• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kesalahan kata penghubung dalam karangan narasi siswa kelas IX semester I MTs Darussalam Ciampea Tahun Pelajaran 2013/2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kesalahan kata penghubung dalam karangan narasi siswa kelas IX semester I MTs Darussalam Ciampea Tahun Pelajaran 2013/2014"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

TATA SUHATA 1811013000027

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

PROGRAM SYSTEM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Kata penghubung memegang peranan penting dalam pembentukan kalimat majemuk. Kata penghubung atau konjungsi adalah kategori kata yang berfungsi untuk meluaskan satuan yang lain dalam konstruksi hipotaksis, dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam konstruksi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesalahan penggunaan kata penghubung dalam karangan narasi siswa kelas IX MTs Darussalam. Mengetahui bentuk-bentuk kesalahan penggunaan kata penghubung dalam karangan narasi siswa kelas IX MTs Darussalam. Objek penelitian ini adalah karangan narasi siswa kelas IX MTs Darussalam pada Tahun Ajaran 2013/2014 sebanyak 30 karangan.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis kesalahan penggunaan kata penghubung pada karangan narasi siswa kelas IX MTs Darussalam Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, diperoleh beberapa kesimpulan bahwa, tingkat kesalahan penggunaan kata penghubung dalam penulisan karangan narasi siswa kelas IX MTs Darussalam banyak terdapat pada jenis kata penghubung intrakalimat dan ekstrakalimat dengan proporsi secara berturut- turut adalah 68,37% dan 31,63%. Kesalahan penggunaan kata penghubung banyak terdapat pada kelompok intrakalimat dalam bentuk penggunaan kata dan dengan persentase kesalahan sebesar 94,03% atau sebanyak 63 kata. Sedangkan dalam kelompok kata penghubung ekstrakalimat, kesalahan penggunaan kata penghubung terdapat dalam bentuk penggunaan kata karena sebesar 41,94% atau sebanyak 13 kata, dan dalam bentuk penggunaan kata ketika sebesar 35,48% atau sebanyak 11 kata.

(6)

ii

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt, karena atas karunia dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segaik-baiknya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhamad Saw, beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa seluruh umat manusia dari kegelapan menuju keselamatan.

Penyusunan skripsi saya buat untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) dengan skripsi yang berjudul Penggunaan Diksi dalam Karangan Narasi Siswa Kelas VIII MTs Fathul’ Ibaad Mekarbakti Panongan, Tangerang.

Selama penulisan ini, banyak sekali kesulitan dan hambatan yang dilalami, namun berkat doa, kerja keras serta dukungan dari berbagai pihak, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

1. Nurlena Rifa’i, M.A. Ph. D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra. Hindun, M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Dona Aji Karunia Putra, MA. Dosen pembimbing yang telah mengarahkan dan membantu saya dengan sabar dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh dosen jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan.

5. Terima kasih yang tak terhingga saya haturkan kepada rekan kerja yang telah memberikan dukungan baik moril maupun material.

(7)

iii

satu persatu. Ungkapan kata memang tak pernah cukup untuk membalas kebaikan kalian. Semoga Allah selalu melimpahkan dan membalas kebaikan yang berlipat ganda yang pernah kalian berikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta dapat menambah ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan.

Jazakumullah khairal jaza’

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Tangerang, 10 Januari 2015

(8)

iv LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 3

C.Pembatasan Masalah ... 3

D.Perumusan Masalah ... 3

E. Tujuan Penelitian ... 4

F. Kegunaan Penelitian ... 4

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 5

1. Kelas Kata Bahasa Indonesia ... 5

2. Kata Penghubung ... 11

3. Keterampilan Menulis ... 20

4. Karangan ... 23

5. Karangan Narasi ... 28

6. Analisis Kesalahan Berbahasa ... 29

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 40

C. Kerangka Pikir ... 41

BAB III : METODE PENELITIAN A.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

(9)

v

D.Populasi dan Sampel ... 44

1. Populasi ... 44

2.Sampel ... 45

E. Teknik Pengumpulan Data ... 45

F. Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV : DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A.Profil Sekolah ... 47

1. Gambaran Umum MTs Darussalam Ciampea ... 47

2. Keadaan Tenaga Pendidik ... 47

3. Keadaan Siswa ... 47

B.Deskripsi Data ... 48

C.Interpretasi Data ... 55

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 56

B. Saran ... 56

(10)

1 A. Latar Belakang

Para ahli bahasa selalu menghimbau agar pemakaian bahasa senantiasa berusaha untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ini menunjukkan bahwa masih sering ditemukan kesalahan berbahasa dalam proses kehidupan bermasyarakat yang menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering pula dilakukan oleh kaum intelektual dan mereka yang telah memegang jabatan penting dalam bidang pemerintahan. Sangat ironis tampaknya bila kesalahan berbahasa tersebut, sering dilakukan oleh mereka yang berpendidikan tinggi.1

Sesuai dengan perubahan waktu dan kemajuan peradaban manusia, ilmu bahasa juga senantiasa turut mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi masyarakat. Oleh karena itu, kita dituntut untuk senantiasa memberi perhatian yang serius terhadap pemakaian bahasa Indonesia. Mempelajari, mengkaji, membina, dan mengembangkan Bahasa Indonesia adalah wujud perhatian kita sebagai bangsa Indonesia terhadap bahasa nasional. Realisasi perhatian tersebut, disalurkan melalui pengajaran bahasa, mengkaji unsur-unsur bahasa, penertiban buku-buku bahasa, dan pembinaan melalui pendidikan formal dan media komunikasi massa.

Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah berisikan pengetahuan bahasa dan keterampilan berbahasa. Pendidikan pengetahuan bahasa mencakup pengajaran di bidang fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Adapun pendidikan keterampilan berbahasa meliputi keterampilan berbicara, mendengar, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan bahasa tersebut telah diajarkan secara intensif di sekolah-sekolah, tetapi tujuan pendidikan bahasa belum tercapai sebagaimana

1

(11)

yang diharapkan, sebab masih ditemukan adanya kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh anak didik khususnya dan masyarakat berpendidikan pada umumnya.2

Salah satu usaha untuk meningkatkan mutu pengetahuan bahasa dan sastra Indonesia di sekolah adalah pendidikan di bidang kelas kata. Ruang lingkup kajian kelas kata cukup luas dan kompleks. Oleh sebab itu, agar pembahasan di dalam skripsi ini terfokus, peneliti hanya mengkaji satu apek kajian kelas kata, yaitu kata penghubung dalam kalimat majemuk. Penelitian tertarik pada aspek ini, sebab umumnya di kalangan siswa MTs Darussalam Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor masih banyak yang belum mampu menggunakan kata penghubung dalam kalimat majemuk secara implisit dan konsisten.

Kata penghubung memegang peranan penting dalam pembentukan kalimat majemuk. Kata penghubung atau konjungsi adalah kategori kata yang berfungsi untuk meluaskan satuan yang lain dalam konstruksi hipotaksis dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam konstruksi. Konjungsi menghubungkan bagian-bagian ujaran yang setataran dan tidak setataran. Misalnya: Ia pergi karena saya dan Ia pergi karena saya mengusirnya. Penempatan kata penghubung dalam kalimat majemuk secara tidak tetap dapat menyebabkan kesalahan persepsi mengenai kalimat tersebut. Oleh sebab itu, pemakaian kata penghubung dalam kalimat harus dilakukan sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Ketepatan pemakaian bahasa menempatkan kata penghubung dalam kalimat yang dibuat akan memudahkan orang untuk memahami apa yang ingin disampaikan, baik secara lisan maupun tertulis.3

Dalam beberapa penulisan kalimat majemuk yang terdapat pada KTSP dan silabus, penggunaan kata penghubung yang dituangkan dalam kalimat majemuk serta cara siswa mengerjakan soal-soal bahasa Indonesia yang diberikan di dalam kelas dan hasil ujian tersebut masih banyak ditemukan kekeliruan siswa dalam menempatkan kata penghubung di dalam kalimat majemuk.

2

Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), h. 43.

3

(12)

Kesalahan pemakaian kata penghubung dalam kalimat majemuk yang sering ditemukan pada karya tulis siswa antara lain disebabkan oleh:

1) Tidak cermat menentukan kata penghubung yang harus dipakai dalam kalimat majemuk tertentu.

2) Tidak memahami penempatan yang tepat suatu kata penghubung dalam kalimat majemuk.

Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti analisis penggunaan kata penghubung dalam kalimat majemuk bahasa Indonesia siswa kelas IX MTs Darussalam Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Siswa kurang memahami bahasa yang baik dan benar. 2. Siswa sering tidak berbahasa dengan baik dan benar. 3. Siswa kurang berminat belajar berbahasa Indonesia. 4. Siswa malu berbahasa Indonesia yang baik dan benar. 5. Siswa kurang menguasai tata bahasa.

6. Keterangan siswa dalam menulis narasi masih kurang. C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini menelaah kesalahan penggunaan kata penghubung dalam karangan narasi. Penelitian ini dilakukan di MTs Darussalam Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor dan hanya meneliti tentang kesalahan-kesalahan dalam penggunaan kata penghubung dalam karangan narasi siswa kelas IX semester I Tahun Pelajaran 2013/2014.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

(13)

2. Bagaimanakah bentuk-bentuk kesalahan penggunaan kata penghubung dalam karangan narasi siswa kelas IX MTs Darussalam?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Mengetahui tingkat kesalahan penggunaan kata penghubung dalam karangan narasi siswa kelas IX MTs Darussalam.

2. mengetahui bentuk-bentuk kesalahan penggunaan kata penghubung dalam karangan narasi siswa kelas IX MTs Darussalam.

F. Kegunaan Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara tertulis maupun praktis kepada:

1. Peneliti dapat mengetahui seberapa besar pengaruh penggunaan kata penghubung terhadap keefektifan proses belajar mengajar terutama dalam materi keterampilan menulis narasi.

2. Guru dapat memanfaatkan hasil penelitian sebagai salah satu cara untuk dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan narasi siswa.

3. Memberikan kemudahan bagi siswa dalam belajar Bahasa dan Sastra Indonesia terutama dalam menulis karangan narasi.

(14)

5 A. Landasan Teori

1. Kelas Kata Bahasa Indonesia

Kelas kata (jenis kata) adalah golongan kata dalam satuan bahasa berdasarkan bentuk, fungsi, dan makna dalam sistem gramatikal. Untuk menyusun kalimat yang baik dan benar, pemakai bahasa harus mengenal jenis dan fungsi kata.1

Fungsi kelas kata antara lain adalah melambangkan pikiran atau gagasan yang abstrak menjadi konkret, membentuk bermacam-macam struktur kalimat, memperjelas makna gagasan kalimat, membentuk satuan makna sebuah frasa, klausa, atau kalimat, membentuk gaya pengungkapan sehingga menghasilkan karangan yang dapat dipahami dan dinikmati oleh orang lain, mengungkapkan berbagai jenis ekspresi, antara lain: berita, perintah, penjelasan, argumentasi, pidato, pidato, dan diskusi, dan mengungkapkan berbagai sikap, misalnya: setuju, menolak, dan menerima.2

Berikut adalah uraian mengenai kelas kata dalam bahasa Indonesia a. Verba

Berdasarkan bentuk kata (morfologis), verba dapat dibedakan menjadi: (1) verba dasar (tanpa afiks), misalnya: makan, pergi, minum, duduk, dan tidur; (2) verba turunan, a) verba dasar + afiks (wajib) menduduki, mempelajari, menyanyi; b) verba dasar + afiks (tidak wajib) (mem)baca, (men)dengar, (men)cuci; c) verba dasar (terikat afiks) + afiks (wajib) bertemu, bersua, mengungsi; d) reduplikasi atau bentuk ulang berjalan-jalan, minum-minum, mengais-ngais; e) majemuk cuci mata, naik haji, belai kasih.

Berdasarkan banyaknya pembuktian (argumentasi), verba dapat dibedakan menjadi (1) verba transitif disertai objek (a) monotransitif, misalnya: menyanyikan

1

Widjono; Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo, 2007), hal. 131.

2Ibid

(15)

lagu, membacakan buku, melukiskan pemandangan; (b) verba bitransitif, misalnya: menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Maju Tak Gentar; (c) verba ditransitif, misalnya: mengembangkan agrobisnis, pendidikan berteknologi tinggi. (2) Verba intransitive tidak menghendaki adanya objek.

Berdasarkan perilaku sintkaksis yaitu sifat verba dalam hubungannya dengan kata lain dalam bentuk frasa (kelompok kata), klausa (anak kalimat), dan kalimat, dengan memperhatikan fungsi, jenis, dan perilaku dalam kalimat.

Berdasarkan fungsi: 1) verba sebagai objek 2) verba sebagai subjek 3) verba sebagai pelengkap 4) verba sebagai keterangan

Berdasarkan jenis dalam hubungan verba dengan nomina: 1) Verba aktif subjek sebagai pelaku

2) Verba pasif sebagai sasaran atau penderita

3) Verba antiaktif tidak dapat dibentuk menjadi verba aktif 4) Verba antipasif tidak dapat dibentuk menjadi pasif b. Adjektiva

Adjektiva ditandai dengan dapat didampingkannya kata lebih, sangat, agak, dan paling.Berdasarkan bentuknya, adjektiva dibedakan menjadi: (1) adjektiva dasar, misalnya: baik, adil, dan boros; (2) adjektiva turunan, misalnya: alami,baik-baik dan sungguh-sungguh; (3) adjektiva paduan kata (frasa) ada dua macam: (a) subordinatif jika salah satu kata menerangkan kata lainnya, misalnya: panjang tangan, buta warna, murah hati; dan (b) koordinatif setiap kata tidak saling menerangkan, misalnya: gemuk sehat, cantik jelita dan aman sentosa. Contoh:

(1) Adjektiva dasar

(16)

(a) Bisnisnya berkembang secara alami.

(b) Ia bekerja sungguh-sungguh hingga mencapai target. (3) Adjektiva paduan kata (frasa)

(a) Subordinatif (bertingkat, salah satu kata menerangkan kata lainnya) 1) Orang buta warna tidak dapat melukis dengan sempurna. 2) Mereka makan siang di rumah makan.

(b) Koordinatif (gabungan kata atau frasa yang tidak saling menerangkan)

1) Bayi yang gemuk sehat jauh dari penyakit.

2) Gadis cantik jelita itu menjadi bunga di kampusnya. c. Nomina

Nomina ditandai dengan tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak, tetapi dapat dinegatifkan dengan kata bukan: tidak kekasih seharusnya bukan kekasih. Nomina dapat dibedakan:

(1) Berdasarkan bentuknya:

(a) nomina dasar: rumah, orang, burung, dan sebagainya. (b) nomina turunan:

Ke- : kekasih, kehendak Per- : pertanda, persegi Pe- : petinju, petani Peng- : pengawas, pengacara -an : tulisan, bacaan

Peng-an : penganiayaan, pengawasan Per-an : perastuan, perdamaian Ke-an : kemerdekaan, kesatuan (2) Berdasarkan sub kategori:

(a) nomina bernyawa (kerbau, sapi, manusia) dan tidak bernyawa (bunga, rumah);

(17)

d. Promina

Promina adalah kata yang dipakai untuk mengacu ke nomina lain, berfungsi untuk mengganti nomina. Ada tiga macam Promina, yaitu:

(1) Promina persona adalah Promina yang mengacu kepada ornag. Persona pertama tunggal saya, aku, daku, -ku dan persona jamak kami; persona kedua tunggal engkau, kamu, anda, dikau, kau-, -mu, persona jamak kalian,kamu sekalian, anda seklaian; persona ketiga tunggal ia, dia, beliau, -nya.

(2) Promina penunjuk: (a) Promina penunjuk umum ialah, ini, itu, dan anu; Promina penunjuk tempat sini, sana, situ.

(3) Promina penanya adalah Promina yang digunakan sebagai pemarkah (penanda) pertanyaan. Dari segi makna, ada tiga jenis yaitu: (a) orang siapa, (b) barang apa menghasilkan turunan mengapa, kenapa, dengan apa; (c) pilihan mana menghasilkan turunan di mana, ke mana, dari mana, bagaimana, dan bilamana.

Promina berfungsi untuk menggantikan nomina. Nomina yang digantikan disebut anteseden. Berdasarkan hubungannya dengan nomina, Promina dibedakan atas:

(1) Promina intelektual dalam hubungan teks yang sama.

Rudi sahabat saya. Pekerjaanya mengajar di SMU Negeri 1 Jakarta (bersifat anaforis, yaitu penunjukkan kembali kepada suatu anteseden dengan pengulangan atau substitusi gramatikal -nya merupakan anafora, Rudi sahabat saya merupaka anteseden).

(2) Pronomina ekstratekstual dalam hubungan teks yang berbeda. (a) Saya yang mengerjakannya.

(b) Itu telah lama kutunggu.

(18)

Berdasarkan refrensinya Promina dibedakan atas:

(1)Promina takrif (pemberitahuan, pernyataan, penentuan, batasan) mengacu kepada bentuk persona formal tertentu, misalnya, Promina pertama tunggal saya, aku, kami, ia, mereka.

Contoh: Perawat itu baik. Ia selalu menolongku.

(2)Promina taktarif (tidak mengacu kepada bentuk persona atau benda tertentu), misalnya: beberapa, berbagai, segenap.

e. Numeralia

Numeralia dapat diklasifikasikan berdasarkan subkategori: (1) numeralia takrif (tertentu): (a) numeralia pokok ditandai dengan jawaban berapa? Satu, dua, tiga, dst. (b) numeralia tingkat ditandai dengan jawaban Yang ke berapa? dan (c) numeralia kolektif ditandai dengan satuan bilangan, misalnya: lusin, kodi, meter. (2) Numeralia tak takrif (tak tentu), misalnya: beberapa, berbagai, segenap.

f. Adverbia

Adverbia adalah kata yang member keterangan pada verba, adjektiva, nomina predikatif, atau kalimat. Dalam kalimat, adverbial dapat mendampingi adjektiva, numeralia, atau proposisi. Berdasarkan bentuknya, adverbial mempunyai,

1. Bentuk tunggal (monomofermi) : sangat, hanya, lebih, segera, agak, dan akan. Misal :

a. Orang itu sangat bijaksana.

b. Ia hanya membaca satu buku, bukan dua.

2. Bentuk jamak (polimofermis) : belum tentu, benar-benar, jangan-jangan, kerap kali, lebih-lebih,mau tidak mau, mula-mula. Misalnya,

a. Mereka belum tentu pergi pada hari ini.

(19)

Interogativa berfungsi menggantikan sesuatu yang hendak diketahui oleh pembicara atau mengukuhkan sesuatu yang telah diketahuinya. Contoh: apa, siapa, berapa, mana, yang mana,mengapa, dan kapan.

a. Berapa uang yang kau perlukan? b. Yang mana rumah orang itu? h. Demonstrativa

Demonstrative berfungsi untuk menunjukkan sesuatu di dalam atau di luar wacana. Sesuatu tersebut disebut anteseden. Contoh: ini, itu, di sini, di situ, berikut, dan begitu.

a. Di sini, kita akan berkonsentrasi menghasilkan karya terbaik kita. b. Bukti ini merupakan indikator bahwa orang itu berniat baik. i. Artikula

Artikula berfungsi untuk mendampingi nomina dan verba pasif. Contoh: si, sang, sri, para, kaum, dan umat.

a. Si Kecil itu selalu datang merengek-rengek minta sesuatu. b. Sang penyelamat akan datang saat kita perlukan.

j. Preposisi

Preposisi adalah kata yang terletak di depan kata lain sehingga berbentuk frasa atau kelompok kata.

1. Preposisi dasar: di, ke, dari, pada, demi, dan lain-lain

a. Demi kemakmuran bangsa, mari kita tegakkan hokum dan keadilan. 2. Preposisi turunan: di antara, di atas, ke dalam, kepada, dan lain-lain.

a. Di antara calon peserta lomba terdapat nama seorang peserta yang sudah menjadi juara selama dua tahun.

k. Konjungsi

Konjungsi berfungsi untuk menghubungkan bagian-bagian kalimat atau kalimat yang satu dengan kalimat lain dalam suatu wacana. Konjungsi dikelompokkan menjadi dua:

1. Konjungsi intrakalimat: agar, atau, dan, hingga, sedang, sehingga, serta, supaya, tetapi, dan sebagainya.

(20)

b. Mereka bekerja keras sehingga berhasil mendapatkan cita-citanya.

2. Konjungsi ekstrakalimat: jadi, di samping itu, oleh karena itu, oleh sebab itu, dengan demikian, walaupun demikian, akibatnya, tambahan pula, dan sebagainya.

a. Pengusaha itu kaya raya dan dermawan. Oleh karena itu, ia dihormati oleh tetangga di sekitar rumahnya.

b. Kualitas pendidikan kita tertinggal dari Negara maju. Oleh sebab itu, kita harus bekerja keras untuk mengejar ketinggalan ini.

l. Fatis

Fatis berfungsi untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan. Jenis kata ini lazim digunakan dalam bidang dialog atau wawancara. Misalnya: ah, ayo, kok, mari, nah,dan yah.

a. Kita memilikin kekayaan budaya. Ayo, kita tingkatkan produktivitas kita menjadi produk baru selera dunia.

b. Nah, seruan itulah yang aku tunggu-tunggu.

m. Interjeksi

Interjeksi berfungsi untuk mengungkapan perasaan, terdiri atas dua jenis: 1. Bentuk dasar: aduh, eh, idih, ih, wah, dan sebagainya.

a. Aduh, mengapa Anda harus menghadapi masalah seberat itu. b. Wah, saya merasa amat tersanjung dengan sambutan ini.

2. Bentuk turunan: alhamdulillah, astaga, brengsek, insya Allah, dan sebagainya. a. Alhamdulillah, ekonomi Negara kita berangsur-angsur membaik.

b. Astaga, gedung itu dibom oleh teroris.3 2. Kata Penghubung

a. Pengertian Kata Penghubung

Tjiptaji dan Negoro mengatakan bahwa kata penghubung ialah kata yang menghubungkan kata dengan kata, frase dengan frase ataupun kalimat dengan

3Ibid.

(21)

kalimat.4 Selanjutnya, Ambary kata sambung atau kata penghubung ialah kata yang bertugas menghubungkan kalimat, bagian kalimat atau kata dengan sekaligus menentukan macam hubungannya.5

Menurut Kridalaksana kata tugas yaitu yang menghubungkan dua klausa atau lebih atau konjungsi merupakan kata sambung.6 Menurut Moeliono, mengatakan bahwa kata penghubung atau konjungsi adalah kata untuk meluaskan satuan yang baru dalam konjungsi hipotaksis dan selalu menghubungkan bagian-bagian ujaran baik yang setara maupun tidak setara.7

Berdasarkan definisi dapat disimpulkan bahwa kata penghubung atau kata sambung atau konjungsi adalah kata yang dipergunakan untuk menghubungkan antara satuan dengan satuan yang lain. Hubungan satuan dengan satuan tersebut dapat berupa kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, dan paragraf dengan paragaf.

b. Macam-Macam Kata Penghubung Menurut Hubungan Unsur-Unsurnya. Dilihat dari macam hubungan yang dinyatakan oleh kata penghubung terdapat beberapa cara atau sifat menghubungkan kata-kata atau kalimat-kalimat. Menurut Ambary ada 14 macam cara atau sifat yang dinyatakan oleh kata-kata penghubung yaitu menyatakan gabungan, pilihan, waktu, sebab/akibat, tujuan/maksud penentangan, syarat/perwatakan, pengandaian, kesertaan, perlawanan perbandingan, peningkatan, penjelasan, dan menyatakan kesinambungan.8

Pada uraian berikut ini, penulis memberikan contoh kata penghubung menurut sifat yang dinyatakan oleh kata penghubung tersebut.

1) Untuk menyatakan gabungan, misalnya kata penghubung: dan, lagi, dan serta. Contoh:

4

Bambang dan Negoro, Rangkuman Tata Bahasa Indonesia, (Jakarta: Yudhistira, 1975), h. 90.

5

Abdullah Ambari, Intisari Tata Bahasa Indonesia, (Bandung: Djatnika, 1983), h. 132.

6

Harimurti Kridalaksana, Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1986), h. 235.

7

Anton M. Moeliono, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 235.

8

(22)

a. Saya menangkap ayam itu, dan ayah memotongnya. b. Adik menyanyi dan saya menari.

c. Tulisan anak itu bersih lagi jelas. d. Ia kaya serta baik hati.

2) Untuk menyatakan perbandingan, misalnya kata penghubung: laksana, seperti, dan bagaikan.

Contoh:

a. Gadis yang cantik itu laksana burung Balam mata lepas badan terkurung. b. Mukanya pucat seperti bulan kesiangan.

c. Mata anak itu berbinar-binar bagaikan bintang dilangit.

3) Untuk menyatakan waktu misalnya kata penghubung: ketika, sesudah itu, setelah, sehingga, apabila, maka, semenara, sebelum, sejak, sesudah, dan bila.

Contoh:

a. Ketika ia datang, saya berangkat b. Ia datang ketika saya berangkat

c. Ketika mereka tiba di sini, kami tidak ada

d. Ayah memanjat pohon itu, sesudah itu dipetiknya beberapa buah. e. Soal ini akan segera kita rembukkan, setelah saudara sampai disini.

f. Modal di Bank terbatas, sehingga tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit.

g. Apabila belajar sungguh-sungguh, saudara akan berhasil dalam ujian. h. Pada hari itu saya berhalangan hadir, maka rapat akan dipimpin oleh

saudara Andi.

i. Pemberianku ini dapat menjadikan bekal, sementara kiriman orang tuamu belum datang.

j. Kita tidak bisa berbuat apa-apa, sebelum ada keputusan pengadilan. k. Usaha dagangannya lancar sejak ia beristri dua.

(23)

m. Kami akan menentukan sikap bila persoalan itu telah sampai pada kami. 4) Untuk menyatakan perlawanan, misalnya kata penghubung: tetapi dan

melainkan. Contoh:

a. Adiknya rajin belajar, tetapi ia sendiri malas belajar

b. Hukuman sangat berat, tetapi tampaknya pengedar narkotik itu tidak gentar.

c. Dia bukan pelajar SD No. 224 Pangia, melainkan pelajar SDN No. 5 Samanggi.

d. Ardian bukan anak saya, melainkan anak pak Diman.

5) Untuk menyatakan tak bersyarat, misalnya kata penghubung meskipun, walaupun, dan biarpun.

Contoh:

a. Meskipun hukuman sangat berat, tampaknya pengedar narkotik tidak gentar.

b. Walaupun malam tadi ia bertugas siskamling, ia masuk kantor juga seperti biasa.

c. Walaupun hari hujan, ia berangkat juga ke kantor. d. Biarpun harganya mahal, kami harus juga membelinya.

6) Untuk menyatakan maksud/tujuan, misalnya kata penghubung: agar, supaya, dan agar supaya.

Contoh:

a. Agar cita-cita saudara tercapai, saudara harus bekerja keras. b. Makanlah obat ini agar sakit anda lekas sembuh.

c. Ini sangat penting, agar kondisi badan kami tetap terjamin.

d. Laju inflasi perlu dikendalikan supaya kepercayaan masyarakat terhadap nilai uang dapat diperhatikan.

e. Peristiwa itu ada juga hikmahnya, supaya kita lebih hati-hati di masa yang akan datang.

(24)

7) Untuk menyatakan sebab/akibat, misalnya kata penghubung: karena, karena itu, sehingga, dan sebab itu.

Contoh:

a. Karena modal di bank terbatas, tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit.

b. Karena sibuk, ia lupa makan.

c. Orang tuanya terpaksa mencari pekerjaan tambahan, sebab penghasilannya tidak cukup.

d. Mereka bekerja dengan rencana yang tidak matang, karena itu hasilnya tidak memuaskan.

e. Anak itu salah menyampaikan berita, karena itu terjadilah kesalahpahaman.

f. Hatinya telah demikian kesal sehingga tak tahu lagi apa yang mesti ia kerjakan.

g. Pembangunan akan berjalan lancar seandainya segenap lapisan masyarakat turut berprestasi.

c. Jenis Kata Penghubung Dilihat dari Perilaku Sintaktiknya

Dalam tulisan ini penulis hanya akan membahas empat jenis konjungsi tersebut, yaitu konjungsi koordinatif, konjungsi subordinatif, konjungsi korelatif dan konjungsi antar kalimat.

1. Konjungsi Koordinatif

Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur atau lebih dari kedua unsur itu memiliki status sintaktik yang sama, sebagai berikut:

(25)

Konjungsi koordinatif agak berbeda dengan konjungsi lain, karena konjungsi itu disamping menghubungkan klausa juga dapat menghubungkan kata. Meskipun demikian, frase yang dihasilkan bukanlah frase proposional.

Contoh:

a. Dia mencari saya, dan adik saya

b. Badannya kurus dan mukanya sangat pucat

c. Mereka sedang belajar atau mereka sedang ngobrol

d. Aku yang datang ke rumahmu atau kamu yang datang ke rumahku. e. Dia menangis, tetapi istrinya hanya terdiam saja.

f. Yang kita cari adalah hotel yang sederhana, tetapi bersih.

Jika salah satu atau kedua-duanya akan dinyatakan, maka orang yang sering memakai dua konjungsi secara bersamaan, yakni, dan/atau, dengan garis miring di antara kedua kata itu.

Contoh:

a. Kami mengundang ketua dan/atau sekretaris.

b. Para Dekan dan/atau pembantu Dekan satu diminta hadir. 2. Konjungsi Subordinatif

Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua klausa atau lebih dan klausa itu tidak memiliki status sintaksis yang sama. Salah satu dari klausa itu merupakan anak kalimat dari kalimat induknya.

Ditinjau dari perlakuan sintaksis dan semantisnya, konjungsi subordinat dapat dibagi menjadi sepuluh kelompok dengan contoh sebagai berikut.

a. Konjungsi subordinatif waktu, misalnya: ketika dan sebelum Contoh:

1. Saya sedang mandi ketika dia datang

2. Kami tak dapat berbuat apa-apa sebelum ada putusan pengadilan. b. Konjungsi subordinatif syarat, misalnya: jika dan kalau.

Contoh:

1. Ibu Ita akan naik haji jika tanahnya laku.

(26)

c. Konjungsi subordinatif pengandaian, misalnya: andaikata dan seandainya. Contoh:

1. Andaikata engkau tidak bersalah, aku berani membelamu

2. Seandainya aku tidak ditugaskan di kota ini, kita tidak dapat bertemu lagi. d. Konjungsi subordinatif tujuan, misalnya: agar dan supaya.

Contoh:

1. Agar siswanya lulus ujian, ia menyelenggarakan pelajaran tambahan. 2. Jangan diungkit-ungkit perkara itu supaya tidak timbul lagi perselisihan. e. Konjungsi subordinatif konsesif, misalnya: meskipun dan walaupun.

Contoh:

1. Meskipun hari hujan, dia datang juga.

2. Elisabeth sudah siap menjadi ratu, walaupun ia masih muda belia. f. Konjungsi subordinatif pemiripan, misalnya: seolah-olah dan seakan-akan.

Contoh:

1. Dia itu takut kepada saya seolah-olah saya musuhnya 2. Ia merasa seakan-akan bumi berputar lebih cepat.

g. Konjungsi subordinatif pengakibatan, misalnya: sehingga dan sampai. Contoh:

1. Saya betul-betul terpesona kepadanya, sehingga saya terus menatapnya. 2. Sangat asiknya membaca sampai mereka lupa makan.

h. Konjungsi subordinatif penyebab, misalnya: karena dan sebab. Contoh:

1. Hari ini dia tidak masuk kantor karena sakit. 2. Bibi sangat kesepian sebab tidak mempunyai anak. i. Konjungsi subordinatif penjelasan, misalnya: bahwa.

Contoh:

1. Kami mendengar kabar bahwa ayahnya meninggal kemarin. j. Konjungsi subordinatif cara, misalnya: dengan.

Contoh:

(27)

3. Konjungsi Korelatif

Konjungsi korelatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua kata, atau klausa kedua unsur memiliki status sintaksis yang sama. Konjungsi korelatif terdiri atas dua bagian yang dipisahkan oleh salah satu kata, frase atau klausa yang dihubungkan. Misalnya:

a) Baik…, maupun …, (maupun) …. b) Tidak hanya …, tetapi (…) juga …. c) Demikian (rupa) … Sehingga …. d) Apa (kah) … atau ….

e) Entah …, …, entah …. f) Jangan …, …, pun …. Contoh:

1) Baik anda, maupun istri anda, maupun mertua anda akan menerima cindera mata.

2) Tidak hanya kita harus setuju, tetapi kita juga harus patuh.

3) Kita harus mengerjakan demikian rupa sehingga hasilnya benar-benar baik. 4) Apakah anda setuju atau tidak, kami pun tetapmelaksanakannya

5) Entah disetujui entah tidak, dia tetap akan mengusulkan gagasannya. 6) Jangankan orang lain, orang tuanya sendiri pun tidak dihormati 4. Konjungsi Antarkalimat

Konjungsi antar kalimat adalah konjungsi yang menghubungkan antar kalimat yang satu dengan yang lain. Konjungsi ini terdiri atas beberapa kelompok, yaitu:

a. Konjungsi yang menyatakan kesediaan untuk melakukan sesuatu yang berbeda ataupun yang bertentangan dengan yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya. Misalnya konjungsi biarpun begitu.

Contoh:

1. Kami tidak sepaham dengan mereka Kami tidak berani menegurnya

(28)

b. Konjungsi yang menyatakan kelanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya. Misalnya konjungsi sesudah itu.

Contoh:

1. Rika mencuci kakinya Rika pergi ke tempat tidur

2. Rika mencuci kakinya. Sesudah itu, Rika pergi ke tempat tidur.

c. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa, atau keadaan lain diluar dari yang telah dinyatakan sebelumnya. Misalnya konjungsi selain itu.

Contoh:

1. Pak Rudi mengalami penyakit demam tulang Dia juga mengidap penyakit tekanan darah rendah

2. Pak Rudi mengalami penyakit demam tulang. Selain itu, dia juga mengidap penyakit tekanan darah rendah.

d. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa atau keadaan lain yang mengacu kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya. Misalnya konjungsi sebaliknya.

Contoh:

1. Para pencuri tidak menghiraukan tembakan polisi. Mereka melawan polisi itu dengan tangan besi.

2. Para pencuri tidak menghiraukan tembakan polisi. Sebaliknya mereka melawan polisi itu dengan tangan besi.

e. Konjungsi yang menyatakan keadaan yang sebenarnya. Misalnya konjungsi sesungguhnya.

Contoh:

1. Persoalan yang akan dialaminya memang rumit Persoalan itu sudah dipikirkan jauh sebelumnya.

2. Persoalan yang akan dialaminya memang rumit. Sesungguhnya persoalan itu sudah jauh dipikirkan sebelumnya.

f. Konjungsi yang menyatakan penguatan keadaan yang dinyatakan sebelumnya. Misalnya konjungsi bahkan.

(29)

1. Wartawan itu baru tahu soal/kasus pembunuhan itu. Dia baru mulai menggarapnya.

2. Wartawan itu baru tahu soal/kasus pembunuhan itu. Bahkan, dia baru mulai menggarapnya.

g. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan yang sebelumnya. Misalnya konjungsi akan tetapi.

Contoh:

1. Situasi Aceh sudah mulai aman terkendali. Masyarakat Aceh tetap waspada setiap hari.

2. Situasi Aceh sudah mulai aman terkendali. akan tetapi, masyarakat Aceh tetap waspada setiap hari.

3. Keterampilan Menulis a. Hakikat Menulis

Menulis pada dasarnya kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan secara tertulis kepada pihak lain. Menulis sebagai suatu keterampilan berbahasa yang dituntut untuk dapat menyusun dan mengorganisasikan tulisan dengan bahasa tulisan yang baik. Di sekolah dasar terdapat keterampilan berbahasa, menulis masuk ke dalam aspek reseptif dan produktif.

Tarigan (2009), mengemukakan tentang pengertian menulis yaitu :

Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif karena penulis harus terampil menggunakan grofologi, strukur bahasa dan kosa kata. Keterampilan menulis ini tidak datang secara otomatis melainkan harus melalui latihan dan praktek yang banyak dan teratur.9

Dalam kehidupan modern ini dijelaskan bahwa keterampilan menulis sangat dibutuhkan. Kiranya tidaklah terlalu berlebihan bila kita katakan bahwa keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar. Sehubungan dengan hal ini ada seorang penulis mengatakan

9

(30)

bahwa” menulis dipergunakan oleh orang terpelajar untuk mencatat/merekam,

meyakinkan, melaporkan/memberitahukan dan mempengaruhi maksud dan tujuan seperti itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh orang-orang yang dapat menyusun pikirannya dan mengutarakannya secara jelas, kejelasan ini tergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian kata-kata dan struktur kalimat. Mengacu pada proses pelaksanaannya, menulis merupakan kegiatan yang dipandang sebagai suatu keterampilan, proses berpikir (kegiatan bernalar), kegiatan transformasi, kegiatan berkomunikasi.

Alkhaidah dalam Novi Resmini dan Dadan Juanda (2008) mengemukakan, secara makro menyatakan keuntungan menulis sebagai berikut :

1. Mengenali kemampuan dan potensi diri. 2. Mengembangkan berbagai gagasan.

3. Memaksa kita menyerap, mencari, dan menguasai informasi.

5. Mengorganisasikan gagasan sistematis serta mengungkapkan secara tersurat. 6. Memecahkan masalah secara konkret.

7. Membiasakan berpikir dan berbahasa secara tertib. 8. Mendorong belajar aktif.10

Dari penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa menulis merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menuangkan sebuah ide-ide atau gagasan yang ingin disampaikan penulis kepada orang lain dan dapat menghasilkan tulisan dengan begitu seseorang akan memiliki kosa kata keterampilan menulis siswa baik dan juga memiliki bahasa yang baik pula maka akan bermanfaat bagi siswa itu sendiri.

b. Tahapan dalam Proses Menulis

Tompkins dalam Novi Resmini dan Dadan Juanda, (2008), menguraikan proses menulis menjadi lima tahap yang didentifikasi melalui serangkaian penelitian tentang proses menulis sebagai berikut :

Tahap 1 : Pramenulis.

Pada tahap menulis siswa berusaha mengemukakan apa yang mereka tulis. Dalam hal ini guru bisa menggunakan

10

(31)

strategi pramenulis yang diimplementasikan di kelas untuk membantu siswa memilih tema dan menentukan lancarnya proses menulis.

Tahap 2 : Penyusunan Draft Tulisan (Drafting)

Dalam proses menulis, siswa menulis dan menyaring tulisan mereka ke dalam konsep. Selama tahap penyusunan konsep, siswa terfokus dalam pengumpulan gagasan. Perlu disampaikan kepada siswa bahwa tahap ini mereka tidak perlu merasa takut melakukan kesalahan.

Tahap 3 : Perbaikan (Revising)

Selama tahap perbaikan, penulis menyaring ide-ide dalam tulisan mereka. Siswa biasanya mengakhiri proses menulis begitu mereka mengakhiri dan melengkapi draft kasar, mereka percaya bahwa tulisan mereka telah lengkap.

Tahap 4 : Penyuntingan (Editing)

Penyuntingan merupakan penyempurnaan tulisan sampai pada bentuk akhir. Sampai tahap ini, fokus utama proses menulis adalah pada isi tulisan siswa dengan fokus berganti pada kesalahan mekanik.

Tahap 5 : Pemublikasian (Publishing)

Pada tahap akhir proses penulisan, siswa mempublikasikan tulisan mereka dan menyempurnakan dengan membaca pendapat dan komentar yang diberikan teman atau siswa lain, orang tua dan komunitas mereka sebagai penulis misalnya dapat dilakukan dengan kegiatan penugasan membacakan hasil menulis puisi di depan kelas.11

c. Tujuan Menulis

Menulis memiliki tujuan yang bermacam-macam, tergantung dari tujuan si penulis ingin menulis sesuai yang dikehendaki. Hugo Hartig dalam Novi Resmini dan Dadan Juanda (2008:118), menjelaskan mengenai tujuan penulisan sesuatu tulisan merangkumnya sebagai berikut :

1. Assigment purpose (tujuan penugasan)

Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis, menulis karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri (misalnya para siswa diberi tugas merangkum buku, sekertaris ditugaskan membuat laporan).

2. Altruistic purpose (tujuan altruistik)

11Ibid.

(32)

Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca menghargai persaan dan penalarannya, membuat hidup para pembaca lebih mudah dengan karyanya itu.

3. Persuasive purpose (tujuan persuasif)

Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan.

4. Informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan)

Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan/penerangan kepada para pembaca.

5. Self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri)

Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada pembaca.

6. Creative purpose (tujuan kreatif)

Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan perernyataan diri. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian.

7. Problem Solving purpose ( tujuan pemecahan masalah)

Tujuan ingin memecahkan masalah yang dihadapi, ingin menjelaskan, menjernihkan, serta menjelajahi dan meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasannya sendiri agar dapat diterima oleh para pembaca.12

Dari penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa tujuan dari pada menulis itu memiliki berbagai macam tujuan tergantung dari sisi penulis dan sisi pembaca menyikapi hal tersebut seperti di kemukakan di atas. Adapun tujuan menulis misal : memberitahu, mempengaruhi, menghibur,mengejek tergantung dari sisi penulis dan masih banyak yang lainnya oleh karena itu menulis sangat penting dan bermanfaat untuk menambah kosa kata siswa dalam menulis.

4. Karangan

a. Pengertian Karangan

Pada umumnya, karangan dipandang sebagai suatu perbuatan atau kegiatan komunikatif antara penulis dan pembaca berdasarkan teks yang telah

12Ibid.

(33)

dihasilkan.13 Begitu juga istilah karangan (komposisi) yang dikemukakan Ahmadi (1990) bahwa karangan diartikan sebagai rangkaian kata-kata atau kalimat.14 Selain itu, karangan menurut Gie (1995) memiliki pengertian hasil perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca.15

Sirait, (1985) memberi batasan pengertian karangan yaitu setiap tulisan yang diorganisasikan yang mengandung isi dan ditulis untuk suatu tujuan tertentu biasanya berupa tugas di kelas.16 Widyamartaya (1990) mengatakan bahwa mengarang dapat dipahami sebagai keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang dalam mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami dengan tepat seperti yang dimaksud oleh pengarang.17

Karangan merupakan suatu proses menyusun, mencatat, dan mengkomunikasikan makna dalam tataran ganda, bersifat interaktif dan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan suatu sistem tanda konvensional yang dapat dilihat. Karangan terdiri dari paragraf-paragraf yang mencerminkan kesatuan makna yang utuh. Menurut Keraf (1994) karangan adalah bahasa tulis yang merupakan rangkaian kata demi kata sehingga menjadi sebuah kalimat, paragraf, dan akhirnya menjadi sebuah wacana yang dibaca dan dipahami.18

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan karangan adalah hasil rangkaian kegiatan seseorang dalam mengungkapkan gagasan atau buah pikirannya melalui bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh orang lain yang membacanya.

b. Ciri-Ciri Karangan yang Baik

13

Ahmadi, Materi Dasar Pengajaran Komposisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: PPLPTK, 1988), h. 20.

14

Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar Keterampilan Berbahasa dan Apresiasi Sastra, (Malang : YA3 Malang, 1990), h. 1.

15

The Liang Gie, Cara Belajar Efisien II, (Yogyakarta: PUBIB, 1995), h. 17.

16

Bistok Sirait, dkk, Pedoman Karang-Mengarang. (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985), h. 1.

17

Widyamartaya, Seni Menggayakan Kalimat : Bagaimana Mengembangkan, Mengefektifkan dan Mencitarasakan Kalimat, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), h. 9.

18

(34)

Pada dasarnya, karangan memiliki ciri-ciri yang bisa mengidentifikasikan bahwa karangan tersebut dapat dikatakan baik. Seperti yang diungkapkan oleh Tarigan (1985:6) karangan yang baik adalah karangan yang mencerminkan kemampuan pengarang untuk menggunakan nada yang serasi, karangan yang mencerminkan pengarang mampu menyusun karangan secara utuh dan tidak samar-samar dan dapat meyakinkan pembaca.19

Menurut Enre (1998) karangan yang baik adalah karangan yang bermakna jelas, bulat dan utuh, ekonomis dan memenuhi kaidah-kaidah gramatikal.20 Akhidiah, (1993) menjelaskan karangan yang baik memiliki beberapa ciri, diantaranya bermakna jelas, merupakan kesatuan yang bulat, singkat dan padat, memiliki kaidah kebahasaan dan komunikatif.21 Selain itu, Darmadi (1996) mengungkapkan bahwa beberapa ciri karangan yang baik adalah : signifikan, jelas, memiliki kesatuan dan mengorganisasikan yang baik ekonomis, mempunyai pengembangan yang memadai, menggunakan bahasa yang dapat diterima dan mempunyai kekuatan.22

Berdasarkan pendapat di atas, terdapat beberapa persamaan ciri karangan yang baik yaitu, sebagai berikut.

a. Jelas

Aspek kejelasan dalam suatu karangan sangat diperlukan agar karangan tersebut lebih mudah dipahami dan jelas untuk dibaca oleh pembacanya. b. Kesatuan dan Organisasi

Aspek kesatuan yang baik tampak pada setiap kalimat penjelas yang logis dan mendukung ide utama paragraf, sedangkan aspek organisasi yang baik tampak dari posisi kalimat yang tepat pada tempatnya dengan kata lain kalimat tersebut tersusun dengan urut dan logis.

c. Ekonomis

19

Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Bandung: Angkasa, 1985), h. 6.

20

Fachruddin Ambo Enre, Dasar-dasar Keterampilan Menulis, (Jakarta: Depdikbud, 1998), h.8

21

Sabarti Alkhidiah, dkk, Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 1993), h. 9.

22

(35)

Ciri ekonomis berkaitan erat dengan soal keefisienan, baik waktu maupun tenaga. Kedua keefisienan itu sangat diperlukan oleh pembaca di dalam menangkap isi yang terkandung dalam sebuah karangan.

d. Pemakaian Bahasa yang Dapat Diterima

Pemakaian bahasa yang dapat diterima akan sangat mempengaruhi tingkat kejelasan karangan. Pemakaian bahasa ini menyangkut banyak aspek. Pemakaian bahasa dalam suatu karangan harus mengikuti kaidah bahasa yang ada, baik menyangkut kaidah pembentukan kalimat (sintaksis), kaidah pembentukan kata (morfologi), kaidah ejaan yang berlaku, kaidah peristilahan maupun kaidahkaidah yang lain yang relevan.

c. Kerangka Karangan

Kerangka karangan adalah suatu rencana kerja yang memuat garis-garis besar dari suatu karangan yang akan digarap (Keraf, 1994).23 Pada dasarnya, untuk menyusun karangan dibutuhkan langkah-langkah awal untuk membentuk karangan itu menjadi karangan yang teratur dan sistematis. Maka, sebelum membuat karangan lebih baik dibuat susunan-susunan yang dapat memudahkan dalam mengembangkan karangan tersebut. Susunan-susunan tersebut dapat dikatakan sebagai kerangka karangan.

Adapun langkah-langkah untuk menyusun karangan tersebut, yaitu sebagai berikut.

1. Menentukan tema dan judul

Tema adalah pokok persoalan, permasalahan, atau pokok pembicaraan yang mendasari suatu karangan, cakupannya lebih besar dan menyangkut pada permasalahan yang diangkat. Sedangkan yang dimaksud dengan judul adalah kepala karangan, dan lebih pada penjelasan awal (penunjuk singkat) isi karangan yang akan ditulis.

2. Mengumpulkan bahan

Sebelum melanjutkan menulis, perlu ada bahan yang menjadi bekal dalam menunjukkan eksistensi tulisan seperti mengumpulkan ide dan inovasi.

23

(36)

Banyak cara mengumpulkannya, masing-masing penulis mempunyai cara sesuai dengan tujuan penulisannya.

3. Menyeleksi bahan

Setelah ada bahan maka perlu dipilih bahan-bahan yang sesuai dengan tema pembahasan. Polanya melalui klarifikasi bahan yang telah dikumpulkan dengan teliti dan sistematis.

4. Membuat kerangka karangan

Kerangka karangan menguraikan tiap topik atau masalah menjadi beberapa bahasan yang lebih fokus dan terukur. Kerangka karangan belum tentu sama dengan daftar isi atau uraian per bab. Kerangka ini merupakan catatan kecil yang sewaktu-waktu dapat berubah dengan tujuan untuk mencapai tahap yang sempurna.

Berikut fungsi kerangka karangan:

a. Memudahkan pengelolaan susunan karangan agar teratur dan sistematis b. Memudahkan penulis dalam menguraikan setiap permasalahan

c. Membantu menyeleksi materi yang penting maupun yang tidak penting Adapun tahapan dalam menyusun kerangka karangan adalah sebagai berikut : a. Mencatat gagasan

b. Mengatur urutan gagasan

d. Memeriksa kembali yang telah diatur dalam bab dan subbab e. Membuat kerangka yang terperinci dan lengkap

5. Mengembangkan kerangka karangan

Proses pengembangan karangan tergantung pada materi yang hendak ditulis. Pengembangan karangan juga jangan menumpuk dengan pokok permasalahan yang lain. Untuk itu pengembangannya harus sistematis, dan terarah. Alur pengembangan juga harus disusun secara teliti dan cermat.

d. Jenis Karangan

(37)

dibedakan menjadi lima jenis, yaitu narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Penjelasan tiap-tiap karangan tersebut sebagai berikut.

a) Narasi

Narasi adalah uraian yang menceritakan sesuatu atau serangkaian kejadian, tindakan, keadaan secara berurutan dari permulaan sampai akhir sehingga terlihat rangkaian hubungan satu sama lain. Bahasanya berupa paparan yang gayanya bersifat naratif. Contoh jenis karangan ini adalah biografi, kisah, roman, novel, dan cerpen.

b) Deskripsi

Deskripsi adalah suatu karangan atau uraian yang berusaha menggambarkan suatu masalah yang seolah-olah masalah tersebut di depan mata pembaca secara konkret. Contoh karangan jenis ini adalah karangan tentang peristiwa runtuhnya gedung, yang dilengkapi dengan gambaran lahiriah gedung itu, sebab-sebab keruntuhan, letak gedung, arsitekturnya, bagian mana yang runtuh, dan sebagainya.

c) Eksposisi

Eksposisi adalah suatu karangan yang menjelaskan pokok masalah yang disertai dengan fakta-fakta. Tujuannya agar para pembaca memahami dan bertambah pengetahuannya terhadap masalah yang diungkapkan. Contoh karangan jenis ini adalah artikel-artikel dalam surat kabar atau majalah dan tulisan-tulisan ilmiah.

d) Argumentasi

(38)

adalah kampanye pemilihan umum, tulisan-tulisan tentang alasan pengangkatan, pemberitahuan, dan pengangkatan seseorang.

e) Persuasi

Persuasi adalah jenis karangan yang isinya bertujuan membujuk, merayu, atau mengajak pihak pembaca agar mengikuti apa yang dikehendaki oleh pihak penulis. Contoh jenis karangan ini adalah uraian tentang penawaran jenis obat, kosmetik, atau jenis produk lain.24

5. Karangan Narasi

a. Pengertian Karangan Narasi

Karangan menurut Gie, (1995) memiliki pengertian bahwa karangan adalah hasil perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh masyarakat pembaca.25 Sedangkan menurut Keraf (1994) karangan adalah bahasa tulis yang merupakan rangkaian kata-kata sehingga menjadi sebuah kalimat, paragraf, dan akhirnya menjadi sebuah wacana yang dibaca dan dipahami.26

Karangan terdiri dari beberapa paragraf yang masing-masing berisi pikiran-pikiran utama dan kemudian diikuti dengan pikiran penjelas (Widjono, 2007). Maka, karangan merupakan hasil gagasan yang dituangkan dalam bentuk bahasa tulis berupa beberapa kalimat yang membentuk paragraf yang dapat dibaca dan dipahami pembaca.27

Narasi adalah uraian yang menceritakan sesuatu atau serangakaian kejadian, tindakan, keadaan secara berurutan dari permulaan sampai akhir sehingga terlihat rangkaian hubungan satu sama lain. Bahasanya berupa paparan yang gayanya bersifat naratif. Contoh jenis karangan ini biografi, kisah, roman, novel, dan cerpen.

Narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu. Oleh sebab itu, unsur yang paling penting pada sebuah narasi adalah unsur perbuatan

24

Hastuti, dkk, Pendidikan Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: FBS UNY, 1993), h. 107.

25

Gie, Op. Cit., h. 17.

26

Keraf, Op. Cit., h. 2.

27

(39)

atau tindakan. Apa yang terjadi tidak lain tindak tanduk yang dilakukan orang-orang dalam suatu rangkaian waktu. Narasi lebih mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis dalam suatu rangkaian waktu (Keraf, 2001).28

Marahimin (1994) dalam bukunya yang berjudul Menulis secara populer mendefinisikan narasi sebagai berikut.

Narasi adalah cerita. Cerita ini berdasarkan pada urut-urutan suatu (atau rangkaian) kejadian atau peristiwa. Di dalam kejadian ini ada tokoh (beberapa tokoh) dan tokoh ini mengalami dengan menghadapi suatu (serangkaian) konflik dengan tikaian. Kejadian, tokoh, dan konflik ini merupakan alur. Dengan demikian, narasi adalah cerita berdasarkan alur.29

Berdasarkan beberapa pendapat di atas antara pendapat satu dengan pendapat yang lain berbeda. Namun, dari semua pendapat tersebut di atas mengarah pada satu pengertian yaitu bahwa dalam karangan narasi terdapat adanya peristiwa yang disusun berdasarkan urutan waktu. Disimpulkan bahwa bahwa karangan narasi adalah karangan yang menceritakan suatu kejadian atau peristiwa secara runtut.

6. Analisis Kesalahan Berbahasa a. Pengertian Kesalahan Berbahasa

Pembahasan tentang kesalahan berbahasa merupakan masalah yang tidak sederhana, tetapi bisa juga menjadi tidak ada masalah yang harus dibahas dalam kesalahan berbahasa. Oleh karena itu, anda harus mengetahui terlebih dahulu tentang pengertian kesalahan berbahasa. Tidak mungkin anda mengerti kesalahan berbahasa apabila anda tidak memiliki pengetahuan atau teori landasan tentang hal tersebut. Tidak mungkin anda memiliki pengetahuan atau teori landasan tentang kesalahan berbahasa apabila anda tidak pernah mempelajari tentang itu. Tidak mungkin anda tidak mempelajari hal itu apabila anda ingin mengetahui dan memiliki teori landasan tentang kesalahan berbahasa.

Istilah kesalahan berbahasa memiliki pengertian yang beragam. Untuk itu, pengertian kesalahan berbahasa perlu diketahui lebih awal sebelum kita

28

Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 137.

29

(40)

membahas tentang kesalahan berbahasa. Corder (1974) menggunakan 3 (tiga) istilah untuk membatasi kesalahan berbahasa: (1) Lapses, (2) Error, dan (3) Mistake. Bagi Burt dan Kiparsky dalam Syafi’ie (1984) mengistilahkan kesalahan

berbahasa itu dengan “goof”, “goofing”, dan “gooficon”. Sedangkan Huda (1981)

mengistilahkan kesalahan berbahasa itu dengan “kekhilafan (error)”. Adapun

Tarigan (1997) menyebutnya dengan istilah “kesalahan berbahasa”. Baiklah anda perlu mengetahui pengertian istilah-istilah tersebut.

Lapses, Error dan Mistake adalah istilah-istilah dalam wilayah kesalahan berbahasa. Ketiga istilah itu memiliki domain yang berbeda-beda dalam memandang kesalahan berbahasa. Corder (1974) menjelaskan:

1) Lapses

Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara untuk menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai dinyatakan selengkapnya. Untuk berbahasa lisan, jenis kesalahan ini diistilahkan dengan

slip of the tongue” sedang untuk berbahasa tulis, jenis kesalahan ini

diistilahkan “slip of the pen”. Kesalahan ini terjadi akibat ketidaksengajaan dan tidak disadari oleh penuturnya.

2) Error

Error adalah kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar kaidah atau aturan tata bahasa (breaches of code). Kesalahan ini terjadi akibat penutur sudah memiliki aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda dari tata bahasa yang lain, sehingga itu berdampak pada kekurangsempurnaan atau ketidakmampuan penutur. Hal tersebut berimplikasi terhadap penggunaan bahasa, terjadi kesalahan berbahasa akibat penutur menggunakan kaidah bahasa yang salah. 3) Mistake

(41)

Burt dan Kiparsky tidak membedakan kesalahan berbahasa, tetapi dia

menyebut “goof” untuk kesalahan berbahasa, yakni: kalimat-kalimat atau tuturan

yang mengandung kesalahan, “gooficon” untuk menyebut jenis kesalahan (sifat

kesalahan) dari kegramatikaan atau tata bahasa, sedangkan “goofing” adalah penyebutan terhadap seluruh kesalahan tersebut, goof dan gooficon. Menurut Huda (1981), kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa (anak) yang sedang memperoleh dan belajar bahasa kedua disebut kekhilafan (error).

Kekhilafan (error), menurut Nelson Brook dalam Syafi’ie (1984), itu

“dosa/kesalahan” yang harus dihindari dan dampaknya harus dibatasi, tetapi

kehadiran kekhilafan itu tidak dapat dihindari dalam pembelajaran bahasa kedua. Ditegaskan oleh Dulay, Burt maupun Richard (1979), kekhilafan akan selalu muncul betapa pun usaha pencegahan dilakukan, tidak seorang pun dapat belajar bahasa tanpa melakukan kekhilafan (kesalahan) berbahasa. Menurut temuan kajian dalam bidang psikologi kognitif, setiap anak yang sedang memperoleh dan belajar bahasa kedua (B2) selalu membangun bahasa melalui proses kreativitas. Jadi, kekhilafan adalah hasil atau implikasi dari kreativitas, bukan suatu kesalahan berbahasa.

Kekhilafan adalah suatu hal yang wajar dan selalu dialami oleh anak (siswa) dalam proses pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua. Hal itu merupakan implikasi logis dari proses pembentukan kreatif siswa (anak). Hendrickson dalam Nurhadi (1990) menyimpulkan bahwa kekhilafan berbahasa bukanlah sesuatu yang semata-mata harus dihindari, melainkan sesuatu yang perlu dipelajari. Dengan mempelajari kekhilafan minimal ada 3 (tiga) informasi yang akan diperoleh guru (pengajar) bahasa, yakni:

1) kekhilafan berguna untuk umpan balik (feedback), yakni tentang seberapa jauh jarak yang harus ditempuh oleh anak untuk sampai kepada tujuan serta hal apa (materi) yang masih harus dipelajari oleh anak (siswa);

2) kekhilafan berguna sebagai data/fakta empiris untuk peneliti atau penelitian tentang bagaimana seseorang memperoleh dan mempelajari bahasa;

(42)

merupakan salah satu strategi yang digunakan oleh anak untuk pemerolehan bahasanya (Corder; Richard, 1975).

Kesalahan berbahasa dipandang sebagai bagian dari proses belajar bahasa. Ini berarti bahwa kesalahan berbahasa adalah bagian yang integral dari pemerolehan dan pengajaran bahasa.

Sekarang “Apa yang dimaksud kesalahan berbahasa Indonesia?” Apabila

kesalahan berbahasa itu dihubungkan dengan pernyataan atau semboyan

Pergunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar,” ada 2 (dua) parameter atau tolok ukur kesalahan dalam berbahasa Indonesia.

Pertama, pergunakanlah bahasa Indonesia yang baik. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia yang baik adalah penggunaan bahasa sesuai dengan faktor-faktor penentu dalam komunikasi. Inilah faktor-faktor-faktor-faktor penentu dalam komunikasi, antara lain:

1) siapa yang berbahasa dengan siapa; 2) untuk tujuan apa;

3) dalam situasi apa (tempat dan waktu);

4) dalam konteks apa (partisipan, kebudayaan dan suasana); 5) dengan jalur mana (lisan atau tulisan);

6) dengan media apa (tatap muka, telepon, surat, koran, buku, media komunikasi lain: Hp, Internet);

7) dalam peristiwa apa (bercakap, ceramah, upacara, lamaran pekerjaan, pelaporan, pengungkapan perasaan).

Kedua, pergunakanlah bahasa Indonesia yang benar. Parameter ini mengacu kepada penaatasasan terhadap kaidah-kaidah atau aturan kebahasaan yang ada dalam bahasa Indonesia.

(43)

Oleh karena itu, kesalahan berbahasa Indonesia adalah penggunaan bahasa Indonesia, secara lisan maupun tertulis, yang berada di luar atau menyimpang dari faktor-faktor komunikasi dan kaidah kebahasaan dalam bahasa Indonesia (Tarigan, 1997).

Menurut Tarigan (1997), ada dua istilah yang saling bersinonim (memiliki makna yang kurang lebih sama), kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake) dalam pengajaran bahasa kedua. Kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa itu. Sementara itu kekeliruan adalah penggunaan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa itu namun tidak dipandang sebagai suatu pelanggaran berbahasa. Kekeliruan terjadi pada anak (siswa) yang sedang belajar bahasa. Kekeliruan berbahasa cenderung diabaikan dalam analisis kesalahan berbahasa karena sifatnya tidak acak, individual, tidak sistematis, dan tidak permanen (bersifat sementara). Jadi, analisis kesalahan berbahasa difokuskan pada kesalahan berbahasa berdasarkan penyimpangan kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa itu.

[image:43.595.110.518.364.758.2]

Untuk membedakan antara kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake), menurut Tarigan (1997) seperti disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2.1

Perbandingan antara Kesalahan dan Kekeliruan Berbahasa Kategori Sudut

Pandang Kesalahan Berbahasa Kekeliruan Berbahasa 1. Sumber

2. Sifat

3. Durasi

4. Sistem Linguistik

5. Produk

6. Solusi

Kompetensi

Sistematis, berlaku secara umum

Permanen

Sudah dikuasai

Penyimpangan kaidah bahasa

Dibantu oleh guru melalui latihan pengajar remedial

Performasi

Acak, tidak sistematis, secara individual

Temporer/sementara

Belum dikuasai

Penyimpangan kaidah bahasa

(44)

Berdasarkan uraian tersebut, anda sudah mengetahui pengertian kesalahan berbahasa. Anda juga dapat membatasi perbedaan kesalahan berbahasa dengan kekeliruan berbahasa serta bagaimana bersikap terhadap hal tersebut. Untuk bahasa Indonesia, ada dua parameter yang dapat digunakan untuk menentukan atau mengukur penyimpangan bahasa. Selanjutnya, anda akan mempelajari kategori (jenis) kesalahan dalam berbahasa. Untuk itu, anda dapat melanjutkan pada sajian berikut.

b. Kategori Kesalahan Berbahasa

Kesalahan berbahasa dapat terjadi dalam setiap tataran linguistik (kebahasaan). Ada kesalahan yang terjadi dalam tataran fonologi, morfologi, sintaksis, wacana dan semantik. Kesalahan berbahasa dapat disebabkan oleh intervensi (tekanan) bahasa pertama (B1) terhadap bahasa kedua (B2). Kesalahan berbahasa yang paling umum terjadi akibat penyimpangan kaidah bahasa. Hal itu terjadi oleh perbedaan kaidah (struktur) bahasa pertama (B1) dengan bahasa kedua (B2). Selain itu kesalahan terjadi oleh adanya transfer negatif atau intervensi B1 pada B2. Dalam pengajaran bahasa, kesalahan berbahasa disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya: kurikulum, guru, pendekatan, pemilihan bahan ajar, serta cara pengajaran bahasa yang kurang tepat (Tarigan, 1997).

Burt, Dulay, maupun Krashen (1982) membedakan wilayah (taksinomi) kesalahan berbahasa menjadi kesalahan atau kekhilafan:

1. taksonomi kategori linguistik;

2. taksonomi kategori strategi performasi; 3. taksonomi kategori komparatif;

4. taksonomi kategori efek komunikasi.

Anda dapat mempelajari taksonomi tersebut dalam sajian berikut. Taksonomi kesalahan berbahasa itu, menurut Nurhadi (1990), dibedakan sebagai berikut. Taksonomi kategori linguistik membedakan kesalahan berdasarkan komponen bahasa dan konsisten bahasa. Berdasarkan komponen bahasa, wilayah kesalahan dibedakan menjadi:

(45)

2. kesalahan tataran morfologi dan sintaksis; 3. kesalahan tataran semantik dan kata; 4. kesalahan tataran wacana.

Berdasarkan konstituen bahasa, kesalahan terjadi pada tataran penggunaan unsur-unsur bahasa ketika dihubungkan dengan unsur bahasa lain dalam satu bahasa. Misalnya frase dan klausa dalam tataran sintaksis atau morfem-morfem gramatikal dalam tataran morfologi.

Berdasarkan taksonomi kategori strategi performasi, kesalahan didasarkan kepada penyimpangan bahasa yang terjadi pada pemerolehan dan pengajaran bahasa kedua (B2). Pendeskripsian kesalahan ini seharusnya dipertimbangkan atau dihubungkan dengan proses kognitif pada saat anak (siswa) memproduksi (merekonstruksi) bahasanya.

Dalam kategori strategi performasi, tataran kesalahan bahasa dapat dibedakan menjadi 4 (empat) kesalahan. Berikut adalah keempat kesalahan kategori strategi performasi:

1. Penanggalan (omission), penutur bahasa menanggalkan satu atau lebih unsur-unsur bahasa yang diperlukan dalam suatu frase atau kalimat. Akibatnya terjadi penyimpangan konstruksi frase atau kalimat.

2. Penambahan (addition), penutur bahasa menambahkan satu atau lebih unsur-unsur bahasa yang tidak diperlukan dalam suatu frase atau kalimat. Akibatnya terjadi penyimpangan konstruksi frase atau kalimat.

3. Kesalahbentukan (misformation), penutur membentuk suatu frase atau kalimat yang tidak sesuai kaidah bahasa itu. Akibatnya konstruksi frase atau kalimat menjadi salah (penyimpangan) kaidah bahasa.

4. Kesalahurutan (misordering), penutur menyusun atau mengurutkan unsur-unsur bahasa dalam suatu konstruksi frase atau kalimat di luar kaidah bahasa itu. Akibatnya frase atau kalimat itu menyimpang dari kaidah bahasa.

(46)

1. Kesalahan interlingual disebut juga kesalahan interferensi, yakni: kesalahan yang bersumber (akibat) dari pengaruh bahasa pertama (B1) terhadap bahasa kedua (B2).

2. Kesalahan intralingual adalah kesalahan akibat perkembangan. Kesalahan berbahasa bersumber dari penguasaan bahasa kedua (B2) yang belum memadai.

3. Kesalahan ambigu adalah kesalahan berbahasa yang merefleksikan kesalahan interlingual dan intralingual. Kesalahan ini diakibatkan kesalahan pada interlingual dan intralingual.

4. Kesalahan unik adalah kesalahan bahasa yang tidak dapat dideskripsikan berdasarkan tataran kesalahan interlingual dan intralingual. Kesalahan ini tidak dapat dilacak dari B1 maupun B2. Misalnya: anak kecil yang mulia belajar berbicara dalam suatu bahasa, tidak sedikit tuturan (kata frase atau kalimat) yang tidak dapat dijelaskan dari B1 maupun B2.

Berdasarkan kategori efek komunikasi, kesalahan bahasa dapat dibedakan menjadi kesalahan lokal dan kesalahan global. Berdasarkan jenis penyimpangan bahasa, kesalahan lokal adalah kesalahan konstruksi kalimat yang ditanggalkan (dihilangkan) salah satu unsurnya. Akibatnya proses komunikasi menjadi terganggu. Misalnya: penutur menggunakan kalimat atau tuturan yang janggal

atau “nyeleneh” saat berkomunikasi. Adapun kesalahan global adalah tataran kesalahan bahasa yang menyebabkan seluruh tuturan atau isi yang dipesankan dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis, menjadi tidak dapat dipahami. Akibat frase ataupun kalimat yang digunakan oleh penutur berada di luar kaidah bahasa manapun baik B1 maupun B2.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Berkaitan dengan penelitian mengenai kesalahan penggunaan kata penghubung dalam sebuah karangan, Resti Dewi Ingsih (2013) melakukan

penelitian dengan judul “Analisis Kesalahan Penggunaan Kata Penghubung dalam Karangan Argumentasi Siswa Kelas X SMA NEGERI 3 Bintan Tahun Pelajaran

(47)

kata penghubung dan sebanyak tiga puluh enam kesalahan, kata penghubung untuk tiga kesalahan dan kata penghubung atau dua kesalahan dalam karangan argumentasi siswa kelas X SMA Negeri 3 Bintan Tahun Pelajaran 2012/2013. Berdasarkan dar

Gambar

Tabel 2.1 Perbandingan antara Kesalahan dan Kekeliruan Berbahasa
Tabel 3.1 Keadaan Populasi
Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas terhadap kelas IX B dengan pemilihan pembelajaran kolaboratif teknik peer