• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Partisipasi Wanita Tani dalam Usahatani Kakao (Kasus di Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Partisipasi Wanita Tani dalam Usahatani Kakao (Kasus di Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah)"

Copied!
266
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PARTISIPASI WANITA TANI DALAM

USAHATANI KAKAO

(Kasus di Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala

Provinsi Sulawesi Tengah)

CONNY NAOMI MANOPPO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Faktor-Faktor yang Berhubungan

dengan Partisipasi Wanita Tani dalam Usahatani Kakao (Kasus di Kecamatan

Palolo Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah) adalah karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada

perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

(3)

CONNY NAOMI MANOPPO. Factors Correlated to Participation of the Woman Farmers in Cacao Cultivation in Palolo District of Donggala in Central Sulawesi. Supervised by RICHARD W.E. LUMINTANG and IGN. DJOKO SUSANTO

The objectives of the study were: (1) to identify the level of participation of woman farmers in cacao cultivation; (2) to identify the internal factors correlated to the participation of the woman farmers in cacao; and (3) to identify the external factors correlated to the participation of woman in cacao cultivation. The study was conducted at three village namely survey methods and observations village of: 1) Bahagia, 2) Berdikari and 3) Bunga, of Palolo District of Donggala in Central Sulawesi. A sample of 45 woman farmers were randomly selected, 15 women per village. Survey method and field observation were applied to collect data. The analysis was done by Pearson correlation test. The important results are: internal characteristics showed by the woman farmers is categorized as low namely: farming experience and cosmopoliteness. Categories are: age, number of dependent family, the motivation, the role of domestic and productive roles. Highest category are: formal education, aspirations, and decision making. External characteristics of the woman farmers is categorized as low: extension. Highest category are: culture, availability of labor, business climate, market opportunities and the role of her husband. Participation of woman farmers who are considered low: fertilization and financial records. Participation of woman farmers which are considered are: tree planting protective, planting, pruning, pest and disease control, harvesting, post harvest and fermentation, marketing, and entrepreneurship. Participation of woman farmers which are classified as high are cleaning the land, seedling, soil sanitation, sorting and packing. The internal factors correlated to the participation of woman farmers in cacao is motivation, cosmopoliteness, and the role of productive land in the cacao. External factors has correlated to the participation of woman farmers in cacao significants are: culture, availability of labor and business climate.

(4)

CONNY NAOMI MANOPPO. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Wanita Tani dalam Usahatani Kakao Kasus di Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah. Dibimbing oleh: RICHARD W.E. LUMINTANG dan IGN. DJOKO SUSANTO.

Salah satu faktor penggerak dalam pembangunan pertanian adalah sumberdaya manusia (wanita tani). Karena untuk menghasilkan produk agribisnis yang berdaya saing tinggi diperlukan tenaga kerja (SDM) yang memiliki pengetahuan dan keterampilan. Wanita sebagai salah satu sumber tenaga kerja dalam keluarga harus diberdayakan dalam rangka meningkatkan potensi dan kemampuannya. Kegiatan penyuluhan yang merupakan bentuk pendidikan non formal merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam rangka pemberdayaan wanita sehingga mereka dapat meningkatkan partisipasinya dalam kegiatan usahatani kakao. Pengelolaan usahatani secara tepat dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga wanita tani.

Penelitian bertujuan: (1) mengidentifikasi tingkat partisipasi wanita tani dalam usahatani kakao; (2) mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi wanita tani dalam usahatani kakao; dan (3) mengidentifikasi faktor-faktor eksternal yang berhubungan dengan partisipasi wanita tani dalam usahatani kakao.

Penelitian dilakukan dengan metode survey di 3 (tiga) desa, yaitu Desa Bahagia, Berdikari dan Bunga Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah. Unit analisis adalah populasi wanita tani kakao, yaitu sebanyak 45 orang masing-masing 15 orang per desa. Alat analisis yang digunakan adalah uji korelasi Pearson.

Karakteristik internal wanita tani kakao yang ditemukan: umur tergolong sedang, berpendidikan tinggi, besarnya jumlah keluarga tergolong sedang, pengalaman usahatani kakao rendah, motivasi berusahatani kakao sedang, memiliki aspirasi tinggi, mempunyai sifat kekosmopolitan yang rendah, keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan dalam rumah tangga dikategorikan tinggi dan alokasi waktu (peran domestik dan peran produktif) berada pada kategori sedang.

Karakteristik eksternal wanita tani kakao yang dikategorikan tinggi adalah budaya, ketersediaan tenaga kerja, iklim usaha, peluang pasar dan peran atau dorongan dari suami untuk berpartisipasi dalam usahatani kakao. Karakteristik eksternal wanita tani yang dikategorikan rendah adalah: intensitas keikutsertaan dalam penyuluhan.

(5)
(6)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindung Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumberdaya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PARTISIPASI WANITA TANI DALAM

USAHATANI KAKAO

(Kasus di Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala

Provinsi Sulawesi Tengah)

CONNY NAOMI MANOPPO

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Nama NIM

: :

Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah)

Conny Naomi Manoppo I 351070101

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ir. Richard W.E. Lumintang, M.SEA Prof (Ris).Dr. Ign.Djoko Susanto, SKM Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(10)

Segala puji syukur, hormat, limpah terima kasih hanya bagi Tuhan Yesus

Kristus yang merupakan sumber berkat dan kekuatan karena atas kasih dan

anugerahNya serta hikmat dan kekuatan dari Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis penelitian dengan judul: Faktor-Faktor yang Berhubungan

dengan Partisipasi Wanita Tani dalam Usahatani Kakao (Kasus di Kecamatan

Palolo Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah).

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

Magister Sains pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PPN)

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Kegiatan pengumpulan data untuk

penulisan tesis ini dilaksanakan di Desa Bahagia, Berdikari dan Bunga Kecamatan

Palolo Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah.

Penulis banyak mendapatkan dukungan dan bantuan baik berupa moril

maupun materiil serta kemudahan-kemudahan dari berbagai pihak, baik dalam

penyelesaian studi, penelitian maupun penyusunan tesis. Pada kesempatan ini,

penulis mengucapkan terima kasih pada:

1. Ir. Richard W.E. Lumintang, M.SEA selaku ketua komisi pembimbing dan

Prof (Ris). Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM selaku anggota komisi pembimbing

atas saran dan bimbingannya dalam penyusunan tesis ini;

2. Dr. Ir. Basita G. Sugihen, MA yang sudah bersedia menjadi Penguji luar

komisi;

3. Departemen Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

yang telah memberikan dukungan beasiswa dan bantuan biaya penelitian;

4. Papi, Mami, Papa (Alm) dan Mama yang memberikan dukungan moril dan tak

pernah putus asa dalam berdoa untuk kesuksesan penulis;

5. Suamiku Jeremi Kristovel Kairupan dan anakku Reynaldo Christo Kairupan

yang penulis kasihi dan sayangi, yang telah berkorban dan memberikan

motivasi yang tiada hentinya agar penulis dapat menyelesaikan penyusunan

tesis ini;

6. Kakak-kakak dan adik-adikku yang tak pernah lelah memberikan dukungan,

(11)

8. Anshar, SP selaku Koordinator PPL pada Balai Penyuluhan Pertanian

Bahagia, Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala, dan Ibu Jamilah yang telah

membantu dalam pengumpulan data primer di lokasi penelitian;

9. Para Dosen dan staf (Mba Desi dan Mas Kodir) pada Program Studi Ilmu

Penyuluhan Pembangunan (PPN) atas segala dukungan dan motivasi yang

diberikan selama penulis menuntut ilmu; dan

10. Rekan-rekan mahasiswa pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

(PPN) khususnya angkatan 2007 (Lisbet, Pepi, Diarsi, Sonya, Djujur, Amin,

Yusuf, Kartono, Hendro, dan Alam), yang telah memberikan dukungan dan

motivasi bagi penulis selama proses perkuliahan sampai penyelesaian tesis.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Bogor, Agustus 2009

(12)

Penulis dilahirkan di Palu pada tanggal 7 Oktober 1969 dari pasangan Bapak

Ronny E. Manoppo dan Ibu Frieda J. Manoppo-Tombeg. Penulis adalah anak ke

empat dari lima bersaudara.

Tahun 1988 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Palu dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk Universitas Tadulako Palu melalui ujian seleksi

penerimaan mahasiswa baru (SIPENMARU). Penulis memilih Jurusan Budidaya

Pertanian Fakultas Pertanian. Kesempatan untuk melanjutkan ke program

magister pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) Program

Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa

pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian Departemen Pertanian.

Penulis bekerja sebagai peneliti di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

(BPTP) Sulawesi Tengah sejak tahun 1996 dengan bidang kepakaran budidaya

(13)

Halaman

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

PENDAHULUAN

Latar Belakang ... Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Kegunaan Penelitian ...

TINJAUAN PUSTAKA

Partisipasi ... Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi ... Wanita Tani ... Peranan Wanita ... Usahatani ...

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

Kerangka Berpikir ... Hipotesis ...

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian ... Waktu dan Lokasi Penelitian ... Populasi dan Sampel ... Data dan Instrumen ... Analisis Data ... Definisi Operasional ...

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Geografis dan Ekonomi ... Karakteristik Internal dan Eksternal Wanita Tani ... Partisipasi Wanita Tani dalam Usahatani Kakao ... Uji Hipotesis ... Hubungan Antara Faktor-Faktor Internal dengan Partisipasi Wanita Tani dalam Usahatani Kakao ... Hubungan Antara Faktor-Faktor Eksternal dengan Partisipasi Wanita Tani dalam Usahatani Kakao ...

(14)

Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

89

90

(15)

Halaman

1. Kerangka Berpikir Hubungan antar Peubah Berkaitan dengan

Partisipasi Wanita Tani dalam Usahatani Kakao... 39

(16)

Halaman

1. Luas Lahan Sawah dan Jenis Pengairannya, Tadah Hujan di Kecamatan Palolo Tahun 2007 (ha) ... 2. Luas Lahan Kering di Kecamatan Palolo Tahun 2007 (ha) ... 3. Deskripsi Faktor Internal Wanita Tani dalam Usahatani Kakao

di Kecamatan Palolo ... 4. Deskripsi Faktor Eksternal Wanita Tani dalam Usahatani

Kakao di Kecamatan Palolo ...

5. Deskripsi Faktor Partisipasi Wanita Tani dalam Usahatani Kakao di Kecamatan Palolo ...

6. Korelasi Faktor Internal Wanita Tani dengan Partisipasi Wanita Tani dalam Usahatani Kakao di Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala ...

7. Korelasi Faktor Eksternal Wanita Tani dengan Partisipasi Wanita Tani dalam Usahatani Kakao di Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala ...

50 50

53

60

64

73

(17)

Halaman

1. Jadwal Penelitian ... 2. Peta Kabupaten Donggala ... 3. Dokumentasi Penelitian ... 4. Kuisioner Penelitian ...

(18)

Latar Belakang

Kakao merupakan komoditas unggulan nasional dan daerah, karena

merupakan komoditas ekspor non migas yang berfungsi ganda yaitu sebagai

sumber devisa negara dan menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Permintaan pasar kakao dunia dan harga kakao internasional saat ini cukup tinggi

(meskipun berfluktuasi mengikuti pergerakan kurs dolar AS), sehingga menjadi

momentum yang baik untuk dimanfaatkan oleh petani dan pelaku usaha

(masyarakat agribisnis). Komoditas ini merupakan sumber devisa dan menunjang

Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun produktivitas tanaman kakao masih

tergolong rendah sehingga berimplikasi pada tingkat kesejahteraan dan

pendapatan petani kakao yang juga rendah.

Selama 10 tahun terakhir, luas pertanaman kakao di Indonesia meningkat

pesat. Tahun 1998 luas pertanaman kakao di Indonesia mencapai 570.000 ha,

lebih dari 50% luas areal tersebut terdapat di Pulau Sulawesi. Luas tanaman

kakao di Sulawesi Tengah pada tahun 2001 mencapai 83.732 ha, yang terdiri atas

4.689 ha perkebunan besar dan 79.043 ha perkebunan rakyat, dengan rata-rata

produksi 1,41 ton/ha (BPS Sulawesi Tengah, 2002). Luas pertanaman kakao di

Kabupaten Donggala selama tiga tahun (2004 - 2007) meningkat sebesar 139,85

ha dari 47.785,5 ha pada tahun 2004 menjadi 47.925,35 tahun 2007 namun jumlah

produksi yang dihasilkan menurun dari 0,90 ton/ha menjadi 0,43 ton/ha (BPS

Sulawesi Tengah, 2008).

Luas pertanaman kakao di Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala tahun

2007 adalah 7.513 ha dengan jumlah produksi rata-rata 0.63 ton/ha (Dinas

Perkebunan Sulawesi Tengah, 2008). Padahal jika dikelola dengan baik, potensi

produksi kakao tersebut dapat mencapai 2 – 3 ton/ha/thn.

Rendahnya produktivitas kakao tersebut erat kaitannya dengan sumberdaya

manusia (SDM) petani dan minimnya tenaga penyuluh lapangan. Sistem

pengelolaan tanaman yang tidak optimal juga mengakibatkan produksi kakao

(19)

berdampak negatif terhadap pendapatan petani dan produktivitas lahan, yang pada

akhirnya dapat memupuskan harapan Indonesia yang tengah mempersiapkan diri

sebagai pemain utama dalam agribisnis kakao dunia.

Berbagai faktor penggerak dalam pembangunan pertanian diperlukan dalam

rangka memenuhi harapan tersebut di atas. Faktor-faktor penggerak dalam

pembangunan pertanian yakni: sumberdaya alam, sumberdaya manusia, teknologi,

dan kelembagaan. Keempat faktor tersebut saling menunjang. Jika salah satu

faktor tersebut tidak ada atau tidak sesuai maka kegiatan yang dilakukan tidak

dapat memberi hasil yang diharapkan. Produk agribisnis yang berdaya saing

tinggi dapat dihasilkan melalui dukungan teknologi, struktur agribisnis yang

integratif, tenaga kerja (SDM) yang memiliki pengetahuan dan keterampilan, serta

permodalan yang kuat. Sumberdaya manusia sebagai salah satu faktor penggerak

pembangunan pertanian mempunyai peranan yang sangat penting termasuk di

dalamnya adalah wanita.

Wanita merupakan bagian integral dari masyarakat dan mempunyai peran

yang sangat penting, baik itu dalam ruang lingkup kehidupan yang terkecil yaitu

keluarga, maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Tugas dan fungsi mereka selain mengurus rumah tangga juga berperan membantu

suami dalam berusahatani. Keterlibatan wanita dalam berusahatani khususnya

kakao mencakup pada semua aspek budidaya kakao mulai pembebasan/

pembersihan lahan sampai pemasaran. Namun keberadaan atau kehadiran wanita

justru sering diabaikan dalam kegiatan pembangunan pertanian terutama dalam

kegiatan penyuluhan. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan selama ini belum

mengikutsertakan wanita sebagai komponen penting dalam aktivitas usahatani.

Wanita sebagai salah satu anggota keluarga harus diberdayakan dalam

rangka meningkatkan potensi dan kemampuannya sehingga berdampak pada

peningkatan kualitas keluarga terutama kontribusinya bagi peningkatan

pendapatan keluarga. Kegiatan penyuluhan yang merupakan bentuk pendidikan

nonformal merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam rangka

pemberdayaan masyarakat termasuk pemberdayaan wanita. Kegiatan penyuluhan

bertujuan untuk mengubah perilaku sasaran yaitu adanya peningkatan

(20)

penyuluhan diharapkan akan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan

keterampilannya dalam berusahatani sehingga dapat meningkatkan partisipasinya

dalam kegiatan usahatani kakao. Pengelolaan usahatani secara tepat dapat

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka.

Keterlibatan wanita secara langsung maupun tidak langsung dalam

peningkatan pendapatan keluarga dan produktivitas usahatani kakao di Kabupaten

Donggala Provinsi Sulawesi Tengah merupakan salah satu potensi yang harus

dikembangkan. Oleh karena itu sangat diperlukan upaya-upaya untuk

meningkatkan keterampilan wanita tani kakao sehingga dapat meningkatkan

produktivitas usahanya. Sumbangan tenaga kerja dan pendapatan dari wanita

sangat penting dalam mendukung kesejahteraan dan kemajuan keluarga tani.

Secara psikologis, wanita membutuhkan aktualisasi diri demi

pengembangan dirinya yang pada akhirnya berdampak positif terhadap

peningkatan kesejahteraan keluarga. Aktualisasi ini dapat dilakukan melalui

pembelajaran life-skill dengan memadukan potensi yang dimilikinya, merangsang

pemasaran hasil produksi, mendorong penciptaan modal, dan mengembangkan

sikap menghargai kerja.

Sumber tenaga kerja yang terlibat dalam usahatani kakao rata-rata berasal

dari dalam keluarga. Salah satunya adalah wanita yang merupakan istri dari

kepala rumah tangga. Dengan demikian keterlibatan wanita (istri) sebagai salah

satu sumber tenaga kerja tidak dapat diabaikan.

Peran aktif wanita dalam kegiatan usahatani kakao dan upaya peningkatan

kualitas partisipasi wanita dalam berusahatani kakao dapat dipahami melalui

penelitian secara mendalam tentang faktor-faktor yang diduga berhubungan

dengan partisipasi wanita tani dalam usahatani kakao.

Rumusan Masalah

Pembangunan pertanian adalah landasan dari pembangunan ekonomi

maupun sosial, dan dalam hal ini sumberdaya manusia sangatlah berpengaruh

bagi keberhasilan pembangunan. Keberhasilan pembangunan pertanian sangat

ditentukan oleh peran aktif dari petani dan anggota keluarganya termasuk isteri

(21)

Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan di Kecamatan Palolo

Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah. Namun produktivitas dan

kesejahteraan petani kakao masih memprihatinkan dan masih jauh dari yang

diharapkan. Hal ini diduga terkait dengan partisipasi petani pada penerapan

usahatani kakao. Usahatani ini melibatkan tenaga kerja dalam keluarga baik

suami, isteri maupun anak. Wanita mempunyai peranan yang cukup besar bagi

kelangsungan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga. Hal ini ditunjukkan oleh

peran ganda wanita yakni sebagai ibu rumah tangga dan keterlibatan wanita dalam

sektor produksi terutama pada sektor produksi pertanian.

Wanita mungkin tidak selalu bahkan boleh dikata tidak pernah menghadiri

”pertemuan desa dan kegiatan lainnya termasuk kegiatan penyuluhan” bersama

suaminya. Tetapi pengaruhnya tetap melekat pada para suami. Minat dan sikap

juga tenaga kerjanya, dapat menentukan kegiatan produksi yang akan dihasilkan

terutama produksi dari lahan usahataninya.

Peranan wanita di perdesaan sudah diketahui secara umum tidak hanya

mengurusi rumah tangga sehari-hari, tetapi tenaga dan pikirannya juga terlibat

dalam berbagai kegiatan usahatani. Walaupun terdapat variasi partisipasi wanita

pada sektor pertanian, tergantung dari daerah, strata, sosial budaya dan agama

setempat, namun status sosial wanita menjadi meningkat apabila wanita

mempunyai kemampuan mandiri dalam mencari nafkah.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan masalah penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana tingkat partisipasi wanita tani dalam usahatani kakao?

2. Faktor internal apa saja yang berhubungan dengan partisipasi wanita tani

dalam usahatani kakao?

3. Faktor eksternal apa saja yang berhubungan dengan partisipasi wanita tani

dalam usahatani kakao?

Tujuan Penelitian

Sejalan dengan permasalahan di atas maka tujuan penelitian adalah:

1. Mengidentifikasi tingkat partisipasi wanita dalam usahatani kakao.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor internal yang berhubungan dengan partisipasi

(22)

3. Mengidentifikasi faktor-faktor eksternal yang berhubungan dengan partisipasi

wanita tani dalam usahatani kakao

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat dan kegunaan sebagai berikut:

1. Sebagai dasar bagi pengambil kebijakan untuk menetapkan sasaran

penyuluhan pertanian dengan lebih akurat.

2. Sebagai bahan dalam penyusunan program penyuluhan pertanian, agar dapat

menentukan program penyuluhan yang perlu dilakukan terhadap wanita tani,

sehingga dapat diketahui arah dan materi penyuluhan yang dibutuhkan wanita

tani khususnya usahatani kakao.

3. Sebagai informasi dasar untuk penelitian yang lebih luas dalam

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Partisipasi

Partisipasi masyarakat (Community participation) adalah suatu bentuk

interaksi sosial yang menjadi perhatian dan bahan kajian sosiologi dan beberapa

disiplin ilmu lain. Sebagai suatu istilah, partisipasi mempunyai berbagai

pengertian dan batasan. Dusseldorp (1981) yang dikutip oleh Saardi (2000)

menyatakan bahwa partisipasi di tingkat masyarakat perdesaan adalah bentuk

interaksi dan komunikasi khas, yaitu berbagi dalam kekuasaan dan tanggung

jawab. Selanjutnya dikatakan bahwa partisipasi sebagai pengambilan bagian

dalam kegiatan bersama (taking part in joint action).

Partisipasi erat hubungannya dengan kegiatan pembangunan. Partisipasi

tidak hanya sebatas keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan

secara fisik tetapi juga keterlibatan secara kejiwaan. Hal ini sejalan dengan

pendapat Swasono (1995) bahwa partisipasi tidaklah hanya pada tahap

pelaksanaan pembangunan saja, tetapi meliputi seluruh spektrum pembangunan

tersebut yang dimulai dari tahap menggagas rencana kegiatan hingga memberikan

umpan balik terhadap gagasan rencana yang telah dilaksanakan.

Budiono (2002) menyatakan terdapat beberapa unsur penting yang

merupakan eksistensi dari partisipasi, yaitu: (1) dalam partisipasi terdapat unsur

keterlibatan mental dan emosional individu yang berpartisipasi; (2) dalam

partisipasi terdapat unsur ketersediaan memberikan kontribusi atau sumbangan

untuk mencapai tujuan bersama, dan dilakukan secara suka rela; (3) dalam

partisipasi diikuti oleh rasa tanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukan

dalam usaha mencapai tujuan bersama; dan (4) tingkat partisipasi ditentukan oleh

kadar keterlibatan masyarakat untuk menentukan segala sesuatu sendiri, tidak

ditentukan oleh pihak lain.

Partisipasi dalam lingkup sosial dan masyarakat adalah pengembangan

sejumlah metode partisipasi yang lebih luas untuk penilaian, perencanaan,

pemantauan, pelatihan dan pembangunan kesadaran. Tekanannya lebih pada

pentingnya partisipasi bukan saja agar pihak lain bertanggung gugat tidak sekedar

(24)

dikerjakan. Partisipasi juga merupakan suatu proses pengembangan diri, mulai

dari artikulasi kebutuhan tingkat bawah dan prioritasnya, serta membangun

bentuk organisasi rakyat. Partisipasi mencakup bidang pengetahuan dan tindakan

langsung, bukan sekadar perwakilan dan pertanggunggugatan (akuntabilitas),

(Rosni, 2003).

Pengertian partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1977) adalah keterlibatan

aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa yang akan

dilakukan dan bagaimana cara kerjanya, keterlibatan masyarakat dalam

pelaksanaan program dan pengambilan keputusan yang telah ditetapkan melalui

sumbangan sumberdaya atau bekerja sama dalam suatu organisasi, keterlibatan

masyarakat menikmati manfaat dari pembangunan serta dalam evaluasi

pelaksanaan program.

Definisi di atas mengacu pada pengertian partisipasi sebagai keterlibatan

aktif masyarakat pada 4 (empat) tahap kegiatan yang dimulai dari tahap proses

pengambilan keputusan tentang rencana kegiatan, tahap pelaksanaan kegiatan,

tahap menikmati hasil, dan tahap evaluasi pelaksanaan kegiatan. Biasanya

keterlibatan aktif masyarakat dalam bentuk keterlibatan fisik, material dan sikap

(Cohen dan Uphoff, 1977).

Partisipasi dalam tahap pengambilan keputusan/perencanaan dibedakan atas

3 (tiga) kegiatan yakni: (1) pada saat penentuan keputusan awal mengenai

kegiatan dengan memperhatikan keperluan dan prioritas kegiatan yang akan

dikerjakan; (2) ikut serta secara terus menerus dalam setiap proses pengambilan

keputusan; serta (3) ikut serta dalam merumuskan keputusan mengenai rencana

kerja. Partisipasi dalam tahap pelaksanaan dibedakan dalam 3 (tiga) kegiatan

yakni: (1) sumbangan sumberdaya yang berupa sumbangan tenaga dengan ikut

bekerja dalam program, sumbangan materi dan atau informasi, (2) terlibat dalam

kegiatan administrasi dan koordinasi, serta (3) ikut serta sebagai peserta dari

program yang dilaksanakan. Partisipasi dalam tahap evaluasi merupakan tahap

yang penting bagi para pengambil keputusan untuk memperoleh masukan

mengenai pelaksanaan program. Partisipasi dalam tahap menikmati manfaat

mencakup: (1) keuntungan materiil yang berupa meningkatnya pendapatan dan

(25)

keuntungan sosial antara lain meningkatnya pendidikan dan terberantasnya buta

huruf; (3) keuntungan perorangan, antara lain berupa kemampuan status sosial

seseorang serta meningkatnya kekuasaan politik (Cohen dan Uphoff, 1977).

Selain tahap partisipasi, terdapat pula tiga dimensi partisipasi yang harus

diperhatikan antara lain (1) bentuk partisipasi apa yang dilakukan (What), (2)

siapa yang terlibat dalam kegiatan partisipasi (who), dan (3) bagaimana partisipasi

itu berlangsung (How) (Cohen dan Uphoff, 1977). Menurut Dusseldorp seperti

yang dikutip oleh Slamet (1993), partisipasi dapat diklasifikasikan berdasarkan

sembilan dasar yang terpisah satu sama lainnya yaitu (1) partisipasi berdasarkan

derajat kesukarelaan yang terbagi atas partisipasi bebas dan partisipasi terpaksa,

(2) partisipasi berdasarkan cara keterlibatan yang terbagi atas partisipasi langsung

dan partisipasi tidak langsung, (3) partisipasi berdasarkan keterlibatan di dalam

berbagai tahap dalam proses pembangunan terencana, terdiri atas enam langkah

yaitu perumusan tujuan, penelitian, persiapan rencana, penerimaan rencana,

pelaksanaan dan penilaian, (4) partisipasi berdasarkan tingkatan organisasi,

terbagi atas partisipasi yang terorganisasi dan partisipasi yang tidak terorganisasi,

(5) partisipasi berdasarkan intensitas dan frekuensi kegiatan, (6) partisipasi

berdasarkan lingkup liputan kegiatan, terbagi atas partisipasi tidak terbatas, dan

partisipasi terbatas, (7) partisipasi berdasarkan efektifitas, terbagi atas partisipasi

efektif dan partisipasi tidak efektif, (8) partisipasi berdasarkan siapa yang terlibat.

Partisipasi dalam pembangunan dapat diartikan sebagai ikut sertanya

masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan-kegiatan dan ikut serta

dalam memanfaatkan hasil, serta menikmati hasil-hasil pembangunan yang nyata.

Partisipasi masyarakat sangat mutlak demi berhasilnya pembangunan. Slamet

(1993) menyatakan bahwa, berdasarkan pengertian tentang partisipasi dalam

pembangunan, maka partisipasi dalam pembangunan dapat dibagi menjadi 5

(lima) jenis:

1. Ikut memberi input proses pembangunan, menerima imbalan atas input

tersebut dan ikut menikmati hasilnya.

2. Ikut memberi input dan menikmati hasilnya

3. Ikut memberi input dan menerima imbalan tanpa ikut menikmati hasil

(26)

4. Menikmati /memanfaatkan hasil pembangunan tanpa ikut memberi input.

5. Memberi input tanpa menerima imbalan dan tidak menikmati hasilnya

Tanpa partisipasi masyarakat, setiap pembangunan dinilai tidak berhasil. Oleh

karena itu penting sekali untuk memikirkan dan mengusahakan peningkatan

partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Meningkatkan partisipasi masyarakat harus dilakukan dengan cara

meningkatkan keterlibatan warga secara langsung dalam pengambilan keputusan

oleh perseorangan atau kelompok dalam suatu kegiatan. Peningkatan partisipasi

masyarakat tidak hanya berhenti pada tahap perumusan rencana dan pelaksanaan

program, tetapi juga menyangkut aspek pengambilan keputusan. Perluasan

partisipasi masyarakat merupakan bagian dari pendekatan pembangunan yang

mencakup peningkatan kepribadian atau kualitas manusia baik perorangan

maupun masyarakat. Masyarakat memiliki identitas yang kolektif sifatnya. Oleh

karena itu pembangunan masyarakat harus mencakup pembangunan kolektif

(Oepen, 1988)

Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat

khususnya di wilayah perdesaan adalah dengan mengelola secara komprehensif

kesempatan, kemampuan dan kemauan masyarakat untuk berpartisipasi dalam

pembangunan sesuai dengan potensi dan kondisi perdesaan yang bersangkutan.

Kemampuan seseorang sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan dan

juga sikap mental. Pengetahuan dan pengertian tentang pembangunan sampai

pada seluk beluk pelaksanaannya sangat perlu bagi masyarakat sehingga mereka

dapat cepat tanggap terhadap kesempatan yang ada. Pengetahuan tentang adanya

potensi di lingkungannya yang dapat dikembangkan atau dibangun sangat penting

artinya. Demikian pula pengetahuan dan keterampilan tentang teknologi tepat

guna yang dapat dimanfaatkan dalam mengembangkan sumberdaya alam yang

ada untuk dipadukan dengan berbagai sarana produksi lain sangat penting bagi

keberhasilan masyarakat yang membangun. Keterbelakangan bangsa kita antara

lain karena kekurangan pada bidang ini. Ditambah lagi dengan sikap mental yang

sering kurang sesuai dengan tuntutan pembangunan. Masyarakat sering masih

bersikap tradisional, sulit untuk diajak berpikir dan bertindak yang berbeda

(27)

adaptif masyarakat dalam menerima inovasi untuk meningkatkan akselerasi

pembangunan di wilayah perdesaan perlu ditingkatkan dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan,

menurut Tjokroamidjojo (1991), terdapat 2 (dua) cara yang dapat ditempuh yaitu

memobilisasikan kegiatan-kegiatan masyarakat yang serasi untuk

kepentingan-kepentingan pencapaian tujuan pembangunan dan meningkatkan oto-aktivitas,

swadaya dan swakarya masyarakat sendiri sehingga masyarakat menjadi dewasa

untuk terlibat dalam kegiatan pembangunan. Dengan kata lain, partisipasi

bukanlah sekedar suatu keikutsertaan kelompok-kelompok tertentu saja atau

kelompok-kelompok status sosial ekonomi tinggi sebagai perencana dan

kelompok-kelompok status ekonomi rendah sebagai pelaksana kegiatan

pembangunan. Partisipasi harus dapat mengikutsertakan seluruh anggota

masyarakat untuk aktif melakukan hak dan kewajibannya sebagai partisipan, tidak

ada aktivitas ekslusif dan tidak ada pula penonton pasif, seluruh anggota

masyarakat berperan secara produktif. Sihombing (1980) mempertegas bahwa

pengertian partisipasi berakar pada pemahaman bahwa setiap makhluk yang

disebut manusia adalah pemilik dan ahli waris yang sah dari dunia (alam), dengan

demikian partisipasi merupakan hak dasar manusia untuk mengobyektivikasikan,

mengeluarkan dan menyatakan dirinya melalui upaya mengerjakan alam

(memanusiawikan).

Lebih lanjut Saardi (2000) mengemukakan 5 (lima) hal yang menentukan

kelengkapan partisipasi masyarakat yaitu:

1. adanya aliran informasi: yang menggambarkan aliran informasi timbal balik

dari masyarakat yang disampaikan ke masyarakat melalui lembaga atau tokoh

masyarakat,

2. konsultasi: masyarakat dilibatkan untuk berkonsultasi mengenai isu penting

dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu program,

3. keputusan: masyarakat atau tokoh-tokoh masyarakat termasuk dari golongan

sasaran program, terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan

(28)

4. inisiatif: tidak semua ide-ide dan perencanaan datang dari luar, tetapi

masyarakat memiliki kebebasan untuk mengambil inisiatif dalam

mengidentifikasi kebutuhan dan strategi dalam pelaksanaan program dan,

5. evaluasi: masyarakat ikut mengevalusi rencana dan pelaksanaan program.

Sejalan dengan keikutsertaan seluruh anggota masyarakat sebagai partisipan

aktif, Sihombing (1980) mengemukakan bahwa partisipasi dalam konteks

pembangunan yang memerdekakan manusia, bukan semata-mata berdasarkan

”kebaikan hati” para elite pengambil keputusan, akan tetapi partisipasi adalah hak

dasar yang sah dari umat manusia untuk turut serta merencanakan, melaksanakan

dan mengendalikan pembangunan yang menjanjikan harapan pemerdekaan

dirinya itu. Dengan demikian, melalui kegiatan partisipasi terjadi perubahan

struktur sosial, politik dan ekonomi. Tjokroamidjojo (1991) mengemukakan

bahwa keberhasilan keterlibatan aktif masyarakat tergantung apabila rencana

pembangunan itu berorientasi kepada kepentingan masyarakat.

Konsepsi tentang partisipasi, dapat dikemukakan bahwa timbulnya

partisipasi akibat adanya ekspresi perwujudan perilaku mental seseorang, dimana

ekspresi perilaku tersebut timbul karena adanya kemampuan dan kemauan petani

untuk berpartisipasi serta adanya kesempatan untuk menunjukkan kemampuan

dan kemauan tersebut (Dorojatin, 1990). Krech et al. (1962) mengemukakan

bahwa perilaku interpersonal merupakan awal timbulnya keinginan sebagai

partisipan.

Anwar (2007) mengemukakan bahwa partisipasi petani timbul dari

kepincangan-kepincangan struktural yang terdapat di dalam sistem sosial, yakni

kepincangan antara kemampuan untuk menyerap informasi dan kesempatan yang

diharapkan untuk menggunakan informasi. Kepincangan itu dapat timbul dengan

bermacam-macam cara antara lain, (1) kemampuan untuk menyerap bertambah

akan tetapi kesempatan untuk menerapkan tidak ada, (2) kemampuan dan

kesempatan itu kedua-duanya bertambah, tetapi bertambahnya kemampuan lebih

cepat daripada bertambahnya kesempatan, dan (3) kemampuan bertambah,

sedangkan bersamaan dengan itu kesempatan berkurang.

Beberapa hal yang merupakan eksistensi suatu partisipasi yang penting

(29)

(1) Pada partisipasi terdapat adanya keterlibatan mental dan emosional dari

seseorang yang berpartisipasi

(2) Pada partisipasi terdapat adanya kesediaan dari seseorang untuk memberi

kontribusi, memberikan suatu aktivitas, kegiatan-kegiatan untuk mencapai

tujuan

(3) Suatu partisipasi menyangkut kegiatan-kegiatan dalam suatu kehidupan

kelompok atau suatu komunitas dalam masyarakat

(4) Pada partisipasi akan diikuti oleh adanya rasa tanggung jawab terhadap

aktivitas yang dilakukan seseorang

(5) Pada partisipasi terkandung di dalamnya bahwa ada hal yang akan

menguntungkan individu, artinya menyangkut adanya pemuasan akan

tercapai suatu tujuan bagi dirinya.

Lebih lanjut Holle (2000), mengemukakan bahwa partisipasi rakyat dalam

pembangunan bukan hanya berarti pengerahan tenaga rakyat secara sukarela,

tetapi justru yang lebih penting adalah tergeraknya rakyat untuk mau

memanfaatkan kesempatan-kesempatan memperbaiki kualitas hidup sendiri.

Guna mencapai hal-hal tersebut, maka rakyat perlu mengalami suatu proses

belajar agar mampu mengetahui kesempatan-kesempatan yang ada untuk

peningkatan kualitas hidupnya.

Meningkatkan partisipasi masyarakat harus dilakukan dengan cara

meningkatkan keterlibatan warga secara langsung dalam pengambilan keputusan

dalam suatu kegiatan. Perluasan partisipasi masyarakat merupakan bagian dari

pendekatan pembangunan yang mencakup peningkatan kepribadian atau kualitas

manusia baik perorangan maupun masyarakat. Masyarakat memiliki identitas

yang kolektif sifatnya. Oleh karena itu pembangunan masyarakat harus mencakup

pembangunan secara kolektif (Oepen, 1988).

Berbagai uraian macam dan jenis partisipasi maka dapat dikatakan bahwa

partisipasi seseorang dapat dilakukan pada semua aspek dari suatu proses

kegiatan, mulai dari perencanaan hingga pemanfaatan hasil yang dicapai dari

suatu pelaksanaan kegiatan. Jika seseorang sejak awal dilibatkan secara penuh

(30)

tanggung jawab moral terhadap keberhasilan pelaksanaan kegiatan yang

dilaksanakan.

Wanita tani sebagai salah satu bagian integral dalam konstelasi

pembangunan di perdesaan memiliki peran yang sangat strategis dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan keluarga. Peran aktif wanita tani tidak hanya sebagai

ibu rumah tangga tetapi juga dalam perolehan pendapatan rumah tangga melalui

kegiatan usahatani, pengolahan, penyediaan kebutuhan pangan dan kegiatan

lainnya. Partisipasi wanita dalam aktivitas ekonomi dan sekaligus aktivitas rumah

tangga hubungannya dengan usaha tani di perdesaan merupakan salah satu hal

menarik yang perlu diteliti lebih mendalam. Sejalan dengan hal tersebut, maka

penelitian ini akan mengkaji partisipasi wanita tani khususnya dalam kegiatan

usahatani kakao.

Faktor-Faktor yang berhubungan dengan partisipasi

Timbulnya partisipasi merupakan ekspresi perilaku manusia untuk

melakukan suatu tindakan, di mana perwujudan dari perilaku tersebut didorong

oleh adanya tiga faktor utama yang mendukungnya yaitu (1) kemauan, (2)

kemampuan, dan (3) kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi

(Dorodjatin, 1990).

Hasil penelitian Dorojatin (1990) menunjukkan bahwa terdapat 2 (dua)

faktor yang dominan berhubungan dengan partisipasi, yaitu faktor dalam diri

individu (internal), dan faktor di luar individu (eksternal). Hal yang sama juga

dikemukakan oleh Abdussamad (1991) bahwa untuk berperilaku tertentu minimal

ada dua hal yang mendukung dalam berpartisipasi yaitu pertama, adanya unsur

yang bersumber dari diri seseorang yang mendorong untuk berperilaku tertentu,

dan kedua, terdapat iklim atau lingkungan yang memungkinkan untuk berperilaku

tertentu.

Faktor Internal Wanita Tani

Rakhmat (2001) menyatakan faktor internal individu merupakan ciri-ciri

yang dimiliki oleh seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan

dengan lingkungannya. Karakteristik tersebut terbentuk oleh faktor biologis dan

(31)

untuk diketahui dalam rangka mengetahui suatu prilaku dalam masyarakat.

Karakteristik individu yang merupakan ciri-ciri atau sifat-sifat individual yang

berhubungan dengan semua aspek dan lingkungan seseorang.

Umur

Umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi apa yang diakibatkan oleh

umur, adalah faktor psikologis. Kemampuan belajar seseorang berkembang

secara gradual semenjak lahir sampai menjadi dewasa. Asumsi ini dapat

diketahui bahwa anak berusia lebih tua, akan belajar lebih cepat dan berhasil

mempertahankan retensi dalam jumlah besar bila dibandingkan dengan anak yang

berusia lebih muda. Kemampuan belajar seseorangpun akan berkurang secara

gradual dan terasa sangat nyata setelah berumur 55 atau 60 tahun

(Padmowihardjo, 1994).

Umur seseorang berkaitan dengan kemampuannya dalam proses belajar dan

atau mengajar yang akhirnya akan mempengaruhi produktivitas kerjanya dalam

berusaha. Menurut Mappiare (1983) terdapat kecenderungan bagi perempuan

yang berusia tiga puluh lima tahun ke atas untuk lebih memantapkan dirinya

dalam bekerja, alasannya berkenaan dengan semakin tingginya biaya hidup yang

perlu dikeluarkan.

Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menghasilkan

perubahan-perubahan pada perilaku manusia. Perubahan perilaku yang

disebabkan oleh kegiatan pendidikan biasanya berupa: (1) perubahan dalam

pengetahuan atau hal yang diketahui; (2) perubahan dalam keterampilan atau

kebiasaan dalam melakukan sesuatu; dan (3) perubahan dalam sikap mental atau

segala sesuatu yang dirasakan.

Pendidikan merupakan suatu faktor penting bagi kehidupan manusia.

Seseorang dapat memperoleh berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang

sangat berguna bagi diri dan kehidupannya maupun bagi pelaksanaan tugasnya

sehari-hari. Pendidikan dapat mempengaruhi cara berpikir, cara merasa dan cara

bertindak. Saharuddin (1987) mengatakan, bahwa tingkat pendidikan seseorang

(32)

semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang dapat diharapkan semakin baik pula

cara berpikir dan cara bertindaknya.

Mosher (1987) menyatakan pendidikan formal mempercepat proses belajar,

memberikan pengetahuan, kecakapan dan keterampilan-keterampilan yang

diperlukan masyarakat. Mulyasa (2002) mengemukakan bahwa pendidikan

berperan dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas, menampilkan individu

yang memiliki keunggulan yang tangguh, kreatif, mandiri, dan profesional dalam

bidangnya masing-masing. Hernanto (1993) menyatakan rendahnya tingkat

pendidikan akan berpengaruh kepada rendahnya adopsi teknologi. Tingkat

pendidikan merupakan salah satu tolok ukur kualitas sumberdaya manusia.

Tingkat pendidikan yang relatif tinggi akan mendorong tumbuhnya pola pikir dan

kreatifitas yang mampu menangkap peluang atau kesempatan berusaha.

Masyarakat sebagai manusia yang rasional sebelum memutuskan untuk

berpartisipasi dalam pembangunan, didahului oleh masa belajar dan menilai

manakala partisipasi itu mendatangkan manfaat bagi dirinya. Jika bermanfaat,

maka akan berpartisipasi, dan sebaliknya jika tidak bermanfaat maka masyarakat

tidak bergerak untuk berpartisipasi.

Besarnya Jumlah Keluarga

Besar kecilnya jumlah keluarga mempunyai kaitan erat dengan upaya untuk

memperoleh pendapatan dalam keluarga, sehingga dapat menyebabkan besarnya

biaya yang harus dikeluarkan untuk pemenuhan kebutuhan hidup keluarga

tersebut. Sajogyo (1984) mengemukakan, peningkatan pendapatan yang

diperoleh dari perempuan yang bekerja sangat diperlukan untuk meningkatkan

kesejahteraan keluarganya terlebih bagi yang mempunyai jumlah tanggungan dan

beban keluarga yang tidak sedikit. Pandangan yang disampaikan Surtiyah (1990)

menyatakan bahwa bagi perempuan miskin yang mempunyai anggota keluarga

yang besar umumnya mempunyai semangat kerja yang tinggi.

Pengalaman Berusahatani

Osipow (1983), mengemukakan bahwa selain faktor kebutuhan, faktor

pengalaman juga mempengaruhi dalam pemilihan kerja. Seseorang yang

(33)

pengalaman yang merupakan pengetahuan, keterampilan dan pengertian tentang

sesuatu yang telah terjadi.

Beberapa ahli pertanian berkeyakinan bahwa pada masa lalu wanitalah yang

pertama kali membudidayakan tanaman dan merintis ilmu seni bertani

(Departemen Pertanian, 1991). Pengalaman wanita tani dalam bercocok tanam

kebanyakan diperoleh secara empirik berasal dari warisan turun-temurun,

sehingga mereka sudah mengetahui keterampilan dasar yang diperlukan dalam

berusahatani. Pengalaman-pengalaman tersebut merupakan stimulus

meningkatnya pengetahuan, sikap dan keterampilan wanita tani yang diperlukan

dalam berusahatani. Semakin cocok pengalaman wanita tani dengan peristiwa

yang dialami di masa lampau, akan semakin mempermudah baginya untuk

mengerti dan memahami stimulus tersebut. Pengalaman berusaha tani yang

dimiliki oleh wanita tani berpengaruh dalam penglolaaan usahatani. Hal ini secara

tidak langsung mempengaruhi proses pengambilan keputusan, sehingga petani

yang memiliki pengalaman berusahatani lebih lama cenderung sangat efektif

dalam proses pengambilan keputusan (Mardikanto, 1996).

Motivasi Berusahatani

Motivasi terdiri atas kata ‘motif’ yang berarti dorongan dan ‘asi’ berarti

usaha. Motivasi adalah usaha yang dilakukan manusia untuk menimbulkan

dorongan untuk berbuat atau melakukan suatu tindakan (Padmowiharjo, 1994).

Motivasi adalah segala daya yang mendorong seseorang untuk melaksanakan

sesuatu. Daya atau kekuatan tersebut dapat berupa pemenuhan akan kebutuhan

biologis, seperti kebutuhan makan, istirahat, atau kebutuhan untuk berkuasa.

Handoko (1995) mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu tenaga atau faktor

yang terdapat dalam diri manusia yang menimbulkan, menggerakkan dan

mengorganisasikan tingkah lakunya. Tingkah laku manusia disebabkan oleh

adanya kebutuhan dan dorongan tertentu. Dengan adanya kebutuhan dan

dorongan ini seseorang akan merasa siap untuk melakukan suatu perilaku tertentu.

Jika keadaan siap mengarah kepada suatu kegiatan konkrit disebut sebagai motif.

Selanjutnya usaha untuk menggiatkan motif-motif tersebut menjadi tingkah laku

(34)

dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan

kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.

Motivasi terdiri atas dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi

ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah dorongan yang berasal dari dalam diri

seseorang, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah dorongan dari luar diri seseorang

sehingga melakukan sesuatu hal. Motivasi seseorang akan muncul jika ia

memiliki keinginan. Keinginan tersebut muncul melalui proses yang diterima

seseorang dan dipengaruhi oleh kepribadian, sikap, pengalaman dan harapan.

Segala sesuatu yang diperoleh seseorang akan diberi arti menurut minat dan

keinginannya. Motivasi yang demikian bersumber pada faktor psikologis manusia

yang menyangkut emosi dan perasaan.

Maslow seperti dikutip Wahjosumidjo (1984) dalam bukunya “Motivation

dan Personality” mengungkapkan lima jenjang kebutuhan pokok manusia: (1)

kebutuhan mempertahankan hidup, (2) kebutuhan akan rasa aman, (3) kebutuhan

sosial, (4) kebutuhan akan penghargaan, dan (5) kebutuhan mempertinggi

kapasitas kerja.

Aspirasi

Aspirasi merupakan tingkat perwujudan ataupun pencapaian sesuatu di masa

yang akan datang yang menentukan dan mempolakan usaha-usaha seseorang

untuk mencapai hal tersebut. Adanya aspirasi, akan menentukan dan mempolakan

petani untuk melakukan usaha-usaha untuk mencapai aspirasi tersebut. Dengan

demikian akan semakin tinggi pula kemauan petani untuk ikut berpartisipasi.

Sifat Kekosmopolitan

Mardikanto (1996) menyatakan sifat kekosmopolitan adalah tingkat

hubungannya “dunia luar” di luar sistem sosialnya sendiri. Sifat kekosmopolitan

dicirikan oleh frekuensi dan jarak perjalanan yang dilakukan, serta pemanfaatan

media massa. Bagi warga masyarakat yang relatif lebih kosmopolit, adopsi

inovasi dapat berlangsung cepat. Bagi warga yang lebih “lokalit” (tertutup,

terkungkung di dalam sistem sosialnya sendiri), proses adopsi inovasi akan

(35)

hidup lebih “baik” seperti yang telah dapat dinikmati oleh orang-orang lain di luar

sistem sosialnya sendiri.

Sifat kekosmopolitan individu dicirikan oleh sejumlah atribut yang

membedakan mereka dari orang-orang lain di dalam komunitasnya, yaitu

memiliki status sosial yang lebih tinggi, partisipasi sosial yang lebih tinggi, lebih

banyak berhubungan dengan pihak luar, lebih banyak menggunakan media massa

dan memiliki hubungan lebih banyak dengan orang lain maupun lembaga yang

berada di luar komunitasnya. Sifat kosmopolit mencakup pengertian tentang

keterbukaan wanita tani terhadap inovasi atau informasi dari luar. Keterbukaan ini

akan berdampak bagi pengembangan usahatani yang berimplikasi bertambahnya

pengetahuan, perubahan sikap dan peningkatan keterampilan yang pada akhirnya

akan mempengaruhi kemampuan wanita tani dalam menghadapi permasalahan

yang timbul dalam usahatani kakao.

Haji (1991) seperti yang dikutip Belem (2002), mengatakan faktor

kosmopolit berpengaruh terhadap perilaku wanita dalam bentuk adopsi inovasi.

Hal ini berarti bahwa semakin banyak wanita tani melakukan komunikasi dan

berhubungan dengan pihak luar dapat menambah kemampuan wanita tani dalam

pengambilan keputusan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi dalam

kegiatan usahatani kakao. Sumber informasi yang diperlukan tentunya dari pihak

luar yang dianggap lebih memahami permasalahan yang dihadapi.

Dalam hal hubungan antara aktivitas komunikasi dengan berbagai sumber

informasi (sifat kekosmopolitan), Asngari (1984) mengemukakan bahwa kegiatan

tersebut akan menyebabkan individu membentuk persepsi yang dimulai dengan

pemilihan, kemudian menyusun menjadi kesatuan yang bermakna, dan akhirnya

menginterpretasikan dalam bentuk perilaku dan tindakan. Dengan demikian, sifat

kosmopolit merupakan suatu proses awal yang mampu menggerakkan daya pikir

seseorang untuk memahami hasil hubungan yang terjadi dan untuk selanjutnya

dicerna serta diwujudkan dalam bentuk perubahan perilaku ke arah yang lebih

baik dan menguntungkan bagi pribadi yang bersangkutan.

Apabila suatu masyarakat memiliki sifat kosmopolit yang terbuka dalam

sistem sosialnya maka masyarakat tersebut cenderung lebih cepat mengalami

(36)

hanya bersifat lokalit saja maka perubahan ke arah yang lebih maju akan

terlambat atau terhambat. Sifat kekosmopolitan diduga mempengaruhi wanita

tani dalam pengembangan usahatani kakao.

Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan selalu terjadi dalam setiap gerak kehidupan nyata

pada setiap individu atau organisasi. Pengambilan keputusan diartikan sebagai

aktivitas pemilihan di antara sejumlah kemungkinan untuk menyelesaikan suatu

masalah, pertentangan atau kebimbangan. Pengambilan keputusan adalah suatu

proses memilih dan menetapkan alternatif yang tepat untuk suatu tindakan yang

diinginkan. Proses ini melibatkan pertimbangan rasional, aspek psikologis, dan

sosial budaya (Martianto et al. 1993). Persoalan pengambilan keputusan pada

dasarnya adalah bentuk pemilihan dari berbagai alternatif tindakan yang mungkin

dipilih dan prosesnya melalui mekanisme tertentu, dengan harapan akan

menghasilkan sebuah keputusan yang terbaik.

Keputusan yang diambil biasanya dilakukan berdasarkan pertimbangan

situasional, bahwa keputusan tersebut adalah keputusan terbaik. Keputusan dapat

dilihat dalam kaitannya dengan proses yang lebih dinamis yaitu pengambilan

keputusan. Keputusan merupakan sebuah kesimpulan yang dicapai setelah

melakukan pertimbangan dan terjadi setelah satu kemungkinan dipilih, sementara

yang lain dikesampingkan. Pertimbangan adalah proses menganalisis beberapa

kemungkinan atau alternatif kemudian memilih satu di antaranya.

Sajogyo (1984) mengemukakan bahwa untuk menganalisis peranan wanita

dalam pengambilan keputusan di rumah tangga dengan cara mengelompokkan

pengambilan keputusan pada lima tingkatan dimulai dari dominasi oleh isteri

(keputusan yang dibuat oleh isteri sendiri) sampai dominasi oleh suami

(keputusan yang diambil oleh suami sendiri) sebagai berikut:

1). Keputusan dibuat oleh isteri seorang diri tanpa melibatkan suami,

2). Keputusan dibuat bersama oleh suami isteri dengan pengaruh lebih besar dari

isteri

3). Keputusan dibuat bersama oleh suami isteri tanpa salah satu mempunyai

(37)

4). Keputusan dibuat bersama oleh suami isteri tetapi dengan pengaruh suami

lebih besar

5). Keputusan dibuat oleh suami seorang diri tanpa melibatkan isteri.

Keputusan-keputusan yang diambil oleh suami dan isteri diharapkan dapat

menggambarkan adanya dominasi relatif dari pria dan wanita dalam pengambilan

keputusan yang berhubungan dengan kegiatan meningkatkan taraf hidup rumah

tangga.

Perbedaan dalam pengambilan keputusan tersebut mencerminkan distribusi

dan alokasi kekuasaan dalam rumah tangga, menurut pandangan Blood dan Wolfe

(Sajogyo, 1983) ditentukan oleh struktur keluarga dan faktor sumberdaya pribadi

suami isteri yang diperoleh dalam keluarga inti masing-masing. Aspek yang

paling penting dalam struktur keluarga adalah posisi anggota keluarga karena

distribusi dan alokasi kekuasaan. Aspek berikutnya yang juga penting adalah

pembagian kerja dalam keluarga (Sajogyo, 1981).

Kekuasaan yang dinyatakan sebagai kemampuan untuk mengambil

keputusan yang mempengaruhi kehidupan keluarga itu bisa tersebar dengan sama

nilainya atau tidak sama nilainya, khususnya antara suami dan isteri (Sajogyo,

1983). Pembagian kerja menunjuk kepada pola peranan yang ada dalam keluarga

dimana khususnya suami dan isteri melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu.

Kombinasi kekuasaan dan pembagian kerja menurut Blood dan Wolfe adalah hal

yang paling mendasar dalam keluarga, dan dipengaruhi pula oleh posisi keluarga

dalam lingkungan dan masyarakatnya.

Peranan wanita dapat dianalisis dari alokasi kekuasaan yang ada antara

suami dan isteri dalam keluarganya dengan mengukur pola pengambilan

keputusan mereka. Peranan wanita dapat pula dianalisis dari pembagian kerja

yang ada dalam keluarga terutama dari diferensiasi peranannya. Hal ini dapat

diketahui dalam mengukur penggunaan waktu dalam berbagai kegiatan baik di

dalam maupun di luar rumahtangga.

Alokasi Waktu

Munculnya pembagian kerja bukan merupakan hal yang hanya terjadi

karena konstruksi budaya, tetapi terkait dengan proses kapitalisasi di perdesaan.

(38)

sebagai pencari nafkah dan mengalokasikan waktunya untuk bekerja di ranah

produktif. Sedangkan perempuan, selain bekerja di ranah produktif yang dari sisi

waktu tidak jauh berbeda dari laki-laki memiliki beban untuk mengerjakan tugas

domestik atau reproduktif. Ditambah lagi dengan kegiatan sosial di komunitas

yang merupakan bagian dari tugas pengelolaan komunitas. Pembagian kerja

mencerminkan beban kerja perempuan di ranah domestik tidak terbagi cukup adil

di antara anggota keluarga lainnya sehingga seolah-olah tanggung jawab tugas

domestik diletakkan hanya di punggung perempuan. Kegiatan produktif yang

dilakukan oleh perempuan maupun laki-laki dapat digantikan oleh orang lain yang

diupah, tetapi tugas domestik yang menjadi tugas perempuan tidak dapat

sepenuhnya dialihkan pada pihak lain. Pembagian kerja erat kaitannya dengan

strategi bertahan dan pola pemenuhan kebutuhan usaha dan keluarga.

Diversifikasi usaha yang dilakukan di desa merupakan satu keharusan bagi

setiap rumah tangga produsen karena pendapatan sering kali tidak mencukupi

kebutuhan minimum. Dewayanti et al. (2004) menyatakan pola pembagian kerja

dalam keluarga sangat terkait dengan variasi diversifikasi sumber pendapatan

yang dilakukan oleh sebuah keluarga. Jika kebutuhan keluarga tidak terlalu besar

dan masih dapat dipenuhi melalui usaha utama, hasil dari usaha sampingan

biasanya ditabung dan hanya digunakan untuk membiayai kebutuhan mendadak

dan terencana yang membutuhkan biaya besar, seperti pendidikan anak ke tingkat

yang lebih tinggi atau mengadakan selamatan.

Curahan waktu yang tersedia pada wanita tani merupakan faktor yang

berhubungan dengan tingkat partisipasi wanita tani. Besarnya curahan waktu

yang tersedia bagi setiap wanita tani dalam pengelolaan usahatani berbeda-beda di

tiap-tiap daerah. Evenson (1978) dalam Belem (2002) mengemukakan dalam

kerangka ekonomi keluarga, waktu dan anggota keluarga merupakan sumberdaya

dan faktor produksi. Bagi keluarga miskin, waktu merupakan sumberdaya yang

sangat penting yang akan dialokasikan untuk berbagai kegiatan dengan cara

sedemikian rupa sehingga dapat meminimumkan biaya produksi kebutuhan

keluarga. Makin rendah ekonomi keluarga petani, makin besar curahan waktu

yang digunakan wanita untuk memperoleh penghasilan. Jika dihubungkan dengan

(39)

keluarga dalam mencurahkan alokasi waktunya. Hal ini dapat mempengaruhi

tingkat partisipasi wanita tani dalam pengambilan keputusan berusahatani.

King (1976) seperti yang dikutip Suandi (2001) mengemukakan bahwa

sesuai dengan peranannya, pembagian alokasi waktu wanita dalam rumah tangga

dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu pertama, waktu untuk bekerja

produktif di pasar kerja (mencari nafkah); kedua, waktu untuk bekerja produktif di

rumah tangga; ketiga, waktu untuk konsumsi lainnya seperti: waktu untuk

kebutuhan fisiologis dan rekreasi

Peran domestik disebut juga dengan peran reproduktif yaitu peran yang

dijalankan oleh seseorang untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan

sumberdaya manusia dan pekerjaan urusan rumah tangga, seperti mengasuh anak,

memasak, mencuci pakaian dan alat-alat rumah tangga, menyetrika,

membersihkan rumah, dan lain-lain.

Menurut kondisi normatif, pria dan wanita mempunyai status atau

kedudukan dan peranan (hak dan kewajiban) yang sama, akan tetapi menurut

kondisi objektif, wanita mengalami ketertinggalan yang lebih besar daripada pria

dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Kondisi objektif ini tidak

lain disebabkan oleh norma sosial dan nilai sosial budaya yang masih berlaku di

masyarakat. Norma sosial dan nilai sosial budaya tersebut, di satu pihak

menciptakan status dan peranan wanita di sektor domestik yakni berstatus ibu

rumah tangga dan melaksanakan pekerjaan urusan rumah tangga, di lain pihak

menciptakan status dan peranan pria di sektor publik yakni sebagai kepala

keluarga atau rumah tangga dan pencari nafkah.

Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang menyangkut

pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun

untuk diperdagangkan. Kerja produktif yang dilakukan oleh wanita akan

berpengaruh terhadap sumbangan pendapatan keluarga. Semakin tinggi

pendapatan keluarga, semakin terwujud dan terbentuk keluarga sejahtera yang

bahagia.

Faktor Eksternal

Rakhmat (2001) mengemukakan bahwa faktor eksternal individu merupakan

(40)

eksternal individu merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui

dalam rangka mengetahui upaya seseorang untuk melakukan suatu usaha.

Budaya/Sistem nilai

Koentjaraningrat seperti dikutip oleh Nurjanah (1999) menyatakan sistem

nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat, terdiri atas

konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga

masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam

hidup. Oleh karena itu, sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman

tertinggi bagi kelakuan manusia. Lebih lanjut dikatakan bahwa sikap mental atau

attitude diartikan sebagai suatu disposisi atau keadaan mental di dalam jiwa dan

diri seorang individu untuk bereaksi terhadap lingkungannya (baik lingkungan

manusia atau masyarakatnya, lingkungan alamiahnya.

Perilaku merupakan bentuk kebudayaan sebagai perwujudan aktifitas serta

tindakan berpola dari manusia dan masyarakatnya. Pada wujud lainnya,

kebudayaan terbentuk sebagai sistem nilai budaya atau orientasi nilai budaya.

Kebudayaan pada bentuk ini merupakan suatu kompleksitas dari ide,

gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Orientasi nilai

budaya (sikap mental) yang akan menjadi unsur pengatur, pengendali dari

perbuatan akan berpengaruh pada penciptaan karya-karya fisik.

Budaya yaitu nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat dan merupakan

salah satu faktor yang mengakibatkan berpartisipasi atau tidaknya masyarakat

dalam pembangunan. Adanya kebiasaan atau adat istiadat yang bersifat tradisional

statis dan tertutup terhadap suatu perubahan dapat menyebabkan masyarakat tidak

berpartisipasi. Hal ini terjadi karena masih rendahnya pengetahuan masyarakat

yang akan berimplikasi pada rendahnya kemampuan masyarakat untuk

berpartisipasi dalam pembangunan.

Norma dan nilai sosial budaya, di satu pihak menciptakan status dan peranan

wanita di sektor domestik yakni berstatus sebagai ibu rumah tangga dan

melaksanakan pekerjaan urusan rumah tangga, di lain pihak menciptakan status

dan peranan pria di sektor publik yakni sebagai kepala keluarga atau rumah

tangga dan pencari nafkah. White dan Hastuti (1980), mengemukakan bahwa

(41)

(pernikahan) yang biasanya wanita (istri) mengikuti pria (suami) atau tinggal di

pihak kerabat suami. Pola adat seperti itu merupakan salah satu faktor yang secara

relatif cenderung mempengaruhi status dan peranan wanita, yakni status dan

peranan wanita menjadi lebih rendah daripada pria. Proses partisipasi wanita

dalam usahatani kakao dipengaruhi oleh budaya masyarakat di mana rumah

tangga itu berada.

Ketersediaan Tenaga Kerja

Ketersediaan tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang

dibutuhkan guna menghasilkan produksi yang optimal. Ketersediaan tenaga kerja

dalam usahatani bisa bersumber dari: (1) dalam keluarga, dan (2) luar keluarga.

Tenaga kerja yang tersedia dalam keluarga biasanya merupakan tenaga-tenaga

kerja yang tidak dibayar secara upah dan terdiri atas tenaga ayah, ibu dan

anak-anak serta beberapa kerabat terdekat dalam keluarga. Tenaga kerja luar keluarga

biasanya merupakan tenaga-tenaga upahan yang berfungsi untuk membantu

kekurangan ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga.

Ketersediaan tenaga kerja dalam kegiatan usahatani dapat dipenuhi dari

tenaga kerja wanita maupun tenaga kerja pria. Berkaitan dengan produktifitas

kerja yang dapat dicurahkan diketahui bahwa usia produktif tenaga kerja pada

kegiatan usahatani berada pada usia 15 tahun sampai dengan 55 tahun. Kondisi

usia produktif tenaga kerja ini belum menjamin keseragaman di setiap daerah,

karena berdasarkan beberapa pengamatan diketahui bahwa keterlibatan tenaga

kerja dalam usahatani di beberapa daerah berkaitan erat dengan sistem budidaya.

Penyuluhan

Penyuluhan adalah proses mengubah perilaku petani menjadi lebih baik agar

mampu memecahkan tantangan yang dihadapi serta meningkatkan kualitas

hidupnya. Kegiatan penyuluhan adalah proses pendidikan non formal. Materi

dan metode penyuluhan disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan sasaran.

Penyuluhan pertanian dilakukan agar petani memiliki kemampuan baru

untuk menyelesaikan permasalahannya, artinya penyuluh berusaha melakukan

perubahan terhadap sasaran yaitu petani. Petani yang tidak tahu menjadi tahu,

(42)

melakukan perbaikan diri, serta mau mengambil keputusan dari berbagai alternatif

untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

Sistem penyuluhan pertanian memerlukan kerjasama antar komponen yang

berada dalam sistem itu sendiri. Kerjasama tersebut ditujukan untuk mencapai

optimalisasi sumberdaya yang ada, baik sumberdaya regional maupun nasional.

Tujuan kerjasama diarahkan ke dalam sistem penyuluhan pertanian yang lebih

profesional dengan reorientasi penyuluhan pertanian sebagai berikut: (1) dari

instansi ke kualitas penyuluh, (2) dari pendekatan top down ke bottom up, (3) dari

hierarki kerja vertikal ke horizontal, (4) dari pendekatan instruktif ke

partisipatif/dialogis, dan (5) dari sistem kerja linier ke jaringan.

Van den Ban dan Hawkins (1999) mengemukakan bahwa kerjasama dalam

sistem penyuluhan pertanian juga ditujukan untuk mencapai tujuan-tujuan

pemerintah, seperti: (1) meningkatkan produksi pangan, (2) merangsang

pertumbuhan ekonomi, (3) meningkatkan kesejahteraan keluarga petani dan

masyarakat pedesaan, serta (4) mengusahakan pertanian yang berkelanjutan.

Pendekatan yang dilakukan kepada petani guna mencapai tujuan tersebut adalah

dengan mengupayakan pemberdayaan petani dengan memberikan kebebasan pada

petani untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan.

Kerjasama dalam sistem penyuluhan pertanian memerlukan strategi yang

tepat agar memperoleh hasil yang tepat dan optimal. Stategi tersebut adalah

dengan melibatkan sektor-sektor penting di luar petani yang dapat bermanfaat

bagi keberlangsungan usahataninya. Keterlibatan sektor lain di luar petani seperti

penelitian dan informasi pasar dapat dijembatani oleh penyuluh untuk

memudahkan penyampaian informasi kepada petani. Hal paling penting dalam

membangun sistem penyuluhan pertanian yang berorientasi ke arah yang lebih

modern adalah petani sebagai sasaran penyuluhan harus ditempatkan pada posisi

utama. Petani mempunyai hak untuk menentukan yang terbaik bagi mereka.

Petani sebagai subyek bukan sebagai obyek dalam kegiatan penyuluhan.

Penyuluhan berpengaruh bagi kelancaran masyarakat untuk berpartisipasi

dalam pembangunan. Peranan penyuluhan pembangunan untuk menggerakkan

masyarakat terlibat aktif dalam pembangunan antara lain penerima gagasan,

(43)

sasaran penyuluhan untuk merasa bertanggung jawab dalam melaksanakan dan

memelihara hasil-hasil program.

Penyuluh haruslah memiliki kaitan erat dengan masyarakat lokal, tertarik

dengan permasalahan atau persoalan lokal, maupun berbagi pengetahuan dan ide

serta mau bekerja sama dengan masyarakat. Penyuluh diperlukan sebagai

komunikator yang baik, pembicara dan kemampuan mendorong pemimpin lokal

untuk mengambil peran aktif dalam pembangunan pertanian.

Kontak dengan penyuluh diartikan sebagai terjadinya hubungan antara

petani dengan penyuluh. Menurut Soekanto (2006) hubungan yang terjadi antara

seseorang dengan orang lain dapat bersifat primer dan sekunder. Hubungan yang

bersifat primer terjadi apabila seseorang mengadakan hubungan langsung dengan

bertemu dan berhadapan muka. Hubungan yang bersifat sekunder terjadi melalui

perantara baik orang lain maupun alat-alat seperti telepon, radio dll. Keikutsertaan

wanita tani dalam kegiatan penyuluhan merupakan faktor yang mendukung

kemajuan dalam pengelolaan usahatani kakao. Kegiatan penyuluhan yang diikuti

oleh wanita tani dengan sendirinya akan sangat bermanfaat baik dalam menerima

teknologi tepat guna atau informasi lain yang penting bagi kegiatannya

Iklim Usaha

Iklim usaha merupakan suasana usaha yang mempengaruhi keikutsertaan

wanita tani untuk berperan dalam kegiatan usahatani kakao. Suasana usaha ini

selain berkaitan dengan permintaan pasar dan harga kakao yang cukup tinggi juga

keamanan usaha. Keamanan usaha yang dimaksud di sini adalah keamanan

kegiatan-kegiatan/pekerjaan-pekerjaan dalam usahatani kakao bagi kaum wanita

tani.

Rosni (2003) mengemukakan kebutuhan keamanan antara lain adalah:

kebutuhan stabilitas, kebebasan, keterlindungan, bebas dari ketakutan, bebas dari

kegelisahan. Petani akan memilih produksi dengan resiko produksi atau kerugian

akibat keragaman proses ekologis, ekonomis atau sosial yang terkecil (minimal)

supaya petani tidak gelisah, takut dan mempunyai kepastian. Keamanan usaha

adalah meminimalkan resiko berkaitan dengan kelangsungan usahatani dan harga

(44)

Keamanan bukan saja dari gangguan penjahat dan binatang buas, tetapi yang

tidak kalah penting adalah keamanan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan dalam

kegiatan usahatani kaum wanita tani. Keamanan usaha adalah meminimalkan

resiko produksi atau kerugian usaha sebagai akibat keragaman ekologis, ekonomi

atau sosial. Termasuk dalam faktor keamanan adalah sistem pemasaran produksi

dengan harga yang diinginkan petani (Reijntjes et al., 1999).

Sistem/Peluang Pasar

Aspek pemasaran merupakan masalah di luar usahatani yang perlu

diperhatikan. Petani dengan segala keterbatasan yang dimiliki berada pada posisi

yang lemah dalam penawaran dan persaingan, terutama menyangkut penjualan

hasil dan pembelian bahan-bahan pertanian. Penentu harga produk pertanian

tidak berada di pihak petani.

Salah satu keadaan yang harus dihindarkan adalah membiarkan salah satu

bagian dari sistem tataniaga menjadi monopoli perorangan atau organisasi tanpa

adanya jaminan yang efektif bagi kepentingan petani. Pengertian monopoli selalu

dihubungkan dengan pedagang, swasta bahkan koperasi ataupun lembaga

pemerintah bisa melakukan monopoli. Diperlukan pengendalian harga serta

pengendalian jasa-jasa tataniaga yang cukup, sehingga kepentingan petani

dilindungi. Mosher (1987) menyatakan jika ada monopoli dalam pemasaran,

perlu ditertibkan atau dorongan dapat diberikan kepada koperasi atau perusahaan

dagang lain yang baru untuk menyainginya. Pemerintah turut membeli dan

menjual dengan harga layak, dengan demikian perlu penyediaan saluran tataniaga

tambahan.

Peran/dorongan Kepala Keluarga

Faktor-faktor yang mendorong tumbuhnya peranan wanita dalam proses

produksi pertanian antara lain adalah adanya dorongan dari dalam keluarga

terutama dari suami sebagai kepala rumah tangga untuk bekerja dan membantu

memenuhi kebutuhan rumah tangga. Handewi (1997) menyatakan bahwa alasan

suami mendorong istri untuk bekerja adalah : 1) menambah penghasilan keluarga,

2) mengisi waktu luan

Gambar

Gambar 1. Kerangka Berpikir Hubungan antar Peubah Berkaitan dengan
Tabel 1. Luas Lahan Sawah dan Jenis Pengairannya, Tadah Hujan di Kecamatan Palolo Tahun 2007 (ha)
Tabel 3.  Deskripsi Faktor Internal Wanita Tani dalam Berusahatani Kakao di Kecamatan Palolo
Tabel 4.  Deskripsi Faktor Eksternal Wanita Tani dalam Berusahatani Kakao di Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis secara numerik dan estimasi secara analitik dapat disimpulkan bahwa deformasi yang paling besar terjadi pada model konstitutif tanah hardening soil

Memebedakan fakta dan opini dalam bacaan 11 Menginterpret asikan informasi baik yang saling mendukung maupun yang berlawanan Menyesuaikan bahan yang dibaca dengan

Pengaruh Terapi ABA (Applied Behavior Analysis) Dalam Meningkatkan Kemampuan Bahasa Reseptif Pada Anak Autisme Di Yayasan Pembinaan Anak Cacat Malang, Skripsi,

berdasarkan Root Cause Analysis adalah tidak adanya waktu untuk melakukan pembersihan mesin induction furnace sehingga terjadi defect , terjadi kerusakan mesin

Hasil penelitian membuktikan bahwa perceived usefulness berpengaruh terhadap attitude, perceived ease of use berpengaruh positif terhadap attitude, trust berpengaruh

Berdasarkan hasil tertulis dan hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa S3 belum mampu menyelesaikan masalah dengan bermacam-macam interpretasi atau jawaban dengan

18 TUGIMIN, S.Sos Kasie Kerjasama pada Subdit Kemitraan Dunia Usaha, Direktorat PKKS, Ditjen Dayasos dan Gulkin.. 19 HAYATUL WARDANI, SST Kasie Bimbingan Sosial pada Subdit

Salah satu prinsip pelayanan publik berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M-PAN/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan