• Tidak ada hasil yang ditemukan

Umur Simpan, Aktivitas Antioksidan dan Keamanan Minuman Madu-Galohgor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Umur Simpan, Aktivitas Antioksidan dan Keamanan Minuman Madu-Galohgor"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

UMUR SIMPAN, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KEAMANAN

MINUMAN MADU-GALOHGOR

ROHADI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Umur Simpan, Aktivitas Antioksidan dan Keamanan Minuman Madu-Galohgor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

Rohadi NIM I14080073

(3)

ABSTRACT

ROHADI. Shelf Life, Antioxidant Activity and Safety of Honey-Galohgor Beverage. Supervised by KATRIN ROOSITA and SITI SA’DIAH.

The objective of this research was to analyze stability, shelf life and antioxidant activity during storage of Honey-Galohgor beverage. Temperature storage was 10°C and 25°C for two months and samples were analyzed every two weeks (0, 2nd,4th,6th and 8th week). The analysis consisted of organoleptic test (color, aroma, and taste), physical characteristic (viscosity), chemical characteristics (pH and Total Acid Titration-TAT), antioxidant activity, and total plate count of microbes (TPC). Shelf life of Honey-Galohgor beverage was determined by Arrhenius equation. The results showed that viscosity, pH, and TPC were increased, meanwhile TAT and antioxidant activity decreased during storage. Storage temperature influence (p<0.05) viscocity, antioxidant activity, and TPC. Storage period influence (p<0.05) viscosity, pH, TAT, antioxidant activity, and microbe content. Shelf life of Honey-Galohgor beverage was one year at room temperature (25°C).

(4)

RINGKASAN

ROHADI. Umur Simpan, Aktivitas Antioksidan dan Keamanan Minuman Madu-Galohgor. Dibimbing oleh KATRIN ROOSITA dan SITI SA’DIAH.

Umur simpan atau masa kadaluwarsa menjadi indikator penting untuk mengetahui daya tahan produk selama masa penyimpanan. Masa kadaluwarsa produk pangan sangat terkait dengan keamanan pangan. Peraturan yang mengatur terkait label pangan dan masa kadaluwarsa adalah Undang-Undang No. 7/1996 dan Peraturan Pemerintah No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Perlunya informasi bagi masyarakat terkait daya simpan dan keamanan produk minuman madu-galohgor untuk menjamin bahwa produk tersebut layak untuk dikonsumsi, maka penelitian ini perlu dilakukan agar dapat menjamin keamanan produk minuman madu-galohgor sebagai nutraceutical.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menduga umur simpan dan menganalisis keamanan produk madu-galohgor. Tujuan khusus penelitian ini adalah (1) mempelajari karakteristik organoleptik (warna, aroma, dan rasa) produk awal secara kualitatif, (2) menentukan pengaruh penyimpanan terhadap sifat fisik (viskositas) dan sifat kimia (pH dan total asam tertitrasi) minuman madu-galohgor, (3) menentukan aktivitas antioksidan minuman madu-galohgor selama penyimpanan dua bulan, (4) menentukan cemaran mikroorganisme minuman madu-galohgor selama penyimpanan dua bulan, (5) menduga umur simpan minuman madu-galohgor melalui metode Arrhenius.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus–November 2012. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jamu Galohgor yang telah dilaksanakan sejak tahun 2003. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Maret–Juli 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, serta Laboratorium Seafast Center (PAU), dan Laboratorium Kimia Fisik, Institut Pertanian Bogor.

Produk minuman madu-galohgor memiliki karakteristik antara lain berwarna coklat muda dan agak keruh, beraroma agak wangi, serta memiliki rasa yang agak manis. Karakteristik lainnya adalah meimiliki sifat fisik dengan kekentalan yang cenderung meningkat pada suhu dingin dan stabil pada penyimpanan suhu ruang. Derajat keasaman (pH) pada kedua jenis perlakuan suhu penyimpanan memiliki kecenderungan naik selama penyimpanan. Total Asam Tertitrasi (TAT) pada kedua jenis perlakuan suhu penyimpanan memiliki kecenderungan turun selama penyimpanan, ditunjukkan dengan nilai slope yang negatif. Hasil analisis menunjukkan perlakuan suhu penyimpanan berpengaruh (p<0,05) terhadap viskositas, namun tidak berpengaruh terhadap pH dan TAT madu-galohgor. Waktu penyimpanan berpengaruh (p<0,05) terhadap viskositas, pH, dan Total Asam Tertitrasi minuman madu-galohgor.

Aktivitas antioksidan pada kedua jenis perlakuan suhu penyimpanan memiliki kecenderungan turun salama penyimpanan, ditunjukkan dengan nilai slope yang negatif. Nilai slope yang lebih negatif pada penyimpanan suhu ruang menunjukkan penurunan aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu dingin. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh (p<0,05) terhadap aktivitas antioksidan madu-galohgor.

(5)

laju pertumbuhan mikroba yang lebih cepat, sehingga jumlah mikroba lebih banyak dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu dingin. Laju pertumbuhan mikroba pada suhu dingin dapat ditekan, karena pada suhu yang rendah mikroorganisme menjadi tidak aktif. Pada suhu ruang, pertumbuhan mokroorganisme dapat berlangsung secara optimum sehingga laju pertumbuhan mikroba menjadi lebih tinggi. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh (p<0,05) terhadap pertumbuhan total mikroba madu-galohgor.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

UMUR SIMPAN, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KEAMANAN

MINUMAN MADU-GALOHGOR

ROHADI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)

Judul Skripsi : Umur Simpan, Aktivitas Antioksidan dan Keamanan Minuman

Madu-Galohgor

Nama : Rohadi

NIM : I14080073

Disetujui oleh :

Diketahui oleh :

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

Katrin Roosita, SP, M.Si Dosen Pembimbing I

(9)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul “Umur Simpan, Aktivitas Antioksidan dan Keamanan Minuman Madu-Galohgor”. Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang terlibat dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa

terima kasih kepada :

1. Katrin Roosita, SP, M.Si dan Siti Sa’diah, M.Si, Apt selaku dosen pembimbing skripsi yang penuh dengan kesabaran senantiasa meluangkan waktunya

untuk memberikan bimbingan, bantuan, masukan, arahan, motivasi, dan

nasihat kepada penulis.

2. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku dosen penguji serta Dr. Ir. Budi

Setiawan, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan

saran dan nasihat.

3. Kedua orang tua (Bapak dan Ibu) serta Kakakku yang selalu medoakan,

memberikan dukungan baik materil maupun moril untuk menyelesaikan

pendidikan sarjana.

4. Teman penelitian (Adhi, Mely, Nisa), rekan asisten praktikum (Farida, Ibnu,

Karina), serta praktikan GM 48 yang memberikan keceriaan, semangat dan

kerjasama dalam menyelesaikan penelitian ini.

5. Teman seperjuangan (Triko, Nazhif, Gita, Ade Ayu, Didik Toro) yang

meberikan dukungan, serta Dewanti Putri yang dengan setia menemani,

membantu, memberikan motivasi, pelajaran, dan pengalaman yang berharga.

6. Teman-teman Gizi Masyarakat 45, kakak kelas GM 44, adik kelas GM 46

serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

membantu dan mendukung penulis.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagai bahan pembelajaran bagi

masyarakat dan akademisi secara khusus. Penulis menyadari bahwa

penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis

memohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Kritik dan

saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya.

Bogor, Maret 2013

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak bungsu dari dua bersaudara pasangan Bapak

Dirno dan Ibu Maimunah. Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 13 Januari 1990.

Pendidikan formal penulis diawali dari SD Negeri 04 Bintaro pada tahun

1996-2002, dan melanjutkan masa pendidikannya di SMP Negeri 177 pada tahun

2002-2005 serta SMA Negeri 86 pada tahun 2005-2008 di Jakarta.

Penulis diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi

Manusia, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam

organisasi mahasiswa Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI), Klub Kulinari

HIMAGIZI periode 2009/2010, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEMA periode

2010/2011, dan Badan Konsultasi Gizi (BKG) IPB periode 2010/2012. Penulis

juga aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kepanitiaan yang

diselenggarakan HIMAGIZI, BEM FEMA, dan BEM KM IPB.

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Cipetung,

Kecamatan Paguyangan, Brebes pada tahun 2011 dan Internship Dietetik di

Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta pada tahun 2012. Selain itu, penulis juga

aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Fisiologi Manusia pada tahun 2012.

Penulis menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Umur Simpan, Aktivitas Antioksidan dan Keamanan Minuman Madu-Galohgor” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat,

(11)

DAFTAR ISI

Penyimpanan dan Pengemasan Produk Pangan ... 7

Kerusakan Bahan Pangan ... 8

Pengolahan dan Analisis Data ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Karakteristik Organoleptik Produk Minuman Madu-Galohgor ... 18

Pengaruh Penyimpanan Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Minuman Madu-Galohgor ... 19

Pengaruh Penyimpanan Terhadap Aktivitas Antioksidan Minuman Madu-Galohgor ... 24

Pengaruh Penyimpanan Terhadap Total Mikroba Minuman Madu-Galohgor ... 27

Pendugaan Umur Simpan Minuman Madu-Galohgor ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

Kesimpulan ... 34

Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil ANOVA viskositas minuman madu-galohgor ... 20

2 Hasil ANOVA pH minuman madu-galohgor ... 22

3 Hasil ANOVA Total Asam Tertitrasi minuman madu-galohgor ... 24

4 Hasil ANOVA aktivitas antioksidan minuman madu-galohgor ... 26

5 Hasil ANOVA total mikroba minuman madu-galohgor ... 28

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Diagram alir proses pembuatan bubuk galohgor ... 11

2 Diagram alir proses pembuatan minuman madu-galohgor sebanyak 200 mL ... 12

3 Diagram alir penelitian ... 13

4 Warna produk minuman madu-galohgor selama penyimpanan ... 18

5 Viskositas Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang ... 20

6 Nilai pH Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang ... 22

7 TAT Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang ... 23

8 Aktivitas antioksidan Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang ... 26

9 Total mikroba Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang ... 27

10 Regresi linier pertumbuhan total mikroba Madu-Galohgor ... 31

11 Plot Arrhenius produk minuman madu-galohgor ... 31

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Bahan dan komposisi Jamu Galohgor ... 40

2 Komposisi formula minuman madu-galohgor ... 41

(13)

4 Hasil sidik ragam pH minuman madu-galohgor terhadap suhu dan

waktu penyimpanan ... 42

5 Hasil sidik ragam TAT minuman madu-galohgor terhadap suhu

dan waktu penyimpanan ... 42

6 Hasil sidik ragam antioksidan minuman madu-galohgor terhadap

suhu dan waktu penyimpanan ... 42

7 Hasil sidik ragam total mikroba minuman madu-galohgor terhadap

suhu dan waktu penyimpanan ... 43

8 Hasil uji Duncan minuman madu-galohgor terhadap waktu

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nutraceutical merupakan pangan atau komponen pangan yang

memberikan sumbangan zat gizi serta membantu dalam mencegah maupun

mengobati penyakit atau gangguan kesehatan (Kalra 2003). Salah satu jenis

nutraceutical Indonesia yang dipercaya berkhasiat terhadap kesehatan adalah

Galohgor. Galohgor merupakan nutraceutical yang dibuat dari 56 jenis bahan

yang berasal dari tumbuhan bagian daun, akar, batang, rempah-rempah,

temu-temuan, dan biji-bijian. Galohgor memiliki manfaat meningkatkan produksi air

susu ibu (ASI), mempercepat penyembuhan rahim, dan meningkatkan kebugaran

tubuh bagi ibu yang baru melahirkan. Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa,

galohgor dapat meningkatkan produksi susu dan mempercepat pencapaian

waktu puncak laktasi (Roosita 2003).

Secara tradisional, Galohgor dibuat dengan cara disangrai dan ditumbuk

sehingga, berbentuk bubuk dan biasa dikonsumsi secara langsung oleh ibu

postpartum di Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Untuk

meningkatkan daya terima masyarakat, maka perlu adanya pengembangan

produk sehingga dapat meningkatkan citarasa tanpa mengurangi khasiatnya.

Salah satunya adalah dengan cara menambahkan madu dan merubah dalam

bentuk produk siap untuk diminum (ready to drink).

Minuman madu-galohgor merupakan produk pengembangan dari

galohgor yang dicampur dengan madu, dengan harapan dapat mudah diterima

oleh masyarakat sehingga dapat diproduksi dalam jumlah yang besar. Pemilihan

madu untuk pengembangan produk galohgor didasarkan pada beberapa alasan,

antara lain madu memiliki nilai gizi yang baik, karena mengandung karbohidrat

yang terdiri dari gula sederhana seperti glukosa dan fruktosa, protein, vitamin,

dan mineral; madu merupakan bahan makanan alami yang telah banyak

digunakan oleh masyarakat; madu dengan kandungan zat gizi yang baik,

dipercaya oleh masyarakat memiliki khasiat yang dapat menyehatkan dan

menyembuhkan penyakit. Biasanya madu dikonsumsi secara langsung ataupun

dijadikan sebagai campuran makanan lainnya (Winarno 1990).

Seiring dengan berkembangnya ilmu dan teknologi, berbagai industri

pangan seolah berlomba dalam memproduksi dan mengembangkan produk

pangan. Tingginya permintaan dari konsumen akan produk pangan juga

(15)

pangan yang diproduksi dalam skala yang besar dan didistribusikan secara luas

harus memiliki daya simpan yang cukup lama agar aman dikonsumsi oleh

konsumen. Konsumen juga berhak untuk memperoleh informasi yang benar

mengenai produk pangan yang dikonsumsinya, termasuk nilai gizi dan

keterangan umur simpan atau masa kadaluwarsa.

Keamanan produk pangan merupakan hal yang sangat penting, sehingga

setiap produk yang diproduksi diharuskan mencantumkan keterangan batas

kadaluwarsa. Umur simpan atau masa kadaluwarsa menjadi indikator penting

untuk mengetahui daya tahan produk selama masa penyimpanan. Masa

kadaluwarsa produk pangan sangat terkait dengan keamanan pangan. Peraturan

yang mengatur terkait label pangan dan masa kadaluwarsa adalah

Undang-Undang No. 7/1996 dan Peraturan Pemerintah No. 69/1999 tentang Label dan

Iklan Pangan.

Perlunya informasi bagi masyarakat terkait daya simpan dan keamanan

produk minuman madu-galohgor untuk menjamin bahwa produk tersebut layak

untuk dikonsumsi, maka penelitian ini perlu dilakukan agar dapat menjamin

keamanan produk minuman madu-galohgor sebagai nutraceutical.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menduga umur simpan dan

menganalisis keamanan minuman madu-galohgor.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mempelajari karakteristik organoleptik (warna, aroma, dan rasa) produk

secara kualitatif.

2. Menentukan pengaruh penyimpanan terhadap sifat fisik (viskositas) dan

sifat kimia (pH dan total asam tertitrasi) minuman madu-galohgor

3. Menentukan aktivitas antioksidan minuman madu-galohgor selama

penyimpanan.

4. Menentukan tingkat cemaran mikroorganisme minuman madu-galohgor

selama penyimpanan dua bulan.

5. Menduga umur simpan minuman madu-galohgor melalui metode

(16)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai umur simpan dan keamanan minuman madu-galohgor serta pengaruh

penyimpanan terhadap sifat fisik, kimia, aktivitas antioksidan, dan total mikroba

produk. Selain itu juga diharapkan minuman madu-galohgor dapat dijadikan

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Madu

Madu merupakan cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis

yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau

bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar) atau ekskresi serangga. Nilai gizi

dari madu sangat tergantung dari kandungan gula-gula sederhana, fruktosa, dan

glukosa. Komposisi kimia madu pada umumnya tersusun dari karbohidrat (gula),

air serta mineral dan bagian-bagian lain yang sangat kecil jumlahnya. Komposisi

madu ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu komposisi nektar asal madu

bersangkutan dan faktor-faktor eksternal tertentu. Nektar madu mengandung

gula dan protein dari golongan albumin, asam-asam bebas misalnya asam

formiat dan asam malat. Terdapat beberapa enzim seperti nectar, amylase,

diastase, katalase, dan inulase (Winarno 1990).

Sifat dan karakteristik madu, secara umum dipengaruhi oleh komposisi

atau kandungan zat-zat yang ada di dalamnya. Jenis dan komposisi gula

menentukan potensi granulasi, rasa, dan sifat higroskopis madu. Kadar air madu

berpengaruh terhadap tingkat viskositas dan potensi terjadinya fermentasi madu.

Aktifitas enzim menentukan tingkat keasaman dan sifat mikrobisida madu,

adapun warna madu dipengaruhi oleh kandungan mineral yang ada di dalamnya

(Kuntadi 2002).

Madu bersifat higroskopis atau menarik air, karena madu merupakan

larutan yang sangat jenuh dan tidak stabil. Jika kadar air madu meningkat, maka

madu akan mengalami fermentasi, baik oleh ragi maupun mikroorganisme

lainnya. Kadar air dalam madu dapat menentukan mutu madu itu sendiri.

Besarnya kadar air madu tergantung dari kelembaban udara sebelum dan

sesudah madu dipindahkan dari sarang. Oleh karena itu sebaiknya madu yang

telah diekstraksi dari sarang madunya segera dikemas pada wadah yang kedap

udara (Winarno 1990).

Madu yang disimpan dengan benar dapat tahan lama dan dan tidak

merubah rasa. Suhu optimum untuk penyimpanan madu adalah di bawah 11°C

(52°F) atau 21-27°C (70-80°F). Cara penyimpanan madu yang paling baik dan

disarankan yaitu dengan menggunakan wadah yang terbuat dari kaca dan kedap

udara karena madu mudah menyerap air dari udara. Menurut SNI 01-3545-2004,

madu dikemas dalam wadah yang tertutup rapat tidak dipengaruhi atau

(18)

Galohgor

Galohgor merupakan nutraceutical yang dibuat dari 56 jenis bahan yang

berasal dari tumbuhan bagian daun, akar, batang, rempah-rempah,

temu-temuan, dan biji-bijian. Galohgor banyak dikonsumsi oleh masyarakat Desa

Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Masyarakat desa tersebut

percaya bahwa dengan mengonsumsi galohgor dapat meningkatkan kondisi

kesehatan ibu setelah melahirkan dan meningkatkan produksi ASI. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Roosita (2003) pada tikus percobaan yang

mengonsumsi galohgor menunjukkan pemulihan uterus yang lebih cepat,

peningkatkan produksi susu dan pencapaian puncak laktasi yang cepat pasca

melahirkan.

Galohgor yang dikonsumsi sebanyak 0,370 g/kg berat badan/hari dapat

menurunan kadar MDA plasma pada tikus yang diberi galohgor selama 14 hari.

Galohgor memiliki kandungan antioksidan yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan

bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan galohgor mengandung

senyawa-senyawa aktif seperti senyawa polyphenol, alfatokoferol, karotenoid,

alkaloid, saponin, gingerol, oleoresin, dan shogaol yang merupakan antioksidan

tinggi. Secara kualitatif galohgor mengandung senyawa-senyawa bioaktif seperti

alkaloid, flavonoid, glikosida, triterpenoid, vitamin C karotenoid, vitamin E, dan

senyawa fenol (Pajar 2001; Masruroh 2004; Leatemia 2010).

Antioksidan

Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah

proses oksidasi. Antioksidan mampu menangkap radikal bebas sehingga tidak

dapat menginduksi suatu penyakit (Sibuea 2003). Selain itu, diketahui

antioksidan juga dapat membantu mencegah kerusakan sel yang dapat

mengakibatkan berbagai jenis kanker. Tubuh manusia juga menghasilkan

antioksidan endogen, seperti enzim Superoksida Dismutase (SOD), gluthatione,

dan katalase. Selain itu, antioksidan juga dapat diperoleh dari asupan makanan

yang banyak mengandung vitamin C, vitamin E dan betakaroten serta senyawa

fenolik. Bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti

rempah-rempah, coklat, biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran seperti buah

tomat, pepaya, jeruk dan sebagainya (Trevor 1995).

Antioksidan alami yang terdapat dalam bahan pangan dapat

diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu tergolong zat gizi dan tergolong zat

(19)

tembaga (Cu), selenium (Se), dan protein merupakan antioksidan yang tergolong

zat gizi. Antioksidan yang tergolong zat non gizi adalah biogenik amin, senyawa

fenol termasuk gingerol, senyawa polifenol, tanin, dan komponen tetrapirolik

(Muchtadi et al. 2001).

Mekanisme kerja antioksidan yang memiliki senyawa fenol adalah dengan

cara berintegrasi dengan radikal bebas yang terdapat dalam sistem. Reaksi ini

terjadi jika radikal antioksidan yang dihasilkan cukup stabil atau secara sterik

dicegah dari reaksi berikutnya, sehingga tidak merupakan inisiator dari reaksi

berikutnya (Fardiaz et al. 1992).

Pendugaan Umur Simpan

Definisi umur simpan produk pangan menurut Institute of Food

Technology adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi

dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat

penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Secara alami, produk pangan

mudah mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut dapat terjadi pada saat proses

produksi dan penyimpanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan

makanan yang dikemas menurut Syarief et al. (1989) adalah sebagai berikut:

a. keadaan alamiah bahan dan mekanisme berlangsungnya perubahan

misalnya kepekatan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan

terjadinya perubahan kimia internal dan fisik.

b. ukuran kemasan (volume).

c. kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan

dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan.

d. ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas,

dan bau, termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian lain yang

terlipat.

Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan dua

metode, yaitu metode Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Storage

Studies (ASS). ESS atau yang sering disebut metode konvensional adalah

penentuan tanggal kadaluarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada

kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan

mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Metode ini akurat dan tepat,

namun memerlukan waktu yang lama dan analisis parameter yang relatif banyak.

Metode ASS merupakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat

(20)

pengujian yang relatif singkat, namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang

tinggi (Arpah 2001).

Analisa penurunan mutu memerlukan beberapa pengamatan yaitu harus

ada parameter yang dapat diukur secara kuantitatif dan parameter tersebut

mencerminkan keadaan mutu dari produk yang dikemas. Parameter tersebut

dapat berupa hasil pengukuran kimiawi, uji organoleptik, tekstur, warna, dan total

mikroba. Parameter penurunan mutu didasarkan pada parameter yang paling

sensitif terhadap mutu produk (Syarif & Halid 1993).

Menurut Syarif dan Halid (1993), suhu merupakan faktor yang sangat

berpengaruh terhadap perubahan mutu pangan. Suhu ruangan yang konstan

akan lebih baik dari suhu penyimpanan yang berubah-ubah. Pendugaan umur

simpan seharusnya dilakukan di ruangan dengan suhu tetap. Pendugaan laju

penurunan mutu pada suhu tetap dapat dilakukan dengan persamaan Arrhenius,

sebagai berikut:

K = Ko e-E/(RT) dimana :

K = konstanta penurunan mutu

Ko = konstanta (tidak tergantung pada suhu)

E = energi aktivasi

T = suhu mutlak (°C + 273)

R = konstanta gas 1.986 kal/mol

Energi aktivasi (E) dapat memberikan gambaran mengenai besarnya

pengaruh suhu terhadap reaksi. Nilai E diperoleh dari slope grafik garis lurus

hubungan ln k dengan (1/T). Dengan demikian, energi aktivasi yang besar

mempunyai arti bahwa nilai ln k berubah cukup besar dengan hanya perubahan

beberapa derajat dari suhu (Arpah 2001).

Penyimpanan dan Pengemasan Produk Pangan

Penyimpanan produk pangan dapat menyebabkan turunnya kandungan

gizi pangan dan mempengaruhi perkembangan mikroorganisme yang akan

menyebabkan kerusakan pangan tersebut. Faktor yang perlu diperhatikan dalam

penyimpanan adalah kemasan dan suhu penyimpanan. Menurut Syarief et al.

(1989), kemasan adalah suatu benda yang digunakan untuk wadah atau tempat

yang dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya.

Bahan pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam kepekaan

(21)

kelembapan menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Beberapa faktor yang

perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan adalah sifat bahan pangan,

keadaan lingkungan dan sifat bahan kemasan. Gangguan yang paling umum

terjadi pada bahan pangan adalah kehilangan atau perubahan kadar air,

pengaruh gas, dan cahaya. Sebagai akibat perubahan kadar air pada produk,

akan timbul jamur dan bakteri, pengerasan pada bubuk, dan pelunakan pada

produk kering (Syarief et al. 1989).

Pengemasan dapat melindungi dari pengaruh luar, yaitu fisik, kimia dan

biologis. Pengemasan dapat memperlambat kerusakan produk, menahan efek

yang bermanfaat dari proses, memperpanjang umur simpan, dan menjaga atau

meningkatkan kualitas dan keamanan pangan. Persyaratan kemasan untuk

bahan pangan antara lain permeabilitas terhadap udara kecil, tidak

menyebabkan penyimpangan warna dari produk, tidak bereaksi sehingga tidak

merusak bahan maupaun citra rasa, tidak mudah teroksidasi atau bocor, tahan

panas, mudah dikerjakan secara maksimal, dan harganya murah (Winarno &

Jenie 1983).

Kerusakan Bahan Pangan

Kerusakan bahan pangan dapat mempengaruhi mutu pangan itu sendiri.

Faktor-faktor yang menjadi penyebab utama kerusakan bahan pangan, antara

lain bakteri, ragi, dan kapang; enzim; serangga parasit, tikus; suhu; kadar air;

oksigen; dan sinar. Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup

merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan, agar diperoleh bahan

pangan yang bergizi dan aman bagi kesehatan. Faktor-faktor lingkungan hidup

yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba antara lain suplai zat gizi, air dan

activity water (aw), pH, RH, suhu, oksigen, serta mineral. Waktu mempengaruhi

efek kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba, keaktifan enzim,

perkembangbiakkan serangga, pengaruh pemanasan atau pendinginan, serta

kadar air, oksigen dan sinar. Penyimpanan yang lebih lama akan menyebabkan

kerusakan yang lebih besar (Winarno et al. 1980).

Perubahan mikrobiologi disebabkan oleh pertumbuhan mikroba pada

bahan pangan. Pertumbuhan mikroba akan menyebabkan timbulnya

pembusukan yang mengakibatkan munculnya karakteristik sensori yang tidak

diinginkan dan dapat menyebabkan bahan pangan menjadi tidak aman untuk

dikonsumsi. Kerusakan sensori yang diakibatkan oleh mikroba dapat berupa

(22)

menyimpang, dan toksin. Mikroba yang dapat menyebabkan kerusakan pada

bahan pangan antara lain bakteri, kapang dan khamir (Muchtadi 1989).

Suhu dalam masa penyimpanan, termasuk pemanasan atau pendinginan

dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan. Setiap kenaikan suhu 10°C pada

kisaran suhu 10-38°C, kecepatan reaksi dalam bahan pangan (baik reaksi

enzimatik maupun reaksi non-enzimatik) akan bertambah rata-rata 2 kali lipat.

Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan protein (denaturasi),

emulsi, vitamin, dan lemak. Sebaliknya, suhu yang terlalu rendah dapat

(23)

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus–November 2012. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian jamu Galohgor yang telah

dilaksanakan sejak tahun 2003 (Roosita 2003, Pratiwi 2010, Wicaksono 2010).

Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Maret–Juli 2012. Penelitian utama ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Kimia

dan Analisis Pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

serta Laboratorium Seafast Center (PAU), dan Laboratorium Kimia Fisik, Institut

Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan antara lain timbangan analitik, alat pemanas

listrik, pengaduk elektrik, sentrifuge, vortex, rotavapor, spektrofotometer, pH

meter, viskometer, autoklaf, corong, spatula, Erlenmeyer, tabung reaksi, buret,

pipet tetes, kuvet, cawan petri steril, pipet mikro, dan botol kaca berwarna gelap

sebagai wadah penyimpanan.

Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama produk dan bahan untuk

analisis. Bahan untuk membuat sediaan bubuk galohgor seperti daun, batang,

akar tumbuh-tumbuhan, rempah-rempah, temu-temuan, dan biji-bijian dapat

dilihat pada Lampiran 1. Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan

minuman madu-galohgor disesuaikan dengan komposisi dari penelitian

sebelumnya, seperti madu, galohgor, air, suspending agent berupa CMC Na, dan

asam sitrat. Selain itu juga digunakan bahan-bahan kimia yang dipakai untuk

analisis. Bahan kimia yang digunakan adalah NaOH 0,1N, phenolphtalein,

aquades, metanol, DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl), Broth Pepone Water,

dan media PCA (Plate Count Agar).

Tahap Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian formulasi minuman

madu-galohgor yang terdiri dari dua tahap penelitian, yaitu penelitian pendahuluan dan

(24)

Penelitian Pendahuluan

Pada tahap ini dilakukan pembuatan bubuk galohgor dan minumam

madu-galohgor. Bubuk galohgor (simplisia) dibuat menggunakan metode

drumdryer. Bubuk galohgor yang dihasilkan dicampurkan dengan madu,

suspending agent berupa CMC Na, air, dan asam sitrat dengan formulasi

tertentu (Lampiran 2) sehingga menghasilkan produk minuman madu-galohgor.

Pembuatan bubuk galohgor didasarkan pada penelitian sebelumnya, yaitu Pajar

(2001), Roosita (2003) dan Pratiwi (2010), sedangkan untuk pembuatan

minuman madu-galohgor didasarkan pada Kristianto (2013) dan telah

dimodifikasi. Proses pembuatan galohgor dan minuman madu-galohgor,

masing-masing dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.

Bahan dasar galohgor dengan komposisi sebagai berikut: Daun, batang, akar (10,94%); rempah-rempah (5,84%); biji dan kacang-kacangan (75,60%); dan temu-temuan (7,62%)

ditimbang dan dibersihkan dengan air

khusus bahan biji-bijian dan kacang-kacangan direndam dengan air panas

semua bahan di blender

dimasukkan ke drum dryer

Bubuk jamu galohgor (Simplisia)

(25)

Bubuk Galohgor (Simplisia) 20 g

Dicampur dengan CMC Na yang telah dikembangkan (CMC Na 0.5 g + air panas 60°C sebanyak 50 mL)

Ditambahkan Madu 30 g, Asam Sitrat 0.6 g, dan air hingga 200 mL

Diaduk selama 15 menit dengan pengaduk elektrik

Dipanaskan selama 5 menit pada suhu 90°C

Minuman Madu-Galohgor

Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan minuman madu-galohgor sebanyak 200 mL

Penelitian Utama

Penelitian utama meliputi analisis daya simpan dan keamanan produk

madu-galohgor selama 0, 2, 4, 6, dan 8 minggu. Penyimpanan dilakukan dengan

menggunakan kemasan berupa botol kaca yang tertutup rapat, pada suhu dingin

dengan refrigerator (10°C) dan suhu ruang (25°C). Analisis yang dilakukan

berupa analisis karakteristik organoleptik, sifat fisik, sifat kimia, aktivitas

antioksidan, dan total mikroba pada lima kali titik analisis dengan selang waktu

dua minggu. Diagram alir penelitian yang dilakukan disajikan pada Gambar 3.

1. Analisis Karakteristik Organoleptik dan Sifat Fisik

Organoleptik merupakan pengujian terhadap bahan makanan

berdasarkan kesukaan untuk menggunakan suatu produk. Sifat yang

menentukan dalam penilaian suatu produk diterima atau tidak adalah sifat

indrawinya. Penilaian yang dilakukan terhadap minuman Madu-Galohgor meliputi

warna, aroma, dan rasa untuk produk awal.

Sifat fisik yang dianalisis adalah viskositas atau kekentalan dengan alat

Viskometer Brookfield. Pada penetapan viskositas, penentuan suhu penting

karena viskositas dapat berubah sesuai suhu. Viskositas dapat diukur secara

langsung dengan menggunakan viskometer. Sampel dimasukkan dalam gelas

piala, kemudian spindel pada alat viskometer dicelupkan ke dalam sampel. Nilai

(26)

Gambar 3 Diagram alir penelitian

2. Analisis Sifat Kimia

Sifat kimia yang dianalisis meliputi derajat keasaman (pH) dan total asam

tertitrasi (TAT) metode titrimetri (Apriyantono et al. 1989).

a. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman diukur menggunakan alat pH meter. Sebelum

mengukur pH, lakukan kalibrasi dengan cara mencelupkan elektroda yang

telah dibilas akuades dan dikeringkan dengan tissue ke dalam buffer pH 4

yang dilanjutkan ke buffer pH 7. Sampel dimasukkan dalam gelas piala,

kemudian elektroda dibilas dengan aquades, lalu elektroda pH meter

dimasukkan ke dalam sampel. Nilai pH akan terbaca pada layar pH meter Minuman Madu-Galohgor

Dikemas dalam botol kaca berwarna gelap yang telah disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 210°C selama 30 menit

Proses pasteurisasi/pemanasan (suhu 60°C selama 30 menit)

Penyimpanan selama 0, 2, 4, 6, dan 8 minggu

Suhu dingin (10°C) Suhu ruang (25°C)

Analisis Stabilitas pada minggu ke 0, 2, 4, 6, 8 1. Sifat fisik (viskositas) dan Organoleptik

(warna, rasa, dan aroma)

2. Sifat kimia (pH dan Total Asam Tertitrasi) 3. Aktivitas antioksidan

4. Total mikroba (Total Plate Count)

Analisis data dan interpretasi

(27)

dan biarkan elektroda pH meter stabil dalam membaca nilai pH yang terbaca

pada layar. Setiap pencelupan elektroda ke dalam larutan, selalu bilas

dengan akuades dan dikeringkan dengan tissue.

b. Total asam tertitrasi (TAT) metode titrimetri (Apriyantono et al. 1989)

Analisis total asam tertitrasi dilakukan dengan menggunakan NaOH

dengan cara sebagai berikut. Sampel diambil ± 4 mL, kemudian dimasukkan

dalam erlenmeyer dan ditambah aquades hingga 50 mL. Larutan tersebut

diberi 3 tetes indikator phenolphthalein (pp) untuk dititrasi dengan NaOH 0,1

N sampai larutan berwarna merah muda stabil atau pH>7 (basa). Rumus

untuk menghitung total asam tertitrasi adalah sebagai berikut.

TAT = volume NaOH (mL) x fp x 100 volume bahan (mL)

3. Analisis Aktivitas Antioksidan Metode DPPH (Blois 1958)

Prinsip kerja dari metode DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl) dalam

mengukur aktivitas antioksidan, yaitu ditandai dengan perubahan atau

pemudaran warna larutan, dari warna ungu pekat (senyawa radikal bebas)

menjadi warna agak kekuningan (senyawa radikal bebas yang terreduksi oleh

antioksidan). Pemudaran warna mengakibatkan penurunan nilai absorbansi sinar

tampak dari spektrofotometer, sehingga semakin rendah nilai absorban maka

semakin tinggi aktivitas antioksidannya.

Sampel untuk analisis antoksidan diubah menjadi bubuk dengan metode

freezdrying. Prosedur analisis aktivitas total antioksidan menggunaan metode

DPPH, yaitu sebanyak ±1 gram sampel yang telah menjadi bubuk dilarutkan

dengan metanol. Larutan sampel diaduk menggunakan vortex dan disentrifuse

dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan diambil kemudian

dipekatkan dengan rotavapor. Hasil dari pemekatan ditambahkan metanol hingga

mencapai volume 5 mL. Supernatan yang telah melalui prosedur di atas

kemudian dimasukan ke dalam tabung reaksi sebanyak 50 μL lalu ditambahkan 1mL larutan DPPH 0,4 mM. Volume dicukupkan sampai 5 mL dengan

menambahkan buffer asetat pH 4,7 kemudian diinkubasi selama 30 menit pada

ruang yang gelap.

Larutan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan

panjang gelombang 512 nm. Selanjutnya serapannya diukur pada panjang

gelombang 512 nm. Sebagai kontrol positif dan untuk pembanding digunakan

(28)

antioksidan dinyatakan dalam AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioksidant

Capacity). Berikut rumus untuk menghitung aktivitas antioksidan.

Aktivitas antioksidan (%) = (Abs. blanko – Abs. sampel) x 100% Abs. blanko

AEAC (mg vit C/100ml) = %aktivitas – b x Vol Filtrat x 100mL/berat sampel

a Vol Sampel

keterangan:

a & b berasal dari persamaan garis y= 10,946x + 4,065 (kurva standar vitamin C)

4. Analisis Total Mikroba Metode Total Plate Count

Analisis total mikroba yang dilakukan menggunakan metode Total Plate

Count untuk mengetahui total mikroba dari sampel yang digunakan. Sebanyak

satu mL sampel diencerkan dengan 9 mL larutan pengencer Broth Pepone Water

(BPW) sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Dibuat kembali pengenceran selanjutnya 10-2, 10-3, 10-4 sampai jumlah pengenceran yang dibutuhkan dengan memipet 1 mL larutan sebelumnya ke tabung reaksi berisi 9 mL larutan

pengencer BPW. Pemupukkan dilakukan dengan mengambil 1 mL larutan

sampel pada setiap pengenceran ke dalam cawan petri steril dan ditambahkan

media PCA (Plate Count Agar) 15-20 mL. Agar tersebut diinkubasi pada suhu

35°C selama 72 jam dengan posisi terbalik. Hitung jumlah koloni dengan rumus

sebagai berikut.

N = ∑C / [(1xn1) + (0,1xn2)] x d

dimana :

N = jumlah koloni per mL

∑C = jumlah koloni dari tiap cawan

n1 = jumlah cawan dari pengenceran pertama koloni yang dihitung

n2 = jumlah cawan dari pengenceran kedua koloni yang dihitung

d = pengenceran pertama yang dihitung

5. Pendugaan Umur Simpan

Pendugaan umur simpan dengan metode Arrhenius harus memiliki

parameter yang dapat diukur, adapun parameter yang diamati adalah viskositas,

pH, total asam tertitrasi, aktivitas antioksidan, dan total mikroba. Pendugaan

umur simpan yang digunakan adalah metode akselerasi pendekatan model

(29)

disebutkan di atas dan diasumsikan tidak terjadi perubahan pada

parameter-parameter lainnya. Suhu penyimpanan dianggap tetap. Pendugaan laju

penurunan mutu dihitung menggunakan persamaan Arrhenius.

K = Ko e-E/(RT) dimana :

K = konstanta penurunan mutu

Ko = konstanta (tidak tergantung pada suhu)

E = energi aktivasi

T = suhu mutlak (°C + 273)

R = konstanta gas 1,986 kal/mol

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap

Faktorial (RAL-F) dengan dua faktor perlakuan, yaitu suhu dan waktu

penyimpanan. Peubah respon yang dianalisis adalah hasil analisis sifat fisik

(viskositas), sifat kimia (pH dan Total Asam Tertitrasi), aktivitas antioksidan, dan

total mikroba. Secara matematis, rancangan penelitian sebagai berikut:

Yijk = μ + Ai + Bj + (AB) ij + εijk Dimana :

Yijk = Peubah respon akibat faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j

dengan ulangan ke-k  = Nilai rata-rata perlakuan

Ai = Pengaruh perlakuan faktor suhu pada taraf ke-i

Bj = Pengaruh perlakuan faktor waktu penyimpanan pada taraf ke-j

AB (ij) = Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor suhu dan taraf ke-j faktor

waktu penyimpanan

ijk = Galat perlakuan akibat dua kali ulangan

i = Banyaknya taraf pada faktor suhu (i = suhu dingin 10°C dan

suhu ruang 25°C)

j = Banyaknya taraf pada faktor waktu penyimpanan (j = minggu ke

0, 2, 4, 6 dan 8)

(30)

Pengolahan dan Analisis Data

Data-data yang diperoleh dari hasil uji sifat fisik, kimia, serta mikrobiologi

minuman madu-galohgor ditabulasi, kemudian dianalisis secara deskriptif dan

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Organoleptik Produk Minuman Madu-Galohgor

Produk minuman madu-galohgor dikemas menggunakan wadah botol

kaca berwarna gelap yang ditutup rapat dengan tujuan agar mencegah

terjadinya proses oksidasi dan kontaminasi dari lingkungan luar (Gambar 4).

Karakteristik organoleptik yang meliputi warna, aroma, dan rasa diamati

secara langsung pada produk minuman madu-galohgor sebelum proses

pengemasan dan penyimpanan.

Keterangan:

(a) Produk awal

(b) Setelah penyimpanan pada suhu dingin (c) Setelah penyimpanan pada suhu ruang

Gambar 4 Warna produk minuman madu-galohgor

Warna

Produk minuman madu-galohgor memiliki warna coklat muda dan agak

keruh (Gambar 4). Warna coklat pada minuman madu-galohgor dikarenakan

salah satu bahannya adalah madu. Madu biasanya memiliki warna coklat bening.

Proses pemanasan dapat membuat warna minuman madu-galohgor menjadi

coklat, karena gula yang terkandung dalam madu mengalami karamelisasi.

Kekeruhan minuman madu-galohgor dikarenakan sifat dari serbuk galohgor yang

sulit larut.

a

(32)

Aroma

Aroma pada produk pangan merupakan salah satu faktor yang

menentukan kelezatan yang berkaitan dengan indera penciuman (Soekarto &

Hubeis 2000). Minuman madu-galohgor memiliki aroma agak wangi. Aroma

wangi pada minuman madu galohgor berasal dari madu yang digunakan pada

produk tersebut. Aroma dari madu lebih dominan dibandingkan aroma galohgor,

walaupun pada bubuk galohgor menggunakan bahan-bahan yang banyak

mengandung senyawa-senyawa aromatik. Proses pembuatan bubuk galohgor

yang menggunakan panas, dapat menyebabkan senyawa folatil dapat hilang.

Rasa

Rasa minuman madu-galohgor adalah agak manis. Rasa manis pada

minuman madu-galohgor berasal dari madu yang digunakan. Madu pada

minuman madu-galohor selain sebagai pemberi rasa manis juga dapat berperan

sebagai pengental dan memperkaya niai gizi produk. Dilihat dari komposisi

kimianya, madu pada umumnya tersusun dari karbohidrat (gula), air serta mineral

dan bagian-bagian lain yang sangat kecil jumlahnya. Jenis dan komposisi gula

menentukan potensi granulasi, rasa, dan sifat higroskopis madu (Winarno 1990).

Pengaruh Penyimpanan Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Minuman Madu-Galohgor

Produk minuman madu-galohgor disimpan selama dua bulan (delapan

minggu) dengan perlakuan dua suhu yang berbeda, yaitu suhu dingin (10°C)

pada refrigerator dan suhu ruangan (25°C). Selama penyimpanan, dilakukan

pengamatan setiap dua minggu untuk melihat perubahan karakteristik fisik dan

kimia minuman madu-galohgor. Karakteristik fisik yang diamati adalah

kekentalan (viskositas), sedangkan karakteristik kimia yang diamati meliputi

derajat keasaman (pH) dan Total Asam Tertitrasi (TAT).

Kekentalan (Viskositas)

Kekentalan suatu produk dapat dipengaruhi oleh suhu. Kekentalan

minuman madu-galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin memiliki

rentang nilai antara 77-135 cP. Penyimpanan produk pada suhu ruang

kekentalannya berada pada rentang 77-107 cP. Hasil ini menunjukkan bahwa

tingkat kekentalan minuman madu-galohgor tergolong tinggi jika dibandingkan

dengan minuman suplemen daun torbangun. Tingginya kekentalan minuman

madu-galohgor karena adanya madu dan suspending agent yang dapat

(33)

viskositas atau kekentalan produk minuman. Viskositas minuman suplemen daun

torbangun berkisar antara 3.5-4.0 cP (Alfitra et al. 2010). Kekentalan minuman

madu-galohgor selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Viskositas Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kekentalan minumam

madu-galohgor cenderung lebih tinggi pada suhu dingin selama penyimpanan dua

bulan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai slope yang positif dan lebih besar jika

dibandingkan dengan nilai slope kekentalan minumam madu-galohgor yang

disimpan pada suhu ruang. Minuman madu-galohgor yang disimpan pada suhu

ruang meningkat pada pengamatan minggu ke dua, namun kembali turun pada

minggu ke empat dan mengalami sedikit peningkatan hingga akhir pengamatan.

Rata-rata nilai kekentalan minuman madu-galohgor pada suhu ruang cenderung

stabil selama penyimpanan dua bulan. Peningkatan viskositas terjadi karena sifat

higroskopis madu yang dapat mengikat air sehingga aktivitas air (aw) berkurang

dan minuman menjadi semakin kental (Alfitra et al. 2010). Hasil ANOVA

viskositas minuman madu-galohgor disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Hasil ANOVA viskositas minuman madu-galohgor

Faktor suhu penyimpanan Rata-rata

faktor waktu

Suhu dingin (10°C) Suhu ruang (25°C)

F

Rata-rata faktor suhu 121.8q 89.9p

Keterangan:

Angka yang diberi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)

(34)

Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 3), suhu dan waktu penyimpanan,

serta interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap

kekentalan (viskositas) minuman madu-galohgor. Berdasarkan hasil uji lanjut

Duncan (Tabel 1), waktu penyimpanan 0 minggu berbeda nyata (p<0.05) lebih

rendah dengan waktu penyimpanan 2, 4, 6, dan 8 minggu. Perlakuan

penyimpanan suhu dingin berbeda nyata (p<0,05) dengan penyimpanan suhu

ruang untuk perubahan viskositas madu-galohgor. Selengkapnya hasil uji lanjut

Duncan dapat dilihat pada Lampiran 8.

Suhu rendah dapat mempengaruhi kekentalan produk. Hal ini sesuai

dengan pendapat Winarno et al. (1980) yang menyatakan bahwa suhu yang

terlalu rendah dapat mengakibatkan penggumpalan, sehingga kekentalan

menjadi meningkat. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Iserliyska et al. (2012)

juga menunjukkan viskositas minuman kacang yang disimpan pada suhu dingin

(4°C) mengalami peningkatan yang signifikan selama penyimpanan.

Derajat Keasaman (pH) dan Total Asam Tertitrasi (TAT)

Tingkat keasaman minuman madu-galohgor ditentukan dengan

parameter pH dan TAT. Nilai pH ditentukan karena adanya ion H+ pada produk, semakin banyak ion H+ maka semakin besar konsentrasi H+ sehingga pH semakin rendah (Anjani 2003). Faktor lain yang mempengaruhi tingkat keasaman

adalah total asam pada produk. Total Asam Tertitrasi menggambarkan

banyaknya asam yang dapat dinetralkan dengan NaOH.

Nilai pH dapat dijadikan parameter kimia dalam pengolahan ataupun

penyimpanan produk makanan dan minuman. Penambahan asam sitrat pada

saat pengolahan minuman madu-galohgor menyababkan kondisi produk menjadi

asam (pH=3.76). Tujuan penambahan asam sitrat ini adalah untuk meningkatkan

stabilitas, mempertahankan antioksidan, dan mencegah terjadinya kerusakan

produk oleh mikroba selama penyimpanan.

Selama penyimpanan, terjadi perubahan nilai pH dan TAT pada minuman

madu-galohgor. Perubahan nilai pH dapat menyebabkan perubahan rasa dari

suatu produk. Perubahan nilai pH minuman madu-galohgor selama penyimpanan

(35)

Gambar 6 Nilai pH Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang

Nilai pH madu-galohgor selama penyimpanan delapan minggu pada suhu

dingin berada pada rentang 3.76-5.18. Nilai pH pada penyimpanan suhu ruang

memiliki rentang nilai antara 3.76-5.11. Nilai pH pada kedua jenis perlakuan suhu

penyimpanan memiliki kecenderungan naik selama penyimpanan. Peningkatan

nilai pH pada penyimpanan suhu dingin lebih besar dibandingkan suhu ruang,

yang ditunjukkan dengan nilai slope yang lebih besar. Peningkatan nilai pH

menunjukkan bahwa produk minuman madu-galohgor semakin menurun

keasamannya selama penyimpanan. Hal ini disebabkan karena asam sitrat yang

terdapat pada minuman madu-galohgor teroksidasi. Hasil ANOVA pH minuman

madu-galohgor disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Hasil ANOVA pH minuman madu-galohgor

Faktor suhu penyimpanan Rata-rata

faktor waktu

Suhu dingin (10°C) Suhu ruang (25°C)

F

Rata-rata faktor suhu 4.65p 4.69p

Keterangan:

Angka yang diberi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) Rata-rata faktor suhu menunjukkan pengaruh suhu penyimpanan terhadap pH Rata-rata faktor waktu menunjukkan pengaruh waktu penyimpanan terhadap pH

Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 4), waktu penyimpanan dan

interaksi faktor suhu dan waktu berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap derajat

keasaman (pH). Namun, faktor suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata

(36)

lanjut Duncan (Tabel 2), waktu penyimpanan 0 minggu berbeda nyata (p<0.05)

lebih rendah dengan 2, 4, 6, 8 minggu, namun waktu penyimpanan 6 minggu

tidak berbeda nyata dengan waktu penyimpanan 8 minggu. Hal ini menunjukkan

bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka derajat keasaman minuman

madu-galohgor akan semakin meningkat. Lama waktu penyimpanan dapat

menyebabkan penurunan kandungan asam askorbat pada suatu bahan. Nilai pH

produk saling terkait dengan total asamnya. Selama penyimpanan nilai pH

produk dapat berubah dengan toleransi 0.5 satuan pH (Egan, Kirk & Sawyer

1981).

Total asam tertitrasi digunakan untuk mengetahui tingkat keasaman atau

kandungan asam pada suatu produk. Total asam tertitrasi berhubungan terbalik

dengan nilai pH sehingga semakin tinggi nilai pH maka total asam tertitrasi

semakin rendah. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat keasaman adalah

kadar total asam pada bahan. Asam organik dalam bahan pangan dapat

mempengaruhi citarasa, kecerahan warna, serta berhubungan dengan stabilitas

bahan pangan dan mutu simpan (Buckle et al. 1985). Hasil pengamatan total

asam tertitrasi selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 TAT Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang

Rentang TAT madu-galohgor selama penyimpanan delapan minggu pada

suhu dingin berkisar antara 47.64–56.50. TAT pada penyimpanan suhu ruang memiliki rentang nilai antara 50.10–56.50. TAT pada kedua jenis perlakuan suhu penyimpanan memiliki kecenderungan turun selama penyimpanan, ditunjukkan

dengan nilai slope yang negatif. Pada penyimpanan suhu dingin penurunan TAT

lebih besar dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu ruang, ditunjukkan

(37)

minuman madu-galohgor mengalami penurunan seiring lamanya penyimpanan.

Hasil ANOVA Total Asam Tertitrasi minuman madu-galohgor disajikan dalam

Tabel 3.

Tabel 3 Hasil ANOVA Total Asam Tertitrasi minuman madu-galohgor

Faktor suhu penyimpanan Rata-rata

faktor waktu

Suhu dingin (10°C) Suhu ruang (25°C)

F

Rata-rata faktor suhu 53.08p 53.68p

Keterangan:

Angka yang diberi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) Rata-rata faktor suhu menunjukkan pengaruh suhu penyimpanan terhadap TAT Rata-rata faktor waktu menunjukkan pengaruh waktu penyimpanan terhadap TAT

Hasil ANOVA (Lampiran 5) menjelaskan bahwa, waktu penyimpanan

berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap Total Asam Tertitrasi. Namun, suhu

penyimpanan dan interaksi faktor suhu dan waktu tidak berpengaruh nyata

terhadap Total Asam Tertitrasi mimuman madu-galohgor. Berdasarkan hasil uji

lanjut Duncan (Tabel 3), waktu penyimpanan 0 minggu tidak berbeda nyata

dengan waktu penyimpanan 2 dan 4 minggu, namun ketiga waktu berbeda nyata

(p<0.05) lebih besar dengan waktu penyimpanan 6 dan 8 minggu. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka Total Asam

Tertitrasi minuman madu-galohgor semakin berkurang.

Penurunan total asam tertitrasi pada produk selama penyimpanan dapat

terjadi akibat pemanfaatan asam untuk pertumbuhan mikroba terutama kapang.

Khamir dan kapang, menurut Buckle et al. (1985), dapat memecah asam secara

alamiah pada bahan. Asam organik dalam produk mempengaruhi flavor (rasa

pahit), warna, kesetabilan mikroba dan kualitas produk (Fardiaz 1989, Nielsen

2003).

Pengaruh Penyimpanan Terhadap Aktivitas Antioksidan Minuman Madu-Galohgor

Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah

proses oksidasi. Antioksidan alami yang terdapat dalam bahan pangan dapat

diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu tergolong zat gizi dan tergolong zat

(38)

Aktivitas antioksidan madu-galohgor yang diukur menggunakan pendekatan

Ascorbic acid Equivalent Antioksidan Capacity (AEAC), dimana aktivitas

antioksidan minuman madu-galohgor dinyatakan dalam mg vitamin C per 100

mL.

Analisis antioksidan minuman madu-galohgor dilakukan untuk

mempelajari pengaruh lama penyimpanan terhadap aktivitas antioksidan.

Kandungan antioksidan galohgor cukup tinggi, karena bahan-bahan yang

digunakan untuk pembuatan galohgor mengandung senyawa antioksidan, seperti

senyawa polyphenol, alfatokoferol, karotenoid, alkaloid, saponin, gingerol,

oleoresin, dan shogaol yang merupakan antioksidan tinggi (Leatemia 2010).

Aktivitas antioksidan minuman madu-galohgor pada awal pembuatan

sebesar 19.35 mg vitamin C per 100 mL. Hal ini berarti bahwa minuman

madu-galohgor dapat mereduksi radikal bebas. Rata-rata dalam 100 mL minuman

madu-galohgor mampu mereduksi radikal bebas DPPH yang setara dengan

kemampuan 19.35 mg vitamin C. Antioksidan minuman madu-galohgor masih

tergolong rendah jika dibandingkan dengan bekatul, namun lebih tinggi dari jus

tomat. Besarnya aktivitas total antioksidan bekatul adalah 28.74mg/100g

sedangkan jus tomat 1.87mg/100g (Damayanthi et al. 2010).

Secara kualitatif galohgor mengandung senyawa-senyawa bioaktif seperti

alkaloid, flavonoid, glikosida, triterpenoid, vitamin C karotenoid, vitamin E, dan

senyawa fenol (Pajar 2001; Masruroh 2004; Leatemia 2010). Senyawa alkaloid

yang terdapat dalam jamu galohgor bersumber dari antawali, alpukat, babadotan,

beluntas, handeuleum, kibeling, memeniran, singgugu, kencur, koneng,

ketumbar (Suganda et al. 2007; Naik & Juvekar 2003; Dalimartha 1999; Muhlisah

2007; Mangoting et al. 2005). Senyawa glikosida pada galohgor bersumber dari

antawali, babadotan, handeuleum, kuirah, kumiskucing, memeniran, tempuyang,

sembung, singgugu, lempuyang (Suganda et al. 2007; Munawar et al. 2003;

Dalimartha 1999; Muhlisah 2007; Mangoting et al. 2005). Senyawa triterpenoid

pada galohgor bersumber dari jambu batu, kibeling, sere, siang, singgugu, biji

kapulaga, panglaihideng, jahe, kencur, koneng (Suganda et al. 2007; Dalimartha

1999; Muhlisah 2007; Mangoting et al. 2005).

Aktivitas antioksidan minuman madu-galohgor pada kedua jenis

perlakuan suhu penyimpanan memiliki kecenderungan turun selama

penyimpanan, ditunjukkan dengan nilai slope yang negatif. Nilai slope yang lebih

(39)

yang lebih besar dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu dingin. Aktivitas

antioksidan minuman madu-galohgor selama penyimpanan dapat dilihat pada

Gambar 8.

Gambar 8 Aktivitas antioksidan Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang

Selama penyimpanan delapan minggu aktivitas antioksidan turun menjadi

2.72 mg vitamin C per 100 mL pada suhu dingin dan 1.82 mg vitamin C per 100

mL pada suhu ruang. Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 6), suhu dan waktu

penyimpanan, serta interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh nyata (p<0.05)

terhadap aktivitas antioksidan. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Tabel 4),

waktu penyimpanan 0 minggu berbeda nyata (p<0.05) lebih tinggi dengan 2, 4, 6,

8 minggu, serta masing-masing waktu penyimpanan juga berbeda nyata

(p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka

aktivitas antioksidan minuman madu-galohgor semakin berkurang.

Tabel 4 Hasil ANOVA aktivitas antioksidan minuman madu-galohgor

Faktor suhu penyimpanan Rata-rata

faktor waktu

Suhu dingin (10°C) Suhu ruang (25°C)

F

Rata-rata faktor suhu 12.41p 9.56p

Keterangan:

Angka yang diberi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) Rata-rata faktor suhu menunjukkan pengaruh suhu penyimpanan terhadap aktivitas antioksidan

(40)

Berkurangnya aktivitas antioksidan dapat dikarenakan terjadinya proses

oksidasi selama penyimpanan. Perlakuan penyimpanan pada suhu dingin tidak

berbeda nyata dengan penyimpanan pada suhu ruang untuk atribut laju

penurunan aktivitas antioksidan madu-galohgor. Pengurangan aktivitas

antioksidan pada suhu dingin terjadi lebih lambat dibandingkan pada suhu ruang.

Namun, untuk waktu penyimpanan yang lebih lama, baik pada suhu dingin

maupun suhu ruang, penurunan aktivitas antioksidan minuman madu-galohgor

sama.

Pengaruh Penyimpanan Terhadap Total Mikroba Minuman Madu-Galohgor

Kerusakan bahan pangan dapat mempengaruhi mutu pangan. Mikroba

merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab utama kerusakan suatu

produk pangan. Pertumbuhan mikroba menyebabkan timbulnya pembusukan

yang mengakibatkan munculnya karakteristik sensori yang tidak diinginkan dan

dapat menyebabkan bahan pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi

(Muchtadi 1989). Analisis mikrobiologis dilakukan untuk mengetahui

pertumbuhan bakteri, kapang dan khamir selama masa penyimpanan. Salah satu

metode yang digunakan untuk menganalisis pertumbuhan mikroba adalah TPC

(total plate count). Total mikroba minuman madu-galohgor selama penyimpanan

dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Total mikroba Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu dingin dan suhu ruang

Rentang total mikroba madu-galohgor selama penyimpanan delapan

minggu pada suhu dingin berkisar antara 27-195 koloni/mL. Total mikroba pada

(41)

mikroba pada kedua jenis perlakuan suhu penyimpanan memiliki kecenderungan

naik selama masa penyimpanan, ditunjukkan dengan nilai slope yang positif.

Namun, pada penyimpanan suhu ruang peningkatan total mikroba jauh lebih

besar dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu dingin, ditunjukkan dengan

nilai slope yang lebih besar. Laju pertumbuhan mikroba pada suhu dingin dapat

ditekan, karena pada suhu yang rendah mikroorganisme menjadi tidak aktif.

Suhu penyimpanan yang rendah dapat mempengaruhi aktivitas enzim yang

mengkatalisasi reaksi-reaksi biokimia dalam sel mikroorganisme (Warsiki &

Damanik 2012). Pada suhu ruang, pertumbuhan mikroorganisme dapat

berlangsung secara optimum sehingga laju pertumbuhan mikroba lebih tinggi.

BSN (2009) dalam SNI 7388:2009, menetapkan batas maksimum

cemaran mikroba untuk minuman khusus ibu hamil dan menyusui berbentuk cair

(pasteurisasi) adalah <1x105 koloni/mL. Hingga dua bulan masa penyimpanan, total mikroba mencapai maksimal 2x103 (suhu ruang) dan 2x102 (suhu dingin). Berdasarkan BSN (2009) pada SNI 7388:2009, hasil ini menunjukkan bahwa

minuman madu-galohgor aman untuk dikonsumsi. Hasil ANOVA total mikroba

minuman madu-galohgor disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 1 Hasil ANOVA total mikroba minuman madu-galohgor

Faktor suhu penyimpanan Rata-rata

faktor waktu

Suhu dingin (10°C) Suhu ruang (25°C)

F

Rata-rata faktor suhu 90.2p 842.4q

Keterangan:

Angka yang diberi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)

Rata-rata faktor suhu menunjukkan pengaruh suhu penyimpanan terhadap total mikroba Rata-rata faktor waktu menunjukkan pengaruh waktu penyimpanan terhadap total mikroba

Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 7), suhu dan waktu penyimpanan,

serta interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap total

mikroba. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Tabel 5), waktu penyimpanan 0

minggu berbeda nyata (p<0.05) lebih rendah dengan 2, 4, 6, 8 minggu, serta

masing-masing waktu penyimpanan juga berbeda nyata (p<0.05). Hal ini

menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka total mikroba akan

(42)

Hal ini didukung dengan pernyataan Winarno et al. (1980) bahwa waktu

penyimpanan dapat mempengaruhi efek kerusakan yang disebabkan oleh

pertumbuhan mikroba, keaktifan enzim, serta kadar air, oksigen dan sinar.

Penyimpanan produk pangan yang lebih lama akan dapat menyebabkan

kerusakan yang lebih besar.

Perlakuan penyimpanan pada suhu dingin berbeda nyata (p<0.05) lebih

rendah dengan penyimpanan pada suhu ruang untuk atribut pertumbuhan total

mikroba madu-galohgor. Winarno et al. (1980) menyatakan bahwa, suhu dalam

masa penyimpanan, termasuk pemanasan atau pendinginan dapat

mempengaruhi pertumbuhan mikroba sehingga dapat menyebabkan kerusakan

bahan pangan. Kerusakan bahan pangan dapat mempengaruhi mutu dan

keamanan pangan itu sendiri.

Jenis mikroba yang terdapat dalam minuman madu-galohgor belum

diidentifikasi, namun beberapa jenis mikroba yang banyak ditemukan pada

produk jamu adalah bakteri, kapang, dan khamir. Beberapa jenis bakteri yang

ditemukan pada produk jamu antara lain Bacillus licheniformis, Bacillus pumilus,

Bacillus subtilis, dan Bacillus megaterium. Kelompok jamur yang banyak

ditemukan adalah Aspergillus niger, Monosporium sp., dan Penicillium sp.

(Basyaruddin 2009).

Pendugaan Umur Simpan Minuman Madu-Galohgor

Umur simpan produk pangan menurut Institute of Food Technology

adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk

berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa,

aroma, tekstur, dan nilai gizi. Secara alami, produk pangan mudah mengalami

kerusakan. Kerusakan tersebut dapat terjadi pada saat proses produksi dan

penyimpanan. Faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, kandungan

oksigen, dan cahaya dapat memicu beberapa reaksi yang dapat menyebabkan

penurunan mutu produk tersebut.

Tahapan penentuan umur simpan dengan metode ASS (Accelerated

Storage Studies, menurut Herawati (2008), meliputi penetapan parameter kriteria

kadaluarsa, penentuan suhu untuk pengujian, perkiraan waktu dan frekuensi

pengambilan contoh, plotting data sesuai ordo reaksi, analisis sesuai suhu

penyimpanan, dan analisis pendugaan umur simpan sesuai batas akhir

Gambar

Gambar 2  Diagram alir proses pembuatan minuman madu-galohgor sebanyak
Gambar 3  Diagram alir penelitian
Gambar 4  Warna produk minuman madu-galohgor
Gambar 5  Viskositas Madu-Galohgor selama penyimpanan pada suhu
+4

Referensi

Dokumen terkait

(3) Peran konteks sosial dan budaya sebagai strategi untuk optimalisasi tindak tutur bahasa masyarakat Pacitan sebagai upaya dini meminimalisir disintegrasi bangsa dan

Lisäksi on esitetty malleja, jotka jossain määrin muistuttavat perustuloa, mutta rakentuvat vastikkeellisuuden ja/tai tarveharkinnan periaatteille (mallit 7, 16 ja 17) tai muuten

Bangsa adalah sekelompok manusia yang berada dalam suatu ikatan batin karena memiliki sejarah dan cita-cita yang sama.. Bangsa lahir karena adanya persamaan nasib, karakter,

Perhitungan tersebut menunjukkan bahwa penghargaan finansial, pelatihan profesional, pengakuan profesional, lingkungan kerja, nilai-nilai sosial, pertimbangan pasar

Untuk mengantisipasi downtime dari tiap komponen dari mesin, maka dalam penelitian ini dilakukan analisis kebijakan maintenance dengan menggunakan metode reliability centred

Setelah sempat kolaps akibat gempa 27 Mei 2006, gairah ekonomi masyarakat Dusun Giriloyo, Wukirsari, Imogiri, Kabupaten Bantul, yang sebagian besar menggantungkan hidup pada

Berdasarkan paparan dari latar belakang masalah tersebut di atas mengenai pemikiran Muhammad Syahrur tentang aplikasi Teori Hudud dalam penentuan zakat, dapat dilihat

1.4 Tujuan dan Manfaat Tujuan dan manfaat penelitian sistem pendukung keputusan penerimaan dosen tidak tetap menggunakan metode AHP, yaitu: 1.4.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan