• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Nasionalisasi dalam Bidang Kebudayaan Mangkunegaran

DAMPAK NASIONALISASI ASET MANGKUNEGARAN TERHADAP PRAJA MANGKUNEGARAN

D. Dampak Nasionalisasi dalam Bidang Kebudayaan Mangkunegaran

Dalam bidang budaya, Mangkunegaran tidak mengalami perubahan berarti. Hanya saja pengembangan budaya yang dahulu hanya sebatas pada sebatas daerah Swapraja, setelah Nasionalisasi, Mangkunegaran mengembangkan kebudayaannya secara nasional. nampak adanya usaha dalam menghidupkan budaya tradisi yang dipadukan dengan unsur budaya modern. Sesuai dengan adanya demokratisasi di bidang budaya ini, Pura Mangkunegaran

commit to user

94

tidak pernah mendebatkan nilai-nilai lama dengan nilai-nilai baru, antara tradisi dan modernisasi. Tetapi lebih menekankan pada pelestarian dan pengembangan tradisi yang dipadukan dan disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Oleh karena itu warna budaya yang muncul tidak berupa seni yang klasik saja, namun juga pengaruh budaya modern.

Usaha di bidang budaya juga nampak dalam hal upacara jumenengan pengageng Pura Mangkunegaran yang telah mengalami perubahan. Sebelumnya upacara jumenengan ini dilakukan oleh raja dari Kasunanan Surakarta, namun sejak jumenengan untuk KGPA Mangkunegoro (IX) pada tanggal 24 Januari 1988 telah dilakukan sendiri oleh para Sesepuh Agung Pura Mangkunegaran. Hal ini disebabkan Pura Mangkunegaran telah berdiri sendiri dan sama sekali tidak tergantung dari Kasunanan Surakarta. Sehingga Pura Mangkunegaran

mempunyai kebebasan dalam melakukan kegiatan tradisinya.12

Mangkunegoro mempunyai kewenangan dan tugas sebagai pimpinan tertinggi keluarga besar Mangkunegaran, baik dalam upacara-upacara tradisi yang berlaku di lingkungan Mangkunegaran. Satu hal yang kini akan diterapkan untuk sedikit demi sedikit meninggalkan tradisi yang sudah tidak lagi mempunyai nilai sosial ekonomi yang tidak juga sesuai dengan kemajuan jaman. Tetapi itu bukan berarti semua tradisi akan hilang, seperti tradisi kirab pusaka pada malam satu Suro atau jamas pusaka dan upacara yang sifatnya untuk

pelestarian budaya, selama masih diminati masyarakat tetap akan dipertahankan.13

12 Ketetapan Dewan Musyawarah Kerabat HKMN Suryasumirat No. III/TAP/HKMNS/VII/1988 13 Harian Suara Merdeka, 14 September 1987.

commit to user

95

Dalam masa pembangunan ini Mangkunegaran di samping tetap mempertahankan identitasnya sebagai keturunan priyayi Mangkunegaran, juga telah membaurkan diri dalam masyarakat bangsa Indonesia dan berperan besar dalam Kebudayaan Nasional. Kenyataan ini dapat ditinjau bahwa pihak Mangkunegaran telah banyak menyumbangkan ciri khas kebudayaannya seperti bahasa, pakaian adat, kesenian, tarian perjuangan dan piwulang-piwulang luhur lainnya. Semua ini mempunyai peran besar dan memberi identitas kepada Kebudayaan Nasional. Anjungan Jawa Tengah di Taman Mini Indonesia Indah misalnya, yang menggunakan bentuk bangunan Pendopo Ageng Istana Mangkunegaran. Ornamen

interior dan warna kuning-hijau (pari-anom) khas Mangkunegaran banyak digunakan dalam

bangunan monumental lainnya.

Usaha lain dengan dibentuknya Pusat Budaya Mangkunegaran yang merupakan wadah pengelolaan di bidang budaya, sekaligus berfungsi sebagai pelestarian dan penyebaran budaya Mangkunegaran khususnya, dan budaya Jawa pada umumnya. Di antara kegiatannya adalah menyelenggarakan festival kesenian, menjalin kerja sama dengan Perguruan Tinggi untuk kegiatan penelitian, seminar dan sebagainya. Selain itu juga dilakukan pengiriman duta-duta kesenian ke luar negeri seperti Amerika, dan Belanda. Ini menjadi bukti bahwa budaya Mangkunegaran tidak hanya untuk kerabat Mangkunegaran saja, namun menjadi milik dan diabdikan pada bangsa dan negara.

Sehubungan dengan hal itu kerabat Mangkunegaran telah mendukung sepenuhnya terhadap Kebudayaan Nasional, yakni melalui Pura Mangkunegaran dengan segala koleksinya yang berupa benda-benda kuno, upacara adat, hingga pada arsitektur Pura. Di samping itu ada pula Arsip dan Perpustakaan Reksa Pustaka yang menyimpan koleksi buku-buku kuno

commit to user

96

yang maupun terbitan baru, foto-foto kuno, dan buku-buku sastra dari pihak Mangkunegaran sendiri. Semua ini telah memberikan sumbangan yang besar terutama untuk kegiatan penelitian dan kegiatan ilmiah lainnya.

commit to user

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan dalam bab-bab dimuka, maka dapat ditarik kesimpulan, yakni: pengawasan keuangan yang dilakukan oleh Belanda kepada kondisi keuangan Mangkunegaran dimulai pada masa kekuasaan Sri Mangkunegaran V dan mulai menemukan bentuknya pada saat Sri Mangkunegara VII berkuasa. Komisi yang dibentuk untuk membatasi kekuasaan Superintendent dalam hal pengambilan keputusan keuangan merupakan langkah maju dalam sistem pengawasan keuangan Mangkunegaran. Sistem pengawasan keuangan dalam bentuk komisi ini bertahan hingga masa kemerdekaan Republik tahun 1946. Revolusi Sosial yang terjadi di Surakarta mengakibatkan terjadinya Perebutan aset ekonomi yang dimiliki oleh Praja Mangkunegaran oleh badan-badan revolusioner yang ada di Surakarta dan dihapuskannya daerah Swapraja Surakarta.

Komisi Dana Milik Mangkunegaran kemudian di bekukan dan perannya dalam mengurusi aset perusahaan Mangkunegaran di gantikan oleh badan-badan baru bentukan Pemerintah Pusat seperti BPPGN, PPN dan PPRI. Proses nasionalisasi aset Mangkunegaran ini berjalan tanpa hambatan pada awalnya, bahkan Mangkunegaran bersikap kooperatif. Dalam penerapannya, pengelolaan aset perusahaan Mangkunegaran tetap terdapat campur tangan oleh

Superintendent, hal ini dibuktikan dengan laporan keuangan yang dibuat oleh Superintendent Mangkunegaran saat itu Ir. Sarsito Mangoenkoesoemo tentang kondisi keuangan perusahaan-perusahaan Mangkunegaran.

commit to user

Keuntungan yang diperoleh dari perusahaan-perusahaan Mangkunegaran digunakan sebagian besar untuk kepentingan Republik dan Mangkunegaran merasa tidak puas dengan hal ini. Hal ini terjadi karena Pemerintah Republik menghadapi masa-masa sulit untuk menghadapi agresi militer yang dilakukan oleh Belanda.

Mangkunegaran yang merasa bahwa aset-aset yang dimilikinya telah diambil alih oleh Pemerintah Pusat kemudian berusaha untuk mengambil kembali penguasaan atas Dana Miliknya. Pada tahun 1948, Mangkunegaran mengaktifkan kembali Komisi Dana Milik Mangkunegaran dan mengambil kembali penguasaan atas aset-aset perusahaan Mangkunegaran.

Pemerintah Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Republik Indonesia pada tahun 1949, hal ini semakin mempersulit posisi Mangkunegaran dalam mempertahankan aset-aset miliknya. Konflik terbuka antara Pemerintah Pusat dengan Praja Mangkunegaran akhirnya diselesaikan dalam Pengadilan Negeri di Jakarta dengan kekalahan Mangkunegaran. Sebagai hasilnya Komisi Dana Milik Mangkunegaran dibubarkan dan posisi Superintendent ditiadakan.

Proses nasionalisasi aset Mangkunegaran yang berlangsung selama kurang lebih sembilan tahun ini menunjukan bahwa Mangkunegaran masih berhasrat untuk diakuinya Praja Mangkunegaran sebagai daerah Swapraja. Aset-aset yang dimilikinya hingga masa kemerdekaan menunjukan kebesaran Mangkunegaran sebagai kerajaan yang berhasil mengembangkan penerapan sistem ekonomi Eropa dalam kehidupan bernegaranya.

Hilangnya aset ekonomi ini tentu saja berdampak sangat luas dalam kehidupan Praja Mangkunegaran. Baik dalam bidang pemerintahan, ekonomi,

commit to user

sosial dan budaya. Praja Mangkunegaran kemudian beradaptasi dengan mengaktifkan Himpunan Kekerabatan Mangkunegaran untuk mengangkat kembali status dan kedudukan Mangkunegaran dalam masyarakat Surakarta yang pernah hancur dalam masa Revolusi Sosial di Surakarta.

Mangkunegaran kemudian menjadi pusat seni dan budaya berskala Nasional dan Internasional, Praja Mangkunegaran tidak pernah mendebatkan nilai-nilai lama dengan nilai-nilai baru, antara tradisi dan modernisasi. Tetapi lebih menekankan pada pelestarian dan pengembangan tradisi yang dipadukan dan disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Oleh karena itu warna budaya yang muncul tidak berupa seni yang klasik saja, namun juga pengaruh budaya modern. Hal ini sesuai dengan tujuan Mangkunegaran yaitu mengembangkan dan melestarikan kebudayaan Mangkunegaran khususnya, dan budaya Jawa pada umumnya