• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kesalahan Penggunaan Kosakata Pada Karangan Narasi Siswa Yang Berlatar Belakang Bahasa Betawi Kelas Vii Mts Negeri Parung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kesalahan Penggunaan Kosakata Pada Karangan Narasi Siswa Yang Berlatar Belakang Bahasa Betawi Kelas Vii Mts Negeri Parung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

2012/2013

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Disusun oleh Ikawati 109013000031

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i

ABSTRAK

Ikawati, Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul Skripsi “ Analisis Penggunaan

Kosakata Pada Karangan Narasi Siswa yang Berlatar Belakang Bahasa Betawi Kelas VII MTs Negeri Parung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan penggunaan kosakata pada karangan narasi siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi kelas VII semeser genap tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian ini di lakukan di MTs Negeri Parung pada bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2013.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Instrumen dalam penelitian ini adalah tes tertulis dengan cara memberikan siswa tugas untuk membuat karangan sebanyak satu halaman. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data yakni, karangan dianalisis dengan memperhatikan tiap-tiap kata. Kata yang menunjukkan adanya kesalahan penggunaan kosakata digaris bawahi dan dicatat, selanjutnya kata-kata tersebut dikategorikan ke dalam jenis kesalahan penggunaan kosakata.

Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian siswa yang dijadikan objek penelitian melakukan kesalahan penggunaan kosakata dalam menulis karangannya. Berdasarkan perhitungan dari tabel jumlah kesalahan penggunaan kosakata pada karangan narasi siswa, dapat dilihat bahwa karangan dari siswa Putri Dewi paling banyak terdapat penggunaan kosakata berbahasa Betawi yaitu sebanyak dua puluh enam kali atau 14,15%. Siswa tersebut bersuku Sunda, tetapi bahasa sehari-hari dan bahasa keduanya adalah bahasa Betawi. Berdasarkan data siswa tersebut, latar belakang bahasa siswa tersebut adalah bahasa Betawi. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan agar guru hendaknya dalam proses pembelajaran menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Selain itu, seorang guru juga hendaknya memperhatikan situasi kebahasaan tempat guru mengajar dan situasi kebahasaan anak didiknya. Seorang guru juga harus dapat menciptakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang menyenangkan bagi siswa, dapat memotivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran dengan baik, serta dapat melakukan pendekatan kepada siswa agar terlihat keakraban.

(6)

ii ABSTRACT

Ikawati, Program Study Indonesian Language and Literature Faculty of Tarbiya and Teacher Learning UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Skripsi, title "On the Authorship Analysis Using Narrative Vocabulary Students Set Rear Betawi Parung Class VII MTsN Semester Academic Year 2012/2013".

This study aims to determine the use of vocabulary errors on narrative essay students whose background Betawi class VII semeser even the school year 2012/2013. The research was done at MTsN Parung on February to August 2013.

The method used is descriptive qualitative. Instrument in this study is a written test with a vara give students assignments to make as much as one-page essay. This study uses data analysis techniques namely, essay analyzed by considering each word. Word indicating an error underlined vocabulary usage and recorded, then the words are categorized into types of errors the use of vocabulary.

The study states that most students who were subjected to experiments made a mistake in writing the essay vocabulary usage. Based on the calculation of the table the number of errors in the use of vocabulary student narrative essay, it can be seen that the essays of students Dewi Putri most numerous Betawi language vocabulary use as many as twenty-six times or 14,15%. The students Sunda tribes, but everyday language and second language is Betawi. Based on data from the student, the student's language background is the Betawi language. based on the results of the study, the authors suggest that teachers should be in the process of learning the Indonesian language is good and true. In addition, a teacher should also pay attention to the situation where teachers teach language and linguistic situation of the students. A teacher should also be able to create the Teaching and Learning Activities is fun for students, to motivate students to participate in learning well, and can appeal to the students to look intimacy.

(7)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, Tuhan semesta alam, karena dengan karunia-Nya skripsi yang berjudul “Analisis Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Siswa yang Berlatar Belakang

Bahasa Betawi Kelas VII MTs Negeri Parung Tahun Pelajaran 2012/2013” ini

dapat diselesaikan. Shalawat serta salam juga penulis sampaikan kepada Nabi Muhamad Saw yang telah memberikan bimbingan kebaikan kepada seluruh umat.

Banyak hambatan dan rintangan yang penulis hadapi selama penulisan skripsi. Tetapi, berkat doa, usaha, dan perjuangan, serta dorongan dari berbagai pihak, akhirnya segala hambatan dan rintangan dapat diatasi.

Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Nurlena Rifa’i, M.A., Ph.D., selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan pengetahuan dan bimbingan yang dapat memotivasi penulis.

2. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., selaku ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, karena dengan perhatian dan kesabaran dalam membimbing mahasiswanya penulis termotivasi untuk mengerjakan penulisan skripsi hingga selesai;

3. Dra. Hindun, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan sampai selesainya penulisan skripsi ini;

4. Seluruh dosen di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, terima kasih telah memberikan bimbingan kepada penulis dari awal sampai dengan akhir perkuliahan;

(8)

iv

6. Seluruh siswa MTs Negeri Parung, khususnya kelas VII, terima kasih atas partisipasinya selama penelitian skripsi berlangsung;

7. Orang tuaku, yang tak henti-hentinya memberikan doa dan motivasi selama proses penyelesaian skripsi ;

8. Teman-teman seperjuanganku di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Ety Fitriyah, Ulfiana Permata, Wawah Marwatul Hasanah, dan Nurfadillah, juga pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas partisipasinya dalam penyelesaian skripsi ini; dan

9. Temanku mahasiswa seperjuangan PPKT selama di MTs Negeri Parung: Yayah Fauziah, Ernawati, Yayan Afriani, Selli Mauludani, Aulia Nursyifa, Hammam Nasrudin, Aa Saprudin, Ajami Solichin, dan Solehudin.

Semoga semua bantuan, bimbingan, ilmu, dan doa yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah Swt. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi masukan yang positif dalam rangka meningkatkan mutu pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di negeri ini.

Jakarta, Agustus 2013

Penulis

(9)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORETIS A. Landasan Teori ... 7

1. Pengertian Menulis ... 7

2. Pengertian Karangan... 8

3. Karangan Narasi ... 13

4. Kedwibahasaan ... 17

5. Analisis Kesalahan Berbahasa ... 18

6. Analisis Kesalahan Kosakata ... 20

7. Bahasa Betawi ... 23

(10)

vi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

B. Populasi dan Sampel ... 30

C. Metode Penelitian... 31

D. Teknik Pengumpulan Data ... 32

E. Instrumen Pengumpulan Data ... 33

F. Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 36

B. Interpretasi Data ... 84

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 87

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88 LAMPIRAN-LAMPIRAN

BIOGRAFI PENULIS

(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Bella Safitri 37

Tabel 4.2 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Dini Hulia 39

Tabel 4.3 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Syifa Dwi 40

Tabel 4.4 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Syah Reza 43

Tabel 4.5 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Nurul Aini 45

Tabel 4.6 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Hany Hapita 48

Tabel 4.7 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Wafha Fauziah 50

Tabel 4.8 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Lailatul Qadariyah 51

Tabel 4.9 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Citra Jendagia 53

Tabel 4.10 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Nurruba Rahayu 55

Tabel 4.11 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

(12)

viii

Tabel 4.12 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Julian Ramayanti 57

Tabel 4.13 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Peri Irawan 58

Tabel 4.14 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Mega Citra 59

Tabel 4.15 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Alvira Damayanti 59

Tabel 4.16 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Shipa Pauziah 62

Tabel 4.17 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Nurkamala 62

Tabel 4.18 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Nisfi Fadilah 64

Tabel 4.19 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Putri Dewi 67

Tabel 4.20 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Ida Laela 70

Tabel 4.21 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Windi Anggraini 74

Tabel 4.22 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

Karangan Narasi Dinda Humairah 76

Tabel 4.23 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

(13)

ix

Tabel 4.24 Jumlah Kesalahan Penggunaan Kosakata

pada Karangan Narasi Siswa 79

Tabel 4.25 Persentase Jumlah Kesalahan Penggunaan

(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

1. Karangan Narasi Siswa 2. Angket Awal

3. Uji Referensi

(15)

1 A.Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan alat komunikasi sebagai sarana pendukung ilmu dan teknologi yang berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi tersebut. Perkembangan bahasa itu akan terus berlanjut dengan perkembangan budaya bangsa yang memilikinya karena bahasa sebagai sarana pendukungnya.

Bahasa juga merupakan bagian dari kehidupan masyarakat penutur. Bagi masyarakat Indonesia bahasa mempunyai kedudukan dan fungsi di dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Secara umum sudah diketahui bahwa bahasa berfungsi sebagai alat berkomunikasi, alat mengidentifikasi diri, ataupun sebagai alat berinteraksi dalam masyarakat.

Mengingat pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi dan memperhatikan wujud bahasa itu, pengertian bahasa dapat dibatasi sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

Indonesia sebagai bangsa yang multilingual, selain bahasa Indonesia yang digunakan secara nasional, terdapat pula ratusan bahasa daerah yang tersebar di seluruh kepulauan, besar maupun kecil, yang digunakan oleh para anggota masyarakat bahasa daerah itu untuk keperluan berkomunikasi antarmasyarakatnya. Dalam masyarakat multilingual yang gerakan mobilitasnya tinggi, maka anggota masyarakatnya akan cenderung untuk menggunakan dua bahasa atau lebih, baik sepenuhnya maupun sebagian, sesuai dengan kebutuhannya.

(16)

ditentukan oleh pemerintah. Selain itu, yang mengakibatkan terjadinya kesalahan bahasa adalah acuhnya masyarakat Indonesia terhadap aturan pemerintah tentang tata bahasa. Keacuhan masyarakat terhadap peraturan pemerintah tersebut sangat dikhawatirkan dan disayangkan sekali, sebagai pengguna dan penutur asli bahasa Indonesia dengan sengaja tidak memperhatikan kaidah bahasanya sendiri. Kekhawatiran tersebut akan dianggap lazim bagi generasi penerus, dan ini merupakan salah satu dampak negatif yang akan tersalur dalam pemikiran anak-cucu bangsa.

Siswa sebagai insan terpelajar telah mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk mempelajari penggunaan bahasa yang baik dan benar. Hal ini memiliki konsekuensi, bahwa mereka harus mampu menggunakan bahasa dalam berbagai kepentingan yang bersifat resmi baik tulis maupun lisan. Penggunaan ragam bahasa dalam bentuk lisan secara resmi atau formal dapat kita temukan dalam kegiatan-kegiatan akademik, misalnya seminar pendidikan, presentasi, pidato kenegaraan, dan lain-lain. Sementara penggunaan ragam bahasa tulis dapat kita temukan pada tulisan-tulisan yang bersifat akademik, misalnya karya tulis, skripsi, desertasi dan tesis. Contoh-contoh tersebut dapat ditulis dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah bahasa apabila penulisnya sudah terlatih dengan baik. Pelatihan-pelatihan dapat dilakukan dengan cara membuat tulisan yang ringan terlebih dahulu, misalnya menulis sebuah karangan.

Pengajaran bahasa Indonesia mempunyai ruang lingkup dan tujuan yang menumbuhkan kemampuan mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Tujuan akhir pengajaran bahasa adalah kemampuan komunikatif, yaitu kemampuan penggunaan bahasa sesuai dengan aturan penggunaan bahasa dan keadaan sosiolinguistik.

(17)

diperlukan melalui komunikasi lisan maupun tulisan. Misalnya, seseorang yang memiliki kemampuan dalam menggunakan bahasa, baik lisan maupun tulisan setidaknya ia telah memiliki tingkat penguasaan kebahasaan yang cukup memadai. Jika tidak, komunikasi yang dilakukan tidak akan berjalan lancar dan sempurna.

Untuk mencapai tujuan itu, perhatian terhadap kosakata perlu ditingkatkan. Namun demikian, harus disadari bahwa bangsa Indonesia terdiri atas beratus-ratus suku bangsa yang masing-masing memiliki perbendaharaan kosakata bahasanya masing-masing.

Setiap bahasa memiliki kehalusan, kepelikan, keunikan, serta nuansa-nuansa sendiri, maka wajarlah telaah kosakata yang dilakukan tidak hanya memikirkan kata baru saja atau kata terkenal saja, tetapi yang terpenting justru kata yang tepat. Namun, laju pengembangan bahasa Indonesia tidak terlepas dari berbagai pengaruh, salah satunya dari bahasa daerah.

Adakalanya pengaruh bahasa daerah itu menimbulkan salah kaprah. Kesalahan itu bila dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan kekacauan pemakai bahasa. Oleh karena itu, kesalahan-kesalahan itu perlu dianalisis.

Analisis kesalahan berbahasa merupakan suatu pengkajian terhadap kesalahan yang dilakukan oleh pemakai bahasa (siswa) dalam berbahasa kedua (B2). Dengan demikian, analisis kesalahan merupakan suatu alternatif praktis. Analisis kesalahan memusatkan perhatian pada kesukaran-kesukaran yang paling sering dihadapi oleh dwibahasawan.

Dalam menggunakan bahasa secara lisan maupun tertulis diharapkan bahasa itu digunakan dengan terpilih dan tersusun. Jika penggunaan bahasa itu

terpilih dan tersusun, penggunaan bahasa itu dapat disebut “karangan”. Dalam hal ini penulis akan membahas mengenai karangan narasi. Karangan narasi adalah karangan atau wacana yang mengisahkan atau menceritakan suatu peristiwa atau kejadian dalam suatu rangkaian waktu.

(18)

yang akan dibuat. Kegiatan menulis menuntut siswa untuk dapat melahirkan segala yang dirasakan, dikehendaki, dan dipikirkan penulis untuk dikemukakan kepada orang lain. Selain itu, menulis merupakan proses keterampilan yang bersifat kompleks karena kegiatan ini melibatkan seluruh tatanan bahasa, baik tatanan fonologi, morfologi, semantik, sintaksis, paragraf maupun wacana. Dengan menguasai seluruh tatanan bahasa itu maka diharapkan akan diperoleh hubungan yang logis antara penguasaan kebahasaan dan kemampuan mengarang.

Dalam hubungannya dengan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah, mengarang merupakan salah satu materi yang diberikan dalam pelajaran menulis, khususnya tentang menulis karangan. Banyak orang menganggap bahwa menulis itu mudah dan tidak perlu dipelajari. Namun pada kenyataannya menulis itu tidak mudah dan banyak hal yang harus diperhatikan dalam menulis, terutama menulis karangan.

Di Provinsi Jawa Barat, tepatnya di daerah Bogor sebagian besar masyarakatnya ber-B1 bahasa Sunda dan ber-B2 bahasa Indonesia. Namun, lain halnya di daerah Parung. Karena letaknya yang berbatasan dengan Kota Depok, masyarakatnya pun banyak yang menggunakan bahasa Betawi sebagai bahasa sehari-hari. Mereka menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Betawi secara bergantian meskipun lawan bicara mereka tidak mengerti atau tidak berlatar belakang bahasa Betawi. Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dalam kaitannya dengan kesalahan berbahasa dalam pengajaran bahasa Indonesia yang mungkin dilakukan oleh siswa yang berlatarbelakang bahasa Betawi dalam berkomunikasi sehari-hari.

Penulis berasumsi bahwa siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi akan banyak melakukan kesalahan berbahasa ketika ia membuat karangan dalam bahasa Indonesia. Kesalahan itu dapat terjadi pada kategori linguistik seperti ejaan, kosakata, morfologi, dan sintaksis.

(19)

B.Identifikasi Masalah

1. Dwibahasawan menggunakan B-1 dan B-2 secara bergantian dalam percakapan sehari-hari.

2. Kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan siswa karena faktor penggunaan dua bahasa secara bergantian.

3. Kesalahan dalam menulis karangan siswa terpengaruh oleh kesalahan berbicaranya.

C.Batasan Masalah

Agar pembahasan lebih terarah dan tidak melebar, maka penulis membatasi masalah penelitian yaitu pengklasifikasian tipe kesalahan dilakukan berdasarkan kategori linguistik. Kategori linguistik yang diamati hanya kategori kosakata.

Dalam hal ini penulis akan membicarakan masalah kesalahan penggunaan kosakata hanya pada karangan narasi yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Negeri Parung yang berlatar belakang bahasa Betawi semester genap tahun pelajaran 2012/2013.

D.Perumusan Masalah

Setelah melihat latar belakang yang ada dan agar dalam penelitian ini tidak terjadi kerancuan, maka penulis dapat merumuskan permasalahan yang akan di angkat dalam penelitian ini. Masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana kesalahan penggunaan kosakata pada karangan narasi yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Negeri Parung semester genap tahun pelajaran 2012/2013 sebagai dwibahasawan?”.

E.Tujuan Penelitian

(20)

F. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis adalah manfaat yang berhubungan dengan pengembangan ilmu. Dengan adanya penelitian ini, manfaat bagi peneliti di antaranya dapat meningkatkan kualitas ilmu pendidikan bahasa Indonesia dan mampu mengaplikasikannya. Selain itu, peneliti dapat memahami berbagai problematika yang terjadi dalam penggunaan kosakata pada karangan narasi siswa dan dapat menemukan solusi yang berkaitan dengan kesalahan penggunaan kosakata, serta dapat memberikan rekomendasi atas hasil temuan yang kiranya dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah.

b. Manfaat Praktis

1) Siswa, diharapkan mendapat pengetahuan tentang kesalahan menggunakan bahasa (kosakata) akibat pengaruh bahasa Betawi serta dapat memperbaiki kesalahannya dalam menggunakan bahasa (kosakata).

2) Guru, mampu membantu mengatasi kesalahan berbahasa siswa yang ditimbulkan oleh pengaruh bahasa Betawi.

(21)

7 A. Landasan Teori

1. Pengertian Menulis

Menulis merupakan kegiatan mengekspresikan informasi yang diterima dari proses menyimak dan membaca. Jadi semakin banyak seseorang menyimak atau membaca semakin banyak pula informasi yang diterimanya untuk diekspresikan secara tertulis.

Menurut Wallace dalam Hindun menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk tujuan, misalnya, memberi tahu, meyakinkan, menghibur. Menulis sebagai sebuah keterampilan berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam mengemukakan gagasan, perasaan, dan pikiran-pemikirannya kepada orang atau pihak lain dengan menggunakan media tulisan. Hasil dari proses kreatif menulis ini biasa disebut dengan istilah tulisan atau karangan.1

Tarigan mengemukakan bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif.2 Pendapat lain diungkapkan oleh Nurudin bahwa menulis adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang dalam rangka mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada orang lain agar mudah dipahami. 3

Definisi di atas mengungkapkan bahwa menulis yang baik adalah menulis yang bisa dipahami oleh orang lain. Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Tidaklah terlalu berlebihan bila kita mengatakan bahwa keterampilan menulis merupakan

1

Hindun, Pembelajaran Bahasa Indonesia Berkarakter di Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah

Dasar, (Depok: Nufa Citra Mandiri, 2013), hlm.203

2

Henry Guntur Tarigan, Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa Bandung, 2008), hlm. 3

3

(22)

suatu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar. Keterampilan menulis ini tidak akan datang secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur.

2. Pengertian Karangan

Untuk memulai mengembangkan diri agar dapat mengarang suatu tulisan apapun, seorang penulis perlu terlebih dahulu mengerti dan memahami pengertian karangan. Sebelum merumuskan pengertian karangan, perlu diketahui terlebih dahulu makna kata mengarang. Mengarang berarti „menyusun‟ atau „merangkai‟.

Pada awalnya kata merangkai tidak berkaitan dengan kegiatan menulis. Cakupan makna kata merangkai mula-mula terbatas pada pekerjaan yang berhubungan dengan benda konkret seperti merangkai bunga atau merangkai benda lain. Sejalan dengan kemajuan komunikasi dan bahasa, lama-kelamaan timbul istilah merangkai kata. Lalu berlanjut dengan merangkai kalimat, kemudian jadilah dengan apa yang disebut pekerjaan mengarang. Orang yang merangkai atau menyusun kata, kalimat, dan alinea tidak disebut perangkai, tetapi penyusun atau pengarang untuk membedakannya misalnya dengan perangkai bunga. Mengingat karangan tertulis juga disebut tulisan, kemudian sebutan penulis untuk orang yang menulis karangan.4

Mengarang adalah pekerjaan merangkai atau menyusun kata, frasa, kalimat, dan alinea yang dipadukan dengan topik dan tema tertentu untuk memperoleh hasil akhir berupa (bandingkan dengan pekerjaan merangkai bunga dengan hasil akhir berupa rangkaian bunga).5

Karangan berarti merupakan hasil dari proses mengarang, baik dalam menyusun ataupun merangkai. Sesuai pembahasan mengarang di sini dapat diartikan menyusun atau merangkai kata-kata hingga menjadi suatu kalimat, paragraf, bahkan menjadi sebuah cerita. Wibowo menyebutkan bahwa karang-mengarang adalah suatu penyampaian pikiran secara resmi atau teratur dalam tulisan, karena disampaikan secara resmi atau teratur, berarti karang-mengarang

4

Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan

Bahasa, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2010), hlm.233

5

(23)

memiliki mekanisme yang mau tak mau, mesti kita pahami secara sungguh-sungguh.6 Karang - mengarang di sini merupakan proses penyampaian ide pikiran dari pengarang. Proses penyampaian ide tersebut dilakukan dalam bentuk tulisan secara teratur hingga menjadi sebuah karangan. Karangan itulah yang dapat mewakili ide pikiran dan perasaan dari pengarang.

Menurut Lado dalam Wibowo, mengarang adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut asalkan mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu.7 Selain karangan dapat menerangkan ide pikiran pengarang, karangan juga dapat menggambarkan suatu hal yang ingin disampaikan pengarang, baik itu berupa gambar, grafik, dll, sehingga karangan juga dapat mewakili pengarang dalam hal apapun.

Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa karangan adalah seluruh rangkaian perbuatan seseorang dalam mengolah gagasan, pikiran, dan perasaan yang dituangkan melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami.

Jenis-jenis Karangan

Bentuk penyampaian pikiran dan perasaan kepada orang lain dengan melalui dua bentuk komunikasi yaitu secara lisan dan tulisan. Mengarang adalah pengungkapan pikiran dan perasaan melalui tulisan. Karangan dapat dibedakan melalui berbagai sudut pandang. Tentang jenis karangan berdasarkan isinya, karangan dapat digolongkan atas karangan bahasan, karangan lukisan, dan karangan drama.

Berdasarkan penyajian dan tujuan penyampaiannya karangan dapat digolongkan atas lima jenis, yaitu:

a) Karangan Deskripsi (lukisan)

6

Wahyu Wibowo, Manajemen BahasaPengorganisasian Karangan pragmatik dalam

Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa dan Praktisi Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2003),hlm.56

7

(24)

Karangan deskripsi adalah karangan yang lebih menonjolkan aspek pelukisan sebuah benda sebagaimana adanya. Hal ini sesuai dengan asal katanya, yaitu describere (bahasa Latin) yang berarti menulis tentang, membeberkan sesuatu hal, melukiskan sesuatu hal.8 Suparno dan Yunus mengemukakan bahwa karangan deskripsi adalah suatu bentuk karangan yang melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya, sehingga pembaca dapat mencitrai (melihat, mendengar, mencium, dan merasakan) apa yang dilukiskan itu sesuai dengan citra penulisnya.9

Menulis deskripsi juga bisa dilakukan untuk melukiskan perasaan, seperti bahagia, takut, sepi, sedih, dan sebagainya.penggambaran itu mengandalkan pancaindera dalam proses penguraiannya. Deskripsi yang baik harus didasarkan pada pengamatan yang cermat dan penyusunan yang tepat.10

Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan karangan deskripsi adalah karangan yang isinya melukiskan tentang suatu hal secara objektif dengan menggunakan kata-kata yang dapat membangkitkan khayalan, dan pengarang harus bisa melukiskan apa yang diindra dan dirasakan dalam wujud kalimat-kalimat.

b) Karangan Narasi (kisahan)

Istilah narasi (berasal dari narration = bercerita). Karangan narasi adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung dalam satu kesatuan waktu.11

Narasi adalah suatu bentuk karangan atau wacana yang mengisahkan atau menceritakan suatu peristiwa atau kejadian dalam suatu rangkaian waktu. Dengan pengisahan peristiwa ini penulis berharap dapat membawa pembaca

8

Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan

Bahasa, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2010), hlm.244

9

Suparno dan Muhamad Yunus, Keterampilan Dasar Menulis, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2006), hlm.4.6

10

Nurudin, Dasar-dasar Penulisan, (Malang: UMM Press, 2010), hlm.60

11

(25)

kepada suatu suasana yang memungkinkannya seperti menyaksikan atau mengalami sendiri peristiwa itu.12

Dari kedua pendapat di atas, penulis simpulkan bahwa karangan narasi adalah karangan yang isinya menggambarkan suatu peristiwa yang telah terjadi dengan sejelas-jelasnya.

c) Karangan Eksposisi (paparan)

Kata eksposisi yang dipungut dari kata bahasa Inggris exposition sebenarnya berasala dari kata bahasa Latin yang berarti membuka atau memulai. Memang karangan eksposisi merupakan wahana yang bertujuan untuk memberi tahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu.13

Pendapat lain yang diungkapkan oleh Sudarno dan Rahman bahwa eksposisi adalah karangan yang memberikan informasi, penjelasan, atau laporan kepada pembaca. Termasuk ke dalamnya tulisan yang menerangkan proses.14 Pada dasarnya, eksposisi berusaha menjelaskan suatu prosedur atau proses, memberikan definisi, menerangkan, menjelaskan menafsirkan gagasan, menerangkan bagan atau tabel, atau mengulas sesuatu.15

Dari kedua pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud karangan eksposisi adalah karangan yang menguraikan, menerangkan dan bertujuan memaparkan suatu objek dengan tujuan memperluas pandangan dan pengetahuan seseorang.

d) Karangan Argumentasi (alasan)

Karangan argumentasi adalah karangan yang bertujuan untuk meyakinkan pembaca agar menerima atau mengambil doktrin, sikap, dan tingkah laku tertentu.16 Sedangkan menurut Nurudin karangan argumentasi biasanya bertujuan untuk meyakinkan pembaca, termasuk membuktikan pendapat atau

12

Sabarti Akhadiah, Menulis I, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm.7.3

13

Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa,, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2008), hlm.246

14

Sudarno dan Eman A. Rahman, Kemampuan Berbahasa Indonesia untuk Perguruan

Tinggi, (Jakarta: PT. Hikmat Syahid Indah, 1986), hlm.174

15

Nurudin, Dasar-dasar Penulisan, (Malang: UMM Press, 2010), hlm.67

16

(26)

pendirian dirinya. Bisa juga untuk membujuk pembaca agar pendapat penulis dapat diterima.

Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa karangan argumentasi adalah karangan yang isinya terdiri dari alasan-alasan untuk membuktikan dan meyakinkan tentang sesuatu hal agar pembaca berbuat atau mengambil suatu sikap, sehingga nantinya pembaca sependapat dengan pengarang.

e) Karangan Persuasi (membujuk)

Menurut Suparno dan Yunus karangan persuasi adalah karangan yang berisi paparan berdaya -bujuk, berdaya –ajuk, ataupun berdaya himbau yang dapat membangkitkan ketergiuran pembaca untuk meyakini dan menuruti himbauan implisit maupun eksplisit yang dilontarkan oleh penulis.17 Dengan kata lain, persuasi berurusan dengan masalah mempengaruhi orang lain lewat bahasa.

Senada dengan pendapat di atas, Finoza juga mengemukakan bahwa karangan persuasi adalah karangan yang bertujuan membuat pembaca percaya, yakin, dan terbujuk akan hal-hal yang dikomnikasikan yang mungkin berupa fakta, suatu pendidrian umum, suatu pendapat/gagasan ataupun perasaan seseorang.18

Karena persuasi bertujuan agar pendengar atau pembaca melakukan sesuatu maka persuasi termasuk ke dalam cara-cara untuk mengambil keputusan. Orang yang menerima persuasi harus yakin bahwa keputusan yang diambilnya merupakan keputusan yang benar dan bijaksana yang dilakukan tanpa paksaan.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karangan persuasi bertujuan untuk mempengaruhi dan meyakinkan orang lain serta para pembaca agar melakukan sesuatu hal yang dikehendaki oleh orang yang melakukan persuasi.

17

Suparno dan Muhamad Yunus, Keterampilan Dasar Menulis, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2006), hlm.5.47

18

(27)

3. Karangan Narasi

1) Pengertian Karangan Narasi

Narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai suatu peristiwa yang terjadi. Pengertian tersebut menegaskan bahwa narasi berusaha untuk menjawab apa yang terjadi. Narasi merupakan bentuk karya tulis yang umum dijumpai. Menarasikan berarti menceritakan atau mengisahkan.

Menurut Keraf, narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang terjadi.19 Jadi, narasi berusaha menjawab pertanyaan “apa yang terjadi?”. Pertanyaan tersebut digambarkan secara lengkap dengan urutan peristiwa berdasarkan waktu dan tempat. Sedangkan menurut Nurudin narasi adalah bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung dalam suatu kesatuan waktu tertentu.20

Narasi biasanya ditulis berdasarkan rekaan atau imajinasi. Namun, narasi juga bisa ditulis berdasarkan pengalaman pribadi penulis, pengamatan, dan wawancara. Narasi pada umumnya merupakan himpunan peristiwa yang disusun berdasarkan urutan waktu atau urutan kejadian. Dalam tulisan narasi selalu ada tokoh-tokoh yang terlibat dalam suatu atau berbagai peristiwa yang diceritakan. Dengan kata lain, narasi adalah bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak-tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung urut dalam suatu kesatuan waktu.

Karakteristik Karangan Narasi

Karangan narasi berusaha menyampaikan serangkaian kejadian menurut urutan terjadinya (kronologis), dengan maksud memberi arti kepada sebuah atau serentetan kejadian, sehingga pembaca dapat memetik hikmah dari cerita itu.

19

Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi Komposisi Lanjutan III, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm.136

20

(28)

Dengan kata lain, karangan semacam ini hendak memenuhi keingintahuan pembaca yang selalu bertanya, “Apa yang terjadi?”

Unsur penting yang membedakannya dengan dari deskripsi, karangan narasi mengandung unsur utama berupa unsur perbuatan dan waktu. Keduanya dalam tata keutuhan tempat dan waktu. Jika ingin menulis karangan narasi, maka peristiwa atau kejadian yang sudah dikumpulkan disusun beruntun sehingga menjadi serangkaian peristiwa yang menarik.

Hal terpenting yang harus diingat dalam mengarang narasi ialah: (1) walaupun khayal atau berimajinasi, kita tidak boleh sesuka hati menciptakan cerita. Tokoh harus bertindak wajar sesuai dengan watak dan kepribadian yang diberikan, (2) harus berlogika, kalau tidak cerita akan kacau atau sukar dimengerti.21

Contoh karangan narasi:

S menuturkan, siang itu tanggal 26 Mei 1985, ia sedang bersembahyang di dalam bloknya. Tiba-tiba ia mendengar suara gaduh. Puluhan orang berhamburan keluar lewat pintu gerbang Rutan Salemba. Laki-laki yang belum menerima vonis itu ikut keluar.

Belum sampai satu kilometer dari Rutan, ia singgah di sebuah warung kecil karena melihat dua buronan lainnya ada di situ. Salah seorang temannya itu memberinya uang Rp. 2000,00 dan menyuruhnya segera pergi. Dengan bekal tersebut, S naik bajaj ke rumah seorang kenalannya di Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Harapannya untuk mendapat perlindungan di rumah kenalannya menjadi sirna, ketika kenalannya itu mengetahui bahwa seharusnya S masih mendekam di dalam tahanan. S disuruh pergi dari rumah itu. Buronan ini kemudian berkeliaran di kawasan pelacuran Bongkaran Tanah Abang. “Tiga hari pertama saya selalu merasa diawasi dan curiga kepada siapa saja,” ujarnya. S sempat ditanyai oleh seorang warga Bongkaran yang merasa curiga. S mengaku bernama N, dan menceritakan bahwa ia sedang terlantar di Jakarta. Kemudian ia berhasil berkenalan dengan salah seorang warga Bongkaran itu dan menetap di sana selama lebih kurang dua minggu.

Tetapi rasa takut terus melecutnya, Suwardi ingin lari ke luar Jakarta. Lewat kenalannya di Bongkaran, S menitipkan surat kepada seorang teman dekatnya di Jatinegara. Teman dekatnya ini memberinya uang Rp. 5000,00. Dengan bekal ini S pulang ke kampung halamannya di Sukakilo, Pati, Jawa Tengah. Beruntung tidak ada keluarga atau tetangga yang mengetahui pelariannya. S tinggal di kampungnya selama sembilan bulan.

21

(29)

Tiba-tiba ada seorang tetangganya pulang dari daerah transmigrasi di Kecamatan Ipuh, Bengkulu Utara. Tetangganya akan kembali lagi ke Bengkulu Utara. S yang sudah merasa aman di desanya ini, mencium peluang emas untuk ikut pergi ke daerah transmigrasi, sekaligus mengubur masa lalunya dan masa depan yang baru.

Selang beberapa waktu kemudian, S memang mendarat di Bengkulu dan menuju kawasan transmigrasi di bagian Utara. Ia mulai menghirup udara kebebasan di sebuah daerah terpencil dan mulai bergulat dengan sebuah babak baru kehidupan. Ia ingin hidup sebagai petani.

Tetapi hukum dan kebebasan kadang-kadang nampak paradoks. Sementara itu, satu tim reserse Polres Jakarta Pusat yang dipimpin Capa D meluncur dalam sebuah tugas perburuan ke Jawa Tengah, menangkap seorang tersangka pencuri emas. Hamba hukum ini juga mengetahui alamat S di Sukakilo. Petugas memburu ke Sukakilo, tetapi S sudah berangkat ke Bengkulu Utara. Dari bengkulu, hamba hukum ini melanjutkan perburuannya ke Kecamatan Ketahun Ipuh, 160 kilometer dari Bengkulu. Mereka sampai di sana pukul 02.00 Minggu, dini hari. Paginya mereka menuju ke tempat yang diperkirakan S bersembunyi. Namun hasilnya nihil. Diperoleh keterangan S bekerja di sebuah ladang di desa Karangpulo, sekitar 47 kilometer dari Ketahun Ipuh.

Kedua hamba hukum ini pun melanjutkan perburuannya ke desa Karangpulo, dengan membawa seseorang yang kenal betul dengan S. Sekitar pukul 09.00 pagi hari Minggu, kendaraan yang ditumpangi reserse ini memperlambat jalannya, ketika tiga orang laki-laki melangkah dari arah yang berlawanan. Salah seorang di antaranya dikenal sebagai S. Dua anggota reserse itu langsung meloncat ke luar dari dalam mobilnya. “Jangan bergerak”, ancam Capa D sambil mengacungkan pistolnya. Bumi tempat S berpijak serasa runtuh. Buronan yang masih memanggul cangkul sepulang dari ladang itu, menyerah. Dengan mobil, S dibawa kembali ke Jakarta dan tentu kembali menjadi penghuni Rutan Salemba.

(Diedit dari Kompas, 2 April 1986)22

2) Jenis-jenis Karangan Narasi

Karangan narasi dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu narasi ekspositoris dan narasi sugestif.

a. Narasi Ekspositoris

Narasi ekspositoris bertujuan memberi informasi pada pembaca agar pengetahuannya bertambah luas. Artinya, narasi ini berusaha menggugah pembaca agar mengetahuai apa yang dikisahkan. Narasi ini mempersoalkan tahap-tahap kejadian dan rangkaian-rangkaian perbuatan kepada para pembaca. Contoh

22

(30)

narasi ekspositoris antara lain kisah perjalanan, otobiografi, kisah perampokan, dan cerita tentang pembunuhan.

Narasi ekspositoris bisa dibagi menjadi dua yakni bersifat generalisasi dan khusus. Narasi ekspositoris yang bersifat generalisasi adalah narasi yang menyampaikan suatu proses umum dan dapat dilakukan oleh siapa saja dan dapat dilakukan berulang-ulang. Kemahiran menjadi tujuan utama narasi sifat ini. Misalnya adalah narasi yang menceritakan bagaimana membuat pisang goreng. Narasi ini memberikan tahap-tahap pembuatan pisang goreng sampai menjadi pisang goreng siap makan. Semua orang bisa melakukannya asal dilakukan sesuai petunjuk dan berulang-ulang dipraktikkan.

Sementara itu, narasi ekpositoris yang bersifat khusus adalah narasi yang berusaha menceritakan suatu peristiwa yang kha, yang hanya terjadi satu kali saja. Peristiwa tersebut tentu saja tidak bisa diulang-ulang, karena merupakan pengalaman atau kejadian pada suatu waktu tertentu saja. Misalnya, pengalaman seseorang yang baru saja pergi ke luar negeri, yang tidak mungkin diulang karena dikisahkan dalam sebuah narasi yang bersifat khusus

b. Narasi Sugestif

(31)

4. Pengertian Kedwibahasaan

Dilihat dari jumlah bahasa yang digunakan dalam suatu masyarakat bahasa, ada masyarakat bahasa yang menggunakan satu bahasa dan ada masyarakat bahasa yang menggunakan dua bahasa atau lebih.

Zaman yang terus maju, ilmu pengetahuan tentang masalah kebahasaan pun turut berkembang. Pengertian kedwibahasaan sebagai salah satu gejala kebahasaan turut pula berkembang. Kedwibahasaan adalah istilah yang pengertiannya bersifat nisbi (relatif). Kenisbian tersebut terjadi karena batas seseorang untuk dapat disebut dwibahasawan itu bersifat arbitrer.

Pada mulanya kedwibahasaan diartikan sebagai penguasaan yang sama baik terhadap dua buah bahasa oleh seseorang seperti halnya penguasaan oleh pembicara asli.23 Kedwibahasaan merupakan kenyataan dalam masyarakat Indonesia, pada masa lalu, masa sekarang, dan lebih-lebih pada masa mendatang. Hal itu merupakan bagian dan sekaligus pencerminan dari keadaan kebudayaan kita yaitu kebudayaan bhineka tunggal ika.

Istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia di sebut juga kedwibahasaan. Dalam sosiolinguistik, secara umum bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.24

Senada dengan pendapat yang dikemukakan sebelumnya, Ohoiwutun mengemukakan bahwa penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang atau suatu masyarakat dinamai bilingualisme atau kedwibahasaan.25 Kedwibahasaan adalah kebiasaan penggunaan dua bahasa atau lebih dalam suatu masyarakat bahasa. 26 According to Dornyei bilingualism that defines the term as the ability

23

Yus Rusyana, Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan, (Bandung: CV Diponegoro, 1984), hlm.26

24

Abdul Chaer, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 84

25

Paul Ohoiwutun, Sosiolinguistik Memahami Bahasa dalam Konteks Masyarakat dan

Kebudayaan, (Jakarta: Kesaint Blanc, 1997), hlm.66

26

(32)

to produce complete meaningful utterances in two language.27 yang artinya kemampuan menghasilkan keseluruhan makna dalam dua bahasa.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan merupakan penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang atau masyarakat secara bergantian. Untuk dapat menggunakan dua bahasa, tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa tersebut terlebih dahulu.

5. Analisis Kesalahan Berbahasa

a. Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa

Manusia sebagai makhluk Tuhan tidak akan lepas dari kesalahan. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara kelompok maupun individu selalu mengandung dua risiko. Pertama, risiko kebenaran dan kedua resiko kesalahan. Namun, pada hakikatnya kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan itu harus dikurangi bahkan dihilangkan sama sekali.

Setiap manusia baik itu anak-anak, remaja, ataupun dewasa, dalam kegiatan berkomunikasi baik lisan maupun tulis setiap hari menggunakan bahasa.

Dalam berkomunikasi, siswa terkadang atau sering melakukan kesalahan. Istilah “kesalahan” yang dipergunakan dalam buku ini adalah padanan dari kata “errors” dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris sendiri kata errors mempunyai sinonim, antara lain: mistakes dan goofs. Demikian pula halnya dalam bahasa Indonesia, di samping kata kesalahan kita pun mengenal kata kekeliruan dan kata kegalatan.28

Dalam kegiatan berbahasa yang terdiri dari empat kegiatan berbahasa yaitu menyimak, membaca, menulis, dan berbicara tidak lepas dari kesalahan-kesalahan. Kesalahan yang ditimbulkan tentu berhubungan dengan masalah-masalah kebahasaan pula. Di dalam kegiatan berbahasa, khususnya menulis, kesalahan-kesalahan mengenai penggunaan kosakata, tanda baca, ejaan, dan pilihan kata banyak dilakukan oleh penulis.

27

Zoltan Dornyei, The Psychology of Second Language Acquisition, (New York: Oxford , 2009), hlm.15

28

(33)

Seseorang melakukan kesalahan berbahasa disebabkan oleh dua kemungkinan. Pertama pengarang benar-benar tidak tahu bahwa yang ditulisnya itu salah, kedua melakukan kesalahan berbahasa, walaupun sebenarnya pengarang tahu bahwa hal itu salah, tetap saja ia melakukannya. Pada sebab kesalahan pertama harus diberitahu mengenai kesalahan yang dilakukan oleh pengarang, mana yang benar dan salah, sedangkan pada sebab kesalahan kedua pengarang harus diberi tahu dan diperbaiki agar mendapatkan bahasa Indonesia yang baku.

Banyak pakar kebahasaan yang tertarik pada analisis kesalahan dan mereka mengkhususkan diri pada bidang ini. Ada di antara mereka yang telah memberi batasan dan pengertian mengenai analisis kesalahan yaitu antara lain:

Analisis kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur yang digunakan oleh para peneliti dan para guru, yang mencakup pengumpulan sampel bahasa pelajar, pengenalan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam sampel tersebut, pendeskripsian kesalahan-kesalahan itu, pengklasifikasiannya berdasarkan sebab-sebabnya yang telah dihipotesiskan, serta pengevaluasian keseriusannya.29 Pendapat lain juga dikemukakan oleh Yulianto dan Mintowati bahwa analisis kesalahan merupakan suatu prosedur. Sebagai suatu prosedur terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh oleh peneliti dan guru bahasa saat menghadapi sejumlah contoh kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa.30

Telah berulang-ulang dijelaskan bahwa analisis kesalahan pada mulanya hanya untuk menganalisis penyimpangan penggunaan bahasa Inggris, terutama dalam kedudukan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing. Namun ide, teknik dan teori yang mendasari analisis kesalahan kiranya dapat diterapkan untuk pengembangan bahasa Indonesia, khususnya dalam kaitannya dengan pengajaran bahasa Indonesia.31

Dari batasan yang dikemukakan oleh dua ahli di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai analisis kesalahan yaitu:

29

Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa Bandung, 1988),hlm. 170

30

Bambang Yulianto dan Maria Mintowati, Analisis Kesalahan Berbahasa, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), hlm.2.5

31

(34)

Suatu prosedur yang digunakan peneliti untuk pengumpulan sampel, pendeskripsian, pengklasifikasian, pengevaluasian, serta merupakan bentuk penyimpangan wujud bahasa yang menghambat kelancaran komunikasi.

b. Jenis-jenis Kesalahan Berbahasa

Kesalahan berbahasa atau “language errors” memang beraneka ragam jenisnya dan dapat dikelompok-kelompokkan dengan berbagai cara sesuai dengan cara seseorang memandangnya. Dengan perkataan lain, setiap sudut pandang menghasilkan pengelompokkan tertentu.

Ada pakar yang membedakan jenis-jenis kesalahan berbahasa atas dua jenis, yaitu:

1). Kesalahan yang disebabkan oleh faktor-faktor kelelahan, keletihan, dan kekurangan perhatian, yang oleh Chomsky disebut faktor performansi. Faktor performansi ini, merupakan kesalahan penampilan, dalam beberapa kepustakaan disebut mistake.

2). Kesalahan yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai kaidah-kaidah bahasa, yang disebut oleh Chomsky sebagai faktor kompetensi, merupakan penyimpangan-penyimpangan sistematis yang disebabkan oleh pengetahuan pelajar yang sedang berkembang mengenai sistem B2 (bahasa kedua) disebut “errors”32

Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis kesalahan berbahasa disebabkan oleh faktor-faktor kelelahan, keletihan, dan kekurangan perhatian serta kurangnya pengetahuan mengenai kaidah-kaidah bahasa. Selain itu, kesalahan berbahasa dapat ditinjau dari segi penyebab dan dari segi kebahasaan.

6. Analisis Kesalahan Kosakata a. Pengertian Kosakata

Setiap penutur bahasa memiliki sejumlah kosakata. Dengan sejumlah kosakata yang dimilikinya, penutur bahasa tersebut dapat menunjukkan

32

(35)

kemahiran berbahasanya karena kemahiran berbahasa seseorang ditentukan oleh sejumlah kosakata yang dikuasainya. Semakin besar jumlah kosakata yang dikuasainya semakin leluasa pula dia menetukan kata-kata yang tepat pada saat berbahasa.

Untuk memberikan gambaran lebih jelas berikut ini penulis kemukakan beberapa pendapat para ahli tentang pengertian kosakata.

Kosakata adalah perbendaharaan kata.33 Pendapat lain tentang kosakata yang dikemukakan Keraf yaitu kesatuan-kesatuan arus ujaran yang mengandung suatu makna.34 Pendapat lain juga dikemukakan oleh Zainuddin bahwa kosakata adalah sebuah kata atau kelompok kata untuk mewakili suatu nama, sifat, bentuk dan jenis benda.35

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kosakata merupakan perbendaharaan kata atau kumpulan kata yang dimiliki oleh suatu bahasa yang mengandung suatu makna. Jadi seseorang yang perbendaharaannya sedikit akan memiliki wawasan yang sempit dalam berkomunikasi dan tidak akan terampil menggunakan bahasanya. Artinya, apa yang terlintas dalam pikirannya itu tidak bisa diungkapkan dengan bahasa yang tepat seperti yang diinginkan, karena ia tidak memiliki wawasan yang cukup untuk mengungkapkan apa yang dipikikannya itu. Dengan demikian, penguasaan kosakata yang banyak sangat menguntungkan kita dalam belajar, bahkan dalam kehidupan sehari-hari dalam berkomunikasi.

b. Analisis Kesalahan Kosakata

Pemakai bahasa sudah sepatutnya menggunakan kosakata yang dikuasainya dengan tepat. Penggunaan kosakata yang tepat akan menghasilkan tulisan yang enak dibaca. Sebaliknya, jika penggunaan kosakata tidak tepat, tulisan atau pembicaraan tidak mustahil akan membingungkan pembaca atau pendengarnya, akibat pemilihan kata yang kurang tepat, kalimat menjadi

33

Pusat Pembinaan dan Pengembangna Bahasa, KBBI, (DP & K: Balai Pustaka, 2008), hlm.736.

34

Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 1999), hlm.15

35

(36)

samar atau bahkan menggelikan. Ada juga pemilihan kata yang tidak tepat yanag masih dapat dipahami oleh orang lain, tetapi dari segi kaidah bahasa kata yang dipilihnya tidak termasuk kata yang baku.

Dalam kaitan inilah, pemilihan kata itu dilakukan dengan cermat, agar kalimat yang disusun dapat dicerna dan dipahami pembaca atau pendengar. Pada umumnya bangsa Indonesia dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang berbahasa daerah. Oleh karena itu, janganlah heran apabila bahasa daerah sebagai bahasa pertama besar pengaruhnya terhadap bahasa Indonesia.

Bahasa daerah itu telah memperkaya bahasa Indonesia, bahkan telah menyerap ke dalam berbagai unsur kebahasaan, seperti: fonologi, morfologi, sintaksis, serta kosakata yang tidak sedikit jumlahnya.

Kontak bahasa Indonesia dengan bahasa derah tentu tidak terhindar dari kesalahan. Tidak semua kosakata bahasa daerah dapat secara langsung digunakan dalam bahasa Indonesia.

Sering tidak disadari bahwa bahasa Indonesia yang kita gunakan bukanlah bahasa Indonesia yang murni, melainkan bahasa Indonesia yang sudah dipengaruhi oleh bahasa daerah. Pengaruh itu bermacam-macam, ada pengaruh makna kata, pengaruh bentukan kata, dan ada pula pengaruh struktur kalimat. Kesalahan kosakata termasuk ke dalam kesalahan leksikon, yaitu kesalahan memakai kata yang tidak atau kurang tepat.36

Berdasarkan pendapat kedua ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kesalahan kosakata dapat dikelompokkan atas: pengaruh kata, pengaruh struktur kata, pengaruh struktur frase dan pengaruh struktur klausa dan kalimat, serta kesalahan memakai kata yang tidak atau kurang tepat.

c. Evaluasi Kesalahan Kosakata

Evaluasi pendidikan dan pengajaran dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang kesalahan-kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa. Hal itu dilakukan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Evaluasi dilakukan secara langsung pada objek penelitian melalui karangan narasi siswa.

36

(37)

Dalam penelitian yang penulis lakukan ini adalah ingin mengetahui kesalahan berbahasa dalam bidang kosakata siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi pada karangan narasi melalui beberapa teknik, yaitu tes dan angket.

1) Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh indovidu atau kelompok.37

Teknik tes digunakan pada siswa secara langsung. Teknik tersebut dilakukan setelah kegiatan belajar mengajar dilakukan. Bentuk tes yang digunakan adalah tes essai yang dilakukan secara langsung oleh siswa dengan membuat karangan narasi.

2) Angket

Pengumpulan data melalui angket dilakukan oleh penulis kepada siswa secara langsung untuk mengetahui gambaran tentang kesulitan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Negeri Parung sebagai dwibahasawan. Hal tersebut akan mempermudah penulis dalam pengumpulan data.

Dalam penelitian ini angket dibuat dengan bentuk campuran. Maksudnya, responden diberikan pilihan untuk menjawab setiap pertanyaan sesuai alternatif jawaban yang telah disediakan atau dapat menuliskan jawaban lain yang sesuai pada alternatif jawaban yang telah dikosongkan. Pertanyaan dalam angket berjumlah 13 pertanyaan.

7. Bahasa Betawi

Pembicaraan mengenai bahasa Betawi, sama halnya seperti pembicaraan mengenai bahasa Indonesia. Bahasa Betawi dan bahasa Indonesia lahir dari bahasa Melayu. Pembicaraan mengenai bahasa Indonesia sama halnya dengan membicarakan bahasa Melayu. Muhadjir mengungkapkan bahwa bahasa

37

(38)

Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 28 Oktober 1928 diangkat dari bahasa Melayu. 38 Pada hakikatnya, bahasa Indonesia bersumber dari bahasa Melayu yang telah dipakai bertahun-tahun lamanya. Bahasa Melayu pada saat itu telah dipakai sebagai lingua-franca oleh antarsuku baik dalam lisan maupun dalam tulisan. Bahasa Melayu tidak jauh berbeda dengan bahasa Indonesia. Masyarakat yang mula-mula memakai bahasa Melayu sebagai lingua-franca, kemudian dibebani tugas yang tak mudah yaitu mengganti bahasanya dengan bahasa Indonesia. Perubahan bahasa seperti ini membuat bahasa Melayu masih tetap dipakai oleh sekelompok masyarakat sebagai percakapan sehari-hari, khususnya di daerah Jakarta.

a. Wilayah Bahasa dan Budaya Betawi

Dari segi sejarah kependudukan kota ini, masyarakat asli Jakarta terbentuk dari berbagai macam suku yang datang dari luar Jakarta, yang bersama-sama meninggalkan identitas asalnya dan bersama-sama membentuk etnis baru, Kaum Betawi, kurang lebih sama halnya seperti masyarakat Betawi tersebut, penghuni kota metropolitan Jakarta dewasa ini juga terbentuk oleh masyarakat pendatang dari berbagai wilayah di luar Jakarta, dan bersama anak Betawi membentuk masyarakat Jakarta modern dengan menggunakan bahasa yang berakar pada bahasa Betawi.

Lengkapnya wilayah persebaran bahasa Melayu Betawi menurut Muhadjir adalah sebagai berikut:39

a) Di seluruh wilayah administratif DKI Jakarta yang tersebar dalam 30 Kecamatan.

b) Di luar wilayah DKI Jakarta, terdapat di:

 Kabupaten Tangerang, yakni di kecamatan-kecamatan: Mauk, Sepatan,

Teluk Naga, Batu Ceper, Ciledug, Cipondoh, Pondok Aren, Ciputat, dan Serpong.

38

Muhadjir, Bahasa Betawi: Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000), hlm.102

39

(39)

 Kabupaten Bogor, yakni di kecamatan-kecamatan: Gunung Sindur, Parung

Sawangan, Bojong Gede, Semplak, Cibinong, Pancoran Emas Sukma Jaya, Beji, dan Cimanggis.

 Kabupaten Bekasi, yakni di kecamatan-kecamatan: Pondok Gede, Jati

Asih, Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Utara, Bekasi Timur, Bantar Gedang, Setu, Tambun, Cibitung, Cikarang, Sukatani, Tambelang, Pabayuran, Cabang Bungin, Muara Gembong, Taruna Jaya, dan Babelan.

b. Ciri Khas Bahasa Betawi 1. Ciri Tata Ucap

Untuk memudahkan pembahasan tentang ciri-ciri khas bahasa Betawi, yaitu membandingkannya dengan ciri-ciri tata ucap bahasa Indonesia.

Ciri 1: Kata-kata apè, anè, ayè, gilè bila diucapkan dalam bahasa Indonesia sama dengan apa, ana, aya, gila. Selain itu bahasa Betawi tidak mengenal vokal rangkap atau diftong ai, au. Dengan demikian kata-kata yang dalam bahasa Indonesia diucapkan dengan diftong dalam bahasa Betawi diucapkan dengan è dan o. Kata-kata seperti pantai, cerai, atau pulau dan tembakau, diucapkan sebagai pantè, cerè, pulo dan tembako.

Ciri 2: Kaidah kedua adalah kata-kata yang berakhir dengan konsonan h dalam bahasa Indonesia, dalam bahasa Betawi diucapkan tanpa h.demikian misalnya kata-kata seperti darah, merah, sebelah, salah, tengah, dalam bahasa Betawi menjadi darè, merè, salè, tengè.

Ciri 3: Seperti dapat dilihat pada beberapa contoh yang sudah disebut, salah satu ciri bahasa Betawi adalah terjadinya pemenggalan kata atau bunyi awal. Seperti terjadi pada beberapa contoh, sayè diucapkan ayè, samè sering diucapkan amè.

2. Ciri Morfologis

(40)

Kata-kata kerja yang dalam bahasa Indonesia berbentuk me- dalam bahasa Betawi hanya berupa nasal yang mengawali bentuk dasar. Kata kerja seperti pukul, bakar, kunyè „kunyah‟, ganggu menjadi kata kerja mukul, mbakar, ngunyè, dan nganggu, yang sejajar dalam bahasa Indonesia memukul, membakar, mengunyah, dan mengganggu.

(2) Awalan ber-

Bentuk awalan itu pun mempunyai ciri khas. Hampir dalam semua bentuk dasar tidak pernah muncul utuh ber-, melainkan selalu hanya berbentuk be- seperti bebisik untuk „berbisik‟, bejalan „berjalan‟, bejanji „berjanji‟, betemen „berteman‟, dan sebagainya.

(3) Akhiran –in

Dalam bahasa Indonesia terdapat dua akhiran –i dan –kan yang sama artinya dengan akhiran dalam bahasa Betawi yaitu –in. Kata-kata Indonesia mendatangi, menyembunyikan, mengambilkan, menjahitkan, dalam bahasa Betawi adala: ndatangin, ngumpetin, ngambilin, dan ngejaitin.

(4) Akhiran –an

Akhiran sama bentuknya dengan bahasa Indonesia, tetapi penggunaannya di Jakarta cukup khas. Dalam bahasa Betawi akhiran itu bisa menyatakan „lebih‟ bila dihubungkan dengan bentuk dasar adjektiva, seperti cepetan, tinggian, baikan, „lebih cepat‟, „lebih tinggi‟, „lebih baik‟.

(5) Bentuk kata ulang

Dalam bahasa Indonesia terdapat dua bentuk ulangan kata: ulangan kata penuh, seperti laki-laki, beramai-ramai dan ulangan suku awal seperti lelaki atau tetangga. Dalam bahasa Indonesia kehadiran bentuk ulang yang kedua sangat terbatas. Tetapi dalam bahasa Betawi, sekalipun tidak seproduktif seperti dalam bahasa Sunda, jumlah contoh bentuk ulang yang kedua tampak lebih banyak, seperti tetamu „tamu‟, gegares „makan‟, bebenah „memberes -bereskan‟, gegaruk „garuk-garuk‟, sesenggukan „tersengguk-sengguk‟.

(41)

Frasa kata kerja dengan maen tampaknya juga khas Betawi seperti terdapat dalam maen pukul, maen ambil, maen tubruk, yang berarti „melakukan pekerjaan secara sembarangan, semaunya sendiri‟.

Model pembentukan kata itu juga terdapat dengan awalan kejè atau kerja (pinggiran) seperti terdapat dalam kejè ketawa, „membuat orang tertawa‟ kejè mare „menyebabkan marah.

3. Ciri Sintaksis

Ciri yang bersifat tata kalimat khususnya menonjol dengan munculnya berbagai kata partikel kalimat seperti si(h), kek, dong, deh, dan sebagainya. a. Lu udè nggak kenal langgar sih

Kau tidak lagi mengenal musalla‟

b. Tapinyè bilang dulu amè si Miun dong yè „Tetapi bicarakan dulu dengan si Miun, ya‟ c. Nyai kek perawan sini kek

„(Tidakpeduli), apakah Nyai atau gadis dari sini‟

d. Belon pulang kok delmannyè ada di blakang

Dia belum pulang, mengapa delmannya sudah ada di belakang

B. Penelitian yang Relevan

Sebelum melakukan penelitian ini, penulis telah menelusuri beberapa hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan ini. Penelitian terdahulu akan dipaparkan sebagai berikut:

(42)

sendiri, penggunaan kata yang bersinonim, penggunaan idiomatik, penggunaan kata asing, penggunaan kata yang bermakna denotasi atau konotasi, dan penggunaan kata yang berhubungan dengan panca indra. Kesalahan yang paling banyak dilakukan siswa Kelas X Semester Ganjil di MAN 12 Jakarta Barat adalah kesalahan yang disebabkan oleh penggunaan kata ciptaan sendiri.

Adapun perbedaan penelitian Maidatussalamiyah dengan skripsi ini yaitu kesalahan yang diteliti adalah kesalahan diksi di dalam karangan deskripsi siswa, sedangkan kesalahan yang penulis teliti adalah kesalahan pada penggunaan kosakata dalam karangan narasi siswa.

Lieza Yanti mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Interferensi Bahasa Betawi Pada Karangan Narasi Siswa Kelas XI Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Miftahul Falah Cipulir-Kebayoran Lama Jakarta Selatan”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bentuk-bentuk interferensi pada karangan narasi siswa terjadi pada bentuk kata, afiks kategori prefiks, sufiks, dan konfiks. Sedangkan pada afiks kategori infiks dan pengulangan tidak terjadi. Bentuk yang paling sering terinferensi adalah bentuk kata, sedangkan pada bentuk afiks paling sering terinferensi adalah konfiks. Dari 45 karangan Siswa Kelas XI Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Miftahul Falah Cipulir-Kebayoran Lama Jakarta Selatan karangan yang terinterferensi bahasa Betawi sebanyak 33 atau 73,30%, karangan yang tidak terinterferensi bahasa betawi sebanyak 12 atau 26,70%. Jadi sebagian besar siswa melakukan interferensi bahasa Betawi dalam karangan narasinya.

Adapun perbedaan penelitian Lieza Yanti dengan skripsi ini yaitu terletak pada masalah yang diteliti. Masalah yang diteliti oleh Lieza yanti adalah interferensi bahasa Betawi bukan hanya pada kosakata saja, tetapi juga pada proses morfologis seperti imbuhan dan kata ulang. Sedangkan masalah yang penulis teliti hanya kesalahan pada penggunaan kosakata.

(43)

Morfologi dan Sintaksis Bahasa Jawa Dialek Cirebon Terhadap Bahasa Indonesia dalam Karangan Narasi Siswa Kelas V Semester Ganjil di SD Negeri 1 Babakan Ciwaringin Cirebon Tahun Pelajaran 2011/2012”. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk interferensi pada tataran morfologi dan sintaksis dalam karangan narasi siswa terdapat penyimpangan pada pembentukan prefiks nasal /N/ menjadi /m-, ñ-, n-, ŋ-/, pembentukan prefiks /kǝ-/ dalam bahasa Jawa Cirebon menyatakan makna ketidaksengajaan berpadanan dengan prefiks /tǝr-/ dan /bǝr/, pembentukan morfem zero dalam hal ini tidak munculnya prefiks /bǝr-/, /mǝN-/, dan /tǝr-/, konfiks /mǝ-kan/, dan tidak terdapat afiks karena dalam bahasa Jawa tidak memiliki afiks tersebut, pembentukan sufiks /-akǝn/ dalam bahasa Indonesia berpadanan dengan sufiks /-kan/ yang menyatakan‟melakukan untuk orang lain‟ dan memasukan kata bahasa Jawa Cirebon ke dalam Bahasa Indonesia. Bentuk interferensi sintaksis dalam penggunaan bahasa Indonesia dalam karangan narasi yaitu pola penggunaan klitika /-ña/, pola pembentukan frasa, dan pola pembentukan klausa (pengulangan subjek ganda).

Adapun perbedaan penelitian Lili Sholihah dengan skripsi ini yaitu pada masalah yang diteliti. Lili Sholihah meneliti tentang interferensi morfologi dan sintaksis bahasa Jawa Dialek Cirebon dalam karangan narasi, sedangkan masalah yang penulis teliti yaitu kesalahan penggunaan kosakata dalam karangan narasi siswa yang berlatar belakan bahasa Betawi.

(44)

30 A.Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian akan dilakukan, beserta jalan dan kotanya. Dalam penelitian terhadap kesalahan kosakata pada karangan narasi siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi dalam berbahasa Indonesia, lokasi yang di ambil untuk melakukakan penelitian yaitu di Madrasah Tsanawiyah Negeri Parung.

MTs Negeri Parung terletak di Lebak Wangi, Jalan Raya Parung, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Di provinsi Jawa Barat, tepatnya di daerah Parung, banyak ditemukan masyarakat yang dwibahasawan. Salah satu di antaranya masyarakat yang ber-B1 bahasa Betawi dan ber-B2 bahasa Indonesia.

Waktu yang digunakan dalam melakukan penelitian ini yaitu selama tujuh bulan yaitu dimulai dari bulan Februari 2013 sampai dengan bulan Agustus 2013. Pengambilan data penelitian dilakukan di sekolah ini, khususnya pada siswa kelas VII semester genap tahun pelajaran 2012/2013.

B.Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.40 Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek atau subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek itu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MTs Negeri Parung kelas VII berjumlah sembilan kelas yang terdiri dari 423 siswa.

40

(45)

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.41 Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.

Dalam penelitian ini, penulis memilih satu kelas yang diambil secara acak dari sembilan kelas. Kelas VII-1 menjadi kelas terpilih sebagai kelas sampel dengan jumlah 30 siswa. Peserta dengan jumlah tersebut adalah benar-benar dapat mewakili seluruh peserta didik. Pengambilan sampel tersebut berdasarkan pertimbangan, yaitu bahasa yang digunakan siswa kelas VII-1 dalam percakapan sehari-hari di sekolah adalah bahasa Betawi.

C.Metode Penelitian

Metode penelitian ialah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan dan analisis data yang dipergunakan, guna menjawab persoalan yang dihadapi. Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode deskriptif. Penelitian deskriptif tidak diperlukan administrasi dan pengontrolan terhadap perlakuan. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya meggambarkan “apa adanya” tentang satu variabel, gejala atau keadaan. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mangenai status suatu gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.42

Metode deskriptif adalah metode yang di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis, dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang terjadi atau ada. Dalam hal ini penulis akan mendeskripsikan tipe-tipe kesalahan berbahasa tulis yang dilakukan oleh siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi dalam berbahasa Indonesia. Pengklasifikasian dilakukan berdasarkan kesalahan pada kategori kosakata.

41

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 81

42

Gambar

Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

This paper presents an optimized look-up table (i.e. voltage vector selection) and a Constant Frequency Torque Controller (CFTC) proposed in [7] to achieve constant

media/buku gambar untuk dikreasi sedemikian rupa. Penyelenggarakan bimbingan belajar Biologi bagi anak-anak SD dan SMP di Dusun Keruk IV dengan materi sebagai berikut..

Japanese Music and Musical

PENDIRIAN SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN PROTESTAN NEGERI.. PRESIDEN

Jika dengan larutan asam atau pH rendah, gugus amino padaprotein akan. bereaksi dengan ion H+, sehingga protein

Sahabat MQ/ Pengembalian data uji publik pemegang KMS/ dari 45 kelurahan di Yogyakarta/ yang seharusnya selesai hari ini/ ternyata mundur// Hingga saat ini/ baru sekitar 20

PROFIL REPRESENTASI MENTAL SISWA KETIKA MEMBACA GAMBAR REPRESENTASI KONVENSI DAN ISOMORFISME SPASIAL PADA MATERI SISTEM EKSKRESI MANUSIA.. Universitas Pendidikan

Hasil penelitian ini berjudul “Dampak Pariwisata Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat (studi pada Daerah Wisata Tuktuk Siadong, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir).. Pada