• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis ekonomi lingkungan pengelolaan limbah industri kecil tapioka/aci: Pendekatan contingent valuation method (CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis ekonomi lingkungan pengelolaan limbah industri kecil tapioka/aci: Pendekatan contingent valuation method (CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor)"

Copied!
279
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EKONOMI LINGKUNGAN

PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI KECIL TAPIOKA/ACI:

PENDEKATAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM)

(Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor)

Oleh :

ANTONIUS TULUS KURNIARTO A14302044

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ANALISIS EKONOMI LINGKUNGAN

PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI KECIL TAPIOKA/ACI: PENDEKATAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Antonius Tulus Kurniarto A14302044

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul : ANALISIS EKONOMI LINGKUNGAN PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI KECIL TAPIOKA/ACI: PENDEKATAN

CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) (KASUS

KELURAHAN CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR)

Nama : Antonius Tulus Kurniarto NRP : A14302044

Menyetujui,

Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS NIP. 131 918 659

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr NIP 130 422 698

(4)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR

HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI

TULISAN ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA

MANAPUN.

Bogor, Januari 2006

Antonius Tulus Kurniarto

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 12 Mei 1984. Penulis merupakan

anak keempat dari 4 bersaudara pasangan Bapak Donatus Soenarto dan Ibu Maria

Magdalena Rudatun.

Penulis mengawali pendidikan di TK Strada Indriasana Pasar Minggu,

Jakarta pada tahun 1989. Pada tahun 1990, penulis melanjutkan pendidikannya di

SD Strada Wiyatasana Pasar Minggu, Jakarta, dan lulus tahun 1996, kemudian di

tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Strada Marga Mulia Pasar

Minggu, Jakarta. Pendidikan sekolah menengah atas ditempuh penulis di SMU 28

Jakarta pada tahun 1999-2002. Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa

Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial

Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB, melalui jalur USMI.

Selama perkuliahan penulis pernah menjadi asisten Mata Kuliah Ekonomi

Umum, Ekonomi Dasar, dan Sosiologi Umum. Selain itu penulis juga aktif menjadi

pengurus dalam organisasi intern ataupun ekstern kampus, yaitu KEMAKI, PMKRI Cabang Bogor, dan Ekonomic Student Club.

(6)

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat

dan karunia-Nya, penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan.

Penelitian yang berjudul Analisis Ekonomi Lingkungan Pengelolaan Limbah

Industri Kecil Tapioka/Aci: Pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor) ini bertujuan untuk

mengestimasi peluang dan besarnya kesediaan pengrajin aci dalam membayar

kompensasi untuk pengelolaan limbah beserta identifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhinya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam proses penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki beberapa kekurangan dan kelemahan,

oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan usulan untuk kesempurnaan skripsi

ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca,

Tuhan memberkati.

Bogor, Januari 2006

Penulis

(7)

Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada :

1. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing skripsi, terima

kasih atas bimbingan dan arahannya.

2. Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc Selaku dosen penguji utama dan Sahara, SP,

MSi selaku dosen penguji wakil departemen, terima kasih atas saran dan

masukkannya.

3. Kedua orang tuaku tercinta dan ketiga kakakku, terima kasih atas doa,

bimbingan, kasih sayang, dan dukungannya selama ini.

4. Ibu Teti (Kabag. LH DLHK Kota Bogor), Ibu Marie (Staf LH DLHK Kota

Bogor), Bapak Aphian (Kabag. IPAL DLHK Kota Bogor), Ibu Dewi

(Administrasi DLHK Kota Bogor), yang telah memberikan data dan

informasi tentang pengelolaan limbah dan situasi lingkungan hidup Kota

Bogor.

5. Bapak Makhdum (Lurah Ciluar) yang telah mengizinkan peneliti melakukan

observasi dan penelitian di Kelurahan Ciluar, Kota Bogor, dan kepada aparat

kelurahan yang telah membantu dalam memberikan data dan info rmasi

tentang keadaan wilayah dan lingkungan Ciluar.

6. Angel, Andre, Agus, Anggi, dan Vininta yang telah membantu dan

memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh pengrajin aci di Kelurahan Ciluar yang telah bersedia menjadi

responden dalam penelitian ini, dan seluruh pihak yang telah membantu

(8)

RINGKASAN

ANTONIUS TULUS KURNIARTO. Analisis Ekonomi Lingkungan Pengelolaan Limbah Industri Kecil Tapioka/Aci: Pendekatan Contingent Valuation Method

(CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor). Di bawah bimbingan EKA INTAN KUMALA PUTRI.

Perkembangan industri kecil tapioka kasar/aci di Ciluar sangat pesat, hal ini dibuktikan dengan jumlahnya yang terus meningkat tiap tahunnya. Adanya perkembangan industri tersebut menimbulkan ekternalitas. Ekternalitas tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Eksternalitas positif membawa dampak penyerapan tenaga kerja dan sebagai penggerak perekonomian daerah sekitar, sedangkan ekternalitas negatif yang dapat ditimbulkan antara lain adalah dampak limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut.

Industri tersebut belum sepenuhnya melakukan pengelolaan limbahnya dengan baik, bahkan ada beberapa pengrajin yang tidak melakukan pengelolaan limbah. Limbah yang dimaksud adalah limbah cair, karena limbah padat para pengrajin sudah mengolahnya menjadi onggok dan mereka jual. Adanya pencemaran oleh limbah maka air akan tercemar, dapat menimbulkan penyakit (gatal- gatal) pada masyarakat yang menggunakan air sungai ataupun air sumur, dan bila mencemari tambak ikan maka ikan- ikan akan mati. Air sumur dapat tercemar karena limbah cair yang dibuang ke badan air akan meresap ke dalam tanah. Selain itu dengan adanya pencemaran maka akan merusak estetika sungai atau saluran air (got). Oleh sebab itu perlunya pengusaha/pengrajin membayar kompensasi, yang juga merupakan social cost kepada masyarakat. Bentuk kompensasi tersebut dapat langsung dibayarkan kepada masyarakat sekitar atau dibayarkan kepada peme rintah dalam bent uk retribusi/iuran, yang nantinya retribusi itu akan digunakan untuk memelihara lingkungan yang tercemar akibat aktivitas ekonominya atau untuk mendirikan IPAL dan melakukan pengelolaan limbah. Kesediaan untuk membayar dari pengusaha/pengrajin tersebut dalam membayar kompensasi tersebut dapat dilihat melalui analisis Willingness to Pay (WTP) yang menggunakan pendekatan penilaian ekonomi Contingent Valuation Method (CVM).

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengkaji karakteristik pengusaha/pengrajin dan persepsinya terhadap pengelolaan limbah cair industri kecil tepung tapioka kasar/aci yang selama ini dilakukan di Kelurahan Ciluar, (2) mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan/ketidaksediaan membayar (WTP) dari pengusaha/pengrajin tepung tapioka kasar/aci di Kelurahan Ciluar terhadap pengelolaan limbah dan pemeliharaan lingkungan, (3) menilai besarnya nilai WTP dari pengusaha/pengrajin industri kecil tepung tapioka kasar/aci di Kelurahan Ciluar untuk pengelolaan limbah dan pemeliharaan lingkungan, (4) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP dari pengusaha/pengrajin industri kecil tepung tapioka kasar/acidi Kelurahan Ciluar.

(9)

jumlah tanggungan, lama usaha, biaya tenaga kerja, waktu produksi, kapasitas produksi, luas tempat usaha, dan pendapatan usaha.

Faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada persepsi pengrajin terhadap pengelolaan limbah adalah pendapatan usaha, dan jarak pabrik ke badan air. Adapun Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pengrajin skenario pertama adalah umur, pendidikan, biaya tenaga kerja pendapatan usaha, luas tempat usaha, tingkat masalah akibat dampak negatif limbah, dan pengetahuan manfaat pengelolaan limbah.. Sedangkan pada skenario kedua faktor-faktor yang berpengaruh nyata adalah pendidikan, tenaga kerja pendapatan usaha, tingkat masalah akibat dampak negatif limbah, dan pengetahuan manfaat pengelolaan limbah. umur, pendidikan, biaya tenaga kerja pendapatan usaha, dan pengetahuan manfaat pengelolaan limbah merupakan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pengrajin untuk skenario ketiga dan skenario keempat.

Nilai dugaan rataan WTP untuk skenario pertama sebesar Rp 621.428,57. Pada skenario kedua, nilai dugaan rataan WTP untuk pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) sebesar Rp 610.000,00, dan untuk kegiatan operasional IPAL sebesar Rp 8.250,00 per bulan. Sedangkan nilai dugaan rataan WTP pada skenario ketiga sebesar Rp 284.782,60,. Dugaan rataan WTP untuk pembangunan IPAL skenario keempat sebesar Rp 284.782,60, dan untuk kegiatan operasional IPAL skenario keempat didapat dugaan rataan WTPnya adalah Rp 6.391,30 per bulan.

Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTP skenario pertama adalah lama usaha, biaya tenaga kerja, pendapatan usaha, dan luas tempat usaha. Hal berbeda terjadi pada skenario kedua, dimana faktor- faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pembangunan IPAL skenario kedua adalah lama usaha, biaya tenaga kerja, pendapatan usaha, dan luas tempat usaha dan untuk kegiatan operasional IPAL skenario kedua, hanya pendapatan usaha yang berpengaruh nyata. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTP skenario ketiga adalah lama usaha, pendidikan, pendapatan usaha, dan luas tempat usaha. Keempat variabel tersebut juga merupakan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pembangunan IPAL skenario keempat. Sedangkan untuk kegiatan operasional skenario keempat, faktor- faktor yang berpengaruh nyata adalah biaya tenaga kerja, pendapatan usaha, dan luas tempat usaha.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR ISTILAH ... xviii

I. PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 5

Tujuan ... 11

Manfaat Penelitian ... 11

Ruang Lingkup Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Industri Kecil ... 13

Industri Pengolahan ... 17

Industri Kecil Tepung Tapioka Kasar / Aci ... 17

Eksternalitas ... 18

Metode Estimasi Penilaian Nilai Lingkungan ... 21

Limbah Industri ... 26

Limbah Industri Kecil Tepung Tapioka Kasar / Aci ... 30

Pengelolaan Limbah Industri ... 33

Penelitian Terdahulu ... 36

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Teoritis Konsep Kesediaan Untuk Membayar (Willingness to Pay) ... 42

Konsep Contingent Valuation Method (CVM) ... 43

Keunggulan dan Keterbatasan Contingent Valuation Method (CVM) ... 44

Organisasi dalam Pengoperasian Contingent Valuation Method ... 49

(11)

ANALISIS EKONOMI LINGKUNGAN

PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI KECIL TAPIOKA/ACI:

PENDEKATAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM)

(Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor)

Oleh :

ANTONIUS TULUS KURNIARTO A14302044

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(12)

ANALISIS EKONOMI LINGKUNGAN

PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI KECIL TAPIOKA/ACI: PENDEKATAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Antonius Tulus Kurniarto A14302044

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(13)

Judul : ANALISIS EKONOMI LINGKUNGAN PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI KECIL TAPIOKA/ACI: PENDEKATAN

CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) (KASUS

KELURAHAN CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR)

Nama : Antonius Tulus Kurniarto NRP : A14302044

Menyetujui,

Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS NIP. 131 918 659

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr NIP 130 422 698

(14)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR

HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI

TULISAN ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA

MANAPUN.

Bogor, Januari 2006

Antonius Tulus Kurniarto

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 12 Mei 1984. Penulis merupakan

anak keempat dari 4 bersaudara pasangan Bapak Donatus Soenarto dan Ibu Maria

Magdalena Rudatun.

Penulis mengawali pendidikan di TK Strada Indriasana Pasar Minggu,

Jakarta pada tahun 1989. Pada tahun 1990, penulis melanjutkan pendidikannya di

SD Strada Wiyatasana Pasar Minggu, Jakarta, dan lulus tahun 1996, kemudian di

tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Strada Marga Mulia Pasar

Minggu, Jakarta. Pendidikan sekolah menengah atas ditempuh penulis di SMU 28

Jakarta pada tahun 1999-2002. Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa

Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial

Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB, melalui jalur USMI.

Selama perkuliahan penulis pernah menjadi asisten Mata Kuliah Ekonomi

Umum, Ekonomi Dasar, dan Sosiologi Umum. Selain itu penulis juga aktif menjadi

pengurus dalam organisasi intern ataupun ekstern kampus, yaitu KEMAKI, PMKRI Cabang Bogor, dan Ekonomic Student Club.

(16)

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat

dan karunia-Nya, penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan.

Penelitian yang berjudul Analisis Ekonomi Lingkungan Pengelolaan Limbah

Industri Kecil Tapioka/Aci: Pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor) ini bertujuan untuk

mengestimasi peluang dan besarnya kesediaan pengrajin aci dalam membayar

kompensasi untuk pengelolaan limbah beserta identifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhinya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam proses penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki beberapa kekurangan dan kelemahan,

oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan usulan untuk kesempurnaan skripsi

ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca,

Tuhan memberkati.

Bogor, Januari 2006

Penulis

(17)

Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada :

1. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing skripsi, terima

kasih atas bimbingan dan arahannya.

2. Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc Selaku dosen penguji utama dan Sahara, SP,

MSi selaku dosen penguji wakil departemen, terima kasih atas saran dan

masukkannya.

3. Kedua orang tuaku tercinta dan ketiga kakakku, terima kasih atas doa,

bimbingan, kasih sayang, dan dukungannya selama ini.

4. Ibu Teti (Kabag. LH DLHK Kota Bogor), Ibu Marie (Staf LH DLHK Kota

Bogor), Bapak Aphian (Kabag. IPAL DLHK Kota Bogor), Ibu Dewi

(Administrasi DLHK Kota Bogor), yang telah memberikan data dan

informasi tentang pengelolaan limbah dan situasi lingkungan hidup Kota

Bogor.

5. Bapak Makhdum (Lurah Ciluar) yang telah mengizinkan peneliti melakukan

observasi dan penelitian di Kelurahan Ciluar, Kota Bogor, dan kepada aparat

kelurahan yang telah membantu dalam memberikan data dan info rmasi

tentang keadaan wilayah dan lingkungan Ciluar.

6. Angel, Andre, Agus, Anggi, dan Vininta yang telah membantu dan

memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh pengrajin aci di Kelurahan Ciluar yang telah bersedia menjadi

responden dalam penelitian ini, dan seluruh pihak yang telah membantu

(18)

RINGKASAN

ANTONIUS TULUS KURNIARTO. Analisis Ekonomi Lingkungan Pengelolaan Limbah Industri Kecil Tapioka/Aci: Pendekatan Contingent Valuation Method

(CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor). Di bawah bimbingan EKA INTAN KUMALA PUTRI.

Perkembangan industri kecil tapioka kasar/aci di Ciluar sangat pesat, hal ini dibuktikan dengan jumlahnya yang terus meningkat tiap tahunnya. Adanya perkembangan industri tersebut menimbulkan ekternalitas. Ekternalitas tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Eksternalitas positif membawa dampak penyerapan tenaga kerja dan sebagai penggerak perekonomian daerah sekitar, sedangkan ekternalitas negatif yang dapat ditimbulkan antara lain adalah dampak limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut.

Industri tersebut belum sepenuhnya melakukan pengelolaan limbahnya dengan baik, bahkan ada beberapa pengrajin yang tidak melakukan pengelolaan limbah. Limbah yang dimaksud adalah limbah cair, karena limbah padat para pengrajin sudah mengolahnya menjadi onggok dan mereka jual. Adanya pencemaran oleh limbah maka air akan tercemar, dapat menimbulkan penyakit (gatal- gatal) pada masyarakat yang menggunakan air sungai ataupun air sumur, dan bila mencemari tambak ikan maka ikan- ikan akan mati. Air sumur dapat tercemar karena limbah cair yang dibuang ke badan air akan meresap ke dalam tanah. Selain itu dengan adanya pencemaran maka akan merusak estetika sungai atau saluran air (got). Oleh sebab itu perlunya pengusaha/pengrajin membayar kompensasi, yang juga merupakan social cost kepada masyarakat. Bentuk kompensasi tersebut dapat langsung dibayarkan kepada masyarakat sekitar atau dibayarkan kepada peme rintah dalam bent uk retribusi/iuran, yang nantinya retribusi itu akan digunakan untuk memelihara lingkungan yang tercemar akibat aktivitas ekonominya atau untuk mendirikan IPAL dan melakukan pengelolaan limbah. Kesediaan untuk membayar dari pengusaha/pengrajin tersebut dalam membayar kompensasi tersebut dapat dilihat melalui analisis Willingness to Pay (WTP) yang menggunakan pendekatan penilaian ekonomi Contingent Valuation Method (CVM).

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengkaji karakteristik pengusaha/pengrajin dan persepsinya terhadap pengelolaan limbah cair industri kecil tepung tapioka kasar/aci yang selama ini dilakukan di Kelurahan Ciluar, (2) mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan/ketidaksediaan membayar (WTP) dari pengusaha/pengrajin tepung tapioka kasar/aci di Kelurahan Ciluar terhadap pengelolaan limbah dan pemeliharaan lingkungan, (3) menilai besarnya nilai WTP dari pengusaha/pengrajin industri kecil tepung tapioka kasar/aci di Kelurahan Ciluar untuk pengelolaan limbah dan pemeliharaan lingkungan, (4) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP dari pengusaha/pengrajin industri kecil tepung tapioka kasar/acidi Kelurahan Ciluar.

(19)

jumlah tanggungan, lama usaha, biaya tenaga kerja, waktu produksi, kapasitas produksi, luas tempat usaha, dan pendapatan usaha.

Faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada persepsi pengrajin terhadap pengelolaan limbah adalah pendapatan usaha, dan jarak pabrik ke badan air. Adapun Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pengrajin skenario pertama adalah umur, pendidikan, biaya tenaga kerja pendapatan usaha, luas tempat usaha, tingkat masalah akibat dampak negatif limbah, dan pengetahuan manfaat pengelolaan limbah.. Sedangkan pada skenario kedua faktor-faktor yang berpengaruh nyata adalah pendidikan, tenaga kerja pendapatan usaha, tingkat masalah akibat dampak negatif limbah, dan pengetahuan manfaat pengelolaan limbah. umur, pendidikan, biaya tenaga kerja pendapatan usaha, dan pengetahuan manfaat pengelolaan limbah merupakan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pilihan kesediaan membayar pengrajin untuk skenario ketiga dan skenario keempat.

Nilai dugaan rataan WTP untuk skenario pertama sebesar Rp 621.428,57. Pada skenario kedua, nilai dugaan rataan WTP untuk pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) sebesar Rp 610.000,00, dan untuk kegiatan operasional IPAL sebesar Rp 8.250,00 per bulan. Sedangkan nilai dugaan rataan WTP pada skenario ketiga sebesar Rp 284.782,60,. Dugaan rataan WTP untuk pembangunan IPAL skenario keempat sebesar Rp 284.782,60, dan untuk kegiatan operasional IPAL skenario keempat didapat dugaan rataan WTPnya adalah Rp 6.391,30 per bulan.

Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTP skenario pertama adalah lama usaha, biaya tenaga kerja, pendapatan usaha, dan luas tempat usaha. Hal berbeda terjadi pada skenario kedua, dimana faktor- faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pembangunan IPAL skenario kedua adalah lama usaha, biaya tenaga kerja, pendapatan usaha, dan luas tempat usaha dan untuk kegiatan operasional IPAL skenario kedua, hanya pendapatan usaha yang berpengaruh nyata. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTP skenario ketiga adalah lama usaha, pendidikan, pendapatan usaha, dan luas tempat usaha. Keempat variabel tersebut juga merupakan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai WTP pembangunan IPAL skenario keempat. Sedangkan untuk kegiatan operasional skenario keempat, faktor- faktor yang berpengaruh nyata adalah biaya tenaga kerja, pendapatan usaha, dan luas tempat usaha.

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR ISTILAH ... xviii

I. PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 5

Tujuan ... 11

Manfaat Penelitian ... 11

Ruang Lingkup Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Industri Kecil ... 13

Industri Pengolahan ... 17

Industri Kecil Tepung Tapioka Kasar / Aci ... 17

Eksternalitas ... 18

Metode Estimasi Penilaian Nilai Lingkungan ... 21

Limbah Industri ... 26

Limbah Industri Kecil Tepung Tapioka Kasar / Aci ... 30

Pengelolaan Limbah Industri ... 33

Penelitian Terdahulu ... 36

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Teoritis Konsep Kesediaan Untuk Membayar (Willingness to Pay) ... 42

Konsep Contingent Valuation Method (CVM) ... 43

Keunggulan dan Keterbatasan Contingent Valuation Method (CVM) ... 44

Organisasi dalam Pengoperasian Contingent Valuation Method ... 49

(21)

Analisis Probit ... 55

Analisis Karakteristik Pengrajin dan Persepsinya Terhadap Pengelolaan Limbah ... 63

Analisis Kesediaan atau Ketidaksediaan Membayar dari Pengrajin untuk Pengelolaan Limbah ... 65

(22)

5.2.2 Karakteristik Usaha Pengrajin Aci ... 103

VI. PERSEPSI PENGRAJIN ACI TERHADAP LINGKUNGAN DAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Pengetahuan Pengrajin Aci Terhadap Karakteristik Limbah ... 113

Pengetahuan Pengrajin Aci Terhadap Dampak Limbah ... 114

Pengetahuan Pengrajin Aci Terhadap Dampak Negatif Limbah ... 116

Persepsi PengrajinAci Terhadap Derajat Masalah Akibat Dampak Negatif Limbah ... 118

Pengelolaan Limbah Padat ... 119

Pengelolaan Limbah Cair ... 119

Analisis Persepsi Pengrajin Terhadap Pengelo laan Limbah ... 122

VII. ANALISIS WILLINGESS TO PAY (WTP) PENGRAJIN

Deskripsi Skenario Pengelolaan Limbah Industri Aci ... 129 7.1.1 Instalasi Pengelolaan Air Limbah IPAL Biogas ... 129

7.1.2 Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Pengendapan

Mekanis... 131

Analisis Pilihan Kesediaan Membayar (Willingness to Pay)

Pengrajin Terhadap Pengelolaan Limbah ... 133

Deskripsi Variabel Penelitian ... 133

7.2.2 Skenario Pertama ... 134

7.2.3 Skenario Kedua ... 142

7.2.4 Skenario Ketiga ... 149

7.2.5 Skenario Keempat ... 155

Hasil Pelaksanaan Contingent Valuation Method (CVM) ... 166 Skenario Pertama ... 166

Skenario Kedua ... 171

(23)

Skenario Keempat ... 184

Analisis Nilai WTP ... 192

Skenario Pertama ... 192

Skenario Kedua ... 195

7.4.2.1 Pembangunan IPAL Biogas ... 195

7.4.2.2 Kegiatan Operasional IPAL Biogas ... 198

Skenario Ketiga ... 200

Skenario Keempat ... 203

7.4.4.1 Pembangunan IPAL Pengendapan Mekanis ... 203

7.4.4.2 Kegiatan Operasional IPAL Pengendapan Mekanis .. 206

7.5 Kebijakan Pengelolaan Limbah Industri Aci ... 209

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 213

(24)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Pengusaha Kecil Berdasarkan Kategori Jenis Industri di

Kota Bogor tahun 1999 - 2003 ... 1

2. Batasan/Kriteria Usaha Kecil dan Menengah Menurut Beberapa

Organisasi di Indonesia Tahun 2004 ... 14

3. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan Ciluar Tahun 2005 ... 88

4. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Ciluar Tahun 2005 ... 87

5. Struktur Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Ciluar Tahun 2005 ... 89

6. Data Industri Tepung Tapioka Halus di Kelurahan Ciluar Tahun 2005 .... 90

7. Data Pengrajin/Penggilingan Singkong di Kelurahan Ciluar Tahun 2005 92

8. Dampak Negatif Limbah yang Diketahui Pengrajin di Kelurahan Ciluar Tahun 2005... 117

9. Alasan Pengrajin Tidak Melakukan Pengelolaan Limbah di Kelurahan

Ciluar tahun 2005 ... 121

10. Hasil Perhitungan Statistik Variabel- Variabel Kontinu Analisis Persepsi Pengrajin Terhadap Pengelolaan Limbah ... 123

11. Hasil Probit Persepsi Pengrajin Terhadap Penge lolaan Limbah ... 125

12. Tabel Frekuensi Observasi dan Harapan Persepsi Pengrajin Terhadap

Pengelolaan Limbah ... 126

13. Tabel Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Persepsi Pengrajin Terhadap Pengelolaan Limbah ... 127

14. Biaya Operasional IPAL Biogas ... 129

15. Biaya Operasional IPAL Pengendapan Mekanis ... 132

16. Hasil Perhitungan Statistik Variabel- Variabel Kontinu Pilihan Kesediaan Membayar Pengrajin ... 133

17. Alasan Pengrajin Tidak Bersedia Membayar Terhadap Pengelolaan

Limbah Skenario Pertama ... 135

18. Hasil Probit Pilihan Kesediaan Membayar Pengrajin Terhadap Skenario Pertama ... 137

19. Tabel Frekuensi Observasi dan Harapan Pilihan Kesediaan Membayar

Pengrajin Terhadap Skenario Pertama ... 140

(25)

Pengrajin Terhadap Skenario Pertama ... 141

21. Alasan Pengrajin Tidak Bersedia Membayar Terhadap Pengelolaan

Limbah Skenario Kedua ... 143

22. Hasil Probit Pilihan Kesediaan Membayar Pengrajin Terhadap

Skenario Kedua ... 145

23. Tabel Frekuensi Observasi dan Harapan Pilihan Kesediaan Membayar

Pengrajin Terhadap Skenario Kedua ... 148

24. Tabel Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Pilihan Kesediaan Membayar Pengrajin Terhadap Skenario Kedua ... 149

25. Alasan Pengrajin Tidak Bersedia Membayar Terhadap Pengelolaan

Limbah Skenario Ketiga ... 150

26. Hasil Probit Pilihan Kesediaan Membayar Pengrajin Terhadap

Skenario Ketiga ... 152

27. Tabel Frekuensi Observasi dan Harapan Pilihan Kesediaan Membayar

Pengrajin Terhadap Skenario Ketiga ... 156

28. Tabel Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Pilihan Kesediaan Membayar Pengrajin Terhadap Skenario Ketiga ... 157

29. Alasan Pengrajin Tidak Bersedia Membayar Terhadap Pengelolaan

Limbah Skenario Keempat ... 158

30. Hasil Probit Pilihan Kesediaan Membayar Pengrajin Terhadap

Skenario Ketiga ... 163

31. Tabel Frekuensi Observasi dan Harapan Pilihan Kesediaan Membayar

Pengrajin Terhadap Skenario Ketiga ... 164

32. Tabel Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Pilihan Kesediaan Membayar Pengrajin Terhadap Skenario Ketiga ... 165

33. Hasil Perhitungan Statistik WTP Pengrajin Skenario Pertama ... 167

34. Distribusi WTP Pengrajin Skenario Pertama ... 168

35. Total WTP (TWTP) Pengrajin Skenario Pertama ... 170

36. Hasil Perhitungan Statistik WTP Pengrajin untuk Pembangunan IPAL

Skenario Kedua ... 172

37. Hasil Perhitungan Statistik WTP Pengrajin untuk Kegiatan Operasional IPAL Skenario Kedua ... 173

38. Distribusi WTP Pengrajin untuk Pembangunan IPAL Skenario Kedua ... 174

39. Distribusi WTP Pengrajin untuk Kegiatan Operasional IPAL

Skenario Kedua ... 175

40. Total WTP (TWTP) Pengrajin untuk Pembangunan IPAL

Skenario Kedua ... 178

(26)

Skenario Kedua ... 178

42. Hasil Perhitungan Statistik WTP Pengrajin Skenario Ketiga ... 180

43. Distribusi WTP Pengrajin Skenario Ketiga ... 181

44. Total WTP (TWTP) Pengrajin Skenario Ketiga ... 183

45. Hasil Perhitungan Statistik WTP Pengrajin untuk Pembangunan IPAL

Skenario Keempat ... 185

46. Hasil Perhitungan Statistik WTP Pengrajin untuk Kegiatan Operasional IPAL Skenario Keempat ... 186

47. Distribusi WTP Pengrajin untuk Pembangunan IPAL Skenario

Keempat ... 187

48. Distribusi WTP Pengrajin untuk Kegiatan Operasional IPAL

Skenario Keempat ... 187

49. Total WTP (TWTP) Pengrajin untuk Pembangunan IPAL

Skenario Keempat ... 191

50. Total WTP (TWTP) Pengrajin untuk Kegiatan Operasional IPAL

Skenario Keempat ... 191

51. Hasil Analisis WTP Pembangunan IPAL Skenario Pertama ... 193

52. Hasil Analisis WTP Pembangunan IPAL Skenario Kedua ... 196

53. Hasil Analisis WTP Kegiatan Operaional IPAL Skenario Kedua ... 198

54. Hasil Analisis WTP Pembangunan IPAL Skenario Ketiga ... 203

55. Hasil Analisis WTP Pembangunan IPAL Skena rio Keempat ... 204

(27)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Limbah Industri dan Dampaknya Terhadap Masyarakat ... 6

2. Skema Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tepung Tapioka di Kelurahan

Ciluar Tahun 2002... 8

8. Karakteristik Pengrajin Aci Berdasarkan Jenis Kelamin di Kelurahan

Ciluar tahun 2005 ... 101

9. Distribusi Umur Pengrajin Aci di Kelurahan Ciluar Tahun 2005... 101

10. Distribusi Tingkat Pendidikan Pengrajin Aci di Kelurahan Ciluar

Tahun 2005... 103

11. Distribusi Jumlah Tanggungan Pengrajin Aci di Kelurahan Ciluar

Tahun 2005 ... 104

12. Distribusi Lama Usaha Pengrajin Aci di Kelurahan Ciluar Tahun 2005 ... 105

13. Distribusi Jumlah Tenaga kerja Pengrajin Aci di Kelurahan Ciluar

Tahun 2005... 106

14. Distribusi Waktu Produksi Pengrajin Aci per Hari di Kelurahan Ciluar

Tahun 2005... 107

15. Distribusi Penggunaan Bahan Baku Pengrajin Aci per Hari di

Kelurahan Ciluar Tahun 2005 ... 108

16. Distribusi Produksi Aci per Hari dari Pengrajin di Kelurahan Ciluar

Tahun 2005... 109

17. Distribusi Produksi Onggok Pengrajin Aci di Kelurahan Ciluar

Tahun 2005... 110

18. Distribusi Luas Tempat Usaha Pengrajin Aci di Kelurahan Ciluar

Tahun 2005... 111

19. Distribusi Pendapatan Usaha Pengrajin Aci di Kelurahan Ciluar

Tahun 2005... 112

20. Persepsi Pengrajin Berdasarkan Pengetahuan Tentang Karakteristik

(28)

21. Persepsi Pengrajin Berdasarkan Pengetahuan Tentang Penggolongan

Dampak Limbah di Kelurahan Ciluar Tahun 2005 ... 115

22. Persepsi Pengrajin Berdasarkan Pengetahuan Tentang Dampak

Negatif Limbah di Kelurahan Ciluar Tahun 2005 ... 116

23. Persepsi Pengrajin Terhadap Derajat Masalah Akibat Dampak

Negatif Limbah di Kelurahan Ciluar Tahun 2005 ... 118

24. Distribusi Pengelolaan Limbah cair Pengrajin Aci di Kelurahan Ciluar

Tahun 2005 ... 120

25. Distribusi Tujuan Pembuangan Limbah cair Pengrajin Aci di Kelurahan Ciluar Tahun 2005... 120

26. Distribusi Pilihan Membayar Terhadap Skenario Pertama ... 134

27. Distribusi Pilihan Membayar Terhadap Skenario Kedua ... 142

28. Distribusi Pilihan Membayar Terhadap Skenario Ketiga ... 150

29. Distribusi Pilihan Membayar Terhadap Skenario Keempat ... 158

30. Dugaan Kurva Penawaran WTP Skenario Pertama ... 169

31. Surplus Konsumen Skenario Pertama Berdasarkan WTP Rata-rata ... 170

32. Dugaan Kurva Penawaran WTP Pembangunan IPAL Skenario Pertama . 175

33. Dugaan Kurva Penawaran WTP Kegiatan Operasional IPAL

Skenario Pertama ... 176

34. Surplus Konsumen Pembangunan IPAL Skenario Kedua Berdasarkan

WTP Rata-rata ... 177

35. Surplus Konsumen Kegiatan Operasional IPAL Skenario Kedua

Berdasarkan WTP Rata-rata ... 177

36. Dugaan Kurva Penawaran WTP Skenario Ketiga ... 182

37. Surplus Konsumen Skenario Ketiga Berdasarkan WTP Rata-rata ... 183

38. Dugaan Kurva Penawaran WTP Pembangunan IPAL Skenario Keempat 188

39. Dugaan Kurva Penawaran WTP Kegiatan Operasional IPAL

Skenario Keempat ... 189

40. Surplus Konsumen Pembangunan IPAL Skenario Keempat Berdasarkan WTP Rata-rata ... 190

41. Surplus Konsumen Kegiatan Operasional IPAL Skenario Keempat

(29)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ... 219

2. Hasil Probit Persepsi Pengrajin Terhadap Pengelolaan Limbah ... 220

3. Hasil Probit WTP Pengrajin Skenario Pertama ... 221

4. Hasil Probit WTP Pengrajin Skenario Kedua ... 222

5. Hasil Probit WTP Pengrajin Skenario Ketiga ... 223

6. Hasil Probit WTP Pengrajin Skenario Keempat ... 224

7. Hasil Regresi Berganda Nilai WTP Pengrajin Skenario Pertama Sampai dengan Keempat ... 225

8. Uji Statistik Hasil Regresi Berganda Nilai WTP Skenario Pertama ... 228

9. Uji Statistik Hasil Regresi Berganda Nilai WTP Pembangunan IPAL

Skenario Kedua ... 230

10. Uji Statistik Hasil Regresi Berganda Nilai WTP Kegiatan Operasional

IPAL Skenario Kedua ... 232

11. Uji Statistik Hasil Regresi Berganda Nilai WTP Skenario Ketiga ... 234

12. Uji Statistik Hasil Regresi Berganda Nilai WTP Pembangunan IPAL

Skenario Keempat ... 236

13. Uji Statistik Hasil Regresi Berganda Nilai WTP Kegiatan Operasional

IPAL Skenario Keempat ... 238

14. Dokumentasi Penelitian ... 240

15. Skema IPAL Biogas ... 242

(30)

DAFTAR ISTILAH

ABM : Averting Behavior Method.

BOD : Biochemical Oxygen Demand.

COD : Chemical Oxygen Demand.

CVM : Contingent Valuation Method.

DRM : Dose Response Method.

EWTP : Estimating Mean WTP.

HPM : Hedonic Price Method.

IPAL : Instalasi Pengelolaan Air Limbah.

MPC : Marginal Private Cost. MSB : Marginal Social Benefit.

MSC : Marginal Social Cost.

TVM : Travel Cost Method.

TWTP : Total WTP.

(31)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Industri kecil merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

Indonesia. Di samping itu, industri kecil merupakan penggerak perekonomian

Indonesia terutama bagi golongan menengah ke bawah. Hal ini disebabkan karena

industri kecil mampu menyerap tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan

industri besar dan mampu menyerap tenaga kerja tidak berpendidikan yang tidak

terserap oleh industri besar.

Jumlah pengusaha kecil dan rumah tangga pun lebih besar dibandingkan

dengan pengusaha sedang dan besar. Menurut Departemen Perindustrian (2004),

jumlah pengusaha kecil dan rumah tangga di Indonesia sebesar 4.598.684 industri9.

Faktor-faktor yang menyebabkan industri kecil dan rumah tangga mampu

berkembang pesat adalah: umumnya industri kecil tidak membutuhkan modal yang

besar, pekerjanya umumnya tidak berpendidikan tinggi, dan bahan bakunya tersedia

di dalam negeri, sehingga tidak membutuhkan biaya yang besar. Dengan demikian

industri kecil mampu bertahan, meskipun terjadi krisis ekonomi.

Perkembangan industri kecil di Indonesia, khususnya yang menggunakan

bahan baku pertanian, mengalami perkembangan yang cukup besar. Hal yang sama

juga terjadi di Bogor, perkembangan di sektor industri kecil pun meningkat

jumlahnya dari tahun ke tahun, tak terkecuali industri kecil tepung tapioka kasar/aci.

Untuk mengetahui peningkatan jumlah industri kecil di Bogor dapat dilihat pada

Tabel 1, dimana menurut Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota

9www.deperin.go.id/industri kecil.html

(32)

Bogor, industri kecil tepung tapioka kasar/aci tergabung dalam golongan industri

kecil makanan formal dan informal.

Tabel 1. Jumlah Pengusaha Kecil Berdasarkan Kategori Jenis Industri di Kota Bogor Tahun 1999-2003 10

Kayu olahan dan rotan Pulp dan kertas Bahan kimia dan karet Bahan galian non logam Kimia

Kayu olahan dan rotan Pulp dan kertas Bahan kimia dan karet Bahan galian non logam Kimia Sumber : Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (2004)

Produktivitas tanaman ubi kayu di Indonesia khususnya Jawa Barat cukup

tinggi, tetapi perkembangan produktivitas tersebut memerlukan permintaan yang

seimbang agar produk tersebut terpakai. Namun sejalan dengan perkembangan

pendapatan masyarakat, permintaan akan ubi kayu terus menurun karena ubi kayu

termasuk dalam golongan barang inferior, dan dianggap makanan pokok ketiga setelah beras dan jagung.

10www.deperin.go.id/industri kecil.html

(33)

Untuk meningkatkan permintaan akan ubi kayu, produsen harus melakukan

kegiatan pengolahan lebih lanjut untuk menambah value added. Pengolahan ini tidak hanya menjadikan ubi kayu sebagai makanan pokok tetapi dapat juga menjadikan

ubi kayu sebagai makanan ringan, atau produk olahan intermediate (berupa tepung tapioka/aci) yang dapat diolah lebih lanjut untuk konsumen dan harganya pun tidak

terlalu mahal. Hal inilah yang banyak dilakukan oleh beberapa pengusaha, sehingga

mereka mengusahakan pembuatan tepung tapioka kasar/aci baik dalam skala kecil

maupun besar.

Atas pertimbangan di atas, banyak didirikan pabrik tepung tapioka kasar/aci

meskipun masih dalam skala usaha yang kecil. Industri kecil tapioka kasar/aci yang

terkenal di Jawa Barat adalah yang berada di Bogor, terutama di Kelurahan Ciluar

yang menjadi sentra industri kecil tapioka kasar/aci, dimana sentra industri tersebut

juga menjadi salah satu aset bagi Pemkot (Pemerintah Kota) Bogor.

Perkembangan industri kecil tapioka kasar/aci di Ciluar sangat pesat, hal ini

dibuktikan dengan jumlahnya yang terus meningkat tiap tahunnya. Menurut Bagian

Ekbang Kelurahan Ciluar (2005) sampai dengan tahun 2003, jumlah

pengusaha/pengrajin tepung tapioka di Kelurahan Ciluar berjumlah 30 industri,

namun sampai dengan Mei 2004 jumlahnya telah mencapai 41 industri. Adanya

perkembangan industri tersebut menimbulkan ekternalitas. Ekternalitas tersebut

dapat bersifat positif maupun negatif. Eksternalitas positif membawa dampak

penyerapan tenaga kerja dan sebagai penggerak perekonomian daerah sekitar,

sedangkan ekternalitas negatif yang dapat ditimbulkan antara lain adalah dampak

(34)

Perkembangan tersebut menyebabkan terjadi trade off. Disatu pihak perkembangan industri yang pesat akan memberikan banyak manfaat ekonomi,

namun dengan adanya perkembangan yang pesat maka kualitas dari lingkungan akan

terus menurun. Kualitas lingkungan yang menurun tersebut disebabkan karena

limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut. Umumnya limbah industri itu dibuang

badan air 11, dan belum diolah, sehingga mencemari lingkungan.

Pengusaha/pengrajin belum memperhatikan pelestarian lingkungan, dan beberapa

orang beranggapan bahwa kebersihan dan pelestarian lingkungan merupakan

tanggung jawab pemerintah.

Pemikiran tersebut salah karena kelangsungan hidup (sustainability) usaha dan pelestarian sumberdaya dan lingkungan adalah dua hal yang saling melengkapi

Perkembangan usaha salah satunya didukung oleh penggunaan sumberdaya alam

yang baik dan pelestarian terhadap lingkungan sekitar. Penilaian terhadap

lingkungan (environmental assessment) merupakan alat utama untuk mengukur seberapa besar dampak yang ditimbulkan dari suatu kegiatan terhadap lingkungan.

Dalam hal ini dimasukkan informasi lingkungan ke dalam proses identifikasi,

persiapan, dan pelaksanaan suatu usaha. Sedangkan analisis ekonomi (economic analysis) mengukur besarnya keuntungan/manfaat ekonomi dan dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Dampak lingkungan yang buruk dimasukkan dalam

biaya, sedangkan dampak lingkungan yang baik dimasukkan dalam

manfaat/keuntungan. Penilaian ekonomi lingkungan dalah analisis yang digunakan

untuk mengukur seberapa besar nilai ekonomi suatu lingkungan yang diakibatkan

oleh suatu kegiatan ekonomi.

11

(35)

Studi ini dilakukan untuk mengkaji penilaian ekonomi dari pengelolaan

limbah industri tersebut dan menentukan besarnya kesediaan membayar dari

pengusaha/pengrajin terhadap pengelolaan limbah ind ustri tepung tapioka kasar/aci

yang ada di Kelurahan Ciluar. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan

konsep Willingness to Pay (WTP) yang menggunakan Contingent Valuation Method

(CVM). Metode CVM digunakan dalam penelitian ini dikarenakan metode tersebut

merupakan salah satu metode ekonomi yang digunakan untuk menentukan nilai dari

suatu ekosistem atau lingkungan. Penggunaan metode ini menunjukkan nilai dari

suatu lingkungan. Metode CVM adalah cara penghitungan langsung, dalam hal ini

menanyakan kesediaan untuk membayar (WTP) kepada masyarakat (dalam hal ini pengrajin) dengan titik berat preferensi individu menilai public goods yang penekanannya pada standar nilai uang (Hanley dan Spash, 1993). Metode ini dapat

menghitung nilai dari public goods melalui konsep WTP. Oleh karena itu, dengan menggunakan metode tersebut maka penilaian ekonomi terhadap pencemaran

limbah dan besarnya kompensasi yang mampu dibayarkan pengrajin dapat

dipecahkan.

1.2Perumusan Masalah

Industri umumnya lebih pada “profit oriented” dengan mengutamakan keuntungan ekonomi semata dan mengabaikan tanggung jawab sosial terhadap

masyarakat, terutama dalam pengelolaan limbah hasil industrinya. Padahal

pengelolaan limbah industri sesuai standar yang ditetapkan akan memperkuat

(36)

Produsen/perusahaan yang tidak peduli lingkungan akan tersisih dengan

sendirinya, karena persaingan bisnis tidak hanya ditentukan oleh manajemen bisnis

perusahaan melainkan tanggung jawab sosialnya terhadap masyarakat. Dampak

limbah industri terhadap masyarakat sekitar baik yang berada pada daerah hulu

maupun hilir industri disajikan pada Gambar 1 di bawah ini :

Gambar 1. Limbah Industri dan Dampaknya Terhadap Masyarakat

Sumber : Pusat Studi Pembangunan LPPM IPB (2004)

Gambar 1 di atas menunjukkan bahwa dari polutan yang dihasilkan dari

suatu limbah industri tidak hanya berdampak kepada lingkungan tetapi juga kepada

kehidupan manusia. Lingkungan hidup merupakan sumberdaya untuk melakukan

aktivitas ekonomi, sehingga jika lingkungan tidak dikelola dan dirawat dengan baik

maka lingkungan akan menjadi rusak. Dampak lingkungan hidup yang rusak sangat

membahayakan kehidupan manusia, seperti timbulnya berbagai penyakit, kualitas

hidup rendah, dan sebagainya.

Limbah industri merupakan salah satu contoh eksternalitas negatif yang

ditimbulkan oleh industri dan dari jenis industri yang beragam. Limbah industri

Human Society

Polutan

Pemeliharaan & kearifan

terhadap alam

Materi, energi, dan Uang

Sickness

Environmental Resources

(37)

tersebut dapat berupa limbah cair, gas maupun padat yang dapat mencemari udara,

tanah, maupun air (air tanah maupun air sungai) di sekitar daerah industri. Apabila

limbah industri tersebut tidak dikelola dengan baik maka akan mencemari

lingkungan sekitar, sehingga akhirnya akan menurunkan kualitas hidup masyarakat

sekitar industri dan aktivitas ekonomi mereka.

Limbah industri tersebut tidak hanya diakibatkan oleh industri besar tetapi

juga dapat disebabkan oleh industri kecil, baik industri kecil formal maupun non

formal. Pada industri kecil tidak adanya pengelolaan limbah disebabkan oleh satu

atau beberapa hal sebagai berikut : (1) pengusaha/pengrajin tidak memiliki dana

yang cukup dalam pengelolaan limbah (membeli mesin, dan menerapkan teknologi),

(2) belum adanya baku mutu pengelolaan limbah, (3) kurangnya pengetahuan

pengusaha/pengrajin mengenai teknik pengelolaan limbah, dan (4) mereka

beranggapan bahwa limbah yang dihasilkan tidak berbahaya. Limbah dari industri

kecil umumnya langsung dibuang ke badan air terdekat.

Sejauh limbah yang dibuang ke badan air itu tidak membahayakan kehidupan

manusia, hal itu tidak menjadi masalah. Masalah akan muncul jika pembuangan

limbah ini dapat menimbulkan dampak negatif dan membahayakan bagi masyarakat

sekitar terutama mereka yang menggunakan air sungai tersebut (badan air) untuk

kegiatan sehari- hari baik di daerah hulu maupun hilir sungai. Selain itu dalam jangka

pendek memang limbah tersebut tidak akan menimbulkan dampak negatif, namun

dalam jangka panjang akumulasi dari pembuangan limbah tersebut akan

menimbulkan dampak yang negatif, dan dapat merugikan masyarakat yang berada di

(38)

Pengeringan/penjemuran

Pengembangan industri tepung tapioka kasar/aci di Kelurahan Ciluar juga

mengalami persoalan yang sama dengan di atas dalam pengelolaan dan pembuangan

limbah (lihat Gambar 2). Industri tersebut belum sepenuhnya melakukan

pengelolaan limbahnya dengan baik bahkan ada beberapa industri yang tidak

melakukan pengelolaan limbah. Hal itu disebabkan karena keterbatasan dana,

kurangnya pengetahuan pengusaha, tidak ada standar baku dalam permasalahan

limbah, dan kurangnya kesadaran masyarakat sekitar dalam melakukan social control terhadap industri tersebut.

Limbah Padat

Gambar 2. Skema Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tepung Tapioka, Kelurahan Ciluar Tahun 2005

Sumber : Tampubolon (2001) Ubi Kayu

Pengupasan

Pencucian

Penggilingan/Pemarutan

Penyaringan

Pengendapan

Tapioka Kasar/Aci

Onggok

Pengeringan

Pengemasan Pengemasan

LIMBAH CAIR

(39)

Dengan adanya pembuangan limbah cair tersebut, akan terjadi penurunan

kepuasan dalam penggunaan public goods (air) oleh masyarakat. Penurunan itu berupa menurunnya kualitas public goods terutama yang berkaitan dengan lingkungan (air tercemar). Kerugian ini biasanya harus ditanggung oleh masyarakat

karena pengrajin/pengusaha tidak memasukkan social cost dalam produksinya. Dengan adanya pencemaran oleh limbah cair maka air akan tercemar, dapat

menimbulkan penyakit (gatal- gatal) pada masyarakat yang menggunakan air sungai

ataupun air sumur, dan bila mencemari tambak ikan maka ikan- ikan akan mati. Air

sumur dapat tercemar karena limbah cair yang dibuang ke badan air akan meresap

ke dalam tanah dan air yang sudah tercemar mengandung Biological Oxygen Demand (BOD) yang tinggi dan memiliki keasaman yang tinggi. Selain itu dengan adanya pencemaran maka akan merusak estetika sungai ataupun saluran air (got).

Oleh sebab itu perlunya pengusaha/pengrajin membayar kompensasi, yang

juga merupakan social cost kepada masyarakat. Bentuk kompensasi tersebut dapat langsung dibayarkan kepada masyarakat sekitar atau dibayarkan kepada pemerintah

dalam bentuk retribusi12/iuran, yang nantinya retribusi itu akan digunakan untuk

memelihara lingkungan yang tercemar akibat aktivitas ekonominya atau untuk

mendirikan IPAL dan melakukan pengelolaan limbah. Kesediaan untuk membayar

dari pengusaha/pengrajin teresebut dalam membayar kompensasi tersebut dapat

dilihat melalui analisis WTP yang menggunakan pendekatan penilaian ekonomi

CVM.

Pada tahun 2002 Pemerintah Kota Bogor, melalui Dinas Irigasi dan

Pengairan berusaha memecahkan persoalan tersebut. Pemkot membangun sebuah

12

(40)

IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah) aci di lahan seorang pengrajin, yang cukup

banyak memiliki pabrik. IPAL tersebut diharapkan menjadi proyek percontohan dan

mengatasi masalah pencemaran oleh limbah cair aci. Namun hal itu mengalami

kegagalan karena Pembangunan IPAL aci pada tahun 2002 merupakan proyek

percontohan, namun pada saat ini IPAL tersebut tidak terawat sehingga kinerjanya

tidak optimal. Selain itu IPAL tersebut diharapkan dapat menjadi contoh bagi

beberapa pengrajin agar dapat mencontoh pembuatan, dan merangsang pengrajin

untuk membuatnya. Selain itu sampai sat ini (Oktober 2005) tidak ada pengrajin

yang berniat dan telah membuat IPAL untuk pabrik acinya. Sehingga dapat

disimpulkan proyek tersebut gagal.

Berdasarkan uraian tersebut, maka sebagai perumusan masalah dari

penelitian ini adalah :

1. Bagaimana karakteristik pengusaha/pengrajin dan persepsinya terhadap

pengelolaan limbah cair industri kecil tepung tapioka kasar/aci yang selama ini

dilakukan di Kelurahan Ciluar ?

2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kesediaan/ketidaksediaan membayar

WTP dari pengusaha/pengrajin tepung tapioka kasar/aci di Kelurahan Ciluar

terhadap pengelolaan limbah dan pemeliharaan lingkungan ?

3. Berapa besar kesediaan membayar WTP dari pengusaha/pengrajin industri kecil

tepung tapioka kasar/aci di Keluraha n Ciluar untuk pengelolaan limbah dan

pemeliharaan lingkungan ?

4. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi nilai WTP dari pengusaha/pengrajin

(41)

1.3Tujuan

Sesuai dengan permasalahan yang ingin diteliti, maka penelitian ini bertujuan

untuk :

1. Mengkaji karakteristik pengusaha/pengrajin dan persepsinya terhadap

pengelolaan limbah cair industri kecil tepung tapioka kasar/aci yang selama ini

dilakukan di Kelurahan Ciluar.

2. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan/ketidaksediaan

membayar WTP dari pengusaha/pengrajin tepung tapioka kasar/aci di

Kelurahan Ciluar terhadap pengelolaan limbah dan pemeliharaan lingkungan.

3. Menilai besarnya nilai WTP dari pengusaha/pengrajin industri kecil tepung

tapioka kasar/aci di Kelurahan Ciluar untuk pengelolaan limbah dan

pemeliharaan lingkungan.

4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP dari

pengusaha/pengrajin industri kecil tepung tapioka kasar/aci di Kelurahan

Ciluar.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Akademisi dan peneliti, khususnya dalam pengembangan metode Contingent

CVM yang terkait dengan lingkungan dan pengkajian mengenai penilaian

ekonomi pengelolaan limbah industri kecil tepung tapioka kasar/aci.

2. Pemerintah Kota Bogor agar turut memperhatikan pencemaran lingkungan

(42)

kebijakan mengenai penanganan limbah industri kecil, terutama yang ada di

Kelurahan Ciluar.

3. Pengusaha/pengrajin industri tepung tapioka kasar/aci agar memperhatikan

kelestarian lingkungan sekitar dan mampu memilih pengelolaan limbah yang

sesuai.

4. Masyarakat luas dalam mengedepankan kualitas lingkungan tempat tinggalnya.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Dalam Industri tepung tapioka kasar/aci, limbah yang dihasilkan adalah

limbah padat, cair dan gas. Penelitian ini dilakukan hanya pada limbah cair, karena

limbah padat yang dihasilkan, dapat dikelola oleh industri, dan keterbatasan alat

serta data penelitian mengenai limbah gas yang dihasilkan.

Dampak sosial ekonomi dari limbah industri tepung tapioka kasar/aci tidak

diteliti dalam penelitian ini, karena penelitian ini menekankan pada

memformulasikan penilaian ekonomi mengenai besarnya nilai WTP

pengusaha/pengrajin industri tepung tapioka kasar/aci di Kelurahan Ciluarterhadap

pengelolaan limbah industri. Pengelolaan fisik limbah cair tepung tapioka kasar/aci

juga tidak diteliti.

Selain itu untuk mempersingkat penggunaan kata, maka untuk penulisan

istilah industri kecil tepung tapioka kasar/aci akan ditulis industri aci, penulisan

(43)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Industri Kecil

Biro Pusat Statistik (BPS, 1996) memberikan batasan tentang industri kecil

sebagai usaha rumah tangga yang melakukan kegiatan mengolah bahan dasar

menjadi bahan jadi atau setengah jadi, barang setengah jadi menjadi barang jadi atau

yang kurang nilainya yang menjadi tinggi nilainya dengan maksud untuk dijual13.

Jumlah pekerja industri kecil antara 5-19 orang termasuk pengusaha, karena jika

jumlah pekerja dibawah lima orang disebut industri rumah tangga, sedangkan jika

industri yang berjumlah 20-99 orang maka digolongkan ke dalam industri berskala

sedang, dan ind ustri yang memiliki tenaga kerja 100 orang lebih digolongkan dalam

industri besar.

Pengertian industri kecil selalu mengalami perubahan, dan pengertian itu

selalu diperbaharui sesuai dengan keadaan dan kebutuhan. Departemen

Perindustrian melalui Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.

133/M/SK/8/1979 tanggal 3 Agustus 1979 menetapkan bahwa yang termasuk

industri kecil adalah (1) industri yang mempunyai kekayaan tidak lebih dari

Rp 100.000.000,00, (2) jumlah penanaman modal pada perusahaan di luar gedung

dan tenaga pembangkit tidak lebih dari Rp 30.000.000,00, (3) nilai penanaman

modal per tenaga kerja tidak lebih dari Rp 625.000,00 dan (4) kepemimpinan oleh

warga negara Indonesia.

Sementara dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

No. 254/MPP/Kep/7/1997 dinyatakan bahwa kriteria industri kecil adalah industri

yang mempunyai aset di luar tanah dan bangunan mencapai nilai sampai dengan Rp

13www.bps.go.id/industri kecil html

(44)

200.000.000,00 dan kepemimpinan oleh warga negara Indonesia. Kriteria ini berlaku

sejak tanggal ditetapkan yaitu 28 Juli 1997. Berikut adalah beberapa pengertian dari

industri kecil oleh beberapa organisasi.

Tabel 2. Batasan / Kriteria Usaha Kecil dan Menengah Menurut Beberapa Organisasi di Indonesia Tahun 200314

Organisasi Jenis Usaha Keterangan Kriteria

Undang-Undang • Dimiliki oleh orang Indonesia • Independen, tidak terafiliasi dengan

usaha menengah-besar

• Boleh berbadan hukum, boleh tidak

Badan Pusat Statistik(BPS)

Usaha Mikro Pekerja < 5 orang termasuk tenaga keluarga yang tidak dibayar

Usaha Kecil Pekerja 5-19 orang

Menneg Koperasi

Usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin atau mendekati miskin.

• Dimiliki oleh keluarga sumberdaya lokal dan teknologi sederhana • Lapangan usaha mudah untuk exit

dan entry Usaha Kecil (UU

No. 9/1995) Aset bangunan < Rp. 200 Juta di luar tanah dan • Omzet tahunan < Rp. 1 milyar

Bank Dunia Usaha Mikro Kecil-Menengah

Pekerja < 20 Orang

• Pekerja 20-150 orang

• Aset < US$. 500 ribu di luar tanah dan bangunan

Sumber : Kementerian Lingkungan Hidup (2003)

14www.menlh.go.id/usaha-kecil.html

(45)

Sedangkan industri kecil memiliki beberapa karakteristik menurut Direktorat

Jenderal Industri Kecil (1999) adalah :

1. Jumlahnya besar dan tersebar di seluruh pelosok tanah air.

2. Mencakup bagian tersebar dalam keluarga masyarakat golongan ekonomi

lemah.

3. Mampu mendorong proses pemerataan dan penanggulangan kemiskinan

karena mudah diakses oleh rakyat kecil dan masyarakat yang tergolong

miskin.

4. Mampu menggali dan memanfaatkan keunggulan komparatif dan

ketersediaan tenaga kerja dan sumberdaya.

5. Dapat hidup walau dengan modal yang sangat terbatas.

Disamping karakteristik industri kecil, Direktorat Jenderal Industri Kecil

(1990) juga menyatakan tentang ciri-ciri kuantitatif industri kecil, yaitu :

1. Manajemen independent karena pemilik sekaligus pengelola usaha. 2. Modal terbatas dan biasanya sangat tergantung pada sumber permodalan

internal.

3. Wilayah kerja biasnya bersifat lokal.

4. Posisi tawar menawar usaha relatif rendah, baik terhadap mitra usaha

maupun pesaingnya.

5. Memanfaatkan teknologi tradisional dan bersifat turun menurun.

6. Derajat diversifikasi usaha rendah.

7. Sebagian memiliki legal status, tetapi sebagian besar tidak.

Menurut Sukirno (1996) berdasarkan kepada lapangan usaha yang

(46)

menjadi 3 golongan : industri primer, adalah perusahaan-perusahaan yang mengolah

kekayaan alam dan mengeksploitasi faktor-faktor produksi yang disediakan oleh

alam, contoh : kegiatan pertambangan, mengeksploitasi hasil hutan, dan industri

sekunder meliputi perusahaan-perusahaan dalam bidang menciptakan barang-barang

industri (sepatu, baju, mobil, buku, dan sebagainya), mendirikan bangunan dan

perumahan, menyediakan air listrik dan gas. Sedangkan industri tertier adalah industri yang menghasilkan jasa-jasa, seperti perusahaan-perusahan yang

menyediakan pengangkutan, menjalankan perdagangan, memberikan pinjaman

(badan-badan keuangan) dan menyewakan bangunan (rumah dan pertokoan).

Sedangkan pada tahun 1999 Deperindag menyatakan bahwa penggolongan

industri kecil adalah sebagai berikut :

1. Industri kecil pangan yang meliputi kerupuk emping, makanan ringan, dan

lain- lain.

2. Industri kecil kimia, agro non pangan dan hasil hutan, yang meliputi industri

minyak atsiri, industri vulkanisir ban, industri kayu, dan lain- lain.

3. Industri logam, mesin dan elektronika industri pengelolaan logam, industri

komponen dan suku cadang.

4. Industri kecil sandang, kulit dan aneka, meliputi konveksi/pakaian jadi,

tenun, tenun ikat, bordir serta industri barang dan kulit.

5. Industri kerajinan dan umum, meliputi industri anyam-anyaman, industri

kerajinan ukiran, dan lain- lain.

(47)

Menurut Krisnamurthi (2000), industri pengolahan termasuk dalam

agroindustri yang merupakan bagian dari agribisnis. Agroindustri tersebut masuk

dalam subsistem agribisnis yang ketiga (Down-Stream Agribusiness) setelah subsistem agribisnis hulu (Up-Stream Agribusiness) dan subsistem agribisnis usahatani (On-Farm Agribusiness).

Proses pengolahan berkaitan dengan penerapan suatu teknologi dalam upaya

meningkatkan produksi dan nilai tambah suatu komoditas. Apabila terjadi

peningkatan nilai tambah, maka harga komoditas juga mengalami peningkatan.

Menurut Limbong dan Sitorus (1987), pengolahan bertujuan untuk meningkatkan

kualitas barang bersangkutan baik dalam rangka memperkuat daya tahan barang

tersebut maupun dalam rangka meningkatkan nilainya, disamping juga untuk

memenuhi keinginan konsumen. Kegiatan pengolahan memberikan kegunaan

bentuk. Dengan adanya pengolahan maka jumlah dan jenis konsumennya pun akan

bertambah banyak. Berarti pengolahan tersebut menyebabkan peningkatan nilai

suatu komoditas dalam ragam ataupun konsumen yang mengkonsumsinya.

2.3 Industri Kecil Tepung Tapioka Kasar/ Aci

Industri ini merupakan industri pengolahan, dan industri yang berorientasi

bahan baku, sehingga industri ini harus terletak tidak jauh dari daerah sentra

produksi tanaman ubi kayu (singkong) sebagai bahan bakunya. Apabila tanaman ubi

kayu tidak tersedia maka industri ini tidak berproduksi. Sifat ketergantungan ini

cenderung menyebabkan industri berproduksi di bawah kapasitas produksinya.

Bahan baku ubi kayu yang digunakan pada industri ini dapat diperoleh dari

(48)

Industri aci memerlukan waktu kira-kira dua sampai tiga hari untuk

menghasilkan tepung tapioka kasar/aci. Proses pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka kasar/aci dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap pengolahan

pendahuluan meliputi pengupasan, pencucian, dan penggilingan. Ekstraksi pati

meliputi penyaringan, pengendapan, dan pemurnian, serta tahap penyelesaian

meliputi pemarutan, pengeringan, dan pengepakan. Malalui tahapan kegiatan

tersebut akan dihasilkan tepung tapioka kasar/aci (Tampubolon,2001). Pengolahan

ubi kayu menjadi tepung tapioka kasar/aci dapat dilakukan dengan menggunakan

teknologi yang sederhana. Alat-alat yang digunakan umumnya dibuat dari kayu dan

bambu denga n konstruksi yang tidak rumit.

2.4 Eksternalitas

Eksternalitas secara umum diartikan sebagai dampak yang terjadi oleh pihak

yang melakukan suatu kegiatan terhadap pihak lain. Menurut Rosen (1999)

eksternalitas terjadi ketika aktivitas seseorang memberikan dampak bagi orang lain

di luar mekanisme pasar. Eksternalitas disebabkan karena harga pasar berbeda

dengan social cost yang terjadi akibat adanya inefisiensi dalam alokasi sumberdaya. Hal senada dengan Rosen, Mangkoesoebroto (1993) mendefinisikan eksternalitas

sebagai keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui

mekanisme pasar (Mangkoesoebroto, 1993). Selain itu eksternalitas terjadi bila suatu

kegiatan menimbulkan manfaat dan atau biaya bagi kegiatan atau pihak di luar

pelaksana kegiatan tersebut

Rosen (1999) juga membagi eksternalitas atas 4 karakteristik, yaitu : (1)

(49)

(2) ekternalitas yang menyatakan hubungan timbal balik secara alami, (3)

eksternalitas positif, (4) eksternalitas khusus akibat penggunaan public goods. Sementara itu Mangkoesoebroto (1993), membagi eksternalitas atas

dampaknya menjadi dua, yaitu eksternalitas negatif dan ekternalitas positif.

eksternalitas positif adalah dampak yang menguntungkan dari suatu tindakan yang

dilakukan oleh suatu pihak terhadap orang lain tanpa adanya kompensasi dari pihak

yang diuntungkan, sedangkan eksternalitas negatif apabila dampaknya bagi orang

lain yang tidak menerima kompensasi sifatnya merugikan. Dalam hal adanya

eksternalitas dalam suatu aktivitas, maka akan timbul inefisiensi. Inefisiensi akan

timbul apabila tindakan sesorang mempengaruhi orang lain dan tidak tercermin

dalam sistem harga. Secara umum adanya ekternalitas tidak akan mengganggu

tercapainya efisiensi masyarakat apabila semua dampak yang merugikan maupun

yang menguntungkan dimasukkan ke dalam perhitungan produsen dalam

menetapkan jumlah barang yang diproduksi. Dalam hal ini perhitungannya adalah

MSC sama dengan MEC ditambah dengan MPC.

Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa tingkat yang optimum terjadi pada

tingkat produksi OQ1. Seorang pengusaha akan cenderung menetapkan tingkat

produksi sebesar OQ2, yaitu dimana kurva permintaan (MSB) memotong kurva

PMC, sehingga tampak bahwa jumlah yang dip roduksi terlalu banyak dibandingkan

tingkat produksi yang optimum. Dengan demikian ekternalitas negatif yang

ditimbulkan sebesar daerah yang diarsir.

P MSC=PMC+ MEC

PMC

(50)

P2

MEC

MSB

O Q1 Q2 (jumlah produksi)

Gambar 3. Eksternalitas Produksi Negatif

Keterangan

MSC : Marginal Social Cost PMC : Marginal Private Cost MEC : Marginal External Cost

Sumber: Mangkoesoebroto (1993)

P PMC

MSC

P2

P1 E

MSB

O Q2 Q1 (jumlah produksi)

Gambar 4. Eksternalitas Produksi Positif

Keterangan

MSC : Marginal Social Cost PMC : Marginal Private Cost MEC : Marginal External Cost

Sumber: Mangkoesoebroto (1993)

Berdasarkan Gambar 4 pengusaha atau produsen akan menentukan jumlah

produksi sebesar OQ2 karena MSB (keuntungan marjinal sosial) sama dengan PMC.

(51)

rendah daripada kurva PMC. Perpotongan antara kurva MSC dan MSB terjadi di

titik E dan jumlah produksi optimum sebesar OQ1 yang lebih besar dibanding OQ2

(yaitu jumlah produksi optimum yang dihitung berdasarkan perhitungan mikro

produsen). Jadi dapat dikatakan bahwa kasus eksternalitas positif, perhitungan

pengusaha yang tidak memperhitungkan dampak positif usahanya terhadap

masyarakat dalam menentukan tingkat produksi akan menyebabkan jumlah produksi

menjadi terlalu kecil.

2.5 Metode Estimasi Penilaian Nilai Lingkungan

Dalam menilai sisi ekonomi dari perubahan lingkungan yang terjadi terutama

perbaikan kualitas lingkungan maka unsur-unsur yang terkait dalam proses

perubahan itu harus diperhitungkan. Dalam analisis ekonomi lingkungan, penilaian

keuntungan dari perubahan lingkungan merupakan hal yang sangat kompleks karena

nilai keuntungan dari perubahan lingkungan merupakan hal yang sangat kompleks

karena nilai keuntungan tersebut tidak hanya nilai moneter dari konsumen yang

menikmati langsung (users) jasa perbaikan kualitas lingkungan tetapi juga nilai yang berasal dari konsumen potensial dan orang lain karena alasan tertentu (non users).

Metode penilaian ekonomi terhadap lingkungan yang telah berkembang

sampai saat ini berjumlah tujuh (Hanley dan Spash, 1993). Diantaranya adalah

Hedonic Price Method (HPM), Dose-Response Method (DRM), The Averting Behavior Method (ABM), Travel Cost Method (TCM), Contingent Valuation Method (CVM), dan Cost-Benefit Analysis. Namun menurut Hanley dan Spash (1993), metode estimasi penilaian lingkungan DRM dan ABM digolongkan ke

(52)

beberapa metode penilaian lingkungan tersebut, CVM merupakan metode yang

paling popular saat ini. CVM merupakan metode penilaian secara langsung dan

dapat mengukur dengan baik nilai penggunaan (use values) dan nilai dari non pengguna (non use values) (Hanley dan Spash, 1993). Berikut ini akan dibahas secara singkat mengenai beberapa penilaian ekonomi terhadap lingkungan selain

CVM, karena pembahasan mengenai CVM akan dibahas dan dijelaskan pada bab

berikutnya.

Hedonic Price Method(HPM)

HPM merupakan salah satu dari metode penilaian terhadap lingkungan yang

digunakan untuk menentukan keterkaitan yang muncul antara tingkat jasa yang

dihasilkan lingkungan dengan harga suatu barang yang mempunyai nilai pasar.

Menurut Hanley dan Spash (1993) metode ini menggunakan asumsi

komplementaritas yang rendah (weak complementary), sehingga jika tingkat pembelian private goods (seperti perumahan) dan marjinal harga permintaan akan kualitas lingkungan bernilai nol.

Salah satu penggunaan HPM yang sering digunakan adalah penentuan harga

rumah/tempat tinggal yang dicerminkan dari nilai lingkungan sekitar. Metode ini

dapat digunakan untuk mengukur keuntungan dan biaya ekonomi yang terkait

dengan kualitas lingkungan (polusi udara, air, dan kebisingan serta kenyamanan

lingkungan).

Penggunaan HPM itu sendiri akan mempunyai keunggulan dan keterbatasan.

Keunggulan dari metode ini adalah :

Gambar

Tabel 1. Jumlah Pengusaha Kecil Berdasarkan Kategori Jenis Industri di Kota                 Bogor Tahun 1999-2003 10
Gambar 1. Limbah Industri dan Dampaknya Terhadap Masyarakat
Gambar 2. Skema Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Tepung Tapioka, Kelurahan                     Ciluar Tahun 2005
Tabel 2. Batasan / Kriteria Usaha Kecil dan Menengah Menurut Beberapa                Organisasi di Indonesia Tahun 200314
+7

Referensi

Dokumen terkait

Potensi produksi bersih dan pengelolaan lingkungan industri kecil tapioka di Ciluar terdiri dari kegiatan pengendalian dan pengurangan jumlah limbah yang dihasilkan dengan

value dari variabel ini sebesar 0,083 yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata pada taraf α sama dengan 0,1. Nilai koefisien bertanda negatif berarti jika responden