• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERAPI MENGGAMBAR UNTUK MENURUNKAN HAMBATAN EMOSI PADA ANAK KORBAN KEKERASAN ORANG TUA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TERAPI MENGGAMBAR UNTUK MENURUNKAN HAMBATAN EMOSI PADA ANAK KORBAN KEKERASAN ORANG TUA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

LATAR BELAKANG

Pada tahun 1997, diperkirakan3 juta anak-anak dilaporkan kepada National Child Abuse and Neglect Data System (NCANDA) karena menjadi korban kekerasan atau penyiksaan (child abuse) dan penelantaran (Hopper., Bessel & Crozier, 2001). Jumlah anak yang menjadi korban kekerasan atau penyiksaan (child abuse) dan penelantaran yang dilaporkan telah meningkat terus sejak 1988.Dari tahun 1993hingga 1997,jumlah kasus dibuktikan telah melibatkan 15 dari 1.000 anak setiap tahun dan diperkirakan 1185 anak meninggal pada tahun 1996 karena menjadi korban kekerasan atau penyiksaan (child abuse) dan penelantaran anak. Di Amerika Serikat, kasus child abuse menjadi masalah serius. Setiap tahun, lebih dari tiga juta anak dilaporkan karena menjadi korban kekerasan (child abuse) (Hopper., Bessel.,& Crozier, 2001).

Penelitian di Inggris ditemukan bahwa 16% anak mengalami kekerasan atau penganiayaan serius oleh orang tua selama masa kanak-kanak. Sebanyak 16% anak sering mengalami kekerasan dan pelecehan secara emosional (Iwaniec., Larkin.,& Higgins, 2005).Pelecehan secara emosionaldipandangsebagaipusat untuksemua jenispenyalahgunaan dansebagai suatu permasalahanyang berbedadari jenis kekerasan yang lain (Iwaniec., Larkin., & Higgins, 2005).

(2)

Suatu rincian dari berbagai jenis penyalahgunaan yang terjadi dalam kasus childhood physical abuse (CPA). Penelantaran adalah bentuk paling umum dari penyalahgunaan anak 52% dari semua kasus. Pelecehan fisik peringkat kedua dan terjadi pada 26% kasus. Kasus pelecehan seksual adalah yang paling umum ketiga, mewakili 7% dari semua kasus. Kasus pelecehan emosional mewakili 4% dari semua laporan, dan 11% kasus jatuh ke dalam kategori lain-lain "lainnya". (David., Joseph.,& John, 2008; Hopper et al, 2001 & Iwaniec et al, 2005).

Akibat penganiayaan anak tidak hanya mengganggu perkembangan normal dari otak tetapi juga memiliki efek yang berlangsung pada kognisi, perilaku, mempengaruhi dalam interaksi sosial (Hopper., et al, 2001; Eyal., & Rachel, 2007). Hal ini dikarenakan bahwa anak-anak dengan mudah menyimpan informasi atau pengalaman yang tidak menyenangkan didalam otak selain itu otak anak-anak lebih lunak untuk mengalami cidera daripada otak orang dewasa. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa peristiwa traumatis dini dapat memiliki efek jangka panjang yang signifikan. Bahkan, pengalaman traumatis awal telah terbukti memiliki efek kronis pada sistem fisiologis, termasuk sistem neurotransmitter tertentu, sistem neuroendokrin, dan sistem kekebalan tubuh (Hopper., Bessel.,& Crozier, 2001).

Konsekuensi buruk dari penganiayaan anak yang diwujudkan dalam banyak aspek kehidupan seorang anak dilihat dari penurunan kinerja di sekolah atau prestasi menurun kemudian berdampak pada kesehatan fisik dan mental berkurang meningkatnya perilaku menyimpang. Jika sejak bayi sudah menjadi korban penyalahgunaan sering mengalami keterlambatan perkembangan di spektrum yang luas, termasuk kognitif, bahasa, motorik, dan keterampilan sosialisasi (Hopper., et al, 2001; John., Kerri., Angela, 2001). Penelitian juga menunjukkan bahwa berbagai gejala kejiwaan dan gangguan yang berhubungan dengan trauma awal, termasuk gangguan depresi, stres pasca-trauma, gangguan emosi, gangguan kepribadian, penggunaan narkoba, bunuh diri, melukai diri sendiri, omatisasi, masalah perilaku seksual, gangguan disosiatif, dan perilaku kriminal (Hopper., et al, 2001; Stephanie., Hellen., & Sadhbh, 2008).

(3)

orangtua dengan ekspresi emosi positif memiliki anak-anak dengan perilaku internal (perilaku cemas, menarik diri, dan gejala depresi) dan perilaku eksternal (perilaku agresif dan melanggar aturan) yang rendah. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian dari Fosco dan Grych (2007) yang meneliti mengenai ekspresi emosi dalam keluarga sebagai konteks penilaian anak terhadap konflik orangtua. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa ekspresi emosi positif orangtua berhubungan dengan rendahnya perilaku maladjustment (perilaku internal dan eksternal) anak. Dari penelitian tersebut diketahui pula bahwa semakin tinggi afek negatif suatu keluarga akan semakin tinggi pula konflik orangtua dan perilaku internal yang terjadi pada anak.

Induk sosialisasi emosi memainkan peran sentral dalam pengembangan kompetensi ini, membantu anak untuk mengelola pengalaman emosional dan belajar menggunakan emosi efektif untuk mencapai tujuan. Secara khusus, sikap dan tanggapan orang tua terhadap emosi pada anak-anak merupakan penentu penting dari bagaimana mereka akan berbicara dengan mereka dan mengajar anak tentang emosi, sementara juga mempengaruhi model yang mereka berikan untuk anak-anak tentang bagaimana mengekspresikan emosi (Sophie, Ann & Margor, 2009).

Ada banyak alasan seorang anak tidak mampu mengungkapkan emosinya kepada orang lain. Shonkoff (2006) mengidentifikasi empat faktor risiko yang mungkin dapat merusak anak dalam hal berfungsi. Faktor-faktor ini adalah:masa kecil yang kurang bahagia atau perampasan awa ldan trauma, ketidakstabilan keluarga atau konflik didalam keluarga antara ayah dan ibu, keterlibatan dalam kesejahteraan anak.

Berbagai kondisi di atas mendorong perlunya penanganan yang dilakukan sejak dini guna meningkatkan kondisi emosi yang kondusif agar anak memiliki kompetensi sosial yang lebih baik pada masa selanjutnya. Shonkoff (2006) menegaskan bahwa kemampuan kanak-kanak awal untuk mengelola emosi amat penting tidak hanya sebagai fondasi untuk masa depan, tetapi juga memiliki fungsi sosial anak dengan orangtua, guru, dan teman sebaya. Anak yang sejak usia dini telah mengembangkan dominasi emosi positif dalam diri akan berkembang menjadi pribadi yang memiliki dominasi emosi positif pada masa dewasa (Hurlock, 1991), terutama pada anak-anak yang mengalami hambatan emosi.

(4)

menulis bahwa keadaan emosi yang tidak tersalurkan akan tidak menyenangkan bagi anak. Anak membutuhkan cara untuk menyalurkan keadaan emosi tersebut. Cara menyalurkan keadaan tersebut disebut katarsis emosional. Katarsis emosional ini dapat ditemukan sendiri oleh anak melalui proses trial and error dan dapat pula diberikan oleh orang dewasa. Katarsis ini merupakan cara penyaluran emosi negatif yang dimiliki anak. Katarsis emosional diberikan oleh orang dewasa melalui media. Salah satunya adalah media kertas dan krayon yang merupakan bagian dari tindakan menggambar.

Jacobs (2001:1) dan Malchiodi (2001:3) melakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas kegiatan menggambar sebagai media katarsis untuk anak yang mengalami tekanan (stress dan depresi) serta anak-anak yang memiliki ingatan terhadap peristiwa yang berhubungan dengan keadaan yang menekan. Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak tersebut dapat mengeluarkan perasaan tertekan, amarah dan emosinya melalui gambar. Saat Jacobs bertanya pada anak-anak tersebut tentang perasaannya, rata-rata anak-anak tersebut merasa perasaan mereka bisa dikeluarkan dan beban yang mereka rasakan dapat dikeluarkan. Jacobs menulis pada artikel penelitiannya bahwa menggambar dapat menjadi katarsis untuk anak.

Brendtro & Ness, (1983) menambahkan bahwa aktivitas kreatif ini selain menjadi sarana pengontrolan emosi juga dapat meningkatkan kemandirian dan interaksi sosial serta memperbaiki cara berfikir dan komunikasi.Wallin dan Duur (2002) mengatakan aktivitas menggambar dapat meningkatkan kemampuan belajar sosial dan emosional pada anak.

Penelitian juga dilakukan Suhanti (2007) menunjukkan bahwa terapi menggambar dapat meningkatkan ekspresi emosi anak yang memiliki perilaku menarik diri. Selain itu, terapi menggambar dapat dijadikan sebagai terapi untuk anak menarik diri yang inti permasalahannya terletak pada ketidakpercayaan diri yang timbul dari rasa tidak nyaman dalam mengekspresikan emosi, perasaan dan keinginan.

(5)

bahwa anak yang memiliki perasaan tidak aman akan merasa tidak cukup nyaman untuk mengekspresikan dirinya.

Dalam hal meningkatkan kognitif kinerja, terapi seni memberikan pengobatan secara dinamis yang diberikan untuk meningkatkan suasana hati (Malchiodi, 2003; Amanda., Tallahassee., Linda., & Sparkhill, 2010), memfasilitasi dalam hal komunikasi jadi dengan terapi seni ini dapat dijadikan alat untuk berkomunikasi terutama pada anak (Malchiodi, 2003), dan meningkatkan dukungan sosial. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan dalam aktivitas kreatif dan katarsis seperti terapi seni mempromosikan kualitas hidup yang lebih tinggi dan kesehatan, misalnya, memiliki lebih sedikit masalah dengan berkurangnya visi dan mobilitas (Malchiodi,2003). Seni perawatan terapi telah ditemukan menghasilkan perbaikan klinis yang signifikan dalam emosional dan kognitif (Malchiodi, 2003 & Gussak, 2009).

Terapi seni (art therapy) adalah profesi pelayanan terhadap individu dengan menggunakan media seni, gambaran, proses kreatif dan respon klien dibuat dalam bentuk produk yang merupakan refleksi perkembangan individu, kemampuan, kepribadian, ketertarikan, dan konflik (Keegan, 2001). Plousia & Fotini, (2008) menyebutkan terapi seni menggunakan proses kreatif untuk menolong klien mengekpresikan emosi, meningkatkan kesadaran, mengurangi stress, mampu menghadapi trauma, menguatkan kemampuan kognitif dan meningkatkan kesenangan dalam kehidupan.

Terapi seni dengan kegiatan menggambar merupakan aktivitas yang paling sering dilakukan. Aktivitas menggambar ini hampir disukai semua anak, dan pada saat awal perkembangan seorang anak dimulai dengan kegiatan mencoret yang tidak bermakna sampai akhirnya kemampuan berkembang sesuai dengan tahapan usia (Malchiodi, 2001).

(6)

meyakinkan. Anak-anak tidak mudah berbicara tentang terjadinya traumatis, pengalaman terakhir yang dialaminya.

Menurut Denham (1998), emosi ini penting karena mereka memberikan informasi sosial untuk orang lain. Emosi dan ekspresi wajah bisa menjadi dasar kuat dalam komunikasi non verbal (interaksi sosial). Manusia mencerminkan perasaan dan emosi biasanya dengan ekspresi wajah. Terkadang akan sulit bagi beberapa anak-anak untuk mengekspresikan atau berbicara tentang perasaan mereka. Dalam situasi seperti ini, kita harus mendorong anak untuk menggambar. Setelah menggambar kita juga harus meminta anak untuk berbicara tentang peristiwayang dialaminya melalui gambar yang anak buat.

(7)

TERAPI MENGGAMBAR UNTUK MENURUNKAN

HAMBATAN EMOSI PADA ANAK KORBAN KEKERASAN

ORANG TUA

THESIS

RETNO AYU K.

201010440211003

MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH MALANG

(8)
(9)
(10)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya

Nama : Retno Ayu Kusumaningrum

NIM : 201010440211003

Program Studi : Magister Profesi Psikologi

Dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:

1. Tesis dengan judul

―Terapi Menggambar Dapat Menurunkan Hambatan Emosi Pada Anak Korban Kekerasan Orangtua‖.adalah hasil karya saya dan dalam naskah Tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi

dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, bagi

sebagian ataupun keseluruhan, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan

disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

2. Apabila ternyata di dalam naskah Tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur PLAGIASI,

saya bersedia TESIS ini DIGUGURKAN dan GELAR AKADEMIK YANG TELAH SAYA

PEROLEH DIBATALKAN, serta diproses sesuai dengan ketentuan hokum yang berlaku.

3. Tesis ini dapat dijadikan sumber pustaka yang merupakan HAK BEBAS ROYALTY NON

EKSKLUSIF.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Malang, 11 Desember 2012

Yang menyatakan

(11)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat

serta hidayah-

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul ―

Terapi

Menggambar Dapat Menurunkan Hambatan Emosi Pada Anak Korban Kekerasan Orang

Tua

‖. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Magister

Profesi Psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Penyelesaian Tesis ini atas bantuan banyak pihak baik moril maupun materil yang

tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Untuk itu sebagai ungkapan rasa terima kasih

yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada yang terhormat Bapak/Ibu:

1.

Dr. Muhajir Effendi, MAP selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang

2.

Dr.Latipun, M. Kes selaku Direktur Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang,

sekaligus sebagai Ketua Program Studi Magister Psikologi

3.

Dr. Diah Karmiyati, M.Si, Psi. selaku dosen pembimbing I

4.

Dra. Djudiah, M.Si, Psi selaku dosen pembimbing II

5.

Para dosen dan Pembina mata kuliah serta para staf administrasi di lingkungan program

Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang atas pelayanan dan fasilitas yang telah

diberikan selama perkuliahan

6.

Kepala Yayasan beserta pembina Cahaya Mentari Surabaya atas dukungan dan bantuan

serta kesediaannya untuk memberikan izin untuk digunakannya Yayasan Cahaya Mentari

sebagai tempat penelitian dan pengambilan data hingga penelitian ini selesai.

7.

Alm. Ayahanda dan Ibunda serta saudara-saudaraku yang dengan segenap hati telah

memberi dukungan moril,

materil, do’a, perhatian, semangat

serta selalu mendorong

untuk segera menyelesaikan Tesis ini

8.

Buat orang tercinta Hananto Wicaksono yang tulus memberi cinta dan kasihnya serta

dukungan, semangat yang luar biasa, sehingga bisa menyelesaikan tesis ini.

9.

Sahabatku BFF meskipun kita jauh tapi kalian selalu ada dan mensupport sehingga bisa

menyelesaikan tesis ini.

10.

Teman-teman seperjuangan, Swesty, Heni, Karin, Mey terimakasih atas dukungan dan

kebersamaan kita selama ini dan untuk semua teman-

teman MAPRO ’10 semangat untuk

kita semua.

11.

Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tesis ini yang tidak bisa

(12)

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat

banyak kekurangan dan kelemahan yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan penulis dan

keterbatasan waktu. Untuk itu segala kritikan dan saran yang bersifat membangun sangat

penulis harapkan.

Akhir kata, penulis berharap semoga Tesis ini bermanfaat bagi pembaca, terutama para

pemerhati di bidang psikologi.

Malang, 11 Desember 2012

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...

i

LEMBAR PENGESAHAN ...

ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ...

iv

DAFTAR ISI ...

vi

DAFTAR TABEL ... vii

INTISARI ... viii

ABSTRAKSI ...

xi

LATAR BELAKANG

...

1

LITERATUR REVIEW

Kekerasan Orang tua pada anak ...

6

Emosi ...

7

Terapi menggambar...

………

.. 8

Terapi menggambar untuk menurunkan hambatan emosi... 11

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian ...

14

Subyek Penelitian ...

15

Metode Asesmen ...

15

Prosedur Penelitian ...

15

Analisis Data ...

16

HASIL ANALISIS DATA

Hasil ...

17

Pembahasan ...

22

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan ...

25

Rekomendasi ...

25

DAFTAR PUSTAKA ...

26

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel1: Pedoman Observasi subyek 1

...

32

Tabel2: Pedoman Observasi subyek 2

...

35

Tabel3: Prosedur Penelitian

...

39

Tabel4: Kegiatan Intervensi Subyek 1

...

47

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

IDENTITAS SUBYEK 1 ... 31

IDENTITAS SUBYEK 2 ... 31

PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA SUBYEK 1... 32

HASIL WAWANCARA SUBYEK 1 ...

32

HASIL OBSERVASI SUBYEK 1 ...

34

PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA SUBYEK 2... 35

HASIL WAWANCARA SUBYEK 2 ...

36

HASIL OBSERVASI SUBYEK 2...

37

KERANGKA PEMIKIRAN ...

37

PROSEDUR PENELITIAN ...

38

MODUL PENELITIAN ...

42

KEGIATAN INTERVENSI SUBYEK 1... 47

KEGIATAN INTERVENSI SUBYEK 2 ...

53

PEDOMAN INTERPRETASI ...

60

HASIL INTERPRETASI SUBYEK 1 ...

61

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Amanda, A., Tallahassee, F.L., Linda L.M., &Sparkhill, N.Y. (2010). The effect of art

therapy on cognitive performance of hispanic/latino older adults.

Art therapy:

Journal of The American Art Therapy Association, 27

(3),127-135.

Ann, M.A., Tanya, R., Anderson & Erica, R.D. (2006). Child and adolescent social emotional

development within the context of school.

Child and Adolescent Mental Health,

11

(1), 32

39.

Ballau, M. (1995).

Psychological interventions: A buide to strategies.

Wesport, CT: Praeger

Publishers.

Barth, R.P

.

(2009). Preventing child abuse and neglect with parent training: evidence and

opportunities.

Child Abuse & Neglect,19

(2), 150-157.

Brendtro, L.K & Ness, A. E. (1983). Re-educatting troubled youth: Environments for

teaching and treatment.

The Art in Psychotherapy, 10

(3),255-274.

Brinkman, J. (2000).

Art therapy with children-a window to their world.

Celebi, O.E., Berrin, A., Tulin, G.,& Tugba, K. (2009).A report on traumatised and non

traumatised children’s human figure drawings reflecting emotional effects of

disastrous conditions

.The Australasian Journal of Disaster and Trauma Studies,

36

(1), 1174-4707.

Clatworthy, S., Simon, K., & Tiedeman, M. E. (1999). Child drawing: Hospital

manual

.Journal of Pediatric Nusing

,

14

(1), 10

17

.

David, M.F., Joseph, M.B.,&John, H

. (2008).

Exposure to childhood sexual and physical

abuse and adjustment in early adulthood

.Child Abuse & Neglect,

32

, 607

619.

Djiwandono, S. E. W. (2005).

Konseling dan terapi anak dan orang tua.

Jakarta: PT

Grasindo.

Di Leo, J. H. (1983).

Interpretting children’s drawings.

New york: Brumer/ Maze.

Eisenberg, N., Valiente, C., Morris,A.S., Fabes,R.A., Cumberland, A., Reiser M.,Gershoff

E.T., Shepard S.A., & Losoya S. (2003).Longitudinal relations among parental

emotional expressivity, children’s regulation, and quality of socioemotional

functioning.

Developmental Psychology. 39

(1), 3-19.

Eyal, S., Rachel, A., Rachel,Y. (2007). Childhood abuse, nonadherence, nd medicaloutcome

in pediatric liver transplant recipients

.

J. Am. Acad.

Child adolesc. Psychiatry,

46

(10), 210-220.

(17)

Goodwin, C.J. (2005).

Research in psychology method and design

. Fourth edition, Jhon wiley

& Sin, Inc: USA.

Goleman, D. (2000).

Kiat-kiat membesarkan anak yang memiliki kecerdasan emosional.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Goleman, D. (2004).

Emotional intellegence: mengapa EI lebih penting dari pada IQ.

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Gussak, D. (2009). The effects of art therapy on male and female inmates: advancing the

research base

.The Art in Psychotherapy,

36, 5- 12.

Havigrush, S.S., Harley, E.A.& Prior, R.M. (2009). Tuning in to kids: anemotion-focused

parentingprogram

initial findingsfrom a community trial

. Journal of Community

Psychology

,

37

(8), 1008

1023.

Holton, J & Tung Wang-Ching. (2007). Total estimated cost of child abuse and neglect in the

united states.Prevent Child Abuse America This report was funded by The Pew

Charitable Trusts.

Child Abuse & Neglect, 27

(15), 126-130.

Hopper, J., Bessel A., & Crozier, J. (2001).

Child abuse in america: prevalence and

consequences.

Journal of Aggression, Maltreatment, and Trauma,30, 1325-1350.

Hurlock, E. (1975).

Developmental psychology.

New York: Mc-Graw Hill.

Hurlock, E. (1980).

Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang

kehidupan.

Jakarta: Erlangga.

Hurlock, E. (1991).

Perkembangan anak.

Jakarta: PT Erlangga.

Iwaniec, D., Larkin, E., & Higgins, S. (2005). Research review: risk and resilience in cases of

emotional abuse.

Journal Child and Family Social Work,

11, 73-82

.

John, B., &Diana, M.E. (2003). Prevalence and psychological sequelae of self-reported

childhood physical and sexual abuse in a general population sample of men and

women

.Child Abuse & Neglect,

27,1205

1222.

John, B., Kerri, J., Angela, B. (2001). The trauma symptom checklist for young children

(tscyc): reliability and association with abuse exposure in a multi-site study

.Child

Abuse & Neglect,

25, 1001

1014.

Kaplan, H. I., Sadock, B. J., & Grebb, J. A. (1997).

Sinopsis psikiatri: ilmu pengetahuan

perilaku psikiatri klinis.

Edisi Ketujuh. Jakarta: Bina Rupa Aksara.

(18)

Kirsten, C. (2003).

An archaeology of emotional disturbance

. A Dissertation Submitted to the

Graduate Faculty of The University of Georgia in Partial Fulfillment of the

Requirements for the Degree.

Koppitz, E. M. (1984).

Psychological evaluation of human figure drawings by middle school

pupils.

New york: Grune & Stratton.

Kramer, E. (1987).

Art as therapy with children.

New york: Schocken Books.

Kristin, D.H., Annette, K.G., Kathryn, J.C., Stephanie, I.,& Amy, S. (2003). Behavioral and

emotional outcomes of an in-home parent training intervention for young

children

.The Journal of at-Risk issues

,

16

(2), 350-368.

Lark, C. (2001).

Art therapy overview: an informal background paper.

Latipun.(2010).

Psikologi eksperimen

. Malang. Universitas Muhammadiyah Malang.

Malchiodi,Cathy A. ATR, LPAT, LPCC. (2001). Using drawing as intervention with

traumatized children.

Trauma and loss: Research and Interventions

,

1

(1), 126-140.

Malchiodi, Cathy A. ATR, LPAT, LPCC. (2003). Using creative activities as intervention for

grieving children

.

Trauma and loss: Research and Interventions

,

3

(1), 141-155.

Mary, M., David, O. & Cynthia, W. (2000). Educational strategies for children with

emotional and behavioral problems.

Center for Effective Collaboration and

PracticeAmerican Institutes for ResearchWashington, 5

(9), 87-98.

Moleong, L.J. (2008).

Metode penelitian kualitatif

. Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya

Nahum,E. & Nissimov. (2009).

Use of a drawing task to study art therapists’personal

experiences in Treating Aggressive Children

.The Art in Psychoterapy,

36, 140-147.

Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2005).

Psikologi abnormal.

Edisi Kelima Jilid 1.

Jakarta: Erlangga

Plousia, M.&Fotini, B. (2008).

Emotion in children’s art

do young children understand the

emotions

Expressed in other children’s drawings

.

Journal of Early Childhood

Research,6

(2) 189

200.

Schaefer, C.E. & Milman, H. L. (1977).

Therapies for children

. San Fransisco: Jossey-Bass

Publeshers.

Schaefer, C.E. & Milman, H. L. (1981).

How to help children with common problems.

New

York: Van Nostrand Reinhold Company.

(19)

Skybo, T., Ryan-Wenger, N., & Su, Y. (2007). Human figure drawing as a measure of

children’s emotional status: critical review for practice.

Journal of Pediatric

Nursing, 22

(1), 15-26

.

Stephanie, L. & Brooke, MS, NCC. (1995). Art therapy: an approach to working with sexsual

abuse survivors

.The Art in Psychotherapy, 22

(5), 447-466.

Stephanie, H., Helen, B

.

, &Sadhbh, W

.

(2008

).

The impact of exposure to domestic violence

on children and young people: A review of the literature

.Child Abuse & Neglect,

32,

797

810

.

Stuble, D.A., (2008).

A focus on reducing anxiety in children hospitalized for cancer and

diverse pediatric medical disease through a self enganging art intervention.

Disertation. Chestnut Hill Collage: The Faculty Of The School Of Professional

Psychology Chestnut Hill Collage.

Stuyck., K. (2003). Art therapy helps children affected by cancer express their

emotion

.Oncolog

, 48, 12-19.

Suhanti, Y.I. (2007).

Menggambar sebagai terapi untuk meningkatkan kemampuan ekspresi

emosi pada anak dengan perilaku menarik diri.

TA. Tidak diterbitkan. Surabaya:

Universitas Airlangga.

Sunaryo. (2010).

Hambatan emosi

. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.

Suparto, H. (2005).

Mewarnai gambar sebagai metode penyuluhan untuk anak. Studi

pendahuluan pada program pemulihan anak sakit IRNA anak RSUD Dr.

Sutomo.

http:///www.pediatrik.com/kanal.php?pg=karya_ilmiah&id=2

.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisa yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terapi guided imagery dapat menurunkan tingkat depresi pada perempuan korban tindak kekerasan dalam rumah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan program konseling krisis dengan pendekatan konseling realitas dalam upaya menurunkan Kecemasan anak korban kekerasan

Tujuan penelitian ini ingin mengetahui efek dari Terapi Kognitif Perilaku untuk menurunkan reaksi emosi marah pada remaja dengan sindrom Asperger. Hipotesis penelitian

Penelitian terhadap PTSD akibat kekerasan seksual juga ditemukan oleh Anna, et al (2014) yang memberikan EMDR untuk menurunkan PTSD pada korban perkosaan, Farkas,

Penulis berharap dengan adanya Terapi Bermain Menggambar dan Mewarnai Gambar Alat Transportasi (truk) ini mampu menurunkan tingkat kecemasan anak usia prasekolah (3-6

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan penjelasan bagi berbagai pihak yang berhubungan dengan anak, seperti para orangtua mengenai efektivitas terapi

Gambaran kondisi emosi siswa anak korban perceraian sebelum terjadi perceraian menunjukkan bahwa subyek lebih menunjukkan perilaku positif seperti memiliki semangat

Penelitian terhadap PTSD akibat kekerasan seksual juga ditemukan oleh Anna, et al (2014) yang memberikan EMDR untuk menurunkan PTSD pada korban perkosaan, Farkas,