HASIL TANGKAP SAMPINGAN (
BYCATCH
) KAPAL RAWAI
TUNA DI SELATAN PULAU JAWA YANG BERBASIS DI PPS
CILACAP DAN PPN PALABUHANRATU
DEWI KUSUMANINGRUM
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hasil Tangkap Sampingan (Bycatch) Kapal Rawai Tuna di Selatan Pulau Jawa yang Berbasis di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
DEWI KUSUMANINGRUM. Hasil Tangkap Sampingan (Bycatch) Kapal Rawai Tuna di Selatan Pulau Jawa yang Berbasis di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu. Dibimbing oleh RONNY IRAWAN WAHJU dan BAMBANG MURDIYANTO.
ABSTRACT
DEWI KUSUMANINGRUM. Bycatch of tuna longline with fishing base at PPS Cilacap and PPN Palabuhanratu in Southern of Java. Supervised by RONNY IRAWAN WAHJU and BAMBANG MURDIYANTO.
Bycatch products are mostly available in every kind of capture fisheries in Indonesia including tuna longline in southern seas of Java. The objectives of research are to get an information the main target of tuna longline in the southern of Java and to estimate the proportion of bycatch from two different location fishing port. Research was conducted on March-April, 2014 based on fishing log book of tuna long line in PPS Cilacap and PPN Palabuhanratu during the past five years. Reseach shows that Tuna longline catch in PPS Cilacap and PPN Palabuhanratu consist of Albacore (Thunnus alalunga), Bigeye Tuna (Thunnus obesus), Yellowfin Tuna (Thunnus albacares), Southern Bluefin Tuna (Thunnus maccoyii). Southern Bluefin Tuna (Thunnus maccoyii) only landed in PPS cilacap, meanwhile in PPN palabuhanratu there is no Southern Buefin Tuna landed. The percentage of bycatch for both fishing port is dominated by Swordfish (Xiphias gladius) and Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis) ranged between 9%-56%. The Swordfish in PPS Cilacap CPUE ranging between 0.11-1.96 and Skipjack Tuna ranging between 0.01-1.20, most of the bycatch has highly economic value.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
HASIL TANGKAP SAMPINGAN (
BYCATCH
) KAPAL RAWAI
TUNA DI SELATAN PULAU JAWA YANG BERBASIS DI PPS
CILACAP DAN PPN PALABUHANRATU
DEWI KUSUMANINGRUM
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Hasil Tangkap Sampingan (Bycatch) Kapal Rawai Tuna di Selatan Pulau Jawa yang Berbasis di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu
Nama : Dewi Kusumaningrum NIM : C44100025
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui oleh
Dr Ir Ronny Irawan Wahju, MPhil Pembimbing I
Prof Dr Ir Bambang Murdiyanto, MSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah hasil tangkapan, dengan judul Hasil Tangkap Sampingan (Bycatch) Kapal Rawai Tuna di Selatan Pulau Jawa yang Berbasis di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ronny I Wahju, MPhil dan Prof Dr Ir Bambang Murdiyanto, MSc selaku pembimbing, serta Dr Deni Achmad Soeboer, SPi, MSi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Tri Yunianto, Ibunda Sulastri, Ratna Kusumastuti, Sofia Kusuma Hapsari, David Damayana, Poetry Regya Matasari, Erny Hernawati, Hani Setyoningrum, Muhammad Sobarudin, Izza Mahdiana, serta teman-teman PSP 47 atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 1
METODE 2
Prosedur Analisis Data 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 3
Hasil 3
Pembahasan 14
DAFTAR PUSTAKA 16
LAMPIRAN 18
DAFTAR TABEL
1 Daerah penangkapan ikan (Fishing Ground) rawai tuna di PPS Cilacap 3 2 Persentase HTU kapal rawai tuna di PPS Cilacap tahun 2009-2013 7 3 Persentase HTU kapal rawai tuna di PPN Palabuhanratu tahun
2009-2013 8
4 Lima jenis ikan yang memiliki nilai CPUEterbesar tahun 2009 sampai
dengan tahun 2013 10
5 Jenis ikan yang dominan di masing-masing pelabuhan pada tahun 2009 12 6 Jenis ikan yang dominan di masing-masing pelabuhan pada tahun 2010 12 7 Jenis ikan yang dominan di masing-masing pelabuhan pada tahun 2011 13 8 Jenis ikan yang dominan di masing-masing pelabuhan pada tahun 2012 13 9 Jenis ikan yang dominan di masing-masing pelabuhan pada tahun 2013 13
DAFTAR GAMBAR
1 Alat tangkap rawai tuna 5
2 Persentase hasil tangkapan rawai tuna di PPS Cilacap pada tahun 2009
sampai dengan 2013 6
3 Persentase hasil tangkapan rawai tuna di PPN Palabuhanratu pada tahun
2009 sampai dengan tahun 2013 7
4 Persentase HTS kapal rawai tuna di PPS Cilacap tahun 2009 sampai
dengan 2013 9
5 Persentase HTS kapal rawai tuna di PPN Palabuhanratu tahun 2009
sampai dengan 2013 9
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil tangkapan utama 18
2 Hasil tangkap sampingan 18
3 Hasil tangkap sampingan di PPS Cilacap 19
4 Hasil tangkap sampingan di PPN Palabuhanratu 24
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hasil tangkap sampingan (bycatch) hampir terdapat pada semua jenis perikanan tangkap di Indonesia, termasuk pada perikanan rawai tuna di perairan Selatan Pulau Jawa. Pada umumnya jenis bycatch merupakan spesies yang tidak diinginkan atau jenis ikan target namun ukuran masih di bawah standar yang seharusnya (yuwana atau ikan muda) dan pada kasus tertentu merupakan jenis ikan yang terancam keberadaannya (endangered species). Bycatch dapat diartikan sebagai ikan hasil tangkapan non target dari suatu kegiatan perikanan tangkap tertentu (Pauly 1984 vide Alverson & Hughes 1996).
Pada perikanan rawai tuna misalnya, jenis ikan cucut, pari, setuhuk, layaran dan lainnya sering tertangkap sebagai bycatch. Dalam Pascoe (1997) mengatakan bahwa kebijakan pengelolaan bycatch yang keliru akan berakibat penurunan populasi dan hilangnya pendapatan nelayan di masa mendatang.
Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan selektivitas dari alat tangkap longline untuk mengurangi bycatch dengan penggunaan circle hook sebagai pengganti J-hook, penanganan dan metode penangkapan yang digunakan aman, pembatasan branch line (ganglion) dan panjang tali utama serta pencegahan timbulnya karat pada kail atau mata pancing. (Durai et al. 2011).
Sejauh ini, fokus penelitian hanya terkait bycatch pada perikanan demersal, khususnya perikanan trawl dan purse seine (Forget et al. 2010), baik secara lingkungan, biologi maupun ekonomi, berbeda dengan perikanan pelagis besar (tuna khususnya), beberapa penelitian pada perikanan umum subyeknya adalah jenis yang terancam punah terutama penyu (Amande et al. 2010). Informasi mengenai jenis ikan hasil tangkapan utama dan sampingan dari rawai tuna diperlukan dalam pengelolaan bycatch. Untuk itu maka penelitian yang mengkaji bycatch perikanan rawai tuna di perairan selatan Jawa yang berbasis di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Cilacap dan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu perlu dilakukan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini, adalah:
1. Mendapatkan informasi jenis hasil tangkapan utama rawai tuna di Perairan Selatan Jawa
2. Mengestimasi proporsi hasil tangkap sampingan (bycatch) dari dua lokasi pelabuhan yang berbeda
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini, yaitu:
1. Memberikan informasi ilmiah tentang jenis hasil tangkap sampingan rawai tuna di Perairan Selatan Jawa
2
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2014 sampai dengan April 2014. Pengambilan data dilakukan di wilayah PPS Cilacap, Jawa Tengah dan PPN Palabuhanratu Sukabumi, Jawa Barat.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah unit penangkapan ikan beserta kelengkapannya dan hasil tangkap sampingan dari rawai tuna yang berbasis di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain kuesioner, komputer, alat tulis, kamera serta peralatan lainnya yang digunakan dalam membantu pengumpulan data dan pengolahan data.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan melakukan wawancara dengan nelayan. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder.
Penelitian ini menggunakan data berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan berdasarkan hasil wawancara dan hasil pengisian kuesioner oleh responden (nahkoda) rawai tuna. Dalam penelitian ini, dilakukan wawancara dengan nelayan yang melakukan kegiatan operasional berbasis (fishing base) di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu. Data yang dikumpulkan meliputi identitas responden, kapal yang digunakan, operasi penangkapan ikan, hasil tangkapan, musim penangkapan dan lokasi penangkapan. Data sekunder yang didapat adalah data log book unit penangkapan rawai tuna di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu yang meliputi ukuran kapal (GT), hasil tangkapan per jenis ikan dan jumlah kapal yang mendaratkan ikan.
Prosedur Analisis Data
Ikan hasil tangkap sampingan adalah ikan yang ikut tertangkap pada rawai tuna selain ikan target, yakni Tuna Mata Besar (Bigeye Tuna/Thunnus obesus), Tuna Sirip Kuning (Yellowfin Tuna/Thunnus albacares), Tuna Sirip Biru Selatan (Southern Bluefin Tuna/Thunnus maccoyii) dan Albakora (Albacore/Thunnus alalunga). Data jenis hasil tangkap sampingan digunakan untuk memperoleh komposisi hasil tangkap sampingan tuna longline yang beroperasi di Selatan Jawa dan dianalisis dengan deskriptif numerik menggunakan program Microsoft Office Excel versi 2010. Data yang diolah akan diubah dalam bentuk grafik dan dianalisis secara deskriptif.
3
1.) Hasil Tangkapan (catch)
Hasil tangkapan rawai tuna di PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu tahun 2009 sampai dengan 2013 berdasarkan data statistik bulanan.
2.) Upaya penangkapan (effort)
Upaya penangkapan diestimasi dengan rata-rata jumlah mata pancing yang digunakan sebanyak 900 mata pancing dikalikan dengan jumlah kapal yang mendaratkan hasil tangkapan selama satu tahun.
3.) Hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan ikan (catch/effort)
Produksi per upaya penangkapan ikan atau yang biasa disebut CPUE pada penangkapan rawai tuna dapat digambarkan pada setiap daerah fishing ground.
Catch:Hasil tangkapan kapal rawai tuna. Effort:Upaya penangkapan rawai tuna
JI : Hasil tangkapan yang didaratkan di masing-masing pelabuhan (kg) JP : Rata-rata jumlah pancing yang digunakan.
JK : Jumlah kapal yang mendaratkan hasil tangkapan.
Data yang diperoleh seperti jumlah dan jenis hasil tangkapan dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik (Allen, 1999).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Daerah Penangkapan Ikan
Daerah penangkapan ikan di kedua pelabuhan sebagian besar sama, karena terdapat beberapa kapal rawai tuna dari Cilacap yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Palabuhanratu. Daerah penangkapan ikan di PPS Cilacap berkisar antara 10o-14o LS dan 100o-109o BT. Daerah penangkapan ikan di PPS Cilacap dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Daerah penangkapan ikan (Fishing Ground) rawai tuna di PPS Cilacap
4
No Nama Kapal Fishing Ground No Nama Kapal Fishing Ground 5 Maju Setia 9 13o-14o LS Sumber : Diolah dari Statistik Perikanan Tangkap PPS Cilacap, 2009-2013
Unit penangkapan
Kapal
Kapal rawai tuna dioperasikan menggunakan kapal khusus rawai tuna yang memiliki buritan cukup luas, selain itu kapal juga dilengkapi dengan alat penarik tali (line hauler), line thrower, belt conveyor, penggulung tali cabang (branch reel) dan peralatan oseanografi. Karena daerah penangkapan ikan tuna pada umumnya jauh dari pantai, maka dibutuhkan kecepatan kapal yang tinggi untuk mencapainya. Kapal yang digunakan di PPS Cilacap berkisar antara 20-150 GT. Ukuran kapal tersebut mempengaruhi jumlah hari trip penangkapan, jumlah mata pancing dan bahan pembuatan kapal. Kapal di atas 30 GT rata-rata waktu dalam sekali trip enam bulan sedangkan kapal berukuran di bawah 30 GT rata-rata waktu dalam sekali trip antara satu sampai tiga bulan. Bahan pembuatan kapal ada yang terbuat dari kayu, fiber, dan baja. Bahan kapal yang digunakan juga tergantung kepada ukuran kapal. Kapal yang berukuran lebih dari 150 GT umumnya terbuat dari baja.
Alat tangkap
Pengoperasian rawai tuna diawali dengan melakukan setting, setting diawali dengan penurunan pelampung bendera dan penebaran tali utama, selanjutnya penebaran pancing dilakukan setelah umpan dipasang. Rata-rata waktu yang dipergunakan untuk melepas pancing 0,6 menit/pancing. Penarikan alat penangkap dilakukan dengan menggunakan line hauler yang diatur kecepatannya. Penarikan biasanya memakan waktu 3 menit/pancing. Kapal yang berukuran dibawah 30 GT mempunyai jumlah mata pancing dalam satu basket yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kapal yang berukuran di atas 30 GT. Kapal yang berukuran dibawah 30 GT mempunyai jumlah mata pancing berkisar antara 10-16 mata pancing perblong dengan jumlah blong/basket 10-20 blong (100-320 mata pancing). Sedangkan untuk kapal yang berukuran di atas 30 GT mempunyai jumlah mata pancing 45-60 mata pancing perblong dengan jumlah blong/basket di atas 20 blong (1350-1800 mata pancing). Total waktu yang dibutuhkan saat melepaskan pancing untuk kapal berukuran dibawah 30 GT adalah sekitar 2,25 jam dan saat penarikan membutuhkan 11,25 jam.
5 timah, sekiyama terbuat dari polyester/kawat baja, dan wire leader terbuat dari baja dilapis timah; tali pelampung dengan bahan polyester; dan pelampung terbuat dari plastik. Kedalaman pancing menurut kebutuhan, yaitu dengan cara mengubah panjang branch line (tali cabang utama) atau float line (tali pelampung). Gambar alat tangkap rawai tuna dapat dilihat pada Gambar 1
Gambar 1 Alat tangkap rawai tuna Sumber: Perikananindonesia.com
Nelayan
Jumlah ABK dalam setiap kapal rawai tuna sebanyak 6-8 orang, namun untuk kapal diatas 100 GT dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 20-23 orang. Para nelayan tersebut dibagi menjadi 4 bagian menurut jabatannya, yaitu:
(1) Perwira deck: Nahkoda, mualim I dan II (2) Perwira mesin: Masinis I dan II.
(3) Boatswain
(4) Deck hand (ABK dek) (5) Oiler (ABK mesin)
Umpan
6
beku sebanyak 30.000 ekor, lemuru dalam keadaan beku sebanyak 50.000 ekor. Dalam hal ini perikanan rawai tuna lebih senang menggunakan ikan dalam keadaan beku karena dalam kondisi beku umpan lebih mudah disimpan dibandingkan dengan menggunakan umpan hidup.
Hasil tangkapan
Komposisi hasil tangkapan di PPS Cilacap
Dalam penelitian ini melihat data lima tahun terakhir hasil tangkapan rawai tuna di PPS Cilacap, Jawa Tengah dimulai dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Terdapat beragam perubahan dari tahun ke tahun persentase antara Hasil Tangkapan Utama (HTU) dan Hasil Tangkap Sampingan (HTS). Persentase antara HTU dan HTS kapal rawai tuna di PPS Cilacap dalam lima tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Persentase hasil tangkapan rawai tuna di PPS Cilacap pada tahun 2009 sampai dengan 2013
Persentase hasil tangkapan utama selama tahun 2009-2011 mengalami kenaikan dari 69% menjadi 79% pada tahun 2011. Setelah itu terjadi penurunan menjadi 33% pada tahun 2012 dan 40% pada tahun 2013, sedangkan persentase HTS mengalami kenaikan pada tahun 2011 sebanyak 21% menjadi 60% pada tahun 2013. Persentase HTU lebih besar dibanding persentase HTS, sedangkan pada tahun 2012 dan tahun 2013 persentase HTU lebih kecil dibandingkan persentase HTS.
Komposisi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu
7
Gambar 3 Persentase hasil tangkapan rawai tuna di PPN Palabuhanratu pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2013
Persentase hasil tangkapan utama pada tahun 2010-2012 mengalami penurunan dari 93% menjadi 69% pada tahun 2012 setelah itu naik kembali menjadi 75% pada tahun 2013. Sedangkan persentase HTS mengalami kenaikan pada tahun 2010 sebanyak 7% menjadi 31% pada tahun 2012 setelah itu mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 25%.
Komposisi hasil tangkapan utama di PPS Cilacap
Hasil tangkapan utama merupakan target utama dari setiap operasi penangkapan ikan. Pada alat tangkap rawai tuna, ikan hasil tangkapan utama ditujukan untuk menangkap tuna jenis Mata Besar, Albakor, Madidihang dan SBT. Dalam pengoperasiannya, pancing berada pada kolom perairan dengan kedalaman tertentu. 2011 namun mengalami penurunan pada tahun 2012 dan tahun 2013. Tahun 2009 sebesar 631.068,71 kg, pada tahun 2010 sebesar 743.779,22 kg, pada tahun 2011 sebesar 1.168.378,3 kg, pada tahun 2012 sebesar 464.971,64 kg dan pada tahun 2013 sebesar 291.285,74 kg. Hal ini semakin menunjukkan adanya penurunan hasil tangkapan tuna beberapa tahun belakangan ini. Persentase hasil tangkapan utama pada tahun 2009 sampai dengan 2013 di PPS Cilacap dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 Persentase HTU kapal rawai tuna di PPS Cilacap tahun 2009-2013
Nama Ikan 2009 (kg) 2010 (kg) 2011 (kg) 2012 (kg) 2013 (kg) Penurunan
8
Hasil tangkapan utama tiap tahunnya didominasi oleh Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) berkisar antara 40%-64%, Albakor (Thunnus alalunga) berkisar antara 10%-36%, Madidihang (Thunnus albacares) berkisar antara 19%-27% dan SBT (Thunnus maccoyii) berkisar antara 1%-3%. Tahun 2009-2013 persentase rata-rata hasil tangkapan utama tuna mengalami penurunan seperti Tuna Mata Besar sebesar 24%, Madidihang sebesar 24% dan Albakor sebesar 36% dan SBT sebesar 12%. Jenis ikan tuna yang didaratkan di PPS Cilacap dapat dilihat pada Lampiran 1.
Komposisi hasil tangkapan utama di PPN Palabuhanratu
Berbeda dengan PPS Cilacap yang didaratkan sebanyak empat jenis tuna, di PPN Palabuhanratu hanya didaratkan tiga jenis tuna, terdiri dari Tuna Mata Besar (Thunnus obesus), Madidihang (Thunnus albacares) dan Albakor (Thunnus alalunga). Total hasil tangkapan utama di PPN Palabuhanratu pada lima tahun terakhir mengalami fluktuasi. Tahun 2009 sebesar 172.316 kg, pada tahun 2010 sebesar 4.081.565 kg, pada tahun 2011 sebesar 2.898.152, pada tahun 2012 sebesar 3.843.307 kg dan pada tahun 2013 sebesar 4.616.361 kg. Persentase hasil tangkapan utama di PPN Palabuhanratu dalam lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3 Persentase HTU kapal rawai tuna di PPN Palabuhanratu tahun 2009-2013
Nama Ikan 2009 (kg) 2010 (kg) 2011 (kg) 2012 (kg) 2013 (kg) Kenaikan
Tuna Mata Besar 142.191 2.400.916 1.727.265 2.110.653 2.441.036 4% (+) Madidihang 26.471 1.168.507 677.862 1.266.525 1.624.695 7% (+) Albakor 3.654 512.142 493.025 466.129 550.630 4% (+)
Hasil tangkapan utama tiap tahunnya didominasi oleh Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) berkisar antara 53%-83%, berikutnya Madidihang (Thunnus albacares) berkisar antara 15%-35% dan Albakor (Thunnus alalunga) berkisar antara 2%-17%. Tahun 2009-2013 persentase rata-rata Tuna Mata Besar mengalami kenaikan sebesar 4%, Madidihang sebesar 7% dan Albakor sebesar 4%. Jenis tangkapan utama yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada Lampiran 1.
Komposisi hasil tangkap sampingan di PPS Cilacap
9
Gambar 4 Persentase HTS kapal rawai tuna di PPS Cilacap tahun 2009 sampai dengan 2013
Persentase HTS tertinggi ialah Cakalang (Katsuwonus pelamis) sebesar 23%, Gindara (Lepidocybium flavobrunneum) sebesar 22% dan Meka (Xiphias gladius) sebesar 18%. Sedangkan untuk persentase terendah HTS ialah Cucut Pahitan (Alopias supercilossus) sebesar 1% (17.240,83 kg). Jenis ikan hasil tangkap sampingan paling mendominasi di PPS Cilacap dapat dilihat pada Lampiran 2.
Komposisi hasil tangkap sampingan di PPN Palabuhanratu
Total hasil tangkap sampingan di PPN Palabuhanratu jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan total hasil tangkap sampingan di PPS Cilacap, hal ini karena lebih banyak kapal yang berlabuh di PPN Palabuhanratu dibandingkan dengan PPS Cilacap. Pada tahun 2009 total hasil tangkap sampingan di PPN Palabuhanratu sangat sedikit, karena sedikit sekali kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya, yaitu sebanyak 21.152 kg, pada tahun 2010 sebanyak 328.661 kg, pada tahun 2011 sebanyak 1.088.790 kg, pada tahun 2012 sebanyak 1.741.703 kg dan pada tahun 2013 sebanyak 1.544.053 kg. Komposisi hasil tangkap sampingan di PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada Gambar 5
10
Berbeda dengan hasil tangkap sampingan di PPS Cilacap, di PPN Palabuhanratu terdapat jenis ikan lainnya yang didaratkan. Ikan lainnya yang dimaksud adalah ikan hasil tangkapan yang jumlahnya sedikit maka ikan-ikan tersebut dijadikan satu kelompok. Persentase hasil tangkap sampingan tuna long line terdiri dari Cakalang (Katsuwonus pelamis) sebesar 28%, Meka (Xiphias gladius) sebanyak 17% dan ikan lainnya sebesar 29%, sementara untuk Layaran (Isthioporus platypterus) sebesar 1%. Jenis ikan hasil tangkap sampingan yang dominan tertangkap dengan rawai tuna di PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada Lampiran 2.
Hasil tangkap sampingan per satuan upaya di PPS Cilacap.
Dari data lima tahun terakhir yaitu tahun 2009 sampai dengan 2013 dapat diketahui nilai Catch per Unit Effort (CPUE) dari masing masing jenis ikan pertahunnya. CPUE didapat dengan membagi hasil tangkapan (kg) dengan jumlah mata pancing yang digunakan dikalikan dengan jumlah kapal yang didaratkan di PPS Cilacap. Karena pada kasus ini menggunakan data lima tahun terakhir yaitu tahun 2009 sampai dengan 2013 maka jumlah pancing dikalikan dengan jumlah kapal yang mendaratkan ikan di PPS Cilacap tiap tahunnya. Jumlah mata pancing setelah dirata-rata menjadi 900 mata pancing. Lima jenis ikan yang memiliki nilai CPUEterbesar tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 4 Tabel 4 Lima jenis ikan yang memiliki nilai CPUEterbesar tahun 2009 sampai
dengan tahun 2013 3 Gindara Lepidocybium
flavobrunneum 45846,50 0,09 4 Setuhuk
Hitam Makaira indica 35031,93 0,07
5 Cucut
2 Gindara Lepidocybium
flavobrunneum 56414,35 0,08
Hitam Makaira indica 22116,10 0,03
11
2 Cakalang Katsuwonus
pelamis 72529,00 1,20 3 Gindara Lepidocybium
flavobrunneum 40219,80 0,67 4 Setuhuk
Hitam Makaira indica 17800,34 0,29
5 Bawal
Belang
Taractichthys
steindachneri 16409,70 0,27
2012
1 Cakalang Katsuwonus
pelamis 395556,00 0,99
443
2 Gindara Lepidocybium
flavobrunneum 173891,50 0,44
3 Jabrik Thunnus
albacares 99752,00 0,25 4 Meka Xiphias gladius 65634,38 0,16
5 Bawal
Belang
Taractichthys
steindachneri 46664,50 0,12
2013
1 Gindara Lepidocybium
flavobrunneum 149250,50 0,90
185
2 Meka Xiphias gladius 65407,12 0,39
3 Setuhuk
Hitam Makaira indica 63516,05 0,38
4 Cucut
Selendang Prionace glauca 54181,55 0,33
5 Bawal
Belang
Taractichthys
steindachneri 43501,00 0,26
12
Penurunan jumlah kapal rawai tuna mencapai 48% pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2013. Lima jenis ikan yang memiliki nilai CPUE terbesar seperti terlihat pada tabel 4. Nilai CPUE tertinggi dimiliki oleh Gindara (Lepidocybium flavobrunneum) sebesar 0,90, berarti tertangkapnya 90 kg dari per mata pancing. Akan tetapi nilai CPUE untuk ikan Gindara mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2012. Sedangkan nilai CPUE ikan Meka mengalami penurunan.
Dari data CPUE di atas dapat diketahui bahwa terdapat beberapa jenis ikan hasil tangkap sampingan yang mendominasi wilayah perairan Selatan Jawa antara lain Meka (Xiphias gladius), Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan Gindara (Lepidocybium flavobrunneum). Ketiga jenis ikan tersebut selalu mendominasi sebagai hasil tangkap sampingan selama lima tahun terakhir. Ikan hasil tangkap sampingan yang mendominasi dapat dilihat pada Lampiran 3.
Perbandingan hasil tangkap sampingan antara PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu.
Membandingkan hasil tangkapan dari kedua lokasi berbeda pada umumnya dengan membandingkan nilai CPUE masing-masing hasil tangkapan pada kedua pelabuhan. Namun, data yang didapat dari PPN Palabuhanratu tidak terdapat jumlah kapal, maka nilai CPUE dari masing-masing tangkapan di PPN Palabuhanratu tidak diestimasi pada penelitian ini. Membandingkan hasil tangkap sampingan kedua pelabuhan dapat dengan cara membandingkan tiga hasil tangkap sampingan paling dominan di kedua pelabuhan. Hasil tangkap sampingan PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu yang dominan pada tahun 2009 dilihat pada Tabel 5
Tabel 5 Jenis ikan yang dominan di masing-masing pelabuhan pada tahun 2009
PPS Cilacap PPN Palabuhanratu
No Jenis Jumlah
(kg)
Persentase Jenis Jumlah
(kg)
Persentase
1 Meka 55.354,30 20% Meka 11.902,00 56%
2 Bawal Belang 54.926,00 20% Ikan lainnya 6.060,00 29% 3 Gindara 45.846,50 16% Setuhuk Loreng 2.000,00 10%
Tahun 2009 di PPS Cilacap terdapat Meka (Xiphias gladius) menjadi hasil tangkapan yang paling banyak didaratkan dengan rawai tuna yaitu sebanyak 20%. Begitu pula di PPN Palabuhanratu, hasil tangkap sampingan yang paling dominan adalah Meka (Xiphias gladius) sebanyak 56%. Hasil tangkap sampingan PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu yang dominan pada tahun 2010 dilihat pada Tabel 6
Tabel 6 Jenis ikan yang dominan di masing-masing pelabuhan pada tahun 2010
PPS Cilacap PPN Palabuhanratu
No Jenis Jumlah
(kg)
Persentase Jenis Jumlah
13 gladius) sebanyak 31%. Sedangkan di PPN Palabuhanratu jenis Meka berada di posisi kedua sebesar 25%. Posisi pertama yaitu ikan jenis lainnya sebesar 34%. Hasil tangkap sampingan PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu yang dominan pada tahun 2011 dilihat pada Tabel 7
Tabel 7 Jenis ikan yang dominan di masing-masing pelabuhan pada tahun 2011
PPS Cilacap PPN Palabuhanratu
No Jenis Jumlah (kg) Persentase Jenis Jumlah masing sebesar 38% dan 23%. Sedangkan PPN Palabuhanratu masing-masing sebesar 16% dan 29%. Hasil tangkap sampingan PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu yang dominan pada tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 8
Tabel 8 Jenis ikan yang dominan di masing-masing pelabuhan pada tahun 2012
PPS Cilacap PPN Palabuhanratu
No Jenis Jumlah (kg) Persentase Jenis Jumlah
Tahun 2012 di kedua pelabuhan jenis Cakalang (Katsuwonus pelamis) menjadi jenis yang paling dominan. Di PPS Cilacap sebanyak 43% dan di PPN Palabuhanratu sebanyak 55%. Hasil tangkap sampingan PPS Cilacap dan PPN Palabuhanratu yang dominan pada tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 9
Tabel 9 Jenis ikan yang dominan di masing-masing pelabuhan pada tahun 2013
PPS Cilacap PPN Palabuhanratu
No Jenis Jumlah (kg) Persentase Jenis Jumlah kedua pelabuhan. Di PPS Cilacap menjadi terbanyak kedua 15% setelah Gindara (Lepidocybium flavobrunneum) sebesar 34%. Sedangkan di PPN Palabuhanratu jenis Meka menempati urutan pertama sebanyak 23%.
14
yang sama di selatan Pulau Jawa. Jenis hasil tangkap sampingan di kedua pelabuhan dapat dilihat pada Lampiran 2.
PEMBAHASAN
Rawai tuna adalah alat tangkap dari golongan line fishing, terutama ditujukan untuk menangkap tuna dalam ukuran dan jumlah yang besar. Tuna yang menjadi tujuan penangkapan utama berada di lapisan yang dalam dan mempunyai daerah penyebaran yang luas (Takayama 1963).
Menurut Muripto (1981), alat tangkap rawai tuna merupakan alat tangkap yang paling efektif untuk menangkap ikan jenis tuna, karena alat ini dapat menjangkau penyebaran tuna secara vertikal maupun horizontal. Selain itu, dalam mengoperasikan alat ini tidak memerlukan umpan hidup. Pengetahuan tentang batas penyebaran tuna secara vertikal memegang peranan penting. Hal ini dimaksud agar dapat memperkirakan panjang tali pelampung dan tali cabang utama yang akan digunakan.
Pengertian daerah penangkapan (fishing ground) adalah suatu perairan tempat penangkapan ikan yang menjadi sasaran. Menurut Gunarso (1998), beberapa daerah penangkapan ikan tuna di Indonesia antara lain Laut Banda, Laut Maluku, dan perairan selatan Jawa terus menuju timur. Begitu pula di perairan selatan dan barat Sumatera serta perairan lain. Untuk di Samudera Hindia dan Samudera Atlantik ikan tuna menyebar di antara 40o LU dan 40o LS (Collete & Nauen 1983).
Menurut penelitian Nugraha et al., (2009) menggunakan rawai tuna bahwa daerah penangkapan jenis tuna berada pada posisi antara 112o-113o BT dan 14o -15o LS. Posisi ini berada di selatan Jawa Timur dan di luar perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Menurut Wudianto et al. (2003), daerah penangkapan kapal tuna longline yang berasal dari Cilacap dan Benoa yaitu di perairan selatan Jawa Tengah pada posisi antara 108o-118o BT dan 8o-22o LS dimana sebagian besar (>70%) melakukan penangkapan di luar perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Dari kedua lokasi penelitian persentase HTU lebih besar dari persentase HTS, kecuali pada tahun 2012 dan 2013 di PPS Cilacap. HTU kapal rawai tuna di PPS Cilacap berkisar antara 40%-79%, sedangkan PPN Palabuhanratu berkisar antara 69%-93%. Persentase HTS kapal rawai tuna di PPS Cilacap berkisar antara 21%-67%, sedangkan di PPN Palabuhanratu berkisar antara 7%-31%. Dalam pengoperasian rawai tuna di Benoa persentase HTU adalah 51,11% sedangkan untuk HTS 48,88% (Jatmiko et al. 2013). Hal ini menunjukkan bahwa unit penangkapan rawai tuna di PPN Palabuhanratu hasil tangkapannya masih didominasi oleh hasil tangkap sampingan (bycatch).
15 Samudera Hindia dengan tuna long line mencapai 98%. Hal ini berkorelasi dengan kedalaman pengoperasian dari long line yang dikategorikan kedalam subsurface longline dan deep longline. Kedalaman mata pancing pada pengoperasian tuna long line mempunyai kisaran yang terdalam yaitu 360-380 m dan terendah yaitu 100-120 m (Nugraha et al., 2009). Kedalaman mata pancing akan berpengaruh terhadap jenis tuna yang tertangkap dimana Nugraha et al., (2009) menyatakan Tuna Mata Besar banyak tertangkap pada kedalaman 250-450 m dengan suhu 9o-16oC, Madidihang tertangkap sekitar kedalaman 200 m dengan suhu sekitar 17oC dan Albakor tertangkap sekitar kedalaman 150 m dengan suhu sekitar 20oC. Penyebaran vertikal tuna di perairan tropis sangat dipengaruhi oleh lapisan termoklin. Ikan tuna menyebar sampai dengan ratusan meter di bawah permukaan air laut. Berdasarkan pada deteksi gema (echo sounder), ikan tuna banyak ditemukan pada kisaran kedalaman 100-200 m dengan kedalaman renang 20-200 m (Nashimura diacu dalam Nugraha et al., 2009).
Menurut penelitian Nugraha et al., (2010) hasil tangkap sampingan yang dominan tertangkap di selatan Jawa antara lain Setuhuk Hitam (Makaira indica), Layaran (Isthioporus platypterus), Cucut Lanjaman (Charcarinus cautus), Cucut Selendang (Prionace glauca) dan Lemadang (Coryphaena hippurus).
Alat tangkap rawai tuna menangkap ikan pelagis besar, tetapi hasil tangkap sampingan yang didaratkan termasuk juga jenis ikan pelagis kecil. Hal ini kemungkinan karena nelayan menggunakan alat tangkap selain long line seperti gillnet dan pancing ulur (handline).
16
Saran
1) Perlunya penelitian untuk jumlah hasil tangkapan dalam satuan ekor guna menghitung hook rate (HR).
2) Perlu adanya penelitian mengenai kedalaman mata pancing terhadap ikan hasil tangkap sampingan yang tertangkap oleh rawai tuna.
DAFTAR PUSTAKA
Alverson, D.L. & S.E. Hughes 1996. By-catch: from emotion to effective natural resource management. Review in fish Biology and fisheries 6. P. 443-442. Allen, Thomas B. (1999). The Shark Almanac. New York: The Lyons. ISBN
1-55821.
Amande, M. J. Lennert-Cody, C.E., N., Hall, M. & A.C. Chassol. 2010. How much sampling coverage affects bycatch estimates in purse seine fisheries? IOTC-2010-WPEB-20. 16 p.
Collete, B. B. & C. E. Nauen. 1983. FAO Species Catalogue. Vol. 2. Scombrids of The World. An Annotated and Illustrated Catalogue of Tunas, Mackarels, Bonitos, and Related Species Known to date: FAO Fish. Synop.. 125 (2):137 pp.
Durai, V., Neethiselvan, N., Chrisolite, B. & Sundaramoorthy, B. 2011. Longline Selectivity and Fishing Pressure on The Fishery of Lethrinus Elongatus Off Thoothukudi Coast. Departement of Fishing Technology and Fisheries Engineering Fisheries College and Research Institut. Thoothukudi.
Forget, F.R.G. Dagorn, L., Filmalter, J.D., Soria, M. & R. Govinden. 2010. Behaviour of two major bycatch species of tuna purse-seiners at FADs: oceanic triggerfish (Canthidermis macuatus) and rainbow runner (Elagatis bipinnulata). Ioct-2010-WPEB-11.10p.
Gunarso, W. 1998. Tingkah Laku Ikan dan Perikanan Pancing. Diktat Kuliah. Laboratorium Tingkah Laku Ikan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 119 pp.
Jenudin A. Kebiasaan Makan Ikan Tuna (Thunnus sp.) Terkait dengan Proses Penangkapan pada Rawai Tuna di Samudera Hindia. [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.
Jatmiko, I., Setyadji, B. & Nugraha B. 2013. Commonly discarded on Indonesian tuna longline fishery in Indian Ocean: IOTC-2013-WPEB09-33.
Laevastu T, Hela I. 1970. Fisheries Oceanography and Ecology. London (GB): Fishing News Book Ltd. Farnham-Surrey.199 p..
Muripto, I. 1981. Studi Tentang Penggunaan Umpan yang Berbeda Terhadap Jumlah dan Jenis Hasil Tangkapan Tuna Long Line [Skripsi]. Malang: Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya.
17 Nugraha, B., Wahju, R. I., Sondita, M. F. A. & Zulkarnain. 2010. Estimasi Kedalaman Mata Pancing Tuna Longline di Samudera Hindia: Metode Yoshihara dan Minilog. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 16:195-203. Pascoe, S. 1997. By-catch management and economics of discarding. FAO
Fisheries Technical Paper. No. 370 Rome, FAO. 137 p.
Pauly, D 1984. Fish population dynamics in tropical waters: A manual for use with program-mable calculators. ICLARM Studies review (8). 325p.
Takayama, S. 1963. Fishing Techniquefor Tunas and Skipjack. Tokai Regional Fisheries Research Laboratory Tokyo, Japan. Japan Proceeding of The World Scientific Meeting on The Biology of Tunas nd Related Species. FAO Fisheries report.
18
Lampiran 1
Hasil tangkapan utama
Tuna Albakor Albacore Thunnus alalunga
Tuna Mata Besar Bigeye tuna Thunnus obesus
Madidihang Yellowfin tuna Thunnus albacares
Tuna Sirip Biru Selatan Southern bluefin tuna
Thunnus maccoyii
Lampiran 2
Hasil tangkap sampingan
Meka Swordfish Xiphias gladius
Gindara Escolar
Lepidocybium flavobrunneum
19 Lampiran 3
Hasil tangkap sampingan di PPS Cilacap Tahun 2009
steindachneri 54926,00 0,11 2 Opah Lampris guttatus 9160,00 0,02 3 Gindara
Lepidocybium
flavobrunneum 45846,50 0,09 4
Setuhuk
hitam Makaira indica 35031,93 0,07 5 Meka Xiphias gladius 55354,33 0,11
Putih Tetrapturus audax 12188,52 0,02 9 Layaran
Isthioporus
platypterus 6069,44 0,01 10
supercilossus 3528,23 0,01 12
Cucut
Selendang Prionace glauca 1909,17 0,01 13
Cucut Lanjaman
Carcharhinus
fitzroyensis 20144,69 0,04 14
Cucut
Cakilan Isurus oxyrinchus 18008,68 0,04 15
Cucut
20
Tahun 2010
No Nama Lokal Nama Latin Berat (Kg) CPUE
1 Bawal
belang
Taractichthys
steindachneri 50013,45 0,07 2 Opah Lampris guttatus 10014,76 0,01 3 Gindara Lepidocybium
flavobrunneum 56414,35 0,08 4 Setuhuk
hitam Makaira indica 22116,10 0,03
5 Meka Xiphias gladius 80030,88 0,11
7 Tenggiri Acanthocybium
solandri 5387,83 0,01 8 Setuhuk
Putih
Tetrapturus
audax 9877,60 0,01 9 Layaran Isthioporus
platypterus 2638,04 0,01 10 Setuhuk
Biru Makaira mazara 5175,04 0,01 11 Cucut
Pahitan Prionace glauca 1855,10 0,01 12 Cakalang Katsuwonus
21
3 Gindara Lepidocybium
flavobrunneum 40219,80 0,67 4 Setuhuk
hitam Makaira indica 17800,34 0,29 5 Meka Xiphias gladius 118287,03 1,96 6 Tenggiri Acanthocybium
solandri 1974,96 0,03 7 Setuhuk
Putih
Tetrapturus
audax 8702,16 0,14 8 Layaran Isthioporus
platypterus 2758,56 0,05 9 Setuhuk
Biru Makaira mazara 1943,31 0,03 10 Cucut
Pahitan
Alopias
supercilossus 2334,46 0,04 11 Cucut
Selendang Prionace glauca 6258,18 0,10 12 Cucut
Lanjaman
Carcharhinus
fitzroyensis 2913,69 0,05 13 Cucut
Cakilan Isurus oxyrinchus 2384,64 0,04 14 Lemadang Coryphaena
hippurus 1857,50 0,03 15 Cucut
Tikusan Alopias pelagicus 2555,00 0,04 16 Cakalang Katsuwonus
pelamis 72529,00 1,20
17 Jabrik Thunnus
22
Tahun 2012
No Nama Daerah Nama Ilmiah Berat (Kg) CPUE 1 Bawal belang Taractichthys
steindachneri 46664,50 0,12
2 Opah Lampris
guttatus 10308,50 0,03 3 Gindara Lepidocybium
flavobrunneum 173891,50 0,44 4 Setuhuk
hitam Makaira indica 39392,48 0,10
5 Meka Xiphias gladius 65634,38 0,16
6 Tenggiri Acanthocybium
solandri 15507,00 0,04 7 Setuhuk
Putih
Tetrapturus
audax 41018,77 0,10 8 Layaran Isthioporus
platypterus 5432,95 0,01
9 Cucut
Pahitan
Alopias
supercilossus 4966,08 0,01 10 Cucut
Selendang Prionace glauca 23803,10 0,06 11 Lemadang Coryphaena
hippurus 5020,00 0,01 12 Cakalang Katsuwonus
pelamis 395556,00 0,99
13 Jabrik Thunnus
23 Tahun 2013
No Nama Daerah Nama Ilmiah Berat (Kg) CPUE 1 Bawal belang Taractichthys
steindachneri 43501,00 0,26
2 Opah Lampris
guttatus 9028,70 0,05 3 Gindara Lepidocybium
flavobrunneum 149250,50 0,89 4 Setuhuk
hitam Makaira indica 63516,05 0,38
5 Meka Xiphias gladius 65407,12 0,39
7 Tenggiri Acanthocybium
solandri 10530,75 0,06 9 Setuhuk
Putih
Tetrapturus
audax 10683,91 0,06 10 Layaran Isthioporus
platypterus 4142,14 0,02 11 Cucut
Pahitan
Alopias
supercilossus 4556,96 0,03 12 Cucut
Selendang Prionace glauca 54181,55 0,33 13 Cucut
Cakilan
Isurus
oxyrinchus 3925,00 0,02 14 Cakalang Katsuwonus
24
Lampiran 4.
Hasil tangkap sampingan di PPN Palabuhanratu Tahun 2009
No Nama Lokal Nama Ilmiah Berat (Kg)
1 Alu-Alu Sphyraena qenie 300 ,00
2 Ikan Lainnya - 6060 ,00
3 Layaran Isthioporus platypterus 890,00
4 Pedang-pedang Xiphias gladius 11902,00
5 Setuhuk Loreng Makaira mazara 2000,00
Tahun 2010
No Nama Lokal Nama Latin Berat (Kg)
1 Alu-alu Sphyraena qenie 19257,00
2 Cucut Lanyam Carcharhinus limbatus 113970,00 4 Layaran Isthioporus platypterus 40327,00
5 Lemadang Coryphaena hippurus 9034,00
6 Pedang-pedang Xiphias gladius 230402,00
7 Setuhuk Loreng Makaira mazara 166148,00
8 Tenggiri Acanthocybium solandri 32883,00 Tahun 2011
No Nama Lokal Nama Latin Berat (Kg)
1 Cucut Laek/Air Prionace glauca 28861,00
2 Cucut Lanyam Carcharhinus limbatus 19179,00
3 Cucut Monyet Alopias pelagicus 83312,00
4 Eteman/koyo Incul maculate 27216,00
5 Ikan Lainnya - 269369,00
6 Layaran Isthioporus platypterus 7782,00
7 Pedang-pedang Xiphias gladius 172513,00
8 Setuhuk Loreng Makaira mazara 126449,00
9 Tenggiri Acanthocybium solandri 39185,00 Tahun 2012
No Nama Lokal Nama Latin Berat (Kg)
1 Cucut Monyet Alopias pelagicus 36360,00
2 Eteman/koyo Incul maculate 29932,00
3 Ikan Lainnya - 426263,00
4 Pedang-pedang Xiphias gladius 161188,00
5 Setuhuk Loreng Makaira mazara 98339,00
25 Tahun 2013
No Nama Lokal Nama Latin Berat (Kg)
1 Cakalang Katsuwonus pelamis 314,913
2 Cucut Laek/Air Prionace glauca 174,880
3 Cucut Lanyam Carcharhinus limbatus 43,526
4 Cucut Monyet Alopias pelagicus 34,281
26
Lampiran 5
27
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Maret 1992. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak H. Tri Yunianto, S.T dan Ibu Hj. Sulastri. Pada tahun 2007, penulis lulus dari SMPN 236 Jakarta Timur dan pada tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 44 Jakarta Timur. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.