pembelian beberapa
sapi jantan. Perusahaan lain yang termasuk dalam tanggung jawab komisi dana ini
adalah perkebunan Kerjogadungan, perkebunan ini sampai tahun 1919 hanya
ditanami oleh tanaman kopi saja tetapi kemudian diganti dengan tanaman serat
nanas atau agave yang hingga tahun 1924 sudah meliputi 600 bau. Sehingga pada
tahun yang sama mulai didirikan pabrik serat nanas dimana seratnya siap dipakai
untuk bahan baku pabrik tekstil. Luas dari perkebunan ini yang ditanami oleh kopi
lambat laun mulai berkurang. Tanah padi yang berada didaerah Mojoretno yang
luasnya 1883 bau itu pada tahun 1924 diubah menjadi tanaman tempat pembibitan
tebu. Agar dapat menyediakan tebu untuk kedua pabrik gula Praja
Mangkunegaran.14
13Ibid, hlm. 64
commit to user
Komisi Dana Milik Mangkunegaran juga memiliki aset yang berupa
sebuah hotel di Karangpandan, Karanganyar. Sri Mangkunegoro VII mempunyai
dua pesanggrahan di Tawang Mangu yang letaknya di lereng gunung Lawu yang
baik lingkungannya, beliau menyediakannya untuk hotel. Hotel ini sudah berdiri
sejak tahun 1922 dan memiliki air ledeng sendiri. Pemandiannya ramai dikunjungi
orang terutama yang berasal dari daerah Swapraja. Aset yang lainnya Praja
Mangkunegaran juga mempunyai rumah-rumah yang terletak di Surakarta,
Semarang dan Wonogiri yang disewakan kepada orang-orang Eropa yang kaya.
Komisi Dana Milik Mangkunegaran menangani semua pengeluaran dan
pembiayaan perusaahaan-perusahaan Mangkunegaran sehingga tidak heran jika
dalam anggaran kas Praja Mangkunegaran tidak ditemukan biaya pengeluaran
untuk perusahaan-perusahaan ini karena biaya perluasan, pengeluaran,
pemeliharaan, pembangunan baru dan lain-lain dibayar dengan penerimaan dari
perusahaan-perusahaan itu sendiri dan hanya sisa dari penghasilan bersih yang
dialirkan kedalam Kas Praja Mangkunegaran.15
Perusahaan-perusahaan milik Mangkunegaran ini dijelaskan sebagai
berikut:
1. Perusahaan Gula Colomadu
Pada tahun 1861 Mangkunegara IV mengajukan rencana mengenai
berdirinya sebuah pabrik gula pada Residen Nieuwenhuysen. Sejak beberapa
waktu sebelumnya beliau telah memilih tempat yang tepat di desa Malangjiwan,
suatu tempat yang baik, karena adanya tanah-tanah yang baik, air mengalir dan
commit to user
hutan-hutan. Tempat tersebut dianggap beliau paling cocok untuk perkebunan
tebu. Peletakan batu pertama untuk pabrik gula Colomadu pada tanggal 8
Desember 1861, bangunan dan pelaksanaan industri di bawah pimpinan seorang
ahli dari Eropa, yang bernama R. Kamp. Pertama kali pabrik bekerja dengan
menggunakan mesin uap. Mesin-mesin tersebut dipesan dari Eropa.
Mangkunegara IV mendapatkan pinjaman dari pemerintah Hindia Belanda dan
dibantu Be Biau Coan, mayor untuk kaum Cina di Semarang untuk mendirikan
pabrik gula Colomadu.16
Perusahaan gula tersebut ternyata dapat memenuhi semua persyaratan
yang diajukan untuk pengelolaan sebuah pabrik gula yang baik pada masa itu.
Pada tahun 1863, tahun panen yang pertama, 95 ha lahan perkebunan tebu
menghasilkan 3700 kuintal gula, yang jatuhnya pada produksi 39 kuintal per
hektar, untuk masa itu dapat dikatakan sangat memuaskan, walaupun cuaca tidak
begitu menguntungkan. Seluruh panen dijual dengan perantara firma Cores de
Vries dengan harga sekitar f 32 per kuintal. Dalam waktu singkat
kesulitan-kesulitan, yang mula-mula muncul, seperti pada semua perusahaan sejenis dapat
diatasi dan Pabrik Gula Colomadu merupakan sumber pendapatan yang baik.17
2. Perusahaan Gula Tasikmadu
Terdorong oleh hasil pabrik gula yang pertama, Mangkunegara IV beralih
pada pembangunan pabrik yang kedua. Peletakan batu pertama pabrik ini yang
dinamakan Tasikmadu, terjadi pada tanggal 11 Juni 1871. Pembangunan dan
jalanya perusahaan ada di bawah pimpinan H. Kamp. Gedung-gedung pabrik
16 Soetono H.R, Timbulnya Kepentingan Tanam Perkebunan di Daerah Mangkunegaran, (Surakarta: Reksa Pustaka, 2000), hlm. 19.
commit to user
dibangun dengan luas. Pabrik gula Tasikmadu menggunakan air untuk tenaga
penggerak, sedangkan baling-baling dengan menggunakan mesin uap berfungsi
sebagai cadangan. Data mengenai panen pertama tidak ada yang diketahui, yaitu
bahwa dimulai dengan penanaman 140 ha, dengan sistem kerja rodi.
Berangsur-angsur areal diperluas dan kapasitas pabrik dikembangkan sesuai dengan
perluasan. Peningkatan produksi gula di daerah kerajaan, yang dalam periode ini
lebih besar daripada yang ada di seluruh pulau Jawa, maka berdirinya
pabik-pabrik besar milik Mangkuegaran tidak mengherankan lagi.18
Pada mulanya keadaannya sedemikian rupa, sehingga eksploitasi pabrik
gula hanya terjadi apabila kopi telah dapat menghasilkan untung yang mencukupi.
Mengenai pengolahan yang teratur baru dapat diadakan, setelah ada kontrak untuk
dibayar dengan prwakilan Serikat Dagang Belanda di Semarang, yang menjamin
modal kerja yang diperlukan. Di bawah pengawasan kantor dagang Onderneming
keperluan alat-alat teknik selalu dapat diperbaiki. De Locomotief tanggal 2 September 1881 mengatakan tentang kedua pabrik gula tersebut, bahwa pabrik
tersebut dibuat sedemikian rupa, sehingga dapat menjadi contoh bagi yang
lainnya. Mangkunegara juga tidak segan-segan mengeluarkan biaya, agar dapat
membangun yang paling lengkap dan menurut standar yang baru. Setiap orang
asing, pejabat atau swasta, yang berkunjung ke Surakarta, dipersilahkan oleh
Mangkunegara untuk meninjau pabrik-pabriknya.19
18Ibid, hlm. 21
commit to user
3. Perusahaan Kopi Kerjogadungan
Pabrik ini dimiliki oleh N.V Cultuur Maatschappij der Vorstenlanden
Lawu (Perusahaan Perkebunan Vorstenlanden) yang pengelolaannya dipegang oleh O.I Matschappij v adm dan Lijfrente, in liq. Cultuur Maatschappij der Vorstenlanden didirikan pada tahun 1888 di Amsterdam dan kedudukan kantor direksinya di Semarang.20 Semarang memang dijadikan sebagai kota pusat
industri karena dekat dengan pelabuhan. Pada zaman Belanda, transportasi yang
digunakan untuk keperluan perdagangan antar negara adalah kapal laut. Sebuah
perusahaan perkebunan membutuhkan modal yang besar maka perusahaan yang
didirikan secara perorangan terpaksa menggabungkan dirinya membentuk
Naamlooze Vennootschap (NV), yang biasanya bekerjasama dengan sebuah bank. Perusahaan-perusahaan itu disusun kembali menjadi perusahaan besar, sementara
para pengusaha individual memberi jalan kepada manager-manager yang digaji
untuk bertanggung jawab sebagai direktur perusahaan.21
Bank-bank perkebunan memberi dana kepada perusahaan perkebunan
tetapi dengan tuntutan kontrol terhadapnya. Bank-bank perkebunan berhubungan
dengan lembaga bank biasa yang berpusat di negeri Belanda. Modal perusahaan
yang mengawasi perkebunan dengan begitu mempunyai kekuatan politik yang
besar di negeri induk. Dana-dana yang dibutuhkan untuk eksploitasi berbagai
perusahaan perkebunan Mangkunegaran disediakan oleh De Javanese Bank yang antara lain dana untuk pembangunan pabrik gula Colomadu, pabrik gula
20 Bambang Sulistyo, Pemogokan Buruh: Sebuah Kajian Sejarah, Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 1995, hlm. 29