PENGARUH SUNGAI SEBAGAI PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT DI PINGGIRAN SUNGAI SIAK
(Studi Kasus : Permukiman di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Riau)
SKRIPSI
OLEH
DINA PURNAMA 110406109
DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH SUNGAI SEBAGAI PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT DI PINGGIRAN SUNGAI SIAK
(Studi Kasus : Permukiman di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Riau)
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur
Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Oleh
DINA PURNAMA 110406109
DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PERNYATAAN
PENGARUH SUNGAI SEBAGAI PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT DI PINGGIRAN SUNGAI SIAK
(Studi Kasus : Permukiman di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Riau)
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2015
Penulis,
Judul Skripsi : Pengaruh Sungai Sebagai Pembentuk Permukiman Masyarakat Di Pinggiran Sungai Siak
(Studi Kasus : Permukiman Di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak Kabupaten Siak, Riau)
Nama Mahasiswa : Dina Purnama
Nomor Pokok : 110406109
Departemen : Arsitektur
Menyetujui
Dosen Pembimbing
(Dr. Wahyu Utami, ST, MT)
Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi,
Tanggal Lulus : 04 Juli 2015
Telah diuji pada Tanggal : 04 Juli 2015
Panitia Penguji Skripsi
Ketua Komisi Penguji : Dr. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc
Anggota Komisi Penguji : 1. Dr. Wahyu Utami, ST, MT
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan penelitian skripsi ini dengan judul :
“Pengaruh Sungai Sebagai Pembentuk Permukiman Masyarakat Di Pinggira Sungai Siak (Studi Kasus : Permukiman Di Kelurahan Kampung Dalam
Kecamatan Siak Kabupaten Siak, Riau)”
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna sehingga penulis
membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Selanjutnya dalam kesempatan ini penulis dengan tulus mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Drs. Subhilhar, M.A., Ph.D selaku Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Ir. Bustami Syam, M.S.M.E. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, MT selaku Ketua Program Studi Departemen
Arsitektur dan Bapak Ir. Rudolf Sitorus, MLA selaku Sekretaris Program Studi Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Dr. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc dan Ibu Wahyuni Zahrah, ST, MS selaku
Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis terhadap skripsi ini.
6. Seluruh dosen yang telah menyumbangkan ilmunya yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu selama penulis mengikuti perkuliahan.
7. Kepada keluarga penulis, Ayahanda Pama Ranru, dan Ibunda Salmi yang
telah memberikan dukungan, doa yang tak berkesudahan, cinta, dan kasih sayang yang tiada hentinya kepada penulis. Serta kakak dan adik Rini,
Wahyudi, Maya dan Mutia yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.
8. Teman-teman seperjuangan Nana, Faizah, Opi, Reny, Elfe dan teman-teman sesama stambuk 2011 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang sama-sama berjuang menyelesaikan studi serta seluruh
rekan penulis yang sudah ikut membantu.
9. Kepada Ekky Akbar yang senantiasa menyemangati, memberikan motivasi serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10.Seluruh pegawai Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga karya tulis ini dapat memberi manfaat bagi penulis terutama dalam
Akhirnya, semoga Allah SWT selalu melimpahkan berkah dan hidayah-Nya, serta
memberikan kemudahan bagi kita semua. Amin.
Medan, Juli 2015 Penulis
ABSTRAK
Permukiman di pinggiran sungai berbeda dengan permukiman lainnya. Budaya masyarakat di pinggiran sungai berperan dalam pembentukan pemukimannya, sedangkan permukiman informal maupun formal yang tidak di pinggiran sungai terbentuk karena beberapa fakor diantaranya lokasi, kondisi lingkungan, perilaku pemukim dan juga faktor kebudayaan. Demikian halnya dengan permukiman masyarakat di pinggiran Sungai Siak yaitu kota pelabuhan yang terbentuk dari proses aktivitas kehidupannya di pinggiran Sungai Siak. Permukiman masyarakat pinggiran sungai di Kelurahan Kampung dalam sudah terbentuk secara turun temurun dari proses aktifitas masyarakat di pinggiran sungai yang menjadikan sungai sebagai jalur transportasi. Pola permukiman dan hunian dipengaruhi oleh bentuk sungai dan aktifitas masyarakat yang memanfaatkan sungai sebagai sumber mata pencaharian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola permukiman di Kelurahan Kampung Dalam dan faktor yang mempengaruhi perubahan pola huniannya. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, yang menggambarkan kondisi pola permukiman Kelurahan Kampung yang terbentuk akibat pengaruh keberadaan Sungai Siak. Hasil penelitian menunjukan bahwa pola permukiman di Kelurahan Kampung Dalam berbentuk linier mengikuti bentukan sungai dan orientasi hunian dipengaruhi oleh fungsional dan aksesbilitas baik sungai maupun jalan karena sungai dan jalan mempunyai fungsi sama yaitu sebagai saran transportasi.
ABSTRACT
Settlements in riverside is different from other settlements. Cultural communities in is riverside important for settlement, while the informal and formal settlements not in riverside is formed of several factors such as location, environmental conditions, behavior of settlers and cultural factors. Similarly, human settlements in riverside of Siak River is a port city which formed by the activity of life in riverside of Siak River. Riverside settlements in the Village Kampung Dalam have been established for generations of process activities in riverside communities that make the river as a transportation. Settlement and residential are affected by the shape of the river and the activities of people who use the river as a source of livelihood. This study aims is determining the form of settlement patterns in Kampung Dalam and the factors affecting changes in occupancy patterns. The method used is qualitative, which describes the condition of village settlement patterns Kampung Dalam that based on the influence of the existence of Siak River. This Research shows that the pattern of settlement in the village Kampung Dalam is a linear shaped to follow the formation of the river and residential orientation is affected by functional and accessibility of both river and road because the river and the road has the same function that as a means of transportation.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.5 Keaslian Penelitian ... 5
1.6 Kerangka Berfikir ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permukiman ... 9
2.1.1 Pengertian Permukiman ... 9
2.1.2 Elemen Pembentuk Permukiman... 10
2.1.3 Pola Permukiman ... 13
2.2 Budaya Bermukim ... 18
2.2.1 Manusia, Kebudayaan, Perilaku dan Lingkungan Binaan ... 21
2.2.2 Pengaruh Budaya Terhadap Bentuk Hunian ... 24
2.3 Permukiman Bantaran Sungai ... 25
2.3.1 Peraturan Tentang Bantaran Sungai ... 26
2.3.2 Karakteristik Permukiman Bantaran Sungai ... 27
2.3.3 Pola Permukiman Bantaran Sungai ... 28
2.4 Diagram Kepustakaan ... 32
2.5 Studi Kasus Sejenis ... 32
2.5.1 Permukiman Tepian Sungai Kahayan Kota Palangkaraya ( Noor Hamidah, R. Rijanta, Bakti Setiawan dan Muh. Aris Marfai, 2014) ... 32
2.5.2 Perubahan Pola Permukiman Suku Sentani di Pesisir Danau Sentani (Deasy Widyastomo, 2011) ... 34
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 36
3.2 Variabel Penelitian ... 36
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 37
3.4 Kawasan Penelitian ... 39
BAB IV SUNGAI SEBAGAI PEMBENTUK PERMUKIMAN DI KELURAHAN KAMPUNG DALAM
4.1 Gambaran Umum Kelurahan Kampung Dalam Sebagai Fokus
Penelitian ... 42
4.1.1 Deskripsi Wilayah Kecamatan Siak ... 42
4.1.2 Deskripsi Wilayah Kelurahan Kampung Dalam ... 43
4.2 Sejarah Kota Siak ... 47
4.2.1 Sejarah Sungai Siak ... 47
4.2.2 Arsitektur dan Kota ... 48
4.3 Kondisi Eksisting Lingkungan Permukiman di Kelurahan Kampung Dalam ... 54
4.3.1 Kondisi Lingkungan Permukiman ... 55
4.3.2 Kondisi Hunian Permukiman ... 61
4.3.3 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat ... 62
4.3.4 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ... 64
4.4 Aktifitas Masyarakat Terkait Keberadaan Sungai Siak di Kelurahan Kampung Dalam ... 67
4.4.1 Akifitas Sehari-hari ... 67
4.4.2 Sarana Transportasi Sungai ... 70
4.5 Pengaruh Sungai Terhadap Pola Permukiman Dan Budaya Bermukim Masyarakat Pinggiran Sungai Siak Di Kelurahan Kampung Dalam ... 73
4.5.1 Pola Permukiman di Kelurahan Kampung Dalam ... 73
4.5.2 Orientasi Bangunan di Kelurahan Kampung Dalam ... 74
4.5.3 Fungsi Bangunan di Kelurahan Kampung Dalam ... 78
4.5.4 Tampilan Bangunan di Kelurahan Kampung Dalam ... 85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 91
5.2 Saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Diagram Kerangka Berfikir ... 8
Gambar 2.1. Diagram proses pembentukan permukiman ... 13
Gambar 2.2. Pola Permukiman Sub Kelompok Komunitas ... 15
Gambar 2.3. Pola Permukiman Face to Face ... 15
Gambar 2.4. Pola Permukiman Linier... 16
Gambar 2.5. Pola Permukiman Mengelompok ... 17
Gambar 2.6. Pola Permukiman Menyebar ... 17
Gambar 2.7. Pola Permukiman Memanjang ... 18
Gambar 2.9. Diagram Kepustakaan (Literature Map) ... 32
Gambar 2.10. Struktur dan Pola Kota Tepian Sungai Kalimantan ... 34
Gambar 2.11. Ragam Pola Sirkulasi Pada Objek amatan ... 34
Gambar 3.1. Peta Lokasi Kecamatan Siak ... 40
Gambar 3.2. Peta Lokasi Kelurahan Kampung Dalam ... 40
Gambar 4.1. Peta Lokasi Kecamatan Siak ... 46
Gambar 4.2. Peta Lokasi Kelurahan Kampung Dalam ... 46
Gambar 4.3. Perahu penghubung antar desa yang dipisahkan Sungai Siak, sebuah pemandangan keseharian di atas Sungai Siak ... 48
Gambar 4.4. Keramaian di Jalan Pasar, pusat perdagangan Kota Siak yang merupakan jantung kehidupan masyarakat Siak Sri Indrapura ... 49
Gambar 4.5. Kehidupan masyarakat di Pelantar rumahnya di tepi Sungai Siak... 50
Gambar 4.6. Sehabis Sunatan di Kota Siak anak-anak dan orang tuanya berjalan pulang menuju Desa Mempura yang berada di seberang Sungai Siak menggunakan perahu penghubung ... 50
Gambar 4.7. Salah satu peninggalan sejarah perdagangan berupa daun pintu kayu dengan corak ukiran Cina di Toko Bintang Jaya, dengan tulisan berarti “Bunga Mekar Kekayaan Agung” dan “Bambu Menghaturkan Ucapan Selamat” pintu tersebut masih terpelihara dengan baik dan konon katanya bangunan berpintu Cina ini milik saudagar Cina ... 51
Gambar 4.8. Kawasan Pecinan di Jalan Pasar yang didirikan pada abad ke-20. Deretan bangunan terbuat dari kayu seluruhnya ini merupakan ciri arsitektur pusat perdagangan kota-kota kecil di sepanjang Sumatera. Pada arsitektur asli bangunan lama, bagian atas yang memiliki jendela-jendela besar yang disebut sebagai pintu bohong masih dipertahankan sebagai rumah tinggal sedangkan bagian bawah yang sudah bertembok tetap digunakan untuk berdagang. ... 52
Gambar 4.10. Dibangun pada tahun 1898, Kelenteng merupakan salah satu bangunan tertua di Kota Siak. Kelenteng dengan warna-warna terang merupakan jeda yang sedap bagi deretan rumah toko yang berwarna redup disekelilingnya.
Seluruh atap dan tiangnyadicat merah dan ujung-ujung atapnya melengkung. .... 53
Gambar 4.11. Kondisi Jalan Sultan Ismail dengan lebar jalan 10 meter ... 55
Gambar 4.12. Kondisi Jalan Tenggiri dengan lebar jalan 5 meter ... 56
Gambar 4.13. Kondisi Jalan Sultan Syarif Kasim dengan lebar jalan 6 meter ... 56
Gambar 4.14. Kondisi Jalan Lingkungan dengan lebar jalan 4 meter ... 57
Gambar 4.15. Kondisi Jalan Lingkungan dengan lebar jalan 2 meter ... 57
Gambar 4.17. Kondisi Jalan Lingkungan bentuk kayu dengan lebar jalan 1 meter.. ... 58
Gambar 4.18. Fasilitas umum dan fasilitas sosial yang terdapat di Kelurahan Kampung Dalam ... 59
Gambar 4.19. Fasilitas umum dan fasilitas sosial yang terdapat di Kelurahan Kampung Dalam ... 60
Gambar 4.20. Kondisi hunian tanpa pagar yang menghadap ke jalan ... 61
Gambar 4.21. Kondisi hunian dengan pagar yang menghadap ke jalan ... 61
Gambar 4.22. Kondisi hunian dengan pagar dan tanpa pagar yang menghadap ke Sungai Siak ... 62
Gambar 4.23. Masjid di kawasan permukiman penduduk melayu beragama islam . ... 63
Gambar 4.24. Geraja pada arah utara ... 64
Gambar 4.25. Klenteng di kawasan perdagangan etnis Cina ... 64
Gambar 4.26. Dermaga yang dibuat masyarakat yang digunakan sebagai tempat tambatan perahu dan dibuat secara bersama-sama atau berkelompok ... 66
Gambar 4.27. Kegiatan mandi dan mencuci masyarakat setempat pada dermaga yang terhubung dengan hunian. ... 67
Gambar 4.28. Dermaga yang selain sebagai tempat mencuci dan mandi juga dimanfaatkan sebagai tempat tambatan perahu dan sampan ... 68
Gambar 4.29. Saat air sungai mulai menyusut terkadang dimanfaatkan oleh anak-anak untuk bermain di bibir sungai ... 68
Gambar 4.30. Aktifitas masyarakat pada sore hari hingga malam pada ruang terbuka di pinggiran Sungai Siak ... 69
Gambar 4.31. Aktifitas warga yang menggunakan dermaga pada ruang terbuka sebagai tempat duduk-duduk dan bersantai dan adapula yang menggunakannya sebagai tempat memnacing pada malam hari... 69
Gambar 4.32. Aktifitas seorang warga yang memanfaatkan sungai sebagai ssaranan angkutan barangnya. ... 70
Gambar 4.34. Pelabuhan sebagai tempat aktifitas jasa angkutan penumpang yang
menghubungkan masyarakat Siak dengan Kota Pekanbaru ... 71
Gambar 4.35. Kapal angkutan barang dengan kapasitas sedang yang sedang melewati Sungai Siak ... 72
Gambar 4.36. Kapal angkutan barang dengan muatan angkutan yang cukup besar melewati Sungai Siak. ... 72
Gambar 4.37. Pola Permukiman Di Kelurahan Kampung Dalam ... 73
Gambar 4.38. Pemetaan Arah Orientasi Hunian ... 75
Gambar 4.39. Orientasi hunian yang mengahadap Jalan Sultan Syarif Kasim ... 76
Gambar 4.40. Orientasi hunian yang mengahadap ke arah sungai ... 77
Gambar 4.41. Orientasi hunian tunggal yang mengahadap ke arah jalan ... 77
Gambar 4.42. Orientasi hunian kawasan pasar yang mengahadap ke arah jalan .. 77
Gambar 4.43. Pemetaan Fungsi Bangunan ... 78
Gambar 4.44. Rumah panggung yang berfungsi sebagai hunian ... 80
Gambar 4.45. Bentuk rumah toko yang memiliki fungsi ganda yaitu hunian dan toko ... 81
Gambar 4.46. Model hunian di pinggiran Sungai Siak dengan fungsi bangunan sebagai hunian ... 83
Gambar 4.47.Dermaga masyarakat cina yang menyatu dengan hunian ... 84
Gambar 4.48. Bentuk pemanfaatan dermaga bagi masyarakat Melayu yang tidak menyatu dengan huniannya, dermaga hanya dimanfaatkan sebagai tempat tambatan perahu dan gudang penyimpanan ... 85
Gambar 4.49. Bentuk bangunan tunggal di pinggiran Sungai Siak ... 87
Gambar 4.50. Bentuk bangunan tunggal deret di pinggiran Sungai Siak ... 88
Gambar 4.51. Bentuk rumah panggung di kawasan darat ... 88
Gambar 4.52. Bentuk bangunan deret dan grid di kawasan pasar ... 89
ABSTRAK
Permukiman di pinggiran sungai berbeda dengan permukiman lainnya. Budaya masyarakat di pinggiran sungai berperan dalam pembentukan pemukimannya, sedangkan permukiman informal maupun formal yang tidak di pinggiran sungai terbentuk karena beberapa fakor diantaranya lokasi, kondisi lingkungan, perilaku pemukim dan juga faktor kebudayaan. Demikian halnya dengan permukiman masyarakat di pinggiran Sungai Siak yaitu kota pelabuhan yang terbentuk dari proses aktivitas kehidupannya di pinggiran Sungai Siak. Permukiman masyarakat pinggiran sungai di Kelurahan Kampung dalam sudah terbentuk secara turun temurun dari proses aktifitas masyarakat di pinggiran sungai yang menjadikan sungai sebagai jalur transportasi. Pola permukiman dan hunian dipengaruhi oleh bentuk sungai dan aktifitas masyarakat yang memanfaatkan sungai sebagai sumber mata pencaharian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola permukiman di Kelurahan Kampung Dalam dan faktor yang mempengaruhi perubahan pola huniannya. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, yang menggambarkan kondisi pola permukiman Kelurahan Kampung yang terbentuk akibat pengaruh keberadaan Sungai Siak. Hasil penelitian menunjukan bahwa pola permukiman di Kelurahan Kampung Dalam berbentuk linier mengikuti bentukan sungai dan orientasi hunian dipengaruhi oleh fungsional dan aksesbilitas baik sungai maupun jalan karena sungai dan jalan mempunyai fungsi sama yaitu sebagai saran transportasi.
ABSTRACT
Settlements in riverside is different from other settlements. Cultural communities in is riverside important for settlement, while the informal and formal settlements not in riverside is formed of several factors such as location, environmental conditions, behavior of settlers and cultural factors. Similarly, human settlements in riverside of Siak River is a port city which formed by the activity of life in riverside of Siak River. Riverside settlements in the Village Kampung Dalam have been established for generations of process activities in riverside communities that make the river as a transportation. Settlement and residential are affected by the shape of the river and the activities of people who use the river as a source of livelihood. This study aims is determining the form of settlement patterns in Kampung Dalam and the factors affecting changes in occupancy patterns. The method used is qualitative, which describes the condition of village settlement patterns Kampung Dalam that based on the influence of the existence of Siak River. This Research shows that the pattern of settlement in the village Kampung Dalam is a linear shaped to follow the formation of the river and residential orientation is affected by functional and accessibility of both river and road because the river and the road has the same function that as a means of transportation.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai ratusan bahkan ribuan
sungai. Hampir bisa dikatakan bahwa di setiap kawasan bisa kita jumpai sungai,
baik di perkotaan, di pedalaman serta di pedesaan. Sungai-sungai tersebut yang
pada awalnya dimanfaatkan sebagai jalur transportasi, seiring dengan waktu
beberapa diantaranya sudah berubah fungsi menjadi non transportasi.
Sungai sebagai sumber kehidupan, sangat penting fungsinya dalam
pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain sebagai sarana penunjang utama
dalam meningkatkan pembangunan nasional dan sebagai sarana transportasi yang
relatif aman untuk menghubungkan wilayah satu dengan lainnya.
Sungai yang awalnya digunakan sebagai jalur transportasi telah memunculkan permukiman masyarakat. Di beberapa lokasi saat ini daerah aliran
sungai merupakan daerah yang paling strategis dan paling diminati sebagai tempat bermukim. Hal ini disebabkan oleh fungsi sungai sebagai jalur transportasi merupakan akses yang paling mudah di capai, yang kemudian dijadikan tempat
bermukim dan sumber mata pencaharian sementara ataupun menetap.
Permukiman di daerah bantaran sungai berbeda dengan permukiman
bantaran sungai terbentuk karena beberapa fakor diantaranya lokasi, kondisi
lingkungan, perilaku pemukim dan juga faktor kebudayaan.
Permukiman bantaran sungai yang dihuni oleh masyarakat golongan
bawah berbeda dengan permukiman bantaran sungai yang dihuni oleh masyarakat yang menghuni karena budaya. Permukiman yang di huni masyrakat golongan bawah biasanya terbentuk karena faktor sosial ekonomi yaitu tingkat penghasilan
yang rendah selain itu keterbatasan lahan di perkotaan yang tersedia sementara jumlah penduduk semakin meningkat.
Hubungan manusia dengan lingkungan bertempat tinggal yang di bentuk karena faktor tersebut akan membentuk permukiman yang tidak terkendali dan
menimbulkan ketidaknyaman kepada penghuninya karena unsur-unsur yang berpengaruh tidak diperhatikan. Berbeda dengan permukiman yang terbentuk karena unsur budaya, permukiman yang awalnya terbentuk karena masing-masing
penghuninya saling bersepakat baik formal maupun informal membentuk komunitas yang dilandasi kedekatan sosial budaya. Hubungan sosial budaya dan kemampuan masing-masing individu untuk beradaptasi serta membangun relasi
inilah yang sangat mempengaruhi perkembangan permukiman yaitu perkembangan permukiman yang terkendali dan memberikan kenyamanan dan
kesejahteraan bagi masyarakat yang tinggal (Sanggalang dan Adji,2014).
Demikian juga halnya dengan pemukiman masyarakat di pinggiran Sungai Siak. Kota Siak Sri Indrapura sebagai Kota Istana terbentuk sejak hadirnya
proses aktivitas kehidupannya di pinggiran Sungai Siak. Wujud kota Siak Sri
Indrapura telah di bentuk oleh kebudayaan material dan spiritual dari berbagai etnik, strata sosial, ekonomi dan sistem pemerintahan pada masa lalu, yang dapat
di lihat dari bentuk-bentuk bangunan dengan suasana/setting/rona lingkungan pinggiran sungai yang merupakan mosaik-mosaik pembentukan Kota Siak Sri Indrapura (Rijal,2002). Secara umum keberadaan pemukiman di pinggiran Sungai
Siak merupakan pemukiman yang tebentuk secara turun temurun dari generasi ke generasi yang sebagian besar mata pencaharian penduduk tergantung pada sungai.
Potensi Sungai Siak sendiri adalah sebagai tempat untuk mencari ikan, sumber air bersih penduduk melalui PDAM Siak, wisata air dan mampu menunjang sistem
transportasi air dengan intensitas tinggi baik untuk kapal barang ataupun kapal penumpang.
Objek penelitian yang diambil adalah kawasan pemukiman di pinggiran
Sungai Siak di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak Kabupaten Siak Provinsi Riau. Karakteristik dari permukiman ini adalah permukiman yang terbentuk secara turun temurun karena Sungai Siak dianggap sebagai jalur
transportasi bagi masyarakat setempat dan sekaligus sebagai mata pencaharian. Budaya bemukim masyarakat di pemukiman ini banyak di pengaruhi oleh
keberadaan Sungai Siak.
1.2 Perumusan Masalah
1) Bagaimana bentuk pola permukiman di bantaran Sungai Siak di Kelurahan
2) Bagaimana pengaruh bentuk sungai terhadap pemukiman masyarakat di
Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak Kabupaten Siak Provinsi Riau? 3) Faktor-faktor budaya seperti apakah yang berpengaruh pada perubahan
hunian masyarakat di kawasan Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak Kabupaten Siak Provinsi Riau?
1.3 Tujuan Penelitian
1) Mengetahui bentuk pola permukiman di bantaran Sungai Siak Kecamatan Siak Kabupaten Siak Provinsi Riau
2) Mengetahui pengaruh bentuk sungai terhadap pola hunian masyarakat di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak Kabupaten Siak Provinsi Riau
3) Mengetahui faktor-faktor budaya seperti apakah yang berpengaruh pada perubahan hunian masyarakat di kawasan Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak Kabupaten Siak Provinsi Riau
1.4 Manfaat Penelitian
1) Sebagai usaha pehaman latar belakang budaya bermukim masyarakat di pinggiran sungai di Indonesia umumya dan Kota Siak Sri Indrapura
khusunya
2) Sebagai eksplorasi hasil penelitian lapangan dan studi literatur yang berguna
1.5 Keaslian Penelitian
Table 1.1
Tabel Keaslian Penelitian Judul, Tahun, Wilayah, Nama peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian dan Pendekatan Teknik Analisis dan bahan Penelitian Hasil penelitian Kajian Karakteristik Pola Ruang Kota Pinggiran Sungai di Kota Siak Sri Indrapura-Riau, 2002, Siak Sri Indrapura- Riau, Muhammad Rijal.
mengkaji karakter pola
ruang kota
yang terbentuk
melalui ;
elemen fisik sebagai akumulasi dari elemen-elemen perancangan
kota dan
elemen non
fisik
berdasarkan kondisi sosial
budaya dan
sosial ekonomi masyarakat
menggunaka
n metode
rasionalistik dengan pendekatan kualitatif
Teknik analisa data kualitatif ( analisa data verbal ) dengan bahan
penelitian yaitu aspek fisik dan non fisik kota pinggiran
sungai yang
terbentuk di kota Siak Sri Indrapura
Karakter pola ruang kota yang terbentuk pada dasarnya
berbentuk linier karena pengaruh
unsure alami
yang dominan
berupa Sungai
Siak pada
Model Permukiman “Kampung” Kawasan Tepian Sungai Studi Kasus: Permukiman Tepian Sungai Kahayan Kota Palangkaraya, 2014, Noor Hamidah, R. Rijanta, Bakti Setiawan & Muh. Aris Marfai
melihat model permukiman ”Kampung” tepian sungai mampu memberikan ruang hidup bagi
mayoritas masyarakat Indonesia di perkotaan, terutama masyarakat yang
bermukim di sepanjang tepian sungai Metode penelitian ialah kualitatif-ekploratif dengan pendekatan rasionalistik
Teknik analisa data kualitatif ( analisa data verbal ) dengan bahan
penelitian yaitu aspek fisik dan
non fisik
kawasan tepian sungai
Kahayan Kota Palangkaraya.
a) aspek fisik; dan b) aspek non fisik pendukung kawasan
permukiman. c) Faktor-faktor yang
mempengaruhi
non fisik
kawasan permukiman tepian sungai
antara lain:
Faktor ekonomi dan faktor sosial
dan faktor
Pengaruh Sungai Sebagai Pembentuk Permukiman Masyarakat Di Pinggiran Sungai Siak, Kelurahan Kampung Dalam, Kecamatan Siak, Riau, 2015, Dina Purnama
-Mengetahui bentuk pola permukiman di bantaran sungai siak -Mengetahui pengaruh bentuk sungai terhadap pola hunian
masyarakat di Kelurahan Kampung Dalam -Mengetahui faktor-faktor budaya seperti apakah yang berpengaruh pada
perubahan ruang hunian masyarakat di kawasan Kelurahan Kampung Dalam Metode penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan rasionalistik
Teknik analisa data kualitatif dengan bahan penelitian yaitu data fisik ; arah hadap
bangunan, kondisi rumah
dan fungsi
rumah, data
sosial ekonomi
dan sosial
budaya masyarakat.
Latar belakang pembentuk permukiman dan budaya
bermukim masyarakat yang
banyak di
pengaruhi oleh
Sungai Siak
sebagai Sumber Kehidupan Masyarakat di Pinggiran Sungai Siak
1.6 Kerangka Berfikir
Gambar 1.1
Diagram Kerangka Berfikir Sumber : Peneliti, 2015
Latar Belakang: Pola permukiman dan budaya bermukim yang dipengaruhi oleh keberadaan Sungai Siak
Rumusan Masalah
-Bagaimana pengaruh sungai terhadap bentuk pola permukiman masyarakat di Kelurahan Kampung Dalam? -Faktor budaya seperti apakah yang
berpengaruh pada ruang hunian
masyarakat di Kelurahan Kampung Dalam?
Tujuan Penelitian
-Mengetahui bagaimana pengaruh
sungai terhadap bentuk pola
permukiman masyarakat di
Kelurahan Kampung Dalam
-Menganalisis Faktor buadaya yang berpengaruh pada ruang hunian masyarakat di Kelurahan Kampung Dalam?
Teori dan Konsep: - Teori Permukiman - Pola permukiman
- Budaya bermukim
- Permukiman pinggir
sungai
Metode Penelitian
Data Skunder
Data berupa data
dokumentasi/arsip dan perkembangan Kota Siak
khususnya Kelurahan
Kampung Dalam sebagi objek kajian
Data Primer berupa data lapangan yang terdiri dari pola fisik ruang
permukiman ,kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya Metode Survey :
Wawancara
Pengamatan Lapangan
Pencarian Literatur : RDTR Kab.siak, BPS Kab.Siak dan BAPPEDA Kab.Siak
Analisis Data Deskriptif dan Pembahasan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Permukiman
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman dikatakan bahwa yang dimaksud dengan rumah adalah bangunan
gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik
perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Sedangkan
permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan
perdesaan.
2.1.1 Pengertian Permukiman
Kata permukiman merupakan sebuah istilah yang tidak hanya berasal dari satu kata saja. Apabila ditinjau dari strutur katanya, kata permukiman terdiri atas dua kata yang mempunyai arti yang berbeda, yaitu (Sastra dan Marlina,2006) :
1. Isi
Isi mempunyai implementasi yang menunjuk kepada manusia sebagai
2. Wadah
Wadah menunjuk pada fisik hunian yang terdiri dari alam dan elemen-elemen buatan manusia.
Pendapat lain yang berbeda tentang pengertian permukiman adalah menurut Hadi (2001) dalam Usop (2003) permukiman adalah perumahan dengan segala isi dan kegiatan yang ada di dalamnya. Perumahan merupakan wadah fisik,
sedangkan permukiman merupakan paduan antara wadah dengan isinya yakni manusia yang hidup bermasyarakat dengan unsur budaya dan lingkungannya.
Permukiman berwawasan lingkungan merupakan permukiman yang mampu mengakomodasikan dan mendorong proses perkembangan kehidupan di dalamnya
secara wajar dan seimbang dengan memadukan kepentingan ekonomi, ekologi dan sosial.
2.1.2 Elemen Pembentuk Permukiman
Sebuah rumah atau tempat tinggal merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia. Maslow dalam Sastra dan Marlina (2006) menyebutkan bahwa sesudah manusia terpenuhi kebutuhan jasmaninya yaitu sandang, pangan
dan kesehatan, kebutuhan akan rumah atau tempat tinggal merupakan salah satu motivasi untuk pengembangan kehidupan yang lebih tinggi. Tempat tinggal pada
dasarnya merupakan wadah bagi manusia atau keluarga dalam melangsungkan kehidupannya.
Menurut Maslow dalam Sastra dan Marlina (2006) kebutuhan manusia
tingkat lanjut. Tingkat kebutuhan manusia terhadap hunian dapat dikategorikan
sebagai berikut :
1. Survival Needs→ hunian sebagai kebutuhan dasar manusia
2. Safety and Security Needs → hunian sebagai sarana perlindungan dan keselamatan
3. Affiliation Needs → hunian sebagai kebutuhan akan identitas pemiliknya
dalam masyarakat
4. Esteem Needs → hunian berfungsi sebagai pengakuan atas jati diri dalam
lingkungan masyarakat
5. Cognitive and Aesthetic Needs → hunian bukan sekedar berfungsi sebagai
pengakuan atas jati diri pemiliknya tetapi juga sebagai sesuatu yang dapat dinikmati keindahannya bagi lingkungan sekitarnya.
Pendapat lain tentang kebutuhan rumah adalah menurut Chander (1979)
dalam Komarudin (1997) terdapat lima komponen kebutuhan rumah, yaitu : 1. Jumlah unit yang dibutuhkan untuk menurunkan kepadatan (backlog) 2. Rumah yang harus segera diganti (immediate replacement)
3. Rumah yang harus segera diganti sesuai dengan perencanaan (normal replacement)
4. Rumah yang dibutuhkan karena pertambahan penduduk (new households) 5. Kebutuhan rumah untuk menutupi kekurangan rumah sejak tahun-tahun
sebelumnya (fulfillment of housing deficit).
masyarakatnya, alam dan unsur buatan. Semua unsur pembentuk permukiman
tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi serta saling menentukan satu dengan lainnya.
Lingkungan permukiman merupakan sistem yang terdiri dari lima elemen, yaitu (Doxiadis,1968 dalam Goenmiandari,dkk, 2010):
a. Nature (unsur alam) , mencakup sumber-sumber daya alam seperti
geologi, topografi, hidrologi, tanah, iklim, dan unsur hayati seperti vegetasi dan fauna.
b. Man (manusia), mencakup segala kebutuhan pribadinya, seperti kebutuhan biologis, emosional, nilai-nilai moral, perasaan dan persepsinya.
c. Society (masyarakat), manusia sebagai bagian dari masyarakatnya.
d. Shell (lindungan), tempat dimana manusia sebagai individu dan kelompok melakukan kegiatan dan kehidupannya.
e. Network (jejaring), merupakan sistem alami atau yang dibuat manusia untuk menunjang berfungsinya lingkungan permukimannya, seperti jalan, jaringan air bersih, listrik, telepon, sistem persampahan dan lain
sebagainya.
Elemen permukiman meliputi manusia serta wadahnya (tempat) maka
perlu memahami dengan baik hubungan antara elemen-elemen permukiman dengan manusia, yang saling mempengaruhi keberadaan satu dengan lainnya
(Sastra dan Marlina,2006).
masing-masing tahapan dari proses pembentukan permukiman tersebut. Diagram proses
terbentuknya permukiman sebagai berikut :
Alam sebagai wadah → ada manusia → membentuk kelompok sosial yang
berfungsi sebagai masyarakat.
Kelompok sosial membutuhkan perlindungan → membuat bangunan →
menjadi lingkungan besar dan kompleks → terbentuk Networks →
terbentuk permukiman (Human Settlements).
Gambar 2.1
Diagram proses pembentukan permukiman Sumber : Sastra dan Marlina, 2006
2.1.3 Pola Permukiman
Pola spasial permukiman menurut Wiriaatmadja (1981) dalam Citrayati, dkk, (2008) adalah:
ada jalan besar, sedangkan orang-orangnya mempunyai sebidang tanah,
yang selama suatu masa tertentu harus diusahakan secara terus menerus b. Pola permukiman dengan cara berkumpul dalam sebuah kampung/desa,
memanjang mengikuti jalan lalu lintas (jalan darat/sungai), sedangkan tanah garapan berada di belakangnya;
c. Pola permukiman dengan cara terkumpul dalam sebuah kampung/desa,
sedangkan tanah garapan berada di luar kampung; dan
d. Berkumpul dan tersusun melingkar mengikuti jalan. Pola permukiman
dengan cara berkumpul dalam sebuah kampung/desa, mengikuti jalan yang melingkar, sedangkan tanah garapan berada di belakangnya.
Sedangkan menurut Putra (2006) permukiman mempunyai berbagai pola
yang umum terjadi akibat berbagai faktor yang mempengaruhi, antara lain:
1. Sub Kelompok Komunitas
Pola permukiman tipe ini berbentuk cluster, terdiri dari beberapa unit atau kelompok hunian. Memusat pada ruang-ruang penting, seperti penjemuran, ruang terbuka umum, masjid dan sebagainya. Selain itu, pada pola ini berkembang
dengan adanya kebutuhan lahan dan penyebaran unit-unit permukiman telah mulai timbul. Kecenderungan pola ini mengarah pada pengelompokkan unit
Gambar. 2.2
Pola Permukiman Sub Kelompok Komunitas Sumber : Putra, 2006
2. Face to Face
Pola permukiman tipe ini berbentuk linier, antara unit-unit hunian
sepanjang permukiman dan secara linier terdapat perletakan pusat aktivitas yaitu tambatan perahu atau dermaga, ruang penjemuran, pasar dan sebagainya.
Gambar. 2.3
Pola Permukiman Face to Face Sumber : Putra, 2006
3. Linier
pada tepi sungai dan jalan. Pada pola ini kepadatan tinggi, dan kecenderungan
[image:34.595.207.406.145.323.2]ekspansi permukiman dan mixed use function penggunaan lahan beragam.
Gambar. 2.4 Pola Permukiman Linier
Sumber : Putra, 2006
Dibawah ini juga dapat dilihat pola dan tata letak pola permukiman dengan
gambar-gambar sebagai berikut ( Putra, 2006) :
1. Pola Mengelompok
Contoh pola mengelompok ini adalah daerah di tepi pantai atau danau, jarak antara perumahan dan tepi pantai ditanami pohon agar kelestarian lingkungan terjaga. Pada daerah muara, perumahan mengelompok di muara
sungai, sedangkan kegiatan MCK terjadi di sepanjang sungai. Adapun arah pengembangannya adalah untuk menghindari pengembangan perumahan ke arah
Gambar. 2.5
Pola Permukiman Mengelompok Sumber : Putra, 2006
2. Pola Menyebar
Pada pola ini perumahan menyebar jauh dari fasilitas, adapun arah pengembangannya adalah dikelompokkan agar jangkauan fasilitas terpenuhi.
Sedangkan pengembangan perumahan cenderung diarahkan ke darat.
Gambar. 2.6
3. Pola Memanjang
Pola ini menimbulkan gangguan keseimbangan alam. Adapun arah pengembangannya dikelompokkan agar fasilitas umum murah dan terjangkau.
Terdapat jarak antara perumahan dengan sungai.
Gambar. 2.7
Pola Permukiman Memanjang Sumber : Putra, 2006
2.2 Budaya Bermukim
Budaya menurut Rapoport (1969) didefinisikan sebagai cara hidup yang khas, serangkaian simbol dan kerangka pikir, dan cara beradaptasi dengan
lingkungan alamnya. Budaya menurut para antropolog berarti kemanusiaan, selanjutnya menurut Rapoport perubahan permukiman dipengaruhi oleh kekuatan
sosial budaya termasuk agama, pola hubungan kekeluargaan kelompok sosial, cara hidup dan beradaptasi dan hubungan antar individu.
Budaya bermukim dapat diartikan sebagai segala kelakukan manusia
alam dalam bermukim pada suatu lingkungan. Tingkah laku tersebut didasarkan
pada pemahaman terhadap apa yang diketahui, dipikirkan, dan dipandang individu tentang dunia dan nilai-nilai yang terbentuk dan berkembang dalam komunitasnya
(Sangalang, 2013) . Budaya bermukim adalah proses kehidupan dan artefak yang dihasilkan dalam mendiami suatu tempat dan merupakan ekspresi fisik dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan (Oliver,1987 dalam Sanggalang dan Adji,2014).
Budaya bermukim berpengaruh pada cara pandang masyarakat. Rapoport (1969) mengatakan bahwa budaya akan selalu berubah sehingga makna bangunan
maupun permukiman juga dapat berubah. Hanya saja perubahan tersebut tidaklah selalu terjadi secara serentak dan pada seluruh elemen ataupun tatanannya, akan
tetapi (tetap akan) selalu dijumpai adanya unsur yang berubah dan yang tetap. Berdasarkan pandangan Rapoport (1969) di atas terlihat bahwa seiring dengan berkembangnya zaman suatu budaya akan mengalami pergeseran, apabila
budaya tersebut atau cara pandangan hidup telah berubah, maka berbagai bentuk aspek yang terkait di dalamnya menjadi berubah atau bahkan kehilangan fungsinya dan tidak berarti . Walaupun tidak terjadi perubahan secara keseluruhan
dan tetap akan dijumpai berbagai elemen yang masih dipertahankan, hanya pada dasarnya kecenderungan sifat manusia untuk berubah lebih kuat dari pada
mempertahankan apa yang ada. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa setiap ada perkembangan selalu diiringin dengan perubahan, namun tetap ada aspek yang bertahan.
dalam konteks tempat (place) dan ruang (space) harus dikaitkan dengan budaya.
Budaya sifatnya unik, antara satu tempat dengan tempat lain bisa sangat berbeda maknanya. Selanjutnya manusia akan mengekspresikan dirinya pada lingkungan
dimana dia hidup, sehingga lingkungan tempat tinggalnya akan diwujudkan dalam berbagai simbolisme sesuai dengan budaya mereka. Bagaimana manusia memilih tempat tertentu dan menggunakan berbagai kelengkapan, ataupun berbagai cara untuk berkomunikasi pada dasarnya merupakan “bahasa” manusia. Pola ini
tidaklah semata dilihat dalam kaitan dengan lingkungan semata, akan tetapi pada
waktu yang bersamaan juga merupakan perwujudan budaya mereka (Locher, 1978 dalam Sasongko (2005).
Menurut Keesing (1992) dalam Rochgiyanti (2011), budaya sebagai sistem adaptif. Budaya adalah sistem (dari pola-pola tingkah laku yang diturunkan secara sosial) yang bekerja menghubungkan komunitas manusia dengan
lingkungan ekologi mereka.
Kekerabatan juga dapat menjadi faktor penentu terhadap pembentukan permukiman atau rumah, karena sangat terkait dengan sebuah bentuk ikatan
sosial, aturan-aturan yang bernuansa budaya dan religi, serta adanya kegiatan yang bersifat ekonomi (Lowi dalam Mulyati, 1995 dalam Citrayati,dkk, 2008).
Hubungan antara kekerabatan dalam aspek sosial-kultural dan permukiman sebagai perwujudan fisiknya, secara umum dapat digambarkan sebagai berikut (Citrayati,dkk, 2008):
Kelompok kekerabatan mempengaruhi lokasi dan tata lahan/rumah sesuai
Peran sosial antar kerabat mempengaruhi terbentuknya ruang-ruang yang
mempengaruhi terbentuknya ruang-ruang yang menjadi sarana interaksi
antar kerabat
2.2.1 Manusia, Kebudayaan, Perilaku dan Lingkungan Binaan
Hubungan manusia dengan kebudayaan dapat dilihat dari konsep awal
tentang kebudayaan, yakni keseluruhan komplek yang meliputi pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan serta kebiasaan
lain yang diperoleh manusia sebagai warga masyarakat. Oleh sebab itu manusia disebut sebagai makhluk budaya. Manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan fisik dan rohani. Aktifitas kebudayaan berfungsi untuk memenuhi komplek kebutuhan
naluri manusia (Malinowski dalam Koentjaraningrat, 1974 dalam Putra, 2006). Faktor dinamika rona lingkungan dipandang juga berpengaruh pada
bentuk dan pola lingkungan binaan (Nurjannah,2008 dalam Andreas,dkk, 2014 ) . Hubungan dapat terjadi antara rona lingkungan dengan bentuk fisik lingkungan binaan, dimana rona lingkungan mempengaruhi bentuk fisik permukiman yang
terbentuk oleh kondisi lingkungan serta kelompok masyarakat dengan budayanya (Rapoport,1969). Rapoport (1969) juga menganggap bentuk permukiman bukan
merupakan hasil proses yang sederhana dari satu faktor penyebab saja, tetapi lebih merupakan konsekuensi menyeluruh dari faktor sosial budaya. Hubungan ini saling mempengaruhi dan dipengaruhi sehingga kegiatan manusia dan
bentuk aktivitas, aktivitas yang terjadi tersebut dapat mengakibatkan perubahan
diantaranya perubahan lingkungan dan perubahan perilaku.
Lingkungan permukiman terbentuk bukan hanya dari hasil kekuatan fisik
tetapi juga terkait dengan faktor-faktor sosial budaya yang ada di dalamnya. Rapoport (1969) mengemukakan bahwa faktor utama dalam proses terjadinya bentuk adalah budaya sedangkan faktor lain seperti iklim, letak dan kondisi
geografis, politik dan ekonomi merupakan faktor pengubah (modifiying factor). Jadi dalam hal ini karakteristik lingkungan adalah salah satu faktor yang
sangat mempengaruhi terbentuknya tata ruang suatu permukiman dan arsitektur permukiman, selain faktor perilaku manusianya. Kawasan permukiman juga akan
memiliki keunikan tersendiri yang terbentuk karena adanya kekhasan budaya masyarakat, kondisi iklim yang berbeda, karakteristik tapak, pengaruh nilai-nilai spritualnya yang dianut, dan kondisi politik atau keamanan dari suatu daerah atau
permukiman (Andreas, dkk, 2014).
Pada dasarnya, kerangka pendekatan studi perilaku menekankan bahwa latar belakang manusia seperti pandangan hidup, kepercayaan yang di anut,
nilai-nilai dan norma-norma yang di pegang akan menentukan perilaku seseorang yang antara lain tercemin dalam cara hidup dan peran yang dipilihnya di masyarakat
Gambar 2.8
Hubungan antara Budaya, Perilaku, Sistem Aktivitas dan Sistem Seting
Sumber : Rapoport, 1997 (diterjemahkan oleh Haryadi dan B.Setiawan)
Terlihat dari gambar tersebut bahwa kerangka pendekatan ruang dari aspek
perilaku menekankan pada faktor human agency, yakni keputusan setiap individu manusia atau sekelompok manusia untuk merumuskan pandangan-pandangannya
terhadap dunia, merumuskan nilai-nilai kehidupan yang diyakini bersama, menjabarkan dalam kebiasaan hidup sehari-hari yang tertuang dalam system kegiatan dan wadah ruangnya (sistem seting). Dengan kata lain, motif-motif
aktivitas manusia tidak sekedar dapat dipahami secara mekanistis sebagai respons terhadap stimuli-stimuli ekonomis atau biologis saja, melainkan mengandung
makna dan symbol yang telah disepakati antar kelompok-kelompok manusia tertentu. Pendekatan ini menegaskan bahwa aspek psikologi manusia dan kultur suatu masyarakat akan menentukan aktivitas dan wadahnya (Sastra dan
2.2.2 Pengaruh Budaya Terhadap Bentuk Hunian
Menurut Rapoport (1980) dalam Goenmiandari, dkk, (2010) para
antropolog setuju bahwa inti dari ‟budaya‟ adalah kemanusiaan. Sedangkan
budaya itu sendiri didefinisikannya menjadi 3 maksud :
a. Budaya sebagai cara hidup yang khas (a way of life) dari kelompok tertentu.
b. Budaya sebagai suatu sistem simbol-simbol, arti dan kerangka pikir yang dikirim melalui kode-kode simbolik.
c. Budaya sebagai satu set strategi-strategi beradaptasi untuk bertahan hidup dalam hubungannya dengan ekologi dan sumber daya.
Menurut Turner (1990) dalam Usop (2003), fungsi rumah dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Rumah sebagai sebuah benda (House as A Noun)
Rumah dilihat sebagai alat yang bisa diperjualbelikan, investasi dan sebagai barang komoditi.
2. Rumah sebagai suatu aktivitas (House as A Verb)
Rumah dipandang sebagai tempat berlangsungnya proses bermukim yang terjadi dalam rumah, misalnya ada ayah, ibu, anak, makan, mandi dan
lain-lain.
Jadi rumah tidak hanya dilihat sebagai benda mati (komoditi), namun
Menurut Rapoport (1969) dalam bukunya House Form and Culture
mengatakan bahwa :
”The house, the village, and town express the fact societies share
certain generally accepted goals and life values. The environment sought reflects many socio-cultural forces, including religious beliefs, family and clan structure, social organization, way of
gaining livelihood, and social relation between individuals”
Jadi perubahan rumah dan permukiman dipengaruhi oleh kekuatan sosial
budaya, termasuk agama, pola hubungan kekeluargaan, organisasi/ kelompok social, cara hidup dan beradaptasi sehari-hari dan hubungan sosial antar individu
(Goenmiandar, dkk, 2010).
Turner (1972) dalam Sanggalang dan Adji (2014) menyatakan bahwa yang terpenting dari hunian bukan wujudnya, melainkan dampak terhadap kehidupan
penghuninya. Hunian tidak dapat dilihat sebagai bentuk fisik bangunan menurut standar tertentu (dweling unit), tetapi merupakan proses interaksi hunian dengan
penghuni dalam siklus waktu. Konsep interaksi antara hunian dan penghuninya adalah apa yang diberikan hunian kepada penghuni, serta dilakukan penghuni
terhadap huniannya.
2.3 Permukiman Bantaran Sungai
Permukiman baik di dunia belahan barat maupun di timur kebanyakan
bermula dari daerah sekitar air, entah itu sumber air, sungai, danau maupun laut (Mahatmanto, 2008 dalam Sanggalang dan Adji, 2014). Sungai merupakan awal
sungai, ditinjau dari karakteristik permukiman beserta aspek-aspek yang
mempengaruhi dan membentuknya adalah bangunan terapung atau panggung yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan
keluarga, yang berada di atas badan perairan berupa sungai, danau, rawa ataupun pantai/laut dengan sifat seluruhnya ataupun sebagian selalu atau sewaktu-waktu berada di atas air apabila terjadi luapan air baik dari sungai, danau, dsb.
2.3.1 Peraturan Tentang Bantaran Sungai
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011
Tentang Sungai dikatakan bahwa sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu
sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan atu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Bantaran sungai adalah
ruang antara tepi palung sungai dan kaki tanggu sebelah dalam yang terletak di kiri dan/atau kanan palung sungai. Sedangkan garis sempedan adalah garis maya
di kiri dan kanan palung sungai yang di tetapkan sebagai batas pelindungan sungai.
Garis sempadan pada sungai bertanggul di kawasana perkotaan
dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai. Sedangkan sungai tidak
bertanggul di dalam kawasan perkotaan paling sedikit berjarak 30 m (tiga puluh meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih
dari 20 m (dua puluh meter).
Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011
Tentang Sungai dalam Pasal 8 ayat (2) huruf d ditentukan paling sedikit berjarak 5 m (lima meter) daritepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai. Sedangkan garis
sempadan sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 100 m (seratus meter) dari tepi kiri dan kanan palung
sungai sepanjang alur sungai dan garis sempadan sungai kecil tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud ditentukan paling sedikit 50 m (lima puluh meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
2.3.2 Karakteristik Permukiman Bantaran Sungai
Rapoport (1969), dalam bukunya House Form and Culture, menjelaskan pengaruh dari topografi sebagai faktor yang menentukan pembangunan
permukiman. Rapoport menyatakan bahwa ada dua pertimbangan bagi masyarakat untuk memilih tempat permukimannya, yaitu fisik lingkungan alam setempat dan
pilihan sosial-budaya. Kebudayaan merupakan unsur non fisik yang mempengaruhi wajah suatu kota. Kebudayaan merupakan hasil pemahaman manusia terhadap dirinya dengan unsur-unsur lain di luar dirinya.
merupakan konsekuensi dari cakupan faktor-faktor budaya yang terlihat dalam
pengertian yang luas. Pembentukan lingkungan permukiman, Rapoport membaginya menjadi dua kelompok elemen dasar, yakni elemen fisik, seperti,
kondisi iklim, metode konstruksi, material yang tersedia dan teknologi, dan elemen socio-cultural. Menurut Rapoport (1969) elemen socio-cultural merupakan elemen utama atau prima, sedangkan yang lain adalah elemen
sekunder.
Menurut Silas (1985) dalam Widyastomo (2011) suatu permukiman
hendaknya mengikuti kriteria bagi permukiman yang baik, dengan memenuhi aspek fisik dan aspek nonfisik. Proses bermukim menjadi faktor pengikat antara
masa dulu, kini dan masa akan datang dengan tujuan peningkatan kualitas hidup. Aspek fisik dan nonfisik saling mempengaruhi satu dengan yang lain sebagai wujud dari aspek-aspek yang tidak saling terpisahkan antara satu dengan lainnya.
Oleh karena itu, kriteria atau karakteristik permukiman yang ideal adalah adanya pemenuhan aspek fisik dan non fisik di dalamnya berupa aspek sosial, budaya, ekologis dan fungisonal yang saling mempengaruhi, dengan tujuan
peningkatan kualitas hidup.
2.3.3 Pola Permukiman Bantaran Sungai
Pola permukiman bantaran sungai umumnya adalah pola linier, karena berderet-deret sepanjang pinggiran sungai mengikuti bentuk sungainya. Di kota Banjarmasin pola permukiman pinggir sungainya juga berbentuk linear. Rumah-
sebagai satu-satunya alat transportasi pada saat itu serta digunakan sebagai sarana
dalam memanfaatkan air sungai sebagai sumber air minum dan sanitasi (Daud, 1997 dalam Goenmiandari,dkk,2010).
Menurut Iwan Suprijanto dalam Usop (2003) dalam makalah karakteristik spesifik, permasalahan dan potensi pengembangan kawasan permukiman perairan kota di Indonesia, proses pembentukan sebuah kawasan permukiman di awali
dari :
a. Sejarah awal keberadaan lingkungan perumahan/permukiman dapat dibedakan
atas 2 (dua) kronologis, yaitu :
Perkembangan yang dimulai oleh kedatangan sekelompok etnis tertentu di
suatu lokasi, yang kemudian menetap dan berkembang secara turun-temurun membentuk suatu klan/komunitas tertentu serta cenderung bersifat sangat homogen, tertutup dan mengembangkan tradisi dan
nilai-nilai tertentu, yang pada akhirnya merupakan karakter dan ciri khas permukiman tersebut.
Perkembangan sebagai daerah alternatif permukiman, karena peningkatan
arus urbanisasi, yang berakibat menjadi kawasan liar dan kumuh perkotaan.
b. Tahapan perkembangan kawasan perumahan/permukiman di perairan adalah : Tahap awal ditandai oleh dominasi pelayanan kawasan perairan sebagai
sumber air untuk keperluan hidup masyarakat. Kota masih berupa suatu
Ketika kota membutuhkan komunikasi dengan lokasi lainnya (kepentingan
per- dagangan) maka kawasan perairan merupakan prasarana transportasi, dan dapat diduga perkembangan fisik kota yang cenderung memanjang di
pantai, di sungai, di danau (linier).
Perkembangan selanjutnya ditandai dengan semakin kompleksnya
kegiatan fungsional, sehingga intensitas kegiatan di sekitar perairan makin
tinggi. Jaringan jalan raya menawarkan lebih banyak kesempatan mengembangkan kegiatan. Walaupun begitu, jenis fungsi perairan tidak
berarti mengalami penurunan, bahkan mengalami peningkatan (makin beragam).
c. Kawasan permukiman di atas air cenderung rapat (kepadatan bangunan tinggi dan jarak antar bangunan rapat) dan kumuh (tidak teratur, kotor, dll). Dominasi kawasan perumahan/permukiman nelayan, yang umumnya kumuh
dan belum tertata.
d. Pola perumahan dipengaruhi oleh keadaan topografi, dibedakan atas 3 (tiga), yaitu :
Daerah perbukitan cenderung mengikuti kontur tanah;
Daerah relatif datar cenderung memiliki pola relatif teratur, yaitu pola grid
atau linear dengan tata letak bangunan berada di kiri-kanan jalan atau linear sejajar dengan (mengikuti) garis tepi pantai;
Daerah atas air pada umumnya cenderung memiliki pola cluster, yang
e. Orientasi bangunan semula umumnya menghadap perairan sesuai orientasi
kegiatan berbasis perairan. Perkembangan selanjutnya orientasi kegiatan ke darat semakin meningkat (bahkan lebih dominan), maka orientasi bangunan
cenderung menghadap ke arah darat dan lebih mempertimbangkan aspek fungsional dan aksesibilitas.
f. Secara arsitektural, bangunan pada permukiman di kota pantai dibedakan atas:
- Bangunan di atas tanah; - Bangunan panggung di darat;
- Bangunan panggung di atas air;
- Bangunan rakit di atas air (pernah ada dan saat ini sudah jarang dijumpai);
Arsitektural bangunan dibuat dengan kaidah tradisional maupun modern, sesuai dengan latar belakang budaya dan suku/etnis masing-masing.
g. Tipologi bangunan menggunakan struktur dan konstruksi sederhana,
2.4 Diagram Kepustakaan
Gambar 2.9
Diagram Kepustakaan (Literature Map) Sumber : Peneliti, 2015
2.5 Studi Kasus Sejenis
2.5.1 Permukiman Tepian Sungai Kahayan Kota Palangkaraya ( Noor Hamidah, R. Rijanta, Bakti Setiawan dan Muh. Aris Marfai, 2014) Peranan sungai dalam kehidupan sehari-hari terus berkembang, pertumbuhan permukiman awal disebut ”kampung” berkembang membentuk kota
terletak di sepanjang DAS. Keunikan ”Kampung” di sepanjang DAS merupakan Pengaruh Sungai Terhadap Permukiman
Permukiman
Sastra & Marlina, 2006; Abraham Maslow;
Doxiadis, 1968; Rapoport, 1969; Habraken, 1978; Wiriaatmajda,
1981; Putra, 2006
Budaya Bermukim Rapoport, 1969; Papageorgeou,
1969
Yi-Fu Tuan, 1977; Lowi, 1995
Permukiman Bantaran Sungai Mahatmanto, 2008; Sanggalang &
Adji, 2014; usop,2003
Karakteristik & Pola Permukiman Bantaran Sungai
Rapoport, 1969; Silas, 1985; Rrapoport, 1982; Usop, 2003
Manusia, Kebudayaan, Perilaku & Lingkungan
Binaan
Koentjaraningrat, 1974; Rapoport, 1969; Haryadi &
Setiawan, 2010
Budaya dan Bentuk Hunian Rapoport, 1980; Rapoport, 1969; Turner, 1972; Turner
1990
[image:50.595.113.513.92.534.2]fokus penelitian, sedangkan Locus penelitian ialah permukiman tepian Sungai
Kahayan Kota Palangkaraya. Tujuan penelitian ialah melihat model permukiman ”kampung” tepian sungai mampu memberikan ruang hidup bagi mayoritas
masyarakat Indonesia di perkotaan, terutama masyarakat yang bermukim di sepanjang tepian sungai.
Pendekatan penelitian yaitu pendekatan pola spasial permukiman tepian
Sungai Kahayan memiliki keunikan fisik yaitu rumah lanting (Raft House) dan rumah Panggung (Pillar House) berada diatas air, secara umum berbeda dengan
topografi rumah yang dibangun diatas tanah, pola sirkulasi (titian kayu), dan dermaga sebagai ruang publik warga. Penghuni permukiman Rumah lanting (Rafting Houses) dan penghuni Rumah Panggung (Pillar houses) merupakan
penduduk asli Suku Dayak dan Suku Banjar.
Permukiman ini memiliki peranan dalam perkembangan kota, bila dilihat
dari pertumbuhan kawasan permukiman di Indonesia kebanyakan kota-kota berlokasi di kawasan tepian sungai. Seiring perkembangan saat ini kota-kota tepian sungai ini cenderung hanya di lihat sebagai kota tua yang tidak tertata
dengan baik dalam pembangunan kota. Berdasarkan hasil pengamatan penelitian terdapat dua aspek penting dalam pengembangan bentuk hunian tepian sungai,
yaitu: a) aspek fisik; dan b) aspek non fisik pendukung kawasan permukiman. Aspek fisik meliputi:
1. daerah aliran sungai
2. model permukiman kawasan tepian sungai
4. sarana dan prasarana kawasan permukiman tepian sungai
Faktor-faktor yang mempengaruhi non fisik kawasan permukiman tepian sungai antara lain: (1) faktor ekonomi; dan (2) faktor sosial; dan (3) faktor budaya
sungai.
Gambar 2.10
Struktur dan Pola Kota Tepian Sungai Kalimantan Sumber: Prayitno, 2005
Pola menyebar Pola Linier Pola Linier Konfigurasi Gambar 2.11
Ragam Pola Sirkulasi Pada Objek amatan Sumber : Hamidah, 2013
2.5.2 Perubahan Pola Permukiman Suku Sentani di Pesisir Danau Sentani (Deasy Widyastomo, 2011)
kehidupan. Keberadaan masyarakat suku Sentani di Danau Sentani telah
melangsungkan kehidupan sejak terjadinya perang suku zaman nenek moyang dan sampai saat ini masih tetap berkehidupan di pesisir Danau Sentani dalam usaha
mempertahankan kehidupan yang berkelanjutan. Permukiman dan perumahan suku Ifale Sentani berada di Kampung Hobong yang terbentuk dari kesatuan tiga kelompok kekerabatan yang berbeda yaitu Asei, Ifale dan Ifar Besar. Dalam
kehidupan bersama tetap menjaga tradisi yang dilakukan secara turun temurun dengan menyesuaikan kondisi yang baik dirumah maupun di lingkungannya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari perubahan pola permukiman tradisional suku Sentani di Danau Sentani, dan pengaruhnya terhadap pola hidup
masyarakat tradisional.
Hasil penelitian menunjukkan analisa kualitas permukiman dan lingkungan, analisa kekhasan fisik permukiman dan analisa perubahan permukiman tradisional
mempengaruhi perubahan pola hidup masyarakat ditunjukkan adanya perubahan pola permukiman yang dipengaruhi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang merubah pola hidup masyarakat dari cara hidup komunal menjadi individual dan
adanya perubahan permukiman tradisional suku Sentani dari berbentuk linier manjadi menyebar. Perubahan pola hidup dilakukan untuk meningkatkan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan di ambil pada penelitian ini adalah kualitatif, karena akan menggambarkan kondisi permukiman yang terbentuk akibat pengaruh keberadaan Sungai Siak dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata. Hal ini sesuai dengan definisi penelitian kualitatif yang dijelaskan oleh Moleong (2014) bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Deskripsi yang akan diberikan di dalam penelitian antara lain adalah terbentuknya suatu permukima yang disebabkan oleh pengaruh sungai dan budaya setempat, perubahan orientasi hunian yang dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi dan kondisi ruang hunian masyarakat setempat.
3.2 Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan segala sesuatu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti sehingga diperoleh informasi ataupun kesimpulan. Variabel
penelitian dalam penelitian ini adalah : orientasi rumah
fungsi rumah
lama bermukim
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data, guna penyusunan laporan penelitian ini adalah :
1. Observasi
Observasi ini dilakukan dengan mengamati secara langsung permukiman tepian Sungai Siak di Kelurahan Kampung Dalam yang didukung dengan
melihat budaya dan aktivitas. Tujuan dari observasi lapangan ini adalah untuk mendapatkan gambaran fisik dan fenomena permukiman di pinggiran Sungai Siak di Kelurahan Kampung Dalam.
2. Wawancara
Proses wawancara ini dilakukan dengan melakukan tanya jawab dan
bertatap muka langsung dengan penduduk permukiman tepian Sungai Siak, Kampung Dalam dan tokoh masyarakat Siak . wawancara ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui seluk beluk kondisi
masyarakat, lingkungannya dan pola aktivitas penghuni sebagai objek penelitian serta kondisi permukiman dari waktu ke waktu.
3. Dokumentasi/arsip
Merupakan suatu proses pengkajian literatur, yaitu buku, hasil penelitian sebelumnya, jurnal, peta, laporan pemerintahan dan bentuk lain yang
Data-data yang digunakan berupa :
1. Data Primer berupa data lapangan, yang merupakan hasil observasi dan wawancara untuk mendapatkan masukan yang akan mendukung hasil
penelitian. Data tersebut berupa:
- Data yang berkaitan dengan pola fisik ruang permukiman pinggiran Sungai Siak yang terbentuk karena pengaruh sungai dan budaya yang
terdapat di lokasi penelitian
- Data yang berkaitan dengan kondisi sosial budaya dan sosial ekonomi
serta pola ruang hunian yang terbentuk dari kondisi sosial masyarakat Siak yang mempengaruhinya.
2. Data sekunder berupa data dokumentasi/arsip, yang merupakan hasil penelitian kepustakaan untuk mendapatkan landasan teori yang relevan dengan kenyataan di lapangan dan topik penelitian mengenai karakteristik
pola permukiman masyarakat di pinggiran Sungai Siak. Data tersebut terdiri dari :
- data berupa dokumentasi/arsip dan perkembangan kota Siak Sri
Indrapura khususnya Kelurahan Kampung Dalam dengan mengujungi beberapa kepustakaan berupa buku : RDTR Kabupaten Siak, selintas
sejarah Kerajaan Siak, Kabupaten Siak Dalam Angka dan Kecamatan Siak Dalam Angka yang di peroleh melalui BPS Kabupaten Siak serta peta wilayah Kabupaten dan Kecamatan Siak yang diperoleh melalui
- data literatur berupa teori-teori yang telah dikonstruksian menjadi
grands concepts (yang dapat dilihat di BAB II).
- data berupa foto dan gambar mengenai Kelurahan Kampung Dalam.
3.4 Kawasan Penelitian
Penelitian dilaksanakan di pemukiman masyarakat tepian Sungai Siak di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak, Riau. Kampung Dalam merupakan
salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Siak. Kampung Dalam memiliki luas wilayah 2,7 Km2, dengan jumlah penduduk yaitu 8.251 jiwa. Jumlah penduduk di
Kelurahan kampung Dalam adalah 36,31% dari total jumlah penduduk di Kecamatan Siak. Jadi, sebagaian besar penduduk di Kecamatan Siak berdomisili
di Kelurahan Kampung Dalam.
Kelurahan Kampung Dalam terbagi menjadi beberapa Lingkungan yaitu 6 RW dan 22 RT . Kelurahan Kampung Dalam berbatasan dengan :
1. Utara : Desa/Kelurahan Langkai 2. Selatan : Sungai Siak
3. Barat : Desa/Kelurahan Kampung Rempak
Gambar 3.1
Peta Lokasi Kecamatan Siak Sumber : BAPPEDA Kab.Siak, 2015
Gambar 3.2
3.5 Tahapan Analisa Data
Analisa data dilakukan degan metode analisa deskriptif dengan mengkaji aspek fisik dan non fisik untuk mendapatkan gambaran umum pola permukiman
masyarakat di pinggiran Sungai Siak.
Analisa akan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Setelah data-data dikumpulkan kemudian dilakukan kompilasi data. Temuan
yang diperoleh dari observasi lapangan yang di dukung oleh hasil wawancra dengan responden serta penelusuran literature kemudian dikelompokan
kedalam tem-tema tertentu yang mengilustrasikan feomena yang ada.
2. Tahapan selanjutnya adalah penyajian data yang sudah dkategorikan untuk
mempermudah dalam pemahaman data yang diperoleh utnuk dilanjutkan ketahap analisa. Penyajian data dalam bentuk gambar disusun dengan mudah dan dapat memuat banyak informasi yang siap untuk dianalisis.
3. Analisa diawali dengan penelitian awal yang terdiri dari penggalian data,analisa kesimpulan sementara yang menghasilkan temuan-temuan