• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan Tiga Jenis Madu Hutan Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan Tiga Jenis Madu Hutan Indonesia"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN

TIGA JENIS MADU HUTAN INDONESIA

JAMILYADHATUS SHOLIHAH

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan Tiga Jenis Madu Hutan Indonesia adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah digunakan dan diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang didapat atau dikutip dari karya ilmiah lain yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir skripsi ini.

(4)

ABSTRAK

JAMILYADHATUS SHOLIHAH. Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan Tiga Jenis Madu Hutan Indonesia. Dibimbing oleh RITA KARTIKA SARI.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dan antioksidan tiga jenis madu hutan Indonesia, diantaranya madu hutan Kalimantan Barat (KB1), Sumatera (SM1) dan Sumbawa (SB1). Pengujian antibakteri, dilakukan dengan metode sumur dengan tiga jenis konsentrasi, yaitu 25%, 50% dan 100% terhadap empat jenis bakteri yaitu, Staphylococcus aureus, Salmonella typhi, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa, sedangkan aktivitas antioksidannya, dilakukan dengan metode DPPH(1-diphenyl-2-picrylhydrazil). Hasil pengujian menunjukkan bahwa ketiga madu hutan tersebut memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan. Madu hutan SB1 memiliki aktivitas antibakteri terbaik khususnya terhadap jenis bakteri S. thypi dan E. coli dengan diameter hambat 32.5 mm dan 27.5 mm. Berdasarkan pengujian aktivitas antioksidan terbaik yang ditunjukkan dengan EC50 masing-masing madu berturut-turut SB1, KB1 dan SB1 sebesar 2725.722 ppm, 2872.765 ppm dan 4341.545 ppm. Antibakteri dan antioksidan madu salah satunya bersumber dari kandungan kelompok senyawa aktif madu diantaranya, alkaloid, fenolik, flavonoid, triterpenoid, saponin dan glikosida.

Kata kunci: antibakteri, antioksidan, madu hutan

ABSTRACT

JAMILYADHATUS SHOLIHAH. Antibacterial and Antioxidant Activity of Three Types Indonesian Forest Honey. Supervised by RITA KARTIKA SARI.

This study was conducted to determine the antibacterial and antioxidant activity of three types Indonesian forest honey, including honey forests of West Kalimantan (KB1), Sumatra (SM1) and Sumbawa (SB1). Antibacterial testing, was determined by sumur method with three concentration, ie 25%, 50% and 100% on four types of bacteria, Staphylococcus aureus, Salmonella typhi, Escherichia coli and Pseudomonas aeruginosa, while its antioxidant activity, was determined by DPPH (1-diphenyl-2-picrylhydrazil) method. The test results indicate that all three forest honey has antibacterial and antioxidant activity. SB1 forest honey has the best antibacterial activity specifically against S.thypi and

E.coli with inhibitory diameter 32.5 mm dan 27.5 mm. In order of goodness with EC50 successively acquired KB1, SM1 and SB1 forest honey is 2725.722 ppm, 2872.765 ppm dan 4341.545 ppm. Antibacterial and antioxidant honey sourced from the content of one group of active compounds such as honey, alkaloids, phenolics, flavonoids, triterpenoids, saponins and glycosides.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN

TIGA JENIS MADU HUTAN INDONESIA

JAMILYADHATUS SHOLIHAH

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan Tiga Jenis Madu Hutan Indonesia

Nama : Jamilyadhatus Sholihah NIM : E24090010

Disetujui oleh

Dr Ir Rita Kartika Sari, MSi NIP. 19681124 199512 2 001

Diketahui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan M. Sc NIP. 19660212 199103 1002

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil alamin, segala puji dan syukur penulis senantiasa panjatkan ke haribaan Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dalam proses pelaksanaan kegiatan penelitian dan kemudahan dalam proses penyusunan skripsi yang berjudul Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan Tiga Jenis Madu Hutan Indonesia. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis dan keluarga tercinta atas doa, motivasi dan dukungan yang telah diberikan. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr.Ir.Rita Kartika Sari, MSi atas kebaikan dan kesabaran serta motivasinya dalam membimbing selama proses penelitian dan pembuatan skripsi ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada JMHI (Jaringan Madu Hutan Indonesia) atas bantuan sampel dan dana pada penelitian ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian Bapak Atin dan Mas Gun selaku Laboran di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan seluruh staf Departemen hasil Hutan, Mbak ina dan seluruh analis di Laboratorium Biofarmaka, Mbak Heni dan seluruh laboran di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA IPB, Seluruh Laboran di Laboran di Laboratorium Hasil Hutan Bukan Kayu di Pustekolah Gn Batu dan Laboran di Balitro. Tak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih atas doa, dukungan dan motivasinya kepada Tami, Devi, Romi, Apin, Evi, Ijah, Solikhin, rekan-rekan Mahasiswa THH 46 dan rekan-rekan Senior Resident Asrama TPB IPB serta semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas akhir penulis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa ksripsi ini merupakan karya tulis sederhana, sehingga masih mebututuhkan kritik dan masukan dari semua pihak. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Alat dan Bahan 2

Metode Penelitian 2 Analisis Fisikokimia Madu Hutan 2

Aktivitas Antibakteri 3

Aktivitas Antioksidan 3

Analisis Fitokimia 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Analisis Fitokimia Madu Hutan 5 Aktivitas Antibakteri 6 Aktivitas Antioksidan 9 Analisis Fitokimia 10

(10)

DAFTAR TABEL

1. Analisis fitokimia tiga jenis madu hutan 5

2. Persamaan regresi linier dan nilai EC50 antioksidan tiga jenis madu hutan

Indonesia 10

3. Hasil identifikasi fitokimia golongan senyawa aktif tiga jenis madu hutan Indonesia 11

DAFTAR GAMBAR

1. Sampel uji tiga jenis madu hutan Indonesia 6

2. Zona hambat yang terbentuk disekitar kertas cakram dari pengujian madu

SB1 100%, 50% dan 25% 6

3. Diameter zona hambat pengujian antibakteri tiga jenis madu hutan (mm) 7 4. Histogram hubungan antara konsentrasi madu dengan diameter zona

bening 8

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Madu hutan merupakan salah satu jenis komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat di sekikar hutan atau kawasan hutan (Latifah 2004). Madu hutan dihasilkan oleh lebah liar (Apis dorsata), yaitu jenis lebah yang belum dapat dibudidayakan. Umumnya lebah tersebut hidup secara alami di hutan Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan kepulauan Nusa Tenggara dan merupakan jenis lebah yang penting bagi perlebahan Indonesia karena kontribusinya berupa produksi madu yang cukup tinggi serta pemanfaatannya sangat potensial dijadikan sebagai sumber mata pencaharian masyarakat sekitar hutan (Gultom 2007). Pengembangan pemanfaatan madu hutan dinilai mampu melestarikan hutan Indonesia karena pengelolaannya dilakukan secara tradisional (Zent 2009).

Disisi lain, secara empiris masyarakat menggunakan madu sebagai bahan makanan dan minuman karena masyarakat meyakini bahwa madu memiliki khasiat untuk mengobati berbagai penyakit seperti, pernafasan, infeksi saluran pencernaan dan bermacam-macam penyakit yang disebabkan infeksi (Hariyati 2010). Secara ilmiah, madu terbukti memiliki kandungan senyawa-senyawa organik yang bersifat antibakteri (Wilix et al. 1992; Kamaruddin 1997 dalam

Decline 2011). Selain mengandung senyawa antibakteri, madu hutan diduga potensial mengandung senyawa antioksidan, karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa madu hasil budidaya mengandung vitamin C, asam organik, enzim, asam fenolik, flavonoid, dan beta karoten yang bermanfaat sebagai antioksidan tinggi dan memiliki aktivitas antioksidan (Gheldof et al. 2002; Parwata et al. 2010; Giorgi et al. 2011).

Penelusuran pustaka tentang pengujian aktivitas antibakteri dan antioksidan madu hutan masih terbatas. Disisi lain, madu hutan diduga memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan madu hasil budidaya, karena madu hutan diperoleh dari pemanenan madu dengan jenis pakan multiflora (Hafidiani 2001). Parwarta et al. (2010) juga menegaskan bahwa madu memiliki komposisi kandungan senyawa kimia yang berbeda-beda berdasarkan sumber pakan nektarnya. Perbedaan tersebut diduga mepengaruhi perbedaan aktivitas madu sebagai antibakteri dan antioksidan. Komara (2002) juga membuktikan adanya perbedaan selektivitas daya hambat lima jenis madu hasil budidaya terhadap tiga jenis bakteri yang digunakan, karena itulah perlu dilakukan pengujian aktivitas antibakteri dan antioksidan madu hutan Indonesia.

Tujuan Penelitian

(12)

2

patogen penyebab penyakit infeksi diantaranya seperti bakteri Staphylococcus aureus (penyakit batuk), Salmonella typhi (penyakit tipus), Escherichia coli

(penyakit diare), dan Pseudomonas aeruginosa (radang paru-paru), serta menganalisis fitokimia madu secara kualitatif.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan informasi terhadap masyarakat bahwa madu hutan yang diuji telah terbukti secara ilmiah memiliki potensi sebagai antibakteri dan antioksidan sehingga dapat memberikan nilai tambah terhadap madu hutan dalam rangka pengembangan produk madu hutan.

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2013 sampai Agustus 2013 bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan IPA Institut Pertanian Bogor, Pusat Studi Biofarmaka Bogor, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah (Balitro) Cimanggu Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu, kit uji antibakteri, kit uji antioksidan, kit uji fitokimia kualitatif, cawan, oven, neraca analitik, autoklaf, inkubator, jangka sorong, refraktometer Aw-meter merek shibaura WA-360 dan cakram, trypticase soy broth (TSB), 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH), dan etanol p.a.

Metode Penelitian

Analisis Fisikokimia Madu Hutan

Analisis sifat fisikokimia madu hutan dilakukan dengan mengacu pada metode SNI 01-3545-2004 tentang madu. Adapun, karakteristik fisikokimia madu yang diuji meliputi kadar air madu, water activity (Aw) madu, warna, rasa dan aroma madu. Metodenya yaitu, penentuan kadar airnya dengan menggunakan alat

refraktometer. Aw madu ditentukan dengan menggunakan alat Aw-meter merek

(13)

3 Aktivitas Antibakteri

Uji aktivitas antibakteri madu dilakukan dengan menggunakan metode difusi sumur (Gariga et al. 1993). Pengujian antibakteri ini menggunakan empat jenis bakteri koleksi Laboratorium Mikrobiologi Institut Pertanian Bogor, diantaranya bakteri S. aureus,S. typhi, E. coli, dan P. aeruginosa. Langkah pertama, semua alat yang digunakan diserilisasi dengan membungkus alat-alat yang akan digunakan dengan kertas dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 oC dengan tekanan 15 psi (per square inchi) selama 15 menit, untuk alat-alat yang tidak tahan terhadap suhu tinggi cukup disterilkan dengan alkohol 90%. Regenerasi bakteri yang digunakan yaitu, satu jarum ose kultur bakteri dari isolat agar dimasukkan ke dalam 7,5 mL TSB dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama ± satu malam. Selain itu, juga dilakukan pemanasan media padat TSA hingga mencair, didinginkan hingga mencapai suhu ±40 oC. Selanjutnya, dimasukkan bakteri yang telah diregenerasi kedalam TSA tersebut dengan persentase 1 %, dihomogenkan, dituang pada cawan petri dan biarkan memadat.

Setelah media kultur uji tersebut padat, selanjutnya dimasukkan kertas cakram yang telah diberikan resapan madu yang telah diencerkan menjadi beberapa konsentrasi dengan diameter sebesar 6 mm diatas permukaan media bakteri dengan menggunakan pinset dan agak ditekan sedikit. Proses peresapan yaitu dilakukan dengan cara meneteskan ± 20 µl bahan antibakteri (Zakaria et ai.

2007). Adapun konsentrasi yang digunakan yaitu 100%, 50% dan 25%. Setelah itu, media tersebut diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37 oC dalam inkubator. Kemudian dilakukan pengukuran diameter dari zona bening yang terbentuk pada media dengan menggunakan jangka sorong pada berbagai sisi.

Pembuatan konsentrasi larutan madu dilakukan dengan menggunakan air sebagai pelarut karena air bersifat polar dan madu bersifat polar, sehingga madu dapat larut dengan baik dalam air. Selain itu, penggunaan air dipilih untuk menghindari kematian bakteri akibat toksisitas oleh pelarut. Adanya aktivitas antibakteri pada madu-madu tersebut yang ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar kertas cakram yang diberikan serapan madu hutan dengan berbagai konsentrasi yang telah ditentukan. Berdasarkan pengukuran zona bening yang terbentuk tersebut kita dapat menentukan daya antibakteri pada masing-masing madu hutan, yang diklasifikasikan berdasarkan pada kriteria kekuatan antibakteri oleh Davis (1971) dalam Dewi (2010), diantaranya: zona hambat yang terbentuk di atas 20 mm (hambatan antibakteri dikategorikan sangat kuat), 10-20 mm (dikategorikan kuat), 5-10 mm (dikategorikan sedang) dan di bawah 5 mm (dikategorikan lemah).

Aktivitas Antioksidan

(14)

4

dengan atom hydrogen yang berasal dari antioksidan suatu bahan sehingga membentuk DPPH tereduksi.

Pengujian dilakukan pada konsentrasi 500 ppm, 250 ppm, 125 ppm dan 62.5 dalam microplate. Nisbah larutan madu dengan larutan DPPH dalam pengujian ini adalah 1:1. Total larutan dalam wadah uji adalah 200 µL yang terdiri atas larutan ekstrak sebanyak 100 µL dan 100 µL larutan DPPH ((125 µM dalam etanol). Pemberian larutan madu 1.000 µg/mLakan menghasilkan konsentrasi madu dalam microplate 500 µg /mL. Kontrol negatif dibuat dengan mencampurkan 100 µL etanol dengan 100 µL larutan DPPH. Setelah homogen, wadah uji yang berisi larutan tersebut diinkubasi dalam tempat gelap selama 30 menit dan diukur serapan cahayanya dengan elisa reader pada λmaks 517 nm. Aktivitas antioksidan ditentukan dengan menghitung persen penangkapan radikal bebas DPPH oleh ekstrak dengan rumus:

% inhibisi = {(A-B)/A} x 100% Keterangan:

A= serapan kontrol negatif (tanpa madu) B= serapan madu

Data inhibisi yang diperoleh kemudian diolah menggunakan persamaan regresi yang diperoleh dari hubungan antara konsentrasi madu dengan persen penghambatan untuk menentukan konsentrasi efektif (effective concentration) pada tingkat 50% (EC50).

Analisis Fitokimia

Analisis fitokimia dilakukan secara kualitatif terhadap tiga jenis madu hutan Indonesia untuk mengetahui keberadaan kelompok senyawa flavanoid, alkaloid, terpenoid, steroid, saponin, dan tanin dalam madu. Metode analisis fitokimia mengacu pada metode yang dikerjakan oleh Harborne (1996) dan

(15)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Fisikokimia Madu Hutan

Analisis fitokimia yang dilakukan meliputi analisis kadar air, Aw, warna, rasa dan aroma tiga jenis madu hutan Indonesia. Hasil analisis terhadap sampel uji ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Analisis fitokimia tiga jenis madu hutan

Madu KA

KB1: madu asal Kalimantan Barat, SM1: Madu asal Sumatera, SB1: madu asal Sumbawa

Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan sifat fisikokimia pada tiga jenis madu hutan. Pada pengujian kadar air diperoleh kadar air tertinggi pada madu hutan KB1 (18%) dan kadar air terendah pada madu hutan SB1(16%). Kadar air madu merupakan salah satu faktor penentu kualitas madu, semakin tinggi kadar air suatu jenis madu maka semakin rendah kualitas madu tersebut (White 1992). Besarnya kadar air madu dipengaruhi oleh iklim, pengelolaan saat panen dan jenis nektar pakan lebah. Secara umum kondisi ketiga jenis sampel madu yang digunakan tersebut baik karena masih di bawah standar batas maksimal yang telah ditentukan SN1 01-3545-2004 yaitu di bawah 22%. Aw madu merupakan sejumlah air bebas pada madu yang dapat mempengaruhi aktivitas pertumbuhan bakteri (Molan 1993). Besarnya nilai Aw ini dipengaruhi oleh kandungan air madu, sumber nektar dan suhu madu, Aw tertinggi pada madu SM1(0.62) dan Aw terendah pada madu KB1(0.57), nilai Aw pada suatu jenis madu semakin rendah maka kualitas madu tersebut semakin baik.

Perbedaan sumber pakan lebah atau jenis nektar madu menyebabkan perbedaan yang tampak pada warna, rasa dan aroma madu (Tabel 1). Menurut informasi yang diperoleh dari JMHI (2008), madu sumbawa diperoleh dari kawasan hutan Sub DAS Batulanteh Sumbawa yang didominasi tegakan binong (Tetrameles nudiflora), asam (Tamarindus spp.), putat (Barringtonia acutangula),

(16)

6

Gambar 1 Sampel uji tiga jenis madu hutan tiga jenis madu hutan Indonesia KB1: madu asal Kalimantan Barat, SM1: Madu asal Sumatera, SB1: madu asal Sumbawa

Aktivitas Antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri dengan metode sumur menunjukkan madu hutan Indonesia positif memilki aktivitas antibakteri. Semakin tinggi konsentrasi madu semakin besar zona hambat yang terbentuk yang mengindikasikan bahwa semakin kuat daya hambat madu terhadap pertumbuhan bakteri (Gambar 2).

A B C D

Gambar 2 Zona hambat yang terbentuk disekitar kertas cakram dari pengujian madu SB1 pada konsentrasi 100%, 50% dan 25% (A= Escherichia coli,

B=Pseudomonas aeruginosa, C= Staphylococcus aureus, D= Salmonella thypi)

(17)

7

Gambar 3 Diameter zona hambat pengujian antibakteri tiga jenis madu hutan (mm)

Keterangan : KB1: madu asal Kalimantan Barat, SM1: Madu asal Sumatera, SB1: madu asal Sumbawa PS=Pseudomonas aeruginosa, SAL=Salmonella typhi, EC=Escherichia coli, SA=Staphylococcus aureus

Madu hutan KB1 aktivitas antibakterinya lemah pada konsentrasi 25% dan aktivitasnya mulai sedang pada konsentrasi 50% terhadap bakteri P. aeruginosa dan kuat terhadap bakteri S. thypi serta pada konsentrasi 100 % aktivitas antibakteri madu tersebut masuk dalam klasifikasi sedang untuk jenis bakteri P. aeruginosa, S. thypi dan E. coli dan sangat kuat terhadap bakteri S. thypi. Madu hutan SM1 dan SB1 memilki aktivitas antibakteri klasifikasi sedang terhadap bakteri E. coli pada konsentrasi 25% dan pada konsentrasi 50% aktivitas antibakteri kedua madu masuk dalam klasifikasi kuat. Aktivitas semua jenis madu lemah terhadap bakteri S. aureus pada konsentrasi 25% sampai 50% dan mulai tampak pada konsentrasi 100% dengan daya hambat pada klasifikasi sedang. Aktivitas antibakteri terbaik dari ketiga jenis madu hutan yang diuji yaitu madu SB1 sangat kuat terhadap bakteri S. thypi dan E. coli.

Secara umum hasil pengujian diperoleh bakteri gram negatif (P. aeruginosa, E. coli dan S. thypi ) lebih rentan terhadap senyawa aktif antibakteri dari madu-madu tersebut dibandingkan bakeri gram positif (S. aureus). Hal ini dikarenakan komponen penyusun madu yang sebagian besar terdiri atas senyawa-senyawa yang bersifat polar, seperti gula monosakarida (fruktosa dan glukosa), asam organik, asam fenolik, vitamin C, flavonoid dan senyawa polar yang bersifat antibakteri lainnya. Disisi lain, Rahayu (1999) mengatakan bahwa pada bakteri gram negatif terdapat gugus hidrofilik yang memiliki kemudahan dalam mengikat senyawa-senyawa polar, sedangkan pada bakteri gram positif terdapat gugus yang bersifat hidrofobik yang lebih mudah mengikat senyawa-senyawa bersifat nonpolar, sehingga aktivitas antibakteri madu murni lebih efektif terhadap jenis-jenis bakteri gram negatif dibandingkan bakteri gram

lemah sedang kuat Sangat

(18)

8

positif. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Hafidiani (2001) dan Rio et al. (2012), bahwa bakteri gram negatif lebih sensitif terhadap zat aktif antibakteri madu dibandingkan dengan bakteri gram positif.

Gambar 4 Histogram hubungan antarara konsentrasi madu dengan diameter zona penghambatan (mm)

Keterangan :KB1: madu asal Kalimantan Barat, SM1: Madu asal Sumatera, SB1: madu asal Sumbawa. SAL=Salmonella typhi, EC=Escherichia coli. Data madu monoflora dan multiflora bersumber dari Hafidiani (2001).

Senyawa madu lain yang memilki aktivitas antibakteri diantaranya yaitu, senyawa inhibine dan non-inhibine. Inhibine dinyatakan sebagai pembentuk enzim dan merupakan akumulasi dari hydrogen peroksida (H2O2) dalam mencairkan madu dan nektar. H2O2 telah lama dikenal sebagai antibakteri yang efektif dan merupakan komponen utama dari beberapa penisilin terutama notatin. Berbagai bakteri sangat peka terhadap inhibine dan bakteri gram negatif lebih peka terhadap bakteri gram positif (Molan 1992). Namun, inhibine sangat sensitif terhadap panas dan keberadaannya dalam madu ditentukan oleh jenis, umur dan kondisi madu serta proses pengolahan madu.

Senyawa non-inhibine merupakan senyawa aktif madu yang berpotensi sebagai antibakteri madu. Adapun jenis-jenis senyawa antibakteri yang termasuk dalam kelompok senyawa tersebut diantaranya kelompok senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida dan senyawa lainnya (Tabel 3). Kandungan senyawa fitokimia setiap jenis madu berbeda antara madu yang satu dan yang lainnya, perbedaan ini dipengaruhi oleh sumber nektar pakan lebah (Bogdanov 1997). Perbedaan nektar pakan lebah tersebut dapat memengaruhi perbedaan karakteristik madu diantaranya, warna, rasa dan aroma serta aktivitas antibakteri madu tersebut. Perbedaan daya hambat madu terhadap jenis-jenis bakteri patogen di atas diduga dipengaruhi oleh perbedaan kadar dan jenis penyusun salah satu kelompok senyawa fitokimia tersebut, sehingga pengujian pada jenis bakteri yang

lemah sedang

kuat Sangat

(19)

9 berbeda dapat menghasilkan daya hambat yang berbeda yang ditandai dengan perbedaan besaran diameter zona hambat yang terbentuk.

Perbandingan pengujian aktivitas antibakteri tiga jenis madu hutan dan jenis-jenis madu hasil budidaya terhadap jenis bakteri S. thypi dan E. coli oleh Hafidiani (2001) (Gambar 4) menunjukkan bahwa ketiga jenis madu hutan tersebut memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik dibandingkan jenis-jenis madu hasil budidaya. Madu hasil budidaya merupakan madu yang diperoleh dari hasil budidaya jenis lebah A. melifera dengan pakan satu jenis nektar (monoflora) dan beberapa jenis nektar (multiflora). Madu hutan SB1 memiliki aktivitas terbaik terhadap jenis bakteri S. thypi dan bakteri E. coli dibandingkan dengan jenis-jenis madu lainnya, dengan diameter zona bening terbesar yaitu berturut-turut 32.5 mm dan 27.5 mm. Madu hutan KB1 memilki aktivitas antibakteri paling baik terhadap jenis bakteri S. thypi dibandingkan dengan jenis-jenis madu hasil budidaya dengan diameter zona hambat 28 mm. Madu hutan SM1 memiliki aktivitas antibakteri paling baik terhadap bakteri E. coli setara dengan aktivitas antibakteri madu karet, yang mana madu karet tersebut merupakan madu yang memiliki aktivitas antibakteri terbaik terhadap E. coli diantara jenis-jenis madu hasil budidaya lainnya dengan klasifikasi sangat kuat dan diameter zona hambat yang terbentuk sebesar 25 mm.

Aktivitas Antioksidan

Gambar 5 Grafik hasil pengujian antioksidan madu hutan Indonesia

KB1: madu asal Kalimantan Barat, SM1: Madu asal Sumatera, SB1: madu asal Sumbawa PS=Pseudomonas aeruginosa, SAL=Salmonella typhi, EC=Escherichia coli, SA=Staphylococcus aureus

(20)

10

terbaik. Hal ini membuktikan bahwa madu dengan jenis bunga yang berbeda memliki aktivitas antiradikal bebas atau antioksidan yang berbeda pula. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan pada madu floral Australia bahwa pada bunga yang berbeda memiliki aktivitas antiradikal bebas yang juga berbeda (Bruce 2005). Perbedaan ini disebabkan sumber nektar kedua madu tersebut berbeda sehingga komposisi senyawanya juga berbeda. Pernyataan ini didukung oleh Suranto (2007) yang menyatakan bahwa tiap jenis madu memang memiliki efek antiradikal bebas yang berbeda-beda yang mana jumlah dan kandungan antioksidannya sangat tergantung dari sumber nektarnya.

Tabel 2. Persamaan regresi linier dan nilai EC50 antioksidan tiga jenis madu hutan Indonesia

No Madu Persamaan Linier R2 EC50

1 KB1 Y = 0.017x+1.163 0.973 2872.765

2 SM1 Y = 0.018x+0.937 0.980 2725.722

3 SB1 Y = 0.011x+2.243 0.954 4341.545

KB1: madu asal Kalimantan Barat, SM1: Madu asal Sumatera, SB1: madu asal Sumbawa

Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 2), madu hutan SM1 memiliki aktivitas antioksidan yang terbaik diantara madu hutan KB1 dan SB, karena nilai EC50 yang diperoleh paling rendah diantara keduanya. Namun, ketiga jenis madu hutan tersebut dinilai kurang berpotensi sebagai antioksidan alami karena hasil perhitungan nilai EC50nya di atas 1000 ppm. Molyneux (2004) mengatakan bahwa suatu zat dapat berpotensi sebagai antioksidan bila nilai EC50nya berkisar antara 300-1000 ppm. Semakin rendah nilai EC50 yang diperoleh dari pengujian antioksidan madu, maka madu tersebut dinilai semakin berpotensi sebagai antioksidan alami. Meskipun nilai EC50 ketiga madu hutan kurang berpotensi sebagai antioksidan alami, aktivitas antioksidannya masih jauh lebih baik dibandingkan dengan madu hasil budidaya lebah madu dengan nektar randu dan kelengkeng. Madu randu dan madu kelengkeng dengan konsentrasi 8000 ppm hanya mampu meredam DPPH sebesar 40% dan 52% (Parwata et al. 2010), sedangkan madu hutan SB1, SM1, dan KB1 mampu meredam DPPH sebesar 50% pada konsentrasi berturut-turut 2725 ppm, 2872 ppm, dan 4341 ppm.

Analisis Fitokimia

(21)

11 triterpena, steroid, saponin dan glikosida berkhasiat menurunkan kadar kolesterol dalam darah, beberapa ada juga yang beracun, sebagai antibiotik dan fungisidal (Vickery 1981 dalam Fitriana 2008). Selain itu, golongan senyawa fenolik, seperti flavonoid, tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan (Mahardhika 2013).

+ : Teridentifikasi mengandung senyawa aktif tersebut - : Tidak teridentifikasi mengandung senyawa aktif tersebut

KB1: madu asal Kalimantan Barat, SM1: Madu asal Sumatera, SB1: madu asal Sumbawa

Besarnya zona hambat yang terbentuk dari hasil pengujian antibakteri (Gambar 3) diduga dipengaruhi oleh keberadaan senyawa aktif yang ada pada madu diantaranya alkaloid, flavonoid, triterpenoid, fenolik dan glikosida. Adapun mekanisme kerja senyawa-senyawa aktif tersebut berupa perusakan dinding sel bakteri yang mengakibatkan lisis atau penghambatan sintesis proteinnya, perubahan permeabilitas membran sitoplasma sehingga terjadi kebocoran zat nutrisi dari dalam sel, denaturasi protein sel dan perusakan sistem metabolisme sel dengan cara menghambat kerja enzim intraselulernya (Pelzar 1979 dalam

Hafidiani 2001).

Menurut Bogdanov (1997), aktivitas antibakteri pada madu berasal dari tumbuhan yang mana lebah menggunakan tumbuhan sebagai sumber pakannya. Meistiani (2010) mengatakan bahwa suatu jenis tumbuhan tertentu dapat mengandung campuran senyawa alkaloid yang kompleks (klasifikasi alkaloid berdasarkan cincin nitrogen dan biosintesisnya: alkaloid sejati, protoalkaloid dan pseudoalkaloid). Alkaloid tersebut berperan terhadap aktivitas antibakteri. Selain itu, Harborne (1996) juga mengatakan bahwa telah diketahui ada sekitar 5500 senyawa alkaloid yang tersebar pada berbagai famili tumbuhan. Karena madu-madu tersebut berasal dari hutan yang sumber pakan nektarnya dari jenis pohon yang heterogen, diduga madu-madu juga memiliki kandungan alkaloid dengan kuantitas dan jenis yang berbeda pula, sehingga terjadi perbedaan aktivitas antibakteri dari ketiga jenis madu hutan tersebut.

(22)

12

senyawa fenolik dalam madu-madu hutan tersebut. Yao et al. (2003) menyatakan bahwa setiap madu memiliki perbedaan kandungan jenis flavonoid dan fenolik berdasarkan jenis nektar bunga yang dimakan lebah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Ketiga madu hutan yang diuji memiliki sifat fisikokimia yang berbeda baik kadar air, Aw (water activity), warna, rasa dan aromanya. Pada konsentrasi 50% aktivitas antibakteri madu KB1 tergolong sedang terhadap P. aeruginosa, kuat terhadap S. thypi dan lemah pada E. coli. Sedangkan, pada konsentrasi yang sama, aktivitas antibakteri madu SM1 tergolong sedang terhadap P. aeruginosa

dan S. thypi serta kuat terhadap E. coli. Madu SB1 memiliki aktivitas antibakteri sedang pada P. aeruginosa dan kuat terhadap S. thypi dan E. coli. Aktivitas antibakteri ketiganya pada konsentrasi 50% tergolong lemah terhadap bakteri

S.aureus. Ketiga madu hutan kurang berpotensi sebagai antioksidan alami karena madu hutan SB1, SM1, dan KB1 mampu meredam DPPH sebesar 50% pada konsentrasi berturut-turut 2725 ppm, 2872 ppm, dan 4341 ppm. Analisis fitokimia kualitatif mendeteksi adanya senyawa aktif madu dari kelompok

senyawa alkaloid, fenolik, flavonoid, triterpenoid dan glikosida dan saponin. Saran

Berdasarkan hasil pengujian ini, penelitian lanjutan yang disarankan adalah pengujian aktivitas antibakteri madu hutan dengan menggunakan metode in-vivo

dan pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak madu tersebut dengan menggunakan berbagai jenis pelarut. . Selain itu, juga perlu dilakukan pengujian aktivitas antioksidan madu hutan dengan metode selain DPPH yaitu, Frap (ferric reducing antioxidant power), CR (cerium reduction) atau Cuprac (cupric ion reducing antioxidant capacity).

DAFTAR PUSTAKA

Asih IARA, Ketut R, Ida BS. 2012. Isolasi identifikasi senyawa golongan flavonoid dari madu kelengkeng (Nephelium longata L.). J Kimia. 6(1):72-78.

Bogdanov S. 1997. Nature and origin of the antibacterial substances in honey [internet]. [diunduh 3013 Juli 25]. Tersedia pada: http://www.sciencedirect.com.

Bruce RD. 2005. Antioxidant in Australian floral honeys identification of health-enhanching nutrient components [internet]. [diunduh pada 2013 Juli 25]. Tersedia pada : https://rirdc.infoservices.com.au.

Decline V. 2011. Efektivitas madu dan sari buah mengkudu (Momorinda citrifolia) sebagai anti bakteri terhadap Escherichia coli) pada karkas ayam [skripsi]. Surabaya (ID): Universitas Airlangga.

(23)

13 Dewi FK. 2010. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia, Linnaeus) terhadap bakteri pembusuk danging segar [tesis]. Surakarta(ID): Universitas Sebelas Maret.

Erguder BI, Kilicoglu SS, Namuslu M, Kilicoglu B, Devrim E, Kismet K, Durak I. 2008. Honey prevent hepatic damage induced by obstruction of the common bile duct. World J Gastroenterol 12(23):3729-3732.

Fitriana S. 2008. Penapisan fitokimia dan uji aktivitas anthelmintik ekstrak daun jarak (Jathropha curcas L) terhadap cacing Ascaridia galli secara in-vitro

[skrpisi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Fennema. 1985. Food chemistry. New York(US): Marcell Dekker Inc.

Gariga MHM. Aimerich, Monfort JM. 1993. Bactetiocinogenic activity of lactobacilli from fermentor sausages. J Applied Bacteria. 75(2):142-148. Gheldof N,Wang XH, Engeseth NJ. 2002. Identification and quantification of

antioxidants components of honey from various floral sources. J Agri Food Chem. 50(21):5870-5877.

Giorgi A, Madeo M, Baumgartner J, Lozzia GC. 2011. The relationships between phenolic content, pollen diversity, physicochemical information and radical scavenging activity in honey. J Molecules. 16:336-347.

Gultom SMP. 2007. Analisis biaya pengusahaan lebah madu pada perlebahan puspa alas roban di Gringsing, Kabupaten Batang Jawa Tengah [skripsi]. Bogor(ID): Intitut Pertanian Bogor.

Harborne J. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.Cetakan ke-2. Padmawinata K,I. Soediro, penerjemah. Bandung(ID): Intitut Teknologi Bandung.

Hannani E,Abdul M, Ryany S. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam spons Callyspongia sp dari Kepulauan Seribu [internet]. [diunduh 2013 Juli 25]. Tersedia pada: http://journal.ui.ac.id.

Hafidiani R. 2001. Aktivitas antimikroba madu monoflora dan multiflora. [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Hariyati LF. 2010. Aktivitas antibakteri berbagai jenis madu terhadap mikroba pembusuk (Pseudomonas fluorescens fncc 0071 dan pseudomonas putida fncc 0070). [skripsi]. Surakarta(ID): Universitas Sebelas Maret.

[JMHI]. Jaringan Madu Hutan Indonesia. 2008. Madu hutan dan konservasi hutan. [diunduh 2013 Agustus 21]. Tersedia pada: http://www.scribd.com/doc. Komara S. 2002. Kajian aktivitas dan identivikasi kelas senyawa antibakteri 5

jenis madu Indonesia [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Latifah L. 2004. Penilaian ekonomi hasil hutan non kayu [internet]. [diunduh 2013 Agustus 25]. Tersedia pada: http://library.usu.ac.id.

Mahardhika C. 2013. Fraksionasi ekstrak kulit petai berpotensi antioksidan [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Meistiani Y. 2010. Isolasi dan identifikasi senyawa alkaloid dari akar kuning (Arcangelisia flafa (L) Merr). [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Molan PC. 1992. The antibacterial activity of honey [internet]. [diunduh 2013

Agustus 21]. Tersedia pada: http://researchcommons.waikato.ac.nz.

(24)

14

Murniasih T. 2005. Substansi kimia untuk pertahanan diri dari hewan laut tak bertulang belakang [internet]. [diunduh 26 Juli 2013]. Tersedia pada: www.oseanografi.lipi.go.id.

Parwata IM, Ratnayani K, Listia A. 2010. Aktivitas antiradikal bebas serta kadar betakaroten pada madu kapuk (Ceiba pentandra) dan madu kelengkeng

(Nephelium longata L.). J Kimia 4 (1):54-62.

Putra YA. 2011. Aktivitas antimikroba air perasan dan ekstrak etanol buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia) terhadap beberapa bakteri penyebab infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) in-vitro [tesis]. Bandung(ID): Universitas Kristen Maranatha.

Rahayu WP. 1999. Kajian aktivitas antimikroba ekstrak dan fraksi rimpang lengkuas (Alpina galangal L.) terhadap mikroba patogen dan perusak makanan [disertasi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Rio YBP, Aziz D dan Asterina. 2012. Perbandingan efek antibakeri madu asli Sikabu dengan madu Lubuk Minturun terhadap Escherichia coli dan

Staphylococcus aureus secara in-vitro [internet]. [diunduh 2013 september 16]. Tersedia pada: http://jurnal.fk.unand.ac.id.

Rita WS. 2010. Isolasi,identifikasi dan uji aktivitas antibakteri senyawa golongan triterpenoid pada rimpang temu putih. J Kimia. 4(1):20-26.

Rostinawati T. 2009. Aktivitas antibakteri madu amber dan madu putih terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa multiresisten dan Staphylococcus aureus resisten metisilin. [penelitian mandiri]. Jatinangor(ID): Universitas Padjajaran.

[SNI]Standar Nasional Indonesia. 2004. Madu. Jakarta(ID): Badan Standarisasi Nasional.

Suranto A. 2007. Terapi madu. Jakarta(ID): Penebar Plus.

White JW. 1992. Internal standard stable carbon isotope ratio method for determination of C-4 plant sugars in honey: collaborative trial study, and evaluation of improved protein preparation procedure. JAOACI. 75:543-548. Wilix, DJ, Molan PC, Harfoot CJ. 1992. A comparison of the sensitivity of wound infecting species of bacteria to the antibacterial activity of manuka and other honey. JApplied Bacteriology. 73(5):388-394.

Yao L, Yueming J, Riantong S, Bruce D, Nivedita D, Nola C, Katherine R. 2003. Flavonoids in australian melaleuca, guioa, lophostemon, banksia and helianthus honeys and their potential for floral authentication. [diunduh 2013 Juli 26]. Tersedia pada: http://www.sciencedirect.com.

Zakaria ZA, Zaiton H, Henie, Jais A, Zainuddin ENH. 2007. In-vitro antibacterial activity of averrhoa bilimbi L. leaves and fruits extracts. I J Trop Med.

2(3):96-100.

(25)

15 RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumenep Madura, Jawa Timur pada tanggal 23 November 1990 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Suyatno dan Ibu Sukartini. Penulis memulai pendidikan formalnya di SMAN 2 Sumenep pada tahun 2006 dan selesai pada tahun 2009, selanjunya pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) dan diterima di Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, kemudian pada tahun 2012 penulis memilih bidang keahlian Kimia Hasil Hutan.

Selama mengikuti pendidikannya di IPB penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan yaitu, Kerohanian Insan Asrama TPB IPB 2009-2010, staf Pembina dan Pengajar di Bimbingan Remaja dan Anak, LDK Al-Hurriyyah 2009-2011, Gasisma 2009-2013, DKM Ibadurrahman 2010-2011 Hipunan Profesi Mahasiswa Hasil Hutan 2010-2013, Senior Resident Asrama TPB IPB 2011-2013. Selain itu penulis juga aktif di kepanitiaaan beberapa kegiatan IPB. Penulis juga pernah melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Gunung Papandayan dan Leweung Sancang di Jawa Barat serta melaksanakan Praktek Pengolahan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di Pusat Perlebahan Nasional KMB Agroforestry dan Usaha Lain Perum Perhutani Unit III Jawa Barat – Banten.

Gambar

Gambar 1 Sampel uji  tiga jenis madu hutan tiga jenis madu hutan Indonesia
Gambar 3  Diameter zona hambat pengujian antibakteri tiga jenis madu hutan
Gambar 4 Histogram hubungan antarara konsentrasi madu dengan diameter zona
Gambar 5 Grafik hasil pengujian antioksidan madu hutan Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

+kode_ikan: string +nama_ikan: string +harga_dasar: string +harga_jual: string +stok: int +hitung_harga_jual(): void +ubah(): void +tambah(): void +simpan():

Dari hasil penelitian ini maka dapat ditark kesimpulan bahwa guru pendidikan agama Islam di SMA Negeri 2 Kalianda Lampung Selatan telah melakukan berbagai upaya guru PAI dalam

Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian pakan dengan level protein berbeda terhadap kualitas karkas ayam hasil persilangan ayam Bangkok dan ayam Arab, megenai perbandingan

maka Pejabat Pengadaan Dinas Perhubungan Komunikasi Informasi dan Telematika Aceh Tahun Anggaran 2015 menyampaikan Pengumuman Pemenang pada paket tersebut diatas sebagai berikut

Dalam matematika generalisasi adalah suatu proses modifikasi suatu proposisi atau teorema sehingga memperoleh sifat yang lebih umum, dan proposisi atau teorema yang lama

Sesudah eritropoesis megaloblastik dinyatakan positif dan telah berkumpul darah yang cukup untuk pengukuran konsentrasi vitamin B12 dan asam folat lebih lanjut,

Dalam hal Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota dibebantugaskan dari jabatannya karena diusulkan untuk diberhentikan dengan tidak hormat dengan alasan melakukan perbuatan

Model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang dianggap memiliki karakteristik pembelajaran saintifik yang sangat cocok diterapkan pada