KEDALAMAN LAPISAN RENANG TUNA (
Thunnus
sp.)
YANG TERTANGKAP OLEH RAWAI TUNA
DI SAMUDERA HINDIA
SATRIA AFNAN PRANATA
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kedalaman Lapisan Renang Tuna (Thunnus sp.) yang Tertangkap oleh Rawai Tuna di Samudera Hindia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2013
Satria Afnan Pranata
yang Tertangkap oleh Rawai Tuna di Samudera Hindia. Dibimbing oleh ARI PURBAYANTO dan RONNY IRAWAN WAHJU.
Penelitian mengenai kedalaman lapisan renang ikan tuna dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan April tahun 2013 di Samudera Hindia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai operasi penangkapan rawai tuna, menganalisis komposisi jenis hasil tangkapan, dan menentukan kedalaman lapisan renang (swimming layer) tuna di Samudera Hindia. Penelitian ini merupakan studi kasus terhadap kegiatan penangkapan tuna di kapal rawai tuna KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara. Hasil tangkapan yang diperoleh yaitu sebanyak 998 ekor dari 52 kali setting. Hasil tangkapan yang diperoleh terdiri atas hasil tangkapan utama sebanyak 83 ekor (8,23%), hasil tangkapan sampingan sebanyak (bycatch) 161 ekor (16,13%), dan hasil tangkapan sampingan yang dibuang (discard) sebanyak 754 ekor (75,55%). Hasil tangkapan utama terdiri atas tuna mata besar (Thunnus obesus) sebanyak 44 ekor (53,01%), tuna albakora (Thunnus alalunga) sebanyak 21 ekor (25,30%), tuna madidihang (Thunnus albacares) sebanyak 11 ekor (13,25%), dan tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii) sebanyak 7 ekor (8,43%). Hasil tangkapan sampingan (bycatch) didominasi oleh bawal bulat (Taractichthys sp.) 19,25%, bawal hitam (Taractes rubescens) 17,39%, dan gindara (Lepidocybium sp.) 17,39%. Kedalaman lapisan renang ikan tuna yang diperoleh yaitu tuna albakora (Thunnus alalunga) pada kedalaman 64-232 m, tuna mata besar (Thunnus obesus) pada kedalaman 64-250 m, madidihang (Thunnus albacares) pada kedalaman 64-205 m, dan tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii) pada kedalaman 110-205 m.
ABSTRACT
SATRIA AFNAN PRANATA. Swimming Layer of Tuna (Thunnus sp.) Caught by Tuna Longline in the Indian Ocean. Supervised by ARI PURBAYANTO and RONNY IRAWAN WAHJU.
The research about swimming layer of tuna conducted in February until April on Indian Ocean. The objective of research was to obtain information about processed of tuna longline operation, analyzed the composition of catches, determined the swimming layer of tuna in Indian Ocean. This research was a case study of the activities of catching tuna on KM. Bina Sejati and KM. Bintang Utara. The total catches were 998 fish from 52 setting during experiment. The member of catches consisted of target catcth were 83 (8,23%), 161 (16,13%) bycatches, and 754 (75,55%) discarded catch. The target catches consisted of bigeyes (Thunnus obesus) which was 44 (53,01%), albacores (Thunnus alalunga) 21 (25,30%), yellowfins (Thunnus albacores) 11 (13,25%), and southern bluefins (Thunnus maccoyii) 7 (8,43%). The majority of bycathes were bullet pomfret which was (Taractichthys sp.) 19,25%, black pomfret (Taractes rubescens) 17,39%, and oil fish (Lepidocybium sp.) 17,39%. The swimming layers of tuna were : albacore (Thunnus alalunga) which was at 64-232 m, bigeye (Thunnus obesus) at 64-250 m, yellowfin (Thunnus albacares) at 64-205 m, and southern bluefin (Thunnus maccoyii) at 110-205 m.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
KEDALAMAN LAPISAN RENANG TUNA (
Thunnus
sp.)
YANG TERTANGKAP OLEH RAWAI TUNA
DI SAMUDERA HINDIA
SATRIA AFNAN PRANATA
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
NIM : C44090016
Program studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Dr Ir Budy Wiryawan, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
Prof Dr Ir Ari Purbayanto, MSc Pembimbing I
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kedalaman Lapisan Renang Tuna (Thunnussp.) yang Tertangkap oleh Rawai Tuna di Samudera Hindia.
Terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc. dan Dr. Ir. Ronny Irawan Wahju, M.Phil selaku komisi pembimbing atas saran dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Budhi H. Iskandar, M.Sc. selaku komisi pendidikan Departemen PSP. 3. Dr. Ir. Diniah, M. Sc. selaku penguji tamu pada ujian sidang skripsi.
4. Budi Nugraha, S.Pi, M.Si selaku Kepala Loka Penelitian Tuna Benoa Bali yang telah memfasilitasi kami dan juga seluruh pegawai LPPT Benoa.
5. Kapten kapal KM. Bina Sejati Bapak Ramita beserta kru kapal atas bantuan dan kekeluargaan yang luar biasa selama 58 hari di Kapal.
6. Kepada keluargaku Bapak Asnanto S.AP dan Ibu Yuli Karyawati, serta saudaraku Mbak Wiwid dan Dek Kiki atas segala doa dan kasih sayangnya. 7. Mas Ashadi (jadux), Bapak Beni Pramono, Mbak Ani Rahmawati, Agus
Jaenudin, dan Chitra yang telah banyak membantu dan mendukung selama penelitian dan penyusunan skripsi.
8. Seluruh dosen dan staf Departemen PSP yang telah memberikan arahan dan dukungan hingga terselesaikannya penulisan skripsi.
9. Teman-teman PSP angkatan 46, Teman-teman FDC-IPB diklat 28, dan saudara-saudaraku Asrama Sylvapinus khususnya angkatan Mark Up Sylvalestari atas dukungan dan kebersamannya selama ini.
10. Seluruh pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Akhir kata semoga karya ilmiah ini bisa bermanfaat.
Bogor, September 2013
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODOLOGI PENELITIAN 3
Waktu dan Tempat Penelitian 3
Alat 3
Metode Penelitian 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Pengoperasian Rawai Tuna 9
Hasil Tangkapan 10
Laju Penangkapan (Hook Rate) 15 Estimasi Kedalaman Lapisan Renang Tuna 16
KESIMPULAN DAN SARAN 18
Kesimpulan 18
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 19
LAMPIRAN 21
DAFTAR TABEL
1 Peralatan dan spesifikasi KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara 5 2 Spesifikasi alat tangkap rawai tuna 7 3 Hasil tangkapan utama berdasarkan posisi pancing 14 4 Hasil tangkapan sampingan (bycatch) berdasarkan posisi pancing 14 5 Nilaihook ratehasil tangkapan rawai tuna 15 6 Hasil perhitungan kedalaman setiap nomor pancing 16
DAFTAR GAMBAR
1 Daerah penangkapan ikan tuna (fishing ground) 4 2 Rangkaian satu unit alat tangkap rawai tuna dalam satu basket 6 3 Komposisi jumlah keseluruhan hasil tangkapan rawai tuna 11 4 Komposisi jumlah hasil tangkapan utama 11 5 Komposisi jumlah hasil tangkapan sampingan (bycatch) 12 6 Komposisi ukuran panjang hasil tangkapan utama 13 7 Ilustrasi kedalaman lapisan renang (swimming layer) ikan tuna 18
DAFTAR LAMPIRAN
1 Posisi koordinatsettingKM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara 21 2 Alat yang digunakan selama penelitian 22 3 Kapal KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara 23 4 Komponen unit penangkapan rawai tuna 23 5 Data hasil tangkapan utama dan tangkapan sampingan 24 6 Hasil tangkapan utama, hasil tangkapan sampingan (bycatch), dan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tuna merupakan salah satu komoditas perikanan bernilai ekonomis tinggi dan berperan penting dalam perdagangan ikan dunia (Collette dan Nauen 1983). Hal ini dikarenakan ikan tuna memiliki kualitas daging yang sangat baik dan memiliki kandungan gizi yang tinggi dan lengkap (FAO 2009). Selain itu, proses penangkapannya yang tidak mudah, juga membuat ikan tuna bernilai ekonomis tinggi.
Pada tahun 2009, ISSF (International Seafood Sustainability Foundation) melaporkan produksi ikan tuna dunia mencapai 4,34 juta ton. Jumlah ini meningkat 4% dari tahun 2009, dengan rincian jenis cakalang (55%), madidihang (27%), mata besar (9%), albakora (8%) dan tuna sirip biru selatan (1%). Ikan tuna tersebut bersumber dari Samudera Pasifik sekitar 68%, Samudera Hindia sekitar 22% dan sisanya 10% dari Samudera Atlantik dan Laut Mediterania. Peningkatan tangkapan tersebut akibat meningkatnya kebutuhan penduduk dunia terhadap tuna dan perkembangan teknologi alat penangkapan tuna seperti purse seine dan tuna longline (FAO 2009). Sebanyak 80 negara terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan tuna sehingga usaha perikanan tuna telah menjadi industri yang dapat menghasilkan sumber devisa bagi negara di tahun 2009 (ISSF 2009 dalam Hermawan 2011).
Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadikan tuna sebagai komoditi perikanan utama. Pada tahun 2011, volume ekspor tuna mencapai 141.774 ton dengan nilai mencapai US$ 449 juta atau sekitar Rp 4,08 triliun sehingga menjadikan tuna sebagai komoditi ekspor perikanan kedua terbesar setelah udang (KKP 2012). Namun secara global, kinerja produksi tuna Indonesia masih rendah dibandingkan negara lainnya, padahal wilayah perairan Indonesia berdekatan dengan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik yang merupakan wilayah penghasil utama tuna.
Samudera Hindia yang berada di wilayah selatan Indonesia, merupakan salah satu perairan yang potensial menghasilkan tuna. Jenis tuna yang tertangkap pada wilayah ini yaitu tuna mata besar (Thunnus obesus), albakora (Thunnus alalunga) dan madidihang (Thunnus albacares). Menurut laporan ISSF dalam
Position Statement tahun 2012 kepada IOTC (Indian Ocean Tuna Commision), wilayah Samudera Hindia ini belum mengalami lebih tangkap (over fishing). Penangkapan yang terjadi masih berada di bawah ambang volume potensi sumber daya lestari (MSY), sehingga masih terdapat peluang untuk meningkatkan produksi hasil tangkapan tuna nasional.
2
bersifat pasif dan selektif, sehingga tidak merusak sumber daya hayati dan lingkungan. Metode pengoperasian alat tangkap rawai tuna juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses penangkapan tuna.
Posisi kedalaman mata pancing mempengaruhi perolehan hasil tangkapan tuna. Hal ini dikarenakan beberapa jenis tuna dapat ditemukan di kedalaman lapisan renang (swimming layer) tertentu. Menurut Djatikusumo (1977) kedalaman lapisan renang ikan tuna dipengaruhi oleh suhu dan salinitas. Kedalaman mata pancing dapat ditentukan dengan cara mengubah jarak antara dua buah pelampung yang berdekatan. Selain itu, masih ada cara lain yaitu dengan cara mengubah panjang dari bagian rawai tuna seperti tali utama, tali-tali cabang, dan tali pelampung.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa posisi kedalaman mata pancing berkolerasi dengan jenis hasil tangkapan tuna. Hal ini berkaitan dengan kedalaman lapisan renang ikan tuna. Berdasarkan hal tersebut, maka pengetahuan tentang kedalaman lapisan renang tuna sangat dibutuhkan demi keberhasilan proses penangkapan tuna. Penelitian mengenai kedalaman lapisan renang ikan tuna telah pernah dilakukan sebelumnya, diantaranya oleh Santoso (1999) dan Nugraha dan Triharyuni (2009). Namun hal tersebut dirasa masih kurang dan perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai kedalaman lapisan renang (swimming layer) ikan tuna di wilayah Samudera Hindia.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini :
1. Mendapatkan informasi mengenai operasi penangkapan rawai tuna di Samudera Hindia;
2. Menganalisis komposisi jenis hasil tangkapan rawai tuna; dan
3. Menentukan kedalaman lapisan renang (swimming layer) ikan tuna di Samudera Hindia.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dilakukan penelitian ini yaitu :
1. Memberikan informasi tentang kedalaman lapisan renang ikan tuna di Samudera Hindia kepada para pelaku usaha perikanan tuna baik skala kecil maupun skala besar;
2. Dapat menjadi acuan pemerintah pusat atau daerah dalam rangka menentukan kebijakan pengembangan perikanan tuna di Samudera Hindia; dan
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dari bulan Januari sampai bulan Juni 2013, yang diawali dengan penyusunan usulan penelitian dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian sampai ke tahap penulisan laporan. Pengambilan data di lapang dilakukan selama 58 hari, dimulai pada tanggal 18 Februari sampai 15 April 2013 di Samudera Hindia. Posisi koordinat pengambilan data pada 12o – 15o LS dan 116o – 122o BT. Pelabuhan pendaratan kapal-kapal yang mengoperasikan rawai tuna adalah Pelabuhan Benoa, Bali. Waktu yang diperlukan untuk mencapi daerah penangkapan ikan (fishing ground) yaitu sekitar 4 hari dari Pelabuhan Benoa. Peta daerah penangkapan ikan (lokasi penelitian) secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1 dan untuk rincian posisi koordinat saatsettingrawai tuna dapat dilihat pada Lampiran 1.
Berdasarkan posisi koordinat dan jarak dari garis pantai terluar, fishing ground tersebut terletak di daerah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan di luar wilayah Indonesia (laut lepas). Hal ini dikarenakan jarak daerah penangkapan ikan disekitar atau lebih dari 200 mil yang diukur dari garis pantai. Sedangkan menurut klasifikasi wilayah perairan oleh Forum Koordinasi Pengelolaan Penangkapan SDI, jalur penangkapan pada proses penangkapan rawai tuna ini termasuk ke dalam jalur IV dan jalur V. Kewenangan pengelolaannya dilakukan secara nasional dan kapasitas kapal lebih dari 30 GT. Selain itu, wilayah Samudera Hindia masuk ke dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 573 (KKP 2011).
Alat
Alat yang digunakan selama penelitian ini yaitu alat tulis, laptop, meteran dan caliper (1,5 m), timbangan, GPS (Global Positioning System), kalkulator, kompas, lembar pencatatan data, dan pencatat waktu. Gambar mengenai alat yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.
Informasi kapal
4
Tabel 1 Peralatan dan spesifikasi KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara
Keterangan Kapal
KM. Bina Sejati KM. Bintang Utara
Nakoda Ramita Rambya
Bendera Indonesia Indonesia Jumlah ABK 11 orang 12 orang
Tanda selar GT 89 No. 1102/fp GT 87 No. 117 pd/N Dimensi
Panjang 22 m 23 m
Lebar 4,5 m 4,8 m
Peralatan
GPS Furona GP-32 (Jepang) Furona GP-32 (Jepang)
Radio Beacon Direction
Radio Buoys 5 Unit 7 Unit
Kompas Magnetik (Jepang) Magnetik (Jepang)
Informasi alat tangkap
Unit penangkapan rawai tuna adalah alat tangkap yang terdiri atas gabungan antara beberapa tali dan pancing serta dilengkapi dengan pelampung dan pancing. Alat tangkap ini dibuat dari rangkaian tali temali yang diberi pancing dan pelampung. Satu unit alat tangkap rawai tuna merupakan rangkaian dari beberapa sub-unit yang disebut basket. Satu basket terdiri atas tali utama (main line), tali cabang (branch line), pancing (hook), tali pelampung (buoy line), dan pelampung (float). Rangkaian unit penangkapan rawai tuna dapat dilihat secara lengkap pada Gambar 2.
Alat tangkap rawai tuna yang digunakan saat penelitian memiliki sistem peletakan tali pancing yang menggunakan blong. Blong berbentuk silinder dengan diameter dan tinggi sekitar satu meter. Wadah ini sebagai tempat peletakan rangkaian rawai tuna. Satu blong terdiri dari 4 basket. Gambar mengenai komponen unit penangkapan rawai tuna disajikan pada Lampiran 4.
6
Gambar 2 Rangkaian satu unit alat tangkap rawai tuna dalam satu basket
Kedua kapal penangkapan KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara menggunakan pancing biasa. Pancing yang digunakan terbuat dari bahan baja dan dilapisi oleh timah. Secara rinci spesifikasi alat tangkap rawai tuna yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Spesifikasi alat tangkap rawai tuna
Keterangan Kapal
KM. Bina Sejati KM. Bintang Utara
Hauler
Jumlah 1 buah 1 buah
Tali utama
Bahan PA monofilament PA monofilament
Diameter 4 mm 4 mm
Umur teknis 2 tahun 2 tahun Tali cabang
Bahan PA monofilament PA monofilament
Diameter 2 mm 2 mm
Umur teknis 2 tahun 2 tahun Pancing
Nomor 3,6; T-3 3,6; T-3
Jenis Pancing biasa Pancing biasa Bahan Baja lapis timah Baja lapis timah
Dimensi
Panjang tali pelampung 35 m 31 m Panjang tali utama 59 m 61 m Panjang tali cabang 32,3 m 31 m Jumlahmain linesatu basket (n) 13 buah 13 buah
Metode Penelitian Metode pengumpulan data
Penelitian ini merupakan studi kasus terhadap kegiatan penangkapan tuna pada kapal rawai tuna yang berbasis di Pelabuhan Benoa Bali. Data yang dikumpulkan merupakan data primer dengan mengikuti secara langsung operasi penangkapan tuna dengan kapal rawai tuna KM. Bina Sejati dan data dari kapal rawai tuna lainnya yaitu KM. Bintang Utara. Kapal rawai tuna KM. Bina Sejati menjadi kapal objek penelitian. Selama proses di lapang diperoleh data sebanyak 52 kalisetting. Rincian settingtersebut yaitu 27setting di KM. Bina Sejati dan 25
setting di KM. Bintang Utara. Hasil tangkapan tuna yang diperoleh sebanyak 83 ekor terdiri atas 30 ekor tertangkap di KM. Bina Sejati dan 53 ekor di KM. Bintang Utara. Data yang diperoleh selama di lapang terdiri atas :
1. Komponen unit penangkapan rawai tuna
8
2. Hasil tangkapan
Data hasil tangkapan menyajikan hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan berupa jenis spesies, jumlah, dan panjang yang berdasarkan strata kedalaman mata pancingnya. Data ini selanjutnya dianalisis dan disajikan menggunakan tabel dan grafik.
3. Operasi penangkapan
Data mengenai operasi penangkapan yang dikumpulkan yaitu waktu operasi
setting dan hauling, posisi kapal, kecepatan kapal, lama setting, dan kondisi perairan.
Analisis Data
1. Komposisi hasil tangkapan
Data mengenai komposisi hasil tangkap yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif memberikan gambaran umum tentang data yang diperoleh. Data disajikan dalam bentuk tabel yang berisi frekuensi, dan selanjutnya dihitung mean, median, modus, persentase, dan standar deviasi.
2. Kedalaman mata pancing
Estimasi perhitungan kedalaman mata pancing dihitung dengan menggunakan metode Yoshihara. Pengukuran dilakukan dengan cara mengetahui komponen-komponen unit penangkapan rawai tuna yang telah disebutkan sebelumnya. Kedalaman mata pancing dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus Yoshihara (1951) dalam Nugraha dan Triharyuni (2009).
D = fl + bl +1ൗ2BK
{
ඥ(1 +ܥݐ݃ଶߪ) – ට(1 −ଶ)ଶ+ܥݐ݃ଶߪ
}
Keterangan :
D = kedalaman mata pancing (m);fl= panjang tali pelampung (m); n = jumlah tali cabang dalam 1 basket + 1; s = arah garis singgung pada tali utama dan tali pelampung, yang besarnya Cotg-1/ Cos h (k tg s);BK= panjang tali utama (main line) dalam 1 basket (m); bl = panjang branch line (m); dan j = nomor posisi pancing.
Nilai sudut ߪ diperoleh dengan terlebih dahulu mencari nilai koefisien kelengkungan.
K = ௫்௦
௫∑
Keterangan :
K = koefisien kelengkungan; Vk = Kecepatan kapal (km/jam); Ts = lama setting
(jam); danb= jumlah basket.
Posisi tali utama diasumsikan melengkung sempurna (cetenary) dan fakor koreksi arus terhadap kedalaman mata pancing pada setiap tingkat dianggap sama yaitu 30-50 m (Suzuki 1977 dalam Suharto 1995). Posisi pancing 1 diasumsikan memiliki kedalaman yang sama dengan pancing 12, pancing 2 sama dengan pancing 11, dan seterusnya.
3. Laju penangkapan rawai tuna
yang tertangkap untuk setiap 100 mata pancing rawai tuna. Penentuan nilai laju penangkapan dapat dilakukan berdasarkan data hasil tangkapan nyata dari kegiatan operasi penangkapan kapal rawai tuna di suatu wilayah perairan tertentu dan periode penangkapan tertentu. Rumus perhitungan laju penangkapan yaitu :
LP =ா
ݔ100
Keterangan :
LP = laju penangkapan; E = jumlah ikan tuna yang tertangkap; P = jumlah pancing yang digunakan; dan 100 = konstanta.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengoperasian Rawai Tuna
Pengoperasian alat tangkap rawai tuna terdiri atas dua proses. Proses tersebut yaitu penurunan alat tangkap (setting) dan penarikan alat tangkap (hauling).
1. Penurunan alat tangkap (setting)
Proses penurunan alat tangkap pada KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 06.00. Rata-rata lamasettingsekitar 4-5 jam tergantung dari banyak dan sedikitnya jumlah basket yang diturunkan. Proses setting dilakukan di buritan kapal. Jumlah pancing yang diturunkan rata-rata sebanyak 768-1056 pancing, dengan jumlah antar dua basket sebanyak 12 pancing. Proses setting ini biasanya dilakukan oleh empat orang ABK dengan perincian dua orang menurunkan tali cabang dan tali utama, satu orang mengaitkan sambungan keduanya, dan satu orang lagi sebagai pelempar pelampung (buoy). Tahapan prosessettingsecara lengkap sebagai berikut :
1) Prosessettingdiawali dengan pelemparanradio buoypertama dan selanjutnya pelemparannya dilakukan setiap kelipatan 20 basket atau 240 tali cabang; 2) Tali cabang yang telah dipasang umpan pada mata pancingnya mulai
diturunkan, sekaligus dengan penurunan tali utama;
3) Setiap penurunan 12 tali cabang diselingi dengan pelemparan pelampung kecil dan setiap 48 tali cabang diturunkan pelampung besar; dan
4) Settingdiakhiri dengan penurunanradio buoyterakhir yang memiliki penanda bendera di tiangnya.
Sebelum setting dimulai, terdapat beberapa persiapan yang dilakukan oleh Nakoda maupun ABK. Persiapan tersebut di antaranya :
1) Nakoda menentukan posisi awal peletakan radio buoy pertama, kecepatan kapal, arahheading kapal,dan jumlah basket yang diturunkan. Penentuan hal tersebut didasarkan pada arah arus, kecepatan angin, dan kondisi hasil tangkapan pada setting sebelumnya. Selain itu Nakoda juga berkoordinasi dengan kapal lain, agar alat tangkap tidak saling bertumpuk saatsetting; dan 2) Anak buah kapal mempersiapkan rangkaian tali utama, tali cabang,pelampung
(buoy), dan umpan.
10
Penarikan alat tangkap rawai tuna (hauling) dilakukan pada pukul 17.00 hingga dini hari. Lama waktu hauling berbeda-beda untuk setiap setting. Perbedaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya, banyaknya jumlah basket yang diturunkan, kondisi arus, kondisi tali utama, dan banyaknya hasil tangkapan yang tertangkap. Semakin banyak hasil tangkapan yang diperoleh, maka proses hauling akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Proses hauling
dimulai ketikaradio buoytelah ditemukan oleh Nakoda dengan menggunakan alat bantuRDF(Radio Direction Finder) yang merupakan alat pendeteksi posisiradio buoy.
Proseshaulingjuga menggunakan beberapa alat bantu yaitu line haulerdan
side roller. Line haulerberfungsi sebagai penarik tali utama sedangkanside roller
untuk menghindari adanya gesekan tali utama dengan badan kapal dan sebagai penekan tali utama agar tali tersebut tetap pada tempatnya dan. Tahapan proses
haulingsebagai berikut :
1) Nakoda melakukan pencarian posisi radio buoymenggunakan alat bantu RDF
dan kompas. Sambil menunggu pencarian radio buoy, seluruh ABK mempersiapkan peralatan yang digunakan saathauling;
2) Setelah radio buoy ditemukan, selanjutnya diambil dan diletakkan pada side roller, lalu dilingkari ke line hauler. Proses panarikan pun telah berjalan. Posisi line hauler terletak di pinggir kapal sebelah kanan dekat dengan lambung kapal;
3) Tali utama yang telah melewati putaran line hauler, dimasukkan ke dalam blong dan disusun rapi;
4) Tali cabang yang akan melewati putaran line haulerdiambil oleh nelayan dan dilepaskan ikatannya pada tali utama;
5) Apabila tali utama atau tali cabang kusut, maka segera diluruskan menggunakan tang atau tangan;
6) Tali cabang yang telah diambil tadi, selanjutnya digulung oleh nelayan yang bertugas menggulung tali. Sebelum digulung, jika masih ada sisa umpan di mata pancing maka harus dibuang terlebih dahulu;
7) Ikan hasil tangkapan yang tertangkap segera diletakkan diatas ke geladak kapal menggunakan ganco. Setelah berada di atas geladak, ikan hasil tangkapan yang masih hidup segera dimatikan menggunakan alat penusuk di bagian kepala. Apabila yang tertangkap bukan ikan ekonomis (discard), segera dibuang kembali ke laut; dan
8) Ikan tuna yang diperoleh segera dilakukan penanganan untuk dibersihkan bagian insang dan perutnya. Selanjutnya dilapisi plastik ke seluruh badannya dan dimasukkan ke dalam palka yang berisi air bersuhu di bawah 0oC.
Hasil Tangkapan
Komposisi hasil tangkapan rawai tuna pada penelitian ini terdiri atas hasil tangkapan utama, hasil tangkapan sampingan (bycatch), dan hasil tangkapan sampingan yang dibuang (discard). Total jumlah keseluruhan hasil tangkapan sebanyak 998 ekor dari 52 setting. Berdasarkan Gambar 3 kategori discard
merupakan jenis terbanyak yang tertangkap yaitu sebanyak 754 ekor (75,55%),
ekor (8,23%). Data rincian hasil tangkapan yang diperoleh, disajikan pada Lampiran 5.
Gambar 3 Komposisi jumlah keseluruhan hasil tangkapan rawai tuna
Hasil tangkapan utama terdiri atas tuna albakora (Thunnus alalunga), tuna mata besar (Thunnus obesus), tuna madidihang (Thunnnus Albacares), dan tuna sirip biru selatan (Thunnns maccoyii). Jenis hasil tangkapan sampingan di antaranya marlin hitam (Makaira mazara), meka (Xiphias gladius), lamadang (Coryphaena hippurus), tenggiri (Acanthocybium solandri), bawal bulat (Taractichthys sp.), bawal hitam (Taractes rubescens), gindara (Lepidocybium
sp.), marlin putih (Makaira indica), cakalang (Katsuwonus pelamis), layaran (Istiophorus platypterus), cede (Ruvettus prectiosus), dan marlin loreng (Tetrapterus audax). Jenis bycatch lainnya terdiri dari beberapa jenis yang tidak terlalu banyak jumlah tangkapannya. Jenisdiscardterdiri atas ikan pari (Dasyatis
sp.), ikan naga (Gempylus serpens), ikan layur hitam (Trichiurus sp.). Gambar mengenai jenis hasil tangkapan rawai tuna dapat dilihat pada Lampiran 6.
Gambar 4 Komposisi jumlah hasil tangkapan utama 161
754 83
0 200 400 600 800
Bycatch Discard Tuna
Jumlah hasil tangkapan (ekor)
21
44 7
11
Albakora Mata besar Sirip biru selatan Madidihang
0 10 20 30 40 50
12
Berdasarkan Gambar 4, hasil tangkapan utama yang tertangkap sebanyak 83 ekor dari 52 kali setting, dengan rincian sebanyak 30 ekor tertangkap pada KM. Bina Sejati dan 53 ekor tertangkap pada Kapal KM. Bintang Utara. Jenis tangkapan utama yang paling banyak tertangkap yaitu jenis tuna mata besar (Thunnus obesus) sebanyak 44 ekor (53,01%), tuna albakora (Thunnus alalunga) sebanyak 21 ekor (25,30%), tuna madidihang (Thunnus albacares) sebanyak 11 ekor (13,25%), dan tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii) sebanyak 7 ekor (8,43%).
Hasil tangkapan utama yang diperoleh dari operasi penangkapan ini terdiri atas 4 jenis dari 6 jenis tuna yang biasanya tertangkap oleh alat tangkap rawai tuna di wilayah perairan Indonesia (Ayodhyoa 1981). Keempat jenis tuna tersebut sering tertangkap oleh nelayan rawai tuna di wilayah perairan Indonesia, sedangkan dua jenis lainnya yaitubluefin tuna(Thunus thynnus) danblackfin tuna
(Thunus atlanticus) merupakan jenis tuna yang jarang tertangkap.
Gambar 5 Komposisi jumlah hasil tangkapan sampingan (bycatch)
Berdasarkan Gambar 5, diperoleh hasil tangkapan sampingan (bycatch) sebanyak 161 ekor (16,13%). Jenis terbanyak yaitu bawal bulat (Taractichthys
sp.) 19,25%, bawal hitam (Taractes rubescens) 17,39%, dan gindara (Lepidocybium sp.) 17,39%. Jenis lainnya marlin putih (Makaira indica) 8,07%, cakalang (Katsuwonus pelamis) 6,83%, marlin hitam (Makaira mazara) 6,83%, meka (Xiphias gladius) 4,35%, lamadang (Corrphaena hippurus) 3,73%, tenggiri (Acanthocybium solandri) dan layaran (Istiophorus platypterus) 3,11%. Sebanyak 75,55% adalah jenis discard yang terdiri atas ikan pari (Dasyatis sp.), ikan naga (Gempylus serpens), ikan layur hitam (Trichiurussp.).
31
Gambar 6 Komposisi ukuran panjang hasil tangkapan utama
Gambar 6 menunjukkan jenis tuna yang tertangkap memiliki ukuran panjang yang berbeda-beda. Ukuran panjang tersebut dibagi ke dalam beberapa kategori, yaitu ukuran kurang dari 50 cm, 50-100 cm, 100-150 cm, dan lebih dari 150 cm. Tuna albakora (Thunnus alalunga) yang tertangkap pada ukuran 50-100 cm sebesar 95%. Tuna mata besar (Thunnus obesus) yang tertangkap paling banyak berukuran 100-150 cm sekitar 43%. Tuna sirip biru selatan yang tertangkap seluruhnya memiliki ukuran di atas 150 cm. Jenis madidihang paling banyak tertangkap pada ukuran sebesar 100-150 sebesar 64%.
Hasil tangkapan utama yang paling banyak tertangkap yaitu tuna mata besar (Thunnus obesus) sebanyak 44 ekor (53,01%). Tuna mata besar yang tertangkap mayoritas berukuran lebih dari 100 cm sebanyak 59,09%. Hal ini menunjukkan lebih dari setengah total tangkapan tuna mata besar adalah laik tangkap. Tuna mata besar memiliki ukuran laik tangkap di atas ukuran 100 cm (fishbase 2013). Hal ini berdasarkan saat ikan tuna mata besar mengalami matang gonad untuk pertama kali.
Tuna albakora merupakan jenis tuna kedua yang paling banyak tertangkap yaitu sebanyak 21 ekor (25,30%) dan sebanyak 95,24% merupakan laik tangkap. Hal ini dikarenakan tuna albakora yang tertangkap mayoritas berukuran lebih dari 85 cm. Pada ukuran tersebut, jenis tuna albakora telah mengalami matang gonad (fishbase2013). Akhir-akhir ini ukuran tuna Albakora yang tertangkap berukuran lebih kecil dan tertangkap pada saat pasang tinggi .
Tuna madidihang (Thunnus albacares) tertangkap sebanyak 11 ekor atau sebesar 13,25%. Jenis tuna madidihang memiliki ciri-ciri yang sangat khas yaitu siripnya berwarna kuning dan terdapat sirip tambahan di bagian punggung yang memanjang. Ikan ini memiliki standar panjang laik tangkap di atas ukuran 105 cm (fishbase 2013). Rata-rata tuna madidihang yang tertangkap, memiliki ukuran lebih dari 105 cm yaitu sebanyak 66,67%.
Tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii) merupakan jenis tuna yang paling sedikit tertangkap yaitu sebesar 8,43%. Namun seluruh hasil tangkapan
14
jenis ini memiliki ukuran lebih dari 150 cm yang berarti laik tangkap. Kategori laik tangkap tuna sirip biru selatan berukuran di atas 120 cm (fishbase2013). Ikan ini mirip dengan tuna sirip biru (Thunnus thynnus) yang tertangkap di belahan bumi utara, hanya saja memiliki ukuran yang lebih kecil.
Tabel 3 Hasil tangkapan utama berdasarkan posisi pancing
Spesies Nama umum Pancing
1, 12 2, 11 3, 10 4, 9 5, 8 6, 7
Thunnus alaluga Albakora 10 5 2 1 3
-Thunnus obesus Mata besar 4 8 6 17 4 5
Thunnus albacores Madidihang 2 1 4 2 1 1
Thunnus macoyii Southern bluefin - 2 3 2
-Jumlah 16 16 15 22 8 6
Berdasarkan Tabel 3, jenis tuna albakora sebagian besar tertangkap pada pancing nomor 1 dan tidak tertangkap pada pancing nomor 6 dan 7. Tuna mata besar paling banyak tertangkap pada pancing tengah yaitu nomor 4,9 dan tertangkap dengan jumlah merata pada pancing lainnya. Tuna Madidihang tertangkap hampir merata di semua nomor pancing, namun mayoritas tertangkap pada pancing yang berada dekat dengan permukaan. Tuna sirip biru selatan hanya ditemukan pada pancing nomor 2, 3, 4, 9, 10, dan 11 dan tidak tertangkap pada pancing 1, 5, 6, 7, 8, dan 12.
Tabel 4 Hasil tangkapan sampingan (bycatch) berdasarkan posisi pancing
Spesies Nama lokal Pancing
1, 12 2, 11 3, 10 4, 9 5, 8 6,7
Makaira indica Marlin putih 2 2 1 1 - 3
Makaira mazara Marlin hitam 2 4 1 1 2 1
Coryphaena hippurus Lamadang 2 - 1 - 1 1
Pseudocarcharhiassp. Cucut - 3 - - 1
-Lepidocybiumsp. Gindara - 2 6 7 2 4
Tetrapturus audax Marlin loren - - - 1 -
-Ruvettus pretiosus Cede - - - 1
Istiophorus platypterus Layaran - 4 - - -
-Katsuwonus pelamis Cakalang 4 4 1 1 3
-Xiphias gladius Meka - 4 - - 1 1
Taractes rubescens Bawal hitam 6 3 4 3 5 6
Taractichthyssp. Bawal bulat 1 2 7 2 10 8
Hasil tangkapan sampingan (bycatch) banyak tertangkap di pancing nomor 2 dan 11 yaitu sebanyak 22,46% dan didominasi oleh jenis marlin hitam, layaran, meka, dan ikan layaran. Pancing nomor 3, 5, 6, 7, 8, dan 10 jumlah hasil tangkapannya hampir sama. Jumlah bycatch paling sedikit tertangkap pada pancing nomor 4 dan 9 dengan jenis ikan gindara yang paling banyak tertangkap.
Laju Penangkapan (Hook Rate)
Data hasil tangkapan pada KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara dapat digunakan untuk mengetahui tingkat produktivitas penangkapan atau hook rate
(HR). Nilai hook rate diperoleh dengan membandingkan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh dengan total jumlah pancing yang digunakan. Contoh perhitungan
hook ratedapat dilihat pada Lampiran 7.
Tabel 5 Nilaihook ratehasil tangkapan rawai tuna
No Spesies Hook rate
KM. Bina Sejati KM. Bintang Utara
1 Thunnus alalunga 0,056 0,054
2 Thunnus obesus 0,038 0,125
3 Thunnus maccoyii 0,010 0,021
4 Thunnus albacares 0,019 0,025
Hook ratetuna 0,124 0,225
5 Bycatch 0,272 0,367
Berdasarkan Tabel 5, nilai hook rate jenis tuna pada KM. Bina Sejati sebesar 0,124 sedangkan pada KM. Bintang Utara sebesar 0,225. Jenis albakora memiliki nilaihook rate tertinggi sebesar 0,056 pada KM. Bina Sejati, sedangkan
hook rate tertinggi pada KM. Bintang Utara yaitu jenis tuna mata besar. Sementara itu, untuk nilai hook rate dari hasil tangkapan sampingan (bycatch) pada kedua kapal masing-masing sebesar 0,272 dan 0,367. Hasil rincian perhitungan nilai hook rate per setting pada KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara dapat dilihat pada Lampiran 8.
Nilai hook rate tuna yang diperoleh dari kedua kapal tersebut tergolong rendah, jika mempertimbangkan kualitas dan harga jual ikan tuna serta bycatch
atau jenis tuna lainnya. Nilai hook rate tersebut masih di bawah nilai hook rate
minimum yang dianggap baik untuk kondisihook rate saat ini yaitu ≥ 0,8. Nilai hook ratetersebut berarti setiap 100 mata pancing rawai tuna berhasil menangkap sebanyak 0,8 tuna atau 8 ekor ikan tuna per 1000 mata pancing.
16
hook rate ini diduga akibat peningkatan operasi penangkapan dari tahun ke tahun yang ditandai dengan peningkatan jumlah armada penangkapan, sehingga mengakibatkan persaingan dalam penangkapan.
Estimasi Kedalaman Lapisan Renang Tuna
Jumlah pancing yang digunakan pada kapal objek penelitian ini yaitu sebanyak 12 pancing untuk setiap basketnya. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode Yoshihara, nilai kedalaman mata pancing yang dapat dicapai oleh mata pancing rawai tuna yaitu pancing nomor 1 pada kedalaman 64-84 m, pancing nomor 2: 110-130 m, pancing nomor 3: 151-171 m, pancing nomor 4: 185-205 m, pancing nomor 5: 212-232 m, dan pancing nomor 6 pada kedalaman 226-246 m. Kedalaman pancing nomor 7 sama dengan pancing nomor 6, pancing nomor 8 sama dengan pancing nomor 5, pancing nomor 9 sama dengan pancing nomor 4, pancing nomor 10 sama dengan pancing 3, pancing nomor 11 sama dengan pancing nomor 2, dan pancing nomor 12 sama dengan pancing nomor satu. Nilai kedalaman tersebut telah dikurangi dengan faktor koreksi sebesar 30-50 m. Contoh perhitungan kedalaman mata pancing menggunakan metode rumus Yoshihara (1951) dalam Nugraha dan Triharyuni (2009) dapat dilihat pada Lampiran 9. Selain itu, hasil perhitungan kedalaman mata pancing setiap mata pancing persettingdisajikan pada Lampiran 10.
Tabel 6 Hasil perhitungan kedalaman setiap nomor pancing
Pancing Kedalaman (m)
Berdasarkan penelitian Suharto (1995), kedalaman mata pancing yang dapat dicapai oleh mata pancing rawai tuna yaitu pancing 1 terdapat pada kedalaman 44,3-45,6 m, mata pancing 2 terdapat pada kedalaman 72-74,5 m, mata pancing 3 terdapat pada kedalaman 94,1-98 m, mata pancing 4 terdapat pada kedalaman 109,7-114,6 m, dan mata pancing 5 terdapat kedalaman 118-123,3 m. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan dari kedalaman mata pancing yang diperoleh, terhadap kedalaman mata pancing hasil penelitian Suharto (1995). Perbedaan ini diduga akibat perbedaan dimensi alat tangkap rawai tuna yang digunakan pada kedua penelitian tersebut.
eksternal merupakan faktor lingkungan, di antaranya adalah parameter oseanografis seperti suhu, salinitas, densitas, kedalaman lapisan thermoklin, arus, sirkulasi massa air, oksigen dan kelimpahan makanan. Kedalaman renang ikan tuna bervariasi tergantung dari jenisnya. Secara umum ikan tuna tertangkap di kedalaman 0-400 meter. Salinitas perairan yang disukai berkisar 32-35 ppt atau di perairan oseanik. Suhu perairan berkisar 17-31 oC (Uktolseja 1988). Hasil tangkapan tuna berdasarkan posisi pancing (Tabel 3) dan hasil perhitungan setiap nilai kedalaman nomor pancing (Tabel 4) yang diperoleh, dapat dijadikan sebagai bahan untuk pendugaan kedalaman lapisan renang dari setiap jenis tuna yang tertangkap.
Tuna albakora tertangkap di pancing nomor 1, 2, 3, 4, dan 5, mayoritas tertangkap di pancing 1 dan 2 (Tabel 3) sebanyak 71,24%. Diduga swimming layer tuna albakora berada di kedalaman 64-232 m. Distribusi tuna albakora sangat dipengaruhi oleh suhu dan tuna jenis ini menyenangi suhu yang lebih rendah. Menurut Uda (1959) dalam Nugraha dan Triharyuni (2009), penyebaran ikan tuna albakora pada kisaran suhu 14o-24oC dengan kisaran suhu penangkapan 17o-24oC. Pada saat juvenile, tuna albakora memiliki habitat di wilayah sekitar equator dan lapisan renangnya di lapisan dekat permukaan. Setelah berukuran dewasa (>95 cm) mulai berpindah ke lapisan yang lebih dalam (Block dan Stevens 2001).
Tuna mata besar hampir tertangkap merata di seluruh mata pancing. Kedalaman lapisan renang tuna jenis ini diperkirakan berada pada kedalaman 64-250 m, dengan mayoritas tertangkap di interval kedalaman 162-196 m (pancing 4 dan 5). Tuna mata besar sering tertangkap di pancing yang lebih dalam (pancing 4,5, dan 6), dikarenakan tuna mata besar lebih menyukai kedalaman perairan dengan suhu yang lebih dingin (Block dan Stevens 2001). Daerah renang tuna mata besar yang berukuran besar berada tepat di bawah lapisan termoklin, sehingga disarankan menggunakan jenis rawai tuna dalam (deep sea tuna longline) (Suzuki et al. 1977 dalam Santoso 1999).
Tuna madidihang banyak tertangkap pada pancing nomor 1, 2, 3, dan 4 sebanyak 9 ekor (81,81 %). Lapisan kedalaman renang jenis ini diduga berada pada kedalaman 64-205 m. Madidihang sering ditemukan di nomor pancing yang dekat dengan permukaan (personal komunikasi dengan nelayan). Banyak dari jenis ini umumnya ditemui di atas lapisan kedalaman 100 m yang memiliki cukup kandungan oksigen. Di lapisan yang lebih dalam yang kadar oksigennya rendah, tuna madidihang jarang ditemukan. Saatjuvenile, tuna madidihang dapat dijumpai bergerombol dengan jenis cakalang dan jenis tuna mata besar di lapisan permukaan. Saat berukuran dewasa, cenderung tetap bertahan pada lapisan kedalaman tersebut. Penyebaran jenis tuna madidihang berada pada kisaran suhu 18oC – 31oC (Block dan Stevens 2001).
18
2001). Dan tuna yang tertangkap pada penelitian ini diduga tuna yang sedang melakukan pemijahan.
Gambar 7 merupakan ilustrasi lapisan kedalaman renang tuna dari hasil penelitian ini. Dari gambar tersebut dapat dilihat perbedaan kedalaman lapisan renang di antara keempat jenis tuna yang diperoleh. Perbedaan penyebaran ikan tuna secara vertikal ini diakibatkan oleh beberapa faktor, salah satunya faktor suhu (Uktolseja 1988). Menurut hasil penelitian Nugraha dan Triharyuni (2009), di wilayah Samudera Hindia ikan tuna mata besar tertangkap pada kisaran suhu 10,0-13,9oC, madidihang 16,0-16,9 oC, dan albakora sebesar 20,0-20,9 oC. Selain itu perbedaan lokasi atau letak geografis juga ikut mempengaruhi habitat ikan tuna.
Gambar 7 Ilustrasi kedalaman lapisan renang (swimming layer) ikan tuna
Beberapa hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan perbedaan kedalaman lapisan renang dari setiap jenis tuna yang diperoleh di perairan Samudera Hindia. Menurut Suharto (1995), bahwa tuna mata besar tertangkap pada kedalaman 94,1-114,6 m dan madidihang pada kedalaman 72-74.5 m. Hasil penelitian Santoso (1999) menyebutkan tuna mata besar dapat ditemukan pada kedalaman 186-285 m, madidihang 149-185 m, dan albakora pada kedalaman 161-220 m. Dan hasil penelitian Nugraha dan Triharyuni (2009), bahwa tuna mata besar tertangkap pada kedalaman 300-399,9 m, madidihang 250,0-299,9 m, dan tuna albakora 150,0-199,9 m.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
lamasettingsekitar 4-5 jam tergantung banyak dan sedikitnya jumlah basket yang diturunkan. Penarikan alat tangkap rawai tuna (hauling) dilakukan pada pukul 17.00 hingga dini hari.
Hasil tangkapan yang diperoleh pada penelitian ini yaitu terdiri atas hasil tangkapan utama (jenis tuna), hasil tangkapan sampingan (bycatch), dan hasil tangkapan sampingan yang dibuang (discard). Total jumlah keseluruhan hasil tangkapan sebanyak 998 ekor dari 52 setting. Hasil tangkapan utama yang tertangkap sebanyak 83 ekor (8,23%), hasil tangkapan sampingan (bycath) sebanyak 161 ekor (16,13%), dan hasil tangkapan sampingan yang dibuang sebanyak (discard) 754 ekor (75,55%). Hasil tangkapan utama terdiri atas tuna mata besar (Thunnus obesus) sebanyak 44 ekor (53,01%), tuna albakora (Thunnus alalunga) sebanyak 21 ekor (25,30%), madidihang (Thunnus albacares) sebanyak 11 ekor (13,25%), dan sirip biru selatan (Thunnus maccoyii) sebanyak 7 ekor (8,43%). Hasil tangkapan sampingan (bycatch) didominasi oleh bawal bulat (Taractichthys sp.) 19,25%, bawal hitam (Taractes rubescens) 17,39%, dan gindara (Lepidocybium sp.) 17,39%. Kedalaman lapisan renang ikan tuna yang diperoleh yaitu jenis albakora (Thunnus alalunga) pada kedalaman 64-232 m, jenis mata besar (Thunnus obesus) pada kedalaman 64-250 m, jenis madidihang (Thunnus albacares) pada kedalaman 64-205 m, dan tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii) pada kedalaman 110-205 m.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai kedalaman renang ikan tuna dengan waktu pengambilan data yang berbeda. Selain itu, dalam proses penangkapan ikan tuna agar pihak nelayan dibekali dengan peralatan penangkapan dan navigasi yang layak dan lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Ayodhyoa. 1981.Metode Penangkapan Ikan. Bogor (ID) : Yayasan Dewi Sri. Block BA, Stevens ED. 2001. Tuna: Physiology, Ecology, And Evolution.
California (US): Academic press.
Collete BB, Nauen CE. 1983. An annotated and illustrated catalogue of tunas, mackerels, bonitos and related species known to date.FAO Fish. 137 p. Djatikusumo EW. 1977. Bioogi Ikan Ekonomis Penting. Jakarta (ID): Akademi
Usaha Perikanan.
[FAO] Food dan Agriculture Organization. 2009. Integration of Fisheries Into Coastal Area Management. FAO Technical Guidelines for Responsible Fisheries. USA: The United Nations.
Fishbase. 2013. Thunnus sp. [Internet]. [Diunduh pada 2013 Juni 9]. Tersedia pada :www.fishbase.org
20
[ISSF] International Seafood Sustainability Foundation. 2012. Position Statement.
Presented during the 16th Session of the Indian Ocean Tuna Commission In Fremantle. Australia.
[KKP] Kementerian Perikanan dan Kelautan. 2011. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER45/MEN/2011 Tentang Estimasi Potensi Sumberdaya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Negara Republik Indonesia. Jakarta
[KKP] Kementerian Kelautan Perikanan. 2012. Ekspor Tuna Terus Meningkat
[artikel]. Jakarta.
Menteri Kelautan dan Perikanan. 2011. Kep. 45/Men/2011 Tentang Estimasi Potensi Sumberdaya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Negara Republik Indonesia. Jakarta
Nugraha Budi, Setya Triharyuni. 2009. Pengaruh Suhu Kedalaman Mata Pancing Rawai Tuna (Tuna Longline) Terhadap Hasil Tangkapan Tuna Di Samudera Hindia. Balai Riset Perikanan Tangkap. Jakarta (ID): Balitbang-KP.
Santoso H. 1999. Studi Tentang Hubungan Antara Suhu dan Kedalaman Mata Pancing Terhadap Hasil Tangkapan Tuna Longline di Perairan Selatan Pulaiau Jawa. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Subani W, Barus HR. 1989.Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jakarta (ID): Balai Penelitian Perikanan Laut.
Suharto. 1995. Pengaruh Kedalaman Mata Pancing Rawai Tuna Terhadap Hasil Tangkapan (Percobaan Orientasi dengan KM. Madidihang Di Samudera Hindia Sebelah Barat Samudera). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Posisi koordinatsettingKM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara
Setting Ke- Kapal Lattitude (s) Longitude (E)
22
13 Bintang Utara -12.92396667 117.1068333 14 Bintang Utara -12.81203333 117.3387333 15 Bintang Utara -12.65983333 117.331 16 Bintang Utara -12.47466667 117.0808333 17 Bintang Utara -12.92358333 117.92105 18 Bintang Utara -12.93756667 118.20405 19 Bintang Utara -12.87951667 118.2969167 20 Bintang Utara -12.9778 118.2733833 21 Bintang Utara -13.00001007 118.2793167 22 Bintang Utara -12.73976667 118.8101 23 Bintang Utara -12.67343333 119.04725 24 Bintang Utara -12.74775 119.0856333 25 Bintang Utara -12.71358333 119.5712333
Lampiran 2 Alat yang digunakan selama penelitian
GPS Laptop Kompas
Lampiran 3 Kapal KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara
Lampiran 4 Komponen unit penangkapan rawai tuna
Blong Wadah tali cabang Pelampung
24
Lampiran 5 Data hasil tangkapan utama dan tangkapan sampingan
Setting
1 Bina Sejati 8 WAH Bycatch
1 Bina Sejati 4 BET M Tuna 2 Bina Sejati 3 SKJ Bycatch
2 Bina Sejati 4 BET Tuna
3 Bina Sejati 1 TCR Bycatch
3 Bina Sejati 8 TCR Bycatch
5 Bina Sejati 11 BLZ Bycatch
5 Bina Sejati 2 SKJ Bycatch
5 Bina Sejati 8 SKJ Bycatch
5 Bina Sejati 10 WAH Bycatch
6 Bina Sejati 12 ALB Tuna
6 Bina Sejati 10 BLZ M Bycatch
6 Bina Sejati 12 LEC Bycatch
6 Bina Sejati 10 TCR Bycatch
6 Bina Sejati 8 LEC Bycatch
6 Bina Sejati 9 LEC Bycatch
7 Bina Sejati 4 BLZ M Bycatch
7 Bina Sejati 12 SKJ Bycatch
7 Bina Sejati 12 LEC Bycatch
7 Bina Sejati 4 BET M Tuna 8 Bina Sejati 5 TCR Bycatch
8 Bina Sejati 8 TCR Bycatch
9 Bina Sejati 11 SFA F Bycatch
10 Bina Sejati 7 OIL Bycatch
10 Bina Sejati 10 SBT F Tuna 11 Bina Sejati 10 LEC Bycatch
11 Bina Sejati 12 TCR Bycatch
11 Bina Sejati 3 TST Bycatch
11 Bina Sejati 9 BET M Tuna 11 Bina Sejati 9 BET M Tuna
12 Bina Sejati 9 BLM M Bycatch
12 Bina Sejati 12 BLM Bycatch
12 Bina Sejati 7 TCR Bycatch
12 Bina Sejati 6 BET M Tuna 13 Bina Sejati 12 ALB Tuna
13 Bina Sejati 1 ALB Tuna
13 Bina Sejati 2 CDF Bycatch
13 Bina Sejati 9 SFA F Bycatch
13 Bina Sejati 4 TST Bycatch
13 Bina Sejati 3 BET F Tuna 14 Bina Sejati 12 ALB Tuna 15 Bina Sejati 9 EIL Bycatch
15 Bina Sejati 7 BLM M Bycatch
15 Bina Sejati 6 BLM M Bycatch
15 Bina Sejati 7 CDF Bycatch
15 Bina Sejati 7 TST Bycatch
16 Bina Sejati 2 ALB Tuna
16 Bina Sejati 2 SWO Bycatch
16 Bina Sejati 1 TST Bycatch
16 Bina Sejati 12 TCR Bycatch
16 Bina Sejati 12 TCR Bycatch
16 Bina Sejati 10 SBT F Tuna 17 Bina Sejati 10 ALB Tuna
17 Bina Sejati 1 ALB Tuna
17 Bina Sejati 1 ALB Tuna
17 Bina Sejati 11 ALB Tuna 17 Bina Sejati 3 BET F Tuna 17 Bina Sejati 11 TCR Bycatch
17 Bina Sejati 6 LEC Bycatch
17 Bina Sejati 2 TCR Bycatch
18 Bina Sejati 10 TST Bycatch
18 Bina Sejati 12 BLM Bycatch
18 Bina Sejati 10 LEC Bycatch
18 Bina Sejati 10 BLM Bycatch
18 Bina Sejati 3 YFT F Tuna 19 Bina Sejati 2 CSK F Bycatch
19 Bina Sejati 3 TCR Bycatch
19 Bina Sejati 5 SWO Bycatch
19 Bina Sejati 6 LEC Bycatch
19 Bina Sejati 6 SWO Bycatch
19 Bina Sejati 4 YFT M Tuna
20 Bina Sejati 5 ALB Tuna
20 Bina Sejati 10 LEC Bycatch
26
20 Bina Sejati 8 LEC Bycatch
20 Bina Sejati 4 LEC Bycatch
20 Bina Sejati 7 YFT M Tuna 21 Bina Sejati 12 BET M Tuna 21 Bina Sejati 2 MOX Bycatch
21 Bina Sejati 3 YFT M Tuna
22 Bina Sejati 4 BET Tuna
22 Bina Sejati 4 BET Tuna
22 Bina Sejati 2 BET M Tuna 22 Bina Sejati 10 TCR Bycatch
22 Bina Sejati 9 TCR Bycatch
22 Bina Sejati 4 YFT F Tuna 23 Bina Sejati 9 SWO Bycatch
23 Bina Sejati 6 LEC Bycatch
24 Bina Sejati 3 BET F Tuna 24 Bina Sejati 5 MON Bycatch
24 Bina Sejati 4 MON Bycatch
24 Bina Sejati 12 SFA Bycatch
25 Bina Sejati 12 CDF Bycatch
25 Bina Sejati 9 BLM Bycatch
25 Bina Sejati 3 BLM Bycatch
26 Bina Sejati 10 MON Bycatch
27 Bina Sejati 12 LEC Bycatch
27 Bina Sejati 1 SKJ Bycatch
1 Bintang Utara 2 ALB Tuna 1 Bintang Utara 2 BLZ Bycatch
1 Bintang Utara 2 BET Tuna 1 Bintang Utara 1 WAH Bycatch
2 Bintang Utara 5 ALB Tuna 2 Bintang Utara 4 BET Tuna 2 Bintang Utara 5 BET Tuna 3 Bintang Utara 7 BLM Bycatch
3 Bintang Utara 7 BET Tuna 3 Bintang Utara 5 TST Bycatch
3 Bintang Utara 5 TCR Bycatch
3 Bintang Utara 5 TST Bycatch
3 Bintang Utara 6 TST Bycatch
3 Bintang Utara 5 TST Bycatch
3 Bintang Utara 2 LEC Bycatch
3 Bintang Utara 11 SFA Bycatch
3 Bintang Utara 4 TST Bycatch
3 Bintang Utara 1 BLZ M Bycatch
3 Bintang Utara 11 SFA Bycatch
4 Bintang Utara 2 BLM M Bycatch
4 Bintang Utara 11 BLM F Bycatch
4 Bintang Utara 4 LEC Bycatch
4 Bintang Utara 4 LEC Bycatch
5 Bintang Utara 8 TST Bycatch
5 Bintang Utara 7 TST Bycatch
5 Bintang Utara 3 TST Bycatch
5 Bintang Utara 3 TST Bycatch
5 Bintang Utara 3 TCR Bycatch
5 Bintang Utara 5 TST Bycatch
5 Bintang Utara 8 MNF Bycatch
6 Bintang Utara 9 BET Tuna 6 Bintang Utara 11 BET Tuna 6 Bintang Utara 2 BET Tuna 6 Bintang Utara 6 BET Tuna 6 Bintang Utara 9 BET Tuna 6 Bintang Utara 9 BET Tuna 6 Bintang Utara 10 BET Tuna 6 Bintang Utara 2 BET Tuna 6 Bintang Utara 2 BET Tuna 6 Bintang Utara 4 BET Tuna 6 Bintang Utara 7 BET Tuna 6 Bintang Utara 11 BET Tuna 6 Bintang Utara 7 BET Tuna 6 Bintang Utara 8 BLZ Bycatch
6 Bintang Utara 5 TST Bycatch
6 Bintang Utara 8 YFT Tuna 7 Bintang Utara 12 BLZ Bycatch
8 Bintang Utara 4 ALB Tuna 8 Bintang Utara 10 BET Tuna 8 Bintang Utara 3 LEC Bycatch
8 Bintang Utara 5 TST Bycatch
8 Bintang Utara 2 YFT Tuna 8 Bintang Utara 1 YFT Tuna 9 Bintang Utara 5 BET F Tuna 9 Bintang Utara 3 TCR Bycatch
9 Bintang Utara 8 TST Bycatch
10 Bintang Utara 3 TST Bycatch
10 Bintang Utara 11 ALB Tuna 10 Bintang Utara 3 SBT M Tuna 10 Bintang Utara 12 BLM Bycatch
10 Bintang Utara 5 SKJ Bycatch
10 Bintang Utara 5 BLZ Bycatch
28
10 Bintang Utara 2 SBT M Tuna 11 Bintang Utara 12 BET M Tuna 11 Bintang Utara 1 BET M Tuna 11 Bintang Utara 7 TCR Bycatch
11 Bintang Utara 12 SKJ Bycatch
11 Bintang Utara 9 BET M Tuna 12 Bintang Utara 1 CDF Bycatch
12 Bintang Utara 3 TST Bycatch
12 Bintang Utara 9 SKJ Bycatch
12 Bintang Utara 3 ALB Tuna 13 Bintang Utara 8 BET M Tuna 13 Bintang Utara 2 BLZ Bycatch
13 Bintang Utara 6 TCR Bycatch
14 Bintang Utara 2 WAH Bycatch
14 Bintang Utara 9 BET Tuna 15 Bintang Utara 1 ALB Tuna 15 Bintang Utara 8 SBT Tuna 17 Bintang Utara 2 TST Bycatch
17 Bintang Utara 6 TCR Bycatch
17 Bintang Utara 5 LEC Bycatch
17 Bintang Utara 4 BET F Tuna 17 Bintang Utara 2 WAH Bycatch
17 Bintang Utara 3 YFT F Tuna 17 Bintang Utara 4 LEC Bycatch
17 Bintang Utara 11 LEC Bycatch
18 Bintang Utara 3 CDF Bycatch
18 Bintang Utara 8 ALB Tuna 18 Bintang Utara 5 LEC Bycatch
18 Bintang Utara 1 CDF Bycatch
18 Bintang Utara 2 BET F Tuna 18 Bintang Utara 7 LEC Bycatch
18 Bintang Utara 2 SWO Bycatch
19 Bintang Utara 12 BLM Bycatch
19 Bintang Utara 2 SWO Bycatch
19 Bintang Utara 5 TCR Bycatch
19 Bintang Utara 3 LEC Bycatch
19 Bintang Utara 3 BET Tuna 20 Bintang Utara 11 TCR Bycatch
20 Bintang Utara 8 TCR Bycatch
20 Bintang Utara 7 BLZ Bycatch
20 Bintang Utara 2 SWO Bycatch
20 Bintang Utara 9 TST Bycatch
21 Bintang Utara 2 SBT Tuna 21 Bintang Utara 3 LEC Bycatch
21 Bintang Utara 2 SKJ Bycatch
21 Bintang Utara 3 LEC Bycatch
21 Bintang Utara 6 TST Bycatch
22 Bintang Utara 10 TST Bycatch
22 Bintang Utara 9 LEC Bycatch
22 Bintang Utara 7 TST Bycatch
22 Bintang Utara 6 TCR Bycatch
22 Bintang Utara 6 TST Bycatch
23 Bintang Utara 1 ALB Tuna 23 Bintang Utara 1 ALB Tuna 23 Bintang Utara 5 BET Tuna 23 Bintang Utara 9 BET Tuna 23 Bintang Utara 5 TST Bycatch
23 Bintang Utara 4 LEC Bycatch
23 Bintang Utara 2 BLZ Bycatch
23 Bintang Utara 6 TCR Bycatch
23 Bintang Utara 9 SBT Tuna 24 Bintang Utara 1 ALB Tuna 24 Bintang Utara 7 TST Bycatch
24 Bintang Utara 4 TCR Bycatch
24 Bintang Utara 3 TCR Bycatch
24 Bintang Utara 6 TST Bycatch
24 Bintang Utara 11 TST Bycatch
24 Bintang Utara 1 SKJ Bycatch
25 Bintang Utara 2 SKJ Bycatch
25 Bintang Utara 4 BET M Tuna 25 Bintang Utara 2 MON Bycatch
25 Bintang Utara 4 TCR Bycatch
25 Bintang Utara 3 YFT M Tuna 25 Bintang Utara 5 CSK M Bycatch
25 Bintang Utara 12 YFT M Tuna 25 Bintang Utara 2 CSK F Bycatch
Keterangan :
30
Lampiran 6 Hasil tangkapan utama, hasil tangkapan sampingan (bycatch), dan hasil tangkapan sampingan yang dibuang (discard).
Madidihang Albakora
Tuna sirip biru selatan Tuna mata besar
Layaran Lamadang
Gindara Bawal bulat
32
Tenggiri Marlin hitam
Cucut Naga
Lampiran 7 Contoh perhitunganhook rate
Nilaihook ratepadasettingke-1 KM. Bina Sejati
Dik : Jumlah total pancing (p) = 960 pancing Jumlah hasil tangkapan Tuna = 1 ekor Dit : HR…?
Lampiran 8 Nilaihook ratepersettingpada KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara ALB BET SBT YFT Other
34
26 B. Sejati 768 0 0 0 0 1 0 0.000 27 B. Sejati 768 0 0 0 0 2 0 0.000 Rata-ratahook rateKM. Bina Sejati 0.124 1 B. Utara 1152 1 1 0 0 2 2 0.174 Rata-ratahook rateKM. Bintang Utara 0.225
Lampiran 9 Contoh perhitungan kedalaman mata pancing.
Setting 1 KM. Bina Sejati
=ଷ଼଼ଽଶ
ସଶ= 0.7134
K Φ ࢚ࢍ࣌
0,920 40º 1,2767 0,847 50 º 0,7038 0,769 56 º 0,4727 0,725 60 º 30’ 0,3300 0,703 65 º 0,2077 0,661 68 º 0,1630 0,540 72 º 0,1331
0,24 Φ cotg Φ2 0,000 90 º 0,0000
K = 0.7134ܥݐ݃ଶߪ= 0.2655 (Hasil Interpolasi)
D1= fl + bl +1ൗ2BK
{
ඥ(1 +ܥݐ݃ଶߪ) – ට(1 −ଶ)ଶ+ܥݐ݃ଶߪ
}
= 34 + 32.3 +1ൗ2535.5
{
ඥ(1 + 0.2655) – ට(1 −ଶଽ)ଶ+ 0.2655
}
= 34 + 32.3 +1ൗ2535.5
{
√1.2655 – √0.8704}
= 66.3 + (267.75)
{
(1.1249) – (0.9329)}
= 66.3 +51.419
= 117.72 m
36
Lampiran 10 Hasil perhitungan kedalaman setiap mata pancing persetting
Setiing Pancing
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
21 112.541 160.879 204.786 242.207 270.234 285.49 285.49 270.234 242.207 204.786 160.879 112.541 22 116.139 168.935 218.299 262.09 296.587 316.314 316.314 296.587 262.09 218.299 168.935 116.139 23 117.058 171.038 221.937 267.672 304.364 325.776 325.776 304.364 267.672 221.937 171.038 117.058 24 116.105 168.858 218.166 261.887 296.308 315.979 315.979 296.308 261.887 218.166 168.858 116.105 25 109.142 153.502 192.902 225.569 249.312 261.913 261.913 249.312 225.569 192.902 153.502 109.142 26 117.72 164.61 203.177 226.358 270.158 284.03 284.03 270.158 226.358 203.177 164.61 117.72 27 119.692 169.399 212.89 238.175 270.158 284.03 284.03 270.158 238.175 212.89 169.399 119.692
38
19 115.383 157.939 196.041 209.185 228.361 238.386 238.386 228.361 209.185 196.041 157.939 115.383 20 111.273 149.189 182.281 209.185 228.361 238.386 238.386 228.361 209.185 182.281 149.189 111.273 21 111.863 150.424 184.191 211.743 231.448 241.78 241.78 231.448 211.743 184.191 150.424 111.863 22 115.205 157.586 195.468 227.135 250.348 262.754 262.754 250.348 227.135 195.468 157.586 115.205 23 115.383 157.95 196.052 227.948 251.365 263.895 263.895 251.365 227.948 196.052 157.95 115.383 24 112.763 152.321 187.144 215.723 236.281 247.104 247.104 236.281 215.723 187.144 152.321 112.763 25 112.763 152.321 187.144 215.723 236.281 247.104 247.104 236.281 215.723 187.144 152.321 112.763
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 29 April 1991 di Nganjuk, Jawa Timur, dari pasangan Bapak Asnanto dan Ibu Yuli Karyawati. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis telah menyelesaikan pendidikan formal di SMA Negeri 2 Nganjuk pada tahun 2009, pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai salah satu mahasiswa di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.