ANALISIS D
SE
UNIV
DETERMINAN PENERIMAAN PAJA
DI KOTA MEDAN
TESIS
Oleh
MUHAMMAD MUHAJIR
107018027/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
IVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
ANALISIS DETERMINAN PENERIMAAN PAJAK
DI KOTA MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
MUHAMMAD MUHAJIR
107018027/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN PENERIMAAN PAJAK DI KOTA MEDAN
Nama Mahasiswa : Muhammad Muhajir Nomor Pokok : 107018027
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, S.E., Mec) (Dr. H.B. Tarmizi, SU)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, S.E., Mec) (Prof.Dr.Ir.A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah diuji pada
Tanggal
:
5 Oktober 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, S.E.,M.Ec Anggota : 1. Dr. H.B. Tarmizi, SU, M.Si
2. Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si 3. Dr. Rujiman, M.A.
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan tesis yang berjudul :
“Analisis Determinan Penerimaan Pajak Di Kota Medan”
Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapa pun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, 5 Oktober 2012
Yang membuat pernyataan
Analisis Determinan Penerimaan Pajak di Kota Medan
Oleh Muhammad Muhajir
Abstrak
Dalam struktur penerimaan negara, perpajakan masih merupakan primadona dan komponen terbesar dalam negeri untuk menopang pembiayaan operasional pemerintahan dan pembangunan. Disamping mampu menyediakan sumber dana bagi pembiayaan berbagai proyek penanggulangan dampak krisis ekonomi, penerimaan perpajakan juga dapat mencegah terjadinya pembengkakan defisit anggaran. Pajak tidak hanya dinikmati oleh pembayar pajak saja tapi untuk kepentingan negara demi tercapainya kesejahteraan di Indonesia pada umumnya dan Kota Medan secara spesifik.
Tujuan umum penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Pajak di Kota Medan. Kemudian tujuan khususnya yaitu untuk menganalisis variabel-variabel seperti pertumbuhan ekonomi terhadap jumlah wajib pajak, pertumbuhan ekonomi dan inflasi terhadap investasi serta pertumbuhan ekonomi, inflasi, jumlah wajib pajak dan investasi terhadap penerimaan pajak di kota Medan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap jumlah wajib pajak, pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap investasi, inflasi mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap investasi, pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang positif dan tidak signifikan terhadap penerimaan pajak di Kota Medan, inflasi mempunyai pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap penerimaan pajak di Kota Medan, sementara jumlah wajib pajak mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak di Kota Medan dan investasi mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap penerimaan pajak Kota Medan.
TAX REVENUE ANALYSIS DETERMINANTS IN THE CITY OF MEDAN
ABSTRACT
In the structure of the state tax revenue is still the favorite and the largest component in the country to support the operational funding, governance and development. Besides able to provide a source of funds for financing various projects the impact of the economic crisis, tax revenue can also prevent swelling budget deficit. Tax is not only enjoyed by the taxpayer alone but for the sake of the country to achieve prosperity in Indonesia in general and specifically in the city of Medan.
The general objective of the study was to analyze the factors that affect the Tax Revenue in Medan. Then the specific goal is to analyze variables such as economic growth to the number of taxpayers, economic growth and inflation on investment and economic growth, inflation, the number of taxpayers and investment to tax revenue in the city of Medan.
The data used in this study is secondary data sourced from the Directorate General of Taxation (c.q. Directorate General of Taxation Regional Office of North Sumatera I), the Central Statistics Agency (BPS), the provincial and municipal, Bank Indonesia, Medan ICOR book that is published and Medan cooperation with BPS and the National Development Planning Agency (Bappenas) and from various other sources that support.
Understanding tax revenue here includes taxes received by the entire Tax Office (KPP) in Medan, while revenue is diverted to Medan Local Government (City Government) in excluded from this data, data taken from 2000 to 2010. This study used structural equation is Path Analyis who assisted with the program AMOS application or Analaysis of Moment Structure.
The results show that economic growth has a positive and significant effect on the amount of the taxpayers, economic growth has a positive and significant effect on investment, inflation has a negative and significant effect on investment, economic growth has a positive and no significant impact on the tax revenue in the city of Medan, inflation has a negative effect and no significant effect on tax revenue in the city of Medan, while the number of taxpayers who have a positive and significant effect on tax revenue in the city of Medan and investment have negative and no significant effect on tax revenue in the city of Medan.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul : “Analisis
Determinan Penerimaan Pajak Di Kota Medan” ini.
Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyelesian tesis ini ini, penulis senantiasa mendapat bantuan dari
berbagai pihak terutama dari istriku Nurdiana Tanjung, S.E. dan putraku Akhdan
Azzam Muhdi Athaya, serta dukungan orang tua kami.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof.Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), SpA (K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. DR. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof.Dr. Erman Munir, M.Sc, Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S selaku
Wakil Direktur I dan II Sekolah Pasca sarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin S, S.E., M. Ec, selaku Ketua Program Studi
Ekonomi Pembangunan Sekolah Pasca sarjana Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Prof. Dr. Ramli M.S, selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi
6. Bapak Prof. Dr. Syaad Afifuddin S, S.E., M. Ec, selaku Ketua Pembimbing
dan Bapak Dr. HB. Tarmizi, SU, M.Si, selaku Anggota Pembimbing yang
telah banyak memberikan saran, bimbingan dan petunjuk bagi penulis.
7. Bapak Dr. Rahmanta, M.Si, Bapak Dr. Rujiman, M.A. dan Bapak Drs.
Rahmat Sumanjaya, M.Si. selaku Pembanding atas masukan dan arahan yang
diberikan.
8. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan
Sekolah Pasca sarjana Universitas Sumatera Utara.
9. Kakak-kakak senior Angkatan XVIII yang banyak membantu dalam
berdiskusi khususnya buat Heru Kusmono dan Wilsa Sitepu.
10. Teman-teman Seperjuangan “Laskar Pelangi” Angkatan XX buat Yulia
Nurjanah, Shanty Khalista, Jonathan Sitompul, Sherly Chairita, Ibu Syafrida,
M. Aldi Budianto, Salomo Barus, Gunter Winteniro dan Andrew Moses.
11. Seluruh rekan-rekan kerja dan instansi terkait yang telah banyak membantu,
Kanwil DJP Sumut I, BPS Kota Medan dan BPS Provinsi Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih perlu disempurnakan, oleh
karenanya kritik dan saran sangat penulis harapkan guna menyempurnakan
penelitian ini. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga
tesis ini dapat berguna bagi kita semua.
Medan, Oktober 2012
RIWAYAT HIDUP
Nama : MUHAMMAD MUHAJIR
Agama : Islam
Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 25 Nopember 1980
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Warga Negara : Indonesia
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Alamat : Jl. Setia Budi Pasar I Gg Jati Luhur No.15, Medan
Nama Orang Tua Laki-laki : H. Drs. Wagiran Uddin
Nama Orang Tua Perempuan : Hj. Minarti S.
Riwayat Pendidikan Formal
Sekolah Dasar : SD Muhammadiyah 03 Medan
Sekolah Menengah Pertama : SMP Muhammadiyah 33 Medan
Sekolah Menengah Atas : SMU Negeri 15 Medan
Diploma I : Program Diploma I Kebendaharaan Negara,
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Medan
Sarjana (S1) : Ekonomi Akuntansi Universitas Medan Area
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
DAFTAR SINGKATAN ... .. xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 10
1.3. Tujuan Penelitian ... 10
1.4. Manfaat Penelitian ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pajak ... 12
2.2. Penerimaan Pajak ... 14
2.3. Fungsi Pajak ... 19
2.4. Azas-azas Dalam Perpajakan ... 20
2.5. Cara Pemungutan Pajak ... 21
2.6. Faktor – Faktor Ekonomi Eksternal Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak ... . 23
2.6.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 24
2.6.2. Inflasi ... 28
2.6.5. Jumlah Wajib Pajak ... 32
2.6.6. Investasi ... 32
2.7. Penelitian Sebelumnya ... 39
2.8. Kerangka Konseptual Penelitian ... 43
2.9. Hipotesis Penelitian ... 44
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 46
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 46
3.3. Metode Analisis ... .... 47
3.3.1 . Model Analisis ... 47
3.3.2 . Variabel Penelitian ... 48
3.4. Metode Path Analysis ... 50
3.4.1 . Uji Asumsi ... 51
3.4.2 . Uji Statistik ... 54
3.4.3 . Uji Hipotesis dan Uji Hubungan ... 57
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis ... 58
4.1.1. Penerimaan Pajak ... 58
4.1.2. Pertumbuhan Ekonomi ... 65
4.1.3. Perkembangan Inflasi ... 67
4.1.4. Perkembangan Jumlah Wajib Pajak ... 69
4.1.5. Perkembangan Investasi ... 71
4.2. Analisis dan Pembahasan Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penerimaan Pajak di Kota Medan ... 73
4.2.1. Uji Asumsi ... 73
4.2.2. Analisis Model ... 74
4.2.3. Uji Kesesuaian dan Uji Hubungan Kausal ... 75
4.2.4. Pengaruh Faktor-Faktor terhadap Penerimaan Pajak di Kota Medan ... 76
4.2.5. Analisis Pengaruh Langsung, Tidak Langsung dan Total ... 78
4.2.6. Pembahasan ... 83
4.2.7. Kelemahan Studi ... ... 95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... ... 96
5.2. Saran ... . 98
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. Jumlah Penduduk Kota Medan
Hasil Sensus Penduduk 2010 (Jiwa) ... 3
1.2. Jumlah Wajib Pajak di Kota Medan ... 4
1.3. Penerimaan Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I Kantor Pelayanan Pajak se-Kota Medan (Rupiah) ... 6
3.1. Indeks Pengujian Kelayakan Model ... 56
4.1. Perkembangan Penerimaan Pajak Kota Medan ... 63
4.2. Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan ... 65
4.3. Perkembangan Inflasi Kota Medan ... 67
4.4. Perkembangan Jumlah Wajib Pajak Kota Medan ... 69
4.5. Perkembangan Investasi Kota Medan ... 71
4.6. Hasil Komputerisasi Criteria Goodness of Fit Indices Model ... 74
4.7. Regression Weight Measurement Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak di Kota Medan ... 76
4.8. Koefisien Jalur Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak di Kota Medan ... 79
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Kerangka Konseptual Analisis Determinan Penerimaan
Pajak di Kota Medan ... 43
2.2. Hipotesis Penelitian Analisis Determinan Penerimaan Pajak di Kota Medan ... 45
4.1. Perkembangan Penerimaan Pajak Kota Medan 2000-2010 ... 64
4.2. Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan 2000-2010 ... 66
4.3. Perkembangan Inflasi Kota Medan 2000-2010 ... 68
4.4. Perkembangan Jumlah Wajib Pajak di Kota Medan 2000-2010 .... 70
4.5. Perkembangan Investasi di Kota Medan 2000-2010 ... 72
4.6. Hasil Perhitungan Regression Weight Measurement ... 75
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Data Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan Berdasarkan
PDRB Harga Konstan ... 101
2. Data Inflasi Kota Medan ... 102
3. Data Jumlah Wajib Pajak Kota Medan ... 103
4. Data Investasi Kota Medan ... 104
5. Data Jumlah Penerimaan Pajak Kota Medan ... 105
DAFTAR SINGKATAN
ADHB = Atas Dasar Harga Berlaku ADHK = Atas Dasar Harga Konstan AGFI = Adjusted Goodness of Fit Index AMOS = Analysis of Moment Structure
APBN = Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Bappeda = Badan Perencana Pembangunan Daerah BI = Bank Indonesia
BPHTB = Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPS = Badan Pusat Statistik
CMIN/DF = The Minimum Sample Discrepancy Function/ Degree of Freedom
CR = Critical Ratio
DJP = Direktorat Jenderal Pajak GFI = Goodness of Fit Index
KPP = Kantor Pelayanan Pajak PBB = Pajak Bumi dan Bangunan
PDRB = Produk Domestik Regional Brutto PPh = Pajak Penghasilan
PPN = Pajak Pertambahan Nilai
PPnBM = Pajak Penjualan atas Barang Mewah RMSEA = The Root Mean Square of Approximation
SPN = Sensus Pajak Nasional SDM = Sumber Daya Manusia SDA = Sumber Daya Alam TLI = Tucker Lewis Index
Analisis Determinan Penerimaan Pajak di Kota Medan
Oleh Muhammad Muhajir
Abstrak
Dalam struktur penerimaan negara, perpajakan masih merupakan primadona dan komponen terbesar dalam negeri untuk menopang pembiayaan operasional pemerintahan dan pembangunan. Disamping mampu menyediakan sumber dana bagi pembiayaan berbagai proyek penanggulangan dampak krisis ekonomi, penerimaan perpajakan juga dapat mencegah terjadinya pembengkakan defisit anggaran. Pajak tidak hanya dinikmati oleh pembayar pajak saja tapi untuk kepentingan negara demi tercapainya kesejahteraan di Indonesia pada umumnya dan Kota Medan secara spesifik.
Tujuan umum penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Pajak di Kota Medan. Kemudian tujuan khususnya yaitu untuk menganalisis variabel-variabel seperti pertumbuhan ekonomi terhadap jumlah wajib pajak, pertumbuhan ekonomi dan inflasi terhadap investasi serta pertumbuhan ekonomi, inflasi, jumlah wajib pajak dan investasi terhadap penerimaan pajak di kota Medan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap jumlah wajib pajak, pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap investasi, inflasi mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap investasi, pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang positif dan tidak signifikan terhadap penerimaan pajak di Kota Medan, inflasi mempunyai pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap penerimaan pajak di Kota Medan, sementara jumlah wajib pajak mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak di Kota Medan dan investasi mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap penerimaan pajak Kota Medan.
TAX REVENUE ANALYSIS DETERMINANTS IN THE CITY OF MEDAN
ABSTRACT
In the structure of the state tax revenue is still the favorite and the largest component in the country to support the operational funding, governance and development. Besides able to provide a source of funds for financing various projects the impact of the economic crisis, tax revenue can also prevent swelling budget deficit. Tax is not only enjoyed by the taxpayer alone but for the sake of the country to achieve prosperity in Indonesia in general and specifically in the city of Medan.
The general objective of the study was to analyze the factors that affect the Tax Revenue in Medan. Then the specific goal is to analyze variables such as economic growth to the number of taxpayers, economic growth and inflation on investment and economic growth, inflation, the number of taxpayers and investment to tax revenue in the city of Medan.
The data used in this study is secondary data sourced from the Directorate General of Taxation (c.q. Directorate General of Taxation Regional Office of North Sumatera I), the Central Statistics Agency (BPS), the provincial and municipal, Bank Indonesia, Medan ICOR book that is published and Medan cooperation with BPS and the National Development Planning Agency (Bappenas) and from various other sources that support.
Understanding tax revenue here includes taxes received by the entire Tax Office (KPP) in Medan, while revenue is diverted to Medan Local Government (City Government) in excluded from this data, data taken from 2000 to 2010. This study used structural equation is Path Analyis who assisted with the program AMOS application or Analaysis of Moment Structure.
The results show that economic growth has a positive and significant effect on the amount of the taxpayers, economic growth has a positive and significant effect on investment, inflation has a negative and significant effect on investment, economic growth has a positive and no significant impact on the tax revenue in the city of Medan, inflation has a negative effect and no significant effect on tax revenue in the city of Medan, while the number of taxpayers who have a positive and significant effect on tax revenue in the city of Medan and investment have negative and no significant effect on tax revenue in the city of Medan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan
merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi suatu
negara, hal ini menjadi salah satu tolak ukur dari keberhasilan ekonomi negara
tersebut. Meskipun bukan satu-satunya indikator untuk menilai prestasi ekonomi
suatu negara, pendekatan pertumbuhan ekonomi cukup lazim digunakan. Karena
penduduk mengalami peningkatan dan berarti pula kebutuhan ekonomi juga akan
bertambah. Hal ini hanya bisa diperoleh melalui peningkatan output agregat
(barang dan jasa) atau sering disebut PDB atas dasar harga berlaku setiap tahun.
Jadi dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah
penambahan PDB atas dasar harga berlaku.
Peran pemerintah sebagai stabilisator perekonomian dapat dijalankan
dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk mengurangi kesenjangan dalam
perekonomian. Salah satu kebijakan yang sangat penting dilakukan oleh
pemerintah dalam pengendalian perkonomian adalah kebijakan fiskal.
Kebijakan fiskal berhubungan erat dengan kegiatan pemerintah sebagai
pelaku sektor publik. Kebjiakan fiskal dalam hal penerimaan pemerintah
mempunyai instrumen utama yaitu perpajakan. Pajak merupakan sumber
pembiayaan berbagai proyek penanggulangan dampak krisis ekonomi,
penerimaan perpajakan juga dapat mencegah terjadinya pembengkakan defisit
anggaran. Dengan demikian, penerimaan perpajakan sekaligus dapat menunjang
upaya pengendalian likuiditas ekonomi sektor swasta dan masyarakat dalam usaha
menciptakan stabilitas ekonomi, khususnya tingkat harga umum. Misi utama
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di dalam struktur keuangan negara menjalankan
tugas dan fungsi penerimaan pajak adalah menghimpun penerimaan pajak
berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang mampu menunjang kemandirian
pembiayaan pemerintah dan dilaksanakan secara efektif dan efisien (Rusjdi,
2006).
Untuk lebih mengoptimalkan penerimaan negara di sektor perpajakan,
berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah. Salah satunya adalah dengan Tax
Reform (penyempurnaan Undang-Undang Perpajakan) sejak tahun 1983 sampai
dengan terakhir tahun 2009. Karena sejalan dengan adanya perkembangan
perekonomian, Undang-Undang Perpajakan yang lama ternyata tidak sesuai lagi
dengan sosial ekonomi masyarakat Indonesia baik dari sisi kegotongroyongan
nasional maupun dari laju pembangunan nasional yang telah dicapai, juga belum
dapat menggerakkan peran dari semua lapisan Subjek Pajak dalam menghasilkan
penerimaan negara (Fahmi, 2009).
Saat ini pemerintah gencar berusaha untuk meningkatkan jumlah wajib
pajak (ekstensifikasi pajak), nantinya korelasi yang positif antara pertambahan
wajib pajak dengan penerimaan pajak diharapkan dapat terbentuk. Ekstensifikasi
pajak dalam bentuk sosialisasi penyuluhan secara terencana dan pendataan
dilakukan secara serius dan berkesinambungan. Karena efek multiplier selain
penambahan dari segi jumlah wajib pajak juga akan meningkatkan tingkat
kepatuhan masyarakat wajib pajak dalam membayar pajak. Melalui sistem Self
Assessment, pemerintah bermaksud meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib
pajak, yang berujung pada meningkatnya penerimaan pajak itu sendiri.
Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kota Medan Hasil Sensus Penduduk 2010 (Jiwa)
No. Kecamatan
Tabel 1.2. Jumlah Wajib Pajak di Kota Medan (WP)
2008 2009 2010
Madya Medan 1.182 1.182 1.182
Medan Barat 19.514 24.375 26.764
Medan Belawan 35.340 47.486 54.384
Medan Timur 56.372 77.726 90.054
Medan Polonia 66.254 91.864 104.334
Medan Kota 74.809 96.177 108.403
Medan Petisah 55.977 75.807 85.138
Total 309.448 414.617 470.259
Sumber Data : Kanwil DJP Sumut I, Kemenkeu RI, 2012
Tahun Pajak KPP
Dari kedua tabel diatas, dapat kita amati bahwa jumlah penduduk Kota
Medan masih amat sangat potensial untuk ditingkatkan jumlah wajib pajaknya,
karena salah satu faktor meningkatnya penerimaan pajak dapat bersumber dari
semakin meningkatnya jumlah wajib pajak (berbanding lurus), walaupun tidak
selamanya peningkatkan jumlah penduduk selalu diikuti oleh jumlah wajib pajak,
Hal ini disebabkan penduduk yang mempunyai penghasilan tertentulah yang bisa
dianggap sebagai wajib pajak potensial. Disinilha peran pemerintah untuk lebih
memfilter dan menetapkan pos-pos penerimaan pajak dari sektor tersebut.
Penerimaan pajak itu sendiri sebagai sumber penerimaan negara
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang
mempengaruhi penerimaan pajak berupa kebijakan dalam menentukan dasar
pengenaan pajak (tax base) atau objek pajak, jika dasar pengenaan pajak dan
objek pajak dapat diperluas berdasarkan Undang-Undang maka hal ini
berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak, disamping itu kebijakan
penerapan pajak yang tidak sesuai dengan tuntutan pasar dapat berpengaruh
terhadap penerimaan pajak dapat terlihat pada pertumbuhan ekonomi yang
merupakan persentase kenaikan PDRB dalam nilai riil tahun tertentu
dibandingkan tahun sebelumnya akan berpengaruh positif terhadap penerimaan
pajak. Berbanding terbalik dengan inflasi di Kota Medan.
Sistem perpajakan di Indonesia juga harus disusun menjadi lebih kondusif
agar dapat meningkatkan wajib pajak, kepercayaan dan produktifitas. Penerimaan
pajak juga dipengaruhi oleh tarif pajak (tax rate) dan basis pajak (tax based).
Tarif pajak dan basis pajak perlu disesuaikan pada tingkat yang rasional sehingga
dapat meningkatkan daya saing dan menggairahkan dunia usaha yang pada
akhirnya memberi dampak positif pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Untuk penentuan penerimaan pajak memerlukan suatu perencanaan yang
wajar dan objektif dalam arti tidak hanya berorientasi pada pencapaian
penerimaan semata, tetapi juga harus melihat faktor-faktor ekonomi eksternal
secara makro yang dapat mempengaruhi di dalam penentuan suatu target
penerimaan pajak. Oleh karena itu perlu dikaji faktor-faktor manakah yang dapat
mempengaruhi penerimaan pajak sehingga target yang dialokasikannya tersebut
dapat terealisir secara wajar dan realistis sesuai dengan potensi yang ada, tingkat
Tabel 1.3. Penerimaan Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I Kantor Pelayanan Pajak se-Kota Medan (Rupiah)
2008 2009 2010
Madya Medan 3.792.091.619.614 4.992.154.932.180 5.014.171.981.181
Medan Barat 652.738.685.860 198.290.366.049 253.727.779.059
Medan Belawan 177.548.071.904 427.085.341.825 338.131.236.769
Medan Timur 617.140.098.554 409.689.927.254 586.073.708.319
Medan Polonia 482.369.760.671 798.959.576.075 583.335.579.847
Medan Kota 309.322.529.397 278.992.652.429 380.554.781.804
Medan Petisah 150.352.810.115 283.850.979.353 445.067.324.612
Total 6.181.563.576.115 7.389.023.775.165 7.601.062.391.591
Sumber Data : Kanwil DJP Sumut I, Kemenkeu RI, 2012
Tahun Pajak KPP
Pada Tabel 1.2. dan Tabel 1.3. jika dicermati, Kantor Pelayanan Pajak
Madya Medan dengan jumlah wajib pajak yang sedikit dan relatif tetap (tidak ada
penambahan jumlah wajib pajak untuk 3 tahun terakhir), tetapi jumlah penerimaan
sangat besar dan penambahan dari tahun ke tahun cukup signifikan. Hal ini
disebabkan wajib pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan
merupakan wajib pajak potensial dengan omzet atau penghasilan terbesar yang
berkedudukan di seluruh Kota Medan baik berstatus sebagai kantor pusat maupun
kantor cabang (perwakilan), tidak seperti wajib pajak yang terdaftar di kantor
pelayanan pajak lainnya di kota Medan yang terdaftar di wilayah tertentu
(menurut kecamatan) sesuai dimana wajib pajak tersebut berkedudukan. Dengan
kata lain wajib pajak yang terdaftar yang di Kantor Pelayanan Pajak Madya
Medan merupakan wajib pajak-wajib pajak pilihan yang tadinya terdaftar di
seluruh kantor pelayanan pajak se-kota Medan, kemudian disatukan di satu Kantor
Sebagai ibukota dari Propinsi Sumatera Utara dan kota terbesar ketiga di
Indonesia, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan
strategis secara regional, Bahkan tidak jarang digunakan sebagai barometer dalam
pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah. Sehingga secara
ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder,
Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan
keuangan regional/nasional.
Pada tahun 2010 Kota Medan menembus pertumbuhan ekonomi 7,7%
sesuai capaian kinerja pembangunan ekonomi daerah. Dengan perbandingan
pertumbuhan ekonomi di tahun 2009, Kota Medan hanya mengalami 6,5%, 2008
(6,8%), 2007 (7,7%) dan 2006 (7,7%). Pertumbuhan ekonomi ini diharapkan
menjadi lokomotif dalam meningkatnya penerimaan negara secara umum, dan
peningkatan Kota Medan secara khusus di sektor perpajakan.
Sementara itu untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar
Harga Berlaku (ADHB) Kota Medan 2006-2010 mengalami peningkatan 53,3%
dengan total nilai PDRB ADHB Rp 48,85 triliun menjadi Rp 74,88 triliun di
tahun 2010. Jumlah PDRB perkapita atas dasar harga berlaku selama periode
serupa juga menunjukan tren yang terus meningkat sebesar 51,1%, yang mana
pada tahun 2006 PDRB perkapita ADHB Rp 23,62 juta menjadi Rp 35,7 juta di
tahun 2010.
Pemerintah Kota (Pemko) Medan melalui Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan juga mencatat sepanjang tahun
makanan sebesar 7,65% lebih besar dari inflasi nasional 6,96%. Nilai investasi
Kota Medan juga menunjukan perkembangan membaik dengan kurun waktu yang
sama dari tahun 2006 yang hanya Rp 8,7 triliun dan di 2010 menjadi Rp 14,4
triliun.
Untuk capaian kinerja sektoral pembangunan ekonomi daerah Kota Medan
dalam hal koperasi tercatat koperasi aktif di tahun 2010 hanya 1392 unit dari
jumlah keseluruhan 1995 atau 69,77%. Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah di
Medan berjumlah 222.000 usaha, dengan capaian kinerja pembinaan usaha mikro
mencapai 95,10%. Bertambahnya para Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah jika
diamati merupakan salah satu sumber dari penambahan jumlah wajib pajak, baik
yang berbentuk badan usaha, maupun orang pribadi. Sehingga bila terus mendapat
perhatian dari pemerintah Kota Medan, bukan tidak mungkin usaha di sektor ini
semakin berkembang dan meluas, sehingga efek multiplier yang dirasakan selain
kesejahteraan pengusaha yang bersangkutan semakin baik, peningkatan
perpajakan dari sektor inipun semakin menjanjikan, karena seiring naiknya
penghasilan yang diterima pengusaha yang bersangkutan, secara otomatis semakin
besar jumlah pajak yang disetorkan ke kas negara.
Untuk urusan penanaman modal, Kota Medan juga menunjukan kinerja
Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di tahun 2009 sebesar Rp
890,05 miliar dan di tahun 2010 sebesar Rp 511,31 miliar atau mengalami
penurunan -42,55%. Sedangkan untuk realisasi penanaman modal asing (PMA),
tahun 2009 sebesar 4.940.200 USD dan di tahun 2010 75.880.511,24 (75,8 juta)
Untuk sasaran pembangunan ekonomi daerah tahun 2011, Pemko Medan
memfokuskan beberapa indikator antara lain PDRB Harga Berlaku Rp 85,8
miliar, Sektor Primer 2,28%, Pertumbuhan Ekonomi 7,77%, Inflasi 4%, Investasi
Rp 16,7 miliar, dan PDRB Perkapita Harga Berlaku Rp 39,2 juta.(Kabid Ekonomi
Bappeda Kota Medan, Husni, 2011)
Dengan membaiknya perekonomian di Kota Medan, diharapkan semakin
membaik pula penerimaan pemerintah khususnya di sektor perpajakan, karena
indikator-indikator seperti tingkat inflasi yang stabil, pertumbuhan ekonomi yang
terus meningkat, investasi yang semakin menjanjikan serta penambahan jumlah
wajib pajak yang diikuti kepatuhan wajib pajak dalam melakukan kewajiban
perpajakannya, akan sangat menentukan penerimaan pajak itu sendiri. Sehingga
pada akhirnya dengan sumber dana (penerimaan pajak) yang dicapai sesuai
dengan target akan semakin mensejahterakan masyarakat secara menyeluruh.
Selain itu, adanya fenomena penghindaran pajak (Tax Avoidance), dengan
cara mencari celah antara satu peraturan dengan peraturan lainnya merupakan
upaya para wajib pajak nakal untuk tidak membayar pajak. Hal ini harus dicermati
dan menjadi fokus untuk menjadi perhatian serius pemerintah, sehingga
kesalahan-kesalahan yang nantinya akan merugikan pemerintah dari sisi
penerimaan dapat dihindari.
Dari uraian tersebut penulis berusaha untuk membahas masalah ini
menjadi sebuah penelitian yang diberi judul "ANALISIS DETERMINAN
1.2. Rumusan Masalah.
Dengan memperhatikan latar belakang dan uraian yang telah diungkapkan
maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap jumlah wajib pajak
di Kota Medan?
2. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap investasi di Kota
Medan?
3. Apakah inflasi berpengaruh terhadap investasi di Kota Medan?
4. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap penerimaan pajak di
Kota Medan?
5. Apakah inflasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak di Kota Medan?
6. Apakah jumlah wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak di
Kota Medan?
7. Apakah investasi berpengaruh terhadap penerimaan pajak di Kota Medan?
1.3. Tujuan Penelitian.
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap jumlah
wajib pajak di Kota Medan.
2. Untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap investasi di
Kota Medan.
4. Untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap penerimaan
pajak di Kota Medan.
5. Untuk menganalisis pengaruh inflasi terhadap penerimaan pajak di Kota
Medan.
6. Untuk menganalisis pengaruh jumlah wajib pajak terhadap penerimaan
pajak di Kota Medan.
7. Untuk menganalisis pengaruh investasi terhadap penerimaan pajak di Kota
Medan.
1.4. Manfaat Penelitian.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Menjadi masukan bagi Pemerintah (Direktorat Jenderal Pajak c.q. Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I) agar dapat
mengetahui variabel– variabel yang berpengaruh di dalam penentuan
penerimaan pajak di Indonesia pada umumnya dan di Kota Medan pada
khususnya, sehingga target dapat ditetapkan secara wajar, realistis dan
dapat terealiasir.
2. Untuk menambah wawasan, baik penulis sendiri, maupun pemerhati pajak
lainnya terutama di dalam menganalisa variabel-variabel yang
mempengaruhinya, baik variabel bebas (Independent variable) maupun
variabel antara (Intervening variable)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pajak
Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogatif pemerintah
dimana pungutan tersebut didasarkan pada undang-undang dan pemungutannya
dapat dipaksakan kepada subyek pajak dimana tidak ada balas jasa yang langsung
dapat ditunjukkan penggunaannya (Mangkoesoebroto, 2001).
Pengertian Pajak tersebut adalah salah satu dari berbagai asumsi yang
dikemukakan oleh para ahli, walaupun definisi yang diutarakan berbeda-beda,
namun masing-masing memiliki tujuan yang sama. Seperti yang dijabarkan oleh
Andriani (2000) berikut : “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak, yang pembayarannya menurut
peraturan-peraturan tidak dapat prestasi kembali yang langsung dapat di tunjuk,
dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas negara untuk meyelenggarakan pemerintahan”.
Sedangkan definisi pajak menurut Rochmat Soemitro adalah : “ iuran
rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor
pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat di paksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjuk yang digunakan untuk
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa ciri-ciri
yang melekat pada pengertian pajak adalah (Mardiasmo, 2003)
1. Pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang
(bukan barang) yang digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.
2. Berdasarkan undang-undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaannya. Pajak adalah iuran wajib yang harus dibayarkan oleh
rakyat kepada negara, dalam hal ini pajak merupakan bagian dari hukum
publik yang mengatur hubungan hukum antara negara/pemerintah dengan
warganya/rakyatnya dimana negara mengambil kekayaan dari masyarakat
dan dikembalikan ke masyarakat. Undang-Undang Pajak dibuat dengan
tujuan sebagai aturan dasar pemungutan pajak, sehingga pemungutan pajak
berdasarkan atas kekuatan undang-undang beserta aturan pelaksanaannya.
Hal ini untuk menghindari adanya tindakan sewenang-wenang dalam
memungut pajak dan supaya masyarakat juga tidak semaunya untuk
membayar pajak.
3. Dapat dipaksakan
Yang dimaksud dengan dapat dipaksakan adalah bila hutang pajak tidak
dibayar, hutang itu dapat ditagih dengan menggunakan kekuasaan, salah
satunya dengan menggunakan media surat paksa, bila perlu ditindak atau
4. Tiada mendapat kontra prestasi atau timbal balik yang langsung ditunjuk
Tujuannya untuk membedakan antara pajak dan retribusi. Pembayar pajak
tidak dapat menikmati secara langsung atas pajak yang di bayar.
5. Untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum pemerintah
Dalam negara terdapat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan pajak
merupakan salah satu penyokong utama dalam penerimaan yang kemudian
digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran dari pemerintah, jadi
atas pendapatan dari pajak tidak hanya dinikmati oleh pembayar pajak saja
akan tetapi juga oleh rakyat pada umumnya.
2.2. Penerimaan Pajak
Penerimaan negara terdiri dari penerimaan dalam negeri Pemerintah, dan
hibah. Penerimaan dalam negeri Pemerintah terdiri atas penerimaan perpajakan
dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Dumairy,1997).
Dewasa ini pajak merupakan tumpuan pemerintah dalam menjalankan
roda pemerintahan, penerimaan pajak merupakan sumber penerimaan negara
terbesar saat ini yaitu mencapai 80% dari penerimaan negara. Direktorat Jenderal
Pajak sebagai bagian dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia mempunyai
tanggung jawab untuk menarik pajak dari masyarakat. Belakangan ini masyarakat
lebih kritis dan berani dalam menyuarakan keinginannya akan pelayanan yang
baik, khususnya pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Seiring dengan
bertambahnya beban yang harus ditanggung masyarakat, bertambah pula tuntutan
Jenderal Pajak (DJP) sebagai salah satu institusi pemerintah di bawah
Kementerian Keuangan yang mengemban tugas untuk mengamankan penerimaan
pajak negara dituntut untuk selalu dapat memenuhi pencapaian target penerimaan
pajak yang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun di tengah tantangan
perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial maupun ekonomi di masyarakat.
Berdasarkan kewenangan dalam pemungutannya, pajak dapat digolongkan
menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Dari kedua jenis pajak tersebut, yang akan
diuraikan berikut ini hanyalah jenis-jenis pajak pusat karena hanya pajak pusat
yang merupakan penerimaan pemerintah pusat yang menjadi bagian dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Jenis pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) sesudah reformasi perpajakan 1983 adalah sebagai berikut :
1. Pajak Penghasilan (PPh)
Menurut Mansury (2002), PPh sesuai undang-undang tentang pajak
penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Supramono dan Damayanti (2005) menambahkan bahwa pajak
penghasilan adalah pungutan resmi oleh pemerintah yang ditujukan kepada
masyarakat yang berpenghasilan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan
PPnBM)
Menurut Supramono dan Damayanti (2005) Pajak Pertambahan Nilai
adalah pajak yang dikenakan terhadap setiap pertambahan nilai dari suatu produk
atau jasa yang dihasilkan oleh pengusaha kena pajak. Sedangkan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan terhadap barang-barang yang
tergolong mewah.
3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan menurut Supramono dan Damayanti (2005)
adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi dan tubuh bumi serta bangunan yang
terletak di atas bumi tersebut. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 12
tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994 pajak yang dikenakan atas bumi dan/atau
bangunan. Yang dimaksud bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang
ada di bawahnya, sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam
atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau bangunan.
4. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2000 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah
pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Supramono dan Damayanti (2005) berpendapat bahwa BPHTB adalah penyerahan
5. Bea Materai
Dalam The Indonesian Tax in Brief disebutkan bahwa Bea Materai adalah
pajak atas dokumen yang dipakai masyarakat dalam lalu lintas hukum. Yang
dimaksud dengan dokumen disini adalah kertas yang berisikan tulisan yang
mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi
seorang dan atau pihak-pihak yang berkepentingan. Surat perjanjian, surat kuasa,
surat pernyataan dan akte adalah sebagian contoh dari dokumen yang dikenakan
bea materai.
6. Bea Masuk
Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang kepabeanan, yang
dimaksud bea masuk adalah pungutan oleh negara berdasarkan undang-undang
yang dikenakan terhadap barang-barang yang diimpor. Dengan adanya pungutan
tersebut, maka bea masuk selain berfungsi sebagai sumber penerimaan negara
juga sebagai pengatur arus impor, baik untuk barang konsumsi maupun barang
yang diperlukan industi dalam negeri. Dengan demikian, penerimaan bea masuk
tidak semata-mata ditujukan sebagai penerimaan untuk mengisi kas negara, tetapi
juga berfungsi sebagai alat pengaturan (regulator).
7. Cukai
Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai, yang
dimaksud cukai adalah pungutan oleh negara berdasarkan undang-undang yang
dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau
karakteristik perlu untuk dibatasi, diawasi produksinya dan peredarannya, karena
demikian, peranan cukai tidak saja berorientasi pada penerimaan negara,
melainkan mempertimbangkan pula aspek pembatasan produksi dan konsumsi.
Oleh karena itu, dasar pertimbangan besarnya penerimaan cukai tergantung dari
jumlah barang yang kena cukai, tarif cukai dan harga dasar barang kena cukai.
8. Pajak Ekspor
Yang dimaksud dengan pungutan ekspor adalah pungutan negara yang
dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang akan diekspor. Pengaturan tarif
pajak ekspor ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan
memperhatikan harga patokan ekspor dan jumlah wajib pajak valuta asing.
Kebijakan yang ditempuh dalam pungutan pajak ekspor ini bertujuan untuk
mengendalikan harga pasar di dalam negeri.
Khusus penerimaan perpajakan di sektor Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB), terhitung 1 Januari 2011 seluruh penerimaan dialihkan
ke pemerintah daerah setempat, sedangkan di sektor Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) sejak 1 Januari 2012 sebagian daerah, termasuk Medan telah mengalihkan
penerimaan di sektor tersebut kepada Pemerintah Daerah (Pemko Medan).
Peranan penerimaan perpajakan sebagai salah satu sumber penting dalam
pembiayaan negara akan terus ditingkatkan dengan melakukan berbagai evaluasi
dan kebijakan penyempurnaan. Hal tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan sistem
perpajakan dapat lebih efektif dan efesien sejalan dengan perkembangan
globalisasi yang menuntut daya saing tinggi dengan negara lain. Dengan
demikian, diharapkan prinsip-prinsip perpajakan yang sehat seperti persamaan,
terhadap peningkatan kapasitas fiskal, melainkan juga terhadap perkembangan
kondisi ekonomi makro.
Langkah-langkah reformasi perpajakan selama ini dilakukan telah berhasil
mendorong peningkatan penerimaan perpajakan secara cukup signifikan,
meskipun masih banyak menghadapi kendala terutama berkaitan dengan kapasitas
administrasi pemungutan pajak. Langkah-langkah reformasi perpajakan tersebut
antara lain meliputi langkah-langkah pembaharuan kebijakan (tax policy reform)
dan langkah-langkah pembaharuan adminstrasi kebijakan (tax administrative
reform). Langkah-langkah pembaharuan kebijakan perpajakan ini dilaksanakan
antara lain melalui perubahan UU KUP, UU PPh, perubahan UU PPN dan
PPnBM, perubahan UU PBB, perubahan UU Bea Materai, serta UU Kepabeanan
dan UU Cukai. Pada intinya Paket Amandemen Undang-Undang Perpajakan ini
lebih dititikberatkan pada pemberian rasa keadilan dan kepastian hukum di bidang
perpajakan, yang bertujuan untuk mendorong investasi serta mengoptimalkan
penerimaan perpajakan.
2.3. Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2003), pajak mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana bagi pemerintah yang diperuntukkan
membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
b. Fungsi mengatur (Regulator)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
Berdasarkan fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa pajak sebagai fungsi
penerimaan merupakan sumber dana utama bagi penerimaan dalam negeri jadi
kontribusi terhadap pembangunan juga cukup besar, maka tidaklah heran
pemungutan atas pajak bisa dipaksakan kepada orang-orang yang memang wajib
dikenakan pajak, tentunya semua sudah diatur dalam undang-undang. Dalam
fungsi mengatur pajak yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi, misalnya dengan rendahnya
tarif pemungutan pajak maka bisa mendorong investasi.
2.4. Azas-Azas Dalam Perpajakan
Teori Klasik tentang sistem perpajakan yang baik dimulai sejak Adam
Smith dalam bukunya ”The Wealth of Nations” (Waluyo 2006) yang menyatakan
bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada :
a. Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan kepada
orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak
atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil
dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak menyumbangkan uang untuk
pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingan dan manfaat yang
diminta.
b. Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu,
wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang
c. Convenience
Kapan wajib pajak itu harus membayar sebaiknya sesuai dengan saat yang
tidak menyulitkan wajib pajak sebagai contoh pada saat wajib pajak
memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut pay as you earn.
d. Economy
Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban bagi
wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang
dipikul wajib pajak.
Azas keadilan dalam sistem perpajakan telah banyak didiskusikan secara
luas, dan hal ini merupakan bagian terpenting dalam mengevaluasi setiap
pengajuan dalam pembuatan kebijakan perpajakan. Musgrave (Laksana, 2001)
memberikan pandangan yang adil tentang distribusi beban pajak, beban
administrasi dan pengaruh insentif pajak terhadap penerimaan pajak. Diantara
keempat azas diatas, Musgrave juga menekankan pada tiga azas lainnya, yaitu :
azas netralitas (neutrality), azas perbaikan (reformation), dan azas kestabilan dan
pertumbuhan (growth and stability).
2.5. Cara Pemungutan Pajak
Dalam memungut pajak dikenal ada tiga sistem pemungutan (Mardiasmo,
2001), yaitu :
1. Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang
2. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya
pajak yang harus diabayar.
3. With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya
pajak yang terutang terhadap wajib pajak.
Sedangkan Tjahjono dan Husein (2000), mangutarakan bahwa
pemungutan pajak dilakukan berdasarkan tiga stelsel, yaitu :
1. Stelsel Nyata (riil stelsel) adalah pengenaan pajak didasarkan pada objek
(penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan
pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah
dapat diketahui sehingga cenderung lebih realistis tapi pengenaan pajak tidak
bisa pada saat langsung, jadi pengenaannya baru bisa dilakukan pada akhir
periode.
2. Stelsel Anggapan (fictive stelsel) adalah pengenaan pajak didasarkan pada
suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Pada sistem ini pajak dapat
di bayar selama tahun berjalan tanpa menunggu akhir tahun jadi terkesan
agak ringan sehingga sehingga lebih meringankan wajib pajak. Di lain sisi
bila pajak dapat dibayarkan pada akhir tahun adanya kecendrungan bahwa
pajak tidak dibayar berdasarkan keadaan yang sesungguhnya.
3. Stelsel Campuran (accrual stelsel) adalah kombinasi antara stelsel nyata dan
stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu
keadaan yang sebenarnya. Apabila dalam suatu tahun didapat bahwa pajak
lebih besar dari anggapan maka wajib pajak harus menambah, bila pada
kenyataannya yang dibayar terlampau besar maka wajib pajak bisa meminta
pengembalian kelebihan.
Dari penjelasan diatas, di Indonesia pada umumnya menggunakan metode
stelsel campuran dengan sistem self assessment, yaitu wajib pajak
memeperhitungkan sendiri besarnya kewajiban perpajakan, dimana pada akhir
tahun apabila terdapat kekurangan, wajib pajak harus membayar kekurangan
tersebut dengan media yang dapat digunakan, sedangkan apabila pajak yang telah
disetor wajib pajak melebihi dari yang seharusnya, maka wajib pajak dapat
mengajukan pengembalian dengan sarana restitusi.
2.6. Faktor-Faktor Ekonomi Eksternal Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak
Di negara-negara yang sedang berkembang sebagian besar penerimaan
pajaknya berasal dan sumber pajak tak langsung. Menurut Nafziger (1990) dan
dalam Yuzrat and Makhfatih (Nasution, 2003) menyebutkan bahwa proporsi PDB
terhadap pajak langsung pada negara sedang berkembang lebih rendah daripada
pajak langsung dari negara-negara maju. Hal ini dikarenakan pada negara-negara
yang sedang berkembang lebih rendah golongan berpenghasilan tingginya. Dalam
perkembangannya akan terjadi proses pergeseran dari dominasi pajak tidak
langsung menjadi pajak langsung sesuai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi
Dalam jangka panjang peranan pajak langsung akan semakin penting seiring
dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat dan ditunjang pula dengan
teknologi canggih menuju era globalisasi. Selain berfungsi sebagai pemerataan
karena struktur tarifnya bersifat progresif, perkembangan hubungan internasional
yang semakin maju kearah liberal dan global mengharuskan pemerintah untuk
menurunkan tarif impornya dalam rangka peningkatan daya saing ekonomi
domestik di ekonomi dunia. Konsekuensinya penerimaan pajak tidak langsung
akan menjadi turun. Alternatifnya adalah memobilisasi penerimaan pajak yang
bertumpu pada pajak langsung seperti pajak penghasilan.
2.6.1. Pertumbuhan Ekonomi
a. Hubungan Pajak dan Pertumbuhan Ekonomi
Pajak mempengaruhi permintaan agregat {AD = C + I + G (bila
perekonomian tertutup)} secara tidak langsung melalui disposable income dan
selanjutnya terhadap pengeluaran konsumsi. Apabila pajak naik sebesar T
maka disposable income turun dengan jumlah yang sama dan pengeluaran
konsumsi juga turun sebesar : C = -c T dimana c adalah Marginal
Propensity to Consume (MPC), dan selanjutnya C ini menurunkan AD
melalui proses multiplier sebesar 1/1-c x C atau -c/1-c x T. Dengan
demikian kenaikan pajak cenderung untuk menurunkan output dan bersifat
deflasioner. Akan tetapi, apabila penerimaan pajak digunakan untuk
pembelian barang/jasa ( G) maka pengaruh pajak ini belum tentu deflasioner.
Apabila kenaikan penerimaan pajak sebesar T seluruhnya digunakan untuk
Pengaruh netto dari kebijakan tersebut sebesar (-c/1-c x T) + (1/1-c x
G). Tetapi karena seluruh kenaikan pajak digunakan untuk pembelian
barang/jasa maka T = G sehingga pengaruh nettonya terhadap AD sebesar
AD = T = G. Dengan demikian berarti, apabila penerimaan pajak
meningkat sebesar T dan seluruhnya digunakan untuk pembelian barang/jasa
sebesar G maka akan meningkatkan permintaan agregat sebesar AD. Hal ini
terkenal dengan nama dalil Anggaran Berimbang atau Balanced Budget
Multiplier (Boediono, 2001).
b. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori Pertumbuhan Ekonomi Harold - Domar
Teori Harold - Domar adalah perkembangan langsung dari teori makro
Keyness jangka pendek menjadi suatu teori makro jangka panjang.
Aspek utama yang dikembangkan dari teori Keyness adalah aspek yang
menyangkut peranan investasi (I) dalam jangka panjang. Dalam teori
Keyness, pengeluaran investasi (I) mempengaruhi permintaan agregat (AD)
tetapi tidak mempengaruhi penawaran agregat (S). Harold - Domar
melihat pengaruh investasi dalam perspektif waktu yang lebih panjang.
Menurut kedua ekonom ini, pengeluaran investasi (I) tidak hanya mempunyai
pengaruh (lewat proses multiplier) terhadap permintaan agregat (AD) tetapi
juga terhadap penawaran agregat (S) melalui pengaruhnya terhadap kapasitas
produksi. Dalam perspektif waktu yang lebih panjang ini, I menambah stok kapital
(misalnya, pabrik-pabrik, jalan dan jembatan dan lain sebagainya). Jadi I = K,
Suatu daerah dapat dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi yang
positif apabila kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan daerah tersebut
mengalami kenaikan. Namun demikian dalam kenyataannya sangat sulit untuk
mengetahui berapa jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena itu untuk mengukur pertumbuhan
ekonomi atau pertumbuhan output dilakukan dengan menggunakan perubahan
nilai moneternya (uang) yang tercermin dalam PDRB. Perubahan PDRB
menunjukkan adanya perubahan barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu
perekonomian dalam jangka waktu tertentu (Rahardja dan Manurung, 2004).
Model Harrod-Domar dibangun berdasarkan asumsi-asumsi :
1) Perekonomian dalam kondisi full employment dan closed economy.
2) Tidak ada campur tangan pemerintah
3) APS sama dengan MPS, dan MPS dianggap konstan
4) Rasio stok kapital terhadap pendapatan dianggap tetap
5) Tidak ada penyusutan barang capital
6) Tingkat harga umum konstan (upah riil sama dengan pendapatan riil)
7) Tidak ada perubahan tingkat bunga.
Pertumbuhan Ekonomi Solow – Swan
Teori pertumbuhan neoklasik dikembangkan oleh Robert M. Solow
(1970) dari Amerika Serikat dan T.W. Swan dari Australia (1956). Teori mereka
disebut juga dengan istilah teori neoklasik. Model Solow-Swan menggunakan
unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan
besarnya output yang saling berinteraksi. Perbedaan utama dengan model
Selain itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang
memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Tingkat
pertumbuhan menurut mereka berasal dari tiga sumber yaitu : akumulasi modal,
bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan kemajuan teknologi. Teknologi ini
terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktivitas
meningkat. Dalam model Solow-Swan, masalah teknologi dianggap fungsi dari
waktu.
Teori Solow-Swan menilai bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar
dapat menciptakan keseimbangan sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak
mempengaruhi atau mencampuri pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas
kebijakan fiskal daan kebijakan moneter.
Teori Neoklasik sebagai penerus teori Klasik menganjurkan agar kondisi
selalu diarahkan untuk menuju pasar persaingan sempurna. Dalam pasar
persaingan sempurna perekonomian bisa tumbuh optimal. Sama halnya dengan
model ekonomi klasik, kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan
berbagai hambatan dalam perdagangan, perpindahan orang, barang dan modal.
Harus dijamin kelancaran arus barang, modal, tenaga kerja dan perlunya perluasan
informasi pasar. Sarana dan prasarana perhubungan dibangun dengan baik, dan
terjaminnya keamanan, ketertiban dan kestabilan politik. Model Neoklasik sangat
memperhatikan kemajuan teknologi yang dapat ditempuh melalui peningkatan
2.6.2. Inflasi
Salah satu indikator penting dalam ekonomi makro yang berdampak luas
terhadap berbagai sektor ekonomi adalah inflasi. Inflasi adalah kecenderungan
dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus, Sukirno (2002).
Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut
inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan
sebagian besar dari harga barang-barang lain. (Boediono : 2000). Kenaikan
harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama. Inflasi merupakan
kenaikan harga secara terus menerus dan kenaikan harga yang terajadi pada
seluruh kelompok barang dan jasa, Pohan (2008:158).
Inflasi dalam arti sempit adalah peningkatan harga barang dan jasa
kebutuhan masyarakat secara rata-rata. Kenaikan dalam harga barang dan jasa
yang biasa terjadi jika permintaan bertambah dibandingkan dengan jumlah
penawaran atau persediaan barang di pasar, dalam hal ini lebih banyak uang
beredar yang digunakan untuk membeli barang dibanding dengan jumlah barang
dan jasa, namun tidak semua yang namanya kenaikan harga selalu diidentikkan
dengan inflasi, misalnya kenaikan harga pada hari Lebaran, ini hanya gejolak
pasar yang terjadi sesaat saja dan tidak berlangsung terus- menerus.
Inflasi akan mengurangi daya beli uang yang telah diperoleh masyarakat
dengan susah payah. Apabila haga naik, tiap lembar uang yang dihasilkannya
hanya akan mampu membeli barang dan jasa dalam jumlah yang sedikit. Jadi,
kelihatannya inflasi secara langsung telah menurunkan standar hidup. Namun
dipihak lain, ketika harga naik, pembeli barang dan jasa akan mengeluarkan lebih
jasa mendapatkan lebih banyak uang dari penjualan mereka. Karena kebanyakan
orang mendapatkan penghasilan dengan menjual jasa mereka, seperti para tenaga
kerja, penghasilan juga semakin meningkat sejalan kenaikan harga. Jadi, inflasi
sendiri tidak mengurangi daya beli riil masyarakat. Ketika laju inflasi sebesar 6 %
mengurangi nilai riil dari kenaikan sebesar 4 %, pekerja mungkin merasa dirinya
telah diperdaya. Sebenarnya pendapatan riil ditentukan oleh variabel- variabel riil
seperti modal fisik, SDM, SDA dan ketersediaan teknologi produksi. Pendapatan
nominal ditentukan oleh faktor-faktor tersebut dan tingkat harga keseluruhan. Bila
pendapatan nominal cenderung sama dengan kenaikan harga, berarti inflasi bukan
merupakan suatu masalah. Namun para ekonom telah mengidentifikasi beberapa
kerugian akibat inflasi. Masing-masing kerugian menunjukkan bahwa
pertumbuhan terus menerus pada jumlah uang yang beredar sesungguhnya
memiliki dampak pada variabel-variabel riil tersebut.
Ada berbagai kebijakan yang biasa dipergunakan oleh pemerintah dalam
menangani permasalahan ekonomi, misalnya kebijakan moneter dan kebijakan
fiskal. Target inflasi merupakan salah satu bentuk kebijakan moneter yang
ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya pemulihan kondisi ekonomi
nasional. Dalam hal ini Bank Indonesia selaku bank sentral menetapkan target laju
inflasi untuk periode jangka waktu tertentu. Dengan demikian, kebijakan target
inflasi lebih berorientasi ke depan (forward looking) dibanding
kebijakan-kebijakan moneter sebelumnya (yang oleh BI disebut juga kebijakan-kebijakan
Di sektor fiskal, hampir semua pajak mengganggu insentif, menyebabkan
masyarakat mengubah sikap mereka dan alokasi sumber – sumber daya dalam
perekonomian menjadi kurang efisien. Akan tetapi banyaknya pajak menimbulkan
lebih banyak masalah karena adanya inflasi, karena pembuat hukum sering kali
gagal memperhitungkan inflasi ketika merumuskan undang-undang perpajakan.
Para ekonom yang telah mempelajari undang-undang pajak menyimpulkan bahwa
inflasi cenderung menaikkan beban pajak pendapatan yang berasal dari tabungan,
tidak melihat keuntungan riil dari penjualan sejumlah aktiva.
Salah satu solusi bagi masalah ini dari pada menghilangkan inflasi adalah
menyusun daftar sistem pajak, artinya hukum pajak dapat ditulis ulang untuk
memperhitungkan dampak inflasi. Pada dunia yang ideal, hukum pajak akan
ditulis dalam rangka mencegah inflasi mengubah tanggungan pajak riil seseorang.
Walaupun secara eksplisit inflasi tidak dimasukkan kedalam penentuan
target pajak. Namun secara implisit variabel inflasi dimasukkan kedalam variabel
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) nominal karena didalam perhitungan
PDRB nominal memasukkan perubahan harga.
Collin Clark (Mangkoesubroto, 1993) mengemukakan hipoteisis tentang
batas kritis perpajakan. Dikatakan bahwa jika kegiatan sektor pemerintah, yang
diukur dengan pajak dan penerimaan-penerimaan lain, melebihi 25% dari total
kegiatan ekonomi, maka yang terjadi adalah inflasi. Dasar yang dikemukakan
adalah bahwa pajak yang tinggi akan mengurangi gairah kerja. Akibatnya
produktivitas akan turun dengan sendirinya dan ini akan mengurangi penawaran
agregat. Di lain pihak, pengeluaran pemerintah yang tinggi akan berakibat pada
yang timbul sebagai akibat adanya kesenjangan antara permintaan agregat dan
penawaran agregat.
Hubungan Pajak Penghasilan dengan inflasi dapat dilihat dari tulisan Dr.
Friedrich Heneman, seorang head of the department ”Corporate Taxation and
Public Finance” pada Centre for European Economic Research (ZEW) di
Mannheim, Jerman, yang berjudul ”After the death of Inflation: Will Fiscal drag
survive?” dia menyatakan : ”Declining inflation rates might have negative
consequence for tax revenues. Phenomena such as the inflationary bracket creep
in a progressive income tax system do not work any longer. With this background,
the paper analyses the extent of fiscal for OECD countries since 1965. Some
consideration of the role of money illusion and indexation in this context lays the
theoretical base. Aframework is presented that allows for the classification of
fiscal structures with regard to the type of fiscal drag (boosting tax revenues). The
subsequent econometric panel analysis is performed for total and dissaggregated
government revenues. The results back theoretical considerations of inflation’s
impact on different kinds of taxes, which tends to be positive for individual income
taxes and social security contributions and is negative for corporate income
taxation. The paper concludes that both declining inflation and changing tax
structures limit the potential for future fiscal drag.
Dari tulisan di atas bahwa dapat kita simpulkan bahwa penurunan inflasi
membawa pengaruh yang negatif pada penerimaan pajak. Inflasi memiliki
pengaruh yang berbeda-beda untuk setiap jenis pajak, inflasi memiliki pengaruh
akan tetapi inflasi memiliki pengaruh yang negatif terhadap Pajak Penghasilan
Perusahaan.
2.6.3. Jumlah wajib pajak
Di dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 yang telah diperbaharui
terakhir dengan Undang-undang No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, pada pasal 1 angka 2 terdapat pengertian Wajib Pajak
adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Program kebijakan ekstensifikasi dalam tahun 2010 dilaksanakan melalui
dua kegiatan utama yaitu pengenaan pajak atas surplus bank Indonesia dan
penambahan subjek pajak orang pribadi. Penambahan wajib pajak akan terus
dilakukan melalui tiga pendekatan utama yaitu pendekatan berbasis pemberi kerja
dan bendahara pemerintah, pend