Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
PEMETAAN DAERAH RAWAN KONFLIK GAJAH
MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER
(Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan)
Hasil Penelitian
Oleh :
Revina Febriani 051201033 Manajemen Hutan
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan
Sistem Informasi Geografis di Taman Nasional Gunung
Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta
Raja dan Resort Sei Lepan)
Nama Mahasiswa : Revina Febriani
NIM : 051201033
Jurusan : Kehutanan
Program Studi : Manajemen Hutan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing :
Pindi Patana, S.Hut.,M.Sc
Ketua Anggota
Achmad Siddik Thoha S. Hut., M.Si
Mengetahui,
Ketua Departemen Kehutanan
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
ABSTRAK
REVINA FEBRIANI. Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah
Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di resort Tangkahan, resort Cinta Raja dan resort Sei Lepan). Dibimbing oleh Pindi Patana dan Achmad Siddik Thoha.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk penggunaan lahan yang dapat menyebabkan konflik gajah dengan manusia dan mengetahui faktor pendukung terjadinya konflik gajah dengan manusia di Tangkahan, Cinta raja dan Sei Lepan beserta Kawasan Ekosistem Leuser. Semakin tingginya aktifitas perambahan dan konversi hutan di Taman Nasional Gunung Leuser menjadi areal pertanian dan perladangan menyebabkan rusaknya habitat dan pola jelajah gajah sehingga gajah mencari ruang gerak baru kemudian terjadilah konflik. Dengan memanfaatkan aplikasi Sistem Informasi Geografis bisa diketahui beberapa faktor yang bisa menyebabkan konflik gajah dan manusia diantaranya ketinggian tempat, kelerengan, jarak dari sungai dan penutupan lahan disekitar Taman Nasional Gunung Leuser yang kemudian ditampilkan dalam bentuk peta. Dengan memperhatikan pola kejadian konflik, bisa memprediksi daerah yang rawan konflik gajah dan manusia. Hubungan antara masing-masing faktor dengan jumlah kerusakan akibat kejadian konflik dianalisa menggunakan uji korelasi
Spearman. Kemudian dapat diketahui bahwa faktor yang paling kuat
mempengaruhi kejadian konflik gajah adalah faktor kelerengan.
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
ABSTRACK
This research aim to to know form usage of farm able to cause human elephant conflict being and to know supplementary factor the happening of human elephant conflict being in Tangkahan, Cinta Raja and Sei Lepan along the Area of Leuser ecosystem. Excelsior the activity of clear up and forest conversion in Gunung Leuser National Park become agriculture areal and farm causing damage of habitat and pattern explore of elephant up to the elephant looking for new motion room and then the conflict happened. By application Geographical Information System can know some factor which cause the human elephant conflict being among others elevation, sloping, distance from the river and covered farm around Gunung Leuser National Park which is presented in the form of map. By paying attention the pattern of occurence of conflict, can be prediction the area that elephant disturbed human elephant conflict being. The Relation between each factor with amount of damage that cause by occurence of conflict analysed with correlation test of Spearman. Then can know that strongest factor influence occurence of elephant conflict is sloping factor.
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lakitan Kecamatan Lengayang, Kabupaten Pesisir
Selatan Sumatera Barat pada tanggal 05 Februari 1987 dari ayah Jamaluddin, S.P
dan ibu Zaiful Asni. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.
Penulis mulai mengenyam pendidikan di SD Negeri 15 Pasar Lakitan pada
tahun 1993, dan lulus tahun 1999. Setelah itu, penulis langsung melanjutkan ke
SMP Negeri 3 Lengayang dan lulus tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan ke SMA Negeri 1 Lengayang dan lulus tahun 2005. Pada tahun yang
sama penulis lulus seleksi masuk USU melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Manajemen Hutan,
Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian.
Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di KPH Bandung
Utara Unit III Jawa Barat dan Banten, Propinsi Jawa Barat selama 2 (dua) bulan
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai sebagaimana mestinya.
Skripsi ini berjudul “ Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan
Sistem Informasi Geografis di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi kasus di
resort Tangkahan, resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan) “. Skripsi ini
merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Departemen
Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Selama melaksanakan penelitian hingga penyusunan skripsi ini selesai,
banyak bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak kepada penulis. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak tersebut
terutama kepada :
1. Ayahanda Jamaluddin, S.P, ibunda Zaiful Asni dan saudara tersayang
(Ricky Yuhandri, Ryan Rahmaddi dan Rahmad Heriyaddi) yang
merupakan sumber kekuatan dan pemberi semangat sepanjang hidupku.
2. Bapak Pindi Patana, S.Hut, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing
(Dosen Pembimbing I)
3. Bapak Achmad Siddik Thoha, S.Hut, M.Si selaku Anggota Komisi
Pembimbing (Dosen Pembimbing II)
4. Ketua Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Bapak Dr. Ir. Edy
Batara Mulya Siregar, M.S.
5. Staf pengajar dan para pegawai di Departemen Kehutanan USU.
6. FFI (Fauna and Flora Internasional) yang telah membantu memfasilitasi
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
7. Staf dan pegawai Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL)
yang telah memberikan bantuan baik data maupun peralatan lapangan.
8. Balai Pemetaan Kawasan Hutan (BPKH).
9. Bang Ronal BPKH dan Mbak Dwi BBTNGL yang telah banyak
memberikan data pendukung penelitian.
10.Teman terbaikku Efrinaldi serta sahabatku Julia Rahmi, Najmi Khairiah,
Zeihan El Aqsar dan Gian Anas sebagai sumber inspirasi dan motivasi
bagi penulis.
11.Keluarga Besar MNH (Manajemen Hutan) stambuk 2005. Penulis banyak
belajar dari teman-teman tentang arti sebuah persahabatan. Selain itu,
wawasan dan pemikiran telah berkembang dan terbuka seiring
bertambahnya waktu yang kita lewati bersama. I am be care to my friends
in MNH.
12.Seluruh pihak yang telah membantu dalam pengambilan data selama
dilapangan yaitu Pak Edy, Wak Dolah, bang Supri dan bang Ucok.
Semoga Allah SWT memberikan rahmat-Nya atas jasa-jasa yang telah
diberikan kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Kehutanan.
Medan, Agustus 2009
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
DAFTAR ISI
Penggunaan citra Landsat TM pada sistem Informasi Geografis 21
METODE PENELITIAN ... 23
Pembuatan Persamaan Statistik ... 25
Penutupan Lahan ... 26
Pembuatan Peta Ketinggian ... 28
Pembuatan Peta Kelerengan ... 28
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
Tahapan Penelitian ... 30
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 31
Kawasan Ekosistem Leuser ... 31
Resort Tangkahan dan Cinta Raja... 31
Resort Sei lepan ... 34
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
Konflik Gajah dan Manusia ... 35
Resort Tangkahan ... 36
Resort Cinta Raja ... 38
Resort Sei Lepan ... 40
Pemicu Konflik Gajah dan Manusia ... 43
Peta Ketinggian ... 45
Peta Kelerengan ... 47
Jarak dari Sungai ... 48
Penggunaan Lahan ... 49
Hubungan antara Faktor Biofisik dengan Kerusakan Tanaman ... 51
Uji Statistik Korelasi Rank Spearman... 55
Daerah Rawan Konflik Gajah ... 60
Upaya dan Penanganan HEC ... 62
KESIMPULAN DAN SARAN ... 65
Kesimpulan ... 65
Saran ... 65
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Klasifikasi Lereng ... 29
2. Identifikasi kejadian konflik gajah di Tangkahan ... 36
3. Identifikasi kejadian konflik gajah di Cinta Raja ... 39
4. Identifikasi kejadian konflik gajah di Sei Lepan ... 40
5. Perbandingan luasan antara kelas penutupan lahan ... 50
6. Hubungan korelasi antara ketinggian dengan jumlah kerusakan ... 57
7. Hubungan korelasi antara kelerengan dengan jumlah kerusakan ... 57
8. Hubungan korelasi antara jarak dari sungai dengan jumlah kerusakan ... 58
9. Hubungan korelasi antara jarak dari hutan dengan jumlah kerusakan ... 59
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4
2. Bagan Alur Proses Pembuatan Peta Daerah Rawan Konflik Gajah .. 30
3. Ladang pisang (A) dan Perkebunan sawit (B) ... 38
4. Batang Pisang (A) Pondok runtuh akibat gajah (B) ... 40
5. Kerusakan kebun karet ... 42
6. Peta Kelas Ketinggian ... 45
7. Peta Kelas Kelerengan ... 47
8. Peta Pengamatan Sebaran HEC dari Sungai ... 48
9. Peta Penggunaan Lahan ... 49
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
DAFTAR GRAFIK
Halaman
1. Hubungan Kerusakan dengan Ketinggian ... 52
2. Hubungan Kerusakan dengan Kelerengan ... 52
3. Hubungan Kerusakan dengan Jarak dari Sungai ... 53
4. Hubungan Kerusakan dengan Jarak dari Hutan ... 54
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Data hasil pengamatan ketinggian, kelerengan, jarak dari sungai,
jarak dari hutan dan penggunaan lahan ... 69
2. Data ketinggian kelerengan, jarak dari sungai, jarak dari hutan
dan penggunaan lahan dengan jumlah kerusakan yang diolah
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum pembangunan ekonomi memerlukan ruang untuk
infrastruktur khususnya lahan terutama untuk industri, pertanian, pertambangan
dan pemukiman. Saat ini ruang untuk pembangunan tersebut sebagian besar atau
seluruhnya diperoleh dengan mengkonversi kawasan hutan di dataran rendah baik
yang relatif utuh maupun yang sudah terdegradasi. Di pihak lain kawasan hutan
juga merupakan ekosistem keanekaragaman hayati yang dihuni oleh berbagai
jenis tumbuhan dan satwa liar yang memiliki nilai ekologis, ekonomis dan sosial
yang tinggi. Semakin cepatnya upaya pembangunan maka semakin rumit upaya
untuk mengalokasikan ruang bagi kelestarian keanekaragaman hayati dan
ekosistem. Kondisi ini seringkali mengakibatkan terjadinya benturan kepentingan
yang pada akhirnya merugikan pemerintah dan masyarakat umum secara luas
(Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2007).
Perlindungan keanekaragaman hayati dan sistem penyangga kehidupan
(life support system) telah dengan sangat jelas disebutkan di dalam UU No.
5/1990 tentang “Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya”
khususnya pasal lima yang berbunyi: “Konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan: (a) perlindungan sistem penyangga
kehidupan; (b) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya; dan (c) pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hanyati dan
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan
kewajiban pemerintah serta masyarakat.
Dengan adanya pembukaan lahan hutan untuk kepentingan pembangunan
demi peningkatan taraf kehidupan manusia telah menyebabkan populasi gajah
yang semula berada di habitatnya atau hutan menjadi terpisah-pisah untuk
mencari dan menempati habitat yang tersisa (terfragmentasi). Habitat yang tersisa
ini biasanya berupa hutan dengan luasan yang relatif kecil dengan kondisi pakan
yang tidak mendukung.
Gajah merupakan salah satu satwa liar yang langka yang terdapat di
Taman Nasional Gunung Leuser. Semakin tingginya aktifitas manusia dan
semakin meningkatnya laju kerusakan hutan di ekosistem Leuser menyebabkan
habitat gajah menjadi sempit dan memaksa gajah untuk mencari ruang gerak baru
sehingga sampai ke pemukiman penduduk sehingga mengakibatkan konflik antara
masyarakat dengan gajah.
Sistem Informasi Geografis merupakan salah satu perangkat yang dapat
digunakan dalam bidang kehutanan untuk mengungkap semua fenomena yang ada
di bumi dengan kegiatan pengumpulan, penataan, pengolahan, dan penganalisaan
data spasial sehingga diperoleh informasi dalam menyelesaikan suatu masalah
dalam kawasan tertentu.
Penelitian ini mengambil topik “Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah
Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Taman Nasional Gunung Leuser”
untuk melihat daerah rawan konflik gajah dengan studi kasus di Resort
Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan dan memetakannya.
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
pelestarian satwa gajah dan pengantisipasian terjadinya konflik antara gajah dan
manusia di Taman Nasional Gunung Leuser.
B. Tujuan
1. Mengidentifikasi lokasi kejadian konflik antara gajah dengan manusia di
resort Tangkahan, resort Cinta Raja dan resort Sei Lepan
2. Mengetahui bentuk penggunaan lahan yang menyebabkan konflik antara
gajah dengan manusia.
3. Mengetahui faktor pendukung terjadinya konflik gajah.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Dapat memberikan gambaran tentang daerah rawan konflik gajah dengan
manusia dan sebagai bahan pertimbangan untuk langkah selanjutnya bagi
para pengambil kebijakan untuk menciptakan keseimbangan antara gajah
dengan manusia di Taman Nasional Gunung Leuser
2. Merupakan bahan kajian dalam mendukung pengembangan aplikasi sistem
informasi geografis (SIG) dalam menyediakan data terhadap kegiatan
konservasi gajah di Taman Nasional Gunung Leuser .
D. Perumusan Masalah
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul seiring dengan dilakukannya
penelitian ini adalah:
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
2. Bagaimana Sistem Informasi Geografis bisa memprediksi konflik gajah
dan manusia?
3. Seberapa besar hubungan kejadian konflik gajah dan manusia dengan
faktor biofisik?
E. Kerangka Pemikiran
Home range berkurang Pola jelajah Rusak
Tingginya aktifitas manusia
Peta daerah rawan konflik gajah di TNGL Konflik Gajah dengan Manusia
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Taman Nasional
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan
rekreasi alam (UU No. 5 Tahun 1990).
Kawasan taman nasional dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan
upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya. Suatu kawasan taman nasional kelola berdasarkan satu rencana
pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis,
ekonomis dan sosial budaya.
Pengelolaan taman nasional dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Ekonomi
Dapat dikembangkan sebagai kawasan yang mempunyai nilai ekonomis, yang
memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi sehingga membantu
meningkatkan pendapatan bagi nelayan, penduduk pesisir bahkan devisa
negara.
2. Ekologi
Dapat menjaga keseimbangan kehidupan baik biotik maupun abiotik di
daratan maupun perairan.
3. Estetika
Memiliki keindahan sebagai obyek wisata alam yang dikembangkan sebagai
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
4. Pendidikan dan Penelitian
Merupakan obyek dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan
penelitian.
5. Jaminan Masa Depan
Keanekaragaman sumber daya alam kawasan konservasi baik di darat maupun
di perairan memiliki jaminan untuk dimanfaatkan secara batasan bagi
kehidupan yang lebih baik untuk generasi kini dan yang akan datang
Salah satu alasan perlindungan kawasan konservasi seperti taman nasional
adalah keberadaan fenomena alam atau hidupan liar (flora dan fauna) yang
dilindungi karena nilai kelangkaan atau eksistensinya yang terancam punah.
Alasan ini menentukan prioritas dalam pengelolaan habitat dan daya dukung
terhadap spesies apa yang akan diselamatkan. Hampir di setiap taman nasional
terdapat satwa-satwa yang bermigrasi akibat faktor-faktor alam seperti perubahan
iklim atau ekosistem maupun tekanan-tekanan manusia seperti perburuan,
perladangan, pengembalaan dan perambahan (Wiratno dkk, 2004).
B. Taman Nasional Gunung Leuser
Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) di deklarasikan pada tahun 1980
oleh mentri pertanian yang ketika itu masih membawahi bidang kehutanan.
Setahun kemudian TNGL ditetapkan UNESCO sebagai cagar biosfer atas usulan
dari pemerintah Indonesia. Pada tahun 1984 TNGL ditetapkan sebagai salah satu
dari asean heritage park. Akhirnya pada tahun 2004 TNGL menjadi bagian
warisan dunia sebagai salah satu dari tropical rainforest heritage of sumatera.
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
dikenal luas dalam komunitas internasional. Namun ancaman terhadap kawasan
juga semakin nyata mulai dari perambahan kawasan, oleh perorangan, kelompik
atau perusahaan hingga terjadi penebangan liar dengan berbagai skala (Suryadi, S.
2007)
Seperempat abad sejak leuser ditunjuk sebagai taman nasional, telah
banyak terjadi perubahan-perubahan geopolitik dan tata guna lahan akibat
intervensi pembangunan diseluruh kabupaten sekitar leuser. Diwilayah sumatera
utara leuser dikepung oleh perkebunan sawit. Peningkatan luas perkebunan sawit
tersebut cukup signifikan. Pada tahun 1992, luas perkebunan sawit rakyat, swasta
dan milik pemerintah tersebut 513.101 ha dan meningkat pada tahun 1998
menjadi seluas 697.553 ha, dengan demikian peningkatannya rata-rata 30.742 ha
pertahun (Balai TNGL, 2006).
Ekosistem Leuser juga merupakan habitat fauna kunci seperti gajah
Sumatera (elephas maxsimus sumaterae), badak Sumatera (Dicerorhinus
sumateraensis), dan orang utan Sumatera (Pongo obelii). Selain itu ada owa
(Hylobateslar), kedih (Presbytis thomasi) dan fauna lainnya. Selain sebagai rumah
fauna, di TNGL juga ada 4.000 species flora dan 3 jenis dari 15 jenis tumbuhan
parasit rafflesia serta ada tumbuhan obat.
C. Gajah
Biologi dan Ekologi
Jenis gajah terdiri dari gajah Afrika (Loxodanta africana) yang wilayah
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
penyebarannya di benua Asia. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis)
merupakan subspecies gajah Asia (Elephas maximus).
Gajah asia (Elephas maximus) di Indonesia hanya ditemuka n di Sumatera
dan Kalimantan bagian timur. Spesies ini terdaftar dalam red list book IUCN (The
World Conservation Union), dengan status terancam punah, sementara itu CITES
(Convention on International Trade of Endangered Fauna and Flora / Konvensi
tentang Perdagangan International Satwa dan Tumbuhan) telah mengkategorikan
gajah Asia dalam kelompok Appendix I. Di Indonesia sejak tahun 1990 (Dirjen
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2007).
Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari
subspecies gajah asia. Dua subspecies yang lainnya yakni Elephas maximus
maximus dan Elephas maximus indicus hidup di anak benua India, Asia Tenggara
dan Borneo. Pada awalnya gajah ini tersebar di beberapa ekosistem, namun akibat
pengrusakan habitat yang menyebar, mereka semakin terisolasi ke berbagai
kawasan yang sempit. Habitat yang cocok untuk gajah adalah hutan dipterocarp
dengan topografi daerah berlembah dan memiliki sumber air yang cukup (Hamid.
A, 2001).
Gajah merupakan Satwa Liar yang Dilindungi berdasarkan
Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan
Ekosistem dan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa Liar.
Sistematika gajah Sumatera menurut Temminck (1947) dalam Arif. H dan
Tutut Sunarminto, 2003 adalah sebagaai berikut :
Kingdom : Animalia
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
Sub phylum : Vertebrata
Classis : Mamalia
Ordo : Proboscidae
Familia : Elephantidae
Genus : Elephas
Species : Elephas maximus Linnaeus, 1758
Sub species : Elephas maximus sumatranus Temminck, 1947
Gajah adalah salah satu jenis mamalia besar yang mempunyai bobot
cukup berat, yaitu berkisar antara 3000 – 5400 kg. Oleh karena itu satwa ini
membutuhkan jumlah pakan yang besar setiap harinya (sekitar 150 kg/hari),
dimana jenis pakannya adalah rumput-rumputan, daun-daunan, ranting dan kulit
batang. Konsekuensi dari tingginya jumlah pakan yamg dikonsumsi oleh gajah
setiap hari adalah luasnya daerah jelajah (home range), dimana hal itu merupakan
suatu bentuk adaptasi gajah terhadap banyaknya pakan yang dibutuhkan.
Morfologi
Morfologi gajah sumatera adalah sebagai berikut :
1. Tubuhnya gemuk dan lebar serta kulitnya berambut dengan tebal 2-4 cm
2. Bentuk kepala bundar dengan sepasang mata yang relatif kecil dan
sepasang telinga yang lebar. Kemudian diantara mata dan telinga terdapat
lubang kecil yang berisi kelenjer minyak yang akan mengeluarkan cairan
pada saat musth
3. Memiliki satu buah belalai dengansatu bibir diujungnya
4. Memiliki satu pasang gading, dimana gading ini merupakan perpanjang
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
5. Bentuk punggung bundar
6. Memiliki dua puting susu yang terletak diantara 2 dua kaki depan
7. Permukaan giginya berbentuk pipih, seperti piring dan bergelombang
8. Memiliki dua pasang kaki yang besar dan kuat, dimana kaki depan
berfungsi sebagai tiang penunjang tubuh dan kaki belakang berfungsi
sebagai penunjang tubuh dan pendorong pada saat satwa ini bergerak
maju.
9. Kuku pada kaki depan gajah sumatera berjumlah lima buah sedangkan
kuku kaki belakang berjumlah 4 buah
10.Bobot gajah betina rata-rata 2.720 kg dan gajah jantan dewasa 5.400 kg
(Nowak, 1999 dalam Arif. H dan Tutut Sunarminto, 2003).
Habitat
Gajah sumatera ini menyukai habitat di hutan hujan dataran rendah dengan
drainase tanah yang baik tetapi dengan dukungan suplai air yang mencukupi.
Kawasan di bawah ketinggian 1.000 m dpl inipun juga harus memiliki cadangan
makanan yang disukai gajah, yaitu bambu, rumput liar, liana, kulit pohon tertentu,
dan beberapa jenis buah tertentu, seperti durian, mangga, dan cempedak. Suplai
yang menurun dari berbagai jenis makanan tersebut akan berdampak pada pola
breeding, kerentanan pada penyakit, dan kematian. Oleh karena itu, dengan
berkurangnya luas hutan hujan dataran rendah, akan langsung mengancam
keberadaan Gajah Sumatera ini (Sukumar, 1989).
Keberadaan gajah Sumatera belakangan ini sedang mengalami ancaman
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
gajah kini telah banyak berubah menjadi areal perkebunan dan pertanian.
Rata-rata gajah dewasa dalam sehari butuh makanan 150 kilogram. Daerah-daerah
berlembah sangat cocok untuk hewan mamalia besar seperti gajah. Sebab gajah
memiliki pola migrasi yang secara parsial di pengaruhi dan bergantung pada
bentuk lereng.
Fragmentasi habitat adalah peristiwa yang menyebabkan mengecil atau
terbaginya habitat yang luas menjadi dua atau beberapa bagian (Wilcove dkk,
1986; Shafer 1990 dalam Arif. H dan Tutut Sunarminto, 2003). Pada waktu
sebagian habitat yang dirusak mungkin sebagian yang lain dibiarkan begitu saja.
Bagian-bagian yang ditinggalkan ini menjadi terisolasi satu dengan yang lainnya.
Perilaku
Satwa ini merupakan spesies yang hidup dengan pola matriarchal yaitu
hidup berkelompok dan dipimpin oleh betina dewasa dengan ikatan sosial yang
kuat. Studi di India menunjukkan populasi gajah memiliki pergerakan musiman
berkelompok dalam jumlah 50-200 individual (Sukumar, 1989).
Pada musim kemarau, gerombolan gajah yang terdiri dari 20-60 ekor
biasanya bergerak melalui jalur jelajah alaminya untuk mencari pakan dari
hutan-hutan dataran tinggi menuju hutan-hutan-hutan-hutan dataran rendah. Pergerakan sebaliknya
dilakukan pada musim hujan. Seekor gajah sumatera memerlukan areal hutan
seluas 400 ha untuk bertahan hidup selama setahun. Walaupun makanan alaminya
adalah bambu-bambuan, tepus, pisang hutan, alang-alang muda dan sebagainya.
Gajah sangat menyukai tanaman-tanaman pertanian yang bernilai tinggi, seperti
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
Gajah melakukan aktifitas makan pada umumnya pada pagi dan malam
hari, sedangkan pada siang hari kebanyakan gajah melakukan aktifitas beristirahat
dibawah tajuk untuk menghindari panas yang berlebihan (Overheating). Struktur
sosial gajah pada umumnya sangat konpleks dimana gajah jantan dewasa hidup
soliter dan gajah betina hidup berkelompok. Gajah jantan akan kembali
mengunjungi kelompoknya ketika akan melakukan aktifitas kawin. Kelompok
gajah betina umumnya dipimpin oleh betina tetua dan terbesar. Kelompok ini
pada umumnya beranggotakan 3 sampai lebih besar dari 30 ekor. Gajah betina
yang sedang hamil atau menyusui biasanya akan membentuk sub kelompok
kemudian induk betina gajah akan melindungi anaknya terus menerus dari
berbagai macam gangguan. Anggota kelompok gajah ini umumnya akan
berpencar pada siang hari ketika sedang mencari makan atau pada musim kering,
dimana ketersediaan air dan makanan sudah tidak mencukupi dan tersebar dalam
dalam areal yang sangat luas.
Permasalahan dalam upaya pelestarian gajah adalah menurunnya kualitas
dan berkurangnya luas hutan alami dari satwa ini. Pertimbangan terpenting adalah
untuk memperbaiki kondisi ekologi gajah. Dalam pengelolaan populasi dan
habitat gajah perlu dilakukan pendekatan ekosistem pulau Sumatera secara
menyeluruh atau lebih dikenal dengan pendekatan bioregional. Dalam pendekatan
ini pulau Sumatera dipandang sebagai satu kesatuan unit manajemen pengelolaan
ekosistem. Gajah yang memiliki penyebaran dan daerah jelajah luas, dalam
pengelolaan keanekaragaman hayati dipandang sebagai flagship species, untuk itu
perlu dilakukan inventarisasi dan identifikasi terhadap habitat-habitat utama gajah
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
Menurut Sukumar (1989) kelompok gajah bergerak dari satu wilayah ke
wilayah yang lain, dan memiliki daerah jelajah (home range) yang terdeterminasi
mengikuti ketersediaan makanan tempat berlindung dan berkembang biak. Luasan
daerah jelajah akan sangat bervariasi tergantung dari ketiga faktor tersebut.
Daerah jelajah gajah adalah daerah penjelajahan normal sebagai aktifitas
rutinnya. Daerah yang pernah dikunjunginya dan ditinggal pergi pada suatu waktu
tertentu akan didatangi kembali faktor-faktor yang membatasi pola pergerakan
gajah adalah perubahan fungsi hutan menjadi areal perkebunan. Pemukiman
transmigrasi dan perubahan hutan primer menjadi vegetasi hutan sekunder. Gajah
dalam satu kelompok akan melakukan pengembaraan secara beriringan kedaerah
yang di sukainya (Yusnaningsih, 2004).
Populasi
Tipe gajah di Taman Nasional Gunung Leuser merupakan sub-species dari
gajah Asia, yaitu Elephas maximus sumatranus. Semula jalur jelajahnya meliputi
hampir seluruh Sumatera, namun beberapa puluh tahun terakhir jalur jelajahnya
menyempit, di wilayah-hutan yang terputus-putus yang bisa mendukung populasi
yang tersebar. Di Taman Nasional Gunung Leuser, tak ada satu jalur jelajahpun
yang cukup terlindungi.
Sebelum tahun 1970-an populasi Gajah Sumatera di habitat alaminya di
Pulau Sumatera lebih besar dari kondisi yang sekarang, karena pada saat itu daya
dukung (carrying capacity) lingkungan sebagai habitat alami gajah baik dari
kondisi saat ini. Konflik antara gajah dengan manusia pada saat ini menunjukkan
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
yang disebabkan oleh manusia maupun akibat fenomena alam, seperti banjir dan
kekeringan (Arif. H dan Tutut Sunarminto, 2003).
Populasi gajah diperkirakaan semakin lama semakin berkurang jumlahnya.
Hal ini di akibatkan oleh adanya penyusutan atau hilangnya kawasan habitat yang
tersedia. Karena mengalami degradasi, habitat yang terus menerus berkurang itu
semakin tidak mampu lagi menampung populasi gajah. Secara periodik binatang
bertelinga besar itu melakukan migrasi tradisional ke beberapa tempat lainnya di
ekosistem Leuser, jalur itu tetap dan tidak berubah, kecuali jika terjadi perubahan
pada habitat migrasinya. Biasanya gerakan migrasi tersebut cenderung mengikuti
aliran sungai (Hamid. A, 2001).
Campur tangan manusia terhadap lingkungan hidup gajah yang melampaui
batas merupakan salah satu faktor penghambat proses konservasi gajah didunia.
Saat ini daerah hidup gajah telah banyak berubah menjadi daerah pemukiman dan
areal penggunaan lain, sehingga gajah harus mengurangi populasinya agar dapat
beradaptasi dengan areal yang semakin menyempit. Beberapa kelompok gajah
mungkin tidak memiliki waktu yang cukup untuk beradaptasi, sehingga kelompok
ini mungkin akan punah, dimana sebagian populasi yang lain akan berupaya untuk
mempertahankan hidupnya dengan cara mengunjungi tempat-tempat pemukiman
manusia, sehingga apabila tidak ada perencanaan pengelolaan gajah dengan baik
maka konflik antara gajah dengan manusia dimasa yang akan datang akan terus
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009. D. Konflik Gajah Dengan Manusia
Penurunan kualitas habitat gajah Sumatera pada umumnya disebabkan
oleh semakin menurunnya luasan areal hutan dan telah terfragmentasinya habitat
gajah dan penggunaan lahan yang tidak didasarkan pada keutuhan ekosistem
hutan. Penurunan kualitas habitat ini sampai saat ini masih terus berlansung,
terutama pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia yang ditandai dengan
semakin meningkatnya penebangan liar (Illegal logging), perambahan hutan,
konversi lahan hutan menjadi areal-areal penggunaan lain (seperti lahan pertanian,
perkebunan, hutan tanaman industri, tambang, pemukiman penduduk, jalan dan
sebagainya). Selain itu, keadaan ini secara lansung maupun tidak lansung akan
berpengaruh terhadap kesehatan populasi gajah Sumatera khususnya dan jenis
sumberdaya alam hayati umumnya. Selain itu keadaan ini secara lansung maupun
tidak lansung juga akan berimplikasi terhadap meningkatnya konflik antara gajah
dengan manusia dan meningkatnya dampak negatif lainnya akibat
ketidakseimbangan ekosistem, sehingga apabila hal ini dibiarkan terus akan
menyebabkan menurunnya kesejahteraaan manusia (Arief. H dan Tutut
Sunarminto, 2003).
Konflik gajah (Elephas maximus sumatranus) dan manusia sering terjadi
pada sebagian besar wilayah di Sumatera. Sebagai satwa liar yang sedang
mengembara, gajah jarang sekali menetap di suatu tempat yang terbatas.
Hidupnya selalu berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya, untuk
mendapatkan tumbuhan sebagai makanannya. Pada saat ini gajah terus menelusuri
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
telah berubah fungsi menjadi daerah pemukiman dan areal perladangan, sehingga
muncul konflik kepentingan antara manusia dan gajah (Yusnaningsih, 2004).
Gajah telah mengalami penurunan populasi, hal ini terjadi karena adanya
kombinasi konflik antara manusia dengan gajah, hilangnya habitat asli,
fragmentasi, habitat dan faktor-faktor kebijaksanaan untu kepentingan manusia.
Dengan adanya penyempitan-penyempitan habitat ini memaksa gajah untuk
masuk ke pemukuman manusia dan areal perladangan untuk memakan tanaman
budidaya masyarakat seperti padi, kelapa, pisang dan tebu, sementara itu
masyarakat berusaha untuk bertahan dan melawan.
Konflik manusia dan gajah merupakan masalah yang signifikan dan
ancaman yang serius bagi konservasi gajah sumatera dan kalimantan. Akibat
konflik dengan manusia, gajah mati diracun, ditangkap dan dipindahkan ke Pusat
Konservasi Gajah yang mengakibatkan terjadinya kepunahan lokal (misalnya di
provinsi Riau). Di sisi lain, Konflik manusia dan gajah juga mengakibatkan
kerugian yang signifikan bagi manusia. Kerusakan tanaman, terbunuhnya manusia
dan kerusakan harta benda sering terjadi akibat konflik dengan gajah. Dari ketiga
jenis Konflik manusia dan gajah Konflik manusia dan gajah tersebut yang paling
sering terjadi adalah kerusakan tanaman (crop raiding) oleh gajah (Dirjen
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2007).
Permasalahan konflik antara gajah dengan manusia terjadi dikarenakan
adanya persaingan dalam pemanfaatan sumberdaya, terutama pemanfaatan ruang.
Seiring dengan semakin meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan krisis
ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan semakin meningkatnya
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
lansung maupun tidak lansung akan menyebabkan menurunnya luasan dan
kualitas habitat gajah. Proses ini masih terus berlansung, sehingga permasalahan
konflik antara gajah dan manusia masih terus berlansung.
Secara umum konflik yang terjadi antara gajah dengan manusia yaitu:
1. Gangguan gajah liar
Gajah memiliki pergerakan yang tetap. Wilayah yang menjadi rute tetap
pergerakan gajah di sebut sebagai wilayah jelajah atau home range. Wilayah
jelajah tersebut tidak pernah berubah meskipun kondisinya telah berubah.
Pergerakan gajah pada wilayah jelajahnya akan terus berlansung secara periodik
(terulang setiap periode tertentu), meskipun sudah terpotong oleh pemukiman,
lokasi transmigrasi maupun areal pertanian dan perkebunan. Proses pergerakan
gajah secara periodik pada wilayah jelajahnya telah berubah menjadi areal
pemukiman, lokasi transmigrasi, areal pertanian dan perkebunan yang
mengancam jiwa manusia dan mengganggu aktifitas pembangunan.
2. Perubahan total habitat gajah menjadi areal penggunaan lain
Perubahan total habitat gajah menjadi areal penggunaan lain terjadi karena
adanya tekanan penduduk terhadap lahan. Hal ini menyebabkan pemerintah
mengeluarkan kebijakan-kebijakan mengenai penggunaan lahan dan peruntukan
lahan yang lainnya.
3. Perusakan habitat gajah
Selain perubahan total fungsi hutan sebagai habitat gajah, gangguan
lainnya adalah pengrusakan habitat oleh kegiatan perambahan dan penebangan
liar. Baik didalam kawasan konservasi maupun dikawasan hutan lainnya. Sampai
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
habitat alami gajah akibat kegiatan penebangan liar dan perambahan baik didalam
kawasan konservasi maupun diluar kawasan konservasi
4. Kegiatan perburuan gajah liar
Konflik dalam bentuk perburuan gajah liar terjadi karena gading gajah
memiliki nilai ekonomis atau nilai jual yang cukup tinggi. Selain itu hal yang
mendorong terjadinya kegiatan perburuan dan pembunuhan terhadap gajah adalah
akibat gangguan yang ditimbulkan satwa ini terhadap lahan-lahan milik
masyarakat (Arif, Harnios dan Tutut Sunarminto, 2003).
Faktor mendukung konflik antara manusia dengan gajah adalah banyaknya
perilaku gajah jantan yang tidak dapat diramalkan sehingga terjadi peristiwa
penggerebekan panen oleh gajah. Tempat terjadinya perusakan panen oleh gajah
merupakan zone konflik. Sistem informasi geografis (GIS) dapat memprediksi
dan mengidentifikasi konflik antara manusia dan gajah. Dengan memanfaatkan
pengkombinasian data-data bisa mengidentifikasi prediksi spasial tentang konflik
manusia dengan gajah sehingga dapat menghemat biaya (Sitati dkk, 2003).
E. Sistem Informasi Geografis
Untuk mengelola kawasan hutan dengan baik, monitoring kondisi hutan
harus dilakukan secara teratur. Hasil monitoring berguna untuk melakukan
evaluasi. Monitoring kondisi hutan dapat berupa pemetaan hutan atau mendeteksi
perubahan pada tutupan hutan. Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk
menangani berbagai ragam data termasuk peta, foto udara, citra satelit, data
survey lapangan, dan sebagainya. Sistem Informasi Geografis dapat juga
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
permukaan bumi. Sistem Informasi Geografis secara luas diterapkan dalam
berbagai bidang kehidupan seperti bisnis, telekomunikasi, lingkungan dan
geologi, pertanian dan kehutanan.
Teknologi yang ada saat ini telah berkembang di berbagai bidang,
khususnya di bidang komputer grafik, basis data, teknologi informasi, dan
teknologi satelit penginderaan jarak jauh. Kondisi seperti ini menjadikan
kebutuhan mengenai penyimpanan, analisa dan penyajian data yang berstruktur
kompleks dengan jumlah besar semakin mendesak. Dengan demikian, untuk
mengelola data yang kompleks ini, diperlukan suatu sistem informasi yang secara
terintegrasi mampu mengolah baik data spasial maupun data atribut secara efektif
dan efisien, serta mampu menjawab dengan baik pertanyaan spasial maupun
pertanyaan atribut secara simultan (Prahasta, 2005).
Sistem informasi Geografis paling tidak terdiri dari subsistem
pemprosesan, subsistem analisis data dan subsistem yang menggunakan
informasi. Menurut Arnoff (1989) sistem informasi georafis merupakan sistem
berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi
informasi-informasi geografis. Sistem Informasi Geografis dirancang untuk
mengumpulkan, menyimpan dan menganilisis objek-objek dan fenomena dimana
lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau krisis untuk di
analisis. Dengan demikian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi
Geografis merupakan sistem komputer yang memiliki kemampuan berikut dalam
menangani data yang bereferensi geografis.
a. Masukan
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
c. Analisis dan manipulasi data
d. Keluaran
Data masukan dalam Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis
dapat bervariasi biasanya diperoleh atau diproses dari :
a. Data atribut atau informasi numerik yang berasal dari data statistik, data
sensus, catatan lapangan dan data tabuler lainnya.
b. Data grafis atau data spasial yang berasal dari peta analog, foto udara dan citra
penginderaan jauh lainnya dalam bentuk cetak kertas.
c. Data penginderaan jauh dalam bentuk digital seperti data digital satelit
Sistem Informasi Geografis membantu mengurangi kesalahan manusia dan
menghilangkan beberapa pekerjaan dalam tugas-tugas pemetaan dan
penggambaran dan sistem ini lebih cepat dan efisien dalam memberikan informasi
spasial, termasuk beberapa jenis peta perhitungan proximitas titik dan garis dan
pemindahan data integratif ke dan dari sistem informasi manajemen dan sistem
analisis citra digital. Walaupun hemat biaya dalam pengoperasiannya, Sistem
Informasi Geografis membutuhkan keperluan mendasar yang menyebabkan ia
mahal yakni pembuatan peta dasarnya dan data spasial siap yang tidak tersedia
(Howard, 1996).
Data sering berupa data digital yang berformat raster dan vektor. Vektor
menyimpan data dalam bentuk rangkaian (x,y). Titik disimpan sebagai sepasang
angka koordinat dan poligon sebagai rangkaian koordinat yang membentuk garis
tertutup. Resolusi dari data vektor tergantung dalam jumlah titik yang membentuk
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
disimpan sebagai pasangan angka menyatakan garis dan kolom dalam suatu
matriks (Budiyanto, 2002).
Ada tiga kategori data secara luas untuk input pada suatu sistem (1)
alfanumerik (2) piktorial atau grafik dan (3) data penginderaan jauh untuk digital.
Entri data alfanumetrik sekarang ini bukan masalah besar karena data tersedia
dalam bentuk yang mudah di baca komputer. Input data piktorial atau grafik
seperti peta atau foto perlu penggunaan digitizer yang mengkonversi kenampakan
kedalam string nilai koordinat. Pendekatan umum untuk menampilkan garis
sebagai susunan segmen garis lurus sangat pendek yang ditampilkan dengan
urutan-urutan titik yang menjelaskan segmen garis, hal ini menghasilkan format
vektor. Pendekatan lain menggunakan scanner optik atau densitometer penyiaman
untuk mengkonversikan bahan grafik menjadi bentuk yang mudah dibaca oleh
komputer secara otomatis. Ini merekam data spasial dalam strip sempit melintas
permukaan data, sehingga menghasilkan format raster. Format raster mencakup
struktur data grid atau sel atau matriks. Format ini tidak hanya cocok hanya
dengan perangkat keras input/output modern, namun juga memiliki keuntungan
dimana order elemen data ditentukan dengan posisi geografiknya (Purbowaseso,
1996).
Penggunaan Citra Landsat TM pada Sistem Informasi Geografis
Citra satelit dan foto udara merupakan hasil dari penginderaan jauh yang
dapat diintegrasikan ke dalam Sistem Informasi Geografis dengan beberapa cara.
Cara pengintegrasian tersebut dapat ditempuh dengan foto udara discan, digitasi
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
dikonversi ke dalam format Sistem Informasi Geografis, atau langsung
menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis setelah citra di
digeoreferensi. Hasilnya dapat berupa data vektor maupun data raster.
Data vektor adalah objek yang diwakili oleh titik-titik, garis dan poligon yang
mempunyai sistem koordinat kartesius, sedangkan data raster berupa satuan
homogen terkecil yang disebut piksel, setiap piksel menyatakan luasan
perrmukaan bumi suatu lokasi. Pemilihan citra satelit dan model data yang akan
digunakan tergantung kepada kebutuhan pengguna Sistem Informasi Geografis.
Saat ini semakin banyak sistem satelit penginderaan jarak jauh yang
telah membuat kemajuan yang sangat spektakuler di bidang penginderaan jauh,
sehingga menghasilkan data input untuk Sistem Informasi Geografis. Data input
Sistem Informasi Geografis dapat beragam jenis formatnya. Salah satu contohnya
adalah informasi yang diperoleh melalui pemanfaatan penginderaan jauh baik
berupa hasil interpretasi foto udara maupun dari penerapan metode citra digital
yang dikonversikan ke dalam teknologi Sistem Informasi Geografis. Dengan
berbasis kepada georeference dalam Sistem Informasi Geografis, dimungkinkan
adanya penggabungan beragam informasi, baik data spasial maupun deskriptif.
Data digital yang diterima dari penginderaan jauh melalui satelit dan yang
diperoleh langsung dari terapan klasifikasi citra satelit secara digital biasanya
berbentuk format raster. Sementara data input Sistem Informasi Geografis melalui
digitasi berbentuk vektor. Dengan teknologi Sistem Informasi Geografis,
perbedaan tersebut dapat dimanfaatkan dalam menganalisis penutupan dan
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2009
dilakukan di Taman Nasional Gunung Leuser Resort Tangkahan, Resort Cinta
Raja dan Resort Sei Lepan Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Kemudian
pengolahan data dilakukan di Laboratorium Inventarisasi Hutan Terpadu
Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Peta Penutupan lahan tahun 2007
2. Peta administrasi Taman Nasional Gunung Leuser tahun 2007
3. Data hasil survey satwa Gajah dari kegiatan patroli dan survey monitoring
hutan oleh petugas patroli Taman Nasional Gunung Leuser
4. Data topografi dan data kondisi umum wilayah Sei Lepan.
5. Data kejadian konflik gajah dan manusia yang terjadi di Resort
Tangkahan, Resort Cinta Raja, dan Resort Sei Lepan.
Semua data yang diperlukan selain didapat dari hasil ground check dilapangan
juga didapatkan dari instansi dan kelembagaan yang terkait dengan pengelolaan
Taman Nasional Gunung Leuser dan pengelolaan gajah di Taman Nasional
Gunung Leuser seperti Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL),
Fauna and Flora International (FFI) dan Balai Pemetaan Kawasan Hutan
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Personal Computer (PC),
perangkat lunak GIS seperti Arcview 3.3 untuk menampilkan hasil, printer untuk
mencetak data/peta, Global Potisioning System (GPS), Camera Digital, alat-alat
tulis dan kuisioner
Kuisioner dilakukan secara purposive sampling untuk mengetahui seberapa
besar masyarakat mengetahui tentang gajah dan kerusakan apa yang pernah
terjadi. Sedangkan untuk mengolah data statistik digunakan software SPSS 12
untuk mempermudah pengolahan data untuk mengetahui hubungan korelasi antara
kejadian konflik dengan faktor biofisik.
Prosedur
1. Tahap Persiapan
Pengumpulan data dari berbagai literatur dari berbagai sumber yaitu dari
lembaga atau instansi yang terkait dengan pengelolaan Taman Nasional Gunung
Leuser, buku-buku maupun internet, data hasil survey satwa dari kegiatan patroli
dan survey monitoring oleh petugas patroli Taman Nasional Gunung Leuser.
2. Survei Lapangan
Survey lapangan dilakukan untuk pengambilan data kejadian konflik,
pengambilan data penggunaan lahan dan data lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Pada tahap survey ini dilaksanakan pula pengamatan kondisi lapangan dan
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009. 3. Pengolahan Data
Pada tahap ini dilakukan tabulasi data dan konversi data kemudian
pengolahan data sekunder ke dalam bentuk digital berupa database vektor dalam
format ArcView (Shapefile), agar dapat dilakukan analisa terhadap data spasial
tersebut, maka dilakukan transformasi sistem koordinat dan proyeksi keseluruhan
peta sehingga diperoleh peta-peta dengan sistem koordinat UTM dan proyeksi
WGS 84 yang seragam.
4. Analisa Data
Pembuatan data spasial merupakan hal yang paling penting dalam analisa
data. Data spasial didigitasi dengan menggunakan alat digitizer atau menggunakan
perangkat lunak dengan teknik digitasi on screen. Peta kawasan Taman Nasional
Gunung Leuser didijitasi sesuai luasan kawasan yang diteliti. Peta hasil dijitasi
dipakai sebagai batasan kawasan yang diteliti. Data penutupan lahan dan data
ketinggian digunakan sebagai tambahan atribut untuk mempermudah
memprediksi kondisi lapangan dan merupakan suatu input dari pembuatan peta
daerah rawan konflik gajah di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja, dan Resort
Sei Lepan.
Pembuatan Persamaan Statistik
Korelasi dapat di artikan sebagai hubungan. Analisis korelasi bertujuan
untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel atau lebih. Koefisien
korelasi sering dilambangkan dengan huruf (r). Koefisien korelasi dinyatakan
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
mendekati +1 atau -1 berarti terdapat hubungan yang kuat, sebaliknya korelasi
yang mendekati nilai 0 bernilai lemah. Apabila korelasi sama dengan nol, maka
antara kedua variabel tidak terdapat hubungan sama sekali. Pada korelasi +1 atau
-1 terdapat hubungan yang sempurna antara kedua variabel (Pratisto, A. 2004).
Notasi positif (+) atau negatif (-) menunjukkan arah hubungan antara
kedua variabel. Pada notasi positif (+), hubungan antara kedua variabel searah,
jadi jika satu variabel naik maka variabel yang lain juga naik. Pada notasi negative
(-) kedua variabel berhubungan terbalik, artinya jika salah satu variabel naik maka
variabel yang lain turun (Pratisto, A. 2004).
Analisis statistik dalam penelitian ini adalah analisis korelasi Rank
Spearman yang mengukur kuatnya hubungan antara dua variabel tidak
berdasarkan nilai data yang sebenarnya tetapi berdasarkan nilai rangkingnya atau
skornya. Disini kita akan melihat hubungan antara kerusakan tanaman akibat
konflik gajah yang disebabkan variabel ketinggian, kelerengan, jarak dari sungai,
jarak dari hutan dan penggunaan lahan.
Penutupan Lahan (Land Cover)
Penafsiran untuk penutupan lahan/vegetasi dibagi kedalam tiga klasifikasi
utama yaitu Hutan, Non Hutan dan Tidak ada data, yang kemudian masing-
masing diklasifikasikan lagi. Kelas-kelas penutupan lahan yaitu lahan bervegetasi
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
Contoh kelas penutupan lahan:
1. Hutan, polanya dengan bentuk bergerombol diantara semak dan
permukiman, ukurannya luas, berwarna hijau tua sampai gelap dengan
tekstur relatif kasar.
2. Perkebunan, memiliki karakter bentuk dan pola bergerombol hingga
menyebar terletak diantara hutan dan lahan-lahan terbuka, terkadang
bercampur dengan kawasan permukiman.
3. Pemukiman, memiliki tekstur halus sampai kasar, warna magenta, ungu
kemerahan, pola di sekitar jalan utama.
4. Semak, tekstur yang relatif lebih halus daripada hutan lebat, berwarna
hijau agak terang dibandingkan hutan lebat, terdapat diantara perkebunan
dan ada juga yang berbentuk spot.
5. Rumput mempunyai tekstur yang lebih halus daripada semak. Berwarna
hijau lebih terang dibandingkan dengan semak tidak terlalu luas, terdapat
diantara perkebunan dan menyebar berbentuk spot.
6. Lahan terbuka mempunyai bentuk dan pola yang menyebar di antara
hutan, pemukiman, perkebunan dan jalan, berwarna putih hingga merah
jambu dengan tekstur halus.
7. Tubuh air berwarna biru, untuk sungai dengan bentuk yang
berkelok-kelok (meander), danau dengan bentuk mengumpul dan relatif besar,
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009. Pembuatan Peta Ketinggian
Data citra dari SRTM harus diubah dalam bentuk format grid/DEM
supaya dapat diproses dalam Model Builder. Proses pengubahan ini ini dilakukan
dengan menggunakan perangklat lunak Global mapper yang prosedurnya antara
lain :
a. Citra diproyeksi dalam proyeksi Geographic (Latitude/Longitude), dengan
datum WGS84.
b. Setelah citra diformat sesuai dengan yang ditentukan maka tahap
selanjutnya adalah citra diformat ke dalam bentuk file DEM. Proses ini
menggunakan fitur Export raster and elevation data.
c. Kemudian data dalam bentuk file DEM tersebut dikonversikan ke grid
dengan menggunakan Model Builder.
d. Setelah dikonversikan, data tersebut di reclassify sesuai dengan kelas
ketinggian yang telah ditentukan sehingga diperoleh peta ketinggian.
Pembuatan Peta Kelerengan
Prosedur pembuatan peta kelerengan sama dengan pembuatan peta
ketinggian. Peta kelerengan diperoleh dari DEM ketinggian melalui proses Derive
Slope. Theme lereng tersebut kemudian dilakukan pembobotan berdasarkan nilai
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
Tabel 1. Klasifikasi Lereng
Kelas Kemiringan Lereng Keterangan
I 0 - 8 Datar
II 8 – 15 Landai
III 15 - 25 Bergelombang
IV 25 - 40 Curam
V > 40 Sangat curam
(Nuarsa, I. W, 2004).
Penentuan Jarak
Fasilitas penentuan jarak ini banyak digunakan untuk membuat theme grid
kontinyu yang nilai selnya merupakan jarak dari suatu objek. Objek tersebut dapat
berupa theme shapefile titik, garis area, atau theme grid dengan nilai integer.
Jumlah objek yang digunakan dalam proses ini dapat terdiri atas satu atau
beberapa objek. Apabila kita menggunakan beberapa objek dalam penentuan
jarak, arcview akan menghitung jarak dengan objek terdekat.
Fasilitas buffer digunakan dalam penentuan jarak, dilakukan pada objek
tersebut yang hasilnya merupakan shapefile (feature) atau objek grafis. Pada
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009. Tahapan Penelitian
Gambar 2 . Bagan Alur Proses Pembuatan Peta Daerah Rawan Konflik Gajah Pengumpulan Data
Data Spasial Land Cover/ Penutupan Lahan
Data Spasial Sebaran Konflik
Gajah Interpretasi
citra Citra
Mulai
Data pendukung lainnya: • Ketinggian
• Kelerengan • Jarak dari sungai • Jarak dari hutan • Penutupan lahan
Uji Statistik Korelasi Rank
Spearman
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Kawasan Ekosistem Leuser
Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) pertama kali diperkenalkan melalui
Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No.227/Kpts-II/1995 tahun 1995 yang
kemudian dikuatkan dengan Keputusan Presiden (Keppres) No.33 Tahun 1998.
Kawasan Ekosistem Leuser merupakan bentang alam yang terletak antara
Danau Laut Tawar di Propinsi Aceh dan danau Toba di Propinsi Sumatera Utara.
Ada 11 kabupaten yang tercakup di dalamnya yaitu, Aceh Tenggara, Aceh
Selatan, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Barat, Aceh Singkil, Aceh Tengah, Aceh
Tenggara, Deli Serdang, Langkat, Tanah Karo, dan Dairi.
Luas keseluruhannya mencapai lebih kurang 2,5 juta hektar. Kawasan ini
terletak pada posisi geografis 2,250 - 4,950 Lintang Utara dan 96,350– 98,550
Bujur Timur dengan curah hujan rata-rata 2.544 mm per tahun dan suhu hariannya
rata-rata 260 Celsius pada siang hari dan 210 pada malam hari. Kawasan
Ekosistem Leuser terdiri dari Taman Nasional Gunung Leuser, Suaka
Margasatwa, Hutan Lindung, Cagar Alam, dan lain-lain (Sumaterautara.com,
2005).
Resort Tangkahan dan Cinta Raja 1. Letak kawasan dan Aksesibilitas
Tangkahan dan cinta raja merupakan sebuah kawasan diperbatasan Taman
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
Tangkahan berada pada LU 03041’01”, BT 9804’28,2”. Sedangkan secara
administrasi kawasan Tangkahan dan cinta raja termasuk kedalam Desa Namo
Sialang dan Desa Sei.Serdang ,Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat,
Propinsi Sumatera Utara.
2. Suhu dan kelembapan udara
Suhu udara rata-rata di kawasan ini antara 21,1 0C – 27.5 0C dengan
kelembaban nisbi berkisar antara 80 – 100%. Musim hujan di daerah ini
berlangsung merata sepanjang tahun tanpa musim kering yang berarti. Curah
hujan rata-rata 200 – 320 mm pertahun.
3. Topografi
Topografi kawasan berupa kawasan landai, berbukit dengan kemiringan
yang bervariasi (45 – 900).
4 . Kesuburan Tanah
Jenis tanah diklasifikasikan terdiri dari jenis tanah Podsolik dan Litosol.
Podsolik ádalah termasuk jenis tanah yang telah mengalami tingkat perkembangan
agak lanjut, umumnya terbentuk dari batu liat ( serpih ), napal dan batu pasir atau
pada beberapa bahagian telah tercampur dengan bahan vulkanis. ;Penampang
tanah dengan kedalaman sedang mempunyai sifat kurang baik dan peka terhadap
erosi.Litosol ádalah jenis tanah tanpa perkembangan profil, merupakan batuan
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
terdapat batuan tanpa lapisan tanah. Bahan induk meliputi batu kapur bertufa dan
batuan volkan.
5. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk dari Desa Namo Sialang pada tahun 2002 adalah 5037
jiwa yang terdiri dari 2477 laki-laki dan 2560 perempuan dan tersebar pada 15
dusun. Mata pencaharian penduduk kebanyakan adalah pekerja perkebunan,
pegawai negeri, sebagian ada yang melakukan aktivitas pertanian, beternak dan
mengusahakan perikanan. Sumber energi desa, 95% berasal dari kayu dan 5%
minyak. Sedangkan penggunaan listrik berkisar hingga 80%. Sumber air desa
berasal dari mata air sungai dan hujan.
Penduduk Desa Sei Serdang berjumlah 3120 yang terdiri dari 1531
laki-laki dan 1589 perempuan. Mata pencaharian penduduk, hampir sama dengan mata
pencaharian Desa Namo Sialang yaitu pekerja perkebunan (baik kebun milik
pribadi maupun milik investor yang berupa jeruk manis, dan karet ataupun kelapa
sawit), pegawai negeri, bertani dan beternak. Sumber energi desa adalah 90%
berasal dari kayu api, 10% dari minyak dan 100% menggunakan sumber listrik.
6. Sektor Unggulan potensial a. Sektor Pertanian
Sektor Pertanian komoditas yang diunggulkan adalah ; Karet, Jeruk Nipis, Jeruk
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009. b. Sektor Peternakan
Sektor Peternakan yang diunggulkan adalah di wilayah ini adalah; Ternak sapi,
Kambing dan Babi. Walaupun didalam pelaksanaannya masih menggunakan pola
konvensional dan belum intensif.
c. Sektor Perikanan Darat
Sektor Perikanan air tawar di wilayah ini belum dioptimalkan, walaupun
kesediaan lahan basah tersedia optimalkan untuk dikembangkan menjadi
petakan-petakan kolam. Dan selama ini kebutuhan masyarakat akan ikan air tawar didapat
dan dihasilkan dari Sungai.dan khusus untuk Ikan mas yang merupakan perangkat
adat istiadat masih di datangkan dari luar daerah
d. Sektor Pariwisata
Sektor Pariwisata saat ini merupakan sektor unggulan yang telah memberikan
konstribusi secara langsung maupun tidak langsung kepada penduduk desa Namo
Sialang dan Desa Sungai Serdang, terutama dalam hal pelestarian kawasan hutan
TNGL dan pelestarian sungai Batang Serangan dari kegiatan peracunan dan
perusakan ekosistem daerah aliran sungai.
Resort Sei Lepan
Sei Lepan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Langkat Sumatera Utara
yang ibukotanya terletak di Alur Durian dengan luas 654,04 km2, jumlah
Revina Febriani : Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan, Resort Cinta Raja dan Resort Sei Lepan), 2009.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konflik Gajah dan Manusia
Konflik antara manusia dan satwa liar cenderung meningkat akhir-akhir
ini. Apapun yang terjadi dan jenis satwa liar apapun yang terlibat, konflik manusia
dan satwa liar merupakan permasalahan kompleks karena bukan hanya
berhubungan dengan keselamatan manusia tetapi juga satwa itu sendiri. Begitupun
halnya dengan gajah liar yang ada di hutan Taman Nasional Gunung Leuser.
Gajah Sumatera merupakan satwa liar yang suka mengembara, gajah
jarang sekali menetap di suatu tempat yang terbatas. Hidupnya selalu
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendapatkan makanan. Pada
saat inilah gajah terus menelusuri home range-nya untuk mendapatkan makanan.
Untuk itu gajah membutuhkan jumlah makanan harian (daily intake) dan luasan
habitat yang besar. Jika ketersediaan makanan dalam habitat tidak mencukupi
untuk memenuhi kebutuhannya, maka satwa liar ini bergerak mencari makanan di
daerah lain di sekitar habitatnya. Kondisi ini berpotensi menimbulkan konflik
dengan lokasi sekitar habitat.
Pengurangan habitat gajah secara nyata ini karena berubahnya habitat
gajah menjadi perkebunan monokultur skala besar (sawit dan karet) yang telah
menggusur habitat gajah sumatera. Selain itu hal ini juga telah membuat gajah
terjebak dalam blok-blok kecil hutan yang tidak cukup untuk menyokong
kehidupan gajah untuk jangka panjang, di sisi lain hal ini juga yang menjadi