• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi yoghurt sebagai sumber bakteri asam laktat dalam fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi yoghurt sebagai sumber bakteri asam laktat dalam fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio)"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI YOGHURT SEBAGAI SUMBER BAKTERI ASAM

LAKTAT

DALAM FERMENTASI IKAN MAS

(

Cyprinus carpio

)

LIA ASTRIANI C34062612

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

RINGKASAN

LIA ASTRIANI. Aplikasi Yoghurt sebagai Sumber Bakteri Asam Laktat dalam

Fermentasi Ikan Mas (Cyprinus carpio). Dibimbing oleh DJOKO POERNOMO

dan DESNIAR.

Produk ikan fermentasi telah banyak dikenal masyarakat di Indonesia. Ikan fermentasi dihasilkan melalui fermentasi yang mengandalkan bakteri asam laktat. Mutu produk ikan fermentasi dapat ditingkatkan dengan menambahkan bakteri asam laktat pada awal proses fermentasi.

Penelitian ini bertujuan memanfaatkan plain yoghurt (yoghurt murni) sebagai sumber bakteri asam laktat untuk: (a) meningkatkan jumlah bakteri pada awal fermentasi, dan (b) menghasilkan ikan fermentasi dengan karakteristik sensori, kimia dan mikrobiologi yang baik.

Perlakuan dalam pembuatan ikan fermentasi meliputi penggaraman (7,5% dan 15%), penambahan yoghurt (15%, 30% dan 45%) dan nasi (0% dan 15%) dari berat ikan segar, serta lama pemeraman (0, 3 dan 6 hari). Ikan mas (Cyprinus carpio) hidup dimatikan, dibersihkan sisiknya, dibelah bagian perutnya, disiangi, dicuci, ditiriskan 30 menit, digarami sesuai perlakuan dan diperam selama 2 jam. Ikan hasil penggaraman dicuci dan ditiriskan 30 menit, dimasukkan ke dalam kantong plastik dan ditambahkan yoghurt atau nasi ke dalamnya sesuai dengan perlakuan, selanjutnya diperam selama 0, 3 atau 6 hari. Ikan hasil fermentasi dikeluarkan dari kantong plastik dan dilakukan penggorengan. Karakteristik sensori (penampakan, warna, aroma, rasa dan tekstur) ikan fermentasi diuji secara organoleptik melibatkan 30 panelis. Hasil uji organoleptik diuji secara statistika menggunakan uji Kruskal Wallis, uji Dunn, dan Bayes. Ikan fermentasi dari kombinasi perlakuan terbaik diuji karakteristik kimia dan mikrobiologinya.

Kualitas ikan mas fermentasi dipengaruhi oleh penggaraman, tingkat penambahan yoghurt dan nasi serta lama pemeraman. Ikan fermentasi terbaik dihasilkan dari kombinasi perlakuan penggaraman 7,5%, penambahan yoghurt 30% dan tanpa nasi serta lama pemeraman 3 hari. Nilai rataan karakteristik sensori yang meliputi penampakan, warna, aroma, rasa, dan tekstur secara beturut-turut adalah 5,95±0,87, 5,79±0,62, 6,03±0,54, 5,85±0,72, dan 5,69±0,93. Nilai pH ikan fermentasi terendah (4,61) dicapai bersamaan dengan total bakteri asam laktat tertinggi (9,2 x 107) pada pemeraman 3 hari. Terjadi peningkatan protein dan lemak hingga pemeraman 3 hari. Kadar garam ikan fermentasi menurun seiring dengan meningkatnya lama pemeraman.

(3)

APLIKASI YOGHURT SEBAGAI SUMBER BAKTERI ASAM

LAKTAT

DALAM FERMENTASI IKAN MAS

(

Cyprinus carpio

)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

LIA ASTRIANI C34062612

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Aplikasi Yoghurt sebagai Sumber Bakteri Asam Laktat dalam Fermentasi Ikan Mas (Cyprinus carpio)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2011

(5)

©Hak cipta IPB, Tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(6)

Judul : Aplikasi Yoghurt sebagai Sumber Bakteri Asam Laktat dalam Fermentasi Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Nama : Lia Astriani

NRP : C34062612

Menyetujui,

Pembimbing 1

Ir. Djoko Poernomo NIP. 19580419 198303 1 001

Pembimbing II

Desniar SPi. MSi. NIP. 19701224 199702 2 001

Tanggal Lulus: 21 Mei 2011

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat, hidayah serta karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Aplikasi Yoghurt sebagai Sumber Bakteri Asam Laktat dalam Fermentasi Ikan Mas (Cyprinus carpio). Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini, terutama kepada:

1. Bapak Ir Djoko Poernomo selaku dosen pembimbing pertama, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.

2. Ibu Desniar SPi. MSi selaku dosen pembimbing kedua, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.

3. Ibu Dr. Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku dosen penguji, atas pengarahan dan masukannya yang diberikan kepada penulis.

4. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil. selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Apsari Anggita Toharmat. Terimakasih untuk pemberian semangat dan doanya.

8. Ratna Sari Dewi, sahabat dan teman sekamarku di Wisma Ayu, atas pemberian semangatnya kepada penulis.

(8)

10. Sahabat-sahabat yang tak pernah lelah menyemangati dan membantu selama penelitian berlangsung (Patma, Arin, Merlinda, Anggi, Norita, Rida, Yayan, Ica, Tyas, Holand, Joha, Ely, Budi, Aul, Lely, Uty, Efga, Minal, Era).

11. Teman-teman THP 43 lainnya, THP 44 dan THP 45 yang telah mendukung dan memberikan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga tugas akhir skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Mei 2011

Lia Astriani

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 22 Agustus 1988 dari pasangan Toto Toharmat dan Tuti Haryati. Merupakan anak ke dua dari empat bersaudara. Pendidikan formal dimulai di TK Tirtasari dan lulus pada tahun 1994. Pada tahun 2000, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Sindang Sari, Bogor. Pada tahun 2003, penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Bogor. Pada tahun 2006, penulis menyelesaikan pendidikan menengah umum di SMUN 6 Bogor. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah menyelesaikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis mendapatkan pilihan pertama pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif pada kepengurusan Himpunan Profesi HIMASILKAN periode 2008-2009 dan pada Aquatic Product Scientist Club (APSC) sebagai anggota, dan periode 2009-2010 aktif sebagai Bendahara Umum HIMASILKAN 2009-2010. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan lainnya dan mengikuti beberapa seminar, salah satunya seminar pelatihan ISO 22000 dan GLP. Selain itu penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah TPTHP (Teknologi Pengolahan Tradisional Hasil Perikanan). Penulis mendapat bantuan dana dalam pengembangan usaha dari Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) tahun 2010. Penulis mendapat pelatihan Perwira Mandiri 2011 dari program CSR Bank Mandiri bekerjasama dengan PT. Formula Bisnis Indonesia (FBI).

Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Aplikasi Yoghurt sebagai Sumber Bakteri Asam Laktat

(10)

DAFTAR ISI

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Mas (Cyprinius carpio) ... 4

2.2 Fermentasi Ikan ... 5

2.3 Bekasam ... 6

2.4 Bahan Tambahan Pembuatan Bekasam ... 12

3 METODOLOGI ... 16

3.3.4 Pemilihan kombinasi perlakuan terbaik dengan metode bayes ... 21

3.3.5 Analisis data ... 23

3.3.6 Analisis kimia dan mikrobiologis ikan mas fermentasi ... 26

3.3.7 Prosedur analisis . ... 27

3.3.8 Total bakteri asam laktat ... 29

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Yoghurt ... 30

4.2 Hasil Organoleptik Karakterisasi Sensori Bekasam ... 30

4.2.1 Penampakan ikan mas fermentasi ... 31

4.2.2 Warna ikan mas fermentasi ... 34

4.2.3 Aroma ikan mas fermentasi ... 38

4.2.4 Rasa ikan mas fermentasi ... 41

(11)

4.3 Kombinasi Perlakuan Terbaik Berdasakan Metode Bayes ... 46

4.4 Karakteristik Kimia dan Mikrobiologis Ikan Fermentasi Terbaik .. 49

4.5 Karakteristik Kimia Ikan Mas Fermentasi ... 50

4.5.1 Kadar air ikan mas fermentasi ... 50

4.5.2 Kadar abu ikan mas fermentasi ... 51

4.5.3 Kadar lemak ikan mas fermentasi ... 53

4.5.4 Kadar protein ikan mas fermentasi ... 54

4.5.5 Nilai pH ikan mas fermentasi ... 55

4.5.6 Kadar garam ikan mas fermentasi ... 57

4.6 Karakteristik Mikrobiologi Ikan Mas Fermentasi ... 58

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1 Kesimpulan ... 61

5.2 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Ikan mas (Cyprinus carpio)………. 4 2 Bekasam ikan bandeng (Chanos chanos) di kota Indramayu ……. 7 3 Reaksi dalam fermentasi oleh bakteri asam laktat homofermentatif

dan heterofermentatif ... 10 4 Alur proses pembuatan yoghurt yang digunakan sebagai sumber

bakteri asam laktat dalam penelitian pembuatan ikan fermentasi .. 18 5 Pembuatan ikan fermentasi dengan perlakuan penggaraman,

penambahan yoghurt, nasi dan lama pemeraman yang berbeda….. 20 6 Tingkat kesukaan terhadap penampakan ikan mas fermentasi

dengan perlakuan penggaraman, penambahan yoghurt, nasi

dan pemeraman ... 32 7 Tingkat kesukaan terhadap warna ikan mas fermentasi dengan

perlakuan penggaraman, penambahan yoghurt, nasi dan

pemeraman ... 36 8 Tingkat kesukaan terhadap aroma ikan mas fermentasi dengan

perlakuan penggaraman, penambahan yoghurt, nasi dan

pemeraman ... 40 9 Tingkat kesukaan terhadap rasa ikan mas fermentasi dengan

perlakuan penggaraman, penambahan yoghurt, nasi dan

pemeraman ... 42 10 Tingkat kesukaan terhadap tekstur ikan mas fermentasi dengan

perlakuan penggaraman, penambahan yoghurt, nasi dan lama

pemeraman ... 45 11 Grafik kadar air (%) dalam fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio)

selama 6 hari pemeraman………. 51 12 Grafik kadar abu (%) dalam fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio)

selama 6 hari pemeraman………. 52 13 Grafik kadar lemak (%) dalam fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio)

selama 6 hari pemeraman ... 53 14 Grafik kadar protein (%) dalam fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio)

selama 6 hari pemeraman ... 54 15 Grafik nilai pH dalam fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio) selama

6 hari pemeraman………...…….. 56 16 Grafik kadar garam (%) dalam fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio)

(13)

17 Grafik perkembangan total bakteri asam laktat fermentasi

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Karakteristik kadar nutrien dan kimia bekasam ikan mas………... 11 2 Kriteria dan persyaratan standar mutu yoghurt

SNI 01-2981-1992 ... 14 3 Karakteristik sensori bekasam sebagai parameter analisis dan

nilai kepentingan ... 22 4 Karakteristik yoghurt yang digunakan sebagai sumber bakteri

sam laktat dalam pembuatan bekasam ... 30 5 Rangking kualitas ikan fermentasi disusun berdasarkan nilai

alternatif hasil pembobotan dengan metode bayes... 48 6 Hasil analisis kimia dan mikrobiologi ikan mas fermentasi dengan

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Lembar isian uji organoleptik……….. 68

2 Bekasam ikan dalam pengujian organoleptik……….. 69

3 Hasil uji statistik kruskal-wallis……….. 72

4 Hasil uji lanjut Dunn……… 77

5 Uji bayes……….. 78

6 Contoh perhitungan analisis proksimat………... 81

(16)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki sumberdaya perikanan yang melimpah, dikarenakan dua pertiga wilayah Indonesia merupakan perairan. Saat ini industri perikanan di Indonesia khususnya produk ekspor ikan laut segar berkembang cukup cepat. Produksi perikanan tangkap dari penangkapan ikan di laut dan di perairan umum pada tahun 2008 masing-masing sekitar 5,12 juta ton dan 0,50 juta ton, sedangkan produksi perikanan budidaya laut, tambak, kolam, keramba, jaring apung dan budidaya sawah berkisar 3,78 juta ton (KKP 2010). Usaha pengolahan ikan pun mulai berkembang, sehingga banyak variasi produk ikan olahan yang ada di pasaran. Hanya saja produk olahan dalam bentuk ikan fermentasi masih sangat kecil yaitu 1,08% (Irianto 2008).

Proporsi yang kecil pada produk ikan fermentasi, menjadi sorotan penting dalam pengembangan produk tradisional di Indonesia. Pengembangan produk ikan fermentasi memiliki peranan penting dalam upaya pengawetan pangan, pemasaran dan pemenuhan menu sehari-hari masyarakat Indonesia. Beberapa produk ikan fermentasi yang diolah secara tradisional sering digunakan sebagai ciri khas produk dari suatu daerah di Indonesia. Oleh sebab itu kuantitas dan kualitas ikan fermentasi sangat perlu untuk ditingkatkan.

Produk ikan fermentasi mempunyai karakteristik yang unik, khususnya pada aroma, rasa dan tekstur. Ikan yang di fermentasi merupakan produk khas di beberapa daerah Indonesia yang menghasilkan citarasa unik dan khas, dengan nama yang beragam. Tipe produk tradisional ikan fermentasi, dapat diklasifikasikan berdasarkan produk menurut proses fermentasi berdasarkan substrat yang digunakan yaitu (Adams et al. 1985): 1) fermentasi ikan dan garam, dan 2) fermentasi ikan, karbohidrat, dan garam. Klasifikasi menurut Saisithi (1994), dapat dilakukan berdasarkan karakteristik fermentasi, yaitu: 1) fermentasi dengan enzim ikan dan bakteri asam laktat (BAL), 2) fermentasi dengan enzim BAL pada campuran ikan, garam, karbohidrat, 3) fermentasi dengan BAL dan karbohidrat hasil fermentasi ragi dan kapang.

(17)

yang khas yaitu produk fermentasi ikan, karbohidrat, garam. Bentuk produk akhir ikan fermentasi yang diolah dalam kondisi anaerobik dengan menggunakan karbohidrat berupa ikan semi basah. Ikan fermentasi yang khas dan dikenal di daerah Jawa Tengah dan Sumatra Selatan, yaitu bekasam dan di Kalimantan Selatan dikenal dengan samu.(Adawyah 2007).

Proses fermentasi yang terjadi pada tubuh ikan, yaitu tranformasi dari bahan-bahan organik menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana oleh aktivitas mikroorganisme atau enzim yang terdapat di jaringan daging ikan (Beddows 1985). Karbohidrat yang ditambahkan didekomposisi melalui proses fermentasi oleh BAL menjadi gula-gula sederhana dan kemudian dikonversi menjadi alkohol dan asam yang berperan sebagai pengawet dan memberikan rasa serta aroma yang spesifik pada bekasam (Murtini 1992).

Pembuatan ikan fermentasi dalam beberapa penelitian, dilakukan dengan penambahan nasi, kanji singkong, tape singkong atau beras sangrai. Nasi merupakan salah satu sumber karbohidrat yang umum digunakan dalam fermentasi ikan sebagai pengganti gula untuk memberikan energi dan mempercepat pertumbuhan BAL (Saisithi 1994). Penggunaan sumber karbohidrat tersebut bertujuan untuk merangsang petumbuhan BAL. Bakteri asam laktat menguraikan karbohidrat menjadi senyawa asam laktat, asetat, dan propionat serta etil alkohol. Senyawa-senyawa tersebut berguna sebagai pengawet dan pemberi rasa asam pada bekasam (Rahayu et al. 1992).

Mutu ikan fermentasi dapat diperbaiki dengan menambahkan sumber bakteri asam laktat. Salah satunya yaitu cairan asinan sawi dan kubis. Penggunaan cairan tersebut dapat meningkatkan jumlah bakteri asam laktat dan total koloni bakteri anaerob. Penambahan cairan asinan sawi dan kubis menghasilkan produk

yang secara organoleptik lebih baik, khususnya dalam hal warna (Murtini et al 1997).

(18)

penelitian ini dirancang untuk mengkaji pengaruh menggunakan sumber bakteri asam laktat yang ada pada plain yoghurt (yoghurt murni) terhadap mutu ikan mas (Cyprinus carpio) fermentasi.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

a) Memanfaatkan yoghurt sebagai penambah populasi bakteri asam laktat dalam proses pembuatan fermentasi ikan mas.

(19)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Mas (Cyprinius carpio)

Ikan mas merupakan jenis ikan yang telah banyak dibudidayakan secara luas di Indonesia. Bentuk badan ikan mas agak memanjang dan pipih ke samping. Mulut ikan berada di ujung tengah, lunak dan dapat disembulkan. Jari-jari sirip punggung yang kedua mengeras, seperti gergaji, sedangkan letak kedua sirip punggung, dan perut berseberangan, tergolong ikan dengan sisik besar yang bersifat cycloid. Ikan mas merupakan pemakan segala jenis pakan. Ikan mas berkembang biak dengan bertelur, masa kawin di daerah tropis terjadi pada awal musim hujan (Subroto 2007).

Klasifikasi Ikan Mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Filum : Chodata

Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub Ordo : Cyprinoidea Famili : Cyprinidea Genus : Cyprinus

Spesies : Cyprinus caprio L

Gambar 1 Ikan Mas (Cyprinus carpio)

(20)

deras. Perkembangan teknik budidaya, didukung dengan berkembangnya pengetahuan tentang kualitas pakan dan kecepatan tumbuhnya (Lovel et al. 1974).

Ikan mas merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidaya dan telah dikenal luas oleh masyarakat di Indonesia sebagai ikan untuk dikonsumsi. Komponen utama yang terdapat pada daging ikan adalah air, protein, dan lemak. Komponen ini bervariasi tergantung jenis ikan, umur ikan, ukuran ikan dan musim penangkapan. Kandungan air di dalam ikan segar berkisar 60-84%, lemak 0,1-22%, protein 15-24% dan mineral 1-2% (Clucas 1981).

Ikan mas dipasarkan dalam keadaan hidup atau dalam bentuk olahan. Pengolahan ikan biasanya dilakukan mulai dari ikan hidup hingga siap dikonsumsi. Ikan mas diolah menjadi bahan makanan, seperti dibakar, digoreng maupun direbus atau dihidangkan dalam bentuk sop ikan. Ikan mas dapat diolah dan diawetkan dengan cara fermentasi seperti bekasam.

2.2 Fermentasi Ikan

Fermentasi secara teknik dapat didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi anaerobik atau parsial anaerobik dari karbohidrat dan menghasilkan alkohol dan beberapa asam. Substrat pada proses fermentasi dapat berupa protein dan lemak. Di dalam pengawetan pangan terdapat tiga jenis fermentasi yang nyata yaitu fermentasi alkohol, asam laktat dan asam asetat dengan gula sebagai substrat. Pengaktifan fermentasi asam laktat dapat dilakukan dengan penambahan garam yang memungkinkan hanya bakteri asam laktat yang berkembang lebih baik (Muchtadi 2008).

Fermentasi ikan secara traditional merupakan kearifan lokal masyarakat negara Asia Tenggara termasuk Indonesia (Saisithi 1994). Proses fermentasi ikan dapat mengawetkan ikan sehingga mampu menjaga dan meningkatkan kesinambungan ketersediaan ikan sebagai sumber protein murah bagi masyarakat lokal. Keuntungan dari pengolahan ikan secara traditional adalah mudah diterima konsumen, murah, mudah pengolahannya, aman dan terjadi peningkatan kualitas nutrisi.

(21)

tranformasi yang menghasilkan suatu produk dengan bentuk dan sifat yang sama sekali berbeda dari keadaan awalnya, seperti halnya dalam memproduksi terasi dan kecap ikan; (2) Proses fermentasi yang menghasilkan senyawa-senyawa, yang memiliki kemampuan atau daya awet dalam produk yang tersebut, misalnya dalam pembuatan ikan peda (Adawyah 2007).

Produk ikan fermentasi diproduksi melalui hidrolisis material yang ada pada ikan dengan autolisis dan aksi mikroorganisme. Karakteristik bau dari produk ikan fermentasi merupakan hasil dari aktivitas enzimatis dan mikrobiologi pada daging ikan dengan adanya garam. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses produk ikan fermentasi adalah (a) mikroorganisma yang terdapat pada ikan dan garam, (b) aktivitas proteolitik enzim pada ikan, (c) kondisi produk yang digunakan pada proses fermentasi, (d) ada atau tidaknya oksigen, (e) status nutrisi ikan, (f) suhu, (g) pH campuran fermentasi, (h) adanya isi perut atau enzim dari tanaman, (i) ketersediaan dan konsentrasi karbohidrat, dan (j) lama proses fermentasi. Teknik untuk meningkatkan kecepatan fermentasi, di antaranya adalah (a) menggunakan suhu lebih tinggi, (b) menambahkan enzim, (c) menambahkan bakteri, dan (d) menambahkan asam (Wheaton dan Lawson 1985 diacu dalam Irianto 2008)

Produk ikan fermentasi umumnya dapat dihasilkan dengan melibatkan bakteri asam laktat dari berbagai spesies (Saisithi 1994). Produk ikan fermentasi yang dikenal di Indonesia sangat bervariasi namun dapat dikelompokan kedalam dua kelompok yaitu produk fermentasi ikan dan garam dan produk fermentasi ikan, karbohidrat dan garam. Produk fermentasi ikan dan garam diantaranya adalah ikan peda, jambal roti, terasi, kecap ikan, ikan tukai dan bekasang. Sedangkan ikan hasil fermentasi ikan, karbohidrat dan garam adalah bekasam, picungan, cincalok, naniura dan pudu (Irianto 2008).

2.3 Bekasam

(22)

berkembang secara spontan sehingga kualitas bekasam yang dihasilkan bervariasi (Candra et al. 2007).

Produk bekasam telah dikenal masyarakat di beberapa daerah di Indonesia. Pada awalnya bekasam dikenal di wilayah muara Bengawan Solo dan Surabaya (Irianto 2008). Bekasam dikenal pula di daerah Jawa Tengah dan Sumatra Selatan (Adawyah 2007). Namun sekarang pembuatan bekasam telah dikenal oleh masyarakat Jawa Tengah, Jawa Barat khususnya di Indramayu, Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah. Di Kalimantan Tengah produk serupa dikenal sebagai wadi dan di Pelembang Sumatera Selatan dikenal dengan ikan pede (Saisithi 1994).

Ikan air tawar merupakan bahan baku yang banyak digunakan dalam menghasilkan bekasam. Namun ikan laut pun seperti bandeng dapat digunakan sebagai bahan pembuatan bekasam. Bekasam mempunyai cita rasa asin asam yang khas. Rasa asin dihasilkan pada saat proses penggaraman yang dilakukan pada awal pengolahan, sedangkan rasa asam dihasilkan dari proses fermentasi sumber karbohidrat yang ditambahkan selama fermentasi. Contoh bekasam ikan bandeng (Chanos chanos) yang dipasarkan di Pasar Tradisional Higienis di kota Indramayu ditunjukkan dalam Gambar 2.

Gambar 2 Bekasam ikan bandeng (Chanos chanos) yang dipasarkan di Pasar Tradisonal Higienis di kota Indramayu, Jawa Barat.

a) Teknik pembuatan bekasam

(23)

bekasam adalah ikan mas, lele, bader, nila mujahir (Irianto 2008). Di daerah Indramayu Jawa Barat ditemukan bekasam ikan bandeng.

Pada proses pembuatan bekasam diperlukan garam dan sumber karbohidrat. Garam digunakan pada proses penggaraman yang dilakukan pada awal proses pembuatan bekasam sebelum proses fermentasi. Sumber karbohidrat ditambahkan pada awal atau akhir proses fermentasi. Saisithi (1994) menyatakan bahwa penambahan karbohidrat bertujuan untuk mendapatkan aroma tertentu, menyerap kelebihan kadar air, dan menghindari terjadinya kelengketan antara ikan hasil olahan. Karbohidrat digunakan sebagai sumber energi oleh bakteri asam laktat yang berkembang selama fermentasi, sehingga dapat mempercepat pertumbuhan bakteri tersebut. Sumber karbohidrat yang banyak digunakan adalah nasi, tape ketan, tepung beras sangrai, gula dan ada juga yang menggunakan dedak sebagai pengganti nasi.

Bekasam memiliki cara pembuatan yang bervariasi, namun secara prinsip pembuatan bekasam diawali dengan pemotongan dan pembersihan ikan dari isi perut, penggaraman, diikuti dengan fermentasi ikan dengan menambahkan sumber karbohidrat dan sumber bakteri asam laktat. Pada awal pembuatan bekasam, ikan segar dipotong kemudian dibuang isi perut, insang dan sisiknya. Ikan selanjutnya dibelah dan dicuci dengan air bersih. Ikan yang telah bersih direndam dalam air garam 16% atau dilumuri dengan garam maksimum 20% dari berat segar selama 24-48 jam. Larutan garam perendam atau garam harus dapat merendam atau menutupi seluruh bagian ikan sehingga tidak ada bagian ikan yang kontak dengan udara luar sehingga tidak membusuk (Irianto 2008).

(24)

minggu bahkan bisa lebih lama lagi, tergantung pada cita rasa bekasam yang dihasilkan. Proses fermentasi yang dilakukan masyarakat hanya 2-3 hari (Irianto 2008).

Pada proses pembuatan bekasam oleh masyarakat pada umumnya tidak menggunakan sumber asam laktat secara khusus. Namun kualitas bekasam yang konsisten dapat diperoleh dengan penambahan bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat misalnya Lactobacilus plantarum atau sumber bakteri asam laktat lainnya dapat ditambahkan pada awal proses fermentasi. Bakteri asam laktat dapat diperoleh dari asinan sawi dan kubis. Penambahan asam laktat dari sumber tersebut meningkatkan jumlah bakteri asam laktat dan bakteri anaerob pada awal fermentasi dan menyebabkan peningkatan jumlah koloni jenis mikroba tersebut (Murtini et al. 1997).

Selama proses fermentasi berjalan secara anaerobik, bakteri asam laktat berkembang dengan menggunakan karbohidrat yang ditambahkan dan nutrien lainnya yang terlarut di dalam media tersebut. Bakteri asam laktat menguraikan karbohidrat khususnya pati menjadi molekul gula sederhana dan selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan dalam proses fermentasi dapat meresap ke dalam jaringan tubuh ikan dan mengasamkan seluruh bahan yang difermentasi dan mengawetkannya. Produk fermentasi menimbulkan rasa asam sehingga produk fermentasi menghasilkan cita rasa asin asam dan aroma yang khas.

Fermentasi asam laktat diakibatkan aktivitas bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bakteri asam laktat homofermentatif dan bakteri asam laktat heterofermentatif. Bakteri asam laktat homofermentatif dapat mengubah 95% glukosa atau heksosa lainnya menjadi asam laktat. Bakteri asam laktat heterofermentatif mengubah glukosa dan heksosa lainnya menjadi asam laktat, etanol, asam asetat, asam format, dan CO2 dalam jumlah yang hampir sama (Adawiyah 2007).

(25)

C6H12O6

homofermentatif

2CH3.CHOH.COOH (asam laktat)

C6H12O6 (glukosa) heterofermentatif CH3.CO.COOH + CH3COOH + CO2

(asam piruvat) (asam asetat)

3H2

CH3.CHOH.COOH (Asam laktat)

CH3CHO (asetal dehid)

CH3CH2OH (etanol)

Gambar 3 Reaksi dalam fermentasi oleh bakteri asam laktat homofermentatif dan heterofermentatif.

b) Karakteristik bekasam

Yahya et al. (1997) melaporkan bahwa selama fermentasi dari hari ke 1 sampai ke 11 terjadi kecenderungan penurunan nilai pH, total volatile base (TVB), kadar protein, kadar lemak dan kadar abu, tetapi sebaliknya terjadi kecenderungan peningkatan total asam, dan kadar air. Pada akhir fermentasi selama 7 hari protein menurun dari 10,2% menjadi 7,8%, kadar lemak menurun dari 4,2% menjadi 0,7%, pati menurun dari 6,12% menjadi 3,23%, total keasaman meningkat dari 0,2% menjadi 0,55%, pH menurun dari 5,22 menjadi 3,68 dan TVB meningkat dari 0,12% menjadi 0,15%. Peningkatan kadar air dan penurunan kadar abu selama fermentasi 7 hari tidak berpengaruh nyata sehingga masih dianggap konstan.

(26)

Tabel 1 Karakteristik kadar nutrien dan kimia bekasam ikan Mas

Bakteri asam laktat yang berkembang dalam fermentasi pembuatan bekasam umumnya adalah Lactobacillus coryneformis, Lactobacillus spp., Pediococcus sp., dan Pediococcus damnosus (Irianto 2008). Bakteri jenis Staphylococcus sp., Erysipelothrix atau Lactobacillus, dan Streptococcus sp. atau Gemella juga diduga ada pada bekasam ikan bandeng, yang difermentasi selama 2 minggu (Candra et al. 2007).

(27)

2.4 Bahan Tambahan Pembuatan Bekasam

a) Garam dapur (NaCl)

Aplikasi penggunaan garam pada produk fermentasi yaitu untuk menghambat mikroorganisme pembusuk. Garam juga berpengaruh terhadap perkembangan mikroorganisme spesies penghasil toksin yang bersifat pantogen. Pertumbuhan Salmonella spp. dapat dicegah dengan pemberian konsentrasi 6% natrium chlorida. Staphylococcus aureus mampu bertahan dengan pemberian 15% garam dan kadang pula hingga 20%, tetapi tercatat bahwa toksin dapat terbentuk hingga konsentrasi garam 5%. (Djien 1982).

Garam merupakan bahan pengawet, dimana kemurnian garam sangat mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan. Kandungan Ca dan Mg pada garam dapat menyebabkan ikan olahan menjadi berwarna putih, keras, rapuh dan rasa pahit. Selain itu keberadaan unsur tersebut menghambat penyerapan garam ke dalam daging ikan, sehingga penetrasi garam ke dalam tubuh ikan terhambat, dan menyebabkan terjadi pembusukan. Garam lebih murni mempercepat penetrasi ke dalam daging ikan sehingga tidak terjadi kebusukan. Pada penggaraman kering, untuk ikan berukuran besar, jumlah garam yang ditambahkan antara 20-30% dari berat ikan, untuk ikan berukuran sedang 15-20%, sedangkan untuk ukuran kecil 5% (Moeljanto 1992).

b) Karbohidrat

(28)

Karbohidrat dapat berfungsi sebagai sumber energi bagi bakteri asam laktat. Penambahan karbohidrat akan membuat lingkungan yang baik bagi pertumbuhan bakteri tersebut. Selama fermentasi, karbohidrat akan diuraikan menjadi senyawa-senyawa yang sederhana seperti, asam laktat, asam asetat, asam propionat dan etil alkohol. Senyawa-senyawa ini yang menyebabkan rasa asam pada produk dan dapat berfungsi sebagai pengawet (Rahayu et al. 1992).

c) Bakteri asam laktat

Bakteria asam laktat (BAL) merupakan bakteri fermentatif yang dapat menfermentasi karbohidrat menjadi asam laktat. Bakteri asam laktat ini merupakan kelompok bakteri Gram positif yang tidak membentuk spora, sel berbentuk batang atau bulat, baik tunggal berpasangan, atau berantai, kadang-kadang berbentuk tetrad. Bakteri yang termaksud bakteri asam laktat yaitu. Streptococcus,Pediococcus, Leucnostoc dan Lactobacillus (Banwart 1983).

Bakteri asam laktat secara alamiah banyak ditemukan dalam bahan pangan. Bakteri asam laktat secara luas terdistribusi pada susu, daging segar, sayuran serta produk-produknya. Penggunaan bakteri asam laktat sebagai kultur starter dalam produksi daging fermentasi, produk-produk susu serta sayuran dan buah-buahan adalah salah satu metode pemprosesan pangan tertua yang digunakan untuk menstabilkan produk-produk pangan tersebut hingga diperoleh cita rasa yang spesifik. Bakteri asam lakat juga disebut sebagai biopreservatif karena berkontribusi dalam menghambat pertumbuhan bakteri lain khususnya patogen

dan mampu membawa dampak positif bagi kesehatan manusia (Smid dan Gorris 2007).

c) Yoghurt

(29)

Yoghurt dibuat dengan memasukkan bakteri spesifik ke dalam susu di bawah temperatur dan kondisi lingkungan yang dikontrol. Yoghurt atau susu terkoagulasi (mengental), diperoleh dari fermentasi asam laktat melalui aktifitas bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Kerja bakteri asam laktat memfermentasikan susu dapat meningkatkan kandungan gizi yoghurt, di antaranya vitamin B1 (tiamin), vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3 (niasin), vitamin B6 (piridoksin), asam folat, asam pantotenat, dan biotin.

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk yoghurt yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional tahun 1992 dengan nomor SNI 01-2981-1992 yoghurt dengan kualitas yang baik memiliki total asam laktat sekitar 0,5 - 2,0% dan kadar air maksimum 88% (BSN 1992). Sedangkan derajat keasaman (pH) yang sebaiknya dicapai oleh yoghurt yaitu 4,4-4,5, diikuti dengan terbentuknya flavor yang khas disebabkan terbentuknya asam laktat, asam asetat, asetaldehid, diasetil dan senyawa volatile lain (Widodo 2003).

Tabel 2 Kriteria dan Persyaratan Standar Mutu Yoghurt, SNI 01-2981-1992

Kriteria Uji Persyaratan

Keadaan:

Penampakan Cairan kental sampai semi padat

Bau Normal/khas

Rasa Asam/khas

Konsestensi Homogen

Lemak Maksimum 3,8%, berat/berat (b/b)

Bahan kering tanpa lemak Minimum 2%, b/b

Protein (N x 6,37) Minimum 3,5%, b/b

Flavor khas yoghurt disebabkan adanya asam laktat dan sisa-sisa

(30)

bulgaricus akan mengubah laktosa menjadi asam laktat. Bakteri ini bersifat termodurik dan homofermentatif, dengan suhu optimum untuk pertumbuhannya sekitar 45oC (Wahyudi 2006).

Lactobacillus bulgaricus yang berada dalam yoghurt merupakan bakteri Gram positif, dengan karakteristik membentuk koloni dengan diameter 1-3 μm, tumbuh pada 45oC, tidak berspora, katalase negatif dan bersifat termodurik. Lactobacillus bulgaricus termasuk Termobacterium grup serologi E. Memiliki kemampuan memfermentasi laktosa dan selabiosa, tetapi tidak maltosa dan manitol, selain itu memerlukan beberapa vitamin dalam pertumbuhannya (Robinson 2002).

Streptococcus thermophilus yang biasa digunakan dalam menghasilkan yoghurt dibedakan dari genus Streptococcus lainnya berdasarkan pertumbuhan

pada suhu 45oC dan tidak dapat tumbuh pada 10oC (Tamime 2005). Streptococcus thermophilus adalah bakteri berbentuk kokus

(31)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2010 hingga bulan Oktober 2010. Pembuatan ikan mas fermentasi dilakukan di Laboratorium Formulasi dan Diversifikasi Hasil Perairan, Teknologi Hasil Perairan (THP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Uji organoleptik ikan mas fermentasi dilakukan di Laboratorium Organoleptik Hasil Perairan. Analisis sampel penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi THP.

3.2 Bahan dan Alat

Ikan fermentasi pada penelitian ini dibuat menggunakan bahan baku ikan mas (Cyprinus carpio), yang dibeli dalam keadaan segar dari Pasar Ciluar, Bogor. Bahan tambahan yang digunakan yaitu garam, plain yoghurt (yoghurt murni). Bahan tambahan untuk penggorengan yaitu minyak goreng. Bahan analisis mikrobiologi yang digunakan yaitu de Man Rogosa Shape Agar (MRSA), aquades. Bahan analisis kimia yang digunakan yaitu aquades, buffer 4, buffer 7, n-hexana, KH2PO4, HCL 0,1 N, H2SO4 pekat teknis, NaOH 40%, AgNO3 0,1N, K2CrO4 5%, dan H3BO3 4%.

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan ikan mas fermentasi yaitu baskom plastik, pisau, talenan, plastik polietilen, sealer, toples plastik, timbangan, kompor, wajan, spatula. Peralatan untuk analisis mikrobiologi adalah timbangan digital, gelas erlenmeyer, penangas air, kapas, cawan petri, alumunium foil, tabung reaksi, bunsen, pipet, autoclave, incubator bersuhu 370C. Peralatan untuk analisis kimia yaitu cawan porselin, blender, alat destilasi, pipet, gelas erlenmeyer, buret, gelas ukur, timbangan, soxhlet, tabung Kjeldahl, Kjeldahl system, desikator, penjepit, tanur, dan oven.

3.3 Metode Penelitian

(32)

30% dan 45% dari bobot ikan segar), penambahan nasi (0% dan 15% dari bobot ikan segar), dan lama pemeraman (0, 3 dan 6 hari). Ikan fermentasi hasil perlakuan diuji secara organoleptik dengan meliputi karakteristik sensori (penampakan, warna, aroma, rasa dan tekstur). Hasil uji organoleptik diuji secara statistika menggunakan analisis nonparametrik uji Kruskal Wallis dengan pola perlakuan 2 x 3 x 2 x 3. Jika hasil uji Kruskal Wallis berbeda nyata maka

dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Dunn (Daniel 1990; Steel and Torry 1993) dan uji Bayes (Marimin 2004) untuk menentukan satu

perlakuan terbaik. Tahap ketiga adalah pengujian karakteristik kimia dan mikrobiologi dari ikan fermentasi yang dipilih (ikan fermentasi dengan nilai sensori terbaik).

3.3.1 Pembuatan yoghurt

Pembuatan yoghurt bertujuan untuk menyediakan sumber bakteri asam laktat dalam pembuatan ikan fermentasi. Yoghurt yang digunakan dalam penelitian difermentasi selama 24 jam. Total koloni bakteri asam laktat pada yoghurt yang digunakan dievaluasi untuk memastikan keberadaan bakteri asam laktat yang dikandungnya. Pengujian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

(33)

yoghurt ditunjukkan pada Gambar 4. Segera setelah fermentasi berakhir yoghurt segera disimpan dalam refrigerator sampai digunakan.

Yoghurt hasil pemeraman yang tersimpan dalam refrigerator, siap digunakan sebagai bahan penambah bakteri asam laktat dalam pembuatan ikan mas fermentasi. Saat penggunaan yoghurt untuk pembuatan ikan fermentasi, sampel yoghurt diambil untuk pengukuran pH dan total bakteri asam laktat. Nilai pH dan perhitungan total bakteri asam laktat (BAL) yoghurt, dapat memberikan gambaran perubahan nilai pH dan total BAL sejak sebelum dan setelah dilakukan penambahan pada ikan yang di fermentasi.

Gambar 4 Alur proses pembuatan yoghurt yang digunakan sebagai sumber bakteri asam laktat dalam penelitian pembuatan ikan fermentasi.

3.3.2 Pembuatan ikan mas fermentasi

Ikan yang digunakan merupakan ikan hidup yang dibeli di pasar tradisional Ciluar, Bogor. Ikan yang digunakan dalam pembuatan ikan fermentasi memiliki ukuran per ekor 130 ± 18 gram. Pada awal preparasi, ikan dimatikan, disisik.

Pemanasan hingga 800C selama 5-10 menit

Pendinginan hingga suhu menurun mencapai ± 400C

Penambahan starter yoghurt (2% dari bobot susu) (Lactobasillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus)

Pemeraman hingga 24 jam

Pengukuran pH dan total bakteri asam laktat

(34)

dibelah menjadi dua bagian tanpa terputus, insang serta isi perutnya dibuang dan selanjutnya dilakukan pencucian serta penirisan selama 30 menit.

Ikan yang telah dicuci dan ditiriskan selanjutnya diberikan perlakuan penggaraman, penambahan yoghurt dan nasi, serta pemeraman yang berbeda. Faktor-faktor perlakuan tersebut adalah penggaraman 7,5% dan 15% dari berat ikan, penambahan yoghurt 15%, 30% dan 45% dari berat ikan, penambahan nasi 0% dan 15% dari bobot ikan, dan lama fermentasi 0, 3 dan 6 hari.

Ikan yang telah dibelah, dicuci dan ditiriskan, dibagi menjadi dua kelompok perlakuan secara acak. Satu kelompok ikan dicampur dengan garam 7,5% dan satu kelompok lainnya dicampur dengan garam 15 % dari bobot ikan. Ikan yang telah digarami dalam baskom plastik, dibiarkan selama 2 jam dalam kondisi suhu ruang. Ikan yang telah digarami dibilas dengan air. Pembilasan dilakukan dengan mengalirkan air pada tubuh ikan, kemudian ditiriskan kembali selama 30 menit. Setiap ekor ikan yang telah ditiriskan dari kelompok penggaraman yang berbeda, kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam kantong plastik ukuran 15 x 30 cm. Ikan dalam plastik, kemudian ditambah yoghurt sebanyak 15%, 30%, atau 45% dari bobot ikan. Selanjutnya ikan yang telah mendapat yoghurt ditambah nasi sebagai sumber karbohidrat sebanyak 0% atau 15% dari bobot ikan. Ikan yang mendapat tambahan yoghurt dan nasi diaduk dengan cara diremas-remas sehingga yoghurt dan nasi tercampur merata. Setiap ikan baik yang tidak maupun yang telah tercampur yoghurt dan nasi diberi label sesuai perlakuan. Kemudian ikan diperam dalam suhu ruang selama 0, 3 atau 6 hari. Prosedur pembuatan ikan fermentasi dan perlakuannya dapat dilihat pada Gambar 5.

Prosedur penelitian pembuatan ikan fermentasi dimulai dengan kelompok perlakuan yang diperam selama 6 hari. Tiga hari kemudian dilakukan perlakuan pembuatan ikan fermentasi pada ikan yang diperam selama 3 hari. Pada hari ke 6 dilakukan perlakuan pembuatan ikan fermentasi pada ikan yang diperam selama 0 hari.

(35)

berwarna kuning kecoklatan. Ikan yang telah digoreng ditempatkan pada piring yang telah diberi kode sesuai perlakuan untuk dilakukan uji organoleptik.

Gambar 5 Pembuatan fermentasi ikan mas dengan perlakuan penggaraman, penambahan yoghurt dan nasi serta lama pemeraman yang berbeda (Modifikasi dari Sumardi 2008).

Penyisikan (membuang sisik)

Pencucian dan penirisan (30 menit)

Penggaraman (7.5% atau 15% garam)

Pemeraman selama 2 jam

Pencucian, dengan mengalirkan air

Penirisan (30 menit) dan penimbangan Pembelahan ikan menjadi dua

bagian, tanpa diputus dan pembuangan isi perut serta insang

Pemeraman 0, 3, 6 hari Ikan mas segar

Ikan Fermentasi Uji Organoleptik

Uji kimia dan mikrobiologi Penambahan ;

(36)

3.3.3 Uji organoleptik

Uji organoleptik bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap ikan fermentasi hasil penelitian. Pengujian secara organoleptik melibatkan 30 orang panelis semi terlatih dengan menggunakan sekala hedonik. Tingkat kesukaan atau karakteristik sensori yang dievaluasi meliputi penampakan, warna, aroma, rasa, dan tekstur dengan rentang dari amat sangat tidak suka sampai amat sangat suka dengan menggunakan sekala nilai tingkat kesukaan. Skala nilai tingkat kesukaan dalam uji kesukaan tersebut adalah sebagai berikut: 1 = amat sangat tidak suka; 2 = sangat tidak suka; 3 = tidak suka; 4 = agak tidak suka; 5 = netral; 6 = agak suka; 7 = suka; 8 = sangat suka; dan 9 = amat sangat suka.

Hasil uji organoleptik yang diperoleh ditabulasi kemudian dianalisis secara statistik dengan analisis nonparametrik menggunakan uji Kruskal-Wallis dengan pola perlakuan 2 x 3 x 2 x 3. Jika hasil uji Kruskal Wallis berbeda nyata maka

dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Dunn (Daniel 1990; Steel and Torry 1993). Pengujian statistik dilakukan dengan menghitung nilai H,

Fk, dan H’ menggunakan persamaan. Hasil analisis organoleptik kemudian dilanjutkan dengan pengujian menggunakan metode bayes. Metode bayes digunakan untuk menetapkan satu perlakuan terbaik, untuk digunakan dalam kajian kimiawi dan mikrobiologi dari ikan fermentasi.

3.3.4 Pemilihan kombinasi perlakuan terbaik dengan metode bayes

(37)

Nilai kepentingan karakteristik sensori ikan fermentasi untuk rasa diberi nilai 5, rasa dianggap parameter yang paling penting dan diuji secara objektif. Rasa diberi nilai kepentingan tertinggi dikarenakan penambahan garam, yoghurt, nasi, dan waktu pemeraman dapat sangat berpengaruh terhadap rasa dari ikan fermentasi yang dihasilkan. Sehingga penilaian tingkat kesukaan ikan fermentasi berpengaruh terhadap penilaian rasa.

Tabel 3 Karakteristik sensori ikan fermentasi sebagai parameter analisis dan nilai kepentingan

Tekstur Tekstur berhubungan dengan lama pemeraman yang dilakukan

4

Penampakan Penampakan berhubungan dengan penampilan ikan fermentasi secara keseluruhan

4

Warna Warna ikan fermentasi berhubungan dengan kesan pertama dari penampilan produk

3

Aroma Aroma ikan fermentasi berhubungan dengan bau produk dari proses fermentasi

2

Nilai kepentingan karakteristik sensori untuk tekstur dan penampakan diberi nilai 4, karena dianggap parameter sangat penting dan diuji secara objektif. Tekstur dan penampakan diberi nilai 4, dikarenakan pada proses pembuatan ikan fermentasi penambahan garam, yoghurt, nasi, dan lama pemeraman mempengaruhi perubahan tekstur dan penampakan ketika proses fermentasi berlangsung.

(38)

Nilai kepentingan karakteristik sensori untuk aroma diberi nilai 2, karena dianggap parameter cukup penting dan diuji secara objektif. Aroma diberi nilai 2, dikarenakan pada proses pembuatan ikan fermentasi diasumsikan bahwa penambahan garam, yoghurt, nasi, dan lama pemeraman masih berpengaruh terhadap aroma ikan fermentasi yang dihasilkan ketika proses fermentasi berlangsung maupun ketika penggorengan.

Bobot setiap parameter diperoleh berdasarkan manipulasi matriks (Marimin 2004). Matriks diperoleh dari perbandingan nilai kepentingan antar parameter kemudian dikuadratkan. Hasil penjumlahan setiap baris matriks dibagi dengan total penjumlahan baris matriks tersebut sehingga diperoleh nilai Eigan. Proses ini berulang sampai terdapat perbedaan nilai Eigan yang paling kecil. Nilai Eigan dari proses manipulasi matriks terakhir merupakan nilai bobot yang digunakan dalam metode bayes. Setelah perengkingan dan perhitungan, maka diperoleh nilai tertinggi yang menunjukkan produk ikan fermentasi terbaik. Berdasarkan analisis bayes tersebut, ditetapkan produk ikan fermentasi terbaik dan perlakuan yang terkait dengan produk tersebut. Perlakuan terbaik ikan fermentasi hasil analisis bayes kemudian dianalisis kimia dan mikrobiologi.

3.3.5 Analisis data

a) Rumus uji kruskal wallis dan uji dunn (Daniel 1990; Steel and Torry, 1993).

H =

12 Ri2

- 3(n+1) n(n+1) ni

Fk = 1 - ∑T

(n-1) n (n+1)

(39)

H’ =

H Fk

Keterangan : N : Banyaknya data t : ∑ data yang sama

Ni: ∑ pengamatan tiap perlakuan Ri : Rangking tiap perlakuan k : Perlakuan

Keterangan :

Ri : Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-i Rj : Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-j k : Banyaknya ulangan

N : Jumlah total data

b) Cara perhitungan metode bayes (Marimin 2004) 1) Penilaian Parameter Berdasarkan Kepentingan

Parameter Analis Nilai Kepentingan

Rasa a

tekstur b

penampakan c

Warna d

aroma e

(40)

2) Penggambaran dengan Menggunakan Pay of Matrix, berdasarkan Nilai

(41)

Hasil matrik C

N

o Matrik C Jumlah baris Nilai Bobot Parameter

1 1 1 1 1 1 Jb1 Nb Rasa

2 2 2 2 2 2 Jb2 Nb tekstur

3 3 3 3 3 3 Jb3 Nb penampakan

4 4 4 4 4 4 Jb4 Nb Warna

5 5 5 5 5 5 Jb5 Nb aroma

Total Total (Jb 1-5)

Nilai bobot didapatkan dari :

Nilai Bobot = Jumlah Baris ke-n Total Jumlah Baris

4) Nilai bobot dimasukkan dalam perlakuan penelitian sehingga didapatkan nilai terbaik

-Hasil total nilai tertinggi merupakan perlakuan yang terbaik

Keterangan :

Total Nilai I = Total nilai akhir dari alternative ke-i Nilai ij = Nilai dari alternative ke-I pada kriteria ke-j Krit j = Tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-j i = 1,2,3,…n; n = jumlah alternatif

j = 1,2,3,…m; m = jumlah kriteria

3.3.6 Analisis kimia dan mikrobiologi ikan fermentasi

Analisis kimia dan mikrobiologi dilakukan pada ikan Mas fermentasi yang dihasilkan dari kombinasi perlakuan terbaik atau rangking tertinggi pada hasil analisis Bayes. Analisis kimia meliputi pengukuran pH, kadar garam, air, abu,

Total Nilai i = ∑ Nilai ij (Krit j) J=1

(42)

protein dan lemak. Analisis kimia dilakukan pada ikan fermentasi pada hari ke 0, 3 dan 6. Pada ikan Mas segar hanya dilakukan pengukuran pH.

Analisis mikrobiologi dilakukan dengan menghitung jumlah total bakteri asam laktat pada yoghurt sebelum ditambahkan pada ikan dan pada ikan segar naupun ikan fermentasi. Sampel ikan yang digunakan utuk analisis kimia dan uji mikrobiologi adalah campuran daging dari beberapa bagian tubuh mengunakan homogenizer.

3.3.7 Prosedur analisis

a) Pengukuran nilai pH

Pengukuran pH ikan fermentasi dilakukan dengan pengambilan sempel sebanyak 20 g, sampel ikan dilarutkan dalam 50 ml aquades, dihomogenkan, kemudian pH diukur. Pengukuran pH dilakukan dengan pH meter yang sebelumnya telah dikaliberasi dengan buffer pH 4,0 dan pH 7,0.

b) Pengukuran kadar garam (AOAC 1995)

Penetapan kadar garam (NaCl) sampel dilakukan berdasarkan metode Mohr. Langkah-langkah metode tersebut adalah sebagai berikut: (1) Sebanyak 5g sampel ikan dimasukkan ke dalam cawan porselin untuk diabukan pada suhu 600 oC selama 12 jam; (2) Abu yang diperoleh dilarutkan dengan akuades sampai volumenya mencapai 100 ml dan kemudian disaring. (3) Larutan hasil penyaringan dipipet sebanyak 10 ml ke dalam beaker glass 50 ml, kemudian ditambahkan 3 ml K2CrO4 (kalium khromat) 5%. (4) Larutan dalam beaker glass dititrasi dengan larutan perak nitrat (AgNO3) 0,2 N. (5) Titik akhir titrasi tercapai setelah terbentuk endapan perak khromat (Ag2CrO2) yang berwarna oranye atau jingga.

Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar NaCl yaitu:

Keterangan: Volume AgNO3 adalah jumlah perak nitrat yang dibutuhkan dalam titrasi (ml), normalitas AgNO3 adalah 0,1 dari faktor pengencer sebesar 10.

(43)

c) Pengukuran kadar air (AOAC, 1995)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan pengambilan sempel ikan sebanyak 5 g. Sempel dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C selama 16 jam hingga beratnya konstan. Setelah pengeringan cawan dimasukkan ke dalam desikator dan beratnya ditimbang.

d) Pengukuran kadar abu (AOAC, 1995)

Pengukuran kadar abu dilakukan dengan pengambilan sampel ikan sebanyak 2-3 g. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan porselin, kemudian dioven selama 30 menit pada suhu 105 oC. Setelah itu sampel dalam cawan dimasukkan ke dalam tanur 500-550 oC selama 4-5 jam. Setelah pengabuan, sampel dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang. Rumus perhitungan kadar abu ikan adalah:

e) Pengukuran kadar protein (AOAC, 1995)

(44)

Protein (%) = 6,25 x % Nitrogen

f) Pengukuran kadar lemak (AOAC, 1995)

Pengukuran kadar lemak ikan dilakukan dengan pengambilan sampel sebanyak 2,5-5,0 g dimasukkan ke dalam selongsongan lemak, lalu diletakkan di dalam soxhlet. Sementara itu dimasukkan petroleum eter ke dalam labu lemak yang telah ditimbang. Kemudian dilakukan ekstraksi selam 16 jam. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi, lalu labu dikeringkan di dalam oven 1050C. Kadar lemak ditentukan dengan rumus:

Kadar lemak = Berat labu akhir (g) – Berat labu awal (g) x 100% Berat sampel (g)

3.3.8 Total bakteri asam laktat

Total bakteri asam laktat dihitung berdasarkan metode yang dijelaskan Fardias (1989). Tahap awal perhitungan total bakteri asam laktat dilakukan dengan pengenceran 10 g sampel pada 90 ml garam fisiologis sebagai pengencer. Kemudian sampel yang telah diencerkan dipipet sebanyak 1 ml ke dalam tabung reaksi dan cawan petri yang telah disterilkan. Kemudian dihomogenkan, setelah homogen dipipet sebanyak 1 ml, ditambah 9 ml akuades untuk pengenceran 10-1, pengenceran 10-2 dipipet sebanyak 1 ml dari pengenceran 10-1 ditambah 9 ml akuades. Tingkat pengenceran dilakukan sesuai yang dikehendaki. Penghitungan total bakteri asam laktat dilakukan dengan dua kali ulangan. Media yang digunakan media MRSA sebanyak 10 ml dan 1 ml contoh pada cawan petri. Inkubasi pada suhu 37oC selama 2 hari. Kemudian dilakukan perhitungan jumlah total bakteri asam laktat. Rumus perhitungan total bakteri atau total plate count (TPC) adalah sebagai berikut:

Total Bakteri

(cfu/g) = jumlah koloni per cawan x

1

(45)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Yoghurt

Nilai pH yoghurt yang digunakan pada penelitian pembuatan ikan fermentasi adalah 3,46. Sedangkan total bakteri asam laktat yoghurt tersebut adalah 4,8 x 106 cfu/g. Karakteristik yoghurt yang digunakan sebagai sumber bakteri asam laktat dalam pembuatan ikan fermentasi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Karakteristik yoghurt yang digunakan sebagai sumber bakteri asam laktat dalam pembuatan ikan fermentasi pertumbuhan mikroorganisme penghasil toksin (Irianto 2008). Kombinasi pH rendah dan asam organik terutama asam laktat adalah faktor pengawetan dalam produk fermentasi ikan. Umumnya, pH 5-4,5 mampu menghambat perkembangan bakteri patogen dan bakteri pembusuk (Muller 2001). Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kecepatan fermentasi, diantaranya adalah menggunakan suhu lebih tinggi, menambahkan enzim, menambahkan bakteri, dan menambahkan asam (Wheaton dan Lawson 1985). Sehingga yoghurt dapat digunakan sebagai penambah bakteri asam laktat dan asam pada pembuatan fermentasi ikan mas, dalam meningkatkan kecepatan fermentasi.

4.2 Hasil Organoleptik Karakterisasi Sensori Ikan Fermentasi

(46)

penelitian ini adalah penampakan, warna, aroma, rasa dan tekstur. Perlakuan garam, yoghurt, nasi, dan lama pemeraman berpengaruh nyata terhadap hasil organoleptik. Hasil uji lanjut Dunn terhadap karakteristik sensori, menunjukkan perbedaan yang nyata untuk setiap perlakuan (lampiran 4).

4.2.1 Penampakan ikan mas fermentasi

Karakteristik sensori penampakan ikan mas fermentasi terkait dengan perlakuan garam, yoghurt, nasi dan lama pemeraman, dinilai melalui penglihatan mata. Penilaian penampakan berkorelasi dengan persepsi tekstur dan aroma (Apriyantono 1989). Penilaian penampakan diberikan melalui seluruh sensori, dan biasanya penilai atau konsumen produk perikanan lebih menyukai penampakan yang menarik. Nilai tingkat kesukaan hasil uji organoleptik penampakan ikan fermentasi dapat dilihat pada Gambar 6.

Penampakan ikan fermentasi mempunyai tingkat kesukaan yang berkisar antara 3,40 (tidak disukai) dan 7,00 (disukai) dari skala tingkat kesukaan maksimum 9 (amat sangat disukai). Rataan dan standar deviasi tingkat kesukaan terhadap penampakan adalah 5,95±0,87 atau dengan nilai koefisien variasi 6,86 %. Nilai koefisien variasi 6,86 % menggambarkan tingkat kesukaan terhadap penampakan fermentasi ikan mas bervariasi sesuai dengan tingkat penambahan garam, yoghurt, nasi dan lama pemeraman. Variasi yang terjadi pada penampakan ikan fermentasi dipengaruhi oleh perlakuan tersebut.

Hasil uji kruskal wallis dan Dunn menunjukkan bahwa perlakuan garam, yoghurt, nasi yang ditambahkan dan lama pemeraman pada ikan fermentasi berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap penampakan dan terdapat perbedaan nyata penampakan antar perlakuan (Gambar 6). Berdasarkan pengelompokkan lama pemeraman yang sama, pada awal fermentasi hari ke-0 untuk semua perlakuan garam 7,5% dan 15% (A100, A110, A200, A210; B100, B110, B200, B210; C110, C200, C210) tidak berbeda nyata.

(47)

dengan penggaraman 15% (A203, A213; B203, B213, C203, C213), kecuali pada perlakuan C213 (garam 15%, yoghurt 45%, nasi 15%, hari ke-3) berbeda nyata dengan perlakuan A203 (garam 15%, yoghurt 15%, nasi 0%) dan A213 (garam 15%, yoghurt 15%, nasi 15%). Hal ini berarti bahwa pada perlakuan penggaraman yang sama 15% dan lama pemeraman 3 hari, penambahan yoghurt 15% dan 45% memiliki pengaruh berbeda, dimana pada perlakuan C213 penampakan kurang disukai dibandingkan perlakuan A203 dan A213.

Keterangan:

G = garam (%); Y= yoghurt (%); N = nasi (%) H= hari pemeraman Kode perlakuan:

A100 = G7,5; Y15; N0; H0 C100 = G7,5; Y45; N0; H0 B200 = G15; Y30; N0; H0 A103 = G7,5; Y15; N0; H3 C103 = G7,5; Y45; N0; H3 B203 = G15; Y30; N0; H3 A106 = G7,5; Y15; N0; H6 C106 = G7,5; Y45; N0; H6 B206 = G15; Y30; N0; H6 A110 = G7,5; Y15; N15; H0 C110 = G7,5; Y45; N15; H0 B210 = G15; Y30; N15; H0 A113 = G7,5; Y15; N15; H3 C113 = G7,5; Y45; N15; H3 B213 = G15; Y30; N15; H3 A116 = G7,5; Y15; N15; H6 C116 = G7,5; Y45; N15; H6 B216 = G15; Y30; N15; H6 B100 = G7,5; Y30; N0; H0 A200 = G15; Y15; N0; H0 C200 = G15; Y45; N0; H0 B103 = G7,5; Y30; N0; H3 A203 = G15; Y15; N0; H3 C203 = G15; Y45; N0; H3 B106 = G7,5; Y30; N0; H6 A206 = G15; Y15; N0; H6 C206 = G15; Y45; N0; H6 B110 = G7,5; Y30; N15; H0 A210 = G15; Y15; N15; H0 C210 = G15; Y45; N15; H0 B113 = G7,5; Y30; N15; H3 A213 = G15; Y15; N15; H3 C213 = G15; Y45; N15; H3 B116 = G7,5; Y30; N15; H6 A216 = G15; Y15; N15; H6 C216 = G15; Y45; N15; H6

(48)

Perlakuan kadar garam pada lama pemeraman 3 hari, menyebabkan perbedaan nyata pada perlakuan A113 (garam 7,5%, yoghurt 15%, nasi 15%) dengan A203 (garam 15%, yoghurt 15%, nasi 0%), A213 (garam 15%, yoghurt 15%, nasi 15%) dan B203 (garam 15%, yoghurt 30%, nasi 0%). Peningkatan kadar yoghurt pada perlakuan C103 (garam 7,5%, yoghurt 45%, nasi 0%) menyebabkan perbedaan nyata dengan perlakuan A203, A213, dan B203. Tetapi pada kadar garam yang sama dan peningkatan kadar yoghurt pada A113 dan C103 tidak menyebabkan perbedaan nyata. Rata-rata nilai kesukaan terhadap penampakan pada perlakuan A113 dan C103 lebih rendah dibandingkan pada perlakuan A203, A213, dan B203 (Gambar 6). Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan garam 15% lebih dapat meningkatkan penampakan dari pada garam 7,5%.

Umumnya pada perlakuan lama pemeraman 6 hari, pada perlakuan dengan penggaraman yang sama 7,5%, penambahan yoghurt dan nasi (A106, A116; B106, B116; C106, C116) tidak menyebabkan perbedaan (Gambar 6), kecuali perlakuan C116 (garam 7,5%, yoghurt 45%, nasi 15%) berbeda nyata dengan perlakuan A106 (garam 7,5%, yoghurt 15%, nasi 0%) dan B106 (garam 7,5%, yoghurt 30%, nasi 0%). Perlakuan C116 memiliki nilai rata-rata penampakan lebih rendah dibandingkan A106 dan B106. Penambahan nasi pada perlakuan C116 menurunkan tingkat kesukaan terhadap penampakan.

Umumnya pada perlakuan lama pemeraman 6 hari, perlakuan penggaraman 15%, penambahan yoghurt dan nasi (A206, A216, B206, B216, C206, C216) tidak berbeda nyata, kecuali pada perlakuan B206 (garam 15%, yoghurt 30%, nasi 0%) berbeda nyata dengan perlakuan B216 (garam 15%, yoghurt 30%, nasi 15%) dan C206 (garam 15%, yoghurt 45%, nasi 0%). Perbedaan perlakuan B206 dengan B216 berbeda nyata pada penambahan nasinya, sedangkan antara perlakuan B206 dengan C206 perbedaan nyata terlihat pada peningkatan kadar yogurtnya. Perlakuan B206 lebih disukai karena memiliki rata-rata nilai kesukaan terhadap penampakan yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan B216 dan C206.

(49)

kombinasi perlakuan ikan fermentasi tanpa dan dengan penambahan nasi. Penggunaan nasi pada pembuatan ikan fermentasi, dapat menyediakan sumber karbohidrat atau sumber nutrisi bagi bakteri asam laktat. Menurut Muller (2001), peran utama bakteri asam laktat adalah memfermentasi karbohidrat yang tersedia dan menyebabkan penurunan pH. Sehingga lamanya pemeraman, penambahan yoghurt dan nasi menyebabkan perubahan penampakan pada ikan fermentasi.

Yoghurt dapat memiliki total asam laktat 0,5 - 2,0% dengan pH 4,4-4,5 (BSN 1992). Jumlah asam dan populasi bakteri yang tinggi dapat menyebabkan jaringan banyak mengalami hidrolisis sehingga ikan fermentasi menjadi lebih lunak dan pada saat penggorengan mengalami kerusakan dan menyebabkan nilai penampakan yang menurun. Di dalam pengawetan pangan terdapat tiga jenis fermentasi yaitu fermentasi alkohol, asam asetat dan asam laktat. Pada semua proses fermentasi tersebut bakteri mempergunakan karbohidrat sebagai substrat. Bakteri asam laktat terseleksi untuk berkembang dengan adanya garam (Muchtadi 2008). Walaupun proses fermentasi menggunakan karbohidrat namun bakteri menggunakan komponen jaringan ikan lainnya sepeti nitrogen dan mineral. Pemanfaatan substrat dalam tubuh ikan selama fermentasi, dapat menyebabkan perubahan penampakan pada ikan. Kombinasi perlakuan dapat pula menyebabkan penguraian ikan lebih cepat sehingga menurunkan nilai penampakan ikan fermentasi ketika digoreng.

4.2.2 Warna ikan mas fermentasi

Produk perikanan merupakan bahan yang sangat mudah rusak dan mengalami perubahan warna jika tersimpan dalam suhu kamar. Warna mempunyai peran yang sangat penting dalam evaluasi kualitas produk perikanan, karena warna memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam produk tersebut. Karakteristik sensori warna merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kesukaan konsumen terhadap produk perikanan.

(50)

enak dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno 2008).

Warna ikan fermentasi dinilai dengan penglihatan mata. Warna ikan fermentasi sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh interaksi perlakuan garam, yoghurt, nasi dan lama pemeraman. Nilai tingkat kesukaan hasil uji organoleptik warna ikan fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7. Warna ikan mas fermentasi mempunyai nilai kesukaan yang berkisar 4,10 (agak tidak disukai) dan 6,70 (disukai) dari skala nilai tingkat kesukaan maksimum 9 (amat sangat disukai). Rataan nilai tingkat kesukaan terhadap warna adalah 5,79±0,62 atau dengan nilai koefisien variasi 9,37%.

Perlakuan penambahan garam, yoghurt, nasi dan lama pemeraman pada ikan fermentasi menyebabkan perbedaan nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan pada warna. Beda nyata antar perlakuan dapat dilihat dari hasil uji lanjut Dunn (Gambar 7). Pembacaan beda nyata antar perlakuan dapat dilihat per kelompok berdasarkan lama pemeraman yang sama. Pada hari ke-0 sebelum fermentasi, penggaraman 7,5% (A100, A110, B100, B110, C100, C110) dan 15% (A200, A210, B100, B200, B210, C200, C210) tidak berbeda nyata. Akan tetapi pada kadar garam sama, perbedaan lama pemeraman pada perlakuan C100 (garam 7,5%, yoghurt 45%, nasi 0%, hari ke-0), berbeda nyata dengan C103 (garam 7,5%, yoghurt 45%, nasi 0%, pemeraman hari ke-3). Perbedaan nyata antara perlakuan C100 dengan C103 terlihat pada lama pemeraman yang terjadi.

(51)

antara perlakuan C103 dengan A203 terlihat pada penambahan kadar garam dan kadar yoghurt yang diberikan. Perlakuan A203 memiliki nilai rata-rata kesukaan terhadap warna lebih tinggi dibandingkan perlakuan C103.

Keterangan:

G = garam(%); Y= yoghurt(%); N = nasi (%) H= hari pemeraman Kode perlakuan:

A100 = G7,5; Y15; N0; H0 C100 = G7,5; Y45; N0; H0 B200 = G15; Y30; N0; H0 A103 = G7,5; Y15; N0; H3 C103 = G7,5; Y45; N0; H3 B203 = G15; Y30; N0; H3 A106 = G7,5; Y15; N0; H6 C106 = G7,5; Y45; N0; H6 B206 = G15; Y30; N0; H6 A110 = G7,5; Y15; N15; H0 C110 = G7,5; Y45; N15; H0 B210 = G15; Y30; N15; H0 A113 = G7,5; Y15; N15; H3 C113 = G7,5; Y45; N15; H3 B213 = G15; Y30; N15; H3 A116 = G7,5; Y15; N15; H6 C116 = G7,5; Y45; N15; H6 B216 = G15; Y30; N15; H6 B100 = G7,5; Y30; N0; H0 A200 = G15; Y15; N0; H0 C200 = G15; Y45; N0; H0 B103 = G7,5; Y30; N0; H3 A203 = G15; Y15; N0; H3 C203 = G15; Y45; N0; H3 B106 = G7,5; Y30; N0; H6 A206 = G15; Y15; N0; H6 C206 = G15; Y45; N0; H6 B110 = G7,5; Y30; N15; H0 A210 = G15; Y15; N15; H0 C210 = G15; Y45; N15; H0 B113 = G7,5; Y30; N15; H3 A213 = G15; Y15; N15; H3 C213 = G15; Y45; N15; H3 B116 = G7,5; Y30; N15; H6 A216 = G15; Y15; N15; H6 C216 = G15; Y45; N15; H6

Gambar 7 Tingkat kesukaan warna ikan mas fermentasi dengan perlakuan kadar garam, yoghurt, nasi dan pemeraman

(52)

(garam 7,5%, yoghurt 30%, nasi 0%). Perbedaan nyata antara perlakuan C116 dengan perlakuan A106 dan B106 terlihat jika dilakukan penambahan kadar yoghurt dan nasi. Perlakuan C116 memiliki nilai rata-rata kesukaan terhadap warna yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan A106 dan B106.

Umumnya pada pemeraman hari ke-6 perlakuan garam yang berbeda (7,5% dan 15%), tidak menyebabkan perbedaan nyata antar perlakuan, kecuali perlakuan C116 (garam 7,5%, yoghurt 45%, nasi 15%) berbeda nyata dengan A206 (garam 15%, yoghurt 15%, nasi 0%) dan B206 (garam 15%, yoghurt 30%, nasi 15%). Perlakuan C116 terlihat beda nyata dengan A206 pada penambahan kadar yoghurt dan nasi, sedangkan perlakuan C116 terlihat berbeda nyata dengan B206 jika dilakukan penambahan yoghurt.

Pengelompokan berdasarkan lamanya pemeraman dari kombinasi perlakuan garam, yoghurt dan nasi dapat menunjukkan perbedaan kesukaan terhadap warna ikan fermentasi. Perbedaan yang terlihat pada setiap peningkatan kadar garam, yoghurt, nasi dan lama pemeraman tidak nyata. Hanya saja beda nyata terlihat pada beberapa kombinasi perlakuan ikan fermentasi pada peningkatan kadar yoghurt dan penambahan nasi.

Aplikasi penggunaan garam pada produk fermentasi yaitu untuk menghambat mikroorganisme pembusuk. Garam juga berpengaruh terhadap perkembangan mikroorganisme spesies penghasil toksin yang bersifat pantogen. Pertumbuhan Salmonella spp. dapat dicegah dengan pemberian konsentrasi 6% garam. Staphylococcus aureus mampu bertahan pada pemberian 15% garam dan kadang pula hingga 20%, tetapi tercatat bahwa toksin dapat terbentuk hingga konsentrasi garam 5%. (Djien 1982).

(53)

Ikan mas fermentasi ketika digoreng menunjukkan warna gelap atau coklat (Lampiran 2). Warna gelap yang timbul dikarenakan adanya reaksi Mailard antara gugus amino protein dengan gugus karbonil gula pereduksi (Winarno 2008). Variasi kadar asam amino bebas dan kadar gula yang memungkinkan terjadi reaksi Maillard dari ikan fermentasi yang dihasilkan pada saat penggorengan dapat berbeda tergantung pada perlakuan.

Tingginya kadar garam menyebabkan penetrasi molekul Na+ dan Cl- ke dalam jaringan ikan semakin cepat. Ion Na+ dibutuhkan oleh bakteri asam laktat sebagai salah satu pendukung faktor pertumbuhannya. Ion Cl- berikatan dengan air bebas pada bahan yang menyebabkan ketersediaan air dalam bahan berkurang sehingga air bebas yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk pertumbuhan menjadi berkurang dan menyebabkan suasana lingkungan menjadi semakin asam karena terbentuknya senyawa HCl (Valera 1986 diacu dalam Timoryana 2007).

Reaksi maillard merupakan reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat, yang sering dikendaki atau kadang menjadi tanda penurunan mutu (Winarno 2008). Hasil Semakin tinggi tingkat penguraian laktosa dan protein susu dan kemungkinan juga sebagian protein jaringan tubuh ikan, maka semakin cepat perubahan warna yang dihasilkan sehingga produk ikan fermentasi menjadi kurang menarik.

4.2.3 Aroma ikan mas fermentasi

Aroma merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi konsumen dalam menentukan pilihan makanan yang disukai. Tingkat kelezatan makanan dalam banyak hal ditentukan oleh aroma makanan tersebut. Industri pangan menganggap uji bau atau aroma sangat penting dilakukan karena hasil uji tersebut dapat dengan cepat memberikan hasil penilaian produknya disukai atau tidak disukai (Soekarto 1985).

Karakteristik sensori aroma ikan fermentasi yang dinilai melalui indra penciuman, berubah sangat nyata dengan perlakuan penambahan garam, yoghurt, nasi dan lama pemeraman (lampiran 3). Aroma ikan mas fermentasi dalam

Gambar

Gambar 3   Reaksi dalam fermentasi oleh bakteri asam laktat homofermentatif dan
Tabel 1 Karakteristik kadar nutrien dan kimia bekasam ikan Mas
Tabel 2  Kriteria dan Persyaratan Standar Mutu Yoghurt, SNI 01-2981-1992
gambaran perubahan nilai pH dan total BAL sejak sebelum dan setelah dilakukan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari latar belakang di atas, penulis memiliki gagasan untuk melakukan penelitian yang berjudul “ Kadar Protein, pH dan Jumlah Bakteri Asam Laktat Yoghurt

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan antibakteri isolat bakteri asam laktat dari tempoyak dan untuk mengetahui pengaruh antibakteri isolat bakteri

Judul penelitian : Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat Asal Fermentasi Markisa Asam (Passiflora edulis var. Sims.) Sebagai Penghasil Eksopolisakarida.. Menyatakan

Kesimpulan : Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap kadar lemak dan total bakteri asam laktat yoghurt yang ditambahkan dengan

Tujuan penelitian ini adalah isolasi bakteri asam laktat amilolitik dari fermentasi kasava pada pembuatan growol dan karakterisasi kemampuan isolat dalam produksi asam laktat

Perlakuan konsentrasi bakteri asam laktat dan lama fermentasi berpengaruh nyata (p ≤ 0,05) terhadap total asam, viskositas, skor bau asam dan volume pengembangan dari

Hasil perhitungan jumlah kepadatan bakteri asam laktat pada usus ikan Nila dengan perlakuan pemberian pakan fermentasi limbah pertanian dengan suplemen enceng gondok dan MEP

Semakin lama waktu fermentasi akan menurunkan jumlah bakteri asam laktat dan nilai pH, sehingga produk yang dihasilkan akan semakin asam.Berdasarkan dari latar