SKRIPSI
WESLEY N. TAMBUNAN
060803057
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MODEL PERSEDIAAN DENGAN BACKORDER BERDASARKAN DEFUZZIFIKASI SIGNED DISTANCE METHOD
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
WESLEY N. TAMBUNAN 060803057
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : MODEL PERSEDIAAN DENGAN BACKORDER
BERDASARKAN DEFUZZIFIKASI SIGNED DISTANCE METHOD
Kategori : SKRIPSI
Nama : WESLEY N. TAMBUNAN
Nomor Induk Mahasiswa : 060803057
Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA
Departemen : MATEMATIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Juni 2010
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Drs. Marwan Harahap, M.Eng Prof. Dr. Iryanto, M.Si NIP. 19461225 197403 1 001 NIP. 19460404 197107 1 001
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,
iii
PERNYATAAN
MODEL PERSEDIAAN DENGAN BACKORDER BERDASARKAN DEFUZZIFIKASI SIGNED DISTANCE METHOD
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2010
PENGHARGAAN
Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji dan syukur kepadaTuhan Yang Maha Esa atas kasih, rahmat, dan perlindunganNya, yang memampukan penulis dalam mengerjakan dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Iryanto, M.Si dan Drs. Marwan Harahap, M.Eng selaku Dosen pembimbing atas arahan, nasehat, motivasi, dan kepercayaan yang diberikan kepada saya dalam mengerjakan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Herman Mawengkang dan Drs. Djakaria Sebayang selaku Dosen pembanding yang banyak memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. Saib Suwilo, M.Sc dan Drs. Henry Rani Sitepu, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika FMIPA USU.
4. Bapak dan Ibu Dosen di Departemen Matematika, serta staf pegawai FMIPA USU yang telah membantu saya selama di bangku perkuliahan.
5. Rekan-rekan Mahasiswa matematika stambuk 2006, buat persahabatan, kebersamaan, dukungan, dan motivasinya bagi saya selama perkuliahan dan pengerjaan skripsi ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Abang dan Kakak stambuk atas nasehat dan bantuan selama di perkuliahan, dan juga kepada adik-adik stambuk, terkhusus adik stambuk 2009 yang banyak memotivasi saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda M. Tambunan dan Ibunda R. br Siagian atas doa, kasih sayang, kepercayaan, serta dukungan moril dan materil, yang menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi saya untuk tetap semangat dalam perkuliahan dan pengerjaan skripsi ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Kak Melva serta adik-adik saya Sara, Martin, dan Olmen buat dukungan dan doa-doanya selama ini.
v
ABSTRAK
Setiap perusahaan selalu berusaha untuk meminimumkan biaya yang harus dikeluarkan. Jumlah persediaan yang lebih besar dibanding permintaan akan menimbulkan holding cost yang tinggi, sedangkan jumlah persediaan yang lebih sedikit dibanding permintaan akan menimbulkan stock out cost. Pengadaan persediaan yang tepat dilakukan untuk menjamin adanya kepastian bahwa pada saat dibutuhkan barang-barang tersebut tersedia dan dengan biaya yang minimum. Penelitian ini membahas pemanfaatan logika fuzzy pada persediaan dengan backorder, untuk mendapatkan total biaya persediaan yang minimum. Langkah awal dilakukan dengan menetapkan bentuk fuzzy pada total permintaan dan jumlah persediaan sebagai fuzzy
number segitiga ke dalam total biaya persediaan. Selanjutnya, total biaya persediaan
FUZZY INVENTORY MODEL WITH BACKORDER DEFUZZIFICATION BY SIGNED DISTANCE METHOD
ABSTRACT
vii
1.5 Kontribusi Penelitian 6
1.6 Metode Penelitian 6
Bab 2 Landasan Teori
2.1 Arti dan Peranan Persediaan 7
2.2 Koponen Biaya Persediaan (Inventory Cost) 8
2.2.1 Biaya Pengadaan (Procurement Cost) 9
2.2.2 Biaya Penyimpanan (Holding Cost / Carrying Cost) 9 2.2.3 Biaya Kekurangan (Stock Out Cost / Shortage Cost) 11 2.3 Hubungan antara Tingkat Persediaan dan Total Biaya Persediaan 11
2.4 Model Persediaan 13
2.4.1Model Deterministik 13
2.4.2Model Probabilistik (Stokastik) 14
2.5 Model Persediaan dengan Backorder 14
2.6 Himpunan Fuzzy 18
2.6.1 Himpunan Crisp dan Himpunan Fuzzy 18
2.6.2 Fungsi Keanggotaan 19
2.6.3 Operasi pada Himpunan Fuzzy 20
2.7 Metode Signed Distance 22
Bab 3 Pembahasan
3.1 Formulasi Model Persediaan dengan Backorder dalam Bentuk Fuzzy 24 3.1.1Total Permintaan dan Persediaan Maksimum dalam Bentuk Fuzzy 24 3.1.2Total Biaya Persediaan dalam Bentuk Fuzzy 26
3.2 Solusi Optimal dalam Bentuk Fuzzy 29
3.3 Pembahasan Contoh Numerik 33
Bab 4 Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan 37
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Hubungan antara Tingkat Persediaan dan Total Biaya 12
Gambar 2.2 Model Persediaan dengan Backorder 15
v
ABSTRAK
Setiap perusahaan selalu berusaha untuk meminimumkan biaya yang harus dikeluarkan. Jumlah persediaan yang lebih besar dibanding permintaan akan menimbulkan holding cost yang tinggi, sedangkan jumlah persediaan yang lebih sedikit dibanding permintaan akan menimbulkan stock out cost. Pengadaan persediaan yang tepat dilakukan untuk menjamin adanya kepastian bahwa pada saat dibutuhkan barang-barang tersebut tersedia dan dengan biaya yang minimum. Penelitian ini membahas pemanfaatan logika fuzzy pada persediaan dengan backorder, untuk mendapatkan total biaya persediaan yang minimum. Langkah awal dilakukan dengan menetapkan bentuk fuzzy pada total permintaan dan jumlah persediaan sebagai fuzzy
number segitiga ke dalam total biaya persediaan. Selanjutnya, total biaya persediaan
FUZZY INVENTORY MODEL WITH BACKORDER DEFUZZIFICATION BY SIGNED DISTANCE METHOD
ABSTRACT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah persediaan merupakan permasalahan yang selalu dihadapi para pengambil
keputusan dalam bidang persediaan. Persediaan dibutuhkan karena pada dasarnya pola
permintaan tidak beraturan. Persediaan dilakukan untuk menjamin adanya kepastian
bahwa pada saat dibutuhkan barang-barang tersebut tersedia.
Salah satu masalah dalam persediaan adalah kesulitan dalam menentukan
besarnya jumlah persediaan yang harus disediakan dalam memenuhi jumlah
permintaan. Sering terjadi suatu perusahaan mempunyai jumlah persediaan terlalu
sedikit dibanding dengan permintaan konsumen. Keadaan ini dapat menyebabkan
perusahaan mengeluarkan biaya yang lebih besar lagi untuk memenuhi jumlah
permintaan. Selain itu, hal ini dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan konsumen
terhadap perusahaan dan bisa saja konsumen akan beralih ke produk sejenis dari
perusahaan lain, sehingga dapat mengurangi kesempatan perusahaan untuk
memperoleh laba. Sebaliknya, jika persediaan terlalu besar dan tidak sebanding
dengan jumlah permintaan, maka perusahaan akan mengalami kerugian akibat
pertambahan biaya penyimpanan produksi yang tidak tersalur, bunga yang tertanam
dalam persediaan, pajak, asuransi, biaya penyusutan, penurunan harga, dan kerusakan.
Untuk mengatasi hal ini, maka diperlukan suatu kebijakan perencanaan
pengadaan persediaan yang baik dalam menentukan tingkat persediaan yang harus
tersedia, kapan pemesanan kembali untuk menambah persediaan harus dilakukan, dan
berapa besar pesanan harus diadakan. Hal ini diperlukan untuk menjamin tersedianya
Dengan diketahuinya besar persediaan yang harus disediakan setiap
periodenya, maka persediaan akan berkurang atau dihabiskan pada tingkat tertentu,
sehingga pemesanan barang kembali akan dilakukan tepat pada saat tingkat persediaan
mencapai titik nol. Dengan demikian biaya-biaya yang dikeluarkan ketika terjadi
kekurangan persediaan, maupun biaya-biaya yang dikeluarkan ketika persediaan
melimpah dapat diminimalisir, sehingga persediaan dapat memenuhi setiap
permintaan dan dengan biaya minimum.
Semakin meningkatnya kompleksitas permasalahan dalam persediaan maka
beberapa peneliti memberikan perhatian khusus terhadap pemanfaatan teori fuzzy. Lee
dan Yao (1999), menggunakan metode extension principle dalam mengembangkan
model Economic Order Quantity (EOQ) tanpa mempertimbangkan adanya backorder
dimana jumlah kuantitas pemesanan bentuk fuzzy number segitiga. Yao dan Chiang
(2003) mengembangkan model EOQ tanpa mempertimbangkan adanya backorder
dimana total biaya persediaan dan biaya simpan bentuk fuzzy number segitiga, yang
kemudian membandingkan hasil defuzzifikasi metode centroid dengan metode signed
distance. Chiang dkk. (2005) menggunakan defuzzifikasi signed distance method
dalam mengembangkan model persediaan yang mempertimbangkan adanya backorder
dimana seluruh parameter bentuk fuzzy number segitiga. Lee dan Chiang (2007)
menggunakan metode signed distance dalam mengembangkan model production
inventory dimana seluruh parameter bentuk fuzzy number segitiga. Syed dan Aziz
(2007) menggunakan defuzzifikasi signed distance method dalam mengembangkan
model EOQ tanpa kekurangan, dimana biaya pesan dan biaya simpan bentuk fuzzy
number segitiga. Yao dan Su (2008) menggunakan defuzzifikasi signed distance
dalam mengembangkan model persediaan yang mempertimbangkan adanya backorder
dimana total permintaan dan total persediaan dalam bentuk fuzzy number segitiga.
Model-model dasar fuzzy inventory terbukti cukup efektif dalam penerapan
di berbagai bidang dan termasuk dalam manajemen persediaan. Penerapan dilakukan
sebagai sebuah studi kasus dengan terlebih dahulu melakukan formulasi ulang dari
model dasar acuan. Pengembangan model dengan defuzzifikasi signed distance
method lebih efektif digunakan karena tidak sesulit dan sekompleks metode-metode
3
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas adalah menentukan besarnya persediaan optimal
dalam suatu pengadaan persediaan sehingga dapat diperoleh total biaya persediaan
yang minimum.
1.3 Tinjauan Pustaka
Menurut Herjanto (1999), persediaan dapat diartikan sebagai bahan atau barang yang
disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk
proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, dan untuk suku cadang dari
suatu peralatan atau mesin.
Menurut Baroto (2002), timbulnya persediaan disebabkan oleh mekanisme
pemenuhan atas permintaan, keinginan untuk meredam permintaan yang bervariasi
dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan, serta adanya keinginan
melakukan spekulasi yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari
kenaikan harga di masa mendatang.
Perencanaan persediaan merupakan serangkaian kebijakan dalam
menentukan tingkat persediaan yang harus tersedia, kapan pesanan untuk menambah
persediaan harus dilakukan, dan berapa besar pesanan harus diadakan. Sistem ini
menjamin tersedianya persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang tepat.
Dengan kata lain, pengadaan persediaan yang tepat dapat memperoleh kualitas dan
jumlah yang tepat dari barang yang tersedia pada waktu dibutuhkan dan dengan biaya
yang minimum.
Pada model persediaan dengan backorder, total biaya persediaan (TC)
merupakan gabungan antara biaya pengadaan (procurement cost), biaya penyimpanan
(holding cost) dan biaya kekurangan (shortage cost) atau dapat dirumuskan sebagai:
Dan solusi optimalnya adalah:
a = biaya pengadaan barang tiap unit per satuan waktu.
b = biaya kekurangan barang (backorder) tiap unit per satuan waktu.
c = biaya penyimpanan barang.
r = total permintaan dalam unit, dalam periode T.
s = tingkat persediaan tiap awal periode.
q = jumlah pesanan ekonomis tiap periode.
T = periode pengadaaan persediaan.
disebut interval fuzzy level , jika fungsi keanggotaannya adalah:
( ) = , ≤ ≤ ,
0, lainnya
Sebuah himpunan fuzzy = ( , , ), a < b < c, pada = (−∞,∞) disebut
fuzzy number segitiga jika fungsi keanggotaannya adalah:
( ) =
, ≤ ≤
, ≤ ≤
0, lainnya
5
istilah signed distance dari ke 0.
Dengan teorema dekomposisi, , 0 ≤ ≤1, dapat didefinisikan
signed distance dari ke 0 dapat didefinisikan sebagai:
, 0 = 1
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengimplementasikan defuzzifikasi signed distance
method terhadap masalah persediaan yang mempertimbangkan adanya backorder,
untuk memperoleh total biaya persediaan yang minimum.
1.5 Kontribusi Penelitian
Penelitian ini dapat menambah referensi yang berhubungan dengan masalah
persediaan yang mempertimbangkan adanya backorder, sehingga diharapkan dapat
membantu para pengambil keputusan dalam mengatasi permasalahan mengenai
persediaan barang.
1.6 Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat literatur yang disusun berdasarkan rujukan pustaka. Untuk
mendapatkan besar persediaan optimal sehingga diperoleh total biaya persediaan
minimum, dapat dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut:
a. Menjelaskan model persediaan yang mempertimbangkan adanya backorder.
b. Menjelaskan proses defuzzifikasi signed distance method.
c. Memformulasikan model persediaan dengan backorder berdasarkan
defuzzifikasi signed distance method.
d. Menyelesaikan contoh kasus masalah persediaan dengan defuzzifikasi signed
distance method.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Arti dan Peranan Persediaan
Merujuk pada penjelasan Herjanto (1999), persediaan dapat diartikan sebagai bahan
atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu,
misalnya untuk proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, dan untuk suku
cadang dari suatu peralatan atau mesin.
Persediaan merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Menurut Baroto
(2002), timbulnya persediaan disebabkan oleh:
a. Mekanisme pemenuhan atas permintaan.
Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi seketika bila barang
tersebut tidak tersedia sebelumnya. Untuk menyiapkan suatu barang
diperlukan waktu untuk pembuatan dan pengiriman, sehingga hal ini dapat
teratasi dengan pengadaan persediaan.
b. Keinginan untuk meredam ketidakpastian.
Ketidakpastian terjadi akibat permintaan yang bervariasi dan tidak pasti
dalam jumlah maupun waktu kedatangan, waktu memproduksi barang yang
cenderung tidak konstan, dan waktu tenggang (lead time) yang cenderung
tidak pasti karena banyak faktor tidak dapat dikendalikan. Ketidakpastian
ini dapat diredam dengan mengadakan persediaan.
c. Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan untuk mendapatkan
Persoalan persediaan yang timbul adalah bagaimana caranya mengatur
persediaan, sehingga setiap kali ada permintaan, permintaan tersebut dapat segera
dilayani dengan jumlah biaya yang minimum. Apabila jumlah persediaan lebih besar
dibanding permintaan, hal ini dapat menimbulkan dana besar menganggur yang
tertanam dalam persediaan, meningkatnya biaya penyimpanan, dan resiko kerusakan
barang yang lebih besar. Namun, jika persediaan lebih sedikit dibanding permintaan,
akan menyebabkan kekurangan persediaan (stock out) yang berakibat proses produksi
berhenti, tertundanya keuntungan, bahkan dapat berakibat hilangnya pelanggan.
Pengendalian persediaan merupakan serangkaian kebijakan pengendalian
untuk menentukan tingkat persediaan yang harus tersedia, kapan pesanan untuk
menambah persediaan harus dilakukan, dan berapa besar pesanan harus diadakan.
Sistem ini menentukan dan menjamin tersedianya persediaan yang tepat dalam
kuantitas dan waktu yang tepat.
Menurut Assauri (1998), tujuan pengendalian persediaan dapat dinyatakan
sebagai usaha untuk:
a. Menjaga jangan sampai terjadi kehabisan persediaan.
b. Menjaga agar penentuan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar
sehingga biaya yang timbul tidak terlalu besar.
c. Menghindari pembelian secara kecil-kecilan, karena akan berakibat biaya
pemesanan menjadi besar.
Dengan kata lain, tujuan pengendalian persediaan adalah untuk memperoleh
kualitas dan jumlah yang tepat dari barang yang tersedia pada waktu dibutuhkan
dengan biaya yang minimum untuk keuntungan atau kepentingan perusahaan.
2.2 Komponen Biaya Persediaan (Inventory Cost)
Pada dasarnya biaya persediaan merupakan keseluruhan biaya operasi atas sistem
9
Merujuk pada penjelasan Nasution (2003), biaya persediaan terdiri dari biaya
pengadaan, biaya penyimpanan, dan biaya kekurangan persediaan.
2.2.1 Biaya Pengadaan (Procurement Cost)
Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis berdasarkan asal-usul barang, yaitu biaya
pemesanan / pembelian (ordering cost / purchasing cost) jika barang yang diperlukan
diperoleh dari pihak luar (supplier) dan biaya pembuatan (setup cost) jika barang yang
diperlukan diperoleh dengan memproduksi sendiri.
a. Biaya Pemesanan / Pembelian (Ordering Cost / Purchasing Cost)
Biaya ini merupakan semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan
barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan pemasok
(supplier), pembelian barang, pengetikan pesanan, pengiriman pesanan,
biaya pengangkutan, biaya penerimaan, dan sebagainya. Biaya ini
diasumsikan konstan untuk setiap kali pemesanan.
b. Biaya Pembuatan (Setup Cost)
Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang timbul dalam
mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul di dalam pabrik
yang meliputi biaya menyusun peralatan produksi, menyetel mesin,
mempersiapkan gambar kerja, dan sebagainya.
2.2.2 Biaya Penyimpanan (Holding Cost / Carrying Cost)
Biaya simpan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan persediaan.
Biaya ini meliputi:
a. Biaya Memiliki Persediaan (Biaya Modal)
Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal
perusahaan mempunyai ongkos (expense) yang dapat diukur dengan suku
bunga bank. Biaya memiliki persediaan diukur sebagai persentase nilai
b. Biaya Gudang
Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul
biaya gudang. Jila gudang dan peralatannya disewa maka biaya gudangnya
merupakan biaya sewa. Sedangkan jika perusahaan mempunyai gudang
sendiri maka biaya gudang merupakan biaya depresiasi.
c. Biaya Kerusakan dan Penyusutan
Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena
beratnya berkurang ataupun jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya
kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai dengan
persentasenya.
d. Biaya Kadaluarsa
Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan
teknologi dan model seperti barang-barang elektronik. Biaya kadaluarsa
biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut.
e. Biaya Asuransi
Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga hal-hal yang tidak
diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang yang
diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.
f. Biaya Administrasi dan Pemindahan
Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasi persediaan barang yang ada,
baik pada saat pemesanan, penerimaan, maupun penyimpanan barang, serta
biaya untuk memindahkan barang dari dan ke dalam tempat penyimpanan,
termasuk upah buruh dan biaya peralatan handling.
Dalam manajemen persediaan, terutama yang berhubungan dengan masalah
kuantitatif, biaya simpan per unit diasumsikan linier terhadap jumlah barang yang
11
2.2.3 Biaya Kekurangan (Stock out Cost / Shortage Cost)
Jika perusahaan kehabisan barang pada saat permintaan, maka keadaan ini akan
menimbulkan kerugian karena proses produksi akan terganggu, kehilangan
kesempatan mendapatkan keuntungan serta kehilangan konsumen pelanggan karena
kecewa sehingga beralih ke tempat lain. Biaya kekurangan dapat diukur dari:
a. Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi
Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi
permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi
ini diistilahkan sebagai biaya penalti (p) atau hukuman kerugian bagi
perusahaan dengan satuan (misalnya Rp/unit).
b. Waktu Pemenuhan
Lamanya gudang kosong berati lamanya proses produksi terhenti atau
lamanya perusahaan tidak mendapatkan keuntungan, sehingga waktu yang
menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu
pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi
gudang dengan satuan (misalnya Rp/satuan waktu).
c. Biaya pengadaan darurat
Agar konsumen tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan darurat
yang biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal.
Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran
untuk menentukan biaya kekurangan persediaan dengan satuan (misalnya
Rp/setiap kali kekurangan).
2.3 Hubungan antara Tingkat Persediaan dan Total Biaya Persediaan
Persoalan utama yang ingin dicapai oleh pengendalian persediaan adalah
meminimumkan total biaya operasi perusahaan. Hal ini berkaitan dengan berapa
Keputusan mengenai besarnya persediaan menyangkut dua kepentingan
yaitu kepentingan pihak yang menyimpan dengan pihak yang memerlukan barang.
Keputusan itu bisa dikategorikan menjadi dua yaitu:
a. Waktu pada saat pemesanan barang masuk konstan (fixed) dan jumlah
barang yang dipesan harus ditentukan.
b. Jumlah pesanan (order quantity) dan waktu pesanan harus ditentukan.
Pendekatan terhadap kedua keputusan ini, salah satunya adalah dengan
memesan dalam jumlah yang besar untuk meminimumkan biaya pemesanan. Cara lain
adalah memesan dalam jumlah kecil untuk memperkecil biaya pemesanan. Tindakan
yang paling baik dinyatakan dengan mempertemukan dua titik ekstrim yaitu memesan
dalam jumlah yang sebesar-besarnya dan memesan dalam jumlah yang
sekecil-kecilnya.
Sebagai ilustrasi, gambar 2.1 dapat memperlihatkan hubungan antara tingkat
persediaan dan total biaya.
Biaya (Rp) Total Inventory Cost
Total Biaya Holding Cost
Minimum
Ordering cost
0 Pesanan Optimum Tingkat Persediaan (Q)
Gambar 2.1 Hubungan antara Tingkat Persediaan dan Total Biaya
Pada gambar 2.1 terlihat bahwa jika Q semakin besar, berarti pemesanan
akan semakin jarang dilakukan, sehingga biaya pemesanan (ordering cost) yang
menjadi beban juga akan semakin kecil. Sebaliknya jika Q semakin kecil, berarti
pemesanan akan semakin sering dilakukan, sehingga biaya pemesanan yang
dikeluarkan juga akan semakin besar. Akibatnya jika Q semakin besar (bergeser ke
13
Biaya penyimpanan (holding cost) digambarkan sebagai sebuah garis lurus
yang dimulai pada tingkat persediaan nol (Q = 0). Hal ini disebabkan karena
komponen ini secara langsung tergantung tingkat persediaan rata-rata. Semakin besar
jumlah barang yang dipesan akan mengakibatkan semakin besar tingkat persediaan
rata-rata, sehingga biaya penyimpanan juga akan semakin besar. Akibatnya semakin
besar tingkat persediaan rata-rata, maka grafik holding cost semakin meningkat.
Dari gambar 2.1 terlihat bahwa antara holding cost dan ordering cost
berhubungan terbalik dimana jumlah keduanya akan menghasilkan kurva total
inventory cost yang convex. Jadi tinggi (jarak) kurva total inventory cost pada setiap
titik Q merupakan hasil penjumlahan tinggi (jarak) kedua komponen biaya tersebut
secara tegak. Solusi optimal dari fungsi tujuan akan ditemukan pada saat total
inventory cost minimum.
2.4 Model Persediaan
2.4.1 Model Deterministik
Model Deterministik adalah model persediaan yang menganggap nilai-nilai parameter
telah diketahui dengan pasti. Model deterministik dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Deterministik Statis.
Pada model ini total permintaan setiap unit barang untuk tiap periode
diketahui dan bersifat konstan, dimana laju permintaan adalah sama untuk
tiap periode.
b. Deterministik Dinamik.
Pada model ini total permintaan satiap unit barang untuk tiap periode
diketahui dan bersifat konstan, tetapi laju permintaan dapat bervariasi dari
2.4.2 Model Probabilistik (Stokastik)
Model probabilistik adalah model persediaan yang menganggap bahwa nilai-nilai
parameter merupakan nilai-nilai yang tidak pasti, dimana nilai parameter tersebut
merupakan variabel random. Model probabilistik dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Probabilistik Statis.
Pada model ini variabel permintaan bersifat random dan distribusi
probabilistik dipengaruhi oleh waktu setiap periode.
b. Probabilistik Dinamik
Pada model ini variabel permintaan bersifat random, dimana distribusi
probabilistik dipengaruhi oleh waktu setiap periode dan dapat bervariasi
dari satu periode ke periode lainnya.
2.5 Model Persediaan dengan Backorder
Pada model persediaan ini, pesanan dari pelanggan akan tetap diterima walaupun
pada saat itu tidak ada persediaan. Permintaan akan dipenuhi kemudian setelah ada
persediaan baru. Pesanan untuk diambil kemudian lazim disebut backorder.
Asumsi dasar yang digunakan pada model ini sama seperti model EOQ
biasa, dengan tambahan asumsi bahwa penjualan tidak hilang karena stock-out yaitu:
a. Barang yang dipesan dan disimpan hanya satu macam.
b. Kebutuhan atau permintaan barang diketahui dan konstan selama periode
persediaan.
c. Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan diketahui dan konstan.
d. Barang yang dipesan diterima seketika, tidak bertahap.
e. Harga barang tetap dan dan tidak tergantung dari jumlah yang dibeli (tidak
ada diskon dalam tingkat kuantitas pesanan).
15
Gambar 2.2 menunjukkan tingkat persediaan sebagai fungsi dari waktu
dalam model dengan backorder. Pada gambar 2.2, bisa dijelaskan bahwa merupakan
jumlah setiap pemesanan, sedangkan merupakan on hand inventory yang
menunjukkan jumlah persediaan barang pada setiap awal siklus persediaan.
Jumlah persediaan
Gambar 2.2 Model Persediaan dengan Backorder
dimana:
= biaya pengadaan barang tiap unit per satuan waktu.
= biaya kekurangan barang (backorder) tiap unit per satuan waktu.
= biaya penyimpanan barang.
= total permintaan dalam unit, dalam periode T.
= tingkat persediaan maksimum tiap awal periode.
= jumlah pesanan ekonomis tiap periode.
= periode waktu pemesanan s unit barang.
= periode waktu pemesanan kembali untuk memenuhi kekurangan sebesar q-s.
= periode waktu antara dua pemesanan ( = + ).
= banyaknya pesanan yang dilakukan selama periode T.
Setiap siklus persediaan terdiri dari dua buah segitiga yang menunjukkan
adanya dua tahap. Tahap pertama adalah tahap dimana permintaan konsumen dapat
dipenuhi dengan on hand inventory. Tahap ini digambarkan sebagai segitiga besar
tahap dimana on hand inventory sudah nol dan konsumen harus memesan untuk dapat
diambil setelah tersedia beberapa waktu kemudian. Tahap ini digambarkan sebagai
segitiga yang terletak di bawah sumbu datar, dengan tinggi ( − ) yang
menunjukkan jumlah barang yang dipesan oleh konsumen tetapi tidak dapat segera
dipenuhi (backorder).
Biaya pengadaan persediaan (procurement cost) hanya dikenakan pada tahap
pertama dari siklus persediaan, yaitu pada segitiga besar yang terletak di atas sumbu
datar. Karena tingkat persediaan pada awal pesanan adalah dan habis setelah waktu
dengan laju yang konstan, maka persediaan rata-rata selama adalah . Jadi
dengan mengalikan biaya pengadaan persediaan ( ) dengan persediaan rata-rata,
diperoleh:
Biaya pengadaan persediaan rata-rata = ∙ (2.1)
Biaya kekurangan persediaan (shortage cost) dikenakan pada tahap kedua
dari siklus persediaan, yaitu pada segitiga kecil yang terletak di bawah sumbu datar.
Karena jumlah kekurangan adalah ( − ) dan habis setelah waktu dengan laju
yang konstan, maka jumlah kekurangan persediaan rata-rata selama adalah ( ) .
Jadi dengan mengalikan biaya kekurangan persediaan ( ) dengan jumlah kekurangan
persediaaan rata-rata, diperoleh:
Biaya kekurangan persediaan rata-rata = ∙( − )
2 2 (2.2)
Dari gambar 2.2 dapat diperoleh:
= = =
= ∙ = ( )∙ , 0 < < (2.3)
Pada model persediaan dengan backorder, total biaya persediaan (TC)
merupakan gabungan antara biaya pengadaan (procurement cost), biaya penyimpanan
(holding cost) dan biaya kekurangan (shortage cost), sehingga dengan menggunakan
persamaan (2.1) dan (2.2) maka total biaya persediaan tiap akhir periode waktu
17
= ∙ + ∙( ) +
= + ( ) + (2.4)
Dari persamaan (2.4) dapat diketahui bahwa TC merupakan fungsi dari
dan sehingga = ( , ). Dengan mensubstitusi pada (2.3) ke (2.4) diperoleh:
( , ) = + ( ) + , > 0, > 0 (2.5)
Dengan mempertimbangkan r, s sebagai variabel dan q diberikan, maka total
biaya persediaan ( , ) dinotasikan sebagai:
( , ) = + ( ) + , > 0, > 0 (2.6)
Tujuan yang ingin dicapai adalah menentukan nilai dan yang dapat
meminimumkan ( , ). Hal ini dapat diperoleh dengan menggunakan aturan
derivative dari suatu fungsi, sehingga ( , ) pada (2.5) diturunkan secara parsial
terhadap dan terhadap , kemudian menyamakannya dengan nol.
= − + − (2.7)
= − ( ) (2.8)
Dari persamaan (2.7), = 0, maka diperoleh:
− + ( − ) −2 = 0
− = +
= + + (2.9)
Dari persamaan (2.8), = 0, maka diperoleh:
− + = 0
( + ) =
=
Dari persamaan (2.9) dan (2.10) dapat diperoleh:
2.6.1 Himpunan Crisp dan Himpunan Fuzzy
Himpunan crisp (tegas) A didefinisikan oleh item-item yang ada pada himpunan itu.
Jika , maka nilai yang berhubungan dengan adalah 1. Namun, jika ,
maka nilai yang berhubungan dengan adalah 0. Notasi = { | ( ) }
menunjukkan bahwa berisi item dengan ( ) benar. Jika merupakan fungsi
karakteristik dan properti , maka dapat dikatakan bahwa ( ) benar, jika dan
hanya jika ( ) = 1.
Himpunan fuzzy didasarkan pada gagasan untuk memperluas jangkauan
fungsi karakteristik sedemikian hingga fungsi tersebut akan mencakup bilangan real
pada interval [ 0,1]. Nilai keanggotaannya menunjukkan bahwa suatu item dalam
semesta pembicaraan tidak hanya berada pada 0 atau 1, namun juga nilai yang terletak
di antaranya. Dengan kata lain, nilai kebenaran suatu item tidak hanya bernilai benar
atau salah. Nilai 0 menunjukkan salah, nilai 1 menunjukkan benar, dan masih ada
nilai-nilai yang terletak antara benar dan salah.
Pada himpunan crisp, nilai keanggotaannya hanya ada dua kemungkinan,
yaitu antara 0 atau 1, sedangkan pada himpunan fuzzy nilai keanggotaannya pada
rentang antara 0 sampai 1. Jika memiliki nilai keanggotaan fuzzy [ ] = 0, berarti
tidak menjadi anggota himpunan A, sementara jika memiliki nilai keanggotaan
19
2.6.2 Fungsi Keanggotaan
Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan
pemetaan titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (sering juga disebut dengan
derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai 1.
Terkadang kemiripan antara keanggotaan fuzzy dengan probabilitas
menimbulkan kerancuan. Keduanya memiliki nilai pada interval [ 0,1], namun
interpretasi nilainya sangat berbeda antara kedua kasus tersebut. Keanggotaan fuzzy
memberikan suatu ukuran terhadap pendapat atau keputusan, sedangkan probabilitas
mengindikasikan proporsi terhadap keseringan suatu hasil bernilai benar dalam jangka
panjang.
disebut interval fuzzy level , jika fungsi keanggotaannya adalah:
( ) = , ≤ ≤ ,
0, lainnya (2.13)
Sebuah himpunan fuzzy = ( , , ), a < b < c, pada = (−∞,∞) disebut
fuzzy number segitiga jika fungsi keanggotaannya adalah:
( ) =
, ≤ ≤
, ≤ ≤
0, lainnya
Sebuah fuzzy number segitiga = ( , , ), jika = = maka titik fuzzy
2.6.3 Operasi pada Himpunan Fuzzy
Merujuk pada penjelasan Yao dan Su (2008):
Untuk setiap [ 0,1], = ⋃ [ ( ) , ( ) ; ] , diperoleh:
Dari metode extension principle, operasi himpunan fuzzy dari , dapat
21
Maka dengan menggunakan persamaan (2.21) dan hanya mempertimbangkan
Maka dapat diperoleh:
[ ( ) , ( ) ; ] (∙) [ ( ) , ( ) ; ] = [ ( ) ∙ ( ) , ( )∙ ( ) ; ],
dan
(∙) = ⋃ [ ( )∙ ( ) , ( ) ∙ ( ) ; ] (2.22)
d. Untuk setiap [ 0,1] dan , diperoleh:
(∙) = ⋃ [ ( ) , ( ) ; ], jika > 0 (2.23)
Misalkan ( ) = , ( ) = , untuk semua [ 0,1], maka (2.23) dapat
menjelaskan (2.22).
Sama halnya
(−) = ⋃ [ − ( ) , − ( ) ; ] (2.24)
Misalkan ( ) = , ( ) = , untuk semua [ 0,1], maka (2.24) dapat
menjelaskan (2.20).
2.7 Metode Signed Distance
Signed distance dari ke 0 dimana , 0 didefinisikan sebagai ( , 0) = . Jika
> 0, jarak dari ke 0 adalah ( , 0) = . Jika < 0, jarak dari ke 0 adalah
− ( , 0) = − . Hal inilah yang menjadi alasan mengapa ( , 0) diberi istilah
signed distance dari ke 0.
Dengan teorema dekomposisi, , 0 ≤ ≤1, dapat didefinisikan sebagai:
= ⋃ [ ( ) , ( ) ; ] (2.25)
( )
1
0 ( ) ( ) x
23
Untuk setiap [ 0,1], signed distance dari interval [ ( ) , ( ) ] ke 0
dapat didefinisikan sebagai:
( [ ( ) , ( ) ], 0) = [ ( ( ) , 0) + ( ( ) , 0) ]
= [ ( ) + ( ) ] (2.26)
Untuk setiap [ 0,1], interval crisp [ ( ) , ( ) ] dan interval fuzzy
[ ( ) , ( ) ] level adalah korespondensi satu-satu. Maka secara umum signed
distance dari [ ( ) , ( ) ; ] ke 0 dapat didefinisikan sebagai:
[ ( ) , ( ) ], 0 = ( [ ( ) , ( ) ] , 0)
= [ ( ) + ( ) ] (2.27)
Hal ini merupakan fungsi kontinu dari pada 0 ≤ ≤1. Nilai rata-rata
diperoleh dari integrasi. Jadi, jika = ⋃ [ ( ) , ( ) ; ] dan , maka
dari (2.25) dan (2.27) signed distance dari ke 0 dapat didefinisikan sebagai:
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Formulasi Model Persediaan dengan Backorder dalam Bentuk Fuzzy
3.1.1 Total Permintaan dan Persediaan Maksimum dalam Bentuk Fuzzy
Pada setiap periode perencanaan persediaan, sangat sulit menentukan nilai pasti
untuk total permintaan. Sebaliknya, akan lebih mudah untuk membuat total
permintaan dalam interval [ − ∆ , + ∆ ], dimana 0 < ∆ < , 0 < ∆ dan ∆ ,∆
ditentukan oleh pengambil keputusan.
Misalkan adalah bilangan yang diketahui. Pengambil keputusan ingin
memilih nilai yang sesuai pada interval [ − ∆ , + ∆ ] sebagai taksiran yang tepat
dari total permintaan. Hal ini terjadi ketika nilai yang dipilih tepat sama dengan dan
tingkat error adalah 0. Jika nilai menyimpang jauh dari pada kedua sisi , maka
tingkat error akan lebih besar. Tingkat error akan mencapai maksimum pada kedua
titik ujung − ∆ dan + ∆ .
Dengan pendekatan teori fuzzy, tingkat error dapat diubah ke tingkat yang
bisa dipercayai. Jika tingkat error adalah 0, maka tingkat yang bisa dipercayai adalah
1. Semakin jauh nilai menyimpang dari kedua sisi , maka semakin rendah tingkat
yang bisa dipercayai. Tingkat yang bisa dipercayai akan semakin minimum pada
kedua titik ujung − ∆ dan + ∆ .
Jadi bersesuaian dengan interval [ − ∆ , + ∆ ], total permintaan di setiap
periode perencanaan persediaan dapat ditulis dalam bentuk fuzzy number:
25
Nilai keanggotaan pada adalah 1. Semakin jauh titik pada [ − ∆ , +
∆ ] menyimpang dari kedua sisi , maka semakin rendah nilai keanggotaannya. Jadi nilai yang sesuai dapat dibuat di antara nilai keanggotaan dan tingkat yang bisa
0 ≤ ≤1, dapat didefenisikan sebagai:
( ) = −( 1− )∆ = ( − ∆ ) + ∆
( ) = + ( 1− )∆ = ( + ∆ ) − ∆ (3.3)
0 < ( ) < ( )
Demikian juga halnya dalam menentukan nilai pasti untuk jumlah
persediaan di setiap periode perencanaan persediaan, akan lebih mudah untuk
membuat jumlah persediaan dalam interval [ − ∆ , + ∆ ], dimana 0 < ∆ < , 0 <
∆ dan ∆ ,∆ ditentukan oleh pengambil keputusan.
Jadi bersesuaian dengan interval [ − ∆ , + ∆ ], jumlah persediaan di
setiap periode perencanaan persediaan, dapat ditulis dalam bentuk fuzzy number:
3.1.2 Total Biaya Persediaan dalam Bentuk Fuzzy
Dengan menggunakan persamaan (3.1) dan (3.4), untuk yang diberikan, maka total
biaya persediaan pada (2.6) dapat ditulis dalam bentuk fuzzy sebagai:
, = (∙) ( + ) (∙) (−) ( + ) (∙) (3.7)
Dengan menggunakan signed distance method, (∙) didefuzzifikasi sehingga
27
= − ∆ + ∆ + + ∆ + ∆
= ( − ∆ ) + ( − ∆ )∆ + ∆ + ( + ∆ ) −( + ∆ )∆ + ∆ (3.10)
Dengan persamaan (2.24), (−) , 0 ≤ ≤1 didefinisikan sebagai:
(−) = ⋃ [ − ( ) , − ( ) ; ] (3.11)
dimana untuk setiap [ 0,1]:
− ( ) = − −( 1− )∆ = − − ∆ + ∆ ≥ − − ∆
− ( ) = − + ( 1− )∆ = − + ∆ − ∆ > 0 (3.12)
Dengan persamaan (3.4) pengambil keputusan mengambil nilai ∆ dan ∆
yang sesuai dan memenuhi kondisi 0 < ∆ < , 0 < ∆ < − , sehingga diperoleh:
0 < − ( ) < − ( ) untuk semua [ 0,1] (3.13)
Dari persamaan (3.11), (3.13), dan (2.22), ( (−) ) , 0 ≤ ≤1 dapat
didefinisikan sebagai:
( (−) ) = ⋃ − ( ) , − ( ) ; (3.14)
Dengan menggunakan operasi fuzzy pada (3.7), (2.22), dan dengan
(3.11)~(3.14), dimana > 0, = 1, 2, 3 dan > 0, diperoleh:
(∙) (−) = ⋃ − ( ) , − ( ) ; (3.15)
Dengan menggunakan signed distance method, (∙) (−) didefuzzifikasi
sehingga diperoleh:
(∙) (−) , 0 = ∫ − ( ) + − ( )
= ∫ [ ( − −( 1− )∆ ) + ( − + ( 1− )∆ ) ]
= ∫ [ − − ∆ + ∆ ] + [ − + ∆ − ∆ ]
=
=
∆ ( − − ∆ + ∆ ) − ∆ ( − + ∆ − ∆ ) − ∆ ( ( − ) −
∆ ) −
∆ ( ( − ) + ∆ )
=
∆ ( − ) − ∆ ( − ) − ∆ − ∆ ( − ) + ∆ ( − ) + ∆
=
∆ ( − ) − ( − )− ∆ − ∆ ( − ) − ( − ) + ∆
=
∆ ( − ) − ( − ) −3( − ) ∆ + 3( − )∆ − ∆ −
∆ ( − ) − ( − ) + 3( − ) ∆ + 3( − )∆ + ∆
= ( − ) −( − )∆ + ∆ + ( − ) + ( − )∆ + ∆
= ( − − ∆ ) + ( − − ∆ )∆ + ∆ + ( − + ∆ ) −( − +
∆ )∆ + ∆ (3.16)
Dengan menggunakan operasi fuzzy pada (3.7), (2.22), dan dengan (3.2),
(3.3), dimana > 0, = 1, 2, 3, dan > 0, diperoleh:
(∙) = ⋃ ( ) , ( ) ; (3.17)
Dengan menggunakan signed distance method, (∙) didefuzzifikasi sehingga
diperoleh:
(∙) , 0 = ∫ ( ) + ( )
= ∫ [ −( 1− )∆ + + ( 1− )∆ ]
= ∫ [ ( − ∆ ) + ∆ + ( + ∆ ) − ∆ ]
= ( − ∆ ) + ∆ + ( + ∆ ) − ∆
29
Dengan menggunakan signed distance method, total biaya persediaan pada
(3.7) didefuzzifikasi dan diperoleh (3.10), (3.16), (3.18), sehingga total biaya
persediaan dapat ditulis dalam bentuk fuzzy sebagai:
( , ) = , , 0
= ( − ∆ ) + ( − ∆ )∆ + ∆ + ( + ∆ ) −( + ∆ )∆ + ∆
+ ( − − ∆ ) + ( − − ∆ )∆ + ∆ + ( − + ∆ ) −
( − + ∆ )∆ + ∆ + − ∆ + ∆ + + ∆ − ∆
= −2 ∆ + ∆ + ∆ − ∆ + ∆ + + 2 ∆ + ∆ −
∆ + ∆ + ∆ + −( + ∆ ) + ∆ − ∆ − ∆ + ∆ +
−( − ∆ ) − ∆ − ∆ + ∆ + ∆ + 2 − ∆ + ∆
= − ∆ + ∆ + + ∆ + ∆ −2 ( + ∆ ) + ( + ∆ ) +
∆ – ∆ − ∆ + ∆ + −2 ( − ∆ ) + ( − ∆ ) − ∆ – ∆ +
∆ + ∆ + 2 + (∆ − ∆ )
= 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + −2 − ∆ + + ∆ +
∆ + −2 + ∆ + − ∆ + ∆ + 2 + (∆ − ∆ )
= 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 2 −[ 4 + ∆ − ∆ ] +
2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 2 + (∆ − ∆ ) (3.19)
3.2 Solusi Optimal dalam Bentuk Fuzzy
Tujuan yang ingin dicapai adalah menentukan nilai dan yang dapat
meminimumkan ( , ). Untuk memperoleh nilai optimal bagi dan , maka
( , ) pada (3.19) diturunkan secara parsial terhadap dan terhadap kemudian
( , ) = − 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 2− 2 +
(∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ − 2 + (∆ − ∆ ) (3.20)
( , ) = [ 4 + (∆ − ∆ ) ] + −4 + + ∆ −∆ (3.21)
Dari persamaan (3.20), ( , ) = 0, maka diperoleh:
− 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 2 2− 2 + (∆ − ∆ ) +
∆ + ∆ −2 2 + (∆ − ∆ ) = 0
− 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 2 2− 2 + (∆ − ∆ ) +
∆ + ∆ −2 2 + (∆ − ∆ ) = 0 (3.22)
2 −( + ) 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ −4 − (∆ − ∆ ) = 0
Dari persamaan (3.21), ( , ) = 0, maka diperoleh:
[ 4 + (∆ − ∆ ) ] + −4 + + ∆ −∆ = 0
[ 4 + (∆ − ∆ ) ] + −4 + + ∆ −∆ = 0
4 + ∆ − ∆ −4 + 4 + ∆ − ∆ = 0
4 + 4 + ∆ + ∆ − ∆ − ∆ −4 = 0
4( + ) + ( + ) (∆ − ∆ )−4 = 0 (3.23)
Dari persamaan (3.23) diperoleh:
= ( 4 + ∆ − ∆ ) (3.24)
Nilai pada (3.24) disubstitusi ke (3.22) sehingga diperoleh:
2 ( ) ( 4 + ∆ − ∆ ) −( + ) 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ −
2 = − (∆ − ∆ ) + √
≡ ∗ = − (∆ − ∆ ) + √ (3.26)
Nilai pada (3.26) disubstitusikan ke (3.24) untuk mendapatkan:
≡ ∗= ( 4 ∗+ ∆ − ∆ ) (3.27)
Pengambil keputusan dapat mengambil nilai ∆ , = 1, 2, 3, 4 yang sesuai
dan memenuhi kondisi:
0 < ∆ < , 0 < ∆ (dalam persamaan (3.1)),
0 < ∆ < ∗, 0 < ∆ < ∗− ∗ (dengan (3.13), (3.26), dan (3.27)), (3.28)
4 − (∆ ,∆ ,∆ ,∆ ) > 0 (nilai B pada (3.26))
Dari persamaan (3.28) dan 0 < ∆ < ∗, 0 < ∆ < ∗− ∗, dapat diperoleh
bahwa − ∗ ≤ ∆ − ∆ < ∗− ∗ sehingga ∗ > 0. Dari persamaan (3.27) dan
4 − (∆ ,∆ ,∆ ,∆ ) > 0 diperoleh ∗ > 0.
Untuk membuktikan bahwa nilai ∗ dan ∗ yang diperoleh adalah optimal,
maka ( ∗, ∗) > 0. Untuk itu, ( , ) harus diturunkan secara parsial dua kali.
( , ) = 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 2 + (∆ − ∆ ) +
∆ + ∆ + 2 + (∆ − ∆ ) (3.29)
( , ) = − 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 2− 2 +
(∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ − 2 + (∆ − ∆ )
= − [ 2 + (∆ − ∆ ) ]− [ 2 + (∆ − ∆ ) ]
= − ( + ) [ 2 + (∆ − ∆ ) ]
= − ( + ) [ 4 + (∆ − ∆ ) ]
= − [ 4 + (∆ − ∆ ) ] − ( 4 + ∆ − ∆ ) (3.30)
33
3.3 Pembahasan Contoh Numerik
Biaya pengadaan persediaan : Rp. 12 per unit tiap bulan
Biaya pemesanan kembali (backorder) : Rp. 10 per unit tiap bulan
Biaya penyimpanan : Rp. 8 per unit tiap bulan
Total permintaan : 600 unit per tahun
Periode : 12 bulan
Penyelesaian:
Misalkan = 12; = 10; = 8; = 12; = 600.
a. Total biaya persediaan dalam bentuk fuzzy adalah:
( , ) = 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆
+ 30 2 −[ 4 + ∆ − ∆ ] + 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆
+ 1200 + (∆ − ∆ )
b. Solusi optimal:
dimana
= 0,0393[ 63,4445] + 0,0327[63,4445] + 0,0044[1200,25]
35
= 0,0393[ 63,4200] + 0,0327[63,4200] + 0,0044[1199,75]
( ∗, ∗) = ( ∗, ∗) = ( , )
∗, ∗
= − [ 4 + (∆ − ∆ ) ] − ( 4 + ∆ − ∆ )
= −0,2404[22,2492]−0,2003( 22,2492)
= −9,8052
( ∗, ∗) = ( , )
∗, ∗
= +
= 11,7676 + 9,8062
= 21,5737
Maka ( ∗, ∗) = ( ∗, ∗) ( ∗, ∗)
( ∗, ∗) ( ∗, ∗)
= 9,8451 −9,8052
−9,8052 21,5737
= 116,2533 > 0
Karena ( ∗, ∗) > 0, maka ∗ dan ∗ sudah optimal, sehingga total biaya
persediaan adalah:
( , ) = 2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 30 2 −[ 4 + ∆ − ∆ ] +
2 + (∆ − ∆ ) + ∆ + ∆ + 1200 + (∆ − ∆ )
= 2,9419[ 63,4200] + 30 24,474−[ 22,2492] + [ 63,4200]
, +
0,3269[ 1199,75]
= 186,5753 + 222,2280 + 392,1983
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Masalah persediaan dengan adanya backorder dapat diselesaikan dengan
menggunakan teori fuzzy dalam menentukan besar persediaan optimal, sehingga dapat
diperoleh total biaya persediaan minimum. Penerapan dilakukan dilakukan dengan
menetapkan bentuk fuzzy pada total permintaan dan jumlah persediaan sebagai fuzzy
number segitiga ke dalam total biaya persediaan. Selanjutnya, total biaya persediaan
didefuzzifikasi dengan menggunakan signed distance method untuk mendapatkan total
biaya persediaan dan solusi optimal dalam bentuk fuzzy.
4.2 Saran
Penelitian ini hanya sebatas membahas permasalahan penentuan total biaya persediaan
minimum pada persediaan dengan backorder. Penulis berharap pembaca dapat
melanjutkan pembahasan mengenai metode signed distance terhadap permasalahan
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, Sofjan. 1998. Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Baroto, Teguh. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Chiang, J., J.S. Yao, dan H.M. Lee. 2005. “Fuzzy inventory with backorder defuzzification by signed distance method”. Journal of Information Science and
Engineering 21: hal. 673-694.
Hadiguna, R.A. 2009. “Model persediaan minyak sawit kasar di tangki timbun pelabuhan”. Jurnal Teknik Industri 11(2): hal 111-121.
Herjanto, Eddy. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi kedua. Jakarta: Grasindo.
Kusumadewi, Sri. 2002. Analisis dan Desain Sistem Fuzzy Menggunakan Toolbox
Matlab. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Lee, H.M., dan J.S. Yao. 1999. “Economic order quantity in fuzzy sense for inventory without backorder model”. Fuzzy Sets and Systems 105: hal. 13-31.
Lee, H.M., dan J. Chiang. 2007. ”Fuzzy production inventory based on signed distance”. Journal of Information Science and Engineering 23: hal. 1939-1953.
Mulyono, Sri. 2004. Riset Operasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Nasution, A.H. 2003. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Edisi pertama. Surabaya: Guna Widya.
Rangkuti, Freddy. 2004. Manajemen Persediaan: Aplikasi di Bidang Bisnis. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Siagian, P. 1987. Penelitian Operasional Teori dan Praktek. Jakarta: UI Press.
Subagyo, Pangestu, Marwan Asri, dan Hani Handoko. 2000. Dasar-Dasar Operations
Research. Edisi kedua. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Supranto, Johannes. 1988. Riset Operasi untuk Pengambilan Keputusan. Jakarta: UI Press.
Syed, J.K., dan L.A. Aziz. 2007. ”Fuzzy inventory model without shortages using signed distance method”. Applied Mathematics & Information Sciences: An
39
Yamit, Zulian. 2005. Manajemen Persediaan. Jakarta: Ekonisia.
Yao, J.S., dan J. Chiang. 2003. ”Inventory without backorder with fuzzy total cost and fuzzy storing cost defuzzied by centroid and signed distance”. European
Journal of Operational Research 148: hal. 401-409.
Yao, J.S., dan J.S. Su. 2008. ”Fuzzy total demand and maximum inventory with backorder based on signed distance method”. International Journal of