• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberantasan flu burung, Avian influenza melalui penerapan biosecurity dan pengobatan antiviral di Taman Margasatwa Ragunan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberantasan flu burung, Avian influenza melalui penerapan biosecurity dan pengobatan antiviral di Taman Margasatwa Ragunan"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERANTASAN FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) MELALUI PENERAPAN DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN BIOSECURITY DAN PENGOBATAN ANTIVIRAL

DINI WIDYASARI

(2)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

PEMBERANTASAN FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) MELALUI PENERAPAN BIOSECURITY DAN PENGOBATAN ANTIVIRAL

DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN

DINI WIDYASARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

(3)

DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2006 ABSTRAK

DINI WIDYASARI (B04101147). Pemberantasan Flu Burung (Avian Influenza)

Melalui Penerapan Biosecurity dan Pengobatan Antiviral di Taman margasatwa Ragunan, di bawah bimbingan EKOWATI HANDHARYANI dan SRI MULYONO.

(4)

Judul : Pemberantasan Flu Burung (Avian Influenza) Melalui Penerapan Biosecurity dan Pengobatan Antiviral di Taman Margasatwa

Ragunan Nama : Dini Widyasari NRP : B04101147

Disetujui,

drh.Ekowati Handharyani, MSi, PhD drh. Sri Mulyono, MSi Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Diketahui,

Dr.drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS Wakil Dekan FKH IPB

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 November 1983 dari pasangan Bapak Sri Mulyono dan Ibu Herminie Sumitro. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1987-1989 di TK Bachtera Trisna Jakarta. Tahun 1989 sampai dengan 1995 penulis melanjutkan sekolah di SDN 05 Pagi Jagakarsa Jakarta , kemudian melanjutkan ke SLTPN 41 Ragunan Jakarta hingga lulus pada tahun 1998. Pendidikan selanjutnya di SMUN 28 Pasar Minggu Jakarta sejak tahun 1998 sampai tahun 2001. Penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri Institut Pertanian Bogor (IPB) Fakultas Kedokteran Hewan pada tahun 2001 melalui Ujian Masuk Pergur uan Tinggi Negeri (UMPTN).

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat dalam kehidupan, berkat petunjuk dan ridho-Nya maka skripsi ini selesai dituliskan. Shalawat dan salam dihaturkan pada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga nya, sahabatnya , dan para pejuang yang tak kenal lelah menegakkan kebenaran sampai akhir zaman.

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan berbagai pihak. Penghargaan dan terima kasih kepada: drh. Ekowati Handharyani, MSi, PhD sebagai dosen pembimbing pertama (terima kasih atas kesabaran, semangat, dan waktu yang telah diluangkan dalam pembuatan skripsi ini) dan drh. Sri Mulyono, MSi sebagai dosen pembimbing kedua. Keluargaku tersayang (Bapak, Ibu, d’Endang, dan d’Fajar) atas dukungan doa dan kasih sayang yang tulus diberikan. Dr.drh.Wiwin Winarsih, MSi sebagai dosen penilai sekaligus dosen penguji. Dr.dra.Nastiti Kusumorini sebagai pembimbing akademik (terima kasih atas perhatian, kesabaran, dan semangat yang menyertai hari-hari kuliah di FKH). Taman Margasatwa Ragunan (drh. Bambang Triana, drh. W.E. Setiowati, drh. Endah, drh. Mukhsin, drh. Ari (Dori), drh. Edward (EP), Ibu Aji, P’Sofie, dll). Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi. Waisy, SUKET, all ikhwah dan GASTRO 38 (spesial u/ Big Bongot & Oland-terima kasih dukungannya selama ini). JAKDA#1: N’champ, Bugsy Ulhie, Emre, Adik Tengil, Hamtaro, Do2ng, Novie ,& Kang Akbar (sahabat sejati tidak akan pernah pergi, karena mereka selalu ada di hati). Keluarga Darmaga dibalik hutan bambu (butuh keikhlasan menapaki jalan panjang u/ mencapainya). Tempat bernaungku: DKM Al Ghiffari-Al Hurriyyah, DKM AnNahl, BAFAK 3, Muthmainnah, Srikandi. Para leluhur (35,36,37) & Adik2 tersayang (39,40,41) yang menemani masa perjuangan di kampus ungu.

Penulis sangat menyadari kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis memohon maaf jika ada kesalahan dalam proses pembuatannya. Semoga karya tulis ini bermanfaat. Amiin.

Bogor, Maret 2006

(7)

Dini Widyasari DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL……….. DAFTAR GAMBAR………. PENDAHULUAN Latar Belakang………... Tujuan……… Manfaat Studi Kasus ……….. TINJAUAN PUSTAKA

Taman Margasatwa Ragunan………. Sejarah……… Letak Geografi………... Koleksi………... Avian Influenza……….. Agen Penyakit……… Transmisi……… Gejala Klinik……….. Diagnosa………. Pencegahan dan Perawatan……… Kasus Penyebaran pada Manusia ………... BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Studi Kasus………. Bahan Studi Kasus ………... Metode Studi Kasus………... HASIL DAN PEMBAHA SAN

Kondisi Taman Margasatwa Ragunan………... Kejadian Penyakit Flu Burung (AI) di TMR………. Penanganan Kasus AI di TMR………...

Penerapan Biosecurity ……… Pengobatan Antiviral……… SIMPULAN DAN SARAN

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Pemeriksaan sampel darah unggas TMR 8 Juli 2005………. 19

2 Hasil identifikasi virus Flu Burung sampel swab kloaka 5-6 September 2005 dari beberapa jenis unggas di TMR……… 22

3 Hasil uji RT-PCR pengambilan sampel tanggal 30 September 2005 setelah 6 hari pengobatan dengan Ribavirin………. 25

4 Hasil uji RT-PCR pengambilan sampel tanggal 5-6 oktober Oktober 2005 setelah pengobatan dengan antiviral Amantadin…………... 25

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Virus H5N1………..………….. 6

2 Peta kasus flu burung pada manusia Oktober 2005 di daerah Jabodetabek………. 14

3 Peta kasus flu burung pada manusia Oktober 2005 di Indonesia………. 14

4 Kandang peragaan unggas terbuka………. 17

5 Kandang peragaan unggas semi terbuka………. 17

6 Kandang peragaan unggas tertutup……… 18

7 Kandang Isolasi……….. 27

8 Pembersihan kandang dan penguburan kotoran………. 28

9 VirkonS………. 28

10 Penyemprotan………. 28

11 Perlengkapan tindakan biosecurity petugas……… 29

12a Keset berdisinfektan………... 29

12b Kaset berdisinfektan………... 30

13 Rumus bangun da n molekul Ribavirin………... 31

14 Sediaan Ribavirin dalam Difoltine………... 31

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Taman Margasatwa Ragunan (TMR) merupakan lokasi untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan aneka tumbuhan dan satwa (Setiarto 2004). Sebagai taman margasatwa, keberadaan TMR adalah tertua dan terbesar di Indonesia. Oleh karena itu, TMR memiliki daya tarik khas yang tidak ada pada taman margasatwa sejenis di tanah air. Dalam perkembangannya, TMR tidak hanya berfungsi sebagai tempat memelihara, melindungi, dan melestarikan tumbuhan dan satwa tetapi juga sebagai sarana penunjang pendidikan, media penelitian dan ilmu pengetahuan, sarana paru-paru kota, daerah resapan air, sekaligus juga sebagai sarana rekreasi. Setiap tahunnya TMR berhasil menarik kunjungan para wisatawan, baik dalam maupun luar negeri. Sebagai tempat rekreasi, TMR buka setiap hari sejak pukul 07.00-17.00 dengan harga tiket masuk Rp 3000 per orang. Didukung dengan luas lahan dan jumlah satwa koleksi yang dimiliki, masyarakat banyak memilih TMR sebagai tempat wisata yang layak untuk dikunjungi. Oleh karena itu, TMR menjadi tempat wisata yang memiliki jumlah pengunjung cukup tinggi, terutama pada hari libur. Tercatat setiap tahunnya TMR dikunjungi oleh 3,5 juta wisatawan (TMR 2005).

Potensi yang dimiliki TMR sangat menunjang untuk pengembangan daerah. Selain potensi sebagai tempat konservasi satwa ex-situ yang baik, TMR juga dapat menjadi sarana pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan lewat penelitian. Daya dukung lahan yang baik sebagai daerah resapan air dan paru-paru kota juga memberikan kontribusi bagi kelangsungan hidup masyarakat DKI Jakarta. Sebagai wahana rekreasi, TMR juga dapat menjadi tempat berlangsungnya kegiatan ekonomi, baik untuk pengelola maupun masyarakat sekitar. Potensi yang dimiliki oleh TMR di atas tidak hanya membawa keunggulan, tetapi ada juga kelemahan antara lain seperti penyebaran zoonosis.

(10)

seiring dengan terjadinya kasus kematian pada manusia diduga AI. Karena kejadian tersebut maka Jakarta dan Jawa Barat ditetapkan sebagai daerah Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh Menteri Kesehatan pada September 2005 (Rai 2005). Temuan ini menyebabkan keluarnya perintah penutupan TMR selama 21 hari, sejak tanggal 19 September 2005 sampai 10 Oktober. Penutupan ini berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta No.1831/2005 tertanggal 20 September 2005 oleh Gubernur DKI Jakarta (Kompas 2005), tentang penutupan sementara Taman Margasatwa Ragunan dalam rangka mengantisipa si penyebaran dan penularan penyakit Flu Burung di Provinsi DKI Jakarta. Sebanyak 18 satwa jenis unggas yang dilindungi dan tidak dilindungi positif terkena virus AI. Antara lain adalah lima ekor jenis Ayam Kate, lainnya adalah Belibis Mandarin, Belibis Buah, Beo Kecil, Merak Hijau, Bangau Tongtong tiga ekor, Bleang Sumatra, dan tiga ekor Bluwok (Cybernas 2005). Menurut Menteri Pertanian Anton Apriantono, Departemen Pertanian akan mengambil tindakan khusus terkait temuan kasus Flu Burung di Taman Margasatwa Jakarta itu. Penanganan 18 jenis unggas yang positif Flu Burung itu terbagi menjadi dua langkah. Pertama, untuk jenis unggas yang dilindungi akan diberikan penanganan khusus seperti pengobatan dengan antiviral. Tujuannya, untuk mengupayakan kesembuhan hewan. Untuk jenis yang tidak dilindungi akan dimusnahkan (Cybernas 2005).

(11)

Peternakan (Dirjenpronak 2004a). Sejak akhir tahun 2003, wabah AI menjadi pandemi di beberapa negara Asia seperti Korea Selatan, Jepang, Vietnam, Thailand, Kamboja, Hongkong, Laos, RRC, Pakistan, dan Indonesia. Hampir seluruh kejadian wabah negara-negara tersebut disebabkan oleh virus AI subtipe H5N1 kecuali di Pakistan yang ditemukan subtipe H7 (Dirjenpronak 2004b).

Kaitan TMR dengan KLB AI adalah dugaan penularan virus AI kepada manusia yang sebelumnya tidak pernah terjadi di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pa sien manusia yang diduga mengidap Flu Burung dengan tempat penularannya diperkirakan berasal dari TMR ( The Jakarta Post 2005) sehingga diputuskan adanya masa isolasi (penutupan) sementara TMR untuk memberantas dan mencegah penyebaran penyakit. Selama masa penutupan, TMR melakukan tindakan pemberantasan dan pencegahan penularan Flu Burung sampai dinyatakan aman oleh pemerintah pada tanggal 11 Oktober 2005. Berdasarkan hal-hal di atas maka perlu diadakan kajian terhadap kejadian penyakit Flu burung, terkait dengan cara pencegahan dan pemberantasan agar kejadian penyakit tidak terulang kembali.

Tujuan

Tujuan dilakukannya studi kasus ini adalah mempelajari metode pemberantasan Flu Burung dalam praktek di lapangan, dikhususkan pada tempat penangkaran (konservasi) satwa langka dan dilindungi seperti Taman Margasatwa Ragunan.

Manfaat Studi Kasus

(12)

TINJAUAN PUSTAKA

Taman Margasatwa Ragunan Jakarta Sejarah

Pada tahun 1864 di zaman pemerintahan Hindia Belanda didirikan kebun binatang yang bernama “Planten En Dierentuin” oleh suatu perkumpulan penyayang flora dan fauna Vereneging Planten Dierentuin at Batavia (Anonim 2005b). Lokasi kebun binatang ini berada di jalan Cikini Raya No.3 Jakarta dengan luas 10 Hektar (Ha). Lokasi ini merupakan sumbangan dari Raden Saleh, salah satu anggota perkumpulan penyayang flora dan fauna dan beliau juga dikenal sebagai pelukis ternama dari Indonesia.

Pada tahun 1949 nama Planten En Dierentuin diubah namanya menjadi Kebun Binatang Cikini. Tahun 1964 Pemerintah DKI Jakarta memindahkan lokasi Kebun Binatang ini ke daerah Ragunan, Pasar Minggu Jakarta Selatan. Alasan pemindahan ini karena daerah Cikini tidak sesuai dengan planologi kota dan tidak cocok untuk tempat hidup dan berkembang biak bagi hewan. Daerah baru ini pada mulanya memiliki luas lebih kurang 30 Ha (Anonim 2005b).

(13)

Jakarta dikembalikan lagi menjadi Kantor Taman Margasatwa Ragunan DKI Jakarta.

Letak Geografi

Menurut Setiarto (2004), Taman Margasatwa Ragunan terletak lebih kurang 20 km dari pusat kota dengan ketinggian 50 m di atas permukaan laut. Secara administratif termasuk ke dalam wilayah Ragunan, Pasar Minggu Jakarta Selatan. Untuk mencapai lokasi dapat dicapai dari berbagai arah seperti dari Depok, Jatipadang, Cilandak, Pasar Minggu, Mampang Prapatan, Kebayoran Baru, Kampung Melayu, Lebak Bulus, dan Kampung Rambutan. Curah hujan rata-rata per tahun 2,291 mm, temperatur udara rata -rata sepanjang tahun 27,2 derajat Celcius dengan kelembapan udara 80%. Keadaan tanah berjenis latosol merah. Saat ini TMR memiliki luas wilayah sekitar 145 Ha.

Koleksi

Taman Margasatwa Ragunan dibangun menurut rancangan kebun binatang terbuka. Konsep ini memudahkan pengunjung untuk lebih dekat dengan satwa. Koleksi satwanya lebih dari 3625 ekor, terdiri dari 270 spesies dengan 90% dari jumlah adalah satwa asli Indonesia (Setiarto 2004). Setiap satwa diperagakan dalam kandang yang disesuaikan dengan habitat aslinya. TMR memainkan peranan penting dalam hal penangkaran satwa. Beberapa jenis satwa asli Indonesia yang berhasil ditangkarkan antara lain adalah Jalak Bali, Harimau Sumatera (Phantera tigris sumatrae), Orang Utan (Pongo pygmaeus), Komodo (Varanus komodoensis), Ular Sanca (Phyton reticulatus), Kasuari, Kakak Tua, dan jenis burung Bayan. Koleksi tumbuhan di TMR sekitar 50.000 pohon (Anonim 2005b).

Avian Influenza (AI) Agen Penyakit

Flu Burung (Avian Influenza) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza yang ditularkan oleh unggas (Silalahi 2005).

(14)
(15)

Gambar 1 Virus H5N1 Sumber: Kompas 2005

Menurut Handharyani (2004), salah satu sifat virus adalah dapat mengaglutinasi sel darah merah unggas dan ditemukan pada dinding pembuluh darah inang. Virus juga peka terhadap lingkungan panas (56o C, 30 menit), pH yang ekstrim (asam;pH 3), kondisi non isotonik, udara kering, relatif tidak tahan terhadap inaktivasi pelarut lemak seperti detergen (Fenner et al. 1995). Lanjut Fenner et al. (1995), senyawa seperempat bagian amonium, lisol 1-2%, kresol 0,1%, dan formalin 2% dapat digunakan dalam desinfeksi. Pada lingkungan luar dapat bertahan pada suhu 200 Celcius selama 7 hari dan 40 Celcius di dalam feses selama 30-35 hari. Dibandingkan dengan virus yang lain, virus AI sangat unik karena memiliki kemampuan mengubah diri melalui pindahan antigen (antigenic drift) dan hanyutan antigen (antigenic shift) sehingga sulit dikenali oleh sistem pertahanan inang (Fenner et al. 1995).

Transmisi

(16)

Dari penelitian yang dimuat Cybernas (Anonim 2005c), virus ini dikeluarkan melalui kotoran ayam dan eksudat hidung yang mencemarkan lingkungan sekitar dan menjangkiti melalui pernafasan. Virus ini merebak dengan mudah dari ladang peternakan ke ladang peternakan lain melalui tikus dan lalat yang dicemari dengan kotoran ayam yang mengandung virus H5N1. Sejumlah virus yang dikeluarkan melalui rongga mulut sering berasal dari kelenjar ludah yang terinfeksi atau dari paru-paru atau mukosa hidung (Fenner et al. 1995). Virus AI yang diekskresikan lewat feses secara umum lebih sulit dibunuh oleh kondisi lingkungan, terutama jika dibenamkan dalam air (Fenner et al. 1995). Selain peternakan, pasar -tempat ayam hidup dijual-dapat juga menjadi sumber penularan penyakit ini. Hingga kini Virus H5N1 merebak dari hewan kepada manusia dan belum ada bukti ia dapat menular dari manusia kepada manusia (GSA 2005). Selain lewat unggas migrasi, virus ini menular dari satu negara ke negara lain melalui perdagangan antara bangsa ayam hidup. Sumber penularan wabah ini umumnya berasal dari Virus H5N1 yang mudah menular dan dapat menyebabkan kematian penderita (Anonim 2005c).

(17)

Saat ini, strain yang paling virulen penyebab flu burung adalah strain H5N1 (Kompas 2005). Virus itu dapat bertahan hidup di air sampai empat hari pada suhu 220 Celcius dan lebih dari 30 hari pada 0o Celcius (Coloma 2005). Gejala Klinik

Menurut Handharyani (2004), beberapa kasus ada yang tidak menunjukkan gejala klinik. Gejala klinik yang dapat teramati adalah anoreksia, emasiasi, depresi, produksi telur turun, gejala sesak nafas disertai eksudat keluar dari hidung, edema daerah wajah, konjunktivitis, jengger dan pial warna kebiruan. Beberapa daerah di bawah kulit temasuk tungkai mengalami perdarahan. Gejala saraf juga dapat teramati seperti gemetar, tortikolis dan kelumpuhan. Morbiditas dan mortalitas sangat beragam, namun kematian pada unggas dapat mencapai 100%. Hal di atas dinyatakan oleh Dirjenpronak (2004b) bahwa virus AI dapat menimbulkan gejala penyakit mulai ringan (low pathogenic AI) sampai yang bersifat fatal (highly pathogenic AI). LPAI tampak adanya gejala subklinis ringan, terbatas pada gejala pernafasan, depresi, diare, dan penurunan reproduksi dengan tingkat kematian (mortalitas) rendah (Setiowati 2006). Sedangkan HPAI mempunyai tempat replikasi di berbagai organ tubuh, sehingga virus dapat menyerang perdarahan sistemik yang menyebabkan kebiruan (sianosis), kematian tanpa gejala, dan mempunyai tingkat kematian tinggi (dapat mencapai 100%).

Diagnosa

Diagnosa dilakukan berdasarkan gejala klinis, patologi anatomi, histopatologi, pengujian serologis (Haemaglutination Inhibition-HI, Agar Gel Precipitation-AGP, Enzyme Linked immunosorbent Assay-ELISA), identifikasi DNA menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) (Handharyani 2004). Sedangkan diferensial diagnosa AI adalah Newcastle Disease (ND),

Swollen Head Syndrome (SHS), Infectious Coryza dan Fowl Cholera. Sedangkan menurut Dirjenpronak (2004b), cara diagnosa dapat dilakukan pada tiga cara, yaitu:

1. Diagnosa lapangan dengan melihat gejala klinis sebagai berikut:

(18)

• Terkadang terdapat cairan dari mata dan hidung. • Pembengkakan di daerah muka dan kepala. • Perdarahan di bawah kulit (subkutan).

• Perdarahan titik ( ptechie) pada daerah dada, kaki, dan telapak kaki. • Kasus kematian tinggi.

2. Pembedahan bangkai (nekropsi):

• Perdarahan subkutan, bintik-bintik perdarahan pada otot dan jaringan lemak.

• Perdarahan pada organ trakhea, pankreas, dan perandangan pada usus, hati, dan limpa.

• Bintik-bintik pendarahan merata pada proventrikulus, udema, dan pendarahan pada ovarium.

• Perdarahan pada kaki yang sering diikuti udema. 3. Diagnosa laboratorium:

• Sampel diambil dari unggas hidup, unggas yang memperlihatka gejala klinis, dan unggas yang mati.

• Preparat ulas (swab kloaka), trakhea atau feses segar dan serum diambil dari unggas yang masih hidup.

• Dari unggas yang mati, dilakukan pemeriksaan jaringan saluran pencernaan (proventrikulus, intestinum, caeca-tonsil) dan jaringan saluran pernafasan (trakhea dan paru-paru).

• Pengiriman sampel harus dijaga dalam keadaan dingin (tidak beku) dan dikirimkan ke Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPVV) Regional atau ke Balai Penelitian Veteriner (Balitvet).

(19)

Pencegahan dan Perawatan

Prinsip dasar penanggulangan penyakit yang disebabkan agen virus adalah mencegah kontak hewan peka dengan hewan terinfeksi dan media yang tercemar virus (Naipospos 2005). Upaya pencegaha n penularan tentu saja dilakukan dengan cara menghindari bahan yang terkontaminasi tinja dan sekreta unggas, dengan beberapa tindakan (Silalahi 2005), seperti:

-Tiap orang yang berhubungan dengan bahan yang berasal dari saluran cerna unggas harus menggunakan pelindung (wear pack, masker, kacamata renang, sarung tangan).

-Bahan yang berasal dari saluran cerna unggas, seperti feses harus ditangani dengan baik (ditanam atau dibakar) agar tidak menjadi sumber penularan bagi lingkungan sekitarnya.

-Alat-alat yang digunakan dalam peternakan harus dicuci dengan desinfektan. -Kandang dan tinja tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan. -Mengkonsumsi daging ayam yang telah dimasak dengan suhu 800 Celcius selama satu menit, telur unggas dipanaskan dengan suhu 640 Celcius selama lima menit.

- Melaksanakan kebersihan lingkungan. - Melakukan kebersihan diri.

Menurut Handharyani (2004), terdapat empat strategi untuk menanggulangi AI, yaitu isolasi tempat yang tertular(1), depopulasi secara selektif(2), meningkatkan biosecurity pada semua aspek manajemen(3), melaksanakan vaksinasi(4). Sedangkan menurut Dirjenpronak (2004a), penanganan wabah AI di Indonesia dilakukan dengan 9 strategi, yaitu:

1. Peningkatan biosecurity. 2. Vaksinasi

3. Depopulasi (pemusnahan terbatas) di daerah tertular.

(20)

6. Pengisian kandang kembali (restocking).

7. Pemusnahan menyeluruh (stamping out) di daerah tertular baru. 8. Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness).

9. Monitoring dan evaluasi.

Terdapat obat untuk perawatan dan pencegahan penyakit ini tetapi efek penyembuhannya masih dalam penelitian (Recombinomics 2005). Pada tahap awal, manusia yang menderita flu dan dicurigai berpenyakit flu burung diberi obat Tamiflu®, nama obat antiviral jenis Oseltamivir dari perusahaan Roche Holding AG[1] per oral (Diani 2005).

Kasus Penyebaran pada Manusia

Menurut Huminto (2005), virus infuenza tipe A yang dapat menular dari hewan ke manusia adalah:

1. Virus Flu Burung tidak menular antar manusia adalah strain H5, H7, H9, dan H10. Virus AI yang dikatakan tidak menular antar manusia seperti pada tahun 1996 di Inggris tipe H7N7 yang menyerang itik. Tahun 1997 dan 2003 di Hongkong tipe H5N1 yang menyerang ayam. Tahun 1999 masih di Hongkong tipe H9N2 juga menyerang ayam. Tahun 2003 di Belanda dan Belgia tipe H7N7 menyerang ayam. Tahun 2004-2005 pandemi virus di dunia dengan tipe H5N1 menyerang ayam, burung, puyuh, itik terutama pada negara Vietnam, Kamboja, Thailand, Korea, Indonesia, Cina, Malaysia, Jepang, Rusia, dan sebagian Eropa.

2. Virus Flu Burung menular antar burung, burung ke manusia, dan antar manusia adalah strain H1N1 (Flu Spanyol), H2N2 (Flu Asia), H3N2 (Flu Hongkong) yang biasa didahului dengan terjadinya pandemi. Pandemi adalah wabah yang terjadi bersamaan dalam sebuah wilayah geografi yang luas. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jika pandemi flu burung terjadi, korban tewas di seluruh dunia bisa mencapai 100 juta orang.

(21)

memainkan peran penting dalam peradangan yang diproduksi tubuh. Sitoksin yang membanjiri aliran darah, karena virus yang bertambah banyak, justru melukai jaringan-jaringan dalam tubuh, atau dikenal juga dengan efek “bunuh diri”.

Belum ada bukti virus AI strain H5, H7, H9, dan H10 dapat menular dari manusia kepada manusia lain (Dirjenpronak 2004a). Tanggal 21 Juli 2005, tiga kasus fatal pada manusia terjadi di Tangerang, Indonesia , yang disebabkan oleh flu burung subtipe H5N1. Berbeda dengan kasus lainnya di Asia Tenggara (Thailand, Kamboja, dan Vietnam), kasus ini dianggap unik karena korban tidak banyak berhubungan dengan unggas. Kemungkinan besar penularannya melalui udara (air borne) (Rai 2005). Sampai dengan 29 September 2005, WHO* telah mencatat sebanyak 116 kasus dengan 60 kematian pada manusia yang disebabkan virus ini dengan rincian sebagai berikut:

o Indonesia;36 kasus dengan 7 kematian o Vietnam; 91 kasus dengan 41 kematian o Thailand; 17 kasus dengan 12 kematian o Kamboja; 4 kasus dengan 4 kematian *

(22)

Gambar 2 Peta Kasus Flu Burung pada Manusia Oktober 2005 di daerah Jabodetabe k (Recombinomics 2005)

Keterangan: • bulat = konfirmasi, Merah = Fatal, Orange = Hidup

kotak = tersangka, Merah = Fatal, Orange = diakui September, Kuning = diakui Oktober

∆ segitiga = terkait TMR ,Orange = konfirmasi, Hijau = tersangka September Kuning= diakui Oktober

(23)

Keterangan: Kotak= tersangka Merah = Fatal Orange = hidup Bulat = konfirmasi Merah = Fatal Orange = hidup

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Studi Kasus

Studi kasus ini bertempat di Taman Margasatwa Ragunan, Jl. Harsono RM , No.1 Ragunan Jakarta Selatan 12550 selama bulan Desember 2005-Januari 2006.

Bahan Studi Kasus

Studi kasus ini menggunakan data yang terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa wawancara dengan instansi (pihak) terkait seperti dokter hewan, paramedis, dan jajaran pimpinan Taman Margasatwa Ragunan. Data sekunder (retrospektif) didapatkan dari rekaman medis (medical record) satwa yang berupa data/jurnal harian tindakan biosecurity dan data/jurnal harian pengobatan antiviral di Taman Margasatwa Ragunan selama masa isolasi (19 September 2005 sampai 10 Oktober 2005).

Metode Studi Kasus

Dalam rangka mempelajari kasus Pemberantasan Flu Burung (Avian Influenza) di Taman Margasatwa Ragunan, diterapkan metode deskriptif dengan melakukan penga matan kondisi lapangan dan pengambilan data. Menurut Rangkuti (2001), proses analisa data mencangkup kegiatan sebagai berikut:

1. Memahami latar belakang dan kondisi yang ada.

2. Mengambil dan memahami secara detail informasi (data) yang terdapat pada kasus

3. Melakukan analisa terhadap terhadap situasi yang terjadi

4. Melakukan analisa terhadap pengambilan keputusan dan tindakan 5. Menyimpulkan hasil analisa

Sedangkan indikator keberhasilan studi kasus ini dilihat sebelum dan sesudah penanganan kasus yang didapat dari: (1) kejadian sakit (morbiditas) AI dan (2) hasil pemeriksaan uji Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Taman Margasatwa Ragunan

Sebelum penutupan TMR terkait wabah AI (19 September 2005-10 Oktober 2005), pengamanan pengunjung terhadap bahaya zoonosis masih lemah dalam tataran pelaksanaan di lapangan. Kontak antar pengunjung dengan satwa sangat mungkin dilakukan, terutama pada kawasan Children Zoo yang memperagakan satwa dalam jarak pandang dan jarak jangkauan dekat dengan pengunjung. Keamanan kesehatan satwa pun juga memiliki potensi tertular penyakit dari luar kawasan TMR. Hal ini ditunjukkan salah satunya dengan perilaku pengunjung yang memberi makanan bawaan kepada satwa koleksi di kandang peraga walaupun larangan tertulis sudah dicantumkan oleh pihak pengelola TMR.

Populasi unggas di TMR berkisar 2100 ekor mewakili 140 jenis yang sebagian besar di antaranya adalah unggas liar dengan kandang peragaaan tersebar pada 12 lokasi, yaitu:

1. Kandang Burung Unggas Lama dan sekitarnya 2. Kandang Burung Unggas Baru dan sekitarnya 3. Kandang Burung Unggas Kecil dan sekitarnya 4. Kandang Safari dan sekitarnya

5. Kandang Children Zoo dan sekitarnya 6. Kandang Aviary dan sekitarnya

7. Kandang Burung Peragaan Gajah dan sekitarnya 8. Kandang Burung Jalak Bali dan sekitarnya 9. Kandang Burung Nursery dan sekitarnya 10. Kandang Burung Nuri dan sekitarnya

11. Kandang Burung Areal Pintu Timur dan sekitarnya 12. Kandang Kasuari dan sekitarnya

Jenis kandang peraga unggas di TMR adalah:

(25)

kolam untuk memelihara unggas air yang tidak dapat terbang seperti angsa, pelikan, bangau. Contoh kandang terbuka adalah kandang safari.

Gambar 4 Kandang peragaan unggas terbuka Sumber: Taman Margasatwa Ragunan (2006)

2. Kandang semi terbuka; kandang dengan kerangkeng namun dikelilingi oleh taman, atau oleh kandang satwa lain. Ukuran kandang kecil sampai sedang. Unggas yang dipelihara di dalamnya bisa dari jenis terbang maupun tidak terbang. Contoh kandang semi terbuka adalah kandang unggas kecil.

Gambar 5 Kandang peragaan unggas semi terbuka

(26)

3. Kandang tertutup; kandang besar dengan kerangkeng kawat dimana sekelilingnya tidak terdapat kandang lain. Kandang tertutup ini merupakan satu komplek besar berpintu dengan sekat langsung yang memisahkan antar kandang satu dengan lainnya. Unggas yang dipelihara di dalamnya bisa dari jenis terbang maupun tidak terbang . Contoh kandang tertutup adalah kandang unggas lama.

Gambar 6 Kandang peragaan unggas tertutup Sumber : Taman Margasatwa Ragunan (2006)

(27)

Kejadian Penyakit Flu Burung (AI) di TMR

Seiring dengan merebaknya kembali kasus Flu Burung di Indonesia pada tahun 2005 dan kasus dugaan Flu Burung yang menyebabkan kematian manusia sebanyak 3 orang di daerah Tangerang, Banten maka TMR mengerahkan Tim Medisnya untuk melakukan pemeriksaan lebih intensif terhadap kesehatan satwa koleksi khususnya pada jenis aves. Tanggal 8 Juli 2005 dilakukan pengambilan sampel darah unggas sebanyak 13 ekor mewakili jenis (tabel 1) untuk pemeriksaan serologis; titer antibodi ND (New-Castle Disease), titer antibodi AI, dan CRD (Chronic Respiratory Disease). Pemeriksaan dilakukan oleh Balai Kesehatan Hewan Provinsi DKI Jakarta. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1 Pemeriksaan Sampel Darah Unggas TMR 8 Juli 2005

Hasil Pemeriksaan

No Jenis Unggas Jumlah

Titer ND Titer AI CRD

1 Kakak Tua Jambul Jingga 1 28 20 negatif antibodi

2 Elang Bondol1 1 27 20 negatif antibodi

3 Bleang Sumatera 1 26 20 negatif antibodi

4 Kuao Perak 1 27 20 negatif antibodi

5 Yoan Putri Mandi 1 210 20 negatif antibodi

6 Elang Bondol2 1 28 20 negatif antibodi

7 Bangau Tongtong 1 25 20 negatif antibodi

8 Merak Hijau 1 20 20 negatif antibodi

9 Ayam Kate 1 20 20 positif antibodi

10 Elang Ular 1 29 20 negatif antibodi

11 Kakak Tua Jambul Kuning 1 29 20 negatif antibodi

12 Bluwok 1 29 20 negatif antibodi

13 Ayam Jepang 20 20 positif antibodi

Jumlah Total Unggas

1

13

Sumber: Taman Margasatwa Ragunan 2005

(28)

-210, hasil yang bervariasi namun tidak menyebabkan sakit. Pada pemeriksaan

contoh sera darah unggas terhadap penyakit ND dari unggas normal bisa didapat hasil dengan titer 25 atau 21 0, titer HI 22 0 atau lebih diartikan sebagai indikasi adanya infeksi atau sebagai respon terhadap vaksinasi (Siregar 1987). Oleh karena itu hasil pemeriksaan titer antibodi ND disebabkan oleh antibodi protektif karena program vaksinasi. Hasil uji CRD menunjukkan positif antibodi pada dua jenis unggas yaitu Ayam Kate dan Ayam Jepang sedangkan sampel lainnya menunjukkan hasil negatif antibodi CRD.

Pada pertengahan Juli 2005 terjadi kematian mendadak tanpa menunjukkan gejala klinis sebanyak 5 ekor unggas, ditambah lagi dengan kematian secara mendadak 5 ekor unggas pada bulan Agustus 2005. Berbeda dengan kejadian bulan Juli 2005, kematian unggas pada bulan Agustus 2005 menunjukkan gejala patologi anatomi berupa peradangan dan perdarahan usus (enteritis hemoragika). Oleh karena itu, Tim Medis TMR kembali mengirimkan sampel ke Balai Kesehatan Hewan untuk dilakukan pemeriksaan AI, ND, dan CRD pada tanggal 22 Agustus 2005. Sampel berupa darah dari 1 ekor Ayam Kate. Tanggal 23 Agustus 2005 hasil pemeriksaan menyatakan bahwa Ayam Kate terserang penyakit CRD, dengan titer antibodi AI 20, titer ND 24, dan CRD positif antibodi.

Berdasarkan hasil pemeriksaa n sampel bulan Agustus 2005 yang menyatakan serangan CRD pada kematian unggas dengan titer antibodi AI 20, penanggulangan terhadap serangan Flu Burung di TMR belum intensif dilakukan. Pada saat itu diambil kesimpulan bahwa kematian unggas disebabkan mender ita penyakit CRD. Dengan mewabahnya kasus AI di DKI Jakarta pada awal bulan September 2005 , Dinas Peternakan DKI Jakarta bekerjasama dengan Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor melakukan monitoring dan pengambilan sampel di TMR pada tanggal 5-6 September 2005. Pemeriksaan yang dilakukan menggunakan Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).

(29)

virus dan atau bakteri (Brown 1995). Alasan penggunaan PCR menurut Dharmayanti dan Adjid (2005a) adalah:

§ Mampu mendeteksi secara cepat dalam identifikasi dan subtiping

§ Primer spesifik untuk matriks bahan yang diperiksa, subtipe H5, subtipe H7, dan NP

(30)

Ta bel 2 Hasil identifikasi virus Flu Burung sampel swab kloaka 5-6 September 2005 dari beberapa jenis unggas di Taman Margasatwa Ragunan

No. Jenis unggas Jumlah

sampel Identifikasi dengan RT-PCR (sampel langsung) Identifikasi dengan RT-PCR (sampel cairan alantois)

1. Joan Putri Mandi 4 ekor positif H5N1 positif H5

2. Beo Kecil 2 ekor dubius positif H5

3. Merak Hijau 3 ekor positif H5N1 positif H5

4. Bangau Tong-tong 1 ekor positif H5N1 positif H5

5. Blibis batu 1 ekor positif H5N1 positif H5

6. Blibis mandarin 1 ekor positif H5N1 positif H5

7. Elang Bondol 2 ekor positif H5N1 positif H5

8. Kuao Perak 1 ekor positif H5N1 positif H5

9. Beleang Sumatra 2 ekor positif H5N1 positif H5

10. Kakak Tua Raja 1 ekor positif H5N1 positif H5

11. Bluwok 2 ekor positif H5N1 positif H5

12. Ayam kate 5 ekor positif H5N1 positif H5

13. Elang Bondol(KD Untung) 2 ekor dubius negatif

14. Kakak tua jingga 3 ekor dubius negatif

15. Kakak tua jambul orenge 2 ekor dubius negatif

16. Ayam Jepang 2 ekor negatif H5N1 negatif

17. Elang ular 1 ekor negatif H5N1 negatif

18. Ayam kate 2 ekor negatif H5N1 negatif

Jumlah 37 ekor

Sumber: Taman Margasatwa Ragunan 2005

[image:30.612.129.510.104.347.2]
(31)

pemeriksaan RT-PCR (sampel langsung) dan memperlihatkan hasil negatif AI subtipe H5 pada pemeriksaan RT -PCR (sampel cairan alantois).

Setelah hasil pemeriksaan sampel unggas di TMR menunjukkan kasus infeksi AI seperti yang tertera pada tabel 2 dengan kejadian sakit (morbiditas) AI di TMR adalah 100%, maka pada tanggal 18 September 2005 diadakan pertemuan antara Menteri Pertanian, Kepala Balitvet Bogor, Kepala Kantor Taman Margasatwa Ragunan, Direktur Jendral Bina Produksi Peternakan-Departemen Pertanian, Kepala Dinas Peternakan DKI Jakarta untuk membahas mengenai temuan kasus AI di TMR. Hasil pertemuan ini kemudian didiskusikan dengan Gubernur DKI Jakarta yang menghasilkan keputusan penutupan Taman Margasatwa Ragunan untuk umum selama 21 hari terhitung mulai tanggal 19 September 2005. Masa penutupan berlangsung selama 21 hari dengan mempertimbangkan masa inkubasi virus AI. Masa inkubasi virus terlama yang pernah teramati di Indonesia adalah berkisar 7 hari (Kompas 2005). Untuk masa isolasi dan pengamatan kejadian AI di suatu tempat harus melewati setidaknya 3 kali masa inkubasi, dengan syarat pada masa inkubasi 7 hari pertama tidak ditemukannya gejala klinis pada unggas terinfeksi. Pengamatan harus dilanjutkan dengan 2 kali masa inkubasi (7 hari kedua dan 7 hari ketiga). Pengamatan dilakukan dengan melewati masa dua kali pengambilan sampel pada jangka waktu tertentu (TMR 2006). Apabila tidak terlihat gejala klinis dan tidak ditemukannya infeksi virus AI dalam tubuh unggas maka tempat isolasi dinyatakan aman dari penyakit AI.

Garis besar kegiatan penanganan AI di TMR yang terdapat dalam lampiran dapat disarikan sebagai berikut (TMR 2005) :

ü Mempersiapkan kandang isolasi yang bertempat di depan Rumah Sakit Hewan TMR yang lokasinya jauh dari kandang peragaan

(32)

kandang isolasi. Sebanyak 19 ekor unggas (Tabel 3) diisolasi untuk mendapatkan pengobatan dan observasi dari petugas kesehatan.

ü Pemusnahan satwa positif virus H5N1 untuk jenis yang tidak dilindungi Satwa (unggas) yang tidak dilindungi UU Perlindungan Satwa yang positif terinfeksi virus H5N1 ditangkap dan dimusnahkan. Sebanyak 4 ekor Ayam Kate yang menjadi sampel positif virus H5N1 dan 7 ekor Ayam Kate yang berada dalam satu kandang menjadi target pemusnahan. Unggas yang telah ditangkap dibawa ke tempat krematorium atau insinerator (mesin pembakar kadaver). Pemusnahan dengan insinerator bertujuan agar kadaver benar-benar hancur (terbakar sempurna) sehingga bahan penyebab penularan virus H5N1 turut musnah.

ü Melakukan penyemprotan disinfektan di semua kandang unggas sebanyak 2x sehari

ü Membersihkan kandang dan mengubur kotoran dan sisa pakan unggas setiap hari

ü Pemberian antiviral Ribavirin dan Amantadin per oral melalui pakan dengan dosis masing-masing 150 mg/kg BB selama 5 hari berturut -turut

ü Pemberian multivitamin dan mineral per oral melalui pakan untuk meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh unggas

ü Monitoring dan observasi

Metode pokok yang diterapkan oleh TMR dalam menangani kasus AI terdiri dari tiga kegiatan yang efektif diterapkan, yaitu:

(33)

Penanganan Kasus AI di TMR Penerapan Biosecurity

Walaupun menurut Dirjenpronak (2004a) dan Naipospos (2005) tindakan tepat untuk mengatasi penyakit AI adalah program vaksinasi namun hal itu tidak menjadi pilihan tindakan karena beberapa faktor, yaitu:

1. Jumlah populasi unggas TMR cukup banyak dengan tenaga medis yang kurang jika harus melaksanakan program vaksinasi serentak pada waktu yang sama.

2. Jenis koleksi unggas TMR yang sebagian besar adalah satwa liar yang ditangkarkan pada kandang yang dibuat mirip atau disesuaikan dengan habitat aslinya. Hal ini menyebabkan unggas sulit untuk dikendalikan (handle atau restrain) untuk kegiatan vaksinasi.

3. Vaksinasi tidak dapat dilakukan satu kali, vaksin harus diulang (booster) untuk mendapatkan titer antibodi yang tinggi.

Oleh karena itu perlu diterapkan cara atau metode yang tepat untuk pemberantasan AI di TMR. Salah satu cara yang diterapkan oleh TMR dan terbukti berhasil dengan tidak ditemukannya ha sil positif pemeriksaan AI dengan RT-PCR adalah biosecurity. Biosecurity adalah tindakan untuk mengamankan mahluk hidup dari penyakit (Huminto 2005). Pada TMR, biosecurity yang diterapkan meliputi: pencegahan kontak dengan unggas yang peka flu burung, pembersihan kandang dan penguburan kotoran, sanitasi kandang burung dan sekitarnya, proteksi petugas dan pengunjung. Untuk penjabarannya adalah sebagai berikut:

1. Pencegahan kontak dengan unggas yang peka flu burung Kegiatan ini meliputi:

(i) Karantina (isolasi) unggas yang positif virus AI di kandang isolasi (ii) Penyediaaan pakan hewan karnivora dari luar TMR berupa unggas (ayam) bebas flu burung

(34)
[image:34.612.132.504.79.262.2]

Gambar 7 Kandang Isolasi (TMR 2005)

2. Pembersihan kandang dan penguburan kotoran

Ruang lingkup biosecurity ketat terkait letak kandang unggas di TMR. Pembersihan ka ndang dilakukan setiap hari untuk menghindari penularan melalui kotoran burung. Kotoran unggas adalah salah satu media potensial yang dapat menjadi sumber penularan virus Flu Burung (Fenner et al. 1995). Oleh karena itu tindakan penguburan kotoran unggas adalah langkah yang tepat untuk mencegah penularan (Setiowati 2006).

Gambar 8 Pembersihan kandang dan penguburan kotoran (TMR 2005)

3. Sanitasi kandang burung dan sekitarnya

[image:34.612.128.505.444.565.2]
(35)

membunuh bakteri, fungi, dan virus (Anonim 2006) . Sifat kimia dan fisika dari VirkonS (Antec 2005) adalah sebagai berikut:

Komposisi : senyawa peroksigen, surfaktan, asam organik dan sistem buffer inorganik.

Bentuk : Bubuk

Bau : Lemon

Aktivitas : Bekerja sebagai sistem oksidasi yang kuat , stabil dan larut di dalam air. Memiliki level surfaktansi yang tinggi dan daya oksidasi yang kuat sehingga desinfektan ini mempunyai daya rusak yang superior terhadap bio film (pelindung / membran sel yang

mendukung jalannya kehidupan).

Selain penyemprotan dilakukan juga pencucian (suci hama) peralatan kandang seperti: tempat pakan dan minum, keranjang, kerangkeng (kurungan), dan kendaraan pengangkut pakan dengan lysol (fenol) 1%.

Gambar 9 VirkonS (2006) Gambar 10 Penyemprotan (TMR 2005)

4. Proteksi (perlindungan) terhadap petugas dan pengunjung

Petugas yang menangani langsung tindakan biosecurity harus mengenakan

wear pack, sepatu boot, masker, sarung tangan, dan kaca mata pelindung. Setiap unit kandang terdapat tempat desinfeksi untuk petugas. Petugas tiap unit kandang tidak saling kontak untuk mencegah penyebaran virus. Selain karyawan dan petugas dilarang masuk ke dalam area isolasi.

(36)
[image:36.612.250.381.133.295.2]

diberi pembatas tali untuk menghindarkan kontak pengunjung dengan unggas. Pada gerbang masuk utama TMR, ditempatkan unggas peka flu burung seperti ayam kate sebagai indikator penyakit AI.

Gambar 11 Perlengkapan standar tindakan biosecurity petugas (2005)

[image:36.612.89.509.291.715.2]

Gambar 12a Keset berdesinfektan (2006)

[image:36.612.135.504.321.480.2]
(37)

Pengobatan Antiviral

Pengobatan dilakukan dengan pemberian antiviral ditambah dengan multivitamin serta mineral. Cara pemberian antiviral, multivitamin, dan minera l adalah dicampur dengan pakan. Khusus untuk unggas yang berada pada kandang isolasi, cara pemberian obat dilakukan dengan “cekok”. Antiviral diberikan setelah sebelumnya dicampur dengan gula. Hal ini dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa pa hit yang ditimbulkan oleh obat. Antiviral diberikan selama minimal lima hari berturut-turut dengan dosis 150 mg/Kg BB. Penambahan multivitamin dan mineral bersama antiviral bertujuan untuk menjaga kondisi tubuh unggas karena penularan virus tergantung dari kekebalan tubuh individu (Setiowati 2006). Antiviral yang digunakan ada dua jenis, yaitu Ribavirin dan Amantadin. Pengggunaa n dua jenis antiviral dikarenakan pada pengobatan antiviral tahap I (19-27 September 2005) hanya tersedia Ribavirin. Setelah kedatangan sediaan Amantadin maka baru diterapkan pengobatan antiviral tahap II (30 September-6 Oktober 2005).

§ Ribavirin

Penggunaa n umum dari sediaan Ribavirin adalah untuk pengobatan Hepatitis C, namun menurut Food and Drug Administration (FDA 2003) Ribavirin dapat juga digunakan untuk pengobatan antiviral AI karena memiliki spektrum luas. Menurut kamus American Heritage (2005), Ribavirin adalah antiviral ribonukleosida sintetik dengan rumus C8H1 2N4O5. Daya kerjanya adalah

menghambat replikasi DNA dan RNA, dengan kata lain Ribavirin mampu menghambat multiplikasi virus (Sidwell et al. 1972). Bentuk sediaan antiviral ini pada TMR adalah serbuk dengan nama dagang Difoltine. Walaupun belum ada pelaporan efek samping yang serius, penggunaan Ribavirin yang berdampak paling serius adalah anemia (Anonim 2005d). Beberapa nama dagang dari Ribavirin selain Difoltine adalah Copegus®; Rebetol®; Ribasphere®; Vilona®,Virazole® (Plumb 2005).

Mekanisme Aksi

(38)
[image:38.612.274.363.338.454.2]

sebab itu Ribavirin dapat bekerja dengan cara menyusup pada rangkaian RNA virus dan menyebabkan mutasi RNA. Hipermutasi dari rangkaian RNA virus dapat memyebabkan rusaknya keseluruhan RNA sehingga replikasi virus tidak dapat terjadi.

Gambar 13 Rumus Bangun dan Molekul Ribavirin (Wikipedia 2003) 1-(â-D -Ribofuranosyl)-13-carboxamide 1-(â-D-Ribofuranosyl) -1

H-1,2,4-triazole-3-carboxamide

Gambar 14 Sediaan Ribavirin dalam Difoltine (2006)

§ Amantadin

(39)

yang lama. Amantadin dapat menimbulkan efek samping seperti halusinasi dan kegelisahan. Efek samping akan hilang setelah 1 minggu pengobatan dihentikan. subtipe H3N2 telah resisten terhadap Amantadin di Amerika (Andrews 2006). Nama dagang dari Amantadin adalah adamantanamine HCl, Adekin, Amanta, Amantagamma, Amantan, Amantrel, Amixx, Antadine, Antiflu-DES, Atarin, Atenegine, Cerebramed, Endantadine, Infectoflu, Influ-A, Lysovir, Mantadine, Mantadix, Mantidan, Padiken, Symadine, Viroifral, dan Virucid(Plumb 2005).

Mekanisme Aksi

[image:39.612.265.370.378.493.2]

Aktivitas antiviral Amantadin terbatas pada strain influenza A. Walaupun keseluruhan mekanisme kerja dari antiviral ini tidak diketahui, namun dapat terlihat cara kerjanya adalah menghambat replikasi virus dengan mengganggu fungsi kanal ion matriks M2 yang ada pada struktur virus AI (Plumb 2005). Bahan aktif dari Amantadin, N-Metil-D-Aspartat (NMDA) yang akan menghambat kanal ion M2.

(40)

Monitoring dan Observasi

[image:40.612.147.485.235.412.2]

Monitoring ketat dengan pemeriksaan ulang sampel swab kloaka setiap 6 hari ke Balitvet Bogor. Observasi dilakukan setiap hari untuk mengetahui adanya perubahan dan gejala penyakit yang timbul pada unggas. Metode observasi dan monitoring selama masa isolasi menghasilkan pemeriksaan sampel tertera pada tabel 3 dan tabel 4 berikut ini.

Tabel 3 Hasil uji RT-PCR pengambilan sampel tanggal 30 September 2005 setelah 6 hari pengobatan dengan Ribavirin

No. Jenis Unggas Lokasi Jumlah (ekor) Hasil Uji RT

-PCR AI H5

1. Bangau Tong-tong KD isolasi 1 negatif

2. Ayam Hutan Hijau KD isolasi 3 negatif

3. Bluwok KD isolasi 1 negatif

4. Beo Kecil KD isolasi 1 negatif

5. Beleang Sumatra KD isolasi 1 negatif

6. Joan Putri Mandi KD isolasi 3 negatif

7. Pergam Hijau KD isolasi 1 negatif

8. Ayam Mutiara KD isolasi 2 negatif

9. Elang Bondol KD isolasi 2 negatif

10. Merak Hijau KD isolasi 2 negatif

11. Belibis Batu KD isolasi 1 negatif

12. Belibis Mandarin KD isolasi 1 negatif

13. Kakak Tua Hitam KD isolasi negatif

Jumlah

3

19 ekor

Sumber: Taman Margasatwa Ragunan 2005 Keterangan: KD=Kandang

Pengobatan dengan antiviral Ribavirin dalam sediaan Difoltine berlangsung sejak 19

September sampai 27 September 2005.

(41)
[image:41.612.112.464.103.585.2]

Tabel 4 Hasil uji RT-PCR pengambilan sampel tanggal 5-6 Oktober 2005 setelah pengobatan dengan antiviral Amantadin

No. Jenis unggas Lokasi Jumlah

(ekor)

Hasil Uji RTPCR A1 H5

1. Elang Bondol KD Untung 2 negatif

2. Jalak Bali Penangkaran 3 negatif

3. Cendrawasih Penangkaran 1 negatif

4. Kakak Tua Jambul Kuning Nursery 1 negatif

5. Bangau Tong-tong KD isolasi 1 negatif

6. Ayam Hutan Hijau KD isolasi 1 negatif

7. Bluwok KD isolasi 3 negatif

8. Beo Kecil KD isolasi 1 negatif

9. Beleang Sumatra KD isolasi 2 negatif

10. Joan Putri Mandi KD is olasi 2 negatif

11. Kakak Tua Hitam KD isolasi 2 negatif

12. Belibis Batu KD isolasi 1 negatif

13. Belibis Mandarin KD isolasi 1 negatif

14. Merak Hijau KD isolasi 3 negatif

15. Elang Bondol KD isolasi 4 negatif

16. Ayam Mutiara KD isolasi 1 negatif

17. Pelikan Eye Keitcer 2 negatif

18. Kuau Lady Eye Keitcer 1 negatif

19. Dara Mahkota Eye Keitcer 1 negatif

20. Kakak Tua Jambul Kuning Children Zoo 1 negatif

21. Merak Hijau Children Zoo 1 negatif

22. Ayam Mutiara Children Zoo 1 negatif

23. Angsa Unggas Safari 1 negatif

24. Pelikan Unggas Safari 2 negatif

25. Ayam Kalkun Unggas Safari 2 negatif

26. Mandar Unggas Kecil 1 negatif

27. Kuaou Lady Unggas Kecil 1 negatif

28. Tekukur Afrika Unggas Kecil 1 negatif

29. Ayam Hutan Merah Unggas Kecil 1 negatif

30. Walik-walik Unggas Kecil 1 negatif

31. Nuri Coklat Unggas Nuri 1 negatif

32. Nuri Merah P Kuning Unggas Nuri 1 negatif

33. Bayan Unggas Nuri 1 negatif

34. Kakak Tua Pipi Merah Unggas Nuri 1 negatif

35. Elang Ular Hitam Unggas Lama 1 negatif

36. Julang Emas Unggas Lama 1 negatif

37. Bebek Kerdil Kapas Unggas Lama 1 negatif

38. Bayan Unggas Baru 2 negatif

39. Kuau Perak Unggas Baru 1 negatif

40. Ayam Mutiara Putih Unggas Baru 1 negatif

41. Parkit Unggas Baru negatif

Jumlah

3

60 ekor

Sumber: Taman Margasatwa Ragunan 2005 Keterangan: KD=Kandang

Pengobatan dengan antiviral Amantadin berlangsung sejak 30 September sampai 6 Okt ober 2005

(42)

subtipe H5 menunjukkan hasil negatif dan tidak ditemukannya gejala sakit AI pada unggas yang diobservasi.

(43)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Metode penerapan biosecurity dan pengobatan antiviral terbukti efektif untuk pemberantasan virus Flu Burung di Tama n Margasatwa Ragunan. 2. Monitoring dan sistem pelaporan cepat dari pihak TMR menjamin

pelaksanaan kegiatan pemberantasan Flu Burung berjalan dengan baik.

Saran

1. Tindakan vaksinasi AI untuk tempat konservasi satwa liar (TMR) sebaiknya tidak dilakukan mengingat banyaknya populasi dan sifat liar dari satwa koleksi yang sulit untuk dikendalikan (handle atau restrain). 2. Perlu diadakan kaji epidemiologi untuk menentukan sumber utama

penularan virus Flu Burung agar kejadian serupa tidak terjadi kembali. 3. Tindakan monitoring berkala harus tetap dilakukan untuk melihat ada atau

tidak kejadian AI di TMR, baik terhadap unggas koleksi maupun unggas liar.

4. Pengawasan lalu lintas unggas harus dilakukan secara ketat.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

American Heritage.2005.Dictionary. http://www.answers.com/topic/ribavirin [2 Februari 2006]

Andrews,J.2006.Superflu: Just a Matter of Time? News in Keloland TV 20 January 2006.

http://avianflu.typepad.com/avianflu/2005/11/who_experts_on_.html [30 Januari 2006]

[Anonim].2005a.Unggas Terinfeksi,Ragunan Ditutup. http://www.cybernas.co.id (23 Oktober 2005)

[Anonim].2005b. Katalog Taman Margasatwa Ragunan;Satwa Sahabat Kita. PT Gaya Favorit Press .Jakarta.

[Anonim].2005c. Out Break of Avian Influenza. http://www.cybernas.co.id [23 Oktober 2005]

[Anonim].2005d. Pharmacology of Ribavirin anti viral. http://www.answer.com/topic/ribavirin?method=5&linktext=ribavirin [2 Februari 2006]

[Anonim].2006. Appropriate Biosecurity Measures.

http://www.farmcareinternational.com/information/avian_flu.php [1 Februari 2006]

Antec International.2005. Etiket VirkonS-SHS Environmental Hygene Program. Brown, J C. 1995.What The Heck is PCR? http://people.ku.edu/~jbrown/pcr.html

[30 januari 2006]

Coloma, R.2005. World Wakes Up to Threat of Bird Flu Pandemic. Artikel di The Jakarta Post 23 September 2005. Jakarta.

Dharmayanti, NLP I dan RM Abdul Adjid. 2005a. Uji Laboratorium Avian Influenza pada Unggas. Makalah pada Seminar Flu Burung Konferensi antar Kebun Binatang Dalam Negeri. Jakarta 17 November 2005.

Dharmayanti, NLP I dan RM Abdul Adjid. 2005b.Laporan Hasil Pemeriksaan Test PCR Virus Flu Burung di Taman Margasatwa Ragunan Jakarta Selatan. Balai Penelitian Veteriner.Bogor.

(45)

Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan.2004a.Kebijakan Pemerintah RI dalam Penanggulangan Wabah Avian Influenza. Makalah pada Seminar Avian Influenza di Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Bogor 14 Februari 2004.

Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan.2004b.Bagaimana Terhindar dari Flu Burung (Avian Influenza);Buku Petunjuk Mengenai Avian Influenza. Departemen Pertanian.Jakarta.

FDA.2003.Meeting on Influenza Virus Vaccine Formulation for 2003-2004, 18 Maret 2003. (FDA) USA.

http://www.fda.gov/ohrms/dockets/ac/03/transcripts/3941t1.doc [2 Februari 2006]

Fenner, F.J et al.1995. Virologi Veteriner. Edisi 2.Terjemahan oleh Ir.D.K.Harya Putra, MSc.Ph.D.IKIP Semarang Press.Semarang.Hal: 545-556.

Handharyani, E.2004. Avian Influenza Pada Unggas dan Dampaknya pada Manusia. Makalah pada Seminar Avian Influenza di Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Bogor 14 Februari 2004.

Harris, S. dan Robins, R. K. (1980). Ribavirin: structure and antiviral activity relationships. Dalam Ribavirin: A Broad Spectrum Antiviral Agent (Smith, R. A. & Kirkpatrick, W., Eds), hal: 1– 21. Academic Press, New York, NY, USA.

Huminto, H..2005.Penerapan Biosecurity dan Pemberian Antiviral dalam Kasus Flu Burung di Indonesia. Makalah pada Seminar Flu Burung Konferensi antar Kebun Binatang Dalam Negeri. Jakarta 17 November 2005.

GSA,2005. Belum Ada Migrasi Besar;di Indonesia belum ada bukti menulari.

Artikel dalam Kompas 23 September 2005. Jakarta. Kompas.2005.Flu Burung di Indonesia.

http://www.kompa s.com/gambarAI/05~7.doc. [30 Januari 2006]

Malole, M.B.2004.Avian Influenza. Diktat kuliah Penyakit Infeksius.IPB.Bogor Naipospos,T.S.P.2005.Penyebaran dan Pemberantasan Flu Burung di Indonesia.

Makalah pada Seminar Flu Burung Konferensi antar Kebun Binatang Dalam Negeri. Jakarta 17 November 2005.

(46)

Oxford,J. 2005. Antivirals for influenza. European Scientific Working Group on Influenza (ESWI).Univrs ity of London. England.

http://www.eswi.org/information_on_antivirals_for_influenza__June_05_. cfm [30 Januari 2006]

Plumb.D.C.2005.Plumb’s Veterinary Drug Handbook.5th edition.Blackwell Publishing.Iowa, USA.

Rai,N.K.2005. Dari Mana Sumber Flu Burung?Artikel di Kompas 23 September 2005.Jakarta.

Rangkuti, F.2001.Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis.PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Recombinomics.2005.Upaya Penanggulangan Virus Flu Burung. http://id.wikipedia.org/wiki/Flu_burung.htm [23 Oktober 2005]

Rott, R and H.D.Klenk.1985. Virus Determined Differences in the Pathogenecity of Avian Influenza Viruses in Veterinary Viral Disease: Their Significance in South-East Asia and Western Pacific. Academic Press Australia. Australia.

Saeni,E dan Yudha Setiawan.2005. Perang dalam kegelapan;Pandemi Flu Burung. Artikel dalam Majalah Tempo.Edisi 26 September-2 Oktober 2005. Jakarta.

Setiarto, E.2004. Taman Margasatwa Ragunan Jakarta. PT Gaya Favorit Press. Jakarta.

Setiowati, W.E.2006.Laporan Kejadian, Pemberantasan, dan Pencegahan Penyakit Flu Burung di Kantor Taman Margasatwa Ragunan. Tim Medis (Jabatan Fungsional TMR). Jakarta.

Sidwell, R. W.et al.1972. Broad-spectrum antiviral activity of Virazole: 1-ß-D-ribofuranosyl-1,2,4-triazole -3-carboxamide. Science 177, 705– 6.USA. Silalahi,L.2005.Flu Burung. Artikel dalam Tempointeraktif.

http://www.tempointeraktif.com./index.id,php [24 Januari 2006]

Siregar,A.G.M.1987. Penuntun Praktikum Virologi dan Serologi.Pusat Antar Universitas IPB.Bogor.

Soejoedono,R.R.2004.Zoonosis.Lab KESMAVET Departemen Penyakit Hewan dan Kesmavet FKH IPB.Bogor.

(47)

The Jakarta Post.2005. Don’t panic over flu: WHO. Artikel di The Jakarta Post 23 September 2005. Jakarta.

Vierstracle.A.1999. Polymerase Chain Reaction.

http://users.ugent.be/~avierstr/principles/pcr.html [30 Januari 2006]

Widowati, U. 2005. Lengang Tanpa Peloncat Pagar.Artikel dalam Majalah Tempo.Edisi 26 September-2 Oktober 2005. Jakarta.

Wikipedia.2003.Molecule of Ribavirin.

(48)
(49)

Jurnal Harian Penanganan Avian Influenza di Taman Margasatwa Ragunan (September-Oktober 2005)

waktu

Bulan Tgl Kegiatan

September 5 Pengambilan 27 sampel unggas mewakili jenis oleh Tim Balitvet

dan Tim Dinas Peternakan Provinsi DKI Jakarta untuk pemerikasaan AI

September 6 Lanjutan pengambilan sampel

September 18 Hasil sampel menyatakan 19 positif AI, 4 dubius, 4 negatif AI

September 19 § Penutupan TMR

§ Pemusnahan unggas yang tidak dilindungi,

§ Persiapan kandang isolasi, sanitasi, dan disinfeksi

§ Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemprotan (de sinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Antiviral, multivitamin, dan mineral

September 20 § Isolasi unggas positif AI di kandang karantina

§ Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemprotan (de sinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Antiviral, multivitamin, dan mineral

September 21 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemprotan (de sinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Antiviral, multivitamin, dan mineral

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa

September 22 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemprotan (de sinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Antiviral, multivitamin, dan mineral

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa

September 23 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemprotan (de sinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Antiviral, multivitamin, dan mineral

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa (semua unggas

tidak menunjukkan gejala klinis, nafsu makan baik)

September 24 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemprotan (de sinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Antiviral, multivitamin, dan mineral

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa (semua unggas

tidak menunjukkan gejala klinis, nafsu makan baik)

September 25 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemprotan (de sinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Antiviral, multivitamin, dan mineral

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa (semua unggas

tidak menunjukkan gejala klinis, nafsu makan baik)

September 26 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemprotan (de sinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Antiviral, multivitamin, dan mineral

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa (semua unggas

tidak menunjukkan gejala klinis, nafsu makan baik)

September 27 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

(50)

§ Medikasi:Antiviral, multivitamin, dan minera l

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa (semua unggas

tidak menunjukkan gejala klinis, nafsu makan baik)

September 28 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemp rotan (de sinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Pengobatan antiviral dihentikan, multivitamin, dan

mineral

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa (semua unggas

tidak menunjukkan gejala klinis, nafsu makan baik)

September 29 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemprotan (de sinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Pengobatan antiviral dihentikan, multivitamin, dan

mineral

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa (semua unggas

tidak menunjukkan gejala klinis, nafsu makan baik)

September 30 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemprotan (de sinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Antiviral (tahap II), multivitamin, dan mineral

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa (semua unggas

tidak menunjukkan gejala klinis, nafsu makan baik)

§ Pengambilan swab kloaka sebanyak 37 jenis unggas untuk

pemeriksaan lanjutan AI ke Balitvet Bogor

Oktober 1 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemprotan (de sinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Antiviral (tahap II), multivitamin, dan mineral

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa (semua unggas

tidak menunjukkan gejala klinis, nafsu makan baik)

Oktober 2 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemprotan (de sinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Antiviral (tahap II), multivitamin, dan mineral

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa (semua unggas

tidak menunjukkan gejala klinis, nafsu makan baik)

Oktober 3 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemprotan (de sinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Antiviral (tahap II), multivitamin, dan mineral

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa (semua unggas

tidak menunjukkan gejala klinis, nafsu makan baik)

Oktober 4 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemprotan (de sinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Antiviral (tahap II), multivitamin, dan mineral

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa (semua unggas

tidak menunjukkan gejala klinis, nafsu makan baik)

Oktober 5 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemprotan (desinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Antiviral (tahap II), multivitamin, dan mineral

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa (semua unggas

tidak menunjukkan gejala klinis, nafsu makan baik)

§ Pengambilan swab kloaka oleh tim medis TMR untuk diperiksa

(51)

Oktober 6 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa pak an unggas

§ Penyemprotan (de sinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Antiviral (tahap II), multivitamin, dan mineral

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa (semua unggas

tidak menunjukkan gejala klinis, nafsu makan baik)

§ Lanjutan pengambilan sampel swab kloaka oleh tim medis

TMR untuk diperiksa Balitvet Bogor

Oktober 7 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemprotan (de sinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Pengobatan antiviral dihentikan, multivitamin, dan

mineral

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa (semua unggas

tidak menunjukkan gejala klinis, nafsu makan baik)

§ Pengambilan sampel darah (pemeriksaan serologi) oleh

laboratorium Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan

Oktober 8 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemprotan (desinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Pengobatan antiviral dihentikan, multivitamin, dan

mineral

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa (semua unggas

tidak menunjukka n gejala klinis, nafsu makan baik)

Oktober 9 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemprotan (de sinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Pengobatan antiviral dihentikan, multivitamin, dan

mineral

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa (semua unggas

tidak menunjukkan gejala klinis, nafsu makan baik)

Oktober 10 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemprotan (de sinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Pengobatan antiviral dihentikan,multivitamin, dan

mineral

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa (semua unggas

tidak menunjukkan gejala klinis, nafsu makan baik)

§ TMR dinyatakan aman dari AI

Oktober 11 § Sanitasi ketat terhadap kandang, penguburan kotoran dan sisa

pakan unggas

§ Penyemprotan (de sinfeksi) semua kandang unggas sehari 2x

§ Medikasi:Pengobatan antiviral dihentikan, multivitamin, dan

mineral

§ Monitoring perkembangan kesehatan satwa (semua unggas

tidak menunjukkan gejala klinis, nafsu makan baik)

§ TMR dibuka kembali untuk umum

Sumber: Taman Margasatwa Ragunan (2005)

(52)
[image:52.612.95.504.82.678.2]

Gambar – gambar kegiatan penanganan kasus Flu Burung di TMR 2005

Petugas mempersiapkan obat Obat yang sudah dipersiapkan

Pencatatan dan hasil monitoring Mempersiapkan obat dicampur ke dalam pakan

(53)

Biosecurity dari atas kandang

Persiapan obat obatan

(54)

Biosecurity dari atas kandang

(55)

Gambar

Gambar 2 Peta Kasus Flu Burung pada Manusia Oktober 2005 di daerah
Gambar 4 Kandang peragaan unggas terbuka Sumber: Taman Margasatwa Ragunan (2006)
Gambar 6 Kandang peragaan unggas tertutup Sumber : Taman Margasatwa Ragunan (2006)
Tabel 1 Pemeriksaan Sampel Darah Unggas TMR 8 Juli 2005
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil regresi terhadap hipotesa 3 yakni untuk menguji pengaruh variabel desentralisasi fiskal bidang kesehatan, PDRB per kapita, jumlah tenaga medis dan jumlah tempat

Konjugat dari suatu bilangan kompleks yang dinyatakan dalam bentuk sudut siku, diperoleh dengan mengganti j dengan −j seperti diperlihatkan secara grafis pada Gb.2.2.a;

Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan

Tanaman pisang memiliki banyak manfaat, tidak hanya pada bagian buah dan daunnya tetapi bagian bonggol pisang yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan

Dalam stability of consociational settlement yang akan disinggung dalam pembahasan konflik di Irlandia Utara ini meliputi agenda kebijakan politik dan kebijakan

Setelah melalui berbagai cobaan dan ujian yang cukup berat selama ini, penyusunan skripsi berjudul “Kerjasama Indonesia dengan Global Fund Mencapai MDGs 2015 dalam Penanganan HIV

Dimana penulis skripsi ini merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar akademik Sarjana Ilmu Politik (S.IP) pada Program Studi Ilmu Hubungan

Pergeseran ini terjadi karena pengaruh tiga faktor: pertama, adanya penguatan koalisi negara berkembang terutama paska dimulainya perundingan Doha sebagai bagian dari