• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSELING KRISIS DENGAN PENDEKATAN KONSELING REALITAS UNTUK MENURUNKANKECEMASAN ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONSELING KRISIS DENGAN PENDEKATAN KONSELING REALITAS UNTUK MENURUNKANKECEMASAN ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL."

Copied!
281
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

DiajukanuntukMemenuhiSebagiandariSyaratMemperolehGelarMagisterI lmuPendidikandalamBidangBimbingan dan Konseling

Oleh:

Amriana NIM 1201629

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)".

(QS. Al- Kahfi: 109)

Without Rain,

There Would Be No Rainbows...

Kupersembahkan karya ini

Ke hadapan orang tua tercinta (ibu serta alm bapak) yang selalu mendoakan setiap langkah dan aktivitas Penulis. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan, keberkahan

(3)

Disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing I

Prof. Dr. Cece Rakhmat, M.Pd NIP. 195204221976031004

Pembimbing II

Dr. Nandang Rusmana, M.Pd NIP. 196005011986031004

Mengetahui,

Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling

(4)

KEKERASAN SEKSUAL

(Penelitian Single Subject terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur)

Disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing I

Prof. Dr. Cece Rakhmat, M.Pd NIP. 195204221976031004

Pembimbing II

Dr. Nandang Rusmana, M.Pd NIP. 196005011986031004

Penguji I

Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd NIP. 195206201980021001

Penguji II

Dr. Tina Hayati Dahlan, S.Psi., M. Pd., Psikolog NIP. 197204192009122002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Konseling Krisis dengan Pendekatan Konseling Realitasuntuk Menurunkan Kecemasan Anak Korban Kekerasan Seksual (Penelitian Single Subject terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur)ini beserta isinya adalah benar-benar karya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan

atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang

berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan tesebut, saya siap

menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian di

kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam

karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, September 2014

Yang membuat pernyataan,

Amriana

(6)

AMRIANA 1201629, “Konseling Krisis dengan Pendekatan Konseling Realitas untuk Menurunkan Kecemasan Anak Korban Kekerasan Seksual (Penelitian Single Subject terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur)”

ABSTRAK

Penelitian ini berangkat dari melonjaknya angka kasus kekerasan terhadap anak, terlebih pada tindak kekerasan seksual. Kasus kekerasan seksual terhadap anak memicu adanya peningkatan ekses-ekses negatif pada diri anak, sekaligus perilaku destruktif yang dilakukan oleh pelaku. Ekses-ekses negatif yang ditimbulkan tersebut dapat berupa resiko kecemasan, kesulitan penyesuaian diri, bersosialisasi, merasa terisolir, tidak diterima, kehilangan keinginan untuk bermain bersama teman sebaya, serta ketidaknyamanan dalam kelompok sebaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan program konseling krisis dengan pendekatan konseling realitas dalam upaya menurunkan Kecemasan anak korban kekerasan seksual di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur.Penelitian ini menggunakan desain single subject A-B-A, penelitian dilakukan di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur tahun 2014. Sampel dalam penelitian ini adalah 3 orang anak dengan rentang usia (13-18 tahun) yang mengalami tindak kekerasan seksual. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran angket Taylor’s Manifest Anxiety Scale (TMAS), observasi, wawancara dan dokumentasi. Untuk memperoleh gambaran secara jelas tentang kecemasan yang dialami konseli dalam jangka waktu tertentu, maka metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah inspeksi visual, yaitu analisis dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap data yang telah ditampilkan dalam bentuk grafik. Hasil penelitian, diperoleh temuan di lapangan bahwa subyek FO diindikasi menunjukkan kecemasan bukan disebabkan tindak kekerasan seksual yang dialaminya. Adapun hasil pengukuran, diperoleh hasil Subyek HS mengalami level perubahan sebesar 12%, sedangkan subyek LB sebesar 12%. Berdasarkan kondisi baseline 1 (A-1), Treatment (B), Baseline 2 (A-2), maka diperoleh data estimasi kecenderungan arah dan jejak data yang cenderung (+)/ membaik. Penelitian ini merekomendasikan bagi guru Bimbingan dan konseling, konselor, orang tua, peneliti selanjutnya hendaknya dapat menerapkan konseling krisis dengan pendekatan konseling realitas dalam upaya menurunkan kecemasan anak korban kekerasan seksual.

(7)

AMRIANA 1201629, "Counseling Crisis With Reality Counseling Approach To Reduce Anxiety In Children Victims of Sexual Violence (Study of Single Subject With Victims of Sexual Violence Against Children In Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) East Java)"

ABSTRACT

This study come up the soaring number of cases of child abuse, especially on sexual violence. Cases of child sexual abuse triggers increase negative excess in children, destructive behavior whose doing with doer at the same time. The negative of excesses can be risk of anxiety, adjustment difficulties, socializing, feeling isolated, not accepted, lose the desire to play with peers, as well as discomforting peer group. The purpose of this study is to improve of counseling program with crisis counseling approach reality attempt to reduce anxiety of children victims sexual violence in Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) of East Java Province. This study used a single subject ABA design, its conducted at Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) of East Java2014 takes sample in this study were 3 children with an age range (13-18 years) whose experienced sexual violence. Data was collected by questionnaire Taylor's Manifest Anxiety Scale (TMAS), observation, interview and documentation. To obtain describing of the anxiety experienced by the counselee in a certain period, then the method of analysis used in this research is a visual inspect, the analysis was done by direct observation of the data that has been displayed in graphical form. The results of the study, the findings obtained in the field indicated that the FO subjects showed anxiety is not caused by sexual violence that happened. The results of the measurements, the results obtained HS subjects experienced a change in the level of 12%, while the subject of LB by 12%.Under baseline conditions 1 (A-1), Treatment (B), Baseline2 (A-2), then the estimate of the data obtained and the tendency toward a trail of data that tend to (+)/ improved. The study recommends the provision of guidance and counseling teachers, counselors, parents, researchers should be able to implement further with crisis counseling approach reality to attempt of reduce anxiety in children victims of sexual violence.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. Atas

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini

dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurahkan keharibaan Nabi besar

Muhammad SAW. teladan terbaik sepanjang masa.

Tesis ini berjudul “Konseling Krisis dengan Pendekatan Konseling Realitas untuk Menurunkan Kecemasan Anak Korban Kekerasan Seksual (Penelitian Single Subject terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual di Pusat

Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur)” Tesis ini diajukan sebagai salah

satu syarat untuk mendapatkan gelar magister Pendidikan pada jurusan

Bimbingan dan KonselingFakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan

Indonesia.

Tesis ini terdiri atas lima bab, yang meliputi pendahuluan, kajian teori,

metode penelitian, analisis data dan kesimpulan. Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini, merupakan hasil dari perkembangan khazanah keilmuan

bimbingan dan konseling itu sendiri. Oleh karena itu Penulis menyadari tesis ini

masih belum sempurna, penulis mengharapkan berbagai kritikan dan saran yang

membangun demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita

semua.

Bandung, September 2014

Penulis

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penulisan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,

bimbingan, arahan, petunjuk dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Cece Rakhmat, M. Pd. dan Bapak Dr. Nandang Rusmana, M.Pd.

sebagai pembimbing I dan pembimbing 2 yang telah meluangkan tenaga,

pikiran, dan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada

penulis dalam penyelesaian tesis.

2. Bapak Dr. Nandang Rusmana, M.Pdsebagai ketua program studi

Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan bimbingan, arahan dan

petunjuk selama perkuliahan.

3. SegenapdosenjurusanBimbingandanKonseling,

sertaseluruhstafakademiksekolahpascasarjanaUniversitasPendidikan

Indonesia yang telah banyak membantu kelancaran penulis selama

perkuliahan.

4. Kedua orang tua tercinta(Bpk. Mahrus Widodo dan Ibu Nafi’aroh), mbak

ku terkasih (Hanie) dan keponakan tersayang (Renanda) yang selalu memberikan kasih sayang dan do’anya kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Pihak PPT Jawa Timur (Bu Lucky A, SH, Mbak Nina Nuriyah, M. Si, dan

Mbak Mia, M. Psi), yang telah bersedia membantu dan membimbing

pelaksanaan penelitian di lapangan, serta ketiga konseli yang bersedia

menjadi subyek dalam penelitian ini.

6. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa kelas C Pascasarjana Pendidikan

Bimbingan dan Konseling angkatan 2012 yang saling memberikan

motivasi dan semangatnya.Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan

satu persatu, namun tidak mengurangi rasa hormat dan terimakasih

penulis.

Semoga Allah SWTmelimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada semua

(10)

Bandung, September 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR GRAFIK ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II KONSELING KRISIS DENGAN PENDEKATAN KONSELING REALITAS UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL A. KonsepDasarKecemasan ... 12

1. Prespektif Teoretis Kecemasan ... 12

2. Gejala Kecemasan ... 15

3. Reaksi Terhadap Kecemasan... 16

(11)

5. Tingkat Kecemasan... 21

6. Dampak Kecemasan dan Tindak Kekerasan terhadap Tumbuh Kembang Anak ... 24

B. Teknik Penanganan Kecemasan terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual ... 29

1. Pengukuran kecemasan ... 29

2. Penatalaksanaan Kecemasan ... 30

C. KonsepKonselingKrisisdenganPendekatanKonselin gRealitas ... 32

1. Sejarah Teori Konseling Krisis ... 32

2. Definisi Konseling Krisis dan Konseling Realitas ... 33

3. Karakteristik Konseling Krisis ... 34

4. Tujuan dan Fokus Konseling Krisis ... 35

5. Proses dan Teknik Konseling Krisis dengan Pendekatan Konseling Realitas ... 35

6. Penerapan Konseling Krisis terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual ... 39

D. Hasil-HasilPenelitianTerdahulu ... 40

E. AsumsiPenelitian... 41

F. HipotesisPenelitian ... 43

G. PosisiPeneliti ... 43

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 45

B. Lokasi dan Subyek Penelitian ... 46

1. Lokasi Penelitian ... 46

2. Subyek Penelitian ... 48

C. Definisi Operasional Variabel... 49

D. Instrumen Penelitian ... 50

1. Jenis Instrumen ... 50

(12)

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 54

F. Teknik Analisis Data ... 69

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 70

1. Kondisi AwalKecemasan Anak Korban Kekerasan Seksual ... 70

2. Deskripsi Pelaksanaaan Konseling Krisis dengan Pendekatan Konseling Realitas ... 78

3. Pengaruh Konseling Krisis dengan Pendekatan Konseling Realitas untuk Mengurangi Kecemasan Anak Korban Kekerasan Seksual... 85

B. Pembahasan ... 97

1. Kondisi Awal Kecemasan Anak Korban Kekerasan Seksual ... 97

2. Deskripsi Pelaksanaaan Konseling Krisis dengan Pendekatan Konseling Realitas ... 101

3. Pengaruh Konseling Krisis dengan Pendekatan Konseling Realitas untuk Mengurangi Kecemasan Anak Korban Kekerasan Seksual... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 108

B. Rekomendasi ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : RespondariKecemasanRingan ... 23

Tabel 2.2 : RespondariKecemasanSedang ... 23

Tabel 2.3 : RespondariKecemasanBerat ... 24

Tabel 2.4 : Respon dari Panik ... 25

Tabel 3.1 : Tabel Nilai Koefisien Reliabilitas ... 54

Tabel 3.2 : Matriks Rancangan Program Konseling Krisis dengan Pendekatan Konseling Realitas Untuk Menurunkan Kecemasan Anak Koban Kekerasan Seksual ... 61

Tabel 4.1 : GambaranIndikatorKecemasan yang DitunjukkanKonseli 1 (HS) ... 73

Tabel 4.2 : GambaranIndikatorKecemasan yang DitunjukkanKonseli2 (FO) ... 75

Tabel 4.3 : GambaranIndikatorKecemasan yang DitunjukkanKonseli3 (LB) ... 77

Tabel 4.4 : Data Panjang Konseli ... 86

Tabel 4.5 : Data Estimasi Secara Umum Kecenderungan Arah Ketiga Subjek ... 88

Tabel 4.6 : Data Estimasi Kecenderungan Jejak (HS) ... 89

Tabel 4.7 : Data Estimasi Kecenderungan Jejak (FO) ... 89

Tabel 4.8 : Data Estimasi Kecenderungan Jejak (LB) ... 89

Tabel 4.9 : Level dan Stabilitas (HS) ... 90

Tabel 4.10 : Level dan Stabilitas (FO) ... 90

Tabel 4.11 : Level dan Stabilitas (LB) ... 90

Tabel 4.12 : Data Level Perubahan (HS) ... 90

Tabel 4.13 : Data Level Perubahan (FO) ... 90

Tabel 4.14 : Data Level Perubahan (LB) ... 91

Tabel 4.15 : Hasil Analisis Visual Dalam Kondisi (HS) ... 91

(14)

Tabel 4.17 : Hasil Analisis Visual Dalam Kondisi (LB) ... 92

Tabel 4.18: Data Jumlah Variabel yang Diubah ... 92

Tabel 4.19: Data Kecenderungan Arah dan Efeknya (HS) ... 93

Tabel 4.20: Data Kecenderungan Arah dan Efeknya (FO) ... 93

Tabel 4.21: Data Kecenderungan Arah dan Efeknya (LB) ... 93

Tabel 4.22: Data Perubahan Kecenderungan Stabilitas (HS) ... 93

Tabel 4.23: Data Perubahan Kecenderungan Stabilitas (FO) ... 94

Tabel 4.24: Data Perubahan Kecenderungan Stabilitas (LB) ... 94

Tabel 4.25: Data Perubahan Level (HS) ... 94

Tabel 4.26: Data Perubahan Level (FO) ... 94

Tabel 4.27: Data Perubahan Level (LB) ... 95

Tabel 4.28: Data Persentase Overlap (HS) ... 95

Tabel 4.29: Data Persentase Overlap (FO) ... 95

Tabel 4.30: Data Persentase Overlap (LB) ... 95

Tabel 4.28: Hasil Analisis Visual AntarKondisi (HS) ... 16

Tabel 4.28: Hasil Analisis Visual AntarKondisi (FO) ... 96

(15)

DAFTAR GAMBAR

Bagan 3.1 : AlurPenangananKorban di PusatPelayananTerpadu (PPT)

(16)

DAFTAR GRAFIK

Bagan 3.1 : GrafikDesain A-B-A ... 46

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Penelitian dan SK Pembimbing

2. Buku Manual Panduan Konseling Krisis

3. Program Konseling Krisis

4. SKLBK

5. Analisis Data Bab IV

6. Catatan Lapangan (Field Note)

7. Lembar Validitas SKALOGRAM

8. Uji Reliabilitas KR 20

(18)

Amriana, 2014

AMRIANA 1201629, “Strategi Konseling Krisis Dengan Pendekatan Konseling Realitas Untuk Mengurangi Kecemasan Pada Anak Korban Kekerasan Seksual (Studi Eksperimen Dengan Single Subject Research Terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual Di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur Tahun 2014)”

ABSTRAK

Penelitian ini berangkat darimelonjaknya angka kasus kekerasan pada anak, terlebih pada tindak kekerasan seksual. Kasus kekerasan seksual pada anak memicu adanya peningkatan ekses-ekses negatif pada diri anak, sekaligus perilaku destruktif yang dilakukan oleh pelaku.Ekses-eksesnegatif yang ditimbulkantersebutdapatberuparesikokecemasan, kesulitanpenyesuaiandiri,

bersosialisasi, merasaterisolir, tidakditerima,

kehilangankeinginanuntukbermainbersamatemansebaya, serta ketidaknyamanandalamkelompoksebaya.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengembangkan bentuk strategi konseling krisis dengan pendekatan konseling realitas dalam upaya mengurangi Kecemasan pada anak korban kekerasan seksual di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur.

Penelitian ini adalah penelitian eksperiment dengan desain single subject desain A-B-A, penelitian dilakukan di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur tahun 2014. Sampel dalam penelitian ini adalah 3 orang anak dengan rentang usia (13-18 tahun) yang mengalami tindak kekerasan seksual. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran angket Taylor’s Manifest Anxiety Scale (TMAS), observasi, wawancara dan dokumentasi. Untuk memperoleh gambaran secara jelas tentang kecemasan yang dialami konseli dalam jangka waktu tertentu, maka metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah inspeksi visual, yaitu analisis dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap data yang telah ditampilkan dalam bentuk grafik

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga orang konseli mengalami penurunan kecemasan setelah pemberian intervensi program konseling krisis. Subyek 1, mengalami level perubahan sebesar 12%. Subyek 2, 10%, dan subyek 3 sebesar 12%. Berdasarkan kondisi baseline 1 (A1), Treatment (B), Baseline 2 (A2), maka diperoleh data estimasi kecenderungan arah dan jejak data yang cenderung (+)/ membaik. Penelitian ini merekomendasikan bagi guru Bimbingan dan konseling, konselor, orang tua, peneliti selanjutnya hendaknya dapat menerapkan strategi konseling krisis dengan pendekatan konseling realitas dalam upaya mengurangi Kecemasan pada anak korban kekerasan seksual.

(19)

AMRIANA1201629, "Strategies CounselingCrisisWithRealityCounselingApproachToReduceAnxietyIn

ChildrenVictimsof Sexual Violence(Experimental Study ofSingleSubjectResearchWithVictims ofSexual ViolenceAgainst ChildrenInPusat Pelayanan Terpadu (PPT) East Java2014)"

ABSTRACT

This studydepartsfrom thesoaringnumberof casesof child abuse, especiallyonsexualviolence. Cases ofchild sexual abusetriggersan increase innegative excessin children, as well as destructivebehaviorperformed by theactors. Excesses ofthe negativecan be arisk ofanxiety, adjustmentdifficulties, socializing, feelingisolated, not accepted, losethe desiretoplaywithpeers,as well asdiscomfortin thepeer group. The purposeofthis studyistodevelopforms ofcounselingstrategieswithcrisiscounselingapproachrealityin an attemptto

reduceanxietyin childrenvictims ofsexual violencein

PusatPelayananTerpadu(PPT) of East Java Province.

This research istodesignexperimentsABAsinglesubjectdesign, researchconductedat PusatPelayananTerpadu (PPT) of East Java2014samplesin this study were3 childrenwith an age range(13-18 years) who experiencedsexualviolence. Data was collectedbyquestionnaireTaylor's ManifestAnxietyScale(TMAS), observation, interviewanddocumentation. To obtaina clear pictureof theanxiety experienced bythe counseleein a certain period, then themethodof analysis used inthisresearchisa visualinspection,theanalysiswas done bydirect observation of thedata that has beendisplayedin graphical form

The results ofthis study indicatethat the

threepeoplecounseleeanxietydecreasedafter administration ofcrisisinterventioncounselingprograms. Subjects1,experienced achange inthe levelof 12%. Subject 2, 10%, and3subjectsby 12%.Underbaselineconditions1(A1), Treatment(B), Baseline2(A2), then theestimate ofthe dataobtainedand thetendencytowarda trailof datathat tend to(+) /improved. The study recommendstheprovision of guidance andcounselingteachers, counselors, parents,

researchersshouldbe able

toimplementfurtherstrategieswithcrisiscounselingcounselingapproachrealityin an attemptto reduceanxietyin childrenvictims ofsexual violence.

(20)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini peneliti akan menguraikan latar belakang penelitian;

Identifikasi dan rumusan masalah; Tujuan penelitian; Manfaat penelitian; dan

Sistematika penulisan.

A. LatarBelakang

Setiap anak adalah individu yang unik, karena faktor bawaan dan

lingkungan yang berbeda maka pertumbuhan dan pencapaian kemampuan

perkembangannya juga berbeda. Anak-anak memiliki kebutuhan yang harus

dipuaskan agar dapat tumbuh secara normal bahkan sejak mereka masih bayi.

Kebutuhan-kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik sampai psikologis yang

pada umumnya dipenuhi oleh care giver (orang tua, kakek/nenek, pengasuh, atau

orang dewasa yang bertanggung jawab atas pengasuhan dan kesejahteraan anak).

Dengan demikian, anak akan merasakan pengalaman cinta yang murni dan

disiplin yang sehat. Kondisi tersebut memberikan mereka perasaan aman dan puas

sehingga anak dapat berkembang sesuai dengan real self mereka. (Feist 2002).

Berdasarkan pada realitas yang ada, tidak sedikit dari orang tua, masyarakat

maupun lingkungan yang seharusnya bertanggung jawab atas pengasuhan dan

kesejahteraan anak terkadang justru berperan sebagai faktor pemicu masalah pada

diri anak. Salah satu fenomenayang kini sering menjadi sorotan publik dan

semakinseringterjadi adalah tindakankekerasanterhadapAnakatau yang

lebihdikenalsebagaiChild abuse. Kekerasan dan penelantaran anak meliputi

perbuatan ataupun penelantaran anak yang mengakibatkan morbiditas dan

mortalitas. kekerasan dapat bersifat fisik, emosi atau seksual.

Definisi kekerasan atau dalam hal ini perlakuan salah (child

abuse)bervariasi. Tindak kekerasan terhadap anak merupakan permasalahan yang cukup kompleks, karena mempunyai dampak negatif yang serius, baik bagi

korban maupun lingkungan sosialnya. Secara umum kekerasan didefinisikan

(21)

mengakibatkan gangguan fisik dan atau mental.Undang–Undang No. 23 Tahun

2003 Tentang Perlindungan Anak. Pasal 4 mnyebutkan bahwa “Setiap anak

berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan

dari kekerasan dan diskriminasi”.

Berdasarkan data dari (ANTARA), Kasuskekerasananakpada 2009

tercatatsebanyak 1.552, kemudianmeningkatmenjadi 2.335 kasuspada 2010 dan

2.508 kasuspada 2011. Kasuskekerasan yang terjadiyaknikekerasanseksual,

fisikdanpsikis.Dari ketigajenisitu,

proporsikekerasanseksualsemakinmeningkatdaritahunketahun.Sementara, data

2011 menunjukkan, kekerasanterhadapanak paling banyakdilakukanoleh orang

tuakandung (44,32persen), teman (25,9 persen), tetangga (10,9 persen), orang

tuatiri (9,8 persen), guru (6,7 persen) dansaudara (2 persen). (Kompas, 2012)

Data dari KomisiNasionalPerlindunganAnak (Komnas PA) mencatatdalam

semester I di tahun 2013 ataumulaiJanuarisampaiakhirJuni 2013 ada 1032

kasuskekerasananak yang terjadi di Indonesia. Dari

jumlahitukekerasanfisiktercatatada 294 kasusatau 28 persen, kekerasanpsikis 203

kasusatau 20 persendankekerasanseksual 535 kasusatau 52 persen.Berdasarkan

data yang diperoleh dari pusat pelayanan terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur

(2013) diperoleh informasi bahwa jumlah kasus kekerasan pada anak yang

terlapor di lembaga tersebut sejumlah 76 kasus pada tahun 2010, sedangkan pada

tahun 2011 sejumlah 83. Adapun perinciannya adalah: kekerasan psikis 12 kasus,

penganiayaan 78 kasus, perkosaan 56 kasus, pencabulan 108 kasus, aborsi/

sodomi 5 kasus, dan penculikan 1 kasus.

Melonjaknyaangkakasuskekerasanterhadap anak, terlebih pada kekerasan

seksualmakahalinimenunjukkanbahwaimplementasiUndang-UndangDasar 1945

pasal 28 B ayat 2 danPasal 54 UU No. 23 Tahun 2002 tentangPerlindunganAnak

di Indonesia sangatlemah.WHO (2003) mendefinisikanChild

(22)

penyalahgunaanseksual, pelalaian, eksploitasikomersialataueksploitasi lain yang

mengakibatkancederaataukerugiannyatamaupunpotensialterhadapkesehatananak,

kelangsunganhidupanak, ataumertabatanak yang

dilakukandalamkontekshubungantanggungjawab, kepercayaanataukekuasaan.

Sedangkankonvensi hak anak disetujui oleh majelis umum perserikatan

bangsa-bangsa pada tanggal 20 november 1989 dan telah diratifikasi dengan keputusan

presiden No 36 tahun 1990. Dalam konvensi hak anak, anak didefinisikan sebagai

setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun (WHO, 2002).

IstilahChild abusesering kali diterjemahkansebagaiperlakuansalahpadaanak,

kekerasanterhadapanak (KTA), ataupenganiayaanpadaanak.

Adapunbatasananakmenurut WHO adalahsemua orang denganusiakurangdari 18

tahuntermasukanak yang masihdalamkandungan, yang

diperjelasdalamUndang-UndangPerlindunganAnak (UUPA) No 23 tahun 2002.

Perlu ditekankan bahwa anak-anak selalu membutuhkan bantuan untuk

menyesuaikan diri dan mengembangkan area-area kesehatan mentalnya secara

utuh. Tetapi yang terjadi, mereka tidak lagi dengan mudah mendapatkan bantuan

tersebut. Namun sebaliknya, mereka menghadapi beberapa hambatan fungsi

perkembangan akibat pelampiasan emosi dan agresi yang tidak semestinya

dilakukan oleh orang dewasa (Brengdgen, Mara. dkk, 2006, Bosch, Kathy. 2007,

Tremblay, R Richard R. 2005).

Baru-baru ini publik di Indonesia telah digegerkan dengan peristiwa Kasus

kekerasan seksual yang dilakukan oleh petugas kebersihan, terhadap siswa Taman

Kanak-kanak Jakarta International School (JIS) yang mulai terungkap pada akhir

Maret 2014, setelah salah satu orang tua siswa melaporkan kasus itu ke Polda

Metro Jaya. Sebanyak enam orang petugas kebersihan ditetapkan sebagai

tersangka, yakni Awan, 20 tahun, Agun, 25 tahun, Afriska, 24 tahun, Zaenal, 28

tahun, Syahrial, 20 tahun, dan Azwar, 27 tahun. Namun, Azwar tewas bunuh diri

setelah ditetapkan tersangka pada 26 April 2014.. Setelah kasus JIS terungkap,

(23)

korban baru berani melapor, seperti kasus Andri Sobari alias Emon yang mengaku

telah melakukan tindak pelecehan seksual terhadap seratus lebih bocah laki-laki

(sumber: www.tempo.com, 22 Mei 2014).

Kasuskekerasanpadaanakmemicuadanyapeningkatanekses-eksesnegatifpadadirianak, sekaligusperilakudestruktif yang

dilakukanolehpelakutindakkekerasanbaik yang dilakukanoleh orang tua, guru,

maupunlingkungan.Ekses-eksesnegatif yang

ditimbulkantersebutdapatberuparesikokesulitanpenyesuaiandiri, bersosialisasi,

depresidanmerasaterisolir, tidakditerima,

kehilangankeinginanuntukbermainbersamatemansebaya,

ketidaknyamanandalamkelompoksebaya (Brendgen, Mara. dkk. 2007),

berkurangnyanafsumakan, beratbadan, gangguantidur, danlesu, kecemasan,

seringmenangis, lambatberpikir, keinginanuntukbunuhdiri, merasabersalah,

tidakberharga, dantidakpunyaharapan (Aldridge &Renitta Goldman, 2002),

tidakbisakonsentrasi, lemah, danmotivasirendah (Frank Vitarodkk. 2006),

berperilakuantisosial, kecemasan, performasekolah yang menurun (David

Schwartz & Andrea Hopmeyer Gorman, 2003).

Secaraumum, akibat yang

ditimbulkandarikekerasanpadadirianakdibagiduamacam, yaitu: 1)

akibatjangkapendek: yaitudampak yang

munculpadasaatanakmengalamikekerasan, seperti: ketakutan yang berlebihan,

menarikdiridaripergaulan, tekananbatin, cemas, stres, danfrustrasi. 2)

akibatjangkapanjang: kondisi yang munculdalamjangkawaktu yang lama

ataubahkanakanselamahidupnya, seperti: trauma, paranoid (terlalucuriga), anti

sosial, hilangnyakepercayaandiri, depresi, cacatfisik, bunuhdiri.

Akibatjangkapendek yang

dialamiseoranganakdapatberpotensipadamunculnyaakibatjangkapanjang.Kondisis

(24)

terendahsekalipuntidaksegerateratasi,

termasukberpotensimemberikandampaktraumatistersendiribagianak.

Menurt Terr (dalam Hoeksema, 2001) anak-anak dan remaja dapat

mengalami PTSD (Posttraumatic Stress Disorder) saat mereka mengalami

kejadian yang sangat stressful, beberapa peristiwa tersebut antara lain kekerasan

fisik dan kekerasan seksual, menjadi korban karena menyaksikan kekerasan, atau

hidup dalam kekacauan, seperti pemboman atau angin topan. Anak - anak yang

pernah mengalami PTSD akan mengalami kejadian demi kejadian melalui ingatan

yang sangat kuat seputar kejadian tersebut, mengingat kembali kejadian, atau

pikiran yang terganggu lainnya. Traumatic stress dihasilkan dari pengalaman

akibat kejadian yang sangat ekstrim, berat atau mengancam yang menuntut usaha

untuk coping. Mereka mengancam perasaan nyaman dan aman seseorang.

Beberapatahun belakangan ini, kita juga sudah menjadi jauh lebih sadar

akan insidensi pelecehan dan penganiayaan seksual ketika korban akhirnya berani

maju mencari konseling dan membicarakan efek-efek yang membahayakan dari

pengalaman mereka tersebut. Wanita biasanya korban paling utama kekerasan

rumah tangga dan pelecehan seksual, khususnya anak perempuan. Sedangkan

anak laki-laki lebih banyak mendapat pengalaman kekerasan dan pelecehan di

luar keluarga khususnya kalau lingkungan sosial sekitarnya memang rentan

dengan keburukan. Kita tahu sedikitnya kasus pelecehan seksual yang dilaporkan

disebabkan oleh rasa malu, bersalah, stigma sosial dan rasa takut. Dilaporkan atau

tidak, pelecehan tetap menyebabkan trauma.

Efek-efek emosi yang muncul pada pelaku saat dewasa biasanya rasa

bersalah dan malu, namun pada korban jauh lebih merusak seperti rasa percaya

diri rendah, depresi, takut, dan tidak percaya siapa pun, kemarahan dan kebencian

bahkan dendam, rasa tak berdaya dan sikap negatif terhadap hubungan

antar-pribadi dengan lawan jenis. Hanya sekedar tindakan preventif tidak akan

berfungsi apapun, karena di lingkup seperti ini justru penanganan cepat terhadap

(25)

bantuan khusus korban perkosan dan rehabilitasinya (Gibson& Mitchell, 2011:

263-264).

Konselor sebagai bagian dari masyarakat dituntut memiliki tanggung jawab

dan kepedulian terhadap fenomena tindak kekerasan terhadap anak. Partisipasi

aktif konselor dalam bentuk memberikan layanan konseling kepada mereka (anak

korban kekerasan) merupakan sumbangan profesional agar masyarakat

memanfaatkan kemampuan konselor dalam membantu pemberian treatment bagi

anak korban kekerasan. James dalam bukunya crisis intervention strategies

mengemukakan bahwa Terdapat 6 model langkah dalam interveni konseling

krisis, hal ini meliputi: mendefinisikan Masalah; Memastikan Keselamatan

Konseli; Meyediakan Dukungan; Memeriksa Alternatif Lain; Membuat Rencana;

dan Mendapat Komitmen. Sedangkan Texas Association Against Sexual Assault

(TAASA) dalam Wilmoth (2008),

menguraikansembilanlangkahuntukintervensikrisis yang efektif yakni meliputi:

MembangunHubungan; Mendengarkanaktif; TentukanMasalah; MenilaiSituasi;

JelajahiPilihan; DiskusikanAlternatifDiterima; Penyerahan; Penutupan;

Tindakanlanjutan.

Berdasarkanrealitas di atas, maka dibutuhkan sebuah strategi konseling yang

sesuai dalam menangani kasus kekerasan tersebut.

PenelitimeresponpenelitianinidalamtermaKonselingKrisisdengan Pendekatan Konseling Realitas untuk Menurunkan Kecemasan AnakKorbanKekerasan Seksual.Alasan peneliti menggunakan pendekatan konseling krisis adalah teknik yang digunakan didalamnya sangat beragam sesuai dengan tipe krisis dan akibat

yang ditimbulkannya. Pendekatan ini memberikan keuntungan karena singkat dan

langsung. Sedangkan pendekatan konseling realitas disini digunakan sebagai salah

satu intervensi untuk membantu pola pikir anak korban kekerasan dengan

menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek ketidak sadaran.

Konseling realitas disini sangat cocok bagi intervensi-intervensi singkat dalam

situasi-situasi konseling krisis dan bagi penanganan para remaja dan orang-orang

(26)

demikianpenulisberharapbahwa penelitian ini

dapatmemberikankontribusipositifdalampemberian jenis layanan bantuan terhadap

anak korban kekerasan pada umumnya, serta anak korban kekerasan seksual pada

khususnya.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat diidentifikasi

permasalahan sebagai berikut.

Pertama, fenomena kekerasan terhadap anak semakin tahun semakin meningkat terlebih kasus kekerasaan seksual pada anak menempati urutan

tertinggi. Hoeksema (2002) mengatakan bahwa akibat dari tindakan

kekerasan seksual pada anak memicu munculnya Kecemasan bahkan

anak dapat menderita sindrom posttraumatic stress disorder sebagai dari

pengalaman seseorang yang bertahan terhadap traumanya.Gejala yang akan

timbul dari posttraumatic stress disorder menurut H e r m a n d a l a m

( W i l l i a m s & Poijula, 2002) seperti seseorang akan menjadi lebih impulsive,

mengalami halusinasi, mengalami gangguan kecemasan, mengalami

kesedihan yang berlarut–larut, merasa bahwa dirinya mengalami kegagalan

total, halusinasi, sampai merasa tidak berguna dan lain – lain.

Kedua, untuk menghilangkan sama sekali tindak kekerasan seksual terhadap anak memang tidak mungkin, akan tetapi setidaknya bisa kita minimalisir.

Komunikasi, sosialisasi serta pemberian informasi tentang tanda-tanda, dampak,

serta ancaman bagi pelaku tindak kekerasan bisa kita lakukan. Baik sosialisai

dengan pihak sekolah, orang tua, murid maupun dengan masyarakat.

Ketiga,terkait dengan intervensi terhadap anak korban kekerasan seksual, hingga saat ini belum ditemukannya pemberian treatment yang sistematis dan

sesuai dengan masalah yang dialami oleh korban. Beberapa penelitian terdahulu

menggunakan metode direktif (seperti menggambar, bercerita, curhat dan tanya

jawab) (Huwaidah, 2011). Sedangkan metode yang digunakan oleh Masumah

(27)

pelecehan seksual adalah dengan konseling individual dan kelompok. Dari semua

intervensi yang sudah dipaparkan, belum ditemukannya intervensi yang cocok dalam penanganan terhadap anak korban kekerasan seksual.

Dalam penelitian ini, peneliti merespon dalam terma pemberian intervesi

konseling krisis dengan pendekatan konseling realitas.Hal ini didasarkan

beberapa pertimbangan, yakni: (1) Kasus kekerasan seksual pada anak

membutuhkan penanganan yang cepat. Sisca & Moningka (2009) mengatakan

bahwa kekerasan seksual yang terjadi pada masa kanak-kanak merupakan suatu

peristiwa krusial karena membawa dampak negatif pada kehidupan korban di

masa dewasanya. (2) Beberapa penelitian ilmiah terdahulu membuktikan bahwa

pendekatan konseling krisis lebih efektif dalam menangani masalah pada anak

korban kekerasan diantaranya (Everly &Flannery 1999; Roberts &Ottens 2005;

Adams &Paxton 2008; Wilmoth 2008). (3) Sebagian besar, anak korban

kekerasan seksual mengalami dampak traumatis dan cenderung tidak realistis

tentang keadaan dirinya saat ini, tidak dapat melakukan sesuatu atas dasar

kebenaran, tanggung jawab dan realitas saat ini (Fowler 2008:30)

Konseling bagi anak korban kekerasan menekankan pada intervensi krisis,

dengan pendekatan konseling realitas. Mengingat waktu kejadian yang tiba-tiba

dan butuh segera ditangani. Pendekatan krisis merupakan pendekatan yang

dilakukan konselor kepada konseli ketika berada dalam situasi traumatik, yang

dapat diindikasikan dari gejala-gejala stres yang muncul. Pendekatan krisis

bertujuan untuk membantu menciptakan rasa aman, mengembalikan kepercayaan

diri, harga diri, suasana dan iklim yang menghargai serta membantu menetapkan

strategi untuk keluar dari masalah yang dihadapinya. Sedangkan tujuan dari

intervensi konseling realitas disini adalah membantu konseli untuk mampu

bertanggung jawab dan mengembangkan rencana hidup yang realistis guna

mencapai tujuan-tujuan mereka.

Sejalan dengan fenomena-fenomena di atas, maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah konseling krisis dengan

(28)

anak korban kekerasan seksual di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur”

Oleh karena itu, secara spesifik rumusan masalah

inidiuraikanmenjadibeberapapertanyaanpenelitianyaitu:

1. Seperti apa kondisi awalkecemasan anak korban kekerasan seksual di

Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur?

2. Bagaimana bentuk rumusan konseling krisis dengan pendekatan konseling

realitas dalam upaya menurunkankecemasan anak korban kekerasan

seksual di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur?

C. Tujuanpenelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untukmengembangkan program konseling krisis

dengan pendekatan konseling realitas dalam upaya menurunkankecemasan

anak korban kekerasan seksual di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi

Jawa Timur.

2. Tujuan Khusus

Berdasarkan tujuan umum diatas, selanjutnya dipaparkan beberapa tujuan

khusus yang ingin dicapai, yaitu:

a. Mengetahuikondisi awal kecemasan anak korban kekerasan seksual di

Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur.

b. Menghasilkan rumusan konseling krisis dengan pendekatan konseling

realitas dalam upaya menurunkankecemasan anak korban kekerasan

seksual.

c. Mengetahui pengaruh konseling krisis dengan pendekatan konseling

realitas dalam menurunkani kecemasan anak korban kekerasan seksual di

Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Timur.

D. Manfaat penelitian

Adapunmanfaatdaripenelitianinidiharapkansebagaiberikut:

(29)

a. Memberikanpengetahuan dan

wawasanbagipenelitilaindalambidangbimbingankonselingtentangpeng

embangankonselingkrisis dengan pendekatan konseling realitas

untukmenurunkankecemasananakkorbankekerasan seksual.

b. Sebagaisumberinformasidanreferensitentangpenangananterhadapanak

korbankekerasan seksual.

2. Secara Praktis

a. Penelitianinidiharapkandapatmembantupara orang

tuauntukmemahamikonsepdanpengertiandarianak korban kekerasan

seksualsendiri, sertapolapenanganannya.

b. BagiKonselor,

hasilpenelitianinidiharapkandapatdijadikansebagaisalahsatuteknikpend

ekatan yang efektifdalammenghadapikasus yang serupa.

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini dibuat dalam bentuk tesis dengan sistematika sesuai pedoman

penulisan karya ilmiah yang berlaku di kampus Universitas Pendidikan Indonesia.

Adapun sistematikannya sebagai berikut:

Bab I PENDAHULUAN. Pada bagian ini terdiri dari latar belakang

masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II KAJIAN PUSTAKA. Dalam bab ini menjelaskan tentang Konsep

dasar kecemasan; Strategi dan teknik penanganan kecemasan

terhadap anak korban kekerasan seksual; Konsep konseling krisis

dengan pendekatan konseling realitas; Hasil penelitian terdahulu

yang relevan; Asumsi penelitian; Hipotesis penelitian; Posisi

Peneliti.

Bab III METODE PENELITIAN. Bagian ini mencakup desain penelitian,

pendekatan penelitian, definisi operasional penelitian, populasi dan

(30)

penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis dan

interpretasi data penelitian.

Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini di

paparkan tentang hasil dari penelitian yang kemudian dianalisis

dalam bentuk pembahasan.

Bab V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bagian ini meliputi

kesimpulan dari penelitian, serta rekomendasi dari peneliti terhadap

beberapa pihak terkait dan peneliti selanjutnya yang berminat

(31)

BAB II

KONSELING KRISIS DENGAN PENDEKATAN KONSELING REALITAS UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN ANAK KORBAN

KEKERASAN SEKSUAL

Intensitas Tindak kekerasan terhadap anak, semakin tahun semakin

meningkat. Sedangkan pendekatan intervensi yang diberikan masih sangat sedikit,

dan belum banyak dikembangkan oleh para konselor ataupun tenaga sosial yang

berkecimpung dalam ranah tersebut. Kekerasan dan penelantaran pada anak dapat

mengakibatkan morbiditas dan mortalitas. Kekerasan yang terjadi dapat berupa

fisik, emosional ataupun seksual. Berdasarkan data yang dihimpun oleh komnas

perlindungan anak (2013), diperoleh data bahwa tindak kekerasan terbanyak pada

anak adalah tindak kekerasan seksual dengan prosentasi sebanyak 52 persen.

Kita tahu sedikitnya kasus pelecehan seksual yang dilaporkan disebabkan

oleh rasa malu, bersalah, stigma sosial dan rasa takut. Dilaporkan atau tidak,

pelecehan tetap menyebabkan trauma. Efek-efek emosi yang muncul pada pelaku

saat dewasa biasanya rasa bersalah dan malu, namun pada korban jauh lebih

merusak seperti rasa percaya diri rendah, depresi, takut, dan tidak percaya siapa

pun, kemarahan dan kebencian bahkan dendam, rasa tak berdaya dan sikap negatif

terhadap hubungan antar-pribadi dengan lawan jenis. Hanya sekedar tindakan

preventif tidak akan berfungsi apapun, karena di lingkup seperti ini justru penanganan cepat terhadap korban jauh lebih utama, seperti hotline krisis dan

pusat-pusat krisis serta program bantuan khusus korban perkosan dan

rehabilitasinya (Gibson& Mitchell, 2011, hlm. 263-264)

Mengingat penting untuk segera dirumuskannya sebuah intervensi dalam

penanganan terhadap anak korban kekerasan seksual, maka dalam bab ini penulis

akan menjelaskan dan merumuskan beberapa konsep yang menjadi acuan dan

dasar dalam penelitian ini. Adapun isi dari bab 3 ini terdiri dari: 1) Konsep dasar

kecemasan; 2) Teknik penanganan kecemasan terhadap anak korban kekerasan

(32)

4) Hasil-hasil penelitian terdahulu; 5) Asumsi penelitian; 6) Hipotesis penelitian;

7) Posisi peneliti.

A. Konsep Dasar Kecemasan

Pada dasarnya, kecemasan merupakan hal wajar yang pernah dialami oleh

setiap manusia. Kecemasan sudah dianggap sebagai bagian dari kehidupan

sehari-hari. Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana seseorang

merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun

wujudnya.

Stuart (2001) mendefinisikan kecemasan sebagai keadaan emosi yang tidak

memiliki objek yang spesifik dan kondisi ini dialami secara subjektif. Cemas

berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap

sesuatu yang berbahaya. Cemas adalah respon emosional terhadap penilaian

tersebut. Videbeck (2008) membagi kecemasan menjadi dua aspek yakni aspek

yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat kecemasan,

lama kecemasan dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap

kecemasan. Kecemasan dapat dilihat dalam rentang ringan, sedang, berat sampai

panik. Setiap tingkat menyebabkan perubahan fisiologis dan emosional pada

individu.

1. Prespektif Teoretis Kecemasan

Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap kemungkinan

faktor etiologi dalam pengembangan kecemasan. Menurut Stuart &

Laraia (2007) teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :

a. Teori Psikoanalitik

Freud sebagai penemu teori psikoanalis, mendeskripsikan

kecemasan sebagai suatu kesatuan tanpa objek karena kita tidak

dapat menunjuk ke sumber ketakutan atau ke suatu objek khusus

yang menyebabkan ketakutan tersebut. Freud memandang

kecemasan sebagai bagian yang penting dari teori kepribadian

yang dibuatnya, ia juga menilai bahwa kecemasan itu

(33)

psikotis. Freud mengungkapkan bahwa prototype dari semua

kecemasan adalah trauma kelahiran. Janin dalam rahim ibunya

adalah dunia yang paling stabil dimana setiap kebutuhan

dipuaskan tanpa adanya penundaan. Tetapi, saat kelahiran,

organisme didorong ke lingkungan yang bermusuhan. Tiba-tiba

bayi perlu mulai beradaptasi terhadap realita karena permintaan

instingtualnya tidak selalu segera dapat dipenuhi.

Freud dalam Schultz (1986) membedakan 3 macam

kecemasan, yaitu:

1)Kecemasan Objektif atau Realitas(Reality or Objective

Anxiety)

Adalah sebuah ketakutan terhadap adanya bahaya yang

nyata dalam dunia sebenarnya.Contoh kecemasan objektif

yaitu gempa bumi, angin topan, dan bencana yang sejenis.

Kecemasan realitas memberikan tujuan positif untuk

memandu perilaku kita untuk melindungi dan menyelamatkan

diri kita dari bahaya yang aktual.

2)Kecemasan Neurosis (Neurotic Anxiety)

Adalah sebuah ketakutan yang berasal dari masa

kanak-kanak dalam sebuah konflik antara kepuasan instingtual dan

realita melibatkan konflik antara id dan ego. Anak-anak sering

dihukum bila mengekspresikan impuls seksual dan agresif

secara berlebihan. Pada tahap ini, kecemasan ini berada pada

alam kesadaran, tetapi selanjutnya, ini akan ditransformasikan

ke alam ketidaksadaran.

3)Kecemasan Moral(Moral Anxiety)

Adalah sebuah ketakutan sebagai hasil dari konflik antara

id dan superego. Secara dasar merupakan ketakutan akan

suara hati individu sendiri. Ketika individu termotivasi untuk

mengekspresikan impuls instingtual yang berlawanan dengan

(34)

ia akan merasa malu atau bersalah. Pada kehidupan sehari-hari

ia akan menemukan dirinya sebagai “conscience stricken”.

Kecemasan moral menjelaskan bagaimana berkembangnya

superego. Biasanya individu dengan kata hati yang kuat akan

mengalami konfllik yang lebih hebat daripada individu yang

mempunyai kondisi toleransi moral yang lebih longgar.

Kecemasan moral didasarkan juga pada realitas. Anak-anak

dihukum karena melanggar kode moral orangtuanya dan

orang dewasa dihukum karena melanggar kode moral

masyarakat. Kecemasan memberi sinyal kepada individu

bahwa ego sedang terancam dan jika tidak ada tindakan yang

diambil, maka ego akan jatuh. Bagaimana ego dapat

melindungi atau mempertahankan dirinya,Ada sejumlah

pilihan yaitu :

a) Melarikan diri dari situasi yang mengancam.

b)Menghalangi munculnya kebutuhan impulsif yang

menjadi sumber cahaya.

c) Mematuhi suara hati nurani dari kesadaran.

b. Teori Interpersonal

Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari

perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan

interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan

trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan

kelemahan spesifik. Individu dengan harga diri rendah mudah

mengalami perkembangan kecemasan yang berat.

c. Teo ri Behaviour

Menurutpandanganteoribehaviour

(perilaku),kecemasanmerupakanhasildarifrustasiyaitusegalasesuatu

yang mengganggukemampuanseseoranguntukmencapaitujuan yang

diinginkan.Faktortersebutbekerjamenghambatusahaseseoranguntukme

(35)

d.Teo ri Pre spe ktif K elua rg a

Teorikeluargamenunjukkanbahwakecemasanmerupakanhal yang

biasaditemuidalamsuatukeluarga.Kecemasaniniterkaitdengantugas

perkembanganindividudalamkeluarga.Anak yang akandirawat di

rumahsakitmerasatugasperkembangannyadalamkeluargaakantergang

gusehinggadapatmenimbulkankecemasan.Kajian keluarga

menunjukkan pola interaksi yang terjadi didalam keluarga

kecemasan menunjukkan adanya interaksi yang tidak adaptif dalam

sistem keluarga.

e. Teo riBiologi s

Teoribiologismenunjukkanbahwaotakmengandungreseptorkhususu

ntukbenzodiazepin.Reseptorinimungkinmembantumengaturkecem

asan.Penghambatasam (GABA)

jugamungkinmemainkanperanutamadalammekanismebiologisbe

rhubungandengankecemasan.Selainitu,

telahdibuktikanbahwakesehatanumumseseorangmempunyaiakibat

nyatasebagaipredisposisiterhadapkecemasan.Kecemasanmungki

ndisertaigangguanfisikdanselanjutnyamenurunkankapasitasseseor

anguntukmengatasistresor.

2. Gejala Kecemasan

Hampir setiap individu pernah mengalami kecemasan sebagai suatu

peasaan yang tidak menyenangkan. Perasaan ini ditandai oleh kegelisahan,

kebingungan, ketakutan, kekhawatiran, dan sebagainya. Perasaan yang

dialami individu tersebut hanya dapat dirasakan dan diketahui oleh yang

bersangkutan saja. Huberty (2012) membedakan kecemasan menjadi dua,

yaitu:

a. State Anxiety

Adalah gejala kecemasan yang timbul bila individu berhadapan

(36)

kecemasan, dan gejalanya akan selalu kelihatan selama situasi tersebut

terjadi.

b. Trait Anxiety

Adalah kecemasan sebagai suatu keadaan yang menetap pada

individu. Kecemasan ini berhubungan erat dengan kepribadian individu

yang sedang mengalami kecemasan. Dengan kata lain kecemasan

mengandung pengertian disposisi untuk menjadi cemas dalam

menghadapi bermacam-macam situasi. Sehubungan dengan hal ini,

kecemasan dipandang sebagi suatu simtom, yaitu keadaan yang

menunjukkan kesukaran dalam menyesuaikan diri.

Sedangkan Nevid (2005) mengklasifikasikan gejala-gejala kecemasan

dalam tiga jenis gejala, diantaranya yaitu :

a. Gejala Fisik dari Kecemasan

Yaitu kegelisahan, anggota tubuh bergetar, banyak berkeringat,

sulit bernafas, jantung berdetak kencang, merasa lemas, panas dingin,

mudah marah atau tersinggung.

b. Gejala Behavioral dari Kecemasan

Yaitu berperilaku menghindar, terguncang, melekat dan dependen.

c. Gejala Kognitif dari Kecemasan

Yaitu khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan

terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan, keyakinan bahwa sesuatu

yang menakutkan akan segera terjadi, ketakutan akan ketidakmampuan

untuk mengatasi masalah, pikiran terasa bercampur aduk atau

kebingungan, sulit berkonsentrasi.

3. Reaksi Terhadap Kecemasan

Telah dinyatakan sebelumnya bahwa kecemasan adalah suatu bentuk

emosi yang lain selain emosi dasar, maka reaksi terhadap kecemasan,

seimbang dengan reaksi manusia pada umumnya terhadap emosi yang

meningkat, dapat dibedakan atas reaksi fisiologik dan reaksi psikologik

(37)

Reaksi fisiologik adalah reaksi tubuh terutama oleh organ-organ yang

diproses oleh syaraf otonomi simpatik seperti jantung, peredaran darah,

kelenjar, pupil mata, sistem pencernaan makanan, dan sistem pembuangan

(atkinson 1997). Dengan meningkatnya emosi atau perasaan cemas satu atau

lebih dari organ-organ tersebut akan meningkat dalam fungsinya sehingga

dapat dijumpai meningkatnya jumlah asam lambung selama kecemasan,

atau meningkatnya detak jantung dalam memompa darah, sering buang air

atau sekresi keringat yang berlebihan.

Dalam situasi ini kadang-kadang individu mengalami rasa sakit yang

berkaitan dengan organ yang meningkat fungsinya secara tidak wajar.

Seirama dengan Hilgard, menurut Kartono (1981), tekanan pikiran yang

berat, menyebabkan keluarnya energi yang luar biasa, yang akhirnya

menjadikan naiknya tekanan darah dan berubahnya susunan kimiawi darah

yang membahayakan kesehatan. Bila hal ini terjadi terus menerus, akan

menimbulkan penyakit lambung, tekanan darah tinggi, dan asma.

Kecemasan dapat terwujud pada reaksi emosional dari keadaan jiwa

individu, baik secara psikologis maupun fisiologis sehingga bisa

mengganggu efisiensi individu dalam menghadapi masalah. Reaksi yang

timbul secara psikologis dapat berupa perasaan yang menyertai reaksi

fisiologis seperti perasaan tegang, rendah diri, kurang percaya diri, tidak

dapat memusatkan perhatian serta adanya gerakkan-gerakkan yang tak

terarah atau tidak pasti Hadfield(1985).

Daradjat (1975) mengungkapkan bahwa gejala kecemasan dapat

bersifat fisik maupun bersifat mental. Gejala fisik meliputi ujung-ujung jari

terasa dingin, pencernaan tidak teratur, detak jantung lebih cepat dan

sebagainya. Gejala mental berupa ketakutan, tidak dapat memusatkan

perhatian, tidak tentram dan lain lain. Individu biasanya tidak mengetahui

penyebab ketakutannya. Pada kecemasan yang tinggi, individu biasanya

sering bermimpi yang menakutkan pada malam hari hingga terkejut dan

(38)

Menurut Bucklew (1960), apabila seseorang mengalami kecemasan,

maka reaksi yang tampak ada dua tingkatan, yaitu:

a. Tingkat Psikologis

Pada tingkat ini tampak adanya gejala psikologis seperti

gerakan-gerakan tak terarah, perasaan tegang, ragu-ragu, khawatir, bingung,

sukar berkonsentrasi, perasaan tidak menentu dan tidak jelas, serta

gejala lainnya yang saling bercampur aduk.

b. Tingkat Fisiologis

Pada tingkat ini kecemasan menyebabkan adanya disorganisasi

proses fisiologis, terutama fungsi-fungsi sistem syaraf seperti keluarnya

keringat dingin yang berlebihan, jantung berdebar -debar, tidak dapat

tidur, sirkulasi darah tidak teratur, rasa mual, gemetar dan lain-lain.

Jadi dapat dikatakan bahwa kecemasan cenderung diubah dalam bentuk

gangguan simtomatik yang dapat membahayakan kesehatan, dan lebih jauh

lagi akan dapat mengakibatkan adanya gangguan pada seseorang dalam

merespon stimulus-stimulus yang datang padanya, baik yang datang dari

dalam dirinya maupun yang datang dari luar.

Uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa manifestasi kecemasan

adalah suatu bentuk reaksi emosi selain emosi dasar yang gejalanya dapat

bersifat fisik maupun bersifat mental. Pada gejala yang bersifat fisik terlihat

adanya disorganisasi fungsi sistem syaraf sedangkan pada gejala yang

bersifat mental berupa ketakutan, perasaan tidak menentu dan tidak jelas.

4. Faktor Penyebab Kecemasan

Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian

besar tergantunga pada seluruh pengalaman hidup seseorang.

Peristiwa-peristiwa atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan

kecemasan. Menurut Ramaiah (2003) ada beberapa faktor yang

(39)

a. Lingkungan

Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir

individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu

dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga

individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya.

b. Emosi yang Ditekan

Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan

jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini,

terutamajika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka

waktu yang sangat lama.

c. Sebab-Sebab Fisik

Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat

menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi

seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari

suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini,

perubahan-perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan

timbulnya kecemasan.

Sedangkan menurut Stuart dan Sundeen dalam suparyanto

(2011)beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan antara lain:

a. Potensi Stresor

Stresor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang

menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang

itu terpaksa mengadakan adaptasi atau penyesuaian diri untuk

menanggulanginya.

b. Maturasi (kematangan)

Individu yang matang yaitu yang memiliki kematangan kepribadian

sehingga akan lebih sukar mengalami gangguan akibat stres, sebab

individu yang matang mempunyai daya adaptasi yang besar terhadap

(40)

matang akan bergantung dan peka terhadap rangsangan sehingga sangat

mudah mengalami gangguan akibat adanya stres.

c. Status Pendidikan dan Status Ekonomi

Status pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang

menyebabkan orang tersebut mengalami stres dibanding dengan mereka

yang status pendidikan dan status ekonomi yang tinggi.

d. Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan yang rendah pada seseorang akan

menyebabkan orang tersebut mudah stres.

e. Keadaan Fisik

Individu yang mengalami gangguan fisik seperti cidera, penyakit

badan, operasi, cacat badan lebih mudah mengalami stres. Disamping

itu orang yang mengalami kelelahan fisik juga akan lebih mudah

mengalami stres.

f. Tipe Kepribadian

Individu dengan tipe kepribadian tipe A lebih mudah mengalami

gangguan akibat adanya stres dari individu dengan kepribadian B.

Adapun ciri–ciri individu dengan kepribadian A adalah tidak sabar,

kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, merasa buru – buru waktu,

sangat setia (berlebihan) terhadap pekerjaan, agresif, mudah gelisah,

tidak dapat tenang dan diam, mudah bermusuhan, mudah tersinggung,

otot-otot mudah tegang. Sedangkan individu dengan kepribadian tipe B

mempunyai ciri-ciri yang berlawanan dengan individu kepribadian tipe

A.

g. Sosial Budaya

Cara hidup individu di masyarakat yang sangat mempengaruhi

pada timbulnya stres. Individu yang mempunyai cara hidup sangat

teratur dan mempunyai falsafat hidup yang jelas maka pada umumnya

lebih sukar mengalami stres. Demikian juga keyakinan agama akan

(41)

h. Lingkungan atau Situasi

Individu yang tinggal pada lingkungan yang dianggap asing akan

lebih mudah mangalami stres.

i. Usia

Ada yang berpendapat bahwa faktor usia muda lebih mudah

mengalami stres dari pada usia tua, tetapi ada yang berpendapat

sebaliknya.

j. Jenis kelamin

Umumnya wanita lebih mudah mengalami stres, tetapi usia harapan

hidup wanita lebih tinggi dari pada pria.

5. Tingkat Kecemasan

Videbeck (2008), mengidentifikasi kecemasan dalam empat tingkatan

dan menggambarkan efek dari tiap tingkatan. Setiap tindakan memiliki

karakteristik lahan persepsi yang berbeda tergantung pada kemampuan

individu dalam menerima informasi/ pengetahuan mengenai kondisi yang

ada dari dalam dirinya maupun dari lingkungannya.

Menurut Peplau dalam Videbeck (2008) ada empat tingkat kecemasan

yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.

a. Kecemasan Ringan

Adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan

perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu

memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah,

berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri. Menurut

(42)

Tabel 2. 1

Respon dari Kecemasan Ringan

Respon Fisik Respon Kognitif Respon Emosional

- Ketegangan otot ringan

- Terlihat tenang, percaya diri

- Perasaan gagal sedikit

(Sumber: Videbeck, 2008, hlm. 182)

b. Kecemasan Sedang

Merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang

benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi. Menurut

Videbeck (2008), respon dari kecemasan sedang adalah sebagai berikut:

Tabel 2. 2

Respon dari Kecemasan Sedang

Respon Fisik Respon Kognitif Respon Emosional

-Ketegangan otot sedang

-Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi

- Tidak perhatian secara selektif

- Fokus terhadap stimulus

(Sumber: Videbeck, 2008, hlm. 182)

c. Kecemasan Berat

Yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan

respon takut dan distress. Menurut Videbeck (2008), respon dari

(43)

Tabel 2. 3

Respon dari Kecemasan Berat

Respon Fisik Respon Kognitif Respon Emosional

-Ketegangan otot berat -Hiperventilasi

-Kontak mata buruk

-Pengeluaran keringat meningkat

-Bicara cepat, nada suara tinggi

- Preokupasi dengan pikiran sendiri

- Egosentris

(Sumber: Videbeck, 2008, hlm. 183)

d. Panik

Adalah kondisi dimana individu kehilangan kendali dan detail

perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu

melakukan apapun meskipun dengan perintah. Panik berhubungan

dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari

proporsinya. Individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan

sesuatu walaupun dengan pengarahan hal itu dikarenakan individu

tersebut mengalami kehilangan kendali, terjadi peningkatan aktivitas

motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang

lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang

rasional. Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai

(44)

Tabel 2. 4 Respon dari Panik

Respon Fisik Respon Kognitif Respon Emosional

- Flight, fight, atau

- Pikiran tidak logis, terganggu

- Kepribadian kacau

- Tidak dapat menyelesaikan

masalah

- Fokus pada pikiran sendiri

- Tidak rasional

(Sumber: Videbeck, 2008, hlm. 183)

6. Dampak Kecemasan dan Tindak Kekerasan terhadap Tumbuh Kembang Anak

Pada dasarnya setiap anak-anak haruslah tumbuh dan berkembang

dengan baik apabila mereka menerima segala kebutuhannya dengan

optimal. Jika salah satu kebutuhan baik asuh, asih maupun asah tidak

terpenuhi maka akan terjadi kepincangan dalam tumbuh kembang mereka.

Pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang mengalami kekerasan

seksual, pada umumnya mengalami kelambatan dari anak normal lainnya.

Sedangkan dampak yang diterima oleh anak bisa secara langsung maupun

tidak langsung.

Ikatan dokter Indonesia dalam Buku Pedoman Deteksi Dini, Pelaporan

Dan Rujukan Kasus Kekerasan Dan Penelantaran Anak (2003) merumuskan

bahwa dampak langsung dari anak korban kekerasan seksual dapat diamati

secara langsung berupa: 1) Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, seperti

nyeri perineal, sekret vagina, nyeri dan pendarahan anus; 2) Tanda

gangguan emosi, misalnya konsentrasi kurang, enuresis, enkopresis,

(45)

menyakiti diri sendiri dan sering mencoba bunuh diri; 3) Tingkah laku atau

pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya.

Sedangkan beberapa problem perilaku dan emosi yang mungkin terjadi

sebagai dampak kekerasan pada anak berdasarkan klasifikasi umurnya

adalah:

a. Reaksi pada anak yang sangat kecil (2-5 tahun)

Setelah megalami suatu kejadian yang menimbulkan stres,

anak-anak balita menjadi sangat takut terhadap hal-hal nyata di lingkungannya

dan atau terhadap hal-hal yang dibayangkannya. Anak-anak biasanya

akan memberikan reaksi yang berlebihan terhadap semua hal yang secara

langsung dan atau tidak langsung mengingatkan mereka pada

pengalaman yang menimbulkan stres tersebut. Anak-anak yang

mengalami kekerasan seksual mungkin menunjukkan ketakutan yang

berlebihan terhadap orang yang berjenis kelamin sama dengan orang

yang melakukan kegiatan seksual tersebut. Anak-anak balita dapat pula

menjadi takut terhadap hal-hal yang tidak nyata, seperti „nenek sihir‟ yang mendatangi mereka di malam hari atau „orang jahat‟ yang akan mencelakakan mereka.

Perilaku dan reaksi emosi yang harus diamati:

1) Cemas perpisahan, anak-anak balita bereaksi terhadap stres

dengan menempel terus pada orang tuanya karena takut berpisah

dan mengamuk bila ditinggalkan.

2) Perilaku regresif, kembali ketahap perkembangan yang lebih awal, seperti kembali ke „benda pengganti ibu‟ (transactional object), misalnya mengisap jempol, bantal kesayangan dan

lain-lain.

3) Kehilangan kemampuan lain yang baru dicapainya, misalnya jadi

mengompol lagi atau tak dapat menahan buang air besar. Semua

(46)

4) Mimpi buruk dan mengigau. Kelompok anak balita ini biasanya

sering mengalami mimpi buruk dan mengigau karena mereka

tidak mampu memahami peristiwa yang sangat mneekan.

b. Reaksi pada anak usia 6-12 tahun

Anak-anak berusia 6-12 tahun lebih mampu menggunakan

kemampuan berpikir, perasaan dan tingkah lakunya ketika bereaksi

terhadap kejadian yang menimbulkan stres. Mereka mampu mengingat

kejadian dengan benar dan dapat memahami makna peristiwa yang telah

menimpa mereka. Sehubungan dengan alam pikir, anak-anak sering

berkhayal untuk menghadapi kejadian yang menimbulkan stres. Mereka

akan berkhayal bahwa mereka mampu menghadapi kejadian buruk,

misalnya mereka mampu menghadapi si pelaku kekerasan dengan

kekuatan yang tersembunyi dalam dirinya. Mereka merasa mampu

menipu si pelaku kekerasan seksual dengan mudah, dan lain-lain. Adanya

kemampuan ini membuat anak dapat melawan rasa tidak berdayanya.

Namun cara berpikir seperti ini membuat anak-anak lebih mudah timbul

perasaan berdosa dan menyalahkan diri sendiri. Hal ini terjadi karena

pada saat anak membayangkan dirinya dapat mencegah terjadinya

peristiwa yang mengerikan, mereka juga menyalahkan diri mereka

karena tidak melakukan hal tersebut.

Setelah melewati pengalaman yang sangat mencekam, anak-anak

menjadi ketakutan terhadap lingkungan sekitarnya dan terhadap orang

lain. Sebagai contoh, setelah mengalami perkosaan, anak merasa bahwa

harga dirinya telah diinjak-injak dan keamanannya terancam, mereka

menjadi sangat lemah dan terus menerus berpikir bahwa hal-hal buruk

akan terjadi kembali pada mereka.

Perilaku dan reaksi emosional yang harus diamati:

1) Kesulitan belajar, sulit konsentrasi dan kegelisahan. Anak-anak

Gambar

Tabel 2. 2 Respon dari Kecemasan Sedang
Tabel 2. 3 Respon dari Kecemasan Berat
Tabel 2. 4 Respon dari Panik
Grafik Desain A-B-A
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah memperoleh konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas yang efektif untuk mengembangkan kendali diri peserta didik.. Penelitian

Dalam memberikan perlindungan pada anak yang menjadi korban kekerasan seksual, kepolisian melakukan upaya-upaya sebagai berikut:a. Memberikan akses pada lembaga dan/atau

dengan metode sharing sebagai bentuk dari penanganan kepada anak korban kekerasan seksual. Upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah diantaranya yakni dengan upaya preventif

“Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat -kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat.. Tuhanku, meskipun

penelitian ini adalah “ Konseling krisis dengan pendekatan konseling realitas berpengaruh dalam menurunkankecemasan anak korban kekerasan seksual di Pusat Pelayanan Te

KONSELING KRISIS DENGAN PENDEKATAN KONSELING REALITAS UNTUK MENURUNKANKECEMASAN ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

KONSELING KRISIS DENGAN PENDEKATAN KONSELING REALITAS UNTUK MENURUNKANKECEMASAN ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Dampak kekerasan Seksual Terhadap Perkembangan Anak dalam Studi Kasus Anak korban Kekerasan Seksual di Yayasan Pusaka