• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi MotivasI Ibu Terhadap Terapi Autisme Di Yayasan Tali Kasih Medan Tahun 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi MotivasI Ibu Terhadap Terapi Autisme Di Yayasan Tali Kasih Medan Tahun 2008"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI IBU TERHADAP TERAPI AUTISME DI YAYASAN TALI KASIH MEDAN

TAHUN 2008

SKRIPSI

Oleh:

SHERLY CISILIA IVANA

041000130

(2)

Medan, 18 Januari 2008 Lamp : 1 (satu) lembar

Hal : Rencana Judul Skripsi

Yth. Kepala Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Di

FKM-USU

Dengan hormat, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Sherly Cisilia Ivana

NIM : 041000130

Peminatan : Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Mengajukan

Rencana Judul

Skripsi : MOTIVASI IBU TERHADAP THERAPI PADA ANAK PENDERITA AUTISME DI JALAN WAHID HASYIM NO.118 YAYASAN TALI KASIH MEDAN TAHUN 2008

Turut dilampirkan Formulir Persetujuan Untuk Pengajuan Judul Skripsi Mahasiswa Reguler, tertanggal 30 Juli 2007.

Demikian surat ini dibuat dengan sebenarnya, atas perhatian dan perkenaan Bapak kepala bagian, diucapkan terima kasih.

Hormat saya,

(3)

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI IBU TERHADAP TERAPI AUTISME DI YAYASAN TALI KASIH MEDAN TAHUN 2008

Jumlah penyandang autisme semakin hari semakin banyak. Autisme dapat sembuh bila dilakukan intervensi secara dini, intervensi yang dilakukan salah satunya adalah terapi autisme. Ibu sebagai orang yang paling dekat dengan anak berperan penting dalam penentuan tempat terapi autisme. Penetuan tempat terapi autisme tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ibu terhadap terapi autisme seperti umur, pendidikan, pekerjaan, sumber informasi, lingkungan dan fasilitas yang tersedia di tempat terapi autisme. Untuk melihat sejauh mana faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ibu terhadap terapi autisme, perlu dilakukan penelitian.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview) untuk memperoleh gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ibu terhadap terapi autisme di Yayasan Tali Kasih Medan tahun 2008. Berdasarkan kesesuaian dan kecukupan diperoleh 5 orang informan. Analisa data dilakukan dengan menggunakan EZ-Text dan disajikan dalam bentuk matriks menurut variabel yang diteliti.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa informasi memegang peranan penting dalam membantu informan memenuhi kebutuhannya terhadap tempat terapi autisme, sehingga menimbulkan motivasi dalam diri informan. Sampai saat ini, belum tersedia pusat informasi mengenai autisme. Informasi yang informan terima mengenai tempat terapi lebih banyak dari teman dan internet daripada dari dokter.

Diharapkan Puskesmas dan dokter dapat memberikan informasi kepada masyarakat sehingga masyarakat khususnya orang tua, mau memasukkan anaknya ke tempat terapi autisme.

Kata Kunci : Autisme, Terapi, Motivasi.

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena hanya berkat rahmat dan hidayah-Nya lah, skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Ibu terhadap Terapi Autisme di Yayasan Tali Kasih Medan Tahun 2008” dapat selesai tepat pada waktunya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menulis skripsi ini penulis menyadari masih banyak kekurangan, baik isi maupun penulisannya. Namun penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan pembaca.

Terima kasih yang sebesar-besarnya dan setulus hati penulis ucapkan kepada kedua orang tua, Ayahanda Almarhum Khairul Anwar Nst dan Ibunda Lisnawaty Egon Lbs, atas kasih sayang, keikhlasan dan ketulusan membesarkan dan mendidik ananda yang tidak mungkin ananda balas. Demikian juga dengan Kakanda Dian Handayani, Siska Elfrida Sari, Guslia Farach Diba dan Adinda Cindy Oviryan, Abanganda Hawari dan Herdianto Ginting, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan baik materil maupun moril yang diberikan kepada penulis. Keponakan keponakan yang tersayang, Fauzan, Fia, dan sikecil Iqbal dan yang tersayang Hestu Pradikta Ruci, Amd atas kasih sayang dan dukungan kepada penulis.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, Msi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat. 2. Ibu Lita Sri Andayani, SKM, MKes selaku dosen Pembimbing I Skripsi yang

telah meluangkan waktu dan pikiran beliau, yang sangat-sangat banyak dalam memberi bimbingan, petunjuk, saran dan supportnya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, penulis mengucapkan sebasar-besarnya terima kasih kepada beliau.

(5)

petunjuk, saran dan supportnya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Ibu Dr. Linda T Maas, MPH, selaku Dosen Penguji I pada skripsi ini.

5. Bapak Drs . Alam Bakti Keloko, MKes selaku Dosen Penguji II pada skripsi ini. 6. Bapak Drs.Jemadi, MKes selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis di

Fakultas Kesehatan Masyrakat.

7. Seluruh Dosen dan Staf Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu kelancaran penulisan skripsi ini. 8. Ibu Fitri Christy dan teman-teman di Yayasan Tali Kasih atas segala bantuan yang

diberikan kepada Penulis.

9. Teman-teman sepeminatan PKIP Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Kak Hasnah, Kak Julfa, Zie-zie, Ayu, Vutry, Ria, Conti, Velma, Yani, dan yang lainnya yang tidak mungkin penulis ucapkan satu persatu.

10.Sahabat-sahabat peneliti yang banyak memberikan dukungan kepada penulis, Laina, Nomi, Bida, Bang Taqim, Bang Indera, Asenk, dan yang lainnya yang tidak mungkin penulis ucapkan satu persatu.

Akhirnya penulis mengucapkan syukur Allhamdullillah sebesar-besarnya pada Allah SWT, semoga tulisan ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, Desember 2008

(6)

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI IBU TERHADAP TERAPI AUTISME DI YAYASAN TALI KASIH MEDAN TAHUN 2008

Jumlah penyandang autisme semakin hari semakin banyak. Autisme dapat sembuh bila dilakukan intervensi secara dini, intervensi yang dilakukan salah satunya adalah terapi autisme. Ibu sebagai orang yang paling dekat dengan anak berperan penting dalam penentuan tempat terapi autisme. Penetuan tempat terapi autisme tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ibu terhadap terapi autisme seperti umur, pendidikan, pekerjaan, sumber informasi, lingkungan dan fasilitas yang tersedia di tempat terapi autisme. Untuk melihat sejauh mana faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ibu terhadap terapi autisme, perlu dilakukan penelitian.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview) untuk memperoleh gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ibu terhadap terapi autisme di Yayasan Tali Kasih Medan tahun 2008. Berdasarkan kesesuaian dan kecukupan diperoleh 5 orang informan. Analisa data dilakukan dengan menggunakan EZ-Text dan disajikan dalam bentuk matriks menurut variabel yang diteliti.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa informasi memegang peranan penting dalam membantu informan memenuhi kebutuhannya terhadap tempat terapi autisme, sehingga menimbulkan motivasi dalam diri informan. Sampai saat ini, belum tersedia pusat informasi mengenai autisme. Informasi yang informan terima mengenai tempat terapi lebih banyak dari teman dan internet daripada dari dokter.

Diharapkan Puskesmas dan dokter dapat memberikan informasi kepada masyarakat sehingga masyarakat khususnya orang tua, mau memasukkan anaknya ke tempat terapi autisme.

Kata Kunci : Autisme, Terapi, Motivasi.

(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat WHO, kesehatan adalah suatu keadaan yang dua prima, meliputi fisik, mental, maupun sosial, melainkan diartikan pula bebas dari sakit atau cacat. Sementara, dalam UU RI No. 23 tahun 1992 kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sejahtera, badan jiwa, dan sosial dan ekonomi, dengan demikian maka kesehatan adalah suatu kondisi yang penuh secara fisiologis maupun psikologis.

Dalam menyongsong dan menyukseskan pembangunan jangka panjang II (1993-2018), maka unsur Sumber daya Manusia (SDM) menjadi primadona yang amat penting. Salah satu sasaran terpenting SDM adalah anak. Anak adalah tumpuan harapan bangsa dan negara, karena ia merupakan generasi penerus, pembangunan manusia di masa depan adalah pembangunan anak sekarang (Riyadi, 1982).

Kualitas anak adalah cermin kualitas bangsa dan cermin peradaban dunia. Indikator kesejahteraan suatu masyarakat atau suatu bangsa salah satunya dapat dilihat dari kualitas hidup anak. Semula perhatian kepada anak lebih ditujukan kepada daya hidup anak ( Child survival ) dibanding terhadap kualitas hidup anak (quality of life ) yang bersifat lebih intergral dan komperhensif (Sunarti, 2004).

(8)

pertumbuhan sebagai suatu proses pertambahan ukuran dan struktur fisik (seperti berat badan dan tinggi badan), sedangkan perkembangan di maksudkan sebagai perubahan kuantitatif dan kualitatif, sebagai suatu proses perubahan progresif, koheren dan berurutan. Perkembangan menunjukkan perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaan (maturity) yang berlangsung secara sistemik progresif dan berkesinambungan, baik mengenai fisik atau jasmaniah maupun psikis atau rohaniahnya.

Dalam perkembangannya menjadi manusia dewasa, seorang anak berkembang melalui tahapan tertentu. Diantara jenis perkembangan, yang paling penting menentukan kemampuan intelegensi di kemudian hari adalah perkembangan motorik halus dan pemecahan masalah visio-motor, serta perkembangan berbahasa. Kemudian keduanya berkembang menjadi perkembangan sosial yang merupakan adaptasi terhadap lingkungan (Anonim, 2008).

Autisme, adalah gangguan perkembangan khususnya terjadi pada masa anak-anak, yang membuat seseorang tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Pada anak-anak biasa disebut dengan Autisme Infantil (Angelfire, 2008).

(9)

Data menunjukkan bahwa jumlah penyandang autisme semakin hari semakin banyak. Dari berbagai kepustakaan, dulu diperkirakan “hanya” 4-5 per 10.000 kelahiran, kemudian meningkat pada tahun 1990-an awal menjadi 15-20 per 10.000 kelahiran. Pada tahun 2000 (ASA Confrence), meningkat lagi mencapiai 60 per 10.000 kelahiran,atau 1:250 anak. Di Amerika autisme telah dinyatakan sebagai national alarming (Purboyo, 2007).

Hasil penelitian terbaru menunjukkan satu dari 150 balita di Indonesia kini menderita autisme. Laporan terakhir badan kesehatan dunia (WHO) yang di kutip oleh Sinung (2008) tahun 2005 juga memperlihatkan hal serupa, yang mana perbandingan anak autisme dengan anak normal di seluruh dunia, termasuk Indonesia telah mencapai 1:100.

Dulu autisme dianggap sebagai suatu kondisi yang tanpa harapan dan tidak dapat membaik. Saat ini diketahui, bila dilakukan intervensi secara dini, intensif, optimal, dan komperhensif, maka penyandang autisme diantara dapat sembuh, yang berarti mereka dapat masuk dan mengikut i sekolah biasa, dapat berkembang dan dapat hidup mandiri di masyarakat, serta tidak tampak gejala sisa (Sutardi, 2003).

Menurut Sabri (2008) yang mengutip pendapat Masra, tujuan terapi pada anak autisme adalah untuk mengurangi masalah perilaku serta meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya, terutama dalam penggunaan bahasa. Tujuan ini dapat tercapai dengan baik melalui suatu program terapi yang menyeluruh dan bersifat individual.

(10)

hidup mendekati normal seperti medikamentosa, terapi biomedik, terapi perilaku, terapi wicara, dan terapi okupasi.

Anak yang diberikan terapi tidak mempunyai target waktu yang ditentukan, karena terapi dari anak autisme ini tidak mempunyai waktu yang pasti dan terapi yang diberikan tergantung pada banyak hal seperti usia anak pada saat pertama kali diterapi dan kemampuan terapis untuk memberikan terapi.Orangtua dalam hal ini ibu, harus peka terhadap perkembangan anak sejak lahir. Sehingga bila terjadi gangguan perkembangan atau autisme pada anak dapat segera diketahui dan mendapatkan intervensi sedini mungkin.

Yayasan Tali Kasih adalah yayasan yang pertama sekali berdiri di kota Medan yang memberikan terapi terhadap anak autisme. Terapi yang diberikan pada penderita autisme di Yayasan Tali Kasih berupa terapi wicara dan terapi kesulitan belajar. Terapis yang bekerja di yayasan ini berasal dari berbagai disiplin ilmu terutama dari bagian pendidikan yang mendapatkan pelatihan selama tiga bulan sebelum menjadi seorang terapis. Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan terapi juga bervariasi yaitu Rp500.000-Rp 1000.000 setiap bulannya. Yayasan ini juga telah melepaskan sebagaian siswanya yang telah menjalani terapi untuk beberapa waktu, bersekolah di sekolah biasa atau regular.

Dari hasil survei pendahuluan dengan mewawancarai pengelola Yayasan Tali Kasih Medan (Juni, 2008) ditemukan bahwa, jumlah anak yang mengikuti terapi adalah 45 orang. Pada tiga bulan terakhir, tujuh orang anak telah mengalami drop out dengan berbagai macam alasan yang tidak diketahui, sehingga jumlah anak yang mengikuti terapi pada bulan Juni, totalnya adalah 38 orang.

Berdasarkan latar belakang di atas, dirasakan perlu dilakukan penelitian di Yayasan Tali Kasih. Karena itu penulis mengambil judul penelitian “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Ibu terhadap Terapi Anak Autisme di Yayasan Tali Kasih Medan Tahun 2008”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah ingin mengetahui yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ibu terhadap terapi anak autisme di Yayasan Tali Kasih Medan. 1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ibu terhadap terapi anak autisme di Yayasan Tali Kasih Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui faktor-faktor intrinsik yang mempengaruhi motivasi Ibu terhadap terapi anak autisme.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi Ibu terhadap terapi anak autisme.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:

1. Yayasan Tali Kasih Terapi Autisme sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan terapi autisme di masa yang

(11)

3. Menambah pengetahuan dan wawasan si peneliti untuk mengetahui motivasi Ibu terhadap terapi autisme di Yayasan Tali

Kasih Medan.

4. Bahan masukkan untuk Ibu yang memiliki anak autisme.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Motivasi Manusia

(12)

3. Menambah pengetahuan dan wawasan si peneliti untuk mengetahui motivasi Ibu terhadap terapi autisme di Yayasan Tali

Kasih Medan.

4. Bahan masukkan untuk Ibu yang memiliki anak autisme.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Motivasi Manusia

(13)

atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasan atau tujuan (Sabur, 2003).

Pengertian motif sendiri menurut Sabur (2003) yang mengutip pendapat Sherif & sherif menyebutkan, motif adalah semua faktor internal yang mengarah pada berbagai jenis perilaku yang bertujuan, semua pengaruh internal seperti Kebutuhan (needs) yang berasal dari fungsi- fungsi organisme, dorongan, dan keinginan, aspirasi, dan selera sosial yang bersumber dari fungsi- fungsi tersebut.

Sesungguhnya motivasi itu sendiri bukan merupakan sesuatu kekuatan yang netral, atau kekuatan yang kebal tehadap pengaruh faktor-faktor lain. Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Green menjelaskan bahwa seseorang berperilaku dipengaruhi oleh 3 faktor pokok yaitu :

1. Predisposing faktor (faktor pemudah): yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai- nilai.

2. Enabling faktor (faktor pendukung): yang terwujud dalam lingkungan fisik,

tersedia atau tidaknya fasilitas.

3. Reinforcing faktor (faktor penguat): yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan.

Motivasi merupakan keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan (Supardi, 2002). Untuk mendorong keinginan individu itu diperlukan suatu rangsangan.

(14)

oleh kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme, proses organisme berperilaku terdiri dari :

1. Stimulus yang diberikan kepada organisme dapat diterima atau ditolak. Bila ditolak berarti stimulus tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi seseorang dan berhenti sampai disini tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.

2. Apabila stimulus lebih mendapatkan perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus itu dan dilanjutkan kepada proses selanjutnya. Selanjutnya organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang diterimanya.

3. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek pada individu tersebut dengan menyakinkan organisme ini, faktor reinforcing memegang peranaan penting.

Soekidjo (2003) yang mengutip pendapat Skinner, menyatakan bahwa, faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Deteriminan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni :

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

(15)

Menurut Notoadmodjo (2005) yang mengutip pendapat Karr, menyatakan bahwa, terjangkaunya sumber informasi dapat mendorong individu untuk bertingkah laku.

2.2 Lingkaran motivasi

Menurut Sabur (2003) yang mengutip pendapat Dirgagunasa karena di latar belakangi adanya motif, tingkah laku tersebut disebut tingkah laku bermotivasi. Tingkah laku bermotivasi itu sendiri dapat dirumuskan sebagai tingkah laku yang dilatar belakangi oleh adanya kebutuhan diarahkan pada pencapaian suatu tujuan agar suatu kebutuhan terpenuhi dan suatu kehendak terpuaskan. Lingkaran motivasi terdiri dari :

gambar 2.1 Lingkaran Motivasi

2.2.1 Kebutuhan

Menurut Supardi (2002) yang mengutip pendapat Maslow, kebutuhan dibagi berdasarkan tingkat kebutuhan manusia yaitu :

1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan primer yang harus dipuaskan terlebih

TINGKAH

LAKU

(16)

2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan, adalah kebutuhan akan keamanan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman, kecelakaan dan keselamatan dalam melakukan aktifitas.

3. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan berteman, dicintai dan mecintai serta diterima dalam pergaulan kelompok.

4. Kebutuhan akan penghargaan diri, yaitu pengakuan serta penghargaan dan prestise dari orang lain.

5. Kebutuhan aktualisasi diri, yakni kebutuhan akan atualisasi diri dengan menggunakan kecakapan, kemampuan, keterampilan untuk mencapai prestise. Menurut Sabur (2003) yang mengutip pendapat Alderfer kebutuhan tersebut terbagi menjadi tiga bagian, Yaitu kebutuhan untuk berkembang (growth) yaitu keinginan untuk mengembangkan kepribadiannya, kebutuhan untuk membina hubungan (relatedness) yaitu kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan interpersonal, dan kebutuhan untuk eksis (existence) yaitu keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya dan materinya.

Beberapa teori motivasi lainya, menurut Supardi (2002) yang mengutip pendapat McClelland mengatakan bahwa perilaku manusia didasari oleh tiga kebutuhan yaitu, kebutuhan untuk berprestasi (n-achievement), Kebutuhan untuk berkuasa (n-power),

(17)

terpenuhi dapat menimbulkan rasa puas, namun tidak dapat menghilangkan rasa tidak puas. Dengan kata lain, Hertzberg berpendapat bahwa faktor yang ditimbulkan rasa puas berbeda dengan faktor yang ditimbulkan rasa tidak puas. Faktor Hygiene adalah merupakan setara dengan kebutuhan fisiologis dan rasa aman dari teori Maslow, sedangkan motivating faktor adalah faktor yang setara dengan kebutuhan untuk dihargai.

Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Adams yang mengacu pada teori proses antara lain teori tentang keadilan (equity factor) mengatakan bahwa, jika seseorang merasa diperlakukan tidak adil maka ia tidak akan termotivasi untuk melakukan tugasnya. Teori ini didasari fenomena perbandingan sosial (social comparison) dimana seseorang selalu membandingkan dirinya dengan orang lain. Dalam hal ini, manusia selalu membandingkan antara input yang diberikan dan hasil yang diperoleh. Jika seseorang merasa bahwa dibandingkan dengan input yang diberikan, ia mendapat lebih dari orang lain, maka orang ini akan merasakan ketidakadilan yang positif (positive inequity). Namun sebaliknya, jika ia merasa hasil yang diperoleh tidak sebanding dengan input yang diberikan, maka ia akan merasa (negative inequity).

Keadaan ini akan mengurangi motivasi seseorang untuk mempertahankan perilakunya. Teori lain yang yang termasuk dalam teori proses adalah teori harapan

(expacxtancy theory). Dikatakan bahwa motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu

(18)

maka ia akan terdorong untuk melakukan perilaku tersebut. Teori-teori tersebut banyak dikembangkan dalam dunia kerja.

2.2.2 Tingkah Laku

Unsur kedua dari lingkaran motivasi ialah tingkah laku yang dipergunakan sebagai cara atau alat agar suatu tujuan bisa tercapai. Tingkah laku terjadi baik secara sadar maupun tidak sadar. Tapi kita hanya dapat melakukan observasi terhadap tingkah laku yang terjadi secara sadar (Sabur, 2003).

Dalam rangkaian pernyataan tersebut menurut Sabur (2003) yang mengutip pendapat Leavitt, terkandung tiga asumsi penting:

1. Pandangan tentang sebab-akibat (causality),yaitu pendapat bahwa tingkah laku manusia itu ada sebabnya.

2. Pandangan tentang arah dan tujuan (directedness), yaitu bahwa tingkah laku manusia tidak hanya disebabkan oleh sesuatu, tetapi juga menuju arah sesuatu, atau mengarah pada suatu tujuan, atau bahwa manusia pada hakikatnya ingin menuju sesuatu.

3. Konsep tentang motivasi (motivation), yang melatarbelakangi tingkah laku, yang dikenal juga sebagai suatu “desakan”atau “keinginan” (want) atau “kebutuhan” (need) atau suatu dorongan (drive).

(19)

pada umumnya membentuk lingkaran yang tertutup. Bila seseorang telah mencapai tujuannya, hilanglah motif dan hal ini akan menghilangkan pula tingkah laku.

Menurut Sabur (2003) yang mengutip pendapat Morgan mengemukakan beberapa bentuk tingkah laku instrumental berikut:

1. Aktivitas, ialah gerakan-gerakan yang timbul menyertai adanya kebutuhan. Misalanya gerakan yang diperlihatkan bayi ketika ia lapar, atau gerakan gelisah pada seorang yang sedang berusaha memecahkan persoalan.

2. Gerakan- gerakan naluriah, suatu gerakan yang dapat dilakuan tanpa dipelajari terlebih dahulu. Gerakan- gerakan inilah yang memungkinkan seorang bayi dapat melangsungkan hidupnya.

3. Refleks,Suatu gerakan yang diperlihatkan seseorang untuk mempertahankan atau melindungi tubuh dari kemungkinan- kemungkinan cacat, cedera, luka, dan lain-lain.

4. Belajar secara instrumental,yaitu mempelajari sesuatu yang terjadi tanpa sengaja. Setelah membicarakan mengenai tingkah laku, menurut Sabur (2003) yang mengutip pendapat Dirgagunasa ada hal yang juga penting untuk diperhatikan, yaitu dalam bertingkah laku seseorang akan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Adanya atau timbulnya konflik.

2. Pertarungan antara motif-motif bilamana pada suatu saat terdapat beberapa motif yang muncul secara serempak.

(20)

2.2.3 Tujuan

Unsur ketiga dari lingkaran motivasi adalah tujuan yang berfungsi untuk memotivasikan tingkah laku. Tujuan juga menentukan seberapa aktif individu akan bertingkah laku. Sebab, selain ditentukan oleh motif dasar, tingkah laku juga ditentukan oleh keadaan dari tujuan. Jika tujuannya menarik, individu akan lebih aktif lagi bertingkah laku.

Pada dasarnya, tingkah laku manusia ini bersifat majemuk. Karena itu, tujuan tingkah laku tidak hanya satu. Selain tujuan pokok (primary goal), ada juga tujuan lain atau tujuan sekunder (secondary goal). Misalnya, seorang anak kecil ingin makan. Untuk mendapatkan makan ia menangis. Karena menangis, anak digendong ibunya dan diberi makanan. Pada saat ia diberi makan, tujuan pokoknya tercapai, yaitu mendapatkan makanan. Namun, pada saat itu pula, ia merasakan senangnya digendong. Pada lain waktu, kalau menangis lagi, ia tidak saja ingin makan, tetapi juga ingin digendong sambil makan. Jadi sudah timbul tujuan kedua, yaitu digendong.

2.3 Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik

(21)

dorongan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang dapat bekerja karena dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar seperti situasi lingkungan, dan sebagainya.

Antara kedua teori motivasi intrinsik dan ekstrinsik tidak diketahui mana yang lebih baik dan tidak dapat dipisahkan dalam membentuk motivasi seseorang (Supardi, 2002).

2.4 Fungsi Motivasi

Fungsi Motivasi adalah sebagai berikut:

1. Mendorong manusia untuk berbuat, yakni sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

2. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan.

3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak mengandung manfaat bagi tujuan tersebut.

2.5 Alat Motivasi

1. Materil insentif, yaitu alat motivasi yang diberikan itu berupa uang atau barang yang mempunyai nilai, jadi memberikan kebutuhan ekonomis.

(22)

3. Kombinasi materil dan non materil insentif, yaitu alat motivasi yang diberikan iti berupa materil (uang atau barang) dan non materil (piagam), jadi memenuhi kebutuhan ekonomis dan kepuasan atau kebanggaan rohani.

4.

2.6 Pengertian Autisme

Autisme berasal dari bahasa Yunani autos artinya ‘diri sendiri’. Dengan kata lain, autisme merupakan suatu keadaan atau pendirian atau sikap hidup di mana orang terserap oleh gagasan, pemikiran, pendirian, kehendak dan gaya hidupnya sendiri, sampai tidak mementingkan sesama, masyarakat, dan keadaan sekitarnya (Mangunharjana, 1997).

Definisi autisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Ketiga tahun 2003 yang menyatakan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan pada anak yang berakibat tidak dapat berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan perasaan dan keinginannya sehingga perilaku hubungan dengan orang lain terganggu (2003:77).

Pada tahun 1867 Nenry Maudsley, seorang psikiater pertama dengan serius mengamati anak-anak usia muda yang menyertai gangguan mental berat keterlambatan dan distorsi dalam proses perkembangan.

(23)

sehari-hari pola hidup keluarga. Selain itu ada beberapa autisme merasa sensitif terhadap bunyi atau suara yang terdengar di telinga, sentuhan, pandangan mata dan penciuman.

Beberapa anak autisme sejak lahir sudah memperlihatkan perilaku tertentu, namun ada gejala-gejala yang mulai tampak pada usia sekitar 18-36 bulan yang secara mendadak menolak kehadiran orang lain, bertingkah laku aneh dan mengalami kemunduran dalam bahasa percakapan serta keterampilan sosialisasi.

2.6.1 Epidemiologi Autisme

Prevalensi autisme kurang lebih 2-3 kasus per 10.000 anak-anak di bawah usia 12 tahun. Bila terdapaat gangguan mental (retardasi mental) berat yang menyertai beberapa ciri-ciri autisme, rata-rata meningkat 20 per 10.000 anak. Pada kebanyakan kasus autisme dimulai sebelum usia 36 bulan dan mungkin hal ini kurang mendapat perhatian bagi orang tuanya. Tergantung kepada kesadaran dan beratnya gejala yang kelihatan.

2.6.2 Jenis Kelamin

Autisme ditemukan lebih sering pada anak laki-laki daripada wanita sebanyak tiga sampai lima kali. Bila anak wanita mengalami autisme maka gejala tersebut cenderung lebih serius dan kemungkinan terdapat di dalam riwayat keluarga dengan sosial–ekonomi meningkat namun pada kenyataannya meleset karena dugaan itu didapat berdasarkan penemuan rujukan.

Penemuan ini mungkin bertambah baik oleh karena meningkatnya kesadaran terhadap autisme tersebut dan tersedianya pekerja-pekerja kesehatan mental anak bagi keluarga miskin.

(24)

Autisme merupakan gangguan perkembangan yang berhubungan dengan perilaku yang umumnya disebabkan oleh kelainan struktur otak atau fungsi otak. Ada beberapa bukti yang sudah terkumpul untuk mendukung penyebab autisme.

1. Faktor psikodinamik dan keluarga. 2. Kelainan oraganik-neurologik-biologic. 3. Faktor genetik.

4. Faktor imunologik. 5. Faktor Perinatal. 6. Faktor neuroanatomi. 7. Faktor biokimia.

2.6.4 Diagnosis dan Gambaran Klinik

Untuk mendiagnosis autisme bukanlah hal yang mudah, selain sulit mengenal dan menilai gejala-gejala autisme, serta perilaku yang tampak mirip dengan Pervise

Developmental Disorder-Not Otherwise Specified dan Sindrom Asperge, bentuk

Skizofrenia pada masa kanak-kanak pun mengalami kesulitan karena pada anak kecil,

bicara dan keterampilan berfikirnya masih dalam taraf perkembangan.

Maka sebaiknya dilakukan berbagai macam tes kesehatan yang tersedia untuk membantu diagnosis autisme, yaitu:

1. pemeriksaan pendengaran (audiometric). 2. Electrochepalogram (EEG).

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI).

(25)

Sejak terlihat karakteristik gangguan yang begitu banyak, sebaiknya dalam menangani seorang anak harus dievaluasi oleh suatu tim dari berbagai multidisiplin termasuk ahli syaraf, psikologi, ahli perkembangan anak, ahli wicara, konsultan belajar atau profesional lain yang ahli atau mempunyai pengetahuan mengenai autisme.

Setelah menilai hasil observasi dengan cermat dan hasil tes maka para ahli membuat diagnosis autisme bila terdapat bukti-bukti jelas seperti:

1. hubungan sosial yang terbatas dan buruk. 2. keterampilan komunikasi belum sempurna.

3. perilaku berulang-ulang, minat dan aktivitaspun berkurang. 2.7 Pendidikan Anak Autisme

Maraknya autisme pada anak menimbulkan berbagai keprihatinan bagi orangtua, bidang kesehatan dan juga pendidikan. Berbagai upaya telah dicoba oleh berbagai pihak baik secara parsial maupun secara integral untuk membantu anak autisme.

Salah satu upaya yang banyak adalah dengan mendirikan pusat-pusat terapi autisme yang banyak bertujuan untuk membentuk perilaku positif dan mengembangkan kemampuan lain yang tarlambat, misalnya bicara, kemampuan motorik dan daya konsenterasi. Pusat terapi yang ada biasanya menerapakan metode behavioristic atau yang sering dikenal dengan terapi ABA (Applied Behavior Analysis) yang dikenalkan oleh Loovas (Sutardi, 2003).

(26)

Metode ABA bertujuan untuk membentuk perilaku atau menguatkan perilaku yang positif dan menguarangi atau menghilangkan perilaku yang negatif atau tidak diinginkan. Kenyataan yang terjadi di beberapa pusat terapi bahkan memberikan efek samping yang kurang mengembirakan. Terapi sering kali disertai dengan bentakan, emosi negatif, ekpresi wajah menakutkan dan dengan nada suara tinggi. Bila hal ini dirasa kurang berhasil terapis tak segan- segan menerapkan hukuman- hukuman kecil yang semuamya di luar skenario ABA.

2.7.1 Model Penddidikan Terpadu Bagi Anak Autisme 1. Kurikulum

Pendidikan bagi anak autisme di lembaga ini khususnya pada tingkat Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak. Kurikulum yang digunakan adalah sesuai dengan kurikulum Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak dari Diknas Plus yang disederhanakan. Tambahan kurikulum yang digunakan adalah dengan memberikan kegiatan wajib menari, olah raga, agama , terapi bicara, dan terapi perilaku.

Setiap hari anak mendapatkan kegiatan akademis sesuai dengan kurikulum misal: memahami warna, bentuk, ukuran, mewarnai, menempel, menguntai, menulis dan menyetempel, kolase dan menabung huruf untuk persiapan membaca. Setiap hari anak mendapatkan tiga buah kegiatan, dua kegiatan berupa tugas akademis dan satu kegiatan berupa kegiatan terapi.

(27)

bermain dan bergabung dengan anak kelompok bermain dan Taman Kanak- Kanak yang normal (tanpa gangguan).

Waktu yang diberikan sekolah selama empat jam (dari jam7.00 - jam11.00). Dua kegiatan akademis diberi waktu 2 jam, satu jam untuk kegiatan terapi, 45 menit istirahat dan bermain dan 15 menit makan bersama. Kegiatan dalam 1 bulan dijadwal sebagai berikut: Minggu 1 diberikan terapi perilaku, Minggu II terapi Wicara, Minggu III terapi perilaku dan koordinasi visual, Audio dan motorik dalam bentuk menari, dan Minggu IV terapi perilaku dan koordinasi visual, bodi motorik dalam bentuk olah raga. Mereka mendapatkan tambahan kegiatan berenang dan bermain drumband setiap dua minggu sekali pada setiap bulan.

Kegiatan terapi wicara dan perilaku metode yang digunakan adalah ABA modifikasi, artinya terapi dilakukan secara bergantian dan juga kelompok Pendekatan selama terapi adalah model kasih sayang, suasana diciptakan dalam ruang yang santai (agar anak tidak takut dan trauma) dengan suasana yang menyenangkan. Apabila ada perilaku yang agresif atau hiperaktif. Reward selalu diberikan ketika anak yang berhasil melakukan suatu perintah, dan bentuk reward sangat variatif. Mulai dari fisik, psikologis dan material.

(28)

2. Model Pembelajaran di dalam Kelas

Kelas untuk anak autisme dibuat tidak terlalu besar (3x3), setiap kelas berisi 5 orang anak dengan satu guru TK dan seorang asisten. Kegiatan dilaksanakan dalam dua bentuk, yaitu bentuk mandiri dan bentuk kelompok. Bentuk mandiri model belajar menggunakan satu meja dan satu kursi (letak kursi berdekatan dengan tembok dan meja menghadap ketengah ruangan), sedangkan model kelompok menggunakan dua meja besar (digabung) dengan duduk lesehan di karpet (dalam kelas yang sama). Model ini bertujuan terjadinya imitasi positif dan terbentuknya keterampilan sosial dengan orang lain.

Kegiatan ekstra dalam bentuk renang, bermain drum band dan satu kali menari dilakukan bersama-sama dengan anak-anak normal. Tujuan dari model ini adalah membangun interaksi sosial dengan orang lain, komunikasi, dan keterampilan sosial serta kelancaran berbicara.

Sebelum anak-anak masuk ke dalam kelompok kecil, anak-anak autisme di masukkan kelas adaptasi dalam jumlah yang lebih besar (10 orang) kurang lebih selama satu bulan. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan kemampuan adaptasi baik terhadap guru, terapis dan teman sekelasnya, maupun tempat terapi dan ruang kelas tempat anak belajar.

(29)

Jadwal penerimaan murid merupakan kegiatan reguler, yaitu sertiap bulan Juni dan kegiatan akademis dimulai setiap bulan Juli. Tidak ada target waktu untuk mencapai keberhasilan, namun diupayakan semaksimal mungkin, apabila anak dinilai cukup mampu maka anak akan dipindahkan ke kelas umum (anak-anak normal) dengan di bawah pengawasan terapis dan masih wajib mengikuti terapi setiap hari. Anak-anak yang mendaftar diluar bulan penerimaan siswa akan dimasukkan di kelas adaptasi dan wajib mengikuti terapi.

3. Keberlanjutan

Kegiatan yang dilakukan dan diberikan di sekolah hendaknya dapat dilanjutkan di rumah semaksimal mungkin. Keberlanjutan kegiatan ini dibantu dengan adanya konsultasi psikologi dan kesehatan setiap dua minggu sekali pada hari Sabtu. Pemantauan diet makanan dan konsultasi medis pada dokter selalu di pantau oleh lembaga. Orang tua murid juga diberikan informasi tentang perkembangan anaknya setiap satu bulan sekali dan tiga bulan sekali diadakan sharing pengalaman dengan sesama orang tua.

(30)

Penghargaan seluruh upaya orang tua untuk ikut meningkatkan kemampuan anak diwujudkan dalam bentuk berbagai macam lomba yang diagendakan setiap satu semester sekali, apabila anak dapat memenangkan lomba tersebut maka orang tua dan anak akan mendapatkan hadiah dari sekolah. Semua ini dimaksudkan untuk merangsang orang tua agar mau peduli untuk ikut membantu meneruskan program sekolah di rumah sendiri.

2.8 Model Kerangka Pikir

Faktor ekstrinsik a. Sumber

informasi b. Lingkungan c. fasilitas

Faktor intrinsik Karakteristik informan :

a. Umur b. Pendidikan c. pekerjaan

Motivasi Ibu terhadap Terapi Anak autisme

(31)

Dari kerangka konsep di atas dapat kita lihat bahwa, dalam menimbulkan Motivasi (Perasaan dan Keinginan) ibu terhadap terapi anak autisme di Yayasan Tali kasih Medan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu ;

Faktor intrinsik yang terdiri dari : karakteristik informan yaitu : umur, pendidikan dan pekerjaan, dan Faktor ekstrinsik yang terdiri dari: sumber informasi; yaitu sumber keterangan dari media cetak dan media elektronik tentang Tali Kasih, Lingkungan dalam hal ini pendapat suami informan terhadap terapi, biaya, alat terapi, maupun terapis di Tali Kasih, dan fasilitas yaitu ; fasilitas di Tali Kasih maupun tempat lain, yang terdiri dari biaya terapi, alat terapi, dan terapis.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian bersifat kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ibu terhadap Terapi Anak Autisme di Yayasan “Tali kasih” Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Yayasan Tali kasih terapi Autisme di Jalan Wahid Hasyim No. 118 Medan. Pemilihan lokasi ini atas pertimbangan:

(32)

Dari kerangka konsep di atas dapat kita lihat bahwa, dalam menimbulkan Motivasi (Perasaan dan Keinginan) ibu terhadap terapi anak autisme di Yayasan Tali kasih Medan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu ;

Faktor intrinsik yang terdiri dari : karakteristik informan yaitu : umur, pendidikan dan pekerjaan, dan Faktor ekstrinsik yang terdiri dari: sumber informasi; yaitu sumber keterangan dari media cetak dan media elektronik tentang Tali Kasih, Lingkungan dalam hal ini pendapat suami informan terhadap terapi, biaya, alat terapi, maupun terapis di Tali Kasih, dan fasilitas yaitu ; fasilitas di Tali Kasih maupun tempat lain, yang terdiri dari biaya terapi, alat terapi, dan terapis.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian bersifat kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ibu terhadap Terapi Anak Autisme di Yayasan “Tali kasih” Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Yayasan Tali kasih terapi Autisme di Jalan Wahid Hasyim No. 118 Medan. Pemilihan lokasi ini atas pertimbangan:

(33)

2. Pusat Terapi anak autisme Yayasan “Tali Kasih” Medan merupakan tempat di mana anak penderita autisme mendapatkan terapi oleh tenaga terapis.

3. Berdasarkan Dari hasil survei pendahuluan dengan mewawancarai pengelola Yayasan “Tali Kasih” Medan (Juni, 2008) ditemukan bahwa, jumlah anak yang mengikuti terapi adalah 45 orang. Pada tiga bulan terakhir, 7 orang anak telah mengalami Drop Out dengan berbagai macam alasan, yang tidak diketahui.

Waktu penelitian dilakukan pada bulan September 2008. 3.3 Pemilihan Informan

Informan adalah para ibu dari anak autisme yang mendapatkan terapi di Yayasan Tali Kasih Medan.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah wawancara, dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disediakan dan memakai recorder sebagai alat perekam untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ibu terhadap Terapi Anak Autisme di Yayasan Tali Kasih Medan.

3.5 Pengumpulan Data

(34)

3.6 Metode Analisa Data

Data disajikan dalam bentuk matrix kemudian data di analisa menggunakan teori dan pustaka yang ada.

Definisi Operasional

1. Motivasi ialah seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri informan, tingkah laku yang ditimbulkannya, dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan informan.

Motivasi terdiri dari :

a. Perasaan adalah sesuatu yang dirasakakan informan ketika mengetahui anaknya menderita autisme..

b. keinginan adalah tujuan informan memilih Yayasan Tali Kasih sebagai tempat terapi.

Motivasi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. 2. Faktor intrinsik adalah faktor yang datangnya dari dalam diri individu informan.

antara lain :

a. Umur adalah usia informan pada saat pertama kali diwawancara.

b. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti oleh informan.

c. Pekerjaan adalah kegiatan informan yang menghasilkan uang.

(35)

a. Sumber informasi adalah asal atau sumber keterangan-keterangan yang diperoleh informan dari media massa maupun media elektronik tentang Tali Kasih.

b. Lingkungan dalam hal ini adalah pendapat suami informan terhadap tempat terapi, biaya, alat peraga, dan terapis di Tali Kasih.

c. Fasilitas adalah tempat terapi, biaya, alat peraga, dan terapis di Yayasan Tali Kasih maupun tempat lain.

(36)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Yayasan Terapi Autisme Tali Kasih

Yayasan Tali Kasih berdiri pada tahun 2001 oleh H. Said. Yayasan ini merupakan yayasan terapi Autisme yang pertama sekali berdiri di kota Medan.

4.1.2 Lokasi

Yayasan Tali Kasih terletak di Jalan K.H.Wahid Hasyim No. 118. Berdasarkan azas kesesuaian dan kecukupan peneliti memperoleh lima orang informan.

4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Informan terhadap Terapi Autisme

Motivasi Informan terhadap terapi di Yayasan Tali Kasih dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intirnsik adalah faktor yang mempengaruhi motivasi informan yang berasal dari dalam diri informan. Dalam hal ini peneliti melihat faktor intrinsik dari karakteristik informan, yaitu umur,pendidikan dan pekerjaan.

Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor yang mempengaruhi motivasi informan yang berasal dari luar diri informan. Dalam hal ini peneliti melihat faktor ekstrinsik dari sumber informasi, lingkungan (suami) dan fasilitas yang mendukung, baik di Tali Kasih maupun tempat lain.

4.2.1 Faktor Intrinsik

(37)

4.2.1.1.Karakteristik Informan

Karakteristik informan meliputi : umur, pendidikan, dan pekerjaan. Tabel 4.1 Karakteristik Informan

NO. KET UMUR

(THN)

PENDIDIKAN PEKERJAAN

1. Informan 1 46 SLTA IRT (Ibu Rumah Tangga)

2. Informan 2 43 PT WIRASWASTA

3. Informan 3 30 SLTA PNS (Pegawai Negeri Sipil) 4. Informan 4 37 PT PNS (Pegawai Negeri Sipil) 5. Informan 5 29 SLTA IRT (Ibu Rumah Tangga)

Informan adalah para Ibu dari anak autisme yang mendapatkan terapi di Yayasan Tali Kasih Medan. Wawancara dilakukan kepada lima orang informan yang memiliki umur yang bervariasi mulai dari 29 sampai dengan 46 tahun.

Kelima informan memiliki tingkat pendidikan yang berbeda-beda, mulai dari SLTA sebanyak tiga orang sampai dengan perguruan tinggi sebanyak dua orang.

Untuk pekerjaan, dua orang informan adalah Ibu Rumah Tangga dan dua orang informan adalah PNS dan satu orang informan adalah wiraswasta.

4.2.2 Faktor Ekstrinsik

Faktor ekstrinsik adalah faktor yang mempengaruhi motivasi informan dari luar diri informan. Peneliti melihat faktor ekstrinsik dari sumber informasi, pendapat suami informan, fasilitas di Tali Kasih maupun tempat terapi lain.

4.2.1.1. Sumber Informasi

1. Latar Belakang Informan Mengetahui Anaknya Menderita Autisme Di Yayasan Tali Kasih

(38)

1 Umur anak Saya waktu itu dua tahun. dia cuma bisa bilang mama-mama yang lain gak bisa bilang. terus saya bawa ke dokter THT katanya bagus, terus saya bawa ke dokter psikiater di Jakarta di Yayasan Husada, baru di sana ketauan autis, enam bulan dia di Yayasan Husada.

2 Saya lihat di Tv sama saya baca di Koran nova, dulu kan banyak tentang anak autis, terus saya cocokkan sama anak saya, cocok. Lalu anak saya, saya bawa ke dokter syaraf. Dua tahun setengah anak saya, periksa (terapi) ke dokter syaraf Syawaludin yang ada di Brayan, enam bulan juga dia sama dokter itu. Terapi Syaraf, terakhir dia nyerah.

3 Saya tahu anak Saya autis pertama kali dari dokter. Dokter ngasi saran ke Tali Kasih. Dari situ dokternya suruh cari ada sekolah buat anak Autis di Sei Wampu.

4 Kan dia autis, tau dia autis umur 3 tahun, kalo udah ngamuk sering bentur-benturkan badannya ke dinding, tapi kalo kepala belum pernah, badannya aja. Trus kami bawa ke dokter Simbolon yang di Yakari tapi katanya cuma autis. Soalnya dia juga belum punya alatnya lengkap. Ada dikasinya obat selama sebulan. Memang abis makan obat itu dia agak tenang. Trus kami tengokla kok obatnya habis balik lagi, ngamuk. Kami pun gak mau la si joan jadi ketergantungan obat. Paling makanan kayak coklat-coklat kami kurangi.

5 Anak Saya terlambat bicara, konsentrasi gak ada. Kami taunya, selak dia udah sekolah la,TK, itu pun masih TKA, terus kata teman Saya ada sekolah buat konsentrasi belajar di Tali Kasih, ya udah Saya masukkan aja kesini. Dari hasil wawancara mendalam diketahui hanya satu dari empat informan yang setelah mengetahui anaknya autisme dari dokter, langsung memasukkan anaknya ke tempat terapi autisme. Satu informan menyatakan mengetahui anaknya menderita autisme dari gejala-gejala autisme yang ada pada anak informan, kemudian memasukkan anaknya ke tempat terapi autisme.

2. Sumber Informasi Informan tentang Keberadaan Tali Kasih

Tabel 4.3 Sumber Informasi Informan tentang Keberadaan Tali Kasih

KET PERNYATAAN

1 Saya tahu Tali Kasih bagus, dari teman saya, tapi sebenarnya Saya udah tahu Tali Kasih dari dulu, karena Saya sering lewat dari jalan ini.

2 Saya Tahu Tali Kasih dari internet, kebetulan Saya lihat terapi buat anak autis di internet, yang ada di Medan, cuma Tali kasih.Kalau tidak salah dari Wikipedia.

(39)

sekolahnya di jalan Sei Wampu.

4 Saya tahu Tali Kasih karena dibilangin sama Saya, di tali Kasih ada jam sorenya, kata teman Saya. Saya juga cari di internet, kebetulan Saya cari tempat-tempat terapi, yang keluar Tali Kasih.

5 Saya tahu Tali Kasih dari teman, Saya tanya-tanya teman, ada enggak sekolah buat konsentrasi belajar.

Dari hasil wawancara mendalam kepada semua informan diketahui bahwa dua informan menyatakan, sumber informasi informan tentang keberadaan Tali Kasih berasal dari internet, dan dua informan menyatakan dari teman informan, dan satu informan menyatakan dari dokter.

3. Pendapat Informan tentang Informasi Keberadaan Tali Kasih

Tabel 4.4 Pendapat Informan tentang Informasi Keberadaan Tali Kasih

KET PERNYATAAN

1 Teman Saya bilang Tali Kasih bagus, karena anak teman Saya juga dari sana. Tapi anaknya udah sembuh, udah bisa masuk sekolah biasa.saya lihat anaknya memang bagus, udah seperti anak yang normal. Makanya Saya percaya. Tali Kasih bagus.

2 Di situ (internet) ada alamat-alamat terapi lain, hanya alamatnya rata-rata (banyak) di kota lain. Kalau di Medan saya liat hanya Tali Kasih. Saya juga coba cari di situs yang lain selain Wikipedia, yang di internet ada juga Tali Kasih di situ.

3 Kalau dokter yang bilang saya percaya (Tali Kasih bagus). Dokter kan lebih tahu dari pada kita. Kita kan enggak sekolah tentang kayak gitu (autisme), udah gitu yang periksa dokter spesialis pula, khusus meriksa anak-anak. Pengalamannya pun pasti udah banyak.Soalnya dokternya udah tua, jadi penglamannya udah banyak.

4 Kalau nama situsnya saya lupa, waktu itu saya buka-buka Google Disitu (internet) ada Tali Kasih, dibilang disitu khusus untuk anak autisme. Sekolah lain juga ada di situ, cuma Tali Kasih duluan muncul (pertama) namanya .Ya udah Saya cek aja langsung ke Tali Kasih, terus saya daftar aja langsung ke sana.

5 Teman saya kasi tau ke Saya, coba aja ke Tali Kasih. “Di sana ada sekolah buat kesulitan belajar”, katanya, Saya langsung daftar aja ke sana (Tali Kasih). Karena Saya males sama sekolahnya yang lama. Udah dua tahun anak saya sekolah disitu TKA sama TKB, masak baru dikasih tau, anak Saya agak lain baru sekarang.

(40)

mereka merasa tidak puas terhadap informasi yang mereka dapatkan dari internet. Dua dari lima informan, yang mendapatkan informasi dari teman informan tentang keberadaan Tali Kasih, menyatakan bahwa mereka merasa puas terhadap informasi yang mereka dapatkan dari teman informan. Dan satu dari lima informan, yang mendapatkan informasi dari dokter, menyatakan bahwa, informan juga merasa puas terhadap informasi yang diterima dari dokter tentang keberadaan Tali Kasih.

4.2.2.2 Lingkungan

Faktor ekstrinsik yang kedua adalah lingkungan, dalam hal ini adalah suami informan. Berdasarkan observasi peneliti, peneliti melihat lingkungan di sekitar informan khususnya orang-orang disekitar informan, yang paling dekat dengan informan adalah suami informan, maka dari itu peneliti memasukkan pendapat suami informan sebagai salah satu faktor ektrinsik yang mempengaruhi motivasi informan.

Pendapat suami informan meliputi, pendapat suami informan terhadap terapi di Tali Kasih, pendapat suami informan terhadap biaya terapi di Tali kasih, pendapat suami informan terhadap alat terapi yang digunakan di Tali Kasih, dan pendapat suami informan terhadap terapis di Tali Kasih.

1. Pendapat Suami Informan terhadap Terapi di Tali Kasih Tabel 4.5 Pendapat Suami Informan terhadap Terapi di Tali Kasih

KET PERNYATAAN

1 Suami Saya setuju kali sama Tali Kasih, katanya Tali Kasih bagus.karena di Tali Kasih, tempatnya bagus, perkembangan anak saya banyak.Makanya kalau anak Saya di Tali Kasih dia setuju aja.

(41)

3 Dia hanya mengharapkan yang terbaik bagi si J (anak informan), sama seperti saya, kalo misalnya kata dokter, Tali Kasih bagus, ya udah Tali Kasih aja.

4 Suami Saya lebih setuju anak Saya masuk ke Y (inisial), tapi karena udah masuk sini ya udahla. Karena, katanya Tali Kasih kurang la, bangunannya biasa aja, udah gitu dokternya enggak ada. Mana tau ada tempat terapi yang lebih bagus, dia lebih memilih ke situ.

5 Bapaknya ini, nampaknya perduli padahal enggak. Saya enggak pernah tahu, apa kata terapisnya sama dia. Padahal dia jemput anak Saya tiap hari. Dari hasil wawancara mendalam terhadap informan mengenai pendapat suami informan terhadap terapi di Tali Kasih, diketahui bahwa dua informan menyatakan Tali Kasih bagus, dua informan menyatakan Tidak peduli, Satu informan menyatakan tidak bagus.

2. Pendapat Suami Informan terhadap Biaya Terapi di Tali Kasih

Tabel 4.6 Pendapat Suami Informan terhadap Biaya Terapi di Tali Kasih

KET PERNYATAAN

1 Bapak tidak keberatan dengan biaya terapi, karena prinsip Bapak kalau untuk anak enggak apa-apa. pendapat Bapak tentang biaya terapi di sini, memang biaya terapi di sini enggak jauh beda dengan biaya terapi anak Saya dulu, masih terjangkau, dan memang harus dikeluarkan.

2 Awalnya yang membayar biaya terapi anak saya itu, saya Suami Saya baru percaya, kalau anak saya Autis, setelah beberapa waktu terapi disitu, sekarang dia yang bayar biaya terapi. Mahal katanya, cuma kalo buat anak enggak apa-apalah. Karena dibandingin dengan uang sekolahnya dulu, terapi di sini lebih mahal.

3 udah termasuk murah lah itu untuk anak, kenapa, terapinya sarjana semua, alat terapinya mahal-mahal semua, jadi wajarla biaya terapinya segitu. 4 Suami Saya enggak ada masalah, Suami saya bilang, anggap aja kayak

biaya sekolah, toh untuk biaya sekolah juga harganya enggak jauh-jauh dari situ.

5 mahal kali pun, entah macamana la ini, pokoknya nanti saya sisihkan sikit-sikit dari uang saya , samapai mana saya mampu.

Kalau suami Saya dia tahu beres aja, karena dia enggak kerja, yan cari nafkah kan Saya.Karena diantara anak Saya yang lain si Joan (anak) ini la yang paling mahal biayanya.

(42)

biayanya masih terjangkau, satu informan menyatakan biayanya mahal, satu informan tidak peduli terhadap biaya terapi.

3. Pendapat Suami Informan terhadap Alat Terapi di Tali Kasih

Tabel 4.7 Pendapat Suami Informan terhadap Alat Terapi di Tali Kasih

KET PERNYATAAN

1 alat terapi suami saya enggak bilang apa-apa. Mungkin biasa aja. Di tempat yang lama pun, alat terapinya kayak gitu juga.Maksudnya, Alat terapinya sama

2 Ada diliatnya anak kami terapi, kemarin terapi motorik, katanya pake rumbai-rumbai, aneh katanya kayak anak TK. tapi abis itu dicobanya di rumah.

3 Pernah, sih dia liat J (anak informan) terapi, kemarin motorik (terapi) sama spech (terapi), dia liat, katanya si J (anak informan), Disuruh ngomong pake gambar, Disuruh pegang hidung. Katanya biasa aja, kerena dia sering ngeliat anak Saya terapi, tapi kalau pas awal-awal masuk itu memang dia bilang terapinya agak aneh.

4 Dia bilang alatnya unik, Dilihatnya ada pake segala macam kan, ada lagu, tangga. Katanya Bagus la, mainan nya bervariasi.

5 Kayaknya suami Saya enggak tahu, tentang alat-alat terapi. Biasanya suami saya, kalau udah ngantar anak Saya udah, diantarin aja, enggak peduli dia itu.

Dari hasil wawancara mendalam terhadap semua informan diketahui pendapat suami informan terhadap alat terapi yaitu tiga informan menyatakan alat terapi yang digunakan bagus, satu informan berpendapat bahwa alat terapi yang digunakan biasa saja, satu informan tidak peduli terhadap alat terapi yang digunakan.

4. Pendapat Suami Informan Terhadap Terapis Tali Kasih Tabel 4.8 Pendapat Suami terhadap Terapis

KET PERNYATAAN

1 Kemarin di liatnya gurunya lagi ngasi terapi nulis. Saya engak tahu, soalnya kemarin Saya enggak datang. Dia (suami informan) enggak bilang apa-apa. Cuma dia (suami informan) bilang, kata gurunya sama suami saya, anak kami suka nulis kalo ditinggalin sendirian baru mau. Lucu dia liatnya katanya. Dia bilang bagus aja.

(43)

memang dia selalu liat. Pengen tahu katanya.

3 Dia bilang gurunya, biasa aja. Karena dia ga ngerti. Mana guru yang bagus, mana yang enggak.

4 Kata suami Saya terapis disini biasa aja, karena dia pikir terapi dimana-mana sama. Di tempat terapi yang lain kayak di Y (inisial).

Cara ngajarnya, lama ngajar, Pasti biasanya satu-satu terus dua jam sekali. Kalau nilai plusnya, Kalau terapisnya sayang sama anak-anak. Dia anggap anak Kita macam saudaranya sendiri, Itu baru bagus.Kalau terapi disini. Bu S (inisial) Sayang sama anak-anak, jadi dia berpikir sekuat tenaga, gimana caranya anak kita supaya bagus.

5 Suami saya cerita sama terapisnya pas mau jemput aja, itupun sebentar-sebentar, tapi karena dia jarang ngomong ke Saya, tentang terapi anak Saya, Jadi saya enggak tahu gimana pendapatnya tentang terapisnya.

Dari hasil wawancara mendalam terhadap semua informan diketahui bahwa pendapat suami informan terhadap terapisnya adalah, tiga informan menyatakan terapisnya bagus dan satu informan menyatakan terapisnya biasa, satu informan menyatakan tidak peduli.

4.2.3.3 Fasilitas

Faktor ekstrinsik selanjutanya yang mempengaruhi motivasi informan adalah fasilitas di tempat lain maupun Tali Kasih, meliputi, alat terapi, biaya terapi, dan terapisnnya.

1. Fasilitas di Tali Kasih

a. Pendapat Informan terhadap Biaya Terapi di Tali Kasih

Tabel 4.9 Pendapat Informan terhadap biaya terapi di Tali Kasih Tahun 2008

Ket Pernyataan

1 Tapi kalau dibandingkan dengan biaya anak Saya dulu (tempat terapi lain), terapi di Tali Kasih Sama aja dengan biaya terapi anak Saya dulu (tempat terapi lain).

Karena dulu, biaya terapi anak saya perbulannya segitu-segitu juga.

(44)

terapi di tempat lain.

4 Mahal sih ya (biaya terapi di Tali Kasih), tapi kan yang cari uang bukan saya, yang bayar terapi suami saya, jadi buat saya enggak ada masalah. 5 Biayanya Mahal, tapi Saya coba aja dulu, karena Saya masih mampu, J

(anak informan) terapi di sana. Alasan lain karena kualitasnya juga bagus jadi biaya urusan belakang yang penting anak saya sembuh.

Dari hasil wawancara mendalam terhadap lima orang informan diketahui bahwa dua Informan menyatakan biaya terapi di Tali Kasih mahal. Tiga Informan menyatakan biaya terapi di Tali Kasih sedang (tidak terlalu mahal dan tidak terlalu murah)

b. Terapi yang Diberikan di Tali Kasih

Tabel 4.10 Terapi Yang diberikan di Tali Kasih tahun 2008

KET PERNYATAAN

1 Di sini dia terapi motorik sama speech terapilah. Untuk ngomong emang kayaknya udah terlambat karena udah besar, udah 10 tahun. dulu kelamaan terapi syaraf sama dokter yang dulu. Untuk terapi ngomongnya lupa.

2 Di sana A (anak informan), terapi motorik sama konsentrasi belajar. Terapi konsentrasi belajar itu terapi supaya dia bisa fokus kalo mengerjakan sesuatu.

3 Anak Saya terapi motorik dan terapi bicara. 4 Dia terapi bicara sama terapi motorik

5 Saya enggak tahu dia disini (Tali Kasih) terapi apa, tapi saya pernah lihat dia disuruh nari sama gurunya.

Dari hasil wawancara mendalam terhadap semua informan diketahui bahwa terapi yang diberikan untuk anak informan adalah terapi motorik dan terapi wicara.

c. Pendapat Informan terhadap Alat Terapi di Tali Kasih

Tabel 4.11 Pendapat Informan terhadap Alat Terapi di Tali Kasih Tahun 2008

Ket Pernyataan

(45)

2 Nanti si A (anak informan) di suruh nysusun bola, atau masukin gelang ke dalam kayu. Gelangnya gelang besar. Yah biasa la, gelang-gelang warna-warni yang suka di toko sport itu. Sama nanti kayunya di buat agak panjang. Bolanya itu agak aneh saya lihat, mungkin bola khusus untuk terapi anak kayak gini, kali ya, soalnya, bolanya itu bisa dilengket-lengketin.aneh la pokoknya.

3 Terapi motorik itu misalnya nanti dia di suruh masukkan gelang ke dalam botol. Ada juga, bola sama apel, Kalo apelnya nanti di potong-potong, nanti motongnya enggak teratur terus di suruh dia makan. Supaya ingatannya bagus enggak itu-itu aja, aneh aja, motong apel ternyata enggak boleh teratur. Jadi kan perkembangannya bagus, karena ingatannya bagus.Awalnya dia enggak suka, tapi lama-kelamaan mau juga.Kadang dia harus dipaksa.Kalau di paksa baru mau

4 Dia terapi bicara sama terapi motorik. Kalau terapi bicara dia disuruh bilang, apa yang dibilang terapisnya. Dikasih liat gambar apel, nanti dia disuruh bilang apel.

Lucu juga sih, dia seperti anak kecil umur dua tahun, diajarin kayak gitu lagi.

5 Ya gitu aja, nanti gurunya ada satu di depan, yang nyuruh nari, terus ada satu lagi di belakang yang gerak-gerakkan tangannya dari belakang. Kasian juga, tapi ya namanya mau sembuh, ya harus kayak gitu lah.

Dari hasil wawancara mendalam diketahui bahwa pendapat Informan terhadap alat terapi adalah tiga orang informan menyatakan alat terapi yang digunakan adalah alat terapi yang bagus, dua informan menyatakan alat terapi yang digunakan adalah alat terapi yang biasa digunakan.

d. Pendapat Informan terhadap Terapis di Tali Kasih

Tabel 4.12 Pendapat Informan terhadap Terapis di Yayasan Tali Kasih Tahun 2008

KET PERNYATAAN

1 Di tempat terapi yang lama, sama ada terapi motorik juga, Cuma gurunya kurang peduli sama anak muridnya, jadi ya udah di biarin aja. Enggak berusaha sekuat tenaga. Seperti di sini, kalau di sini (Tali Kasih) kan gurunya peduli sama perkembangan anak muridnya. Anak muridnya kurang di mana, itu yang di liat.

(46)

ini, dia bisa enggak ngikutin terapinya, gurunya selalu ngelapor sama saya. 2 Saya tahu perkembangan anak saya dari gurunya, Memang saya tidak setiap

hari jemput anak saya, paling seminggu sekali saya jemput anak saya, tapi kalo misalnya saya jemput anak saya, saya selalu tanya sama gurunya (Tali Kasih), Si A (anak informan) hari ini ngapain aja. Nanti gurunya negelapor sama saya.

Ngelapor apa aja yang dilakukan anak saya, si A mau enggak dikasih tugas, makanya antara saya sama gurunya komunikasi harus jalan terus.

Dia juga udah kenal sama gurunya (Tali Kasih), makanya saya suka kesal kalau gurunya tidak datang. Kan enggak bisa digantikan sama yang lain. Kadang sebulan mau dua kali gurunya gak datang.

3 Terapisnya orangnya, selalu berusaha, misalnya si J (anak informan) gak mau ngomong “makan”, terus diajarin ngomong makan, sampai bisa, istilahnya terapisnya itu enggak gampang menyerah.

mungkin terapisnya kan udah di latih, jadi udah tau gimana ngalatih anak kayak gini.

4 Terapisnya bagus, cuma yang Saya enggak suka dia sering ngajak saya ke tempat dia ngajar dia yang satu lagi.

Selain di sini dia ngajar juga di R (tempat lain), katanya itu untuk anak yang autis juga (Tali Kasih).

5 Terapisnya selalu cerita tentang perkembangan anak Saya.

Misalnya seperti kemarin kan, tangan anak saya bengkak, saya bingung. Rupanya dikusuk sama gurunya pake infra red, gurunya bilang, ini tangan anak Ibu harus sering-sering di khusuk, kalau enggak di khusuk nanti dia jadi bengkok.

Dari hasil wawancara mendalam diketahui bahwa pendapat informan terhadap terapis Tali kasih adalah semua informan merasa terapis di Tali Kasih adalah terapis yang bagus.

2. Fasilitas Terapi di Tempat Terapi Lain

a. Pendapat Informan tentang Terapi di Tempat Terapi yang Lain

Tabel 4. 13 Pendapat Informan tentang Terapi di Tempat Terapi yang Lain

KET PERNYATAAN

1 Saya sempat terapi di dokter S (inisial), Sebelum Saya terapi di Y (inisial). Disana (S) Saya tahu anak Saya autis setelah terapi sama dokter itu sampai enam bulan. Karena enggak ada perubahan, baru dia bilang, ini anak Ibu kayaknya autis. Dia nyaranin Saya buat berobat ke Jakarta.

(47)

2 Dulu anak saya Cuma sekolah TK biasa (Umum).

TK Islam di dekat rumah. Dari sana (sekolah umum), anak Saya enggak mampu masuk SD makanya masuk sini.

3 Saya kerja, suami Saya juga kerja, untuk terapi di tempat yang lain kan juga harus diantar sama di jemput. Yang ngantar sama yang jemput enggak ada, sedangkan terapi di sana (Tali Kasih), opungnya udah kewalahan, buat ngantar sama jemputnya.

4 Pernah mau coba di Y (inisial), karena di Y ada dokternya, sementara di Tali Kasih kan gak ada, rupanya pas ditanya disana (tempat terapi lain), enggak ada jam sorenya, ya udah makanya ke Tali Kasih aja.

5 Anak Saya pernah, TK A sama TKB di H (sekolah umum), sekian lama dia TK di situ anak saya enggak bisa apa-apa. Lalu Saya masukkan ke sini. Enggak sempat coba terapi lain.

Dari hasil wawancara mendalam terhadap semua informan diketahui bahwa pendapat informan terhadap tempat lain pada dasarnya adalah sama, yaitu tempat terapi lain tidak dapat memenuhi kebutuhan informan.

b. Pendapat Informan terhadap Biaya Terapi di Tempat Terapi yang Lain Tabel 4.14 Pendapat Informan terhadap Biaya Terapi di Tempat Terapi yang

Lain

KET PERNYATAAN

1 Kalau untuk biaya terapi (terapi di tempat lain), lumayan lah, Lumayan mahal. Nanti buat biaya terapi sama obat itu lain. Lainnya, untuk sekali datang (terapi) lapan puluh. Lain sama obat, kalau obat kita beli sendiri. Tapi kalau dihitung-hitung, biaya terapi, hampir sama juga sih sama di sini.

2 Beda jauh memang uang sekolah sama biaya terapi anak Saya (Tali Kasih), tapi kalau Tali Kasih sama tempat lain, kalau saya enggak salah Tali Kasih memang yang termurah (dengan tempat lain). Saya tahu, Saya tanya-tanya teman, terus ada juga tempat terapi yang lain yang saya tanya langusng. Saya tanya di PK (inisial), malah itu, ada jam tambahnya. Misalnya anaknya udah terapi ngambil paket, ada juga yang ngambil harian kapan anaknya mau terapi, kalau itu kita musti nambah uang la, yang jelas. Menurut Saya, bagus juga sih, cara bayarnya kayak gitu.

3 Ada sih saya tanya-tanya teman yang anaknya ada terapi di tempat lain juga. Biayanya rata-rata di atas satu juta ke atas. Ya, lebih murah di Tali Kasih la..Lagian, Saya juga udah nyaman di sini.

(48)

5 Untuk satu bulan, biaya sekolah anak Saya bisa sampai tiga ratus lima puluh ribu, lain sama uang masuk, sama uang seragamnya.

Kalau biaya bulanan jelas beda (sekolah umum dan Tali Kasih), cuma kalau buat kelengkapan sama segala macam banyakan di tempat yang lama (sekolah umum). Bikin repot sih bagus sekalian aja dikeluarin, udah beres. Maksudnya enggak praktis

Dari hasil wawancara mendalam dengan semua informan, tiga informan menyatakan bahwa biaya terapi di tempat lain mahal, Satu informan menyatakan biaya terapi di tempat lain normal. Satu informan menyatakan tidak tahu mengeni biaya terapi di tempat lain

Berdasarkan hasil wawancara mendalam sebelumnya, diperoleh dua pendapat informan terhadap terapi di tempat lain yaitu informan 1 dan informan 4. Kemudian Peneliti melanjutkan wawancara terhadap informan tersebut mengenai pendapat informan terhadap alat terapi dan terapis di tempat terapi lain.

c. Pendapat Informan terhadap Alat Terapi di Tempat Terapi yang Lain 4.15 Pendapat Informan terhadap Alat Terapi di Tempat Terapi yang Lain

KET PERNYATAAN

1 Di S (inisial), terapinya terapi syaraf. Yang dikasih ke kita obat-obatan (bukan alat peraga).

Kalau di Y (inisial), ada pake alat (alat peraga).

Alat yang dipake disana banyak, bagus-bagus ada bola, alat buat gambar atau nulis.

bolanya itu bentuknya unik, bisa disusun, dibentuk. Warnanya juga macam-macam.

Kalau untuk nulis biasanya untuk gambar atau nulis itu pakai krayon warna-warni.

4 Saya rasa kalo buat alat terapi Y (inisial) sama Tali Kasih sama aja, kan sama-sama terapi autisme.

Disini (Y) pake bola, disana (Tali Kasih), kalau Saya enggak salah ada pake bola juga. Yah alat-alat yang biasa dipake buat latihan lah (terapi).

(49)

Dari hasil wawancara mendalam terhadap semua informan (informan 1 dan 4), diketahui bahwa pendapat informan terhadap alat terapi di tempat terapi lain yaitu dua informan menyatakan alat terapi yang digunakan adalah alat terapi yang bagus.

d. Pendapat Informan terhadap Terapis di Tempat Terapi yang Lain

Tabel 4.16 Pendapat Informan terhadap Terapis di Tempat Terapi yang Lain

KET PERNYATAAN

1 Di sana kan (tempat terapi lain) tiap anak udah punya sendiri-sendiri (alat peraga). Udah gitu, sama gurunya, kalau misalnya anaknya malas gambar nanti disuruh yang lain, Kayak niup-niup kertas atau nyusun bola. Kesannya Terapisnya kurang tekun, kurang berusaha gitu.

4 Saya enggak tahu gimana terapis di sana (tempat terapi lain), karena Saya enggak sempat terapi di sana (tempat terapi lain). Tapi kalau dengar-dengar dari orang, katanya terapisnya bagus. Karena terapis-terapis yang kerja di sana (tempat terapi lain) itu sudah sertifikasi semua. Maksudnya, terapisnya harus sudah punya sertifikat baru boleh ngajar.Saya sempat ngobrol sama admnya (administrasi) waktu itu, berarti terapisnya bagus, karena ada istilahnya standarnya.

Dari hasil wawancara mendalam terhadap semua informan (informan 1 dan 4) diketahui bahwa pendapat informan terhadap terapis di tempat terapi lain yaitu, satu informan menyatakan terapis di tempat lain bagus dan Satu informan menyatakan tidak bagus.

4.3 Motivasi Informan terhadap Terapi Autisme di Yayasan Tali Kasih Medan Motivasi adalah tenaga penggerak yang menggerakkan informan terhadap terapi autisme di Tali Kasih Medan. Motivasi dapat juga dikatakan sebagai perasaan, dan keinginan yang melatarbelakangi tingkah laku informan tersebut.

4.3.1. Perasaan Informan ketika Mengetahui Anaknya Menderita Autisme Di Yayasan Tali Kasih

Tabel 4.17 Matriks Perasaan Informan ketika Mengetahui Anaknya Menderita Autisme Di Yayasan Tali Kasih Medan Tahun 2008

(50)

sabar ajalah.

2 Apa kali la rasanya, ih, gak tau la bilangnya. Waktu yang dapat cambukan kali rasanya waktu yang di A (inisial). "Disini gak bisa Bu, kalo mau terapi, kalu mau psikolognya pun, mau Scanning, apa, di Bandung aja Bu"! Yang buka Yayasan ini orang Inggris itu sama dengan yang di Singapur, kata orangnya (tempat terapi lain).

3 Perasaannya ya terganggu juga lah, dibawa berobat kemari. Macam mana mau di bilang lagi.

4 Bingung, sedih.Saya pikir mau saya bawa kemana anak saya ini, apalagi pas kemarin mau di Y (inisial), rupanya enggak bisa.

5 Ya.. kami Saya orang tua, ada sedihnya juga, siapa sih gak ingin anaknya, maunya normal kan, ya terimalah, mungkin itu mau yang diatas, harus kita jagalah, mau, gak mau ya….

Dari hasil wawancara mendalam terhadap semua informan diketahui bahwa semua informan menyatakan perasaannya bingung ketika mengetahui anaknya menderita autisme.

4.3.2. Keinginan Informan terhadap Terapi Autisme di Tali Kasih

Tabel 4.18 Matriks Keinginan Informan terhadap Terapi Autisme Di Yayasan Tali Kasih Medan Tahun 2008

KET PERNYATAAN

1 Saya ya sabar aja, sampai sejauh mana saya mampu, saya terus lakukan, pinginnya sih, anak Saya bisa masuk sekolah biasa, tapi ya kayanya gak mungkin.

2 Namanya orang tua, keinginannya pastilah besar, tapi Ibu gak mau terlalu banyak berharap takut nanti kecewa, takut nanti Ibu gak berhasil, sementara sekolah dia ini kan mengeluarkan duit yang banyak, jalankan aja la Dek kewajiban orang tua, mula-mula Ibu berharap dia tu seperti anak normal eceknya pemikirannya la.

3 Saya maunya si J (inisial) ya ngomongnya lah lancar

4 Apalah yang bisa dipenuhi sama Tali Kasih, kalo.. udah bisa ngomong la, bilang. Sampai sejauh ini, anak Saya cuma kita bilang, "J (inisial)…!", "apa", katanya. Terus, "Hei J... pigi ?", tau dia (anak informan), istilahnya, respon positif ada, kalo di ajak ngomong susah la, yang nangis lah. Inginnya saya supaya si j (anak informan) sembuh la, kalo udah mandiri aja dia udah syukur kali saya lah.

Gambar

gambar 2.1 Lingkaran Motivasi
Tabel 4.1  Karakteristik Informan
Tabel 4.3 Sumber Informasi Informan tentang Keberadaan  Tali Kasih
Tabel 4.4 Pendapat  Informan tentang Informasi Keberadaan Tali Kasih
+7

Referensi

Dokumen terkait