• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penrapan model pembelajaran advance organizer untuk meningkatkan sikap positif siswa dalam pelajaran matematika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penrapan model pembelajaran advance organizer untuk meningkatkan sikap positif siswa dalam pelajaran matematika"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

Disusun Oleh: NOPRI YANTO

105017000431

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Untuk Meningkatkan Sikap Positif Siswa Dalam Pelajaran Matematika” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 3 Desember 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.

Jakarta, Desember 2010 Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan Ketua Panitia (Ketua Jurusan)

Maifalinda Fatra, M.Pd ... ... NIP. 19700528 199603 2 002

Sekretaris (Sekretaris Jurusan)

Otong Suhyanto, M.Si ... ... NIP. 19681104 199903 1 001

Penguji I

Dr. Kadir, M.Pd ... ... NIP. 19670812 199402 1 001

Penguji II

Otong Suhyanto, M.Si ... ... NIP. 19681104 199903 1 001

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

(3)

i

ABSTRACT

(4)

ii

ABSTRAK

NOPRI YANTO (105017000431), ”Penerapan Model Pembelajaran Advance Organizer untuk meningkatkan sikap positif siswa dalam pelajaran Matematika”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, September 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) Apakah model Pembelajaran Advance Organizer dapat meningkatkan sikap positif siswa dalam pelajaran matematika, 2) Bagaimanakah respon siswa terhadap penerapan model Pembelajaran Advance Organizer pada pelajaran matematika, 3) Apakah model Pembelajaran Advance Organizer dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Penelitian ini dilakukan di SMP N 3 Ciputat, Tanggerang Selatan, Banten Tahun Ajaran 2009/2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi sikap positif siswa, jurnal harian siswa, wawancara, dan tes. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penerapan model pembelajaran Advance Organizer dapat meningkatkan sikap positif siswa dalam pelajaran matematika, dari persentase rata-rata sebesar 67,12% pada siklus I meningkat menjadi 87,62% pada siklus II. Memberikan respon positif rata-rata sebesar 55,624% pada siklus I meningkat menjadi 78,75% pada siklus II, dan dapat meningkatkan hasil belajar matematika rata-rata sebesar 69 pada siklus I meningkat menjadi 79,37 pada siklus II. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dalam upaya meningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.

(5)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulilahi robbil’alamin, Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Advance Organizer Untuk Meningkatkan Sikap Positif Siswa Dalam Pelajaran Matematika” ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan.

2. Ibu Dra. Maifalinda Fatra, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika serta pembimbing akademik.

3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika. 4. Bapak H. Drs, M.Ali Hamzah, M.Pd, pembimbing I yang selalu memberikan

bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Lia Kurniawati, M.Pd pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika.

7. Bapak Maryone SE, kepala SMP N 3 Ciputat Kota Tangerang Selatan, Banten, yang telah banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung. 8. Ibu Wiwit Turtonowati. S.Pd, guru pamong tempat penulis mengadakan

penelitian.

(6)

iv

10.Kakak, adik-adik tercinta (Armai Susanto, Arida, Arina, Ronal Regen, Jeje dan Toto Singo Utomo) tercinta, yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 11.Besti Verawati, yang selalu menemani saat suka dan duka. selalu ada saat

peneliti mengalami kesulitan.

12.Keluarga besar Gerakan Mahasiswa Kuantan Singingi (GEMAKUSI) Jakarta, yang menjadi keluarga kedua bagi peneliti. Lebih khusus kepada, Amrizaldi, Rocky Gustiawan, Irwan Siska, Imam Maryoko, Radinal fauzi, Harry Muswen, Febrian Sudarta, Oktamiadi, M.Ikbal fikri, Ridho, Ari Kusnadi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

13.Siswa dan siswi kelas VII-4 SMP 3 Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten, yang telah bersikap baik selama penulis mengadakan penelitian.

14.Rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi jurusan pendidikan matematika angkatan 2005, (Wasnila, Dhani, Maryatul, Dhini, Huda, Rani, dll), semoga kebersamaan kita menjadi kenangan terindah untuk menggapai kesuksesan dimasa mendatang.

15.Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan informasi serta pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan-kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khasanah ilmu pengetahuan. Amin.

Jakarta, Oktober 2010 Penulis

(7)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Fokus Penelitian ... 8

D. Perumusan Masalah Penelitian ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN ... 11

A. Deskripsi Teoritis ... 11

1. Pembelajaran Matematika ... 11

a. Pengertian Matematika... 11

b. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ... 14

2. Sikap Positif Siswa Terhadap Pelajaran Matematika... 19

3. Pembelajaran Advance Organizer ... 23

(8)

vi

5. Hubungan Antara Penerapan Model Pembelajaran

Advance Organizer dengan Sikap Positif Siswa ... 29

B. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan... 31

C. Hipotesis Tindakan... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

B. Metode Penelitian dan Desain Intervensi Tindakan... 33

1. Metode Penelitian... 33

2. Desain Penelitian... ... 35

C. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 36

D. Partisipan yang Terlibat dalam Penelitian... 37

E. Peran dan posisi Peneliti dalam Penelitian... 37

F. Tahapan Intervensi Tindakan ... 38

G. Data dan Sumber Data ... 43

H. Teknik Pengumpulan Data ... 44

I. Instrumen Penelitian... 44

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trusworthinees) Study ... 45

K. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis... 46

L. Pengembangan Perencanaan Tindakan ... 47

BAB IV PENYAJIAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .... 48

A. Deskripsi Data Hasil Pengamatan ... 48

1. Survei Pendahuluan ... 48

2. Tindakan Pembelajaran pada Siklus I ... 51

3. Tindakan Pembelajaran pada Siklus II... 74

B. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 93

C. Analisis Data ... 94

D. Interprestasi Hasil Analisis ... 97

(9)

vii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

A. Kesimpulan ... 101

B. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 103

(10)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Hasil Observasi Sikap Positif Siswa pada

Siklus I ... 65

Tabel 2 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Advance OrganizerSiklus I ……….... 69

Tabel 3 Rekapitulasi Respon Siswa Selama Siklus I ... 70

Tabel 4 Nilai Tes Akhir Siklus I... 72

Tabel 5 Refleksi & Rencana Perbaikan Kegiatan Tindakan Siklus I... 73

Tabel 6 Hasil Observasi Sikap Positif Siswa Siklus II ... 86

Tabel 7 Rekapitulasi Respon Siswa Selama Siklus II... 91

Tabel 8 Hasil Belajar Matematika pada Akhir Siklus II... 92

Tabel 9 Rekapitulasi Ketercapaian Sikap Positif Siswa ... 94

Tabel 10 Rekapitulasi Persentase Respon Siswa Siklus I dan II... 96

(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Proses Pembelajaran Matematika pada Penelitian Pendahuluan... 50 Gambar 2 Proses Pembelajaran Matematika pada Penelitian

Pendahuluan... 51 Gambar 3 Siswa yang Berani Mengeluarkan Pendapat . ... 71 Gambar 4 Peneliti Memberikan Kesempatan Kepada Siswa untuk

(12)

x

DAFTAR BAGAN

(13)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)... 106

Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa (LKS)... 122

Lampiran 3 Lembar Observasi Sikap Siswa dalam Proses Pembelajaran Advance Organizer... 159

Lampiran 4 Lembar Jurnal Harian Siswa... 183

Lampiran 5 Lembar Wawancara Pra Penelitian dengan Guru... 184

Lampiran 6 Lembar Wawancara Pra Penelitian dengan Siswa... 185

Lampiran 7 Lembar Wawancara Setelah Penelitian dengan Guru... 186

Lampiran 8 Lembar Wawancara Setelah Penelitian dengan Siswa... 187

Lampiran 9 Rekapitulasi Sikap Positif Siswa Setiap Pertemuan... 188

Lampiran 10 Hasil Observasi Sikap Positif Siswa Setiap Siklus... 204

Lampiran 11 Tes Setiap Siklus... 206

Lampiran 12 Respon Siswa Terhadap Tindakan Pembelajaran Setiap Siklus... 210

Lampiran 13 Rekapitulasi Respon Siswa Selama Pembelajaran Siklus I dan II... 212

Lampiran 14 Hasil Wawancara Pra Penelitian dengan Guru... 213

Lampiran 15 Hasil Wawancara Pra Penelitian dengan Siswa... 215

Lampiran 16 Hasil Wawancara dengan Guru Setelah Penelitian... 219

Lampiran 17 Hasil Wawancara dengan Siswa Setelah Penelitian…... 220

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan ilmu dan teknologi yang dewasa ini semakin berkembang tidak terlepas dari peran matematika sebagai ilmu dasar. Untuk itu manusia sebagai insan yang berhubungan dengan kemajuan teknologi tersebut, sudah selayaknya perlu menguasai matematika sampai batas tertentu. Matematika merupakan sarana untuk menanamkan kebiasaan bernalar dalam pikiran seseorang, karena matematika merupakan ilmu terapan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran matematika adalah kegiatan pendidikan yang menggunakan matematika sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

Selanjutnya dinyatakan dalam kurikulum 2004 (Depdiknas Jakarta, 2003) disebutkan tujuan pembelajaran matematika adalah:

1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten, dan inkonsistensi.

2. Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.

4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan.1

1

Sri Anita W. Janet Trineke Manoy. Strategi Pemebelajaran Matematika, (Jakarta:

Universitas Terbuka, 2008). hlm 7.3.

(15)

Pencapaian nilai hasil belajar siswa Indonesia untuk bidang studi matematika, cukup mengkhawatirkan. Hasil tes diagnostik yang dilakukan oleh Suryanto dan Somerset di 16 sekolah menengah beberapa provinsi di Indonesia menginformasikan bahwa hasil tes pada mata pelajaran matematika sangat rendah. Hasil tes dari TIMSS-Third International Mathematics And Science Study

menunjukkan Indonesia pada mata pelajaran matematika berada diperingkat 34 dari 38 negara.2 Beberapa ahli matematika seperti Ruseffendi, mensinyalir kelemahan matematika pada siswa Indonesia, karena pelajaran matematika di sekolah ditakuti bahkan dibenci siswa. Menurut Sriyanto sikap negatif seperti ini muncul karena adanya persepsi bahwa pelajaran matematika sulit. Selain itu pengalaman belajar matematika bersama guru yang tidak menyenangkan atau guru yang membingungkan, turut membentuk sikap negatif siswa terhadap pelajaran matematika.

Mengingat pentingnya peranan matematika dan melihat hasil belajar matematika siswa yang kurang memuaskan, maka sudah selayaknya penanganan yang dimaksud adalah peningkatan kualitas pengajaran dengan memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran. Guru sebagai faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran hendaknya memilih pendekatan pembelajaran yang dapat mengantarkan kepada tujuan yang ingin dicapai dan dapat merangsang partisipasi dari siswa, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahl ayat 125:

نسْحأ يه ْيتَلاّ ْم ْلداج ةنسحْلا ة عْ مْلا ةمْكحْلاّ كِّر لْيبس ىلإ ْدا

..

”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik...” (Q.S. An-Nahl [16] : 125).

Pada ayat tersebut mengandung tiga hal pokok yang berkaitan dengan mengajar yang baik, pertama guru bersikap bijaksana dalam menyampaikan bahan ajaran kepada murid. Kedua, guru menggunakan cara yang baik dan tepat dalam menyampaikan ajarannya yang dapat mengantarkan kepada tujuan yang ingin

2

(16)

dicapai, dan yang ketiga, guru membina sikap siswa dalam kegiatan pembelajarannya. Oleh karena itu dalam pembelajaran, guru hendaknya memperhatikan berbagai aspek sehingga proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan.

Salah satu faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sikap siswa terhadap matematika itu sendiri. Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi, serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan.3 Jika siswa bersikap senang terhadap matematika, tentu sikapnya itu mempengaruhi tingkah lakunya terhadap matematika. Sedangkan sikap siswa yang tidak senang merupakan suatu hambatan untuk belajar matematika. Ini menunjukkan bahwa siswa yang memiliki sikap senang terhadap matematika, maka dalam dirinya akan tumbuh keinginan atau dorongan untuk belajar matematika dengan baik. Hal ini juga sebaliknya bahwa siswa yang bersikap kurang senang terhadap matematika maka dari dalam dirinya muncul suatu sikap penolakan atau anti dengan pelajaran matematika.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara penulis dengan guru bidang studi matematika ibu Wiwit Turtinowoti pada tanggal 1 Maret 2010 di SMP N 3 Ciputat, Tanggerang Selatan, Banten, diperoleh gejala-gejala sebagai berikut :

1. Dalam menyampaikan materi pelajaran, sistem pembelajaran masih bersifat menoton yaitu berpusat pada guru, sehingga siswa lebih banyak diam dan menerima apa adanya, siswa tidak punya inisiatif untuk mengembangkan potensinya.

2. Selama pembelajaran berlangsung, beberapa siswa izin untuk keluar kelas secara bergantian. Hal ini dapat berdampak kurang baik bagi siswa tersebut, karena tidak mendengarkan penjelasan guru secara keseluruhan. 3. Masih banyak siswa yang tidak mengikuti pembelajaran dengan baik,

seperti berbicara dengan teman sebangkunya dan menganggu teman yang belajar.

3

Slameto. Belajar dan Fakto-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta,

(17)

4. Respon siswa dalam proses pembelajaran terlihat biasa-biasa saja, tidak ada yang aktif mengemukakan pendapatnya, malah kebanyakan siswa acuh tak acuh terhadap pelajaran matematika. Bahkan sebagian besar siswa jarang mencatat materi yang sudah guru sampaikan, hanya beberapa saja dari mereka yang mencatat materi yang guru sampaikan dan itu pun kurang lengkap. Mereka akan mencatat materi jika disuruh atau ditegur guru saja.

5. Siswa cepat putus asa jika diberikan latihan yang agak sulit, sehingga ketika mengalami kesulitan dalam belajar matematika mereka tidak mau bertanya kepada guru atau teman, hal ini mempengaruhi pelajaran materi berikutnya.

6. Siswa cenderung mengandalkan jawaban dari guru dalam mengerjakan latihan.

7. Ketika guru menunjuk salah satu siswa untuk menyelesaikan soal – soal ke depan kelas, ada sebagian siswa yang menolak kemudian menunjuk teman yang lain untuk menyelesaikan.

8. Kemampuan siswa dalam mengerjakan soal matematika dapat dikatakan kurang. Ini terlihat dari respon siswa yang kurang menyukai ketika guru memberikan tugas pada saat materi selesai. Sehingga ada beberapa siswa menyalin tugas temannya dengan alasan tidak mengerti dan malas mengerjakan.

9. Pada saat guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, sebagian besar siswa hanya diam dan menunduk.

Fakta di atas menunjukkan sikap dan perbuatan siswa ketika menerima pelajaran dari guru kurang senang terhadap matematika. Gejala adanya siswa yang kurang senang menerima pelajaran dari guru tidak seharusnya terjadi, karena hal itu akan menghambat proses belajar mengajar. Kurang senangnya seorang siswa terhadap pelajaran matematika bisa jadi disebabkan gaya mengajar guru yang kurang bervariasi dan metode mengajarnya itu-itu saja.4

4

(18)

Beberapa usaha yang telah dilakukan guru untuk menciptakan suasana kelas sehingga siswa senang belajar matematika, diantaranya adalah membimbing siswa mengerjakan latihan, meminta siswa mengerjakan latihan/menuliskan hasil kerjanya ke depan untuk menumbuhkan persaingan, memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, belajar, dan memberikan penghargaan kepada siswa yang berhasil menyelesaikan tugasnya. Namun hal ini belum mampu menumbuhkan sikap siswa menjadi senang terhadap matematika.

Bertolak dari kondisi sikap siswa yang kurang senang dalam belajar, sebagaimana yang dikemukakan di atas khususnya dan dalam pelajaran matematika pada umumnya, maka perlu diperbaiki proses dalam pembelajaran, sehingga dapat menumbuhkan rasa senang siswa terhadap matematika. Karena perasaan merupakan faktor psikis yang nonintelektual. Sikap yang positif akan terungkap dalam ”perasaan senang” (rasa puas, rasa gembira, rasa simpati, dan lain sebagainya). Sikap negatif akan terungkap dalam ”perasaan tidak senang” (rasa benci, rasa takut, dan lain sebagainya).5 Munculnya rasa senang terhadap matematika, mendorong siswa bersikap positif terhadap matematika, sehingga siswa akan terdorong untuk belajar dengan baik.

Berkaitan dengan pembelajaran, bahwa untuk mencapai suatu tujuan sangat diperlukan pemikiran tentang siasat, prosedur atau cara yang akan digunakan dalam pembelajaran matematika. Demikian juga untuk mencapai tujuan pengajaran diperlukan strategi, pendekatan atau metode, serta teknik tertentu dalam pembelajaran atau kata lain keberhasilan proses pembelajaran tergantung pada bagaimana suatu bahan ajar disampaikan.

Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis mencoba menerapkan model

Advance Organizer. Advance Organizer untuk mengaktifkan skemata siswa (eksistensi pemahaman siswa) untuk mengetahui apa yang telah dikenal siswa dan untuk membentuknya mengenal relevensi pengetahuan yang dimiliki. Advance Organizer memperkenalkan pengetahuan baru secara umum yang dapat digunakan siswa sebagai kerangka untuk memahami isi informasi baru secara

5

(19)

terperinci.6 Advance Organizer dapat memperkuat struktur kongnitif dan meningkatkan penyimpanan materi baru7. Ausubel mendeskripsikan Advance Organizer sebagai materi pengenalan yang disajikan pertama kali dalam tugas pembelajaran dalam tingkat abstraksi dan inklusivitas yang lebih tinggi dari pada tugas pembelajaran itu sendiri.

Advance Organizer pernyataan yang dibuat guru sebelum sebuah presentasi atau sebelum memerintahkan siswa untuk membaca bahan-bahan tekstual yang memberikan struktur bagi informasi baru untuk dikaitakan dengan prior knowledge siswa.8 Tujuannya adalah menjelaskan, mengintegrasikan, dan menghubungkan materi baru dalam tugas pembelajaran dengan materi pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya. Kemudian Ausubel mengemukakan, bahwa belajar dikatakan menjadi bermakna, bila informasi yang akan dipelajari peserta didik itu dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Ausubel menggunakan istilah ”Advance Organizer” dalam penyajian

informasi yang dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna. Kekuatan model ini ialah mempermudah siswa dalam mempelajari materi baru, karena dengan adanya model pembelajaran Advance Organizer ini siswa dapat dengan mudah mengingat kembali materi yang pernah diperoleh sebelumnya yang berhubungan dengan materi baru. Model pembelajaran ini juga terjadinya proses pengaitan informasi berikutnya.

Dari pernyataan di atas dapat dikemukakan bahwa Advance Organizer

adalah kumpulan materi pelajaran yang berfungsi mengaitkan pengetahuan yang sedang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Sedangkan tujuan Advance Organizer adalah untuk memperkuat struktur kognitif yang dimiliki siswa sebagai bekal untuk memahami materi yang disajikan. Dengan pengetahuan awal yang lebih baik akan mempermudah siswa untuk menerima materi yang baru. Kondisi pembelajaran yang demikian akan memberikan rasa

(20)

senang bagi siswa dalam belajar matematika. Selanjutnya dengan rasa senang tersebut akan tumbuh dan berkembangnya sikap siswa yang positif terhadap matematika.

Dengan memperhatikan fungsi dan tujuan penerapan model pembelajaran

Advance Organizer, yakni mempersiapkan siswa menerima materi baru, maka siswa akan lebih mudah menerima/memahami materi yang akan disampaikan guru. Dengan adanya kemudahan ini akan mendorong siswa untuk tetap dalam tugasnya dan akan mendorong siswa untuk mandiri serta mengurangi kegagalan-kegagalan yang dapat memicu sikap siswa yang kurang positif terhadap matematika. Artinya siswa tidak mudah putus asa dalam menghadapi berbagai kesulitan dan sejalan dengan itu, maka keuletan siswa akan tumbuh dan berkembang.

Tumbuh dan berkembangnya sikap siswa yang menunjukkan, (1) siswa mengikuti pelajaran dengan sunguh-sungguh, (2) siswa menyelesaikan tugas dengan baik, (3) siswa berpartisipasi aktif dalam diskusi, (4) siswa mengerjakan tugas rumah dengan tuntas dan tepat waktu, (5) siswa merespon dengan baik tantangan yang datang dari bidang studi, (6) siswa percaya diri dalam belajar matematika, (7) siswa mempunyai keyakinan bahwa matematika berguna buat dirinya. Tumbuhnya sikap untuk selalu yang terbaik dalam belajar matematika menunjukkan bahwa dalam diri siswa telah tumbuh sikap positif siswa terhadap matematika.

Memahami masalah dan kutipan di atas, maka peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran Advance Organizer pada topik bangun datar segi empat, sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran. Karena pada setiap sub pokok bangun datar segi empat membutuhkan materi awal yang sudah dipelajari siswa untuk dikaitkan pada materi yang akan dipelajari. Sehingga mempermudah siswa untuk menerima materi yang akan disajikan, dengan demikian akan memberikan rasa senang bagi siswa dalam belajar matematika.

(21)

Agar siswa dapat membangun pengetahuan awalnya secara lebih bermakna, maka dalam penerapan model Advance Organizer fokusnya terletak pada siswa dan guru hanya berfungsi sebagai fasilitator.

B. Identifikasi Masalah

Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah bahwa pokok kajian ini adalah Pembelajaran Model Advance Organizer dapat meningkatkan sikap positif siswa. Berdasarkan permasalahan pokok tersebut maka persoalan-persoalan yang mengintari kajian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Kurangnya keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran.

2. Siswa cepat putus asa dalam mengerjakan latihan yang agak sulit dalam belajar serta cenderung mengandalkan jawaban dari guru.

3. Banyak siswa yang takut dan malu menjawab pertanyaan yang diberikan guru, serta persepsi siswa bahwa pelajaran matematika sulit dan menakutkan.

4. Metode mengajar guru yang kurang bervariasi sehingga belum dapat meningkatkan sikap positif siswa terhadap pelajaran matematika.

C. Pembatasan fokus Penelitian

Dengan banyaknya masalah di sekitar kajian ini, maka penulis menfokuskan pada kajian tentang meningkatkan sikap positif siswa terhadap pelajaran matematika dengan penerapan model pembelajaran Advance Organizer terhadap siswa kelas VII-4 berjumlah 40 orang, Laki-laki 18 orang dan Perempuan 22 orang di SMP N 3 Ciputat, Tanggerang Selatan, Banten. Tahun Ajaran 2009/2010 pada pokok bahasan bangun datar segiempat.

D. Perumusan Masalah Penelitian

(22)

siswa kelas VII-4 SMP N 3 Ciputat, Tanggerang Selatan, Banten. Tahun ajaran 2009/2010. Dari perumusan masalah maka dijabarkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah model pembelajaran Advance Organizer dapat meningkatkan sikap positif siswa dalam pelajaran matematika?

2. Bagaimana Respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran

Advance Organizer pada pelajaran matematika?

3. Apakah Penerapan Model Pembelajaran Advance Organizer dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka secara umum tujuan penelitian ini adalah ”Untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran

Advance Organizer dapat meningkatkan sikap positif siswa dalam pelajaran matematika kelas VII-4 pada pokok bahasan bangun datar segiempat di SMP N 3 Ciputat, Tanggerang Selatan, Banten. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran Advance Organizer

pada pembelajaran matematika kelas VII-4 di SMP N 3 Ciputat, Tenggerang Selatan, Banten.

2. Mengetahui peningkatan sikap positif siswa setelah dilakukan proses pembelajaran matematika melalui model pembelajaran Advance Organizer.

3. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran Advance Organizer.

(23)

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru, peneliti, siswa, maupun sekolah. Adapun manfaat yang diperoleh adalah sebagai berikut:

a. Bagi guru, sebagai informasi bahwa penerapan model pembelajaran

Advance Organizer dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan sikap positif siswa yang menguntungkan terhadap matematika.

b. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan sikap positif siswa dalam mata pelajaran matematika dan juga meningkatkan kualitas pengajaran di sekolah.

c. Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan sikap positif siswa terhadap pelajaran matermatika.

(24)

BAB II

Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani, Mathematike, yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata

mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Perkataan mathematike

berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu

mathanein yang mengandung arti belajar (berfikir).1

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, matematika adalah ilmu yang memuat bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah.2 Beberapa pendapat juga muncul tentang pengertian matematika, ada yang mengatakan matematika simbol, matematika adalah bahasa numerik, matematika adalah bahasa yang dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional; matematika adalah metode berfikir logis; matematika adalah sarana berfikir logis; matematika adalah sarana berfikir; matematika adalah ratunya ilmu dan sekaligus menjadi pelayannya; matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang; matematika adalah ilmu yang mempelajari pola, bentuk, dan struktur.3

Menurut Johnson dan Rissing (1972), matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, akurat, refresentasinya dengan simbol dan padat. James dan James

1

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontempore, (Bandung:

JICA-UPI. 2001), hlm. 18.

2

Depertemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) edisi ketiga, h.723.

3

Erna Suwangsih danTiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI, 2006),

hlm 3.

(25)

(1976), dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Menurut pendapat kelompok matematikawan, matematika adalah ilmu tentang struktur yang bersifat deduktif atau aksiomatik, akurat, abstrak, ketat, dan sebagainya. Reys , dkk (1984), dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola hubungan, suatu jalan atau pola berfikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.4

Kemudian matematika merupakan pelajaran yang sangat penting dalam dunia pendidikan sekolah, jadi matematika sekolah dapat diartikan sebagai salah satu ilmu dasar. Matematika sekolah tersebut terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuh kembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta berpandu pada perkembangan IPTEK. Hal ini menunjukan bahwa matematika sekolah tetap memiliki ciri-ciri yang dimiliki matematika, yaitu memiliki objek kajadian yang abstrak serta berpola pikir deduktif konsisten.5

Sedangkan fungsi pelajaran matematika sekolah ada tiga, pertama sebagai alat untuk memecahkan masalah dalam mata pelajaran lainnya, kedua matematika sekolah juga merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara pengertian itu, dan fungsi matematika yang ketiga adalah ilmu atau pengetahuan. Ketiga fungsi matematika tersebut hendaknya dijadikan acuan dalam pembelajaran matematika sekolah.6 Sedangkan matematika sekolah mempunyai peran yang sangat penting baik bagi siswa, supaya punya bekal pengetahuan dan untuk pembentukan sikap serta pola pikirnya, warga negara pada umumnya

4

Erman Suherman, dkk, Op. Cit, hlm.15.

5

Sri Anita W. Janet Trineke Manoy dan Suzanah. Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm.7.23.

6

(26)

supaya dapat hidup layak, untuk kemajuan negaranya, dan matematika itu sendiri dalam rangka melestarikan dan mengembangkannya.

Sedangkan tujuan umum diberikan matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menurut Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) meliputi dua hal yaitu:

 Mempersiapkan agar siswa sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien.  Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan

pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.7

Dari uraian dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan suatu pengetahuan tentang ilmu bilangan, logika mengenai bentuk, susunan besaran dan konsep-konsep dimana dalam mempersentasikannya menggunakan simbol-simbol, matematika ratu ilmu, matematika ilmu deduktif, terstruktur dan matematika sekolah merupakan salah satu ilmu dasar dengan fungsi sebagai alat untuk memecahkan masalah dalam pelajaran lain, bagi siswa pembentukan pola pikir, dan sebagai ilmu pengetahuan bahwa matematika merupakan suatu ilmu mengenai bilangan-bilangan yang diperoleh dengan bernalar, terorganisasikan dengan baik yang dapat diterapkan di sekolah untuk mengembangkan cara berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama baik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) maupun pada jenjang pendidikan menengah (SMU dan SMK) dan dapat digunakan sebagai pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

7

(27)

b. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan.8 Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.9 Kemudian

Lester D. Crow mengemukakan, belajar ialah upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap.10 Belajar dikatakan berhasil manakala seseorang mampu mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya, maka belajar seperti itu disebut ”rotelearning”. Kemudian, jika yang telah dipelajari itu mampu disampaikan dan diekspresikan dalam bahasa sendiri, maka disebut ”overlearning”.

Secara umum belajar dapat dimaknai dengan suatu proses bagi seseorang untuk memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap.11

James O. Wittaker, belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Belajar sering juga diartikan sebagai penambahan, perluasan, dan pendalaman pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan.12 Sedangkan definisi belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.13

8

Muhibbin Syah. Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 59.

9

Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta,

2006), hlm.10.

10

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm.13.

11

Zurinal Z dan Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Press, 2006), hlm.117.

12

Udin S. Wiranataputra, dkk, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm. 1.8.

13

(28)

Beberapa definisi para ahli tentang belajar, diantaranya adalah sebagai berikut:

Skiner (dalam Barlow,1985) mengartikan belajar sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara prograsif.

M. Sobry Sutikno dalam bukunya Menuju Pendidikan Bermutu

(2004), mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Thursan Hakim dalam bukunya belajar secara efektif (2002), mengartikan belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya fikir, dan lain-lain kemampuannya.14

Witherington, belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaain atau suatu pengertian.

Menurut Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning

(1975) mengemukakan, belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan sesaat seseorang.15

14

Pupuh Fathurrohman, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Rineka Aditama, 2007), hlm 5.

15

(29)

James O Wittaker, belajar dapat didefinisikan sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.16

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar pada hakikatnya adalah ”perubahan” yang terjadi dalam diri seseorang

setelah melakukan aktifitas tertentu. Peruhahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi ada juga mengarah ketingkah laku yang lebih buruk. Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut.17

Bertitik tolak dari berbagai pandangan sejumlah ahli tersebut mengenai belajar, meskipun diantara para ahli tersebut ada perbedaan mengenai pengertian belajar, namun baik secara eksplisit maupun implisit diantara mereka terdapat kesamaan maknanya, yaitu definisi manapun konsep belajar itu selalu menunjukan kepada ”suatu proses

perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan peraktek atau pengalaman tertentu”. Hal-hal pokok dalam pengertian belajar adalah belajar itu membawa perubahan tingkah laku, karena pengalaman dan latihan, perubahan itu pada pokoknya didapatkanya kecakapan baru, dan perubahan itu didapat karena usaha yang sengaja.18

Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku dapat berupa memperoleh perilaku yang baru atau memperbaiki/meningkatkan perilaku yang sudah ada dan dapat berupa yang positif atau negatif dan bukan perubahan yang bersifat sementara atau tiba-tiba terjadi kemudian menghilang. Perubahan itu didapat melalui mendengar, membaca, mengikuti petunjuk, mengamati, memikirkan, menghayati, meniru, melatih dan mencoba sendiri atau berarti dengan pengalaman. Tingkah laku yang mengalami perubahan menyangkut semua aspek kepribadian/tingkah laku individu,

16

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm.104.

17

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 30.

18

(30)

pengetahuan, kemampuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, dan aspek lainnya.

Proses yang terjadi yang membuat seseorang melakukan proses belajar disebut pembelajaran. Undang-undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pembelajaran adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.19

Istilah pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan untuk menunjukkan kegiatan guru dan siswa. Sebelumnya kita menggunakan istilah “proses belajar-mengajar” dan “pengajaran”. Menurut Gagne, Bringgs, dan Wager (1992), pembelajaran adalah “serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa”.20

Pembelajaran lebih mengacu pada segala kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap proses belajar siswa. Kalau kita menggunakan kata “pengajaran”, kita membatasi diri hanya pada konteks tatap muka antara guru dan siswa di dalam kelas. Sedangkan dalam istilah pembelajaran, interaksi siswa tidak dibatasi oleh kehadiran guru secara fisik. Siswa dapat belajar melalui bahan ajar cetak, program radio, program televisi atau media lainnya. Guru tetap memainkan peranan penting dalam merancang setiap kegiatan pembelajara. Dengan demikian pengajaran merupakan salah satu bentuk kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran adalah adanya interaksi. Interaksi tersebut antara siswa yang belajar dengan lingkungan belajarnya, baik dengan guru, siswa lainnya, tutor, media, atau sumber lainnya. Ciri lain dari pembelajaran adalah “adanya komponen-komponen yang saling

19

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

(Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah dan Pemudah, 2003 ), hlm. 74.

20

(31)

berkaitan satu sama lain dan komponen-komponen tersebut adalah tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pembelajaran”.21

Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.22

Sedangkan yang dimaksud dengan kegiatan pembelajaran adalah suatu usaha dan proses yang dilakukan secara sadar dengan mengacu pada tujuan (pembentukan kompentensi), yang dengan sistematik dan terarah pada terwujudnya perubahan tingkah laku.23

Pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu: pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktifitas siswa dalam proses berfikir. Kedua, dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memberbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa, yang pada giliranya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.24

Tujuan pembelajaran mengacu pada kemampuan atau kompetensi yang diharapkan, dimiliki siswa setelah mengikuti pembelajaran tertentu. Pandangan behavioristik tentang tujuan pembelajaran ditentukan tentang penambahan pengetahuan sedangkan pandanga konstruktivisme tujuan pembelajaran ditentukan tentang bagaimana belajar. Kegitan pembelajaran mengacu pada penggunaan pendekatan, strategi, metode,

Zurinal, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: LP UIN Jakarta, 2006). Loc. Cit.

24

(32)

dan teknik, serta media dalam rangka membangun proses belajar, antara lain membahas materi dan melakukan pengalaman belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal.25

Setiap tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran matematika pada dasarnya merupakan sasaran yang ingin dicapai sebagai hasil dari proses pembelajaran matematika tersebut, karena sasaran tujuan pembelajaran matematika tersebut dianggap tercapai, bila siswa telah memiliki sejumlah pengetahuan dan kemampuan dibidang matematika yang dipelajari. Bahan pelajaran matematika yang harus dipelajari harus bermakna, artinya bahan pelajaran harus sesuai dengan kemampuan dan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Dengan kata lain, pelajaran matematika yang baru perlu dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap dengan baik.26

Dari urain di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang disengaja atau upaya yang dirancang oleh pendidik dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan (kelas/sekolah) yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar, serta terjadinya interaksi optimal antara guru dengan siswa, serta antara siswa dengan siswa. Sedangkan proses pembelajaranya bersifat exsternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku atau perubahan perilaku siswa. Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman dalam belajar matematika.

2. Sikap Positif Siswa Terhadap Pelajaran Matematika.

Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sikap. Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi, serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan. Berbicara tentang sikap, telah didefinisikan

25

Mark K. Smith dkk, Teori Pembelajara dan Pengajaran, (Yogyakarta: Mirza Media

Pustaka, 2009), hlm 29-30.

26

(33)

dalam berbagai versi oleh para ahli. Berkowitz menemukan adanya lebih dari tigapuluh definisi sikap. Puluhan definisi dan pengertian pada umumnya dapat dimaksudkan kedalam tiga kerangka pemikiran.

Pertama adalah kerangka yang diwakili oleh Louis Thurstone (1928), Rensis Likert (1932), dan Charles Osgood (tokoh terkenal di bidang pengukuran sikap). Menurut mereka, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (Favorable), maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada suatu objek. Secara lebih spesifik, Thurstone sendiri memformulisasikan sikap sebagai ”derajat efek positif atau efek negatif terhadap suatu objek psikologis” (Edwards,1957).27 Sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap dapat bersifat positif, cenderung tindakan mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu. Sikap negatif, cenderung tindakan menjauhi, menghindar, membenci, tidak mnyukai objek tertentu.28

Kelompok pemikir yang kedua diwakili oleh para ahli seperti

Chave (1928), Bogardus (1931), Lapierre(1934), Meaad (1934), dan

Gordon Allport (1935; tokoh terkenal dibidang psikologi sosial dan psikologi kepribadian). Menurut kelompok pemikiran ini, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Sedangkan kelompok pemikir yang ketiga adalah kelompok yang berorientasi kepada skema triadik (triadic schema) Secord & Backman (1964), menurut kerangka pemikir ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang salain berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek.29

27

Syaifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukuran, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 4-5.

28

Zikri Neni Iska, Psikologi, (Jakarta, 2006), hlm. 109.

29

(34)

Pada umumnya rumusan-rumusan mengenai sikap mempunyai persamaan unsur, yaitu adanya kesedian untuk merespon terhadap suatu situasi. Triandis (1971), mendefinisikan “An attude is an idea charged with emotion which predisposes a class of actions to a particular class of

social situations”. Rumusan ini menyatakan bahwa sikap mengadung tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen tingkah laku. Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek dan sikap terhadap objek ini disertai dengan perasaan positif dan negative.30

Selanjutnya Azwar menyatakan struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective), dan komponen konatif (conative). Slameto menyatakan bahwa terdapat tiga metode yang mempengaruhi siswa mengubah sikap, antara lain:

a. Dengan mengubah komponen kognitif dari sikap yang bersangkutan. Caranya dengan memberi informasi-informasi baru mengenai objek sikap, sehingga komponen kognitif menjadi luas. b. Dengan cara mengadakan kontak langsung dengan objek sikap.

Dengan cara ini komponen afektif turut pula dirangsang cara ini paling sedikit akan merangsang orang-orang yang bersikap anti untuk berfikir lebih jauh tentang objek sikap yang tidak mereka senanginya.

c. Dengan memaksa orang menampilkan tingkah laku-tingkah laku baru yang tidak konsisten dengan sikap-sikap yang sudah ada. Sikap memegang peranan yang penting dalam belajar, baik sikap terhadap pengajar maupun terhadap materi yang akan diajarkan, karena sikap sangat berpengaruh terhadap prestasi. Oleh sebab itu sikap positif siswa terhadap matematika perlu ditumbuh kembangkan, dengan menciptakan kondisi belajar matematika yang kondusif, sehingga memungkinkan siswa belajar dengan baik. Jika ada perubahan dalam

30

(35)

sikap berarti adanya tekanan yang kuat dan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan dalam sikap melalui proses tertentu.

Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek, sikap terhadap objek ini disertai dengan perasaan positif dan negatif. Sikap positif terhadap mata pelajaran tertentu merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa. Sebaliknya, jika siswa bersikap negatif terhadap mata pelajaran tertentu apalagi ditambah dengan timbulyan rasa kebencian terhadap mata pelajaran tertentu, akan menimbulkan kesulitan belajar bagi siswa yang bersangkutan.

Telah dikemukakan bahwa siswa perlu memiliki sikap positif terhadap matematika. Sehubungan itu maka guru semestinya memiliki pengetahuan tentang ciri–ciri siswa yang bersikap senang terhadap matematika, yang ditunjukkan siswa dalam aktifitasnya saat proses pembelajaran, menunjukkan bahwa siswa tersebut menyenangi pelajaran matematika atau memiliki yang positif terhadap matematika.

Bertolak dari urain di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan perilaku yang menunjukkan kecendrungan untuk memberikan respon, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Sikap yang positif adalah sikap yang sungguh-sungguh dalam belajar baik di sekolah maupun di rumah, Misalnya merasa senang dalam belajar, kesungguhan dalam belajar, dan sebagainya. Sebaliknya sikap yang negatif adalah sikap yang tidak senang dalam belajar, dapat dilihat melalui gejala-gejala yang ditimbulkan dalam belajar. Misalnya tidak tertarik dalam belajar, sering menganggu temannya dalam belajar dan sebagainya.

(36)

bermanfaat dalam kehidupan sehari–hari maupun dalam menunjang untuk mempelajari ilmu lain. Sebaliknya, jika siswa bersikap negatif terhadap matematika maka motivasi siswa untuk memepelajari matematika rendah, akhirnya hasil belajarnya tidak memuaskan.

3. Pembelajaran Advance Organizer.

Mengingat sikap merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan siswa dalam belajar, oleh sebab itu sebagai pengelola pembelajaran harus mampu memilih dan menerapkan strategi pembelajaran sebagai upaya menumbuhkan sikap siswa yang positif terhadap matematika. Salah satu strategi pembelajaran yang penting diterapkan dalam pembelajaran matematika adalah bagaimana mempersiapkan peserta didik menerima materi baru dengan mudahh yang akan diajarkan guru. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa jika siswa tidak siap menerima pelajaran maka ia tidak akan mengikuti penjelasan guru dengan baik. Sebagai akibatnya siswa malas belajar dan seiring dengan itu muncul perilaku-perilaku siswa yang tidak diinginkan dalam pembelajaran.

Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut ”Pengatur kemajuan (belajar)” (Advance Organizer) didefinisikan dan dipersentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengaturan kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. Ausubel percaya bahwa ”Advance Organizer” dapat memberikan tiga macam manfaat yakni:31

1. Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh siswa.

2. Dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari siswa”saat ini” dengan apa yang ”akan” dipelajari siswa.

31

(37)

3. Mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudahh.

Untuk itu, pengetahuan guru terhadap isi mata pelajaran harus sangat baik, hanya dengan demikian seorang guru akan mampu menemukan informasi, yang menurut Ausubel ”sangat abstrak, umum dan inklusif”, yang mewadahi apa yang akan diajarkan itu. Selain itu, logika berfikir guru juga dituntut sebaik mungkin. Tanpa memiliki logika berfikir yang baik, maka guru akan kesulitan memilah-milah materi pelajaran, merumuskanya dalam rumusan yang singkat dan padat, serta menguratkan materi demi materi itu ke dalam struktur urutan yang logis dan mudahh dipahami.

Model pembelajaran yang menekankan pentingnya memperkuat pengetahuan awal siswa sebagai upaya persiapan untuk menerima materi baru adalah model pembelajaran Advance Organizer. Model pembelajaran ini dirancang untuk memperkuat struktur kognitif siswa, seperti fakta–fakta, konsep–konsep, dan generalisasi–generalisasi yang telah dipelajari siswa. Dengan kata lain struktur kognitif merupakan jenis pengetahuan tertentu yang ada di dalam pikiran yang berfungsi sebagai kerangka konseptual bagi pengetahuan berikutnya yang lebih rinci dan abstrak.

(38)

dengan materi pelajaran yang telah diterima oleh siswa. Alat penghubung dimaksud adalah Advance Organizer.32

Guru menggunakan Advance Organizer untuk mengaktifkan skemeta siswa (eksistensi pemahaman siswa), untuk mengetahui apakah yang telah dikenal siswa dan untuk membantunya mengenal relevansi pengetahuan yang telah dimilki. Advance Organizer memperkenalkan pengetahuan baru secara umum yang dapat digunakan siswa sebagai kerangka untuk memahami isi informasi baru secara terperinci.33

Joyce dan Weil menyatakan, bahwa Advance Organizer berfungsi untuk menjelasakan, mengintegrasikan, dan mengaitkan pengetahuan yang sedang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki oleh pelajar. Strategi pembelajaran ini konsisten dengan pemikiran Ausubel bahwa struktur kognitif yang sudah ada bertindak sebagai alat pengait informasi baru. Sedangkan Ausubel mengemukakan, bahwa tujuan

Advance Organizer adalah mengaitkan bahan bermakna yang akan dipelajari (pengetahuan baru) dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa.

Namun perlu digaris bawahi bahwa Advance Organizer bukan merupakan sebuah rangkuman umum materi bahan ajar yang akan dipelajari. Advance Organizer merupakan penyajian singkat informasi visual atau verbal yang tidak mengandung isi atau bahan tertentu dari materi baru yang akan dipelajari.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dikemukakan bahwa

(39)

yang dimiliki siswa, sehingga memudahhkan siswa dalam memahami materi yang disajikan.

Dalam penerapan model pembelajaran Advance Organizer terdiri dari tiga tahap kegiatan yaitu :

a. Tahap pertama adalah persentasi Advance Organizar (penyajian materi awal). Tahap pertama, terdiri dari tiga aktifitas yaitu : pertama, menentukan tujuan pembelajaran umum merupakan salah satu cara untuk menarik perhatian siswa dan membawa mereka pada tujuan khusus pembelajaran. Tujuan ini penting untuk memfasilitasi pembelajaran yang bermakna (menentukan tujuan umun yang bermanfaat bagi guru dalam merancang pembelajaran). Kedua, penyajian materi awal. Dalam penyajian materi awal, guru memberikan dorongan kapada siswa untuk mempelajari kembali konsep–konsep, prinsip–prinsip, dan aturan–aturan yang sudah dipelajari siswa sebelumnya yang ada kaitannya dengan materi yang dibahas, serta memahami contoh–contohnya. Ketiga untuk mengetahui tingkat pemahaman dan penguasaan siswa tentang materi awal, guru perlu memberikan latihan yang bertujuan untuk mendorong siswa agar konsep–konsep, prinsip–prinsip dan aturan yang telah dipelajari diingat dan dikuasai dengan baik, selanjutnya siap untuk menerima materi baru.

b. Tahap kedua adalah penyajian materi pembelajaran.

(40)

c. Tahap ketiga memperkuat pengelolahan kognitif.

Tahap ketiga menjadi 4 aktifitas yaitu, (1) memanfaatkan prinsip rekonsilisi integratif. Maksudnya adalah memanfaatkan suatu pola penyesuaian hubungan antara struktur kognitif materi lama dengan materi baru yang akan dipelajari, (2) meningkatkan pembelajaran dengan melibatkan siswa aktif, (3) memperoleh pendekatan kritis (umpan balik) dari siswa, (4) mengklarifikasihkan.34

Joyce dan Weil mengemukakan terdapat beberapa cara untuk memadukan materi baru dengan struktur kognitif yang ada. Untuk itu guru dapat menempuh cara–cara seperti :

1. Mengingatkan siswa pada ide–ide (gambaran umun).

2. Meminta siswa meningkatkan pemahaman pada hal–hal penting dan materi baru.

3. Mengulangi definisi–definisi utama.

4. Meminta siswa membedakan beberapa aspek penting materi. 5. Meminta siswa menguraikan materi pembelajaran yang

mendukung konsep atau pertanyaan yang digunakan sebagai materi awal.

Selanjutnya pembelajaran aktif dapat ditingkatkan dengan cara meminta siswa untuk menguraikan kaitan materi baru dengan materi awal, meminta siswa membuat contoh-contoh tambahan tentang konsep dan pernyataan dalam materi pembelajaran, meminta siswa mengulangi istilah– istilah dengan menggunakan kata–kata pada bagian yang penting, dan meminta siswa untuk menguji dengan yang berbeda.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Advance Organizer adalah kumpulan materi pelajaran yang berfungsi mengaitkan pengetahuan yang sedang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Sedangkan tujuan Advance Organizer adalah untuk memperkuat struktur kognitif yang dimiliki siswa sebagai bekal untuk

34

(41)

memahami materi yang disajikan. Dengan pengetahuan awal yang lebih baik akan mempermudahhkan siswa untuk memerima materi yang baru. Kondisi pembelajaran yang demikian akan memberikan rasa senang bagi siswa dalam belajar matematika. Selanjutnya dengan rasa senang tersebut akan tumbuh dan berkembangnya sikap siswa yang positif terhadap matematika.

4. Langkah – Langkah Penerapan Pembelajaran Advance Organizer

Penerapan model Advance Organizer dalam penelitian dirancang sebagai berikut :

1. Tahap Pertama Presentasi Advance Organizer.

Tahap pertama ini terdiri dari tiga aktivtas yaitu: mengklarifikasikan tujuan-tujuan pelajaran, menyajikan Advance Organizer, dan mendorong kesadaran pengetahuan yang relevan. Mengklarifikasaikan tujuan adalah salah satu cara untuk memperoleh perhatian siswa dan mengarahkan mereka pada tujuan-tujaun pembelajaran, diawali dengan menginformasikan tujuan-tujuan pembelajaran khusus materi yang akan dipelajari siswa.

(42)

2. Tahap kedua Materi Pembelajaran

Dalam tahap ini, aktifitas guru adalah menyajikan materi utama yang diawali dengan menarik perhatian siswa. Hal ini bertujuan untuk memfokuskan perhatian siswa terhadap materi yang akan disampaikan. Selanjutnya guru menyajikan materi pelajaran secara jelas dan tuntas disertai contoh–contoh, kemudian memberikan latihan. Selama presentasi, pengelolaan materi pelajaran dibuat dengan jelas pada siswa sehingga siswa memiliki seluruh indera petunjuk dan dapat melihat urutan logis dari materi yang disampaikan.

3. Tahap ketiga Memperkuat Struktur Kognitif Siswa

Dalam kegiatan ini kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Guru meminta siswa untuk mengaitkan konsep–konsep, prinsip- prinsip, dan aturan yang diperoleh lewat penyajian materi pembelajara dari konsep–konsep, prinsip–prinsip yang diperolehnya melalui penyajian materi awal.

b. Mengintensifkan proses pembelajaran dengan melibatkan siswa aktif.

c. Mendapatkan pendekatan kritis (umpan balik) tentang suatu materi.

d. Membuat kesimpulan atau rangkuman.

5. Hubungan antara Penerapan Model Pembelajaran Advance Organizer dengan Sikap Positif Siswa

(43)

dalam pengalaman belajar, membantu perubahan lingkungan serta membantu terjadinya proses belajar yang serasi dengan kebutuhan dan keinginan.35 Artinya guru sebagai pengelolah pembelajaran harus mampu dan terampil dalam memilih dan menerapkan strategi pembelajaran yang cocok dan sesuai dengan karekteristik siswa dan materi yang akan dipelajari.

Dengan demikian, Sikap positif besar pengaruhnya terhadap belajar, karena apabila siswa tidak memiliki sikap positif dalam belajar, maka materi yang dipelajari tidak akan dapat diterima oleh siswa dengan sebaik-baiknya, disebabkan tidak ada daya tarik bagi siswa tersebut. Oleh karena itu, diharapkan guru dapat meningkatkan sikap positif belajar siswa tersebut. Berdasarkan teori Gagne dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh siswa yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek langsung antara lain, kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana mestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan.

Menurut Teori Edward L Thorndike (1874-1947) belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasan ini bisa timbul sebagai akibat siswa mendapat pujian atau ganjaran. Menurut Teori Ausubel, teori ini terkenal dengan belajar bermakn dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai.

Sehubungan dengan hal di atas maka penerapan strategi pembelajaran untuk mempersiapkan siswa menerima pelajaran merupakan hal yang sangat penting. Model pembelajaran Advance Organizer merupakan seperangkat materi pelajaran yang berfungsi menjelaskan, mengintegrasikan, dan mengaitkan pengetahuan yang sedang dipelajari dengan pengetahuan siswa dan bertujuan untuk

35

(44)

memperkuat struktur kognitif yang dimiliki siswa untuk memahami materi yang disajikan.36

Memperhatikan fungsi dan tujuan penerapan model pembelajaran

Advance Organizer yaitu mempersiapkan siswa menerima materi baru, maka siswa akan lebih mudahh menerima atau memahami materi yang akan disampaikan guru. Dengan adanya kemudahhan ini akan mendorong siswa untuk mandiri serta mengurangi kegagalan–kegagalan yang dapat memicu sikap siswa yang kurang positif terhadap matematika. Artinya siswa tidak mudah putus asa dalam menghadapi berbagai kesulitan dan sejalan dengan itu maka keuletan siswa akan tumbuh dan berkembang. Tumbuh dan berkembang perilaku siswa yang menunjukkan siswa berminat dan senang belajar matematika, ulet dalam menghadapi kesulitan, tidak cepat putus asa, dan tumbuhnya sikap untuk selalu yang terbaik dalam belajar matematika, menunjukkan bahwa dalam diri siswa telah tumbuh sikap positif siswa terhadap matematika. Dengan demikian penerapan Advance Organizer dapat menumbuhkembangkan sikap positif siswa dalam pelajaran matematika.

B. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan

Tugas Guru untuk memperhatikan siswanya agar dapat mencapai tujuan pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar merupakan proses yang menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Peran guru sangat penting dalam mengatur dan memilih model dan teknik pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswanya.

Berkaitan dengan pembelajaran, bahwa untuk mencapai suatu tujuan sangat diperlukan pemikiran tentang siasat, prosedur atau cara yang akan digunakan dalam pembelajaran matematika. Demikian juga untuk mencapai tujuan pengajaran diperlukan strategi, pendekatan atau metode serta teknik tertentu dalam pembelajaran atau kata lain keberhasilan proses pembelajaran tergantung pada bagaimana suatu bahan ajar disampaikan.

36

(45)

Tujuan dari kegiatan belajar mengajar tidak akan pernah tercapai selama komponen-komponen yang ada di dalamnya tidak tercapai. Salah satu dari komponen tersebut adalah model pembelajaran. Model pembelajaran adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan pengajaran. Model pembelajaran memudahhkan jalan pengajaran menuju tujuan yang akan dicapai oleh guru kepada siswa. Antara model pembelajaran dan tujuan harus saling berhubungan. Model pembelajaran sebagai penunjang untuk pencapaian tujuan tersebut. Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal, pemilihan model pembelajaran menjadi suatu tantangan bagi para pengajar.

Banyak cara yang dapat dilakukan guru untuk menumbuhkan minat, perhatian, dan keaktifan siswa atau mempunyai sikap positif terhadap matematika. Salah satunya dengan melakukan model pembelajaran Advance Organizer.

Advance Organizer adalah kumpulan materi pelajaran yang berfungsi mengaitkan pengetahuan yang sedang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Sedangkan tujuan Advance Organizer adalah untuk memperkuat struktur kognitif yang dimiliki siswa sebagai bekal untuk memahami materi yang disajikan. Dengan pengetahuan awal yang lebih baik akan mempermudah siswa untuk memerima materi yang baru.

Dengan memperhatikan fungsi dan tujuan penerapan model pembelajaran

Advance Organizer yakni mempersiapkan siswa menerima materi baru, maka siswa akan lebih mudahh menerima/memahami materi yang akan disampaikan guru. Dengan adanya kemudahhan itu diduga dapat meningkatkan sikap positif siswa terhadap pelajaran matematika dan akan akan mendorong siswa untuk tetap dalam tugasnya serta akan mendorong siswa untuk mengurangi kegagalan. Artinya siswa tidak mudah putus asa dalam menghadapi berbagai kesulitan dan sejalan dengan itu maka keuletan siswa akan tumbuh dan berkembang.

C. Hipotesis Tindakan

(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1) Tempat Penelitian

Tempat yang digunakan sebagai penelitian mengenai penerapan model pembelajaran Advance Organizer untuk meningkatkan sikap positif siswa dalam pelajaran matematika Kelas VII-4 di SMP N 3 Ciputat Kota Tanggerang Selatan Banten. Karena sekolah ini tempatnya strategis dan jarak antara sekolah dengan rumah peneliti dekat.

2) Waktu Penelitian

Pelaksanan penelitian di mulai dengan pra penelitian pada tanggal 8, 9, 12 April 2010 observasi di sekolah, wawancara di sekolah pada tanggal 14 dan 15 April 2010. Perencanaan dan jadwal penelitian 2 kali seminggu yaitu pada hari Rabu dan Kamis, dan pelaksanaan pengamatan di mulai dengan pertemuan pertama pada hari Rabu tgl 14 April 2010 dan selesai pada tgl 29 Mei Tahun ajaran 2009/2010.

B. Metode Penelitian dan Desain Intervensi Tindakan 1. Metode penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau lebih dikenal dengan Classroom Action Research yaitu suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut dilakukan oleh Guru atau dengan arahan dari Guru yang dilakukan oleh siswa.1 Penelitian Tindakan Kelas dapat juga diartikan sebagai proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas

1

Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007) Cet ke-4, hlm. 3

Gambar

Tabel  1 Hasil Observasi Sikap Positif Siswa pada
Gambar 1 Proses
gambaran umum mengenai pelaksanaan pembelajaran dan masalah-
Gambar 1  Proses pembelajaran matematika pada penelitian pendahuluan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengikuti apapun keputusan teman menurut saya itu lebih baik daripada mengambil keputusan sendiri. Saya selalu berusaha

bahwa sesuai ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 19/PER/M .KO MINF0/09/2011 tentang Penggunaan Pita

Karena pentingnya keaktifan siswa ini, guru perlu mengupayakan pembelajaran yang menggunakan strategi pembelajaran aktif yang tepat yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan

Berdasarkan data BPS terlihat bahwa sekitar 52,93% berpendidikan SD (tamat atau tidak tamat SD) dan hanya sekitar 4,61% yang belajar di Perguruan Tinggi (Diploma, Akademi

Setiap sasaran jangka pendek harus secara jelas terkait dengan satu atau beberapa sasaran jangka panjang dari strategi umum perusahaan. Kriteria Sasaran

Dari hasil observasi siklus II terdapat perubahan pola belajar siswa yang men- jawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti semakin bertambah, siswa yang mela- kukan kegiatan lain

Demikian pula berdasarkan status penduduk dalam bekerja pada Agustus 2016 relatif sama dengan Agustus 2015 dimana yang berstatus formal di NTT hanya sebesar 25,20 persen lebih

Deskripsi Kalimat yang mudah dimengerti oleh peserta didik kelas II SD adalah kalimat pendek yang terdiri dari tiga sampai empat kata; kalimat tunggal yaitu kalimat yang