• Tidak ada hasil yang ditemukan

Effect of Electric Furnace Slag, Dolomite, and Micro Nutrient on Chemical Soil Properties, Growth and Yield Rice on Peat Soil from Kumpeh, Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Effect of Electric Furnace Slag, Dolomite, and Micro Nutrient on Chemical Soil Properties, Growth and Yield Rice on Peat Soil from Kumpeh, Jambi"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa) VARIETAS IR 64 PADA TANAH GAMBUT DALAM DARI KUMPEH, JAMBI

Hastiana Utami A14080089

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

HASTIANA UTAMI. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah serta Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa) Varietas IR 64 pada Tanah Gambut Dalam dari Kumpeh, Jambi. Dibimbing oleh SUWARNO dan KOMARUDDIN IDRIS.

Pada tahun 2010 produksi padi sebesar 66,41 juta ton padi (gabah kering giling) dirasa belum mampu memenuhi kebutuhan beras. Keterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian mengarah pada lahan-lahan marjinal, salah satunya yaitu lahan gambut. Secara alamiah lahan gambut di Indonesia memiliki tingkat kesuburan rendah karena kandungan unsur hara yang rendah dan bersifat sangat masam. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut antara lain adalah pengapuran, penamban unsur hara makro dan mikro, serta penambahan bahan-bahan amelioran seperti: terak baja, abu vulkan, lumpur rawa, abu sisa pembakaran, dan lain-lain. Salah satu amelioran yang umum digunakan di Amerika, Jepang, dan Korea yaitu terak baja, tetapi di Indonesia belum digunakan. Padahal hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terak baja (electric furnace slag) Indonesia dapat meningkatkan pH tanah, Ca dan Mg dapat dipertukarkan, dan meningkatkan ketersediaan Si dalam tanah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh electric furnace slag (EF Slag), dolomit, dan unsur mikro terhadap sifat kimia tanah serta pertumbuhan dan produksi tanaman padi pada tanah gambut. Penelitian dilakukan melalui percobaan inkubasi di laboratorium dan percobaan pot di rumah kaca dengan menggunakan tanah gambut yang berasal dari Kumpeh, Jambi. Dosis yang diberikan yaitu EF Slag

0%, 2%, 4%, 6%, dan 8% dan dolomit ekuivalen EF Slag 0%, 2%, 4%, 6%, dan 8%. Rancangan percobaan yang dipakai adalah rancangan acak lengkap (RAL).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian EF Slag nyata meningkatkan nilai pH tanah, Ca dan Mg dapat ditukar, P-tersedia, SiO2-tersedia, serta unsur mikro

(Fe, Mn, dan Zn) tersedia tanah. Perlakuan dolomit nyata meningkatkan nilai pH tanah serta Ca dan Mg dapat ditukar dan untuk perlakuan unsur mikro nyata meningkatkan nilai Cu dan Zn tersedia pada tanah. Ketiga perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap N-total dan kadar logam berat (Pb, Hg, dan Cd) tersedia tanah. Electric furnace slag dan dolomit nyata meningkatkan pertumbuhan tanaman, namun hanya EF slag yang nyata meningkatkan produksi tanaman padi. Electric furnace slag nyata meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi lebih baik dibanding perlakuan dolomit dan unsur mikro. Kandungan logam berat beracun dalam beras pada beras pelakuan EF Slag dan dolomit masih di bawah batas maksimum cemaran logam berat dalam beras, sehingga beras tersebut masih aman untuk dikonsumsi.

(3)

HASTIANA UTAMI. Effect of Electric Furnace Slag, Dolomite, and Micro Nutrient on Chemical Soil Properties, Growth and Yield Rice on Peat Soil from Kumpeh, Jambi. Under guidance of SUWARNO and KOMARUDDIN IDRIS.

In 2010 production of 66,41 million tons of rice was not able to fulfill the demand for rice. Limited of productive land causes agricultural extensive conducts on marginal lands, such as peat land. Naturally Indonesian peat lands are low nutrient content and very acid. This problem can be solved by liming, addition of macro and micro nutrients, and addition an ameliorant material: steel slag, volcanic ash, sludge, etc. One of ameliorant used for agriculture in America, Japan, Korea is steel slag, but this material has not been used in Indonesia. Whereas in previous research result showed the steel slag (electric furnace slag) Indonesia have increase soil pH, exchangeable Ca and Mg, and increase availability of Si in soil.

The objective of this research was to evaluate effect of electric furnace slag (EF slag), dolomite, and micro nutrients on chemical properties of soil and rice growth and yield on peat soil. This research consisted of two experiments; incubation in laboratory and green house pot experiment, using pot soil from Kumpeh Hulu, Jambi. The dosages applied ware EF slag 0%, 2%, 4%, 6%, 8% and for dolomite equivalent to EF slag 0%, 2%, 4%, 6%, 8%. Experimental design used was completely randomized design.

The result indicated that addition of EF slag significantly increased soil pH, exchangeable Ca and Mg, available P, SiO2, and micro nutrients (Fe, Mn, and

Zn). The addition of dolomite significantly increased soil pH and exchangeable Ca and Mg. The addition of micro nutrient only significantly increased available of Cu and Zn. However, all treatments have no significant effect on N-total and heavy metal content (Pb, Hg, and Cd). Electric furnace slag and dolomite significantly increase growth of rice, but only EF slag which significantly increased production of rice. The effect of EF slag showed significantly better than applied of dolomite and micro nutrients for growth and production of rice on peat soil from Kumpeh, Jambi. The content of toxic heavy metals (Pb, Hg, and Cd) in brown rice was lower than maximum limit of heavy metal in brown rice. Consequently, the brown rice is safe to consume.

(4)

PRODUKSI TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa) VARIETAS IR 64 PADA TANAH GAMBUT DALAM DARI KUMPEH, JAMBI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian

Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

HASTIANA UTAMI A14080089

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

dan Produksi Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa) Varietas IR 64 pada Tanah Gambut Dalam dari Kumpeh, Jambi

Nama : Hastiana Utami NRP : A14080089

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Suwarno, M.Sc. Dr. Ir. Komaruddin Idris, M.S. NIP.19621120 198811 1 001 NIP. 19490303 197603 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP. 19621113 198703 1 003

(6)

Hasanudin, SE dan Mulyati, S.Pd. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis memulai studinya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Lagoa 11 pagi Jakarta Utara, dan lulus pada tahun 2002. Setelah itu penulis melanjutkan studi ke Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 30 Jakarta Utara, dan lulus pada tahun 2005. Selanjutnya, penulis melanjutkan studi ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 13 Jakarta Utara, dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama dengan kelulusan SMA, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada program studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian.

Selama menjalani kuliah di IPB penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan antara lain menjadi koordinator Rubrik Lingkungan dan Budaya, Unit Kegiatan Kampus (UKM) Koran Kampus IPB tahun 2009/2010 dan ketua

Komisi Pengawas Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Pertanian tahun 2010/2011. Selain aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata

(7)

dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah serta Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa) Varietas IR 64 pada Tanah Gambut Dalam dari Kumpeh, Jambi” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Suwarno, M.Sc. dan Dr. Ir. Komaruddin Idris, M.S. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, bantuan, saran, dan motivasi yang diberikan selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc. selaku dosen Departemen Ilmu Tanah dan

Sumberdaya Lahan yang telah bersedia menjadi dosen penguji dan memberikan saran bagi penulis.

3. Proyek kerjasama IPB dan Research Institute of Industrial Science and Technology Korea yang telah mendanai penelitian ini.

4. Kedua orang tua yang senantiasa memberikan motivasi dan doa sehingga penulis tetap bersemangat menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh staf Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB yang telah membantu penulis selama melakukan analisis di laboratorium.

6. Staf University Farm Cikabayan IPB yang telah membantuan penulis selama melakukan penelitian di rumah kaca.

(8)

seluruh pihak yang telah membantu.

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu tanah. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.

Bogor, Desember 2012

(9)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

1.3. Hipotesis Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Tanah Gambut ... 3

2.1.1. Pengertian dan Sifat Kimia Tanah Gambut ... 3

2.1.2. Usaha-Usaha Pengelolaan Lahan Gambut ... 4

2.2. Karakteristik Tanaman Padi ... 5

2.3. Silikon dalam Tanah dan Tanaman ... 8

2.4. Pemanfaatan Terak Baja dalam Bidang Pertanian ... 9

2.5. Dolomit Sebagai Bahan Pengapuran ... 10

2.6. Permasalahan Logam Berat dalam Lingkungan ... 11

III. BAHAN DAN METODE ... 14

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

3.2. Bahan dan Alat ... 14

3.3. Metode Penelitian ... 15

3.3.1. Rancangan Penelitian ... 15

3.3.2. Percobaan Inkubasi Tanah di Laboratorium ... 15

3.3.3. Percobaan Pot di Rumah Kaca ... 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

4.1. Karakterisik Awal Tanah Gambut ... 20

(10)

4.3. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro

terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi IR 64 27

4.3.1. Pertumbuhan Tanaman ... 27

4.3.2. Produksi Tanaman ... 29

4.4. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap Kadar SiO2 pada Jerami dan Kadar Logam Berat pada Beras Tanaman Padi IR 64 ... 32

4.4.1. Kadar SiO2 pada Jerami... 32

4.4.2. Kadar Logam Berat (Hg, Pb, dan Cd) pada Beras ... 33

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

5.1. Kesimpulan ... 35

5.2. Saran ... 35

VI. DAFTAR PUSTAKA... 36

(11)

DAFAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Beras (BSN, 2009) ... 13

2. Dosis Perlakuan yang Diberikan dalam Percobaan Inkubasi di

Laboratorium ... 16

3. Dosis Perlakuan yang Diberikan dalam Percobaan Pot di Rumah Kaca ... 17

4. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap

Sifat Kimia Tanah Setelah Satu Bulan Inkubasi ... 21

5. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap

Pertumbuhan Tanaman Padi ... 27

6. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap

Produksi Tanaman Padi ... 30

7. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap

Kadar SiO2 pada Jerami Padi ... 32

8. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap

Kadar Logam Berat pada Beras ... 33

Lampiran

1. Analisis Awal Tanah Gambut ... 38

2. Komposisi Kimia Electric Furnace Slag (Indonesia) ... 39 3. Karakteristik Padi IR 64 ... 40

4. Analisis Ragam Pengaruh EF Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro

terhadap pH Tanah Inkubasi Satu Bulan ... 41

5. Analisis Ragam Pengaruh EF Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro

terhadap Mg-dd Tanah Inkubasi Satu Bulan ... 41

6. Analisis Ragam Pengaruh EF Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro

terhadap Ca-dd Tanah Inkubasi Satu Bulan ... 41

7. Analisis Ragam Pengaruh EF Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro

terhadap P-tersedia Tanah Inkubasi Satu Bulan ... 42

8. Analisis Ragam Pengaruh EF Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro

(12)

9. Analisis Ragam Pengaruh EF Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro

terhadap Unsur Mikro Fe-tersedia Tanah Inkubasi Satu Bulan ... 42

10. Analisis Ragam Pengaruh EF Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro

terhadap Unsur Mikro Mn-tersedia Tanah Inkubasi Satu Bulan ... 43

11. Analisis Ragam Pengaruh EF Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro

terhadap Unsur Mikro Cu-tersedia Tanah Inkubasi Satu Bulan ... 43

12. Analisis Ragam Pengaruh EF Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro

terhadap Unsur Mikro Zn-tersedia Tanah Inkubasi Satu Bulan ... 43

13. Analisis Ragam Pengaruh EF Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro

terhadap Tinggi Tanaman Padi Usia 11 MST ... 44

14. Analisis Ragam Pengaruh EF Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro

terhadap Jumlah Anakan Maksimal Tanaman Padi ... 44

15. Analisis Ragam Pengaruh EF Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro

terhadap Jumlah Anakan Produktif Tanaman Padi ... 44

16. Analisis Ragam Pengaruh EF Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro

terhadap Bobot Gabah Kering Panen Tanaman Padi ... 45

17. Analisis Ragam Pengaruh EF Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro

terhadap Bobot Gabah Kering Giling Tanaman Padi... 45

18. Analisis Ragam Pengaruh EF Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro

terhadap Bobot Kering Gabah Bernas Tanaman Padi ... 45

19. Analisis Ragam Pengaruh EF Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro

terhadap Bobot Kering Gabah Hampa ... 46

20. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro

terhadap Sifat Kimia Tanah Setelah Inubasi Satu Bulan ... 46

21. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro

terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi ... 48

22. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro

terhadap Produksi Tanaman Padi ... 49

24. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap Kadar SiO2 pada Jerami dan Kadar Logam Berat

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap

pH Tanah Setelah Satu Bulan Inkubasi ... 22

2. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap Kadar Ca-dd (a) dan Mg-dd (b) Tanah Setelah Satu Bulan

Inkubasi ... 23

3. Pengaruh Electric Furnace Slag , Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap

P-tersedia Tanah Setelah Satu Bulan Inkubasi ... 24

4. Pengaruh Electric Furnace Slag , Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap

SiO2-tersedia Tanah Setelah Satu Bulan Inkubasi ... 25

5. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap

Tinggi Tanaman Usia 11 MST ... 28

6. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap Jumlah Anakan Maksimal (a) dan Jumlah Anakan Produktif (b) Tanaman Padi ... 29

7. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap

Bobot Gabah Kering Giling (a) dan Bobot Gabah Bernas (b) ... 30

Lampiran

1. Pengambilan Tanah Gambut di Kumpeh, Jambi ... 50

2. Pencampuran Electric Furnace Slag dan Dolomit pada setiap Pot

Perlakuan Sebelum Inkubasi Tanah di Rumah Kaca ... 50

3. Keadaan Tanah saat Inkubasi di Laboratorium (a) dan di Rumah

Kaca (b) ... 51

4. Penyemaian Bibit Padi IR 64 (a), Transplantasi Bibit ke dalam Pot

Perlakuan (b) ... 51

5. Perbandingan Pertumbuhan Tanaman Padi antara Perlakuan Kontrol, Unsur Mikro dengan EF Slag (a) dan antara Perlakuan Kontrol, Unsur Mikro dengan Dolomit (b) saat 7 MST

(Sebelum Tumbuh Malai) ... 52

6. Perbandingan Pertumbuhan Tanaman Padi antara Perlakuan Kontrol, Unsur Mikro dengan EF Slag (a) dan antara Perlakuan Kontrol, Unsur Mikro dengan Dolomit (b) saat 17 MST

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(15)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia menghendaki pula pemenuhan kebutuhan pangan. Pada tahun 2010 produksi padi sebesar 66,41 juta ton padi (gabah kering giling) dirasa belum mampu memenuhi kebutuhan beras (BPS, 2010). Selain itu, Pulau Jawa semakin sulit diandalkan sebagai pemasok pangan nasional karena alih fungsi lahan yang terus berlangsung. Dalam jangka panjang perluasan lahan pertanian perlu dilakukan secara terkendali dan bijaksana, terutama untuk mengganti lahan-lahan produktif yang terkonversi serta mengurangi tekanan lahan pertanian di Pulau Jawa yang dikelola terlalu intensif. Keterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian mengarah pada lahan-lahan marjinal, salah satunya yaitu lahan gambut (Ritung dan Suharta, 2007).

Pemanfaatan lahan gambut dalam bidang pertanian terutama untuk budidaya padi sawah memiliki beberapa hambatan secara kimia. Karateristik kimia tanah gambut di Indonesia cukup beragam. Sifat kimia tanah gambut Indonesia yang utama antara lain sifatnya yang sangat masam dengan kisaran pH 3–5, basa-basa dapat ditukarkan yang rendah, serta unsur mikro (Cu, Zn, dan Mo) yang sangat rendah dan diikat cukup kuat oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman (Agus dan Subiksa, 2008). Selain itu, beberapa penelitian

menunjukkan bahwa ketersediaan silikat pada tanah gambut rendah dan hal ini diduga berkaitan dengan terganggunya pertumbuhan tanaman padi. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah pada tanah gambut tersebut antara lain dengan pengapuran, penambahan unsur hara makro dan mikro, serta penambahan bahan-bahan amelioran, seperti: terak baja, abu vulkan, lumpur rawa, abu sisa pembakaran, dan lain-lain.

(16)

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) menurut Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No. 85 Tahun 1999, padahal hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terak baja (electric furnace slag) Indonesia dapat meningkatkan pH tanah, Ca dan Mg dapat dipertukarkan, dan menurunkan Al dapat dipertukarkan dalam tanah (Suwarno dan Goto, 1997).

Mengingat cukup luasnya sebaran gambut di Indonesia, maka perlu adanya perbaikan sifat kimia tanah gambut agar dapat menunjang program ketahanan pangan terutama pada lahan gambut dalam yang kondisinya kurang subur jika dibandingkan dengan tipe gambut lainnya. Maka pada penelitian ini dilakukan penelitian dengan pemberian bahan amelioran tanah (electric furnace slag dan dolomit) serta pupuk mikro (CuSO4 dan ZnSO4) pada tanaman padi IR 64 di tanah

gambut dalam dari Kumpeh, Jambi.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui perbandingan pengaruh antara electric furnace slag, dolomit, dan unsur mikro terhadap sifat kimia tanah serta pertumbuhan dan produksi padi pada tanah gambut dari Kumpeh, Jambi.

2. Mengetahui pengaruh pemberian electric furnace slag terhadap kandungan logam berat beracun dalam tanah dan beras untuk kelayakan konsumsi.

1.3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Pemberian electric furnace slag, dolomit, dan unsur mikro dapat memperbaiki sifat kimia tanah gambut terutama meningkatkan pH, basa-basa dapat dipertukarkan, serta unsur mikro tanah gambut. Namun, peningkatan pertumbuhan dan produksi padi dengan pemberian electric furnace slag lebih baik dibanding dengan pemberian dolomit dan unsur mikro.

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Gambut

2.1.1. Pengertian dan Sifat Kimia Tanah Gambut

Tanah gambut adalah tanah yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik >18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya, lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang atau daerah cekungan yang berdrainase buruk (Agus dan Subiksa, 2008). Di Indonesia istilah gambut telah umum dipakai untuk padanan peat. Sebagian petani menyebut tanah gambut dengan istilah tanah hitam, karena warnanya hitam dan berbeda dengan jenis tanah lainnya. Tanah gambut yang telah mengalami perombakan secara sempurna sehingga tumbuhan aslinya tidak dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (muck, peat muck, mucky) (Noor, 2011).

Karakteristik kimia gambut di Indonesia sangat ditentukan oleh kandungan mineral, ketebalan lapisan gambut, jenis tanah mineral pada substratum (di dasar gambut), dan tingkat dekomposisi gambut. Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi:

a. Gambut eutrofik adalah gambut yang subur yang kaya akan bahan mineral

dan basa basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relatif subur biasanya adalah gambut yang tipis dan dipengaruhi oleh sedimen sungai atau laut. b. Gambut mesotrofik adalah gambut yang agak subur karena memiliki

kandungan mineral dan basa-basa sedang.

c. Gambut oligotrofik adalah gambut yang tidak subur karena miskin mineral dan basa basa. Bagian kubah gambut dan gambut tebal yang jauh dari pengaruh lumpur sungai biasanya tergolong gambut oligotrofik.

(18)

Gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi

dengan kisaran pH 3-5. Gambut oligotropik, seperti banyak ditemukan di Kalimantan, mempunyai kandungan kation basa seperti Ca, Mg, K, dan Na sangat rendah terutama pada gambut tebal. Semakin tebal gambut, basa-basa yang dikandungnya semakin rendah dan reaksi tanah menjadi semakin masam, di sisi lain kapasitas tukar kation (KTK) gambut tergolong tinggi, sehingga kejenuhan basa (KB) menjadi sangat rendah (Driessen dan Suhardjo, 1976). Selanjutnya, Tan (1998) menyatakan bahwa pada tanah yang mengandung bahan organik tinggi, ketersediaan unsur hara mikro seperti Cu, Fe, Mn, dan Zn sangat rendah karena diikat oleh senyawa-senyawa organik.

Kendala kimia yang membatasi produktivitas lahan gambut di Indonesia adalah rendahnya ketersediaan hara dan tingginya kandungan asam-asam organik beracun bagi tanaman. Gambut di Indonesia (dan di daerah tropis lainnya) mempunyai kandungan lignin yang lebih tinggi dibandingkan dengan gambut yang berada di daerah beriklim sedang, karena terbentuk dari pohon-pohohan. Lignin yang mengalami proses degradasi dalam keadaan anaerob akan terurai menjadi senyawa humat dan asam-asam fenolat. Asam-asam fenolat dan derivatnya bersifat fitotoksik (meracuni tanaman) dan menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat. Asam fenolat merusak sel akar tanaman, sehingga asam-asam

amino dan bahan lain mengalir keluar dari sel, menghambat pertumbuhan akar dan serapan hara sehingga pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, daun mengalami

klorosis (menguning) dan pada akhirnya tanaman akan mati (Driessen, 1978 dalam Rachim, 1995).

2.1.2. Usaha-Usaha Pengelolaan Lahan Gambut

Menurut Soepardi (1983), usaha pengelolaan untuk perbaikan lahan gambut antara lain :

(19)

2. Pengelolaan struktur, tanah organik pada umumnya memerlukan

pemadatan daripada penggemburan. Makin lama gambut diusahakan pemadatan makin penting. Pengelolaan cenderung merusak struktur semula, dan tanah menjadi peka terhadap erosi angin. Untuk alasan itu suatu pemadat merupakan hal penting dalam pengelolaan tanah gambut. Pemadatan tanah organik memungkinkan akar berhubungan lebih dekat dengan tanah dan memungkinkan air naik dari bawah.

3. Penggunaan kapur, keadaan yang sangat masam menyebabkan pelarutan besi, aluminium, dan mangan sampai suatu tingkat sehingga mereka menjadi racun. Di bawah keadaan demikian, sejumlah besar kapur diperlukan untuk memperoleh pertumbuhan normal.

4. Unsur mikro, tanah gambut tidak hanya memerlukan kalium, fosfor dan nitrogen, tetapi seringkali membutuhkan beberapa unsur mikro.

Pemupukan sangat dibutuhkan karena kandungan hara gambut sangat rendah. Jenis pupuk yang diperlukan adalah yang mengandung N, P, K, Ca dan Mg. Walaupun KTK gambut tinggi, namun daya pegangnya rendah terhadap kation yang dapat dipertukarkan sehingga pemupukan harus dilakukan beberapa kali (split application) dengan dosis rendah agar hara tidak banyak tercuci. Penggunaan pupuk yang tersedianya lambat seperti fosfat alam akan lebih baik dibandingkan dengan SP36, karena akan lebih efisien, harganya murah dan dapat

meningkatkan pH tanah (Subiksa et al., 1991 dalam Agus dan Subiksa, 2008).

2.2. Karakteristik Tanaman Padi

(20)

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monotyledonae Keluarga : Gramineae (Poceae) Genus : Oryza

Spesies : Oryzasativa

Terdapat 25 spesies Oryza, yang dikenal adalah Oryza sativa dengan dua subspecies yaitu Indica (padi bulu) yang ditanam di Indonesia dan Sinica (padi cere). Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi lahan kering (gogo) dan padi sawah yang memerlukan penggenangan. Varietas padi yang sering digunakan dalam budidaya dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia salah satunya adalah padi varietas IR-64. Varietas ini merupakan hasil persilangan antara padi IR 5657 dengan IR 2061 yang di introduksi oleh IRRI. Varietas ini berasal dari golongan cere dengan deskripsi sebagai berikut; umur tanaman 110 sampai 120 hari, anakan produktif sebanyak 20 sampai 35 batang, tahan kerontokan dan rebah, tahan hama wereng coklat biotipe 1,2 dan agak tahan wereng coklat biotipe 3, agak tahan penyakit hawar daun bakteri strain IV serta tahan virus kerdil rumput, dan baik ditanam pada lahan sawah irigasi dataran rendah sampai sedang (Suprihatno et al, 2010).

Pertumbuhan tanaman padi dibagi dalam tiga fase (De Datta, 1981) yaitu :

1. Fase vegetatif, yaitu meliputi awal pertumbuhan sampai pembentukan malai. Pada fase ini terdapat empat tahap yaitu; tahap 0 saat benih berkecambah sampai munculnya daun pertama muncul. Tahap 1 yaitu

(21)

2. Fase reproduksi, yaitu fase pembentukan malai sampai pembungaan. Pada

fase ini terdapat tiga tahap, yang terdiri dari; tahap 4 yaitu pembentukan malai sampai bunting yang ditandai dengan adanya proses inisiasi primordial malai pada ujung tunas. Malai muda meningkat dalam ukuran dan berkembang ke atas di dalam pelepah dan menyebabkan pelepah daun menggembung, penggembungan daun bendera disebut bunting. Bunting pertama terjadi pada ruas batang utama. Pada tahap bunting, ujung daun layu (menjadi tua dan mati) dan anakan non produktif terlihat pada bagian dasar tanaman. Tahap 5, yaitu tahap keluarnya malai yang ditandai dengan kemunculan ujung malai dari pelepah daun bendera. Malai terus berkembang sampai keluar seutuhnya dari pelepah daun. Tahap 6, yaitu tahap pembungaan dimulai ketika serbuk sari menonjol keluar dari bulir dan terjadi proses pembuahan.

3. Fase Pematangan, yaitu fase pembungaan sampai gabah matang. Pada fase ini terdapat tiga tahap, yaitu; tahap 7 dimana pada tahap ini gabah mulai terisi dengan cairan serupa susu atau disebut gabah matang susu. Malai hijau dan mulai merunduk. Pelayuan (senescense) pada dasar anakan berlanjut. Daun bendera dan dua daun di bawahnya tetap hijau. Tahap 8, yaitu tahap gabah setengah matang. Isi gabah yang menyerupai susu

berubah menjadi gumpalan lunak dan akhirnya mengeras. Gabah pada malai mulai menguning. Pertanaman kelihatan menguning. Seiring

menguningnya malai, ujung kedua daun terakhir pada setiap anakan mulai mengering. Tahap 9; yaitu tahap gabah matang penuh. Setiap gabah matang berkembang penuh, keras dan berwarna kuning. Daun bagian atas mengering dengan cepat (daun dari sebagian varietas ada yang tetap hijau). Sejumlah daun yang mati terakumulasi pada bagian dasar tanaman.

(22)

2.3. Silikon dalam Tanah dan Tanaman

Si merupakan unsur kedua terbanyak setelah oksigen (O) dalam kerak bumi. Selain itu, Si juga merupakan unsur benefisial bagi tanaman. Porsi terbesar

Si tanah dijumpai dalam bentuk kuarsa atau kristal silikat (Buol et al., 1980 dalam Yukamgo dan Yuwono, 2007).

Si dalam larutan tanah tersedia dalam bentuk asam monosilikat (Si(OH)4).

Peranan silikat utamanya pada tanaman padi yaitu meningkatkan kekuatan jaringan tanaman; meningkatkan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman; meneguhkan jerami; meningkatkan ketegaran daun padi; mencegah kerebahan sehingga daun efektif menangkap sinar matahari dan kemapuan berfotosintesis pun meningkat; menghemat pemakaian air melalui pengendalian transpirasi; serta meningkatkan kemampuan akar mengoksidasi lingkungan dan mengurangi keracunan Fe dan Mn (Yoshida, 1981).

Tanaman padi menyerap Si dalam jumlah banyak dari sekitarnya, yaitu setiap 100 kg gabah kering giling (GKG) terserap 2,1 kg N; 0,5 kg P; 3,3 kg K; 0,7 kg Ca; dan 20 kg SiO. Tanaman padi mendapatkan silikat dari berbagai sumber antara lain air irigasi, jerami padi, kompos, dan pupuk silikat (Makarim et al, 2007)

Di wilayah tropika basah seperti Indonesia, yang memiliki rata-rata curah

(23)

terhadap hama dan penyakit. Oleh karena itu, dalam rangka menjaga kesuburan

tanah pemupukan Si sebenarnya diperlukan (Yukamgo dan Yuwono, 2007).

Hampir semua tanaman mengandung Si, dalam kadar yang berbeda-beda

dan sering sangat tinggi. Pada tanaman padi misalnya, kadar Si sangat tinggi dan melebihi unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S). Walaupun Si tidak termasuk hara yang penting pada tanaman, Si dapat menaikkan produksi karena Si mampu memperbaiki sifat fisik tanaman salah satu contohnya yaitu batang padi menjadi kokoh dan tak mudah roboh. Robohnya tanaman menyebabkan terganggunya produktivitas padi sehingga produksi padi pun menurun. Dengan demikian, pemupukan Si dianggap dapat menaikkan produksi tanaman (Roesmarkam dan Yuwono, 2002).

2.4. Pemanfaatan Terak Baja dalam Bidang Pertanian

Terak baja merupakan limbah padat dari proses pembakaran besi dalam produksi pembuatan baja. Terak baja terbentuk melalui reaksi antara biji besi dan batu kapur yang ditambahkan. Penambahan batu kapur bertujuan untuk mengikat bahan-bahan pengotor dari biji besi, agar diperoleh besi murni atau sudah terpisah dari teraknya. Terak baja mengandung unsur seperti Ca, Mg, Si dan unsur-unsur lainnya (Hadisaputra, 2011).

Berdasarkan proses pembuatan baja, terak baja atau steel slag diklasifikasikan 1) Iron making slag (blast furnace slag), 2) steel making slag (converter slag atau basic oxygen furnace, pre treatment centerslag, dan electric furnace slag) (Suwarno dan Goto, 1999). Selanjutnya Suwarno dan Goto (1997), menyatakan bahwa dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terak baja Indonesia (electric furnace slag) mengandung unsur-unsur sebagai berikut : 42% Fe2O3; 7,2

% Al2O3; 21,5% CaO; 11,2% MgO; 14,6% SiO2, dan 0,4% P2O5. Terak baja

(24)

Pemakaian terak baja sebagai pupuk telah mulai dicoba sejak tahun

1882/1883 di Jerman, kemudian di Inggris pada tahun 1884/1885 oleh Wrightson, setelah itu berbagai penelitian terak baja telah dilakukan baik sebagai sumber Si maupun sebagai bahan kapur atau untuk tujuan meningkatkan keefisiensian pemupukan (Farrar, 1962 dalam Allorerung, 1988).

Beberapa peneliti menduga pengaruh terak baja terhadap sifat kimia tanah berasal dari silikat yang terkandung di dalam terak baja dan dengan demikian terak baja dipandang sebagai sumber Si. Peneliti lain juga menganggap bahwa terak sebagai bahan masukan yang dapat memperbaiki keadaan ketersedian hara atau sebagai bahan yang mempunyai pengaruh mirip dengan kapur, disebabkan kandungan Ca dari terak baja yang cukup tinggi (Ali dan Shahram, 2007).

Selain karena sifat terak baja sebagai amelioran tanah, terak baja dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas padi. Terbukti bahwa pemberian electric furnace slag dapat meningkatkan produksi padi sawah IR 64 pada tanah gambut sebesar 65-96 %. Meningkatnya produksi padi disebabkan oleh kemampuan terak baja yang dapat bereaksi dengan tanah sehingga dapat mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah. Pemberian terak baja meningkatkan pH tanah, silikon, Cu tersedia, dan basa-basa (K, Ca, dan Mg) dapat dipertukarkan (Hidayatuloh, 2006).

2.5. Dolomit Sebagai Bahan Pengapuran

Kapur banyak mengandung unsur Ca tetapi pemberian kapur ke dalam tanah pada umumnya bukan karena tanah kekurangan Ca melainkan karena tanah terlalu masam. Sebetulnya ada beberapa jenis bahan pengapur yang dapat digunakan yaitu kapur bakar (CaO), kapur hidrat (Ca(OH)2), kapur kalsit(CaCO3),

dan kapur dolomit (CaMg(CO3)2) (Hardjowigeno, 2003). Kalsit dan dolomit

(25)

Dolomit termasuk rumpun mineral karbonat, mineral dolomit secara

teoritis mengandung 45,6% MgCO3 atau 21,9% MgO dan 54,3% CaCO3 atau

30,4% CaO. Dolomit berasal dari bahan mineral alam yang mengandung unsur hara magnesium dan kalsium berbentuk bubuk dengan rumus kimia CaMg(CO3)2.

Dolomit di alam jarang yang murni, karena umumnya mineral ini selalu terdapat bersama-sama dengan batu gamping, kuarsa, batu api, pirit, dan lempung. Dalam mineral dolomit terdapat juga pengotor, terutama ion besi. Dolomit berwarna putih keabu-abuan atau kebiru-biruan dengan kekerasan lebih lunak dari batu gamping, yaitu berkisar antara 3,50-4,00, bersifat pejal, berat jenis antara 2,80-2,90, berbutir halus hingga kasar dan mempunyai sifat mudah menyerap air serta mudah dihancurkan. Dolomit lebih disukai karena banyak terdapat di alam (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, 2005).

Pada bidang pertanian dolomit ini digunakan sebagai bahan pengapuran tanah masam termasuk lahan gambut. Pengapuran pada lahan gambut dapat memperbaki kesuburan tanah gambut, namun efek residunya tidak berlangsung lama hanya 3-4 kali musim tanam, sehingga pengapuran harus dilakukan secara periodik. Pengapuran selain dapat mengurangi kemasaman tanah juga meningkatkan kandungan kation basa yaitu Ca dan Mg maupun kejenuhan basa gambut. Pengapuran mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui dua cara yaitu

peningkatan ketersediaan unsur Ca, Mg, dan perbaikan ketersediaan unsur-unsur lain yang ketersediaannya tergantung pH tanah. Dolomit merupakan salah satu

jenis kapur yang mengandung Ca dan Mg. Kedua unsur ini penting untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Untuk meningkatkan pH tanah dari 3,3 menjadi 4,8 diperlukan kapur sebanyak 4,4 ton/ha (Driessen, 1978 dalam Nurhayati, 2008).

2.6. Permasalahan Logam Berat dalam Lingkungan

(26)

(Hg), timah (Sn), nikel (Ni), dan flour (F) mempunyai tingkat racun yang sedang;

dan boron (B), tembaga (Cu), mangan (Mn), dan seng (Zn) mempunyai tingkat racun terendah.

Berdasarkan PP No 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, terak baja termasuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Limbah B3 yaitu sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.

Terak baja memiliki kandungan yang berupa unsur-unsur logam berat yaitu As, Cd, Cr, Pb, Hg, Zn, Cu, dan Mn yang dapat bersifat toksik dan mencemarkan, karena hal itulah terak baja berdasarkan PP No. 85 Tahun 1999 dikategorikan sebagai limbah B3. Namun, hasil penelitian yang dilakukan oleh Syihabuddin (2011) menunjukkan bahwa kandungan logam berat beracun pada perlakuan terak baja sangat sedikit, bahkan sama sekali tidak ada pada beberapa perlakuan. Nilai kelarutan logam berat beracun lebih banyak terdapat pada perlakuan pemupukan standar. Hal ini menunjukkan bahwa logam berat itu sendiri sebenarnya sudah terdapat dalam tanah dan kelarutan logam berat semakin menurun pada perlakuan slag karena peningkatan pH. Dengan pH tanah dipertahankan agar tetap tinggi unsur-unsur tersebut menjadi kurang mobil dan

kurang tersedia.

(27)

tumbuhan dan hewan yang akan dikonsumsi manusia, sehingga mempengaruhi

kesehatannya (Dewi dan Saeni, 1997). Untuk batas maksimum logam berat pada beras yang layak konsumsi sesuai dengan SNI 7387: tahun 2009, tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan, yaitu:

Tabel 1. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Beras

Elemen Logam Berat Batas Maksimum Cemaran

Pb

Cd

As

Sn

Hg

………… (mg/kg) …………

0,3

0,4

0,5

0,4

0,05

Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 2009

Logam berat termasuk zat pencemar karena sifatnya yang tidak dapat diuraikan secara bilogis dan sifatnya yang stabil, sehingga dapat tersebar jauh dari tempatnya semula (Moewarni dan Siallagan, 1987 dalam Dewi dan Saeni, 1997). Hal ini sejalan dengan pendapat Sutrisno dan Salirwati (1993) yang menyatakan

bahwa ada dua hal yang menyebabkan logam berat termasuk sebagai pencemar yang berbahaya, yaitu: tidak dihancurkan oleh mikroorganisme yang hidup di

(28)

III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan tanah gambut dari Kumpeh, Jambi dilakukan pada bulan Oktober 2011 (Gambar Lampiran 1). Penelitian dilakukan mulai dari bulan Februari 2012 hingga Sepember 2012. Penelitian ini terdiri dari percobaan inkubasi di laboratorium dan percobaan rumah kaca di University Farm, Cikabayan. Analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : tanah gambut yang berasal dari Kumpeh, Jambi (ciri sifat kimia tanah sebelum perlakuan terdapat pada Tabel Lampiran 1). Contoh tanah (bulk sample) diambil dari kedalaman 0-20 cm. Sebagai perlakuan digunakan terak baja (Electric Furnace Slag) berukuran kurang dari 2 mm, yang berasal dari PT. Krakatau Steel, Cilegon dengan daya netralisasi (DN) sebesar 66,08% (komposisi kimia EF slag terdapat pada Tabel Lampian 2), dolomit dengan daya netralisasi (DN) sebesar 107,07%, serta sebagai sumber peningkat unsur mikro tanah gambut diberikan tambahan CuSO4 dan ZnSO4. Pupuk yang diberikan meliputi urea, SP-36, dan KCl.

Tanaman padi yang digunakan adalah varietas IR 64 dengan daya kecambah

sebesar 81% (karakteristik padi IR64 terdapat pada Tabel Lampiran 3). Serta beberapa bahan kimia digunakan untuk analisis tanah dan tamanan.

(29)

3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua percobaan, yaitu percobaan inkubasi tanah di laboratorium dan percobaan pot di rumah kaca. Masing-masing percobaan, inkubasi tanah di laboratorium dan percobaan pot di rumah kaca terdiri dari 10 perlakuan dan 3 kali ulangan sehingga jumlah satuan percobaan sebanyak 30 satuan percobaan. Perlakuan yang diberikan tertera pada Tabel 3 (untuk percobaan inkubasi di laboratorium) dan Tabel 4 (untuk percobaan pot rumah kaca). Rancangan percobaan yang dipakai adalah rancangan acak lengkap (RAL). Rancangan ini digunakan karena dalam percobaan ini kondisi unit percobaan yang digunakan relatif homogen. Adapun model matematika rancangan ini adalah

sebagai berikut:

Yij = μ + αi + Eij Keterangan :

Yij = hasil pada perlakuan ke-i , dan ulangan ke- k. μ = rataan umum.

αi = Pengaruh perlakuan ke- i. Eij = galat.

Data hasil penelitian selanjutnya dianalisis statistik dengan menggunakan ANOVA. Apabila didapatkan pengaruh perlakuan berpengaruh nyata selanjutnya dilakukan analisis lanjutan dengan menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) atau uji wilayah Berganda Duncan pada taraf α = 5%.

3.3.2 Percobaan Inkubasi Tanah di Laboratorium

Bobot tanah yang diaplikasikan untuk percobaan inkubasi di laboratorium yaitu 100 g (bobot kering oven) per pot. Electric furnace slag (EF slag) dan dolomit (setara dengan daya netralisasi EF slag) yang diberikan masing-masing dengan dosis 0%, 2%, 4%, 6%, dan 8% sebanyak tiga ulangan, lalu campur

(30)

unsur mikro dengan pemberian CuSO4 dan ZnSO4. Dosis EF slag per pot didapat

dari persen bobot tanah lembab yang diberikan sedangkan dosis dolomit per pot didapat dari hasil penyetaraan daya netralisasi dolomit terhadap daya netralisasi EF slag dari setiap dosis EF slag yang diberikan per pot. Setelah inkubasi selesai dilakukan analisis sifat kimia tanah yang meliputi; pH tanah (pH H2O 1:5),

basa-basa dapat dipertukarkan (Ca-dd dan Mg-dd) dengan metode ekstraksi 1N NH4OAc pH 7, N-total (Kjeldahl), P-Bray I, SiO2-tersedia dengan metode

ekstraksi Natrium Asetat pH 4, unsur mikro tersedia (Fe, Mn, Cu, dan Zn) dengan metode ekstraksi 1N DTPA pH 7,3, serta unsur logam berat tersedia di tanah (Pb, Hg, dan Cd) dengan metode ekstraksi HCl 0,05 N. Metode analisis sifat kimia tanah yang digunakan pada penelitian ini terdapat pada Lampiran 1.

Tabel 2. Dosis Perlakuan yang Diberikan dalam Percobaan Inkubasi di Laboratorium

Perlakuan EF slag* Dolomit** CuSO4 ZnSO4

……… (g/pot)………. ….….. (mg/pot)……..

Kontrol 0 0 0 0

Unsur Mikro 0 0 5 5

EF slag 2% 2 0 0 0

EF slag 4% 4 0 0 0

EF slag 6% 6 0 0 0

EF slag 8% 8 0 0 0

Dolomit ek 2% 0 1,23 0 0 Dolomit ek 4% 0 2,47 0 0 Dolomit ek 6% 0 3,7 0 0 Dolomit ek 8% 0 4,94 0 0

Keterangan : *) % dari bobot tanah, **) penyetaraan DN dolomit terhadap DN EF slag dari setiap dosis EF slag, dilakukan 3 kali ulangan.

3.3.3 Percobaan Pot di Rumah Kaca 1. Persiapan Inkubasi

(31)

dengan EF slag) yang diberikan masing-masing dengan dosis 0%, 2%, 4%, 6%, dan 8% , lalu diaduk bersamaan dengan tanah, diairi, (Gambar Lampiran 2) dan diinkubasi dalam rumah kaca selama 1 bulan (Gambar Lampiran 3 (b)).

Tabel 3. Dosis Perlakuan yang Diberikan dalam Percobaan Pot di Rumah Kaca

Perlakuan EF slag* Dolomit** Urea SP-36 KCl CuSO4 ZnSO4

………….………... (g/pot) ……… ….. (mg/pot) …..

Kontrol 0 0 2,63 2,63 1,31 0 0 Unsur Mikro 0 0 2,63 2,63 1,31 87,5 87,5

EF slag 2% 35 0 2,63 2,63 1,31 0 0

EF slag 4% 70 0 2,63 2,63 1,31 0 0

EF slag 6% 105 0 2,63 2,63 1,31 0 0

EF slag 8% 140 0 2,63 2,63 1,31 0 0

Dolomit ek 2% 0 21,28 2,63 2,63 1,31 0 0 Dolomit ek 4% 0 42,55 2,63 2,63 1,31 0 0 Dolomit ek 6% 0 63,83 2,63 2,63 1,31 0 0 Dolomit ek 8% 0 85,11 2,63 2,63 1,31 0 0 Keterangan : *) % dari bobot tanah, **) penyetaraan DN dolomit terhadap DN EF slag dari setiap dosis EF slag, dilakukan 3 kali ulangan.

2. Penyemaian

Tahapan penyemaian diawali dengan merendam benih selama 1 x 24 jam, kemudian benih diperam (inkubasi) di ruang teduh selama 1 x 24 jam. Benih disemai pada media semai berupa kain kasa yang berada dalam keadaan lembab dan dijaga ketersediaan airnya pada sebuah nampan (Gambar Lampiran 4 (a)). Pemindahan ke media tanam (pot) dilakukan setelah bibit berumur 21 hari (Gambar Lampiran 4 (b)).

3. Penanaman dan Pemeliharaan

(32)

bibit yang telah berumur 21 hari. Setiap pot ditanami 2 batang bibit padi.

Selanjutnya, pupuk urea 1/3 bagian kedua (0,87g) diberikan pada saat tanaman berumur 21 hari setelah tanam (atau 3 MST), dan 1/3 bagian terakhir (0,87g) diberikan saat tanaman berumur 35 hari setelah tanam (atau 5 MST). Pupuk KCl ½ bagian kedua (0,65g) diberikan pada saat tanaman berumur 35 hari setelah tanam (atau 5 MST). Pemberian pupuk dilakukan dengan cara menaburkannya pada permukaan tanah dalam pot mengelilingi wilayah perakaran tanaman lalu dibenamkan dengan mendorong perlahan pupuk tersebut menggunakan bambu. Bambu yang digunakan berbeda pada masing-masing perlakuan.

Tinggi air genangan disesuaikan dengan kondisi lapang di sawah, sehingga setiap hari pot disiram hingga tinggi air genagan mencapai 2,5 cm dari permukaan tanah. Setelah malai mulai tumbuh, masing-masing pot perlakuan diberi plastik bening yang sudah dilubangi kecil-kecil pada seluruh permukaannya. Plastik bening ini berfungsi untuk melindungi malai dari burung. Plastik yang digunakan berwarna bening dan memiliki ketebalan yang tipis agar tanaman masih dapat memanfaatkan cahaya matahari sebagai bahan fotosintesis dengan baik. Lubang kecil-kecil pada seluruh permukaan plastik berfungsi agar keluar masuknya oksigen, CO2,dan uap air dalam proses respirasi tanaman masih dapat berjalan

baik.

4. Pengamatan

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah variabel pertumbuhan

(33)

5. Pemanenan

Panen dilakukan pada saat tanaman menunjukkan pemasakan yaitu gabah sudah matang penuh, keras, dan berwarna kuning atau 19 minggu setelah tanam (MST). Gabah yang telah dipanen dipisahkan dari malai yang kemudian ditimbang sebagai bobot gabah kering panen (BGKP). Selanjutnya, gabah dijemur selama sehari dan ditimbang untuk bobot gabah kering giling (BGKG). Setelah itu dilakukan pemisahan antara gabah bernas dan gabah hampa dan dilakukan penimbangan masing-masing bobotnya sehingga didapat bobot kering gabah bernas (BKGB) dan bobot kering gabah hampa (BKGH). Daun dan batang dicuci hingga bersih untuk selanjutnya dilakukan analisis tanaman.

(34)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut

Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh memiliki sifat yang masam (pH H2O= 4,60). Nilai pH tanah yang rendah ini

diduga karena kejenuhan basa yang juga rendah (KB 9,71%).

Kapasitas tukar kation (KTK) tanah gambut lebih besar dibandingkan dengan tanah mineral (KTK= 133,68 me/100g). Nilai KTK dapat menjadi penciri kesuburan tanah. Kapasitas tukar kation tanah umumnya tergantung pada jumlah muatan negatif yang berada pada kontak jerapan. Kation-kation Ca, Mg, K, dan Na dari kontak jerapan ditukar oleh ion-ion H sehingga ion-ion H memenuhi kompleks jerapan. Pada data hasil analisis awal ditemukan tiga hubungan susunan kation dalam kompleks jerapan yaitu, Ca-dd (5,54 me/100g) > Mg-dd (3,11 me/100g) > K-dd (2,49 me/100g) atau Na-dd (1,84 me/100g). Pola ini biasa ditemukan pada tanah gambut di daerah rawa Sumatera yang hanya dipengaruhi oleh air tawar (Hardjowigeno, 1989 dalam Noor, 2011). Gambut jenis ini tergolong kurang subur karena umumnya berada di tengah-tengah kawasan atau sekitar kubah dimana pengaruh pasang surut air sungai atau laut tidak mencapai wilayah ini, sehingga sumbangan hara hanya didapat dari hujan dan perombakan bahan organik setempat. Selain itu, dari hasil analisis awal tanah gambut terlihat

kadar unsur mikro Cu pada tanah lebih rendah dibanding dengan unsur yang lain (923,2 ppm Fe; 142,5 ppm Mn; 57,9 ppm Zn; 17,9 ppm Cu). Hal ini disebabkan oleh terbentunya senyawa organo-metal yang memfiksasi ion-ion Cu dan Zn menjadi bentuk kurang tersedia. Kadar Cu umumnya lebih rendah dibandingkan dengan Zn dan Mn, terlebih pada kadar bahan organik yang tinggi (Noor, 2011).

Dari uraian karakteristik tanah awal tersebut diharapkan penambahan electric furnace slag, dolomit, dan unsur mikro (CuSO4 dan ZnSO4) dapat

(35)

4.2. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

Hasil sifat kimia tanah setelah satu bulan inkubasi disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian electric furnace slag nyata meningkatkan pH tanah, Ca dan Mg dapat ditukar, P-tersedia, SiO2

-tersedia, serta unsur mikro (Fe, Mn, dan Zn) tersedia tanah. Pemberian dolomit nyata meningkatkan pH tanah serta Ca dan Mg dapat ditukar dan untuk pemberian unsur mikro nyata meningkatkan nilai Cu dan Zn tersedia pada tanah. Ketiga perlakuan (EF slag, dolomit, dan unsur mikro) tidak berpengaruh nyata terhadap N-total dan kadar logam berat (Pb, Hg, dan Cd) tersedia tanah.

Tabel 4. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah Setelah Satu Bulan Inkubasi

Perlakuan pH Ca-dd Mg-dd P-tersedia N-total

……. (me/100g) …….. .…..(ppm)…... ……(%)……

Kontrol 3,5a 4,43a 3,60a 48,68a 1,30 Unsur Mikro 3,6a 5,10a 3,39a 68,55ab 1,08

EF slag 2% 3,7b 15,04b 4,38ab 80,96abc 1,15

EF slag 4% 4,0c 20,96bc 5,67bcd 86,54bc 1,28

EF slag 6% 4,2d 26,37c 6,13d 109,02cd 1,19

EF slag 8% 4,4e 35,87d 7,34e 119,83d 1,30

Dolomit ek 2% 4,2d 18,62b 3,70a 59,07ab 1,07 Dolomit ek 4% 4,6f 37,25d 4,59abc 56,46ab 1,14 Dolomit ek 6% 4,8g 45,22e 5,33bcd 52,28a 1,29 Dolomit ek 8% 5,1h 49,60e 5,74cd 69,15ab 1,13 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada

taraf α = 5% dengan Uji Wilayah berganda Duncan (DMRT).

Tabel 4. Lanjutan

Perlakuan SiO2-tersedia Fe-tersedia Cu-tersedia Mn-tersedia Zn-tersedia

……….……... (ppm) ……….…..………

Kontrol 53,10a 409,99ab 15,89abc 6,41a 12,04ab Unsur Mikro 43,13a 483,12bc 34,63d 5,49a 31,37d

EF slag 2% 240,03b 588,06cd 17,34bc 37,47b 12,58abc

EF slag 4% 293,67b 683,89d 14,35ab 54,65c 10,98a

EF slag 6% 277,66b 836,91e 14,19a 67,24d 14,08bc

EF slag 8% 257,86b 855,21e 17,29bc 81,36e 14,75c

Dolomit ek 2% 29,72a 402,81ab 18,79c 9,35a 13,00abc Dolomit ek 4% 56,17a 330,18a 18,23c 8,32a 12,20ab Dolomit ek 6% 48,53a 395,29ab 16,87abc 8,06a 12,19ab Dolomit ek 8% 42,52a 393,33ab 17,71c 9,16a 13,51bc Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada

(36)

Tabel 4. Lanjutan

Perlakuan Pb-tersedia Hg-tersedia Cd-tersedia

………...… (ppm) …...………

Kontrol 0,35 td 0,08 Unsur Mikro 0,13 td 0,02

EF slag 2% td 0,00 0,04

EF slag 4% td td 0,07

EF slag 6% 0,70 td 0,04

EF slag 8% 0,23 td 0,04

Dolomit ek 2% 0,27 0,00 0,06 Dolomit ek 4% 0,06 0,00 0,03 Dolomit ek 6% 0,06 td 0,03 Dolomit ek 8% 0,07 td 0,02

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada

taraf α = 5% dengan Uji Wilayah berganda Duncan (DMRT), td = tidak terdeteksi.

Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan EF slag dan dolomit berpengaruh sangat nyata meningkatkan pH tanah. Nilai pH terendah (pH 3,5) terdapat pada perlakuan kontrol, sedangkan nilai pH tertinggi (pH 5,1) terdapat pada perlakuan dolomit ekuivalen EF slag 8% dengan kenaikan sebesar 46% dibandingkan kontrol.

Gambar 1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap pH Tanah Setelah Satu Bulan Inkubasi

Hasil analisis tanah inkubasi satu bulan didapat data pH tanah kontrol tidak berbeda nyata dengan perlakuan unsur mikro. Grafik pH menunjukkan perlakuan EF slag dan dolomit mampu meningkatkan pH tanah dengan seiring bertambahnya dosis perlakuan (Gambar 1). Namun, pemberian dolomit

(37)

diduga karena kandungan basa-basa dapat ditukar (terutama Ca, dan Mg) pun

meningkat sesuai dosis perlakuan (Gambar 2). Hal ini sesuai dengan pendapat Soepardi (1983) dimana pada proses pengapuran, kapur karbonat berinteraksi dengan H2O dalam tanah terjadi pelepasan ion Ca2+, Mg2+, CO32-, dan OH-.

Karbonat (CO32-) inilah yang mengikat ion H+ dan membuat ion H+ keluar dari

kompleks jerapan tanah. Selanjutnya posisi H+ dalam kompleks jerapan digantikan oleh kation Ca2+ dan Mg2+ (sehingga ketersediaan Ca dan Mg dalam tanah meningkat). Selain itu pembentukan ion OH- dalam larutan tanah pun mampu meningkatkan pH tanah.

(a)

[image:37.595.108.511.280.720.2]

(b)

(38)

Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 5 dan 6), pemberian EF slag dan dolomit berpengaruh sangat nyata terhadap kadar Mg dan Ca dapat dipertukarkan tanah. Terlihat pada grafik (Gambar 2) bahwa semakin tinggi dosis perlakuan EF slag dan dolomit yang diberikan, kadar Ca-dd dan Mg-dd tanah pun semakin meningkat jika dibandingkan perlakuan kontrol dan unsur mikro. Kadar Mg-dd tertinggi yaitu pada perlakuan EF slag 8% (Mg-dd= 7,34 me/100g) dengan kenaikan 104% dibanding kontrol dan kadar Ca-dd tertinggi pada perlakuan dolomit ekuivalen EF slag 8% (Ca-dd= 49,60 me/100g) dengan kenaikan 1020% dibanding kontrol. Nilai Mg-dd terendah pada perlakuan unsur mikro (Mg-dd= 3,39 me/100g) dan Ca-dd terendah pada perlakuan kontrol (Ca-dd= 4,43 me/100g).

Berdasarkan grafik P-tersedia (Gambar 3) terlihat bahwa perlakuan EF slag nyata meningkatkan P-tersedia tanah lebih baik dibanding dolomit dan unsur mikro. Kandungan P-tersedia terendah pada perlakuan kontrol yaitu 48,68 ppm dan tertinggi didapat pada perlakuan EF slag 8% yaitu 119,83 ppm dengan kenaikan P-tersedia sebesar 146% dibanding kontrol. Hal ini diduga karena selain adanya peningkatan ketersediaan P akibat meningkatnya pH tanah, persentase kandungan P2O5 dalam EF slag sebesar 530 ppm turut menyumbangkan

ketersediaan P dalam tanah. Selain itu menurut Yukamgo dan Yuwono (2007),

meningkatnya kadar P tersedia ini diduga karena adanya pengaruh tidak langsung dari peningkatan Si dalam tanah pada perlakuan EF slag.

(39)

Berdasarkan analisis ragam didapatkan bahwa pemberian EF slag, dolomit, dan unsur mikro tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan N- total tanah. Nilai N-total pada Tabel 4 memperlihatkan kenaikan kandungan N-total tanah yang hampir seragam pada semua perlakuan. Hal ini menggambarkan bahwa pemberian EF slag, dolomit, dan unsur mikro pada taraf dosis yang diaplikasikan tidak mempengaruhi kandungan N-total tanah. Nilai N-total terendah pada perlakuan dolomit ekuivalen EF slag 2% yaitu 1,07 % dan tertinggi pada perlakuan EF slag 8% yaitu 1,30%.

Selain berpengaruh nyata meningkatkan pH, kadar basa-basa, dan P-tersedia, pemberian EF slag juga berpengaruh nyata pada SiO2-tersedia tanah

setelah satu bulan inkubasi. Jika dilihat dari data peningkatan kadar SiO2 tersedia

mencapai titik maksimal baik perlakuan EF slag atau pun dolomit di dosis 4% dan pada dosis selanjutnya (6%) mulai menunjukan penurunan kadar SiO2 tersedia

tanah. Pada perlakuan EF slag dengan dosis 4% (293,67 ppm) didapatkan nilai ketersediaan SiO2 tertinggi dengan kenaikan SiO2-tersedia sebesar 453%

dibanding kontrol dan kadar terendah pada perlakuan dolomit ekuivalen EF slag 2% (29,72 ppm). EF slag meningkatkan kadar SiO2 tersedia tanah yang lebih baik

dari pada dolomit dan unsur mikro. Hal ini dikarenakan adanya sumbangan SiO2

dari EF slag yang mengandung SiO2 sebesar 12,70%.

Gambar 4. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap SiO2-tersedia Tanah Setelah Satu Bulan Inkubasi

(40)

Fe, Mn, dan Zn tersedia tanah, sedangkan pada pemberian dolomit terdapat

kecenderungan penurunan kadar Fe tersedia dengan penambahan dosis. Menurut Soepardi (1983), hal ini dimungkinkan karena kation unsur mikro dalam keadaan masam sangat larut dan tersedia bagi tanaman sehingga unsur mikro dijumpai dalam jumlah yang banyak di tanah.

Meningkatnya ketersedia Fe pada perlakuan EF slag juga diduga karena kadar Fe pada EF slag yang cukup tinggi (Fe2O3 = 43,18%), sehingga turut

menyumbangkan Fe ke dalam tanah. Kadar Fe-tersedia tanah tertinggi terdapat pada perlakuan EF slag 8% (855,21 ppm) (meningkat 109% dibanding kontrol) dan kadar Fe-tersedia tanah terendah yaitu pada perlakuan dolomit ekuivalen EF slag 4% (330,18 ppm). Kadar Mn tersedia tanah tertinggi pada perlakuan EF slag 8% (81,36 ppm) (meningkat 1169% dibanding kontrol) dan terendah pada perlakuan unsur mikro (5,49 ppm). Perlakuan unsur mikro nyata meningkatkan nilai Cu dan Zn tersedia tanah setelah satu bulan inkubasi. Pada Tabel 4 terlihat bahwa nilai Cu dan Zn tersedia terbesar terdapat pada perlakuan unsur mikro yaitu 34,63 ppm Cu-tersedia (meningkat 118% dibanding kontrol) dan 31,37 ppm Zn-tersedia (meningkat 161% dibanding kontrol). Hal ini dikarenakan pada perlakuan unsur mikro memang hanya CuSO4 dan ZnSO4 yang diberikan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian EF slag, dolomit, dan unsur mikro tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan logam berat Pb, Hg, dan Cd. Pada tabel sifat kimia tanah setelah inkubasi satu bulan (Tabel 4) menunjukkan

(41)

4.3 Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi IR 64

4.3.1 Pertumbuhan Tanaman

Hasil pengamatan di rumah kaca menunjukkan bahwa pada awal masa tanam tanaman menunjukkan gejala kahat N. Hal ini diduga karena walaupun hara N dalam tanah gambut tinggi, tetapi nisbah C/N umumnya tinggi. Sehingga N yang dapat diserap tanaman dari tanah terbatas. Selama pengamatan vegetatif tanaman kontrol dan unsur mikro tumbuh kerdil, bahkan tanaman perlakuan kontrol mati pada saat usia 6 MST dan tanaman perlakuan unsur mikro mati pada saat usia 11 MST. Hasil uji statistik pengaruh pemberian EF slag, dolomit, dan unsur mikro terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan maksimal, dan jumlah anakan produktif disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi

Perlakuan Tinggi Tanaman Anakan Maksimal Anakan Produktif

….. (cm) ….. ……..……….... (batang/pot) ………...

Kontrol 15,4a 0,0a 0,0a Unsur Mikro 15,8a 2,0a 0,0a

EF slag 2% 51,3bc 9,7d 4,0ab

EF slag 4% 76,5cd 13,7e 9,7c

EF slag 6% 84,0d 23,0f 22,7d

EF slag 8% 83,7d 25,3g 21,3d

Dolomit ek 2% 36,9ab 7,0bc 0,0a Dolomit ek 4% 49,0b 13,3e 2,3ab Dolomit ek 6% 60,3bcd 9,3cd 4,7b Dolomit ek 8% 57,1bc 4,7b 4,7b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf

α = 5% dengan Uji Wilayah berganda Duncan (DMRT).

(42)

Gambar 5. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap Tinggi Tanaman Usia 11 MST

Tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan EF slag 6% yaitu setinggi 84,00 cm dengan kenaikan sebesar 445% dibanding kontrol, sedangkan tanaman terendah terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 15,40 cm. Penambahan tinggi tanaman sejalan dengan kadar SiO2 tersedia tanah yang lebih tinggi pada

perlakuan dengan penambahan EF slag dibanding dengan dolomit. Hal ini sesuai dengan pendapat Yoshida (1981) yang menyatakan bahwa tanaman padi yang diberi tambahan silikon lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak

diberi silikon.

(43)

(a)

[image:43.595.107.514.75.507.2]

(b)

Gambar 6. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap Jumlah Anakan Maksimal (a) dan Jumlah Anakan Produktif (b) Tanaman Padi

4.3.2 Produksi Tanaman

(44)

Pada tabel hasil analisis (Tabel 6) menunjukkan bahwa perlakuan EF slag nyata meningkatkan produksi tanaman padi, sedangkan perlakuan dolomit dan unsur mikro tidak nyata meningkatkan produksi tanaman padi. Variabel-variabel yang diukur adalah bobot gabah kering panen (GKP), bobot gabah kering giling (GKG), bobot kering gabah bernas (GB), dan bobot kering gabah hampa (GH).

Tabel 6. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap Produksi Tanaman Padi

Perlakuan Bobot GKP Bobot GKG Bobot GB Bobot GH

……… (g/pot) ……….

Kontrol 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a Unsur Mikro 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a

EF slag 2% 0,70a 0,63a 0,02a 0,61a

EF slag 4% 4,60a 4,09a 2,05a 2,05b

EF slag 6% 15,99b 14,23b 11,63b 2,60bc

EF slag 8% 19,67b 17,51b 14,34b 3,16c

Dolomit ek 2% 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a Dolomit ek 4% 0,23a 0,20a 0,00a 0,20a Dolomit ek 6% 2,30a 2,04a 1,08a 0,96a Dolomit ek 8% 2,65a 2,36a 1,39a 0,96a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf

α = 5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT).

Karena tanaman kontrol dan unsur mikro mati sebelum menghasilkan malai sedangkan bobot gabah dihitung saat panen (19 MST), maka untuk data bobot gabah perlakuan kontrol dan unsur mikro tidak ada (0 kg/pot). Hal ini berbeda dengan perlakuan dolomit ekuivalen EF slag 2%, pada perlakuan ini tanaman masih hidup sampai panen namun pertumbuhannya terhambat dan hingga masa panen belum menghasilkan malai sehingga untuk perlakuan tersebut data juga tidak ada (0 kg/pot).

(45)

(b)

Gambar 7. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap Bobot Gabah Kering Giling (a) dan Bobot Gabah Bernas (b)

Bobot gabah kering panen paling tinggi diperoleh pada perlakuan EF slag 8% yaitu 19,67 g/pot, berbeda nyata dengan kontrol dan unsur mikro yang bobotnya 0 g/pot. Hal yang sama terlihat pada bobot gabah kering giling dan bobot gabah bernas, didapatkan hasil yang paling tinggi pada perlakuan EF slag 8%, masing-masing 17,51 g/pot dan 14,34 g/pot.

Bobot gabah hampa paling tinggi juga terdapat pada perlakuan EF slag 8% yaitu sebesar 3,16 g/pot. Namun jika dilihat dari seluruh perlakuan, pertumbuhan

tanaman pada perlakuan ini menunjukkan hasil yang baik dan produksi gabah bernas yang tertinggi. Hal ini dimungkinkan juga karena dilihat dari kadar unsur hara EF slag yang lebih baik tersedia bagi tanaman, terutama SiO2. Pemberian EF

slag turut menyumbangkan silikat pada tanah. De datta (1981) menyatakan bahwa efek silikon pada pertumbuhan tanaman padi yaitu mempercepat pertumbuhan, memperkuat batang dan akar, mempercepat pembentukan malai, meningkatkan jumlah bulir per malai, meningkatkan persentasi gabah bernas, mempertahankan tegakan daun sehingga dapat meningkatkan proses fotosintesis tanaman.

(46)

tinggi dibanding dolomit dan unsur mikro. Karena ketersediaan hara ini juga

diduga tanaman pada perlakuan EF slag mampu berproduksi lebih baik dibanding dengan perlakuan dolomit dan unsur mikro.

4.4. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap Kadar SiO2 pada Jerami dan Kadar Logam Berat pada Beras Tanaman Padi IR 64

4.4.1 Kadar SiO2 pada Jerami

Setelah tanaman panen, lalu dilakukan pengambilan sampel tanaman

berupa jerami untuk mengukur kadar hara SiO2 yang terdapat pada jerami.

Namun, untuk perlakuan kontrol dan unsur mikro karena tanaman tumbuh kerdil, mati, dan kering sebelum panen sehingga bobot jerami kedua perlakuan tersebut tidak mencukupi untuk dilakukan analisis tanaman. Dari hasil analisis didapatkan hasil pengukuran SiO2-total di jerami sebagai berikut :

Tabel 7. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap Kadar SiO2 pada Jerami Padi

Perlakuan SiO2

…….. (%) …….

Kontrol -

Unsur Mikro -

EF slag 2% 12,46

EF slag 4% 19,41

EF slag 6% 18,81

EF slag 8% 8,94

Dolomit ek 2% 2,51 Dolomit ek 4% 7,71 Dolomit ek 6% 11,04 Dolomit ek 8% 11,01

Keterangan: -) bobot sample tidak mencukupi untuk dilakukan analisis.

Dari hasil analisis didapatkan bahwa kadar SiO2 pada jerami tanaman

tertinggi pada perlakuan EF slag 4% (19,41%) dan terendah pada perlakuan dolomit ekuivalen EF slag 2% (2,51%). Kadar SiO2 pada jerami sejalan dngan

data unsur SiO2 tersedia pada tanah perlakuan pada saat awal tanam/ setelah

inkubasi tanah satu bulan (Tabel 4) yang menunjukkan bahwa pada perlakuan EF slag 4% memiliki nilai ketersediaan SiO2 tanah tetinggi dan perlakuan dolomit

(47)

kadar SiO2 dalam jerami tergantung ketesediaan SiO2 pada tanah perlakuan

tersebut, bukan bergantung dengan semakin tingginya dosis perlakuan. Namun, jika dilihat data pertumbuhan dan produksi tanaman didapatkan hasil perlakuan EF slag 4% tidak menunjukkan pertumbuhan dan produksi yang lebih baik dibanding perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kadar SiO2 yang tinggi

belum tentu menjamin pertumbuhan dan produksi padi yang terbaik.

4.4.2. Kadar Logam Berat (Hg, Pb, dan Cd) pada Beras

Hasil analisis laboratorium pada Tabel 8 menunjukkan bahwa secara umum logam berat timbal (Pb) dan merkuri (Hg) tidak terdeteksi pada beras, sedangkan pada logam berat kadmium (Cd) kadar tertinggi pada perlakuan dolomit ekuivalen EF slag 6% (Cd= 0,25 ppm). Pada beras hasil tanaman kontrol, unsur mikro, EF slag 2%, dolomit ekivalen EF slag 2 dan 4 % tidak dapat dilakukan analisis karena sample gabah bernas tidak ada dan jika ada pun bobotnya tidak mencukupi untuk dilakuakan analisis.

Tabel 8. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap Kadar Logam Berat pada Beras

Perlakuan Pb Hg Cd

……….. (ppm) …..……….

Kontrol - - -

Unsur Mikro - - -

EF slag 2% - - -

EF slag 4% td td 0,13

EF slag 6% td td 0,17

EF slag 8% td td 0,13

Dolomit ek 2% - - -

Dolomit ek 4% - - -

Dolomit ek 6% td td 0,25

Dolomit ek 8% td 0,0 0,23

Keterangan : td = tidak terdeteksi, -) sample tidak ada, sehingga tidak dianalisis.

(48)

tanah setelah inkubasi untuk unsur Pb menunjukkan nilai terdeteksi, namun

kadarnya di tanaman menunjukkan tidak terdeteksi. Hal ini dimungkinkan karena memang ketersediaan logam berat Pb tersebut di dalam tanah juga rendah. Kandungan logam berat pada beras yang tidak terdeteksi, diduga juga karena logam berat tidak ditranslokasikan ke bagian atas tanaman.

(49)

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Electric furnace slag nyata meningkatkan nilai pH tanah, Ca dan Mg dapat ditukar, P-tersedia, SiO2-tersedia, serta unsur mikro (Fe, Mn, dan Zn) tersedia

tanah. Dolomit nyata meningkatkan nilai pH tanah serta Ca dan Mg dapat ditukar dan untuk perlakuan unsur mikro nyata meningkatkan nilai Cu dan Zn tersedia pada tanah. Ketiga perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap N-total dan kadar logam berat (Pb, Hg, dan Cd) tersedia tanah. Perlakuan dolomit cenderung meningkatkan pH tanah lebih tinggi dibanding perlak

Gambar

Gambar 2. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap
Gambar 6. Pengaruh Electric Furnace Slag, Dolomit, dan Unsur Mikro terhadap
Tabel Lampiran 1. Analisis Awal Tanah Gambut
Tabel Lampiran 2. Komposisi Kimia Electric Furnace Slag (Indonesia)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh