ascolonicum Linn.) DI KECAMATAN LEMBAH GUMANTI,
KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT
YOKI DAIKHWA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ABSTRAK
YOKI DAIKHWA. Pengelolaan Tanaman dan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Bawang Merah (Allium ascalonicum Linn.) di Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Dibimbing oleh ABDUL MUNIF.
ascolonicum Linn.) DI KECAMATAN LEMBAH GUMANTI,
KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT
YOKI DAIKHWA
A34050046
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul skripsi : Pengelolaan Tanaman dan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Bawang Merah (Allium ascolonicum Linn.) di Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat
Nama : Yoki Daikhwa NRP : A34050046
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Abdul Munif , MSc NIP.196306091989031002
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Dadang, M.Sc NIP. 196402041990021002
Tanggal lulus :
Penulis dilahirkan di desa Kubang Nan Duo, Nagari Sirukam, Kecamatan Payung Sekaki, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, pada tanggal 08 Januari 1987, sebagai putera dari empat bersaudara pasangan Darussalam dan Rafitni. Penulis mempunyai tiga orang adik.
Pada tahun 1993 penulis memulai sekolah di SD Negeri 17 Payung Sekaki lulus tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikan menengah di SLTP Negeri 3 Lembah Gumanti lulus tahun 2003, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Lembah Gumanti lulus tahun 2005. Pada tahun tersebut penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Masuk Seleksi IPB dan tahun 2006 diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.
Semasa kuliah penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan baik didalam maupun diluar kampus. Pada Tahun 2005-2006 aktif di Ikatan Keluarga Mahasiswa Solok dan Ikatan Mahasiswa Pelajar Minang. Pada tahun 2006-2007 aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
PRAKATA
Senandung puji syukur hanya untuk Allah SWT Tuhan seluruh alam atas seluruh nikmat yang diberikan kepada seluruh manusia. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Karya tulis berjudul Pengelolaan tanaman dan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Bawang Merah (Allium ascalonicum L) di Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Baratdibuat dalam rangka memenuhi tugas akhir, sebagai syarat dalam memenuhi gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor, Departemen Proteksi Tanaman .
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Abdul Munif, MSc yang telah memberikan pengarahan, dukungan dan nasehat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. I Wayan Winasa, MSi yang bersedia menjadi dosen penguji tamu. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua penulis atas dukungan dan do’anya, kepada adik-adik (Yuli, Melgo, dan Resfi) dan semua keluarga besar di rumah terima kasih atas do’a, inspirasinya dan dukungannya.
2. Bapak Dr. Ir. Supramana, MSi sebagai selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberikan pengarahan dan nasehat selama menjadi mahasiswa di Departemen Proteksi Tanaman.
3. Bapak Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, MS, Pak Gatot, Bruce, Pipit 42, Apri 42, Mbak Fitri 38 dan kawan-kawan atas bantuan dan kebersamaan di Laboratorium Nematologi Tumbuhan.
4. Dede, Akino, Johan, Hendra, Aryo, Ade, Ambri, Eko, Acui, Ozi, Dengga, Hakim, Pringgo, Wanto, Mahatir dan teman kostan (Savanaer’s: Fuad, Salman, Deni, Kang Yaya, Ichi, Iphul, Rama, Kang Asep) atas bantuan, motivasi dan persahabatannya.
5. Serta kepada teman-teman Poteksi Tanaman Angkatan 42 dan keluarga besar Departemen Proteksi Tanaman yang tidak dapat disebutkan satu per satu terima kasih atas kerjasama dan kebersamaanya.
Akhirnya, semoga semua amal baik dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT dan karya tulis ini dapat bermanfaat serta diterima oleh pihak yang terkait dalam penelitian ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan karya tulis ini masih banyak kekurangan baik dalam isi maupun tata bahasa, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik dari teman-teman dan pembaca.
Bogor, Maret 2010
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
Manfaat ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah ... 3
Manfaat Bawang Merah ... 3
Botani Bawang Merah ... 3
Syarat Tumbuh ... 5
Hama dan Penyakit Bawang Merah ... 5
Penyakit ... 5
Hama ... 7
Pengendalian Hama Terpadu ... 9
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu ... 11
Metode ... 11
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lahan ... . 16
Karakteristik Petani ... 16
Budidaya Tanaman Bawang Merah ... 18
Pengamatan Hama dan Penyakit Bawang Merah ... 23
Hama Bawang Merah ... 23
Penyakit Bawang Merah ... 27
Pengendalian OPT ... 30
Analisis Efesiensi Usahatani ... 33
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36 LAMPIRAN ... 39
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Tingkat serangan Liriomyza sp. pada tanaman bawang merah di Desa Sungai Nanam,
Alahan Panjang dan Salimpat ... 24 2. Rata-rata tingkat serangan Liriomyza sp.
pada tanaman bawang merah di Desa Sungai Nanam,
Alahan Panjang dan Salimpat ... 25 3. Tingkat serangan Spodoptera exigua pada tanaman
bawang merah di Desa Sungai Nanam,
Alahan Panjang dan Salimpat ... 26 4. Rata-rata tingkat serangan Spodoptera exigua pada
tanaman bawang merah di Desa Sungai Nanam,
Alahan Panjang dan Salimpat ... 27 5. Intensitas dan kejadian penyakit bercak ungu Altenaria porri
pada tanaman bawang merah di Desa Sungai Nanam,
Alahan Panjang dan Salimpat ... 28 6. Rata-rata intensitas dan kejadian penyakit bercak ungu
Altenaria porri pada tanaman bawang merah
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Tingkat pendidikan dan umur petani bawang merah
di Kecamatan Lembah Gumanti ... 16
2. Pekerjaan dan pengalaman usahatani bawang merah petani responden ... 17
3. Status kepemilikan lahan dan luas lahan yang dikelola petani 17 4. Pola tanam bawang merah di Kecamatan Lembah Gumanti 18
5. Asal bibit bawang merah yang digunakan petani responden 19 6. Varietas bawang merah yang digunakan petani responden .. 19
7. Penggunaan pupuk an-organik oleh petani responden ... 20
8. Penggunaan pupuk organik oleh petani responden ... 20
9. Petani yang menggunakan mulsa plastik ... 21
10.Pengalaman menggunakan mulsa plastik ... 22
11.Permasalahan yang sering dihadapi petani responden ... 23
12.Imago Liriomyza sp dan gejala tanaman terserang ... 24
13.Larva Spodotera exigua dan gejala serangannya ... 26
14. Konidia Altenaria porri dan gejala penyakit bercak ungu ... 28
15.Metode pengendalian OPT petani responden ... 30
16.Alasan petani melakukan pengendalian kimia ... 31
17.Prediksi petani terhadap kehilangan hasil yang disebabkan oleh OPT pada tanaman bawang merah ... 31
18.Petani yang pernah mengikuti SLPHT ... 32
ascolonicum Linn.) DI KECAMATAN LEMBAH GUMANTI,
KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT
YOKI DAIKHWA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ABSTRAK
YOKI DAIKHWA. Pengelolaan Tanaman dan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Bawang Merah (Allium ascalonicum Linn.) di Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Dibimbing oleh ABDUL MUNIF.
ascolonicum Linn.) DI KECAMATAN LEMBAH GUMANTI,
KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT
YOKI DAIKHWA
A34050046
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul skripsi : Pengelolaan Tanaman dan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Bawang Merah (Allium ascolonicum Linn.) di Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat
Nama : Yoki Daikhwa NRP : A34050046
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Abdul Munif , MSc NIP.196306091989031002
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Dadang, M.Sc NIP. 196402041990021002
Tanggal lulus :
Penulis dilahirkan di desa Kubang Nan Duo, Nagari Sirukam, Kecamatan Payung Sekaki, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, pada tanggal 08 Januari 1987, sebagai putera dari empat bersaudara pasangan Darussalam dan Rafitni. Penulis mempunyai tiga orang adik.
Pada tahun 1993 penulis memulai sekolah di SD Negeri 17 Payung Sekaki lulus tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikan menengah di SLTP Negeri 3 Lembah Gumanti lulus tahun 2003, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Lembah Gumanti lulus tahun 2005. Pada tahun tersebut penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Masuk Seleksi IPB dan tahun 2006 diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.
Semasa kuliah penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan baik didalam maupun diluar kampus. Pada Tahun 2005-2006 aktif di Ikatan Keluarga Mahasiswa Solok dan Ikatan Mahasiswa Pelajar Minang. Pada tahun 2006-2007 aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
PRAKATA
Senandung puji syukur hanya untuk Allah SWT Tuhan seluruh alam atas seluruh nikmat yang diberikan kepada seluruh manusia. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Karya tulis berjudul Pengelolaan tanaman dan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Bawang Merah (Allium ascalonicum L) di Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Baratdibuat dalam rangka memenuhi tugas akhir, sebagai syarat dalam memenuhi gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor, Departemen Proteksi Tanaman .
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Abdul Munif, MSc yang telah memberikan pengarahan, dukungan dan nasehat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. I Wayan Winasa, MSi yang bersedia menjadi dosen penguji tamu. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua penulis atas dukungan dan do’anya, kepada adik-adik (Yuli, Melgo, dan Resfi) dan semua keluarga besar di rumah terima kasih atas do’a, inspirasinya dan dukungannya.
2. Bapak Dr. Ir. Supramana, MSi sebagai selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberikan pengarahan dan nasehat selama menjadi mahasiswa di Departemen Proteksi Tanaman.
3. Bapak Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, MS, Pak Gatot, Bruce, Pipit 42, Apri 42, Mbak Fitri 38 dan kawan-kawan atas bantuan dan kebersamaan di Laboratorium Nematologi Tumbuhan.
4. Dede, Akino, Johan, Hendra, Aryo, Ade, Ambri, Eko, Acui, Ozi, Dengga, Hakim, Pringgo, Wanto, Mahatir dan teman kostan (Savanaer’s: Fuad, Salman, Deni, Kang Yaya, Ichi, Iphul, Rama, Kang Asep) atas bantuan, motivasi dan persahabatannya.
5. Serta kepada teman-teman Poteksi Tanaman Angkatan 42 dan keluarga besar Departemen Proteksi Tanaman yang tidak dapat disebutkan satu per satu terima kasih atas kerjasama dan kebersamaanya.
Akhirnya, semoga semua amal baik dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT dan karya tulis ini dapat bermanfaat serta diterima oleh pihak yang terkait dalam penelitian ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan karya tulis ini masih banyak kekurangan baik dalam isi maupun tata bahasa, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik dari teman-teman dan pembaca.
Bogor, Maret 2010
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
Manfaat ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah ... 3
Manfaat Bawang Merah ... 3
Botani Bawang Merah ... 3
Syarat Tumbuh ... 5
Hama dan Penyakit Bawang Merah ... 5
Penyakit ... 5
Hama ... 7
Pengendalian Hama Terpadu ... 9
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu ... 11
Metode ... 11
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lahan ... . 16
Karakteristik Petani ... 16
Budidaya Tanaman Bawang Merah ... 18
Pengamatan Hama dan Penyakit Bawang Merah ... 23
Hama Bawang Merah ... 23
Penyakit Bawang Merah ... 27
Pengendalian OPT ... 30
Analisis Efesiensi Usahatani ... 33
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36 LAMPIRAN ... 39
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Tingkat serangan Liriomyza sp. pada tanaman bawang merah di Desa Sungai Nanam,
Alahan Panjang dan Salimpat ... 24 2. Rata-rata tingkat serangan Liriomyza sp.
pada tanaman bawang merah di Desa Sungai Nanam,
Alahan Panjang dan Salimpat ... 25 3. Tingkat serangan Spodoptera exigua pada tanaman
bawang merah di Desa Sungai Nanam,
Alahan Panjang dan Salimpat ... 26 4. Rata-rata tingkat serangan Spodoptera exigua pada
tanaman bawang merah di Desa Sungai Nanam,
Alahan Panjang dan Salimpat ... 27 5. Intensitas dan kejadian penyakit bercak ungu Altenaria porri
pada tanaman bawang merah di Desa Sungai Nanam,
Alahan Panjang dan Salimpat ... 28 6. Rata-rata intensitas dan kejadian penyakit bercak ungu
Altenaria porri pada tanaman bawang merah
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Tingkat pendidikan dan umur petani bawang merah
di Kecamatan Lembah Gumanti ... 16
2. Pekerjaan dan pengalaman usahatani bawang merah petani responden ... 17
3. Status kepemilikan lahan dan luas lahan yang dikelola petani 17 4. Pola tanam bawang merah di Kecamatan Lembah Gumanti 18
5. Asal bibit bawang merah yang digunakan petani responden 19 6. Varietas bawang merah yang digunakan petani responden .. 19
7. Penggunaan pupuk an-organik oleh petani responden ... 20
8. Penggunaan pupuk organik oleh petani responden ... 20
9. Petani yang menggunakan mulsa plastik ... 21
10.Pengalaman menggunakan mulsa plastik ... 22
11.Permasalahan yang sering dihadapi petani responden ... 23
12.Imago Liriomyza sp dan gejala tanaman terserang ... 24
13.Larva Spodotera exigua dan gejala serangannya ... 26
14. Konidia Altenaria porri dan gejala penyakit bercak ungu ... 28
15.Metode pengendalian OPT petani responden ... 30
16.Alasan petani melakukan pengendalian kimia ... 31
17.Prediksi petani terhadap kehilangan hasil yang disebabkan oleh OPT pada tanaman bawang merah ... 31
18.Petani yang pernah mengikuti SLPHT ... 32
20.Sikap petani pada penggunaan pestisida dalam mengendalikan
OPT bawang merah ... 33 21.Rasio R/C usahatani bawang merah Desa Sungai Nanam,
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah (Allium ascalonicum Linn.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Bawang merah termasuk sayuran yang multiguna yang dimanfaatkan sebagai rempah-rempah pelengkap bumbu masak, bahan untuk industri makanan dan dipakai sebagai obat tradisional (Putrasamedja, 1996).
Komoditas ini merupakan sumber pendapatan dan lapangan kerja bagi masyarakat dan telah terbukti memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah dengan luas areal pertanaman secara Nasional mencapai 91.780 ha dengan poduktivitas 8,98 ton/ha (Deptan, 2008). Bawang merah dihasilkan di 24 dari 30 propinsi di Indonesia. Propinsi penghasil utama bawang merah (luas areal panen > 1.000 hektar per tahun) diantaranya adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, D.I Yogyakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bali, NTB dan Sulawesi Selatan. Produksi Nasional pada tahun 2008 adalah 853.615 ton (BPS, 2009).
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan nasional. Beberapa kendala produksi bawang merah diantaranya masih tingginya intensitas serangan hama dan penyakit, ketersediaan benih bermutu belum mencukupi secara tepat, belum tersedia varietas unggul yang tahan terhadap penyakit utama, penerapan teknik budidaya yang baik belum dilakukan secara optimal, kelembagaan petani belum dapat menjadi pendukung usahatani, skala usaha relatif masih kecil akibat sempitnya kepemilikan lahan dan lemahnya permodalan (Baswarsiati et al, 1999, 2000; Setiawati et al, 2005).
Kecamatan Lembah Gumanti merupakan salah satu penghasil bawang merah yang berada di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Produktivitas bawang merah Kecamatan Lembah Gumanti yaitu 8 ton/ha dengan total produksi 9.424 ton. Daerah ini memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan jenis tanaman bawang merah.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pengelolaan tanaman dan organisme pengganggu tanaman (OPT) bawang merah oleh petani di Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Bawang Merah (Allium ascalonicum Linn.)
Manfaat Bawang Merah
Bawang merah banyak dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap rasa makanan. Adanya kandungan minyak atsiri dapat menimbulkan aroma yang khas dan memberikan cita rasa yang gurih serta mengundang selera, disamping itu kandungan minyak atsiri juga berfungsi sebagai pengawet karena bersifat bakterisida dan fungisida sehingga dapat menekan bakteri dan cendawan tertentu, umbi bawang merah berkhasiat mengobati luka, panas atau demam dan digunakan untuk menghilangkan lendir pada tenggorokan, dapat memperpanjang nafas, dan mengobati maag. Menurut sebuah penelitian, bawang merah mampu menurunkan kandungan gula dan kolesterol tubuh, menghambat penumpukan trombosit, serta meningkatkan aktifitas fibrinolitik sehingga dapat memperlancar aliran darah. Bawang merah juga dapat memobilisasi kolesterol dari tempat penimbunan. Sehingga bawang merah mampu menekan penyakit kencing manis dan kemungkinan komplikasinya (Rahayu dan Berlian, 1998).
Botani Bawang Merah
Bawang merah (Allium ascalonicum Linn) merupakan tanaman sayuran yang diklasifikasikan dalam kelas monocotyledonae, ordo Aspergales, family Alliaceae dan genus Allium ( Brewster 1994). Bawang merah termasuk kedalam genus Allium yang terdiri lebih dari 500 spesies dengan 250 spesies tergolong jenis bawang-bawangan (Rubatky dan Yamaguchi, 1998).
Bawang merah (Allium ascalonicum Linn) diperkirakan berasal dari Tajikistan, Afganistan dan Iran. Bawang merah merupakan tanaman herba monokotil biennial (dua-tahunan) yang ditanam sebagai tanaman semusim. Bawang merah merupakan tanaman heterozigot oleh karena itu keturunan dari biji tidak sama dengan tetuanya sehingga tanaman biasanya diperbanyak dengan umbi (Rubatky dan Yamaguchi, 1998).
merah memiliki batang sejati yang berbentuk seperti cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya akar dan mata tunas (titik tumbuh), di atasnya terdapat batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun dan batang semu yang berada di dalam tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis. Daun berbentuk silindris kecil memanjang antara 50-70 cm, bagian ujung daunnya meruncing dan bagian bawahnya melebar seperti kelopak dan membengkak, sehingga jika dipotong melintang dibagian ini akan terlihat lapisan-lapisan yang berbentuk seperti cincin (Rubatky dan Yamaguchi, 1998).
Umbi yang berkembang dengan baik dapat mencapai diameter kira-kira 5 cm. Beberapa helai kelopak daun terluar (2-3 helai) tipis dan mengering karena kehilangan dagingnya selama pembentukan umbi. Kelopak yang menipis dan kering ini membungkus lapisan kelopak daun yang ada di dalamnya, karena kelopak daun membengkak, bagian ini akan terlihat menggembung, membentuk umbi yang merupakan umbi lapis. Bagian yang menggembung berisi cadangan makanan untuk persediaan makanan bagi tunas yang akan menjadi tanaman baru, sejak mulai bertunas sampai keluar akarnya. Bagian atas bengkak lalu mengecil kembali dan tetap saling membungkus sehingga membentuk batang semu (Wibowo, 1999).
5
Syarat Tumbuh
Bawang merah dapat tumbuh di daerah dataran rendah dan dataran tinggi. Pertumbuhan optimal biasanya dijumpai di daerah dengan ketinggian 10-250 meter di atas permukaan laut (dpl). Pada daerah dataran tinggi (800 m dpl) tanaman bawang merah masih dapat tumbuh, tetapi umurnya menjadi lebih panjang 0,5-1 bulan dan hasil umbinya lebih rendah dari dataran rendah. Untuk dapat tumbuh dan menghasilkan umbi yang baik, tanaman bawang merah membutuhkan kondisi beriklim kering dengan suhu udara rata-rata optimal sekitar 24˚C, sedangkan suhu udara rata-rata tahunannya sebesar 30˚C. di daerah yang bersuhu udara 22˚C, tanaman bawang merah dapat membentuk umbi tetapi hasil umbinya tidak sebaik di daerah yang bersuhu udara antara 25-30˚C. Kondisi tanah yang baik untuk pertumbuhan bawang merah adalah tanah yang gembur, subur, banyak mengandung bahan organik (humus), aerasinya baik dan tidak becek. Bawang merah dapat tumbuh pada pH tanah mendekati netral yaitu berkisar antara 5,50-6,50. Tanaman ini tidak menyukai curah hujan yang tinggi, terutama pada masa tuanya (menjelang panen). Curah hujan yang baik untuk tanaman bawang merah adalah 100-200 mm/bulan (Rahayu dan Berlian, 1998). .
Hama dan Penyakit Bawang Merah Penyakit bawang merah
Bercak Ungu disebabkan oleh Altenaria porri (Ell.) Cif )
Pada daun terdapat bercak kecil, melekuk, berwarna putih atau kelabu. Jika membesar, becak tampak bercincin-cincin, dan warnanya agak keunguan. Tepinya agak kemerahan atau keunguan dan di kelilingi oleh zone berwarna kuning yang dapat meluas agak jauh di atas atau di bawah bercak. (Samangun, 2007).
hujan rintik-rintik dapat mendorong perkembangan penyakit. Pemupukan dengan dosis N yang tinggi atau tidak berimbang, keadaan drainase tanah yang tidak baik, dan suhu antara 30-32˚ C merupakan perkembangan yang menguntungkan bagi patogen. Namun konidia tidak mampu bertahan hidup lebih lama jika jatuh di atas tanah. Oleh karena itu penyakit becak ungu adalah penyakit lahir (tular) udara dan lahir bibit (umbi) (Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, 2007).
Embun Buluk/Tepung Palsu (Downy mildew) disebabkan oleh Peronospora destructor ( Berk) Casp.
Pada tanaman mulai membentuk umbi lapis, di dekat ujung daun timbul bercak hijau pucat. Pada waktu cuaca lembab pada permukaan daun berkembang kapang (mould.) yang berwarna putih lembayung atau ungu. Daun segera menguning, layu dan menngering. Daun mati yang berwarna putih diliputi oleh kapang yang berwarna hitam (Suhendro et al, 2000).
Patogen dapat bertahan pada biji, umbi dan di dalam tanah dari musim ke musim. Pada cuaca lembab dan sejuk, patogen dapat berkembang dengan baik. Penyebaran spora melalui angin. Penyakit ini berkembang pada musim hujan, bila udara sangat lembab dan suhu malam hari rendah. Kelembaban tinggi, suhu sejuk sangat menguntungkan perkembangan patogen. Kesehatan benih/ umbi yang ditanam akan mempengarui serangan patogen di lapang. Penyakit ini bersifat tular udara (air born), tular bibit (seed born), maupun tular tanah (soil born) khususnya jika lahan basah dan drainase buruk (Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, 2007).
Antraknosa disebabkan oleh Colletotricum gleosporioides (Penz.)
7
Konidia membentuk apresoria yang dirangsang oleh keadaan suhu, kelembaban dan nutrisi yang cocok. Saat perkembangan apresoria akan cepat dan mudah menginfeksi inangnya. Perkembangan penyakit ini berkurang pada musim kemarau, atau di lahan yang mempunyai draenase baik, dan gulmanya terkendali. Apabila kelembaban udara tinggi terutama di musim hujan, miselium akan tumbuh dari helai daun menembus sampai ke umbi menyebar ke permukaan tanah. Miselium yang ada di permukaan tanah berwarna putih dan dapat menyebar ke tanaman lain yang berdekatan. Daun menjadi kering, umbi membusuk, infeksi sporadis, dan menyebabkan hamparan tanaman terlihat gejala botak dibeberapa tempat (Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, 2007).
Mati pucuk disebabkan oleh cendawan Phytoptora porri (Faister).
Ujung daun busuk kebasahan yang berkembang kebawah. Jika cuaca lembab jamur membentuk massa jamur seperti beledu. Bagian tanaman yang sakit menjadi mati, berwarna coklat, kemudian putih. Cendawan mempunyai miselium yang khas, hifa tidak seragam kadang berbentuk elips dan berdiameter sekitar 8 µm. Sporangiofora berbentuk hialin, bercabang tidak menentu, bentuknya mirip dengan hifa biasa. Klamidospora pada media memiliki diameter rata-rata 30 µm. Oogonia berdiameter sekitar 34 µm, berwarna kuning coklat terang dan berdinding lapis dengan jumlah antara 4-5 lapis (Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, 2007).
Hama bawang merah
Ulat grayak Spodoptera exigua (Lepidotera : Noctuidae)
Ulat bawang merah sering menyerang bawang merah, bawang daun, bawang daun, kucai, jagung, cabai dan kapri. Daun bawang merah yang terserang kelihatan ada becak putih panjang atau menjadi seperti membran dan layu. Warna ulat mula-mula hijau, kemudian menjadi cokelat tua dengan garis-garis putih. Panjang ulat lebih kurang 2,5 cm.
bulu-bulu tipis. Sesudah menetas, ulat segera masuk ke dalam rongga daun bawang merah sebelah atas. Mula-mula ulat berkumpul, setelah itu daun habis dimakan, ulat segera menyebar. Jika populasi besar, ulat juga memakan umbi. Perkembangan ulat di dalam daun lebih kurang 9-14 hari. Ulat kemudian berkepompong di dalam tanah.
Pengorok daun Liriomyza sp. (Diptera : Agromyzidae)
Hama pengorok daun termasuk hama baru di Indonesia. Hama ini merupakan hama pendatang dari benua Amerika Latin yang masuk ke Indonesia sekitar tahun 90 an. Hama pengorok daun sebenarnya sejenis lalat termasuk dalam ordo Diptera, famili Agromyzidae. Hewan ini memiliki satu pasang sayap sehingga disebut Diptera. Beberapa spesies hama pengorok daun yang merusak tanaman sayuran diantaranya Liriomyza huidobrensis yang menyerang sayuran kentang, Liriomyza trifolii yang menyerang bunga krisan dan Liriomyza chinensis
yang menyerang tanaman bawang. Hama pengorok daun sangat ditakuti oleh petani sayuran, karena kerusakan yang ditimbulkannya mencapai 60-100%.
9
punggungnya berwarna hitam, sedangkan pada lalat L. huidobrensis dan L. sativa
di bagian ujung punggungnya terdapat warna kuning (Samsudin et al, 2008).
Ulat tanah Agrotis ipsilon (Lepidotera : Noctuidae)
Warna ulatnya coklat tua sampai kehitaman, agak mengkilap, dan sering kali ada garis coklat pada kedua sisinya. Biasanya pada sisi punggungnya ada kutil yang dikelilingi bintik-bintik kecil berwarna cokelat muda. Sayap muka ngengat berwarna coklat kelabu dengan bercak bebentuk ginjal di tengah. Selain itu, ada 3 bercak hitam berbentuk baji dan garis melintang yang samar-samar. Sayap belakangnya pucat, jika dibentangkan panjang sayap mencapai 40-50 mm.
Telurnya bulat putih diletakkan di atas tanah yang lembab, sekali bertelur rata-rata mencapai 1.500 butir. Warna ulat yang baru saja menetas mula-mula abu-abu kehijauan, kemudian berubah menjadi kelabu kecoklatan dan akhirnya menjadi coklat tua kehitaman. Pada waktu siang ulat membuat lubang di dalam tanah dan malam harinya keluar untuk mencari makanan. Mula-mula hidup menggerombol tetapi sesudah tua menyendiri dan kadang-kadang memakan temannya sendiri. Pupanya berada dalam tanah yang lembab dan berwarna coklat tua. Masa hidup satu generasi lebih kurang 5-6 minggu.
Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
PHT adalah suatu konsep pengendalian OPT berdasarkan pendekatan ekologi yang menggunakan multidisplin ilmu untuk pengelolaan populasi hama dengan memanfaatkan beraneka ragam teknik pengendalian yang terintegrasi dalam satu kesatuan sistem pengelolaan populasi hama secara berkesinambungan dengan wawasan lingkungan. Dalam pengertian PHT tidak hanya serangga yang disebut hama, tetapi juga spesies-spesies makhluk lainya yaitu vertebrata (missal tikus, ayam, babi hutan, gajah), tungau, jamur, bakteri, virus, cacing, dan tumbuhan (gulma atau tanaman pengganggu). Hama adalah semua organisme atau agensia biotik yang merusak tanaman atau hasil tanaman dengan cara yang bertentangan dengan kepentingan manusia (Smith, 1983).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada lahan petani di Desa Sungai Nanam, Alahan
Panjang dan Salimpat, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera
Barat. Identifikasi Serangga dan Patogen dilakukan di Balai Penelitian Tanaman
Buah Tropika, Kabupaten Solok, Sumatera Barat dan Laboratorium Nematologi
Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2009.
Metode Penelitian Penentuan lahan pengamatan dan petak contoh
Penelitian dilaksanakan dengan melakukan pengamatan langsung pada
lahan milik petani di Desa Sungai Nanam, Alahan Panjang, dan Salimpat,
Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Setiap desa
dipilih 4 lahan tanaman bawang merah dengan luasan 0,3-1 ha. Setiap lahan
diamati tiap minggu sebanyak 6 kali pengamatan. Masing-masing lahan diambil
5 petak contoh dan setiap petak contoh diambil 5 rumpun tanaman contoh.
Pengambilan petak contoh dilakukan secara diagonal dengan satu petak contoh
terletak di perpotongan garis diagonal lahan dan empat lainnya terletak pada
garis-garis diagonal.
Pengamatan hama
Pengamatan hama dilakukan secara langsung pada setiap tanaman contoh,
dengan mengidentifikasi jenis hama dan menghitung tingkat kerusakan tanaman
berdasarkan gejala serangan pada tiap tanaman contoh. Untuk hama yang tidak
dapat diidentifikasi di lapangan dimasukkan kedalam alkohol 70% untuk
diidentifikasi di laboratorium.
Perbedaan tingkat kerusakan tanaman pada setiap desa diolah dengan uji-t
pada taraf nyata 5% menggunakan program MINITAB 14. Intensitas kerusakan
∑ (nx v)
I = ——— X 100%
N x V
I = Intensitas kerusakan (%)
n = jumlah tanaman dalam setiap kategori serangan
v = nilai skala tiap kategori serangan
N = Jumlah tanaman yang diamati
V = nilai skala serangan tertinggi
Nilai skala kerusakan (vi) ditentukan sebagai berikut :
vi = 0 : bila tidak ada gejala kerusakan
vi = 1 : bila gejala kerusakan 1-20%
vi = 2 : bila gejala kerusakan 21-40%
vi = 4 : bila gejala kerusakan 61-80%
vi = 5 : bila gejala kerusakan 81-100%
vi = 3 : bila gejala kerusakan 41-60%
Pengamatan penyakit
Pengamatan penyakit dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap
gejala yang terdapat pada tanaman contoh. Contoh tanaman sakit diamati di
laboratorium untuk diidentifikasi. Gejala penyakit pada setiap tanaman contoh
dihitung untuk menentukan kejadian penyakit dan intensitas penyakit.
Kejadian penyakit dihitung berdasarkan proporsi tanaman yang terserang
dalam suatu pertanaman, tanpa memperhitungkan berat atau ringannya serangan
13
Kejadian penyakit = n/N x 100%
n = Jumlah tanaman yang terserang
N = Jumlah tanaman yang diamati
Untuk penyakit yang bersifat polisiklik (Siklus infeksi terjadi
berulang-ulang dalam rantai infeksi, misal: blas daun, bercak daun, dan bulai) dihitung juga
intensitas penyakit. Penentuan intensitas penyakit didasarkan pada rumus
Townsend dan Heuberger (1974 dalam Agrios 1997):
∑ni x vi
Intensitas penyakit = ——— X 100%
N x V
ni = jumlah tanaman yang terserang pada kategori ke-i
vi = nilai skala kerusakan ke-i
N = total tanaman contoh
V = nilai skala kerusakan tertinggi (=5)
Nilai skala kerusakan (vi) ditentukan sebagai berikut :
vi = 0 : bila tidak ada gejala kerusakan
vi = 1 : bila gejala kerusakan 1-20%
vi = 2 : bila gejala kerusakan 21-40%
vi = 4 : bila gejala kerusakan 61-80%
vi = 5 : bila gejala kerusakan 81-100%
vi = 3 : bila gejala kerusakan 41-60%
Wawancara dengan petani
Wawancara dengan petani dilakukan dengan menggunakan kuisioner.
Wawancara dimaksudkan untuk memperoleh data primer tentang tingkat
lahan, pengetahuan tentang pengelolaan tanaman dan organisme pengganggu
tanaman (OPT) bawang merah, cara pengendalianya, biaya produksi, serta
pengetahuan, sikap dan tindakan petani dalam mengelola pertanaman.
Jumlah petani responden masing-masing desa adalah 20 orang. Responden
dipilih tanpa membedakan antara petani yang pernah mengikuti SLPHT dan tidak
pernah mengikuti SLPHT. Data sekunder meliputi curah hujan, suhu, pH,
produksi, dan lain-lain berasal dari data yang sudah ada pada instansi pertanian
yang terkait, Kantor Kecamatan dan Kantor BPP Kecamatan Lembah Gumanti.
Analisis usahatani
1. Analisis pendapatan usahatani
Analisis pendapatan usahatani bertujuan untuk mengetahui besar keuntungan
yang diperoleh dari usaha yang dilakukan. Untuk menghitung pendapatan
usahatani dapat digunakan rumus menurut Soekartawi (2002) :
Pendapatan = TR - TC
Total Penerimaan (TR) = PxQ
Total Biaya (TC) = Biaya Tunai + Biaya Diperhitungkan
Pendapatan = (PxQ) - (Biaya Tunai + Biaya Diperhitungkan)
2. Efesiensi usahatani diukur Return Cost Ratio (R/C)
Return Cost Ratio (R/C) atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara
penerimaan dan biaya. Analisis R/C ratio bertujuan untuk menguji sejauh
mana hasil yang diperoleh dari usahatani tertentu. Nilai R/C meliputi R/C
tunai dan R/C total, R/C tunai merupakan perbandingan penerimaan dengan
biaya tunai sedangkan R/C total merupakan perbandingan penerimaan dengan
total biaya yang dikeluarkan. Apabila nilai R/C ratio > 1 berarti penerimaan
yang diperoleh lebih besar daripada pada tiap unit biaya yang dikeluarkan
untuk memperoleh penerimaan tersebut, apabila nilai R/C ratio < 1 maka tiap
unit yang dikeluarkan akan lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh,
15
usaha berada pada keuntungan normal (normal profit). Rumus menurut
Soekartawi (2002):
Penerimaan Total Q x P
R/C ratio = ———————— = ————
Biaya Total BT + BD
Q = Total Produksi (kg)
P = Harga Jual Produk (Rp)
BT = Biaya Tunai (Rp)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lahan Pertanaman Bawang Merah
Desa Sungai Nanam, Alahan Panjang, dan Salimpat termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Secara umum tiga desa tersebut berada pada ketinggian 1458 di atas permukaan laut (dpl) dengan curah hujan 2634 mm/tahun dan suhu udara 16-24˚C, jenis tanah Andosol, dengan pH tanah 4-5. Pada umumnya lahan pertanian di ketiga desa tersebut ditanami bawang merah, kubis, cabe, tomat, bawang daun wortel, buncis dan kentang. Tanaman lain yang juga ditanam oleh masyarakat setempat adalah padi sawah, tebu, kopi, casiavera dan jahe.
Karakteristik Petani Bawang Merah di Kecamatan Lembah Gumanti
Berdasarkan hasil wawancara terhadap 60 petani bawang merah di ketiga desa tersebut, sebagian besar petani responden pernah mendapatkan pendidikan formal. Petani dengan pendidikan Sekolah Dasar dan tidak tamat Sekolah Dasar hampir mencapai 60 %, sedangkan yang pernah/ lulus Sekolah Menengah Pertama 22%, Sekolah Menengah Atas 17 %, Perguruan Tinggi 5%. Hal ini menunjukan semakin merata dan membaiknya pendidikan petani. Rata-rata umur petani responden (80%) berkisar 21-50 tahun. Hal ini menggambarkan bahwa rata-rata usia petani responden masih tergolong usia produktif. Sukirno (1981) menyatakan umur antara 15-50 tahun merupakan umur produktif di negara berkembang.
17
[image:38.612.135.510.232.374.2]Bertani merupakan pekerjaan utama penduduk Kecamatan Lembah Gumanti yaitusebanyak 89%. Potensi lahan yang baik untuk usahatani hortikultura khususnya tanaman bawang merah merupakan faktor pendorong untuk tetap bertani. Hal ini terlihat juga dari pengalaman usahatani bawang merah sebagian besar petani yang cukup lama yaitu lebih 15 tahun. Selain petani, PNS dan wiraswasta banyak juga yang tertarik berinfestasi di sektor pertanian.
Gambar 2 Pekerjaan dan pengalaman usaha bawang merah petani responden
Berdasarkan survei diketahui bahwa sebanyak 90% petani responden sebagai pemilik lahan sendiri. Lahan yang ada merupakan warisan dari keluarga secara turun temurun dan hasil dari membeli dari petani lain. Luas lahan pada umumnya kurang dari 0.5 ha. Namun dewasa ini perkembangan usaha menjadi terhambat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dengan ketersedian lahan yang terbatas baik karena usahatani sendiri maupun karena konversi lahan pertanian menjadi perumahan. Sehingga kemungkinan persentase petani yang menyewa lahan (8%) dan penggarap (2%) akan bertambah.
[image:38.612.141.477.564.665.2]Sebanyak 53,3% petani responden yang melakukan pola tanam rotasi. Petani melakukan rotasi tanaman dengan tanaman lain bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah menjadi lebih baik dan merupakan alternatif untuk mengurangi resiko kegagalan panen menjadi lebih rendah. Sebanyak 45% petani responden melakukan pola tanam secara terus menerus sepanjang musim, bahkan petani tetap menanam bawang merah pada musim yang kurang baik untuk budidaya tanaman. Hal ini tidak menjadi pembatas bagi petani, terutama bagi petani yang dapat mengelola tanaman bawang dengan baik. Sebanyak 5% responden melakukan pola tanam secara tumpang sari antara tanaman bawang merah dengan cabe, bawang merah dengan salada dan bawang daun.
Gambar 4 Pola tanam bawang merah di Kecamatan Lembah Gumanti
Budidaya Tanaman Bawang Merah Bibit
Petani di Desa Sungai Nanam (95%) dan Salimpat (85%) umumnya memperoleh bibit bawang merah dengan cara membibitkan sendiri. Sedangkan petani Desa Alahan Panjang sebagian besar petani membeli bibit dari petani lain (45%). Hal ini karena bibit yang dibeli mempunyai kualitas yang baik dan bisa langsung ditanam di lahan tanpa harus mengeringkan terlebih dahulu.
19
[image:40.612.187.453.153.294.2]singkia Cirebon karena memiliki umur yang pendek (70 hari), dan memiliki kesesuaian dengan kondisi lahan setempat.
Gambar 5 Asal bibit bawang merah yang digunakan petani responden
Gambar 6 Varietas bawang merah yang digunakan petani responden
Pengolahan tanah dan pemupukan
[image:40.612.165.500.349.511.2]yang banyak digunakan adalah pupuk NPK (NPK cap kuda, NPK mutiara dan NPK PONSKA) dan aplikasinya umumnya dicampur dengan jenis pupuk yang lain (gambar 7).
Pupuk organik atau pupuk kandang yang digunakan adalah berasal dari kotoran ayam, kotoran sapi dan kompos. Sebagian besar petani responden menggunakan pupuk organik. Hal ini menunjukan kesadaran petani akan pentingnya penggunaan pupuk organik cukup baik, sehingga dapat memperbaiki struktur tanah yang berdampak negatif karena penggunaan pupuk an-organik secara terus-menerus.
Gambar 7 Penggunaan pupuk an-organik oleh petani responden
21
Pengendalian gulma
Pengendalian gulma dilakukan secara mekanik dengan mencabut langsung gulma menggunakan tangan, dan secara kimia menggunaan herbisida, serta penggunaan mulsa plastik hitam perak. Umumnya petani melakukan kombinasi ketiga metode pengendalian tersebut.
Penggunaan Mulsa Plastik Hitam Perak
Umumnya petani sudah menggunakan mulsa plastik untuk budidaya bawang merah. Sebanyak 85% petani menggunakan mulsa sebagai salah satu cara untuk mengendalikan gulma. Pertimbangan petani menggunakan mulsa, karena mulsa dapat digunakan 3 sampai 5 kali musim tanam, sehingga petani dapat menghemat biaya penyiangan dan penggunaan pupuk. Selain itu diyakini oleh petani penggunaan mulsa plastik dapat mengurangi pencucian hara, meningkatkan kualitas produk, menekan gulma, meningkatkan kelembaban tanah dan meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi. Pemanfaatan mulsa juga diharapkan dapat membantu menurunkan laju penguapan dan porositas (penyerapan) air dalam tanah (Lamont, 1993; Zulkarnain, 1997). Penggunaan mulsa plastik di Kecamatan Lembah Gumanti mengalami peningkatan cukup tinggi dalam 10 tahun terakhir.
Gambar 10 Pengalaman petani menggunakan mulsa plastik
Permasalahan dalam usahatani
23
Gambar 11 Permasalahan yang sering dihadapi petani Kecamatan Lembah Gumanti
Pengamatan Hama dan Penyakit Bawang Merah
Hama bawang merah
Hama yang banyak ditemukan di lahan pertanaman bawang merah adalah lalat pengorok daun Liriomyza sp. (Diptera: Agromyzidae) dan ulat grayak
Spodotera exigua (Lepidoptera: Noctuidae).
Pengorok daun Liriomyza sp. (Diptera: Agromyzidae)
Serangan hama Liriomyza sp. ditemukan hampir di setiap lahan pengamatan. Serangan awal dapat terjadi pada saat tanaman berumur masih muda antara 2-3 minggu setelah tanam (MST). Perkembangan populasi
.
(a) (b) Gambar 12 Imago Liriomyza sp. (a) dan gejala serangannya (b)
Tabel 1 Tingkat serangan Liriomyza sp. pada tanaman bawang merah di Desa Sungai Nanam, Alahan Panjang, dan Salimpat.
P) Pengamatan mingguan
Intensitas kerusakan berkisar antara 2-45%. Intensitas kerusakan oleh
Liriomyza sp. tertinggi terdapat di Desa Alahan Panjang yaitu 45% dan yang terendah di Desa Salimpat sebesar 2%. Tabel 1 dapat dilihat tingkat kerusakan hama ini di Desa Alahan Panjang cenderung meningkat tinggi pada tiap pengamatan.
Desa Intensitas Kerusakan (%)
P-1 P-2 P-3 P-4 P-5 P-6
Sungai Nanam 17 17 23 27 11 12
Alahan Panjang 11 6 22 34 45 43
25
Tabel 2 Rata-rata tingkat serangan Liriomyza sp. pada tanaman bawang merah di Desa Sungai Nanam, Alahan Panjang, dan Salimpat.
Rata-rata intensitas kerusakan oleh Liriomyza sp. tertinggi terdapat di Desa Alahan Panjang yaitu 25,3% berbeda nyata dengan di Desa Salimpat sebesar 13.3 %. Hal ini diduga karena musim kemarau di Desa Alahan Panjang lebih lama dibandingkan dengan di Desa Salimpat sehingga kondisi tersebut dapat meningkatkan populasi hama, selain itu sebagian lahan yang diamati dan lahan disekitarnya banyak ditumbuhi oleh gulma, salada, buncis, yang merupakan tanaman inang Liriomyza sp, sehingga diduga Liriomyza sp dapat berpindah kepada lahan yang diamati, kemungkinan yang lain pestisida yang digunakan petani kurang efektif dalam mengendalikan hama tersebut.
Ulat grayak Spodotera exigua (Lepidoptera: Noctuidae)
Serangan hama S. exigua menyebabkan hilangnya bagian daun dari tanaman yang ditandai dengan adanya telur dan larva pada bagian daun yang terserang. Kerusakan pada daun oleh ulat S. exigua ditunjukan adanya bercak-bercak putih yang makin lama makin meluas, sehingga daun berubah menjadi membran putih transparan atau lubang masuk (windowing). Bila populasi sangat tinggi larva S. exigua dapat merusak sampai ke umbi.
Desa Intensitas Kerusakan
Rataan±Sd P-value
Sungai Nanam 17.59 ± 11.18 0.096
Alahan Panjang 25.3 ± 3. 89
Sungai Nanam 17.59 ± 11.18 0.148
Salimpat 13.3 ± 8.78
Alahan Panjang 25.3 ± 3. 89 0.009
(a) (b) Gambar 13 Larva S. exigua (a) dan gejala seranganya (b)
Tabel 3 Tingkat serangan S. exigua pada tanaman bawang merah di Desa Sungai Nanam, Alahan Panjang, dan Salimpat.
P) Pengamatan mingguan
Intensitas kerusakan oleh S. exigua disetiap pengamatan tergolong rendah yaitu berkisar 0-5%. Serangan hama ini di Desa Salimpat ditemukan pada pengamatan 1 dan 2 dan pada beberapa pengamatan selanjutnya tingkat kerusakan tidak ada. Dari pengamatan langsung dapat terlihat bahwa sanitasi lahan dan penggunaaan pestisida di desa ini cukup baik sehingga dapat menekan perkembangan hama tersebut.
Desa Intensitas Kerusakan (%)
P-1 P-2 P-3 P-4 P-5 P-6
Sungai Nanam 5 4 0.5 1 3 0
Alahan Panjang 0 2 4 4 4 0
27
Tabel 4 Rata-rata tingkat serangan S. exigua pada tanaman bawang merah di Desa Sungai Nanam, Alahan Panjang, dan Salimpat.
Secara umum rata-rata intensitas kerusakan oleh S. exigua tergolong rendah yaitu berkisar 0.4-2.34 %. Berdasarkan uji t menunjukan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 5% di ketiga desa yang diamati. Salah satu faktor yang menyebabkan tingkat serangan yang rendah adalah penggunaan pestisida yang intensif, sanitasi lahan dan irigasi yang baik diduga dapat menekan perkembangan hama ulat grayak. Pada umumnya petani menggunakan insektisida berbahan aktif klorofukonazol karena menurut petani sangat efektif dalam menekan populasi hama tersebut.
Penyakit bawang merah Becak ungu Altenaria porri
Serangan A. porri mulai terlihat pada pengamatan minggu ke empat dan ke lima. Pergantian musim dari musim kemarau ke musim hujan diduga menjadi salah satu penyebab munculnya serangan A. porri. Menurut (Veloso, 2007) Keadaan udara yang lembab, suhu udara 30-32˚ C, cuaca mendung dan hujan rintik-rintik dapat mendorong perkembangan penyakit yang disebabkan oleh A. porri.
Desa Intensitas Kerusakan
Rataan±Stedev P-value
Sungai Nanam 2.02 ± 4.36 0.817
Alahan Panjang 2.34 ± 5.29
Sungai Nanam 2.02 ± 4.36 0.087
Salimpat 0.4 ± 0.85
Alahan Panjang 2.34 ± 5.29 0.089
(a) (b)
Gambar 14 Konidia A. porri (a) dan gejala penyakit bercak ungu (b)
Tabel 5 Intensitas dan kejadian penyakit bercak ungu A. porri pada tanaman bawang merah di Desa Sungai Nanam, Alahan Panjang, dan Salimpat
Desa Intensitas Serangan (%) Kejadian Penyakit (%) P1 P2 P3 P4 P5 P6 P1 P2 P3 P4 P5 P6
Sungai
Nanam 0 0 0 0 31 32 0 0 0 0 61 71 Alahan
Panjang 0 0 0 0 16 24 0 0 0 0 51 47 Salimpat 0 0 0 19 29 23 0 0 0 68 94 67
P) Pengamatan mingguan
29
Tabel 6 Rata-rata intensitas dan kejadian penyakit bercak ungu A.porri pada tanaman bawang merah di Desa Sungai Nanam, Alahan Panjang, dan Salimpat.
Desa Intensitas Penyakit Kejadian Penyakit
Rataan±Sd P-value Rataan ± Sd P-value
Sungai Nanam 10.48 ± 24.64 0.395 22 ± 37.84 0.445 Alahan Panjang 5.57 ± 13.22 14.33 ± 30.73
Sungai Nanam 10.48 ± 24.64 0.825 22 ± 37.84 0.173 Salimpat 11.77 ± 13.69 38.17 ± 42.89
Alahan Panjang 5.57 ± 13.22 0.118 14.33 ± 30.73 0.033
Salimpat 11.77 ± 13.69 38.17 ± 42.89
Intensitas serangan A. porri di ketiga desa tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Serangan penyakit dapat ditekan oleh petani dengan penggunaan fungisida, drainase yang baik dan pengaruh musim kemarau. Berdasarkan pengamatan langsung di lapang musim hujan lebih cepat terjadi di Desa Salimpat dibandingkan kedua desa yang lain, sehingga menyebabkan meningkatnya perkembangan penyakit ini di Desa Salimpat. Menurut (Semangun, 2007) infeksi penyakit terjadi selain oleh kelembaban yang tinggi, juga diperlukan adanya lapisan air dipermukaan daun paling sedikit selama 4 jam.
Hama dan penyakit lain yang ditemukan
Ulat tanah Agrotis ipsilon (Lepidoptera : Noctuidae)
Hama A. ipsilon tidak ditemukan pada lahan yang diamati, tetapi ditemukan pada lahan yang bersebelahan dengan lahan yang diamati, khususnya di Desa Sungai Nanam dengan intensitas kerusakan 4,8 %. Secara umum hama ini sulit ditemukan pada lahan petani, hal ini diduga karena pengaruh penggunaan pestisida secara intensif yang dilakukan oleh petani. Pestisida yang digunakan petani umumnya bersifat kontak dan sistemik. Insektisida sistemik diserap oleh organ tanaman, sehingga dapat masuk ke dalam organ pencernaan A. ipsilon
tubuh serangga ini lewat kulit (bersinggungan langsung) sehingga dapat menekan perkembangan hama ini.
Penyakit busuk daun atau embun bulu (Peronospora sp.)
Serangan Peronospora sp. hanya ditemukan pada salah satu lahan di Desa Sungai Nanam, tetapi tidak pada tanaman contoh. Hal ini diduga kerena intensitas hujan sangat tinggi pada waktu pengamatan tersebut. Menurut ( Semangun, 2007) perkembangan penyakit embun bulu meningkat pada musim hujan bila udara sangat lembab dan suhu malam hari rendah.
Pengendalian OPT
Pengendalian hama secara non kimiawi dilakukan oleh petani dengan cara memungut hama maupun tanaman yang terserang penyakit yang ada di lahan pada waktu pengamatan namun hanya sedikit petani yang melakukannya (8%). Hampir semua petani menggunakan pestisida untuk pencegahan atau pengendalian hama dan penyakit. Rata-rata petani melakukan penyemprotan 2-3 kali seminggu.
Pengendalian kimiawi banyak dilakukan oleh petani disebabkan karena dianggap ampuh (80%), mudah dan praktis dalam aplikasinya. Seringkali pestisida yang digunakan tidak selalu mampu untuk mengendalikan OPT, sehingga petani sering mengganti dengan pestisida jenis baru.
31
Gambar 16 Alasan pengendalian kimia di Kecamatan Lembah Gumanti
Prediksi kehilangan hasil produksi bawang merah oleh organisme pengganggu tanaman (OPT) berdasarkan pengalaman petani dapat mencapai > 80% dari jumlah produksi normal. Kehilangan hasil terjadi akibat tingginya serangan OPT, dan seringkali menyebabkan kegagalan panen. Pestisida yang biasanya menjadi andalah petani seringkali tidak bisa mengendalikan OPT tersebut, sehingga sebagian besar petani merasa cukup kesulitan dalam mengendalikan OPT bawang merah.
Petani responden yang pernah mengikuti Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yaitu di Desa Sungai Nanam (15%) dan di Desa Alahan Panjang (20%), sedangkan petani responden di Desa Salimpat tidak ada yang pernah mengikuti SLPHT. Oleh karena itu pengelolaan tanaman yang dilakukan petani pada umumnya cenderung ke pola konvensional yang lebih mengedepankan pestisida sebagai metode pengendalian OPT.
Keputusan dalam pengendalian OPT yang dominan dilakukan petani di ketiga desa rata-rata tergantung cuaca (35%). Petani umumnya kesulitan dalam memprediksi cuaca (kabut), karena sering terjadi pada dini hari. Jika kabut terjadi petani akan menyemprot tanaman lebih intensif. Penyemprotan terjadwal (35%-43%) dilakukan petani untuk pencegahan serangan OPT terutama dalam mencegah serangan penyakit dengan menggunakan fungisida.
[image:53.612.168.463.340.486.2]Grafik 18 Petani yang pernah mengikuti SLPHT
33
[image:54.612.157.484.207.343.2]Sikap petani terhadap penggunaan pestisida beragam, khususnya terhadap pestisida yang tidak ampuh dalam mengendalikan OPT. Petani akan meningkatkan konsentrasi/dosis pestisida berkisar (28-50%) atau mengganti dengan pestisida baru berkisar (29-46%), karena sebagian besar tidak mau mengambil resiko kerugian akibat serangan OPT.
Gambar 20 Sikap petani pada penggunaan pestisida dalam mengendalikan OPT bawang merah
Analisis Efesiensi Usahatani
[image:54.612.162.480.438.619.2]Berdasarkan nilai rasio R/C usahatani bawang merah di ketiga desa tersebut diperoleh angka dengan kisaran 0.04-1.87. Gambar 21 menunjukkan bahwa sebanyak 55-75% nilai rasio R/C lebih kecil dari satu. Keuntungan usahatani dapat diperoleh apabila rasio R/C lebih besar dari satu, sedangkan keuntungan normal (normal profit) diperoleh apabila nilai R/C sama dengan satu. Hal ini menunjukkan bahwa hasil usahatani mengalami kerugian pada tingkat harga jual bawang merah Rp 7000/kg (harga saat dilaksanakan penelitian). Nilai rasio R/C lebih besar dari satu petani di Desa Sungai Nanam lebih tinggi dibandingkan kedua desa yang lain. Hal ini menunjukan pengelolaan usahatani bawang merah di Desa Sungai Nanam lebih baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pengelolaan tanaman bawang merah di Kecamatan Lembah Gumanti telah berkembang dengan baik. Petani bawang merah dalam budidayanya telah menggunakan pupuk kandang dan pupuk sintetis, bibit yang baik dan bahkan sudah banyak yang menggunakan mulsa plastik. Penggunaan mulsa plastik telah berkembang dengan pesat sekali karena selain dapat menekan pertumbuhan gulma, juga dapat menghemat penggunaan pupuk dan menekan serangan OPT.
Hama yang banyak menyerang adalah pengorok daun, ulat grayak, dan ulat tanah. Penyakit yang ditemukan adalah bercak ungu dan embun bulu. Secara umum serangan hama pengorok daun Liriomyza sp. lebih tinggi dibandingkan OPT yang lain.
Pengelolaan tanaman bawang merah di Kecamatan Lembah Gumanti umumnya sangat tergantung terhadap penggunaan pestisida untuk mengendalian organisme penggangu tanaman, sedangkan penggunaan pestisida tersebut belum menerapkan prinsip PHT. Pengelolaan tanaman bawang merah yang dilakukan belum efesien dan belum memberikan keuntungan maksimal kepada sebagian besar petani.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2009. Monografi dan Potensi Kecamatan Lembah Gumanti. Solok: Dinas Pertanian Pemerintah Kabupaten Solok.
Agrios GN. 1997. Plant Pathology. 4th ed. New York: Academic Press.
Baswarsiati, L. Rosmahani, B. Nusantoro, R.D. Wijadi. 1997. Pengkajian paket teknik budidaya bawangmerah di luar musim. Prosiding Seminar Hasil Penelitian/Pengkajian BPTP Karangploso.www.baswarsiati’s blog.com [2 Februari 2010]
Baswarsiati, L. Rosmahani dan E. Korlina. 2000. Review Pengkajian Sistem Usahatani Bawang Merah di Lahan Sawah. Eds. Soetjipto P.H. dkk.
Prosid. Sem. Hasil Penelitian/Pengkajian Teknologi Pertanian Mendukung Ketahanan Pangan Berwawasan Agribisnis. Badan Litbang Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. 392 – 402. www. baswarsiati’s blog. com [2 Februari 2010]
Badan Pusat Statistik. 2009. Produksi Sayuran Indonesia : http://.bps.go.id [2 Nopember 2009]
Brewster, J.L. 1994. Onions and Other Vegetable Allium. Wallingford : Cab Internasional.
Departemen Pertanian. 2008. Statistik Produksi hortikultura 2003-2008. www.hortikultura.deptan.go.id [2 Februari 2010]
Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura. 2007. Pengenalan dan Pengendalian Penyakit Hortikultura Prioritas. Jakarta: Deptan.
Fahrurrozi. 2009. Fakta Ilmiah Dibalik Penggunaan Mulsa Plastik Hitam Perak dalam Produksi Tanaman Sayuran :http://unib.ac.id/blog/fahrurrozi/2009 /03/16/mulsa-plastik-hitam-perak/ [5 Maret 2010]
Kalshoven, L.G.E. 1981. The pest of crop in Indonesia. Laan van der. Penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesia.
Lamont, W. J. 1993. Plastic mulches for the production of vegetable crops. HorTechnology. 3 (1) : 35-38.
37
Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya.
Putrasamedja, S. dan Suwandi. 1996. Monograf no. 5; Varietas Bawang Merah Indonesia. A. H. Permadi, dan Y. Hilman (Eds.). Balitsa. Lembang-Bandung. 18 Hal.
Rahayu, E. dan V.A. N. Berlian. 1998. Bawang Merah. Bogor: Penebar Swadaya.
Rubatzky, V. E. Dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2 :Prinsip, Produksi dan Gizi. Bandung: ITB.
Samsudin, Farida, I , dan Irmawan, D.E. 2008. Pengendalian Hama Pengorok Daun Liriomyza chinensis (Diptera : Agromyzidae) dengan Pendekatan Pertanian Ramah Lingkungan: http://www.pertaniansehat.or.id [1 Nopember 2009].
Setiawati, W dan B. K. Udiarto. 2005. Pengenalan hama penting pada tanaman bawang merah dan pengendaliannya. Pelatihan TOT Bawang Merah. Balitsa Lembang. www.baswarsiati’s blog.com [2 Februari 2010] Semangun H. 2007. Penyakit-penyakit Tanaman Hotikultura di Indonesia.
Yogyakarta: Gadjah Mada Univesity Press.
Sinaga, M. S. 2006. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Smith, Ray F. 1983. Multidisciplinary Conceptual Satatement: Integrated Pest Control. An Introductory Statement from the FAO/UNEP Panel On Integrated Pest Control Consortium for Internatl Crop Protection. Berkeley, USA, 30 pp.
Soekertawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta: UI-Press.
Suhendro, M. Kusnawira, I. Zulkarnain, dan A. Triwiyono. 2000. Hama dan Penyakit Utama Tanaman Bawang dan Pengendalianya. Novartis Crop Prost.,47p.
Suryaningsih, E. 2002. Pengendalian Lalat Penggorok Daun pada Tanaman Kentang Menggunakan Pestisida Biorasional Dirotasi dengan Pestisida Sintetik secara Bergiliran. Balitsa Lembang:
http://balitsa.litbang.deptan.go.id [ 20 Februari 2010]
Sukirno 1981 . Usia Produktif. http://www.gsfaceh.com/buku/[2 Februari 2010] Veloso. 2007. Sekilas Tentang Penyakit Trotol.
Wibowo, S. 1999. Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah dan Bawang Bombay. Jakata: Penebar Swadaya.
Zulkarnain, D. 1997. Pengaruh persentase penutupan mulsa terhadap sifat kimia tanah, pertumbuhan dan hasil bawang merah. http://unib.ac.id/blog/
KUISIONER WAWANCARA PETANI
PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME PENGGANGGU
TANAMAN (OPT) BAWANG MERAH DI KECAMATAN LEMBAH
GUMANTI, KABUPATEN SOLOK
KABUPATEN
: Solok (Sumbar) Pewawancara : Yoki Daikhwa
KECAMAKTAN
: Lembah Gumanti Tgl. Wawancara :………
DESA
: ……… Tempat : [ ] Di Lahan
[ ] Di Rumah
RT/RW
: ……… Waktu
: ………..WIB
KARAKTERISTIK PETANI
1.
Nama : ( L / P )
Umur : [ ] < 20 th [ ] 21-30 th [ ] 31-40 th [ ] 41-50 th [ ] >50
2.
Pendidikan : [ ] SD [ ] SMP [ ] SMA [ ] PT [ ] Tidak tamat SD
3.
Pekerjaan :
[ ] Petani
[ ] Pedagang
[ ] Butuh bangunan
[ ] Pegawai Negeri
[ ] Pegawai Swasta
[ ] ……….
4.
Jumlah tanggungan keluarga : [ ] < 2orang [ ] 3-5 orang [ ] 6-8 orang [ ] >8
orang
5.
Status kepemilikan lahan
[ ] Lahan sendiri [ ] Penggarap
[ ] Sewa [ ] Lainya:………...
6.
Luas lahan yang dikelola dan penghasilan per bulan :……….
BUDI DAYA
7.
Varietas bawang yang digunakan………..
8.
Asal bibit:
[ ] membibitkan sendiri
[ ] membeli dari perusahaan pembibitan
[ ] diberikan oleh dinas atau instansi pemerintah
[ ] membeli dari petani lain
[ ] membeli dari kios petani
[ ] lainnya ………
9.
Umur tanaman bawang saat ini………..
12. Apakah melakukan pengguludan ?
[ ] tidak
[ ] ya, lebar guludan ... dan panjang guludan...
13. Pupuk kandang yang digunakan
a. kotoran sapi………. kg
b.kotoran ayam ……….kg
c. Pupuk kompos………...kg
d. lainnya………. kg
14. Apakah menggunakan pupuk kimia ?
[
]
tidak
[ ] ya, jenis pupuk kimia yang digunakan ...
berapa dosis ...
15. Pemberian pupuk sintetik
Jenis pupuk
Frekuensi/tanam Waktu
pemupukan
Dosis/ha
Urea
TSP
KCl
NPK
lainnya………..
16. Bagaimana pola tanam yang digunakan
[ ] Satu macam secara terus menerus (setiap musim)
Alasan………..
[ ] Satu macam (rotasi tiap musim) (sebutkan tanaman)
Alasan………
[ ] Tumpangsari (sebutkan tanamannya)
Alasan………
17.Masalah yang sering dihadapi dalam usaha tani
[ ] Hama dan Penyakit
[ ] Modal
[ ] Air / Irigasi
[ ] Cuaca (Kabut)
[ ] Lainnya: ………...
18. Dari serangan hama atau penyakit tersebut, kira-kira berapa kehilangan hasil
panen:…..%
PENGENDALIAN OPT
19. Bagaimana cara pengendalian hama dan penyakit :
[ ] secara mekanik, dengan ...
[ ] secara fisik, dengan ...
[ ] secara hayati, dengan ...
[ ] secara kimia
a. Jenis pestisida ...
b. dosis .../ha
c. waktu aplikasi ...
d. frekuensi aplikasi ...
20. Mengapa menggunakan pestisida untuk pengendalian
[ ] Efektif terhadap serangan hama dan penyakit
[ ] Mudah didapatkan
[ ] Praktis dalam aplikasi
[ ] Harga murah
[ ] Saran dari orang lain
[ ] Lainnya……….
21. Pestisida apa saja yang digunakan……….
a.
e.
b.
f.
c.
g.
d.
h.
22. Apakah bapak mengendalikan gulma?
[ ] ya [ ] tidak
23. Bagaimana cara mengendalikan gulma
[ ] Menggunakan plastik mulsa
[ ] Mencabut dengan tangan
[ ] Menggunakan herbisida
[ ] lainya………..
24. Sejak kapan menggunakan mulsa plastik………..
SIKAP PETANI
25. Pernah mengikuti SLPHT atau Pelatihan lain [ ] Ya [ ] Tidak
(Sebutkan:………berapa
lama………..)
26. Jika menggunakan pestisida kapan diputuskan untuk melakukan penyemprotan
[ ] saat menyemprot telah tiba
[ ] serangan hama/penyakit tingkat membahayakan
[ ] adanya gejala pada tanaman
[ ] saat cuaca kurang baik
27. Apa yang dilakukan jika hama dan penyakit tidak dapat dikendalikan
[ ] dibiarkan saja
[ ] penyemprotan lagi dengan konsentrasi sama
[ ] meningktkan konsentrasi
[ ] mengganti dengan pestisida baru
Analisis Usaha Tani
28. Di atas telah disebutkan bahwa luas lahan bawang merah …….. ha.
Berdasarkan luas lahan tersebut itu mohon dijelaskan biaya yang dikeluarkan
untuk perawatan selama 1 musim tanam.
Rincian Biaya
(Rp)
Pupuk Urea
Pupuk TSP
Pupuk KCl
Pupuk kandang
Pupuk lainnya ………
Insektisida
Herbisida
Fungisida
Benih
Upah
Pengolahan tanah
Penanaman
Pemupukan
Penyiangan lahan
Penyemprotan insektisida
Penyemprotan herbisida
Penyemprotan fungisida
Panen
Sewa Lahan
Mulsa Plastik
Lainya………..
ascolonicum Linn.) DI KECAMATAN LEMBAH GUMANTI,
KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT
YOKI DAIKHWA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah (Allium ascalonicum Linn.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Bawang merah termasuk sayuran yang multiguna yang dimanfaatkan sebagai rempah-rempah pelengkap bumbu masak, bahan untuk industri makanan dan dipakai sebagai obat tradisional (Putrasamedja, 1996).
Komoditas ini merupakan sumber pendapatan dan lapangan kerja bagi masyarakat dan telah terbukti memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah dengan luas areal pertanaman secara Nasional mencapai 91.780 ha dengan poduktivitas 8,98 ton/ha (Deptan, 2008). Bawang merah dihasilkan di 24 dari 30 propinsi di Indonesia. Propinsi penghasil utama bawang merah (luas areal panen > 1.000 hektar per tahun) diantaranya adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, D.I Yogyakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bali, NTB dan Sulawesi Selatan. Produksi Nasional pada tahun 2008 adalah 853.615 ton (BPS, 2009).
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan nasional. Beberapa kendala produksi bawang merah diantaranya masih tingginya intensitas serangan hama dan penyakit, ketersediaan benih bermutu belum mencukupi secara tepat, belum tersedia varietas unggul yang tahan terhadap penyakit utama, penerapan teknik budidaya yang baik belum dilakukan secara optimal, kelembagaan petani belum dapat menjadi pendukung usahatani, skala usaha relatif masih kecil akibat sempitnya kepemilikan lahan dan lemahnya permodalan (Baswarsiati et al, 1999, 2000; Setiawati et al, 2005).
Kecamatan Lembah Gumanti merupakan salah satu penghasil bawang merah yang berada di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Produktivitas bawang merah Kecamatan Lembah Gumanti yaitu 8 ton/ha dengan total produksi 9.424 ton. Daerah ini memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan jenis tanaman bawang merah.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pengelolaan tanaman dan organisme pengganggu tanaman (OPT) bawang merah oleh petani di Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Bawang Merah (Allium ascalonicum Linn.)
Manfaat Bawang Merah
Bawang merah banyak dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap rasa makanan. Adanya kandungan minyak atsiri dapat menimbulkan aroma yang khas dan memberikan cita rasa yang gurih serta mengundang selera, disamping itu kandungan minyak atsiri juga berfungsi sebagai pengawet karena bersifat bakterisida dan fungisida sehingga dapat menekan bakteri dan cendawan tertentu, umbi bawang merah berkhasiat mengobati luka, panas atau demam dan digunakan untuk menghilangkan lendir pada tenggorokan, dapat memperpanjang nafas, dan mengobati maag. Menurut sebuah penelitian, bawang merah mampu menurunkan kandungan gula dan kolesterol tubuh, menghambat penumpukan trombosit, serta meningkatkan aktifitas fibrinolitik sehingga dapat memperlancar aliran darah. Bawang merah juga dapat memobilisasi kolesterol dari tempat penimbunan. Sehingga bawang merah mampu menekan penyakit kencing manis dan kemungkinan komplikasinya (Rahayu dan Berlian, 1998).
Botani Bawang Merah
Bawang merah (Allium ascalonicum Linn) merupakan tanaman sayuran yang diklasifikasikan dalam kelas monocotyledonae, ordo Aspergales, family Alliaceae dan genus Allium ( Brewster 1994). Bawang merah termasuk kedalam genus Allium yang terdiri lebih dari 500 spesies dengan 250 spesies tergolong jenis bawang-bawangan (Rubatky dan Yamaguchi, 1998).
Bawang merah (Allium ascalonicum Linn) diperkirakan berasal dari Tajikistan, Afganistan dan Iran. Bawang merah merupakan tanaman herba monokotil biennial (dua-tahunan) yang ditanam sebagai tanaman semusim. Bawang merah merupakan tanaman heterozigot oleh karena itu keturunan dari biji tidak sama dengan tetuanya sehingga tanaman biasanya diperbanyak de