• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENJUALAN FARMASI TANPA IZIN EDAR (Studi Kasus No. 881/Pid.B/2010/PN.TK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENJUALAN FARMASI TANPA IZIN EDAR (Studi Kasus No. 881/Pid.B/2010/PN.TK)"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENJUALAN FARMASI TANPA IZIN EDAR

(Studi Kasus No. 881/Pid.B/2010/PN.TK) Oleh

DWI ESTI PUTRIYANA DEVI

Salah satu kejahatan dalam hukum kesehatan yang marak terjadi pada saat ini adalah kejahatan dibidang farmasi. Kondisi tersebut cenderung untuk mendorong lahirnya berbagai bentuk pelanggaran pelaku usaha terhadap hak konsumen namun pelaku usaha yang bersangkutan tidak memperoleh sanksi hukum yang tepat. Oleh karena itu pemerintah selaku pihak yang berwenang untuk menegakkan hukum perlindungan konsumen harus bersifat proaktif dalam melindungi hak-hak konsumen di Indonesia.. Hal inilah yang kemudian menjadi untuk mengangkat masalah mengenai penjualan farmasi tanpa izin edar yang berjudul: Analisis Terhadap Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Penjual Farmasi Tanpa Izin Edar (Studi Kasus Putusan NO. 881/ PID/ SUS/ 2010/ PN.TK). Permasalahan dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah pertanggung jawaban pelaku tindak pidana mengedarkan farmasi tanpa izin edar ? Apakah faktor-faktor penghambat dari penegakan hukum terhadap tindak pidana tanpa izin edar ? Penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data diperoleh dari lapangan dan kepustakaan dengan jenis data yaitu : data primer dan data sekunder. Populasi yang diambil penulis dari polisi pada pegawai Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan, Hakim Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Untuk menganalisis data menggunakan analisis kulaitatif.

(2)
(3)

A. Latar Belakang

Seiring dengan tuntutan perkembangan zaman, membawa masyarakat pada suatu tatanan hidup yang serba cepat dan praktis. Kemajuan ilmu pengetahuan merupakan penentu bagi suatu peradaban yang modern.

(4)

Tindak pidana merupakan suatu bentuk perilaku penyimpangan yang dalam masyarakat. Yang artinya tindak pidana akan selalu ada selama manusia masih ada di muka bumi ini. Hukum sebagai sarana bagi penyelesaian problematika ini diharapkan dapat memberi solusi yang tepat. Oleh karena itu perkembangan hukum khususnya hukum pidana perlu ditingkatkan dan diupayakan secara terpadu.Kodifikasi, unifikasi bidangi-bidang hukum tertentu serta penyusuna Undang-undang baru sangat dibutuhkan untuk menjawab semua tantangan dari semakin meningkatnya perkembangan tindak pidana.

Ilmu kesehatan adalah salah satu bidang ilmu yang memahami perkembangan paling cepat saat ini. Begitu pula dengan perkembangan tindak pidana dibidang ilmu kesehatan. Adapun tindak pidana yang terjadi di bidang ilmu kesehatan antara lain : malpraktek, pemalsuan obat, mengedarkan obat tanpa izin dan transplantasi organ manusia.

Masalah kesehatan merupakan keprihatinan serius di setiap negara, baik negara maju maupun sedang berkembang. Karena kesehatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kemajuan suatu negara dan merupakan hak asasi manusia. Negara memiliki kewajiban kepada rakyatnya untuk menyediakan layanan kesehatan dan menetapkan aturan-aturan hukum yang terkait dengan kepentingan kesehatan.

(5)

kelangsungan hidup masyarakat. Jadi apabila terjadi tindak pidana di bidang kesehatan akan menyerang langsung masyarakat baik secara materil maupun immateril. Sehingga masyarakat tindak dapat melangsungkan kehidupannya dengan baik.

Hukum kesehatan ini sebenarnya sudah lama diperkenalkan, namun dalam perkembangannya hukum kesehatan ini masih kurang mendapat perhatian oleh sarjana hukum di Indonesia. Ini dapat dilihat dari masih jarangnya ditemukan buku-buku yang mebahas tentang hukum kesehatan.

(6)

konsumen harus bersifat proaktif dalam melindungi hak-hak konsumen di Indonesia. Terkait dengan sediaan farmasi yang akan dibahas, upaya pemerintah untuk melindungi konsumen adalah melalui pembentukan lembaga yang bertugas untuk mengawasi pada suatu produk serta memberikan perlindungan kepada konsumen.

(7)

menimbulkan penyakit baru bagi penggunanya bahkan dapat menimbulkan kematian.

Suatu perbuatan yang dapat menimbulkan sakit pada orang lain atau bahkan menimbulkan kematian merupakan kejahatan dalam Undang-undang. Perbuatan jahat merupakan suatu perbuatan yang harus dipidana. Dalam hal ini yang bertanggung jawab adalah pihak yang ditunjuk Undang-undang berhak mengedarkan obat dan memberikan pelayanan kesehatan masyarakat.

Kebutuhan masyarakat atas perlindungan kesehatan merupakan hal yang tidak bisa ditawar lagi. Karena langsung menyerang kebutuhan masyarakat yang primer. Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menegakan aturan perundang-undangan yang ada untuk menanggulangi permasalahan yang semakin kompleks dalam hukum kesehatan.

Pada pembahasan skripsi ini penulis menitikberatkan pada tindak pidana penjualan farmasi tanpa izin edar yang dilakukan seorang penjual dengan kronologis sebagai berikut:

(8)

kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) UU.No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

(9)

menyebakan gangguan kesehatan pada manusia selain itu konsumen tidak dapat memunita pertanggung jawaban terhadap produsen dan penjualnya karena tidak memiliki izin edar.

Perbuatan terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 197 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Jounto Pasal 106 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Hal inilah yang kemudian menjadi motivasi penulis untuk mengangkat masalah mengenai penjualan farmasi tanpa izin edar yang berjudul: Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Penjualan Farmasi Tanpa Izin Edar (Studi Kasus Putusan NO.881/PID/SUS/2010/PN.TK).

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penjualan farmasi tanpa izin edar ?

b. Apakah faktor-faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku penjualan farmasi tanpa izin edar ?

2. Ruang Lingkup

(10)

meliputi: sebagai tempat penelitian adalah Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan permasalahan yang dibahas adalah pertanggung jawaban pelaku tindak pidana mengedarkan farmasi tanpa izin edar dan faktor-faktor penghambat dari penegakan hukumnya dalam perkara penjualan farmasi tanpa izin edar.

Penulis mengkaji mengenai analisis terhadap pertanggungjawaban pidana pelaku penjual farmasi tanpa izin edar, mengetahui sebenarnya tindak pidana ini. Dalam hal ini penulis mengkaji pertanggungjawaban pelaku tindak pidana mengedarkan farmasi tanpa izin edar dan faktor-faktor yang penghambat dari penegakan hukumannya.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dalam penulisan ini adalah :

a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penjualan farmasi tanpa izin edar.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku penjualan farmasi tanpa izin edar.

2. Kegunaan Penelitian

(11)

a. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu hukum, Khususnya hukum pidana yang terkait dengan tindak pidana kesehatan di bidang farmasi.

b. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Bagi aparat penegak hukum, sebagai sumbangan pemikiran untuk penanganan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar. 2. Akademisi dan praktisi hukum untuk memberi masukan dan gambaran mengenai tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar khususnya di kota bandar lampung.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka teoritis

Menurut Soerjono Soekanto (1983: 73), kerangka teoritis adalah abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan dasar yang relevan untuk pelaksanaan suatu penelitian ilmiah, khususnya penelitian hukum.

Pembahasan dalam skripsi ini berdasarkan pemikiran pada teori hukum pertanggungjawaban pidana yang dikaitkan dengan pertanggungjawaban penjual farmasi tanpa izin edar. Dalam skripsi ini penulis menggunakan Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan sebagai dasar acuan.

(12)

pidana, haruslah melakukan tindak pidana ”KESALAHAN”. Kesalahan ini dapat dibedakan menjadi :

1. Kemampuan Bertanggungjawab 2. Adanya Kesalahan

Inti mengenai kemampuan bertanggung jawab itu berupa keadaan jiwa/batin seorang yang sehat pada waktu melakukan perbuatan pidana. Disamping itu kemampuan bertanggungjawab meliputi tiga hal yaitu:

1. Tentang keadaan jiwa/batin yang sakit.

2. Tentang keadaan jiwa/batin seseorang yang terlampau muda sehingga konstitusi psyche-nya belum matang.

3. Tentang keadaan jiwa/batin yang organ batinya baik akan tetapi fungsinya mendapat gangguan sehingga tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. (Bambang Poernomo,1983:142)

a. Teori Penegakan Hukum

(13)

termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan, adalah merupakan keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai suatu sistem peradilan pidana.

Hal yang mendasari penegakan hukum adalah pemahaman bahwa setiap manusia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa dengan akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam kehidupannya. Dengan akal budi dan nuraninya itu, maka manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya. Selain untuk mengimbangi kebebasan tersebut, manusia memiliki kemampuan untuk bertanggungjawab atas semua tindakan yang dilakukannya dihadapan hukum yang diakui bersama (Andi Hamzah, 2001: 14).

Negara Indonesia adalah negara hukum (recht staats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggung jawabkan perbuatannya melalui penegakan hukum. Hukum dalam hal ini merupakan sarana bagi penegakan hukum. Penegakan hukum mengandung makna bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, di mana larangan tersebut disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu sebagai pertanggung jawabnya (Andi Hamzah, 2001: 15)

b. Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

(14)

1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)

Praktek menyelenggarakan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Oleh karena itu suatu tindakan atau kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum.

2) Faktor Penegakan Hukum

Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegakan hukumnya sendiri. Dalam kerangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebejatan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegakan hukum, keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, terasa, terlihat, dan diaktulisasikan.

3) Faktor Sarana dan Fasilitas

(15)

4) Faktor Masyarakat

Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat. Bagian yang terpenting dalam menentukan penegak hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. Semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan penegakan hukum yang baik.

5) Faktor Kebudayaan

Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudahlah dalam menegakannya. Apabila peraturan-peraturan perundang-undangan tidak sesuai atu bertentangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan hukum.

2. Konseptual

(16)

a. Analisis adalah penyelidikan terhadap sesuatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya). (Poerwadarminta, 1995:37).

b. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut,dipersilahkan, diperkarakan, dan sebagainya ). Fungsi menerima pembebanan, sebagai akibat sikap pihak sendiri atau pihak lain. (A.A. Waskito, 2010: 585)

c. Pelaku adalah setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar atau melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang. Pelaku tindak pidana harus diberi sanksi demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum (Satjipto Raharjo, 1996:26)

d. Sediaan farmasi sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. (Pasal 1 Ayat 4 Undang-Undang Nomo 36 tahun 2009 tentang kesehatan).

(17)

E. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi ini penulis membuat tulisan keseluruhan pembahasannya terbagi dalam 5 (lima) Bab secara berurutan dan saling berkaitan hubungannya yaitu sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Merupakan bab yang menguraikan latar belakang, masalah dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan bab pengantar yang membahas tentang pengertian dan macam-macam kejahatan penjualan farmasi tanpa izin edar beserta peraturan perundang-undangannya. Pengertia farmasi dan pengertian tindak pidana, pertanggungjawaban, faktor penghambat penegakan hukum.

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang membahas tentang metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yang meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, pengumpulan data dan pengolahan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN

Merupakan bab yang membahas :

(18)

b. Pertanggungjawaban pidana pelaku sediaan farmasi tanpa izin edar.

c. Faktor-faktor penghambat penegakan hukum terhadap tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar.

V. PENUTUP

(19)

A. Pengertian Farmasi

Adapun yang dimaksudkan dengan sediaan farmasi tanpa izin edar dalam Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Peraturan pemerintah No. 27 Tahun 1998 Tentang pemerintah No. 27 Tahun 1998 Tentang pengamanan sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.

Obat dapat didefinisikan sebagai bahan yang menyebabkan perubahan dalam fungsi biologis melalui proses kimia. Sedangkan definisi yang lengkap, obat adalah bahan atau campuran yang digunakan untuk :

1. Pengobatan, peredaran, pencegahan atau diagnosa suatu penyakit, kelainan fisik atau gejala-gejalanya pada manusia atau hewan.

2. Dalam pemulihan, perbaikan atau pengubahan fungsi organic pada manusia atau hewan.

Obat dapat merupakan bahan yang disintesis didalam tubuh (misalnya : hormon, vitamin D) atau merupakan bahan-bahan kimia yang tidak disintesis didalam tubuh.

(20)

obat yang lain, dimana penggolongan obat obat itu dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketetapan penggunaan serta pengamanan distribusi. Berdasarkan undang-undang obat digolongkan dalam :

1. Obat Bebas 2. Obat Keras

3. Obat Psikotropika dan Narkoba

Berikut penjabaran masing-masing golongan tersebut :

1. Obat Bebas

Obat Bebas adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter (disebut oba OTC=Over The Counter), Terdiri atas obat bebas terbatas.

1.1. Obat bebas

Ini merupakan tanda obat paling ”aman”. Obat bebas, yaitu yang bisa dibeli bebas di apotek, bahkan diwarung, tanpa resep dokter, ditandai dengan lingkaran hijau bergaris tepi hitam. Obat bebas ini digunakan untuk mengobati gejala penyakit yang ringan. Misalnya : vitamin/multi vitamin (Livron b Plex)

1.2. Obat Bebas Terbatas

(21)

kotak kecil berdasar gelap atau kotak putih bergaris tepi hitami, dengan tulisan sebagai berikut :

P.No. 1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakainnya.

P.No. 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan.

P.No. 3: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.

P.No. 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.

P.No. 5: Awas! Obat keras. Obat wasir,jangan ditelan.

Memang, dalam keadaan dan batas-batas tertentu sakit yang ringan masih deibenarkan untuk melakukan pengobatan sendiri, yang tentunya juga obat yang dipergunakan untuk melakukan pengobatan sendiri, yang tentunya juga obat yang dipergunakan adalah golongan obat bebas dan bebas terbatas yang dengan mudah diperoleh masyarakat. Namun apabila kondisi penyakit semakin serius sebaiknya memeriksakan ke dokter. Dianjurkan untuk tidak sekalipun melakukan uji coba obat–obat yang seharusnya diperoleh dengan mempergunakan resep dokter.

(22)

informasi yang tercantum pada kemasan obat atau pada brosur / selebaran yang menyertai obat yang berisi tentang indikasi merupakan petunjuk kegunaan obat dalam pengobatan.

Kontra-indikasi (yaitu petunjuk penggunaan obat yang tidak diperbolehkan), efek samping (yaitu efek yang timbul, yang bukan efek yang diinginkan), dosis obat ( takaran pemakaian obat), cara penyimpangan obat, dan informasi tentang interaksi obat dengan obat yang lain yang digunakan dan dengan makanan yang dimakan.

2. Obat Keras

Obat keras yaitu obat berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter, memakai tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan resep dokter, memakai tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan K di dalamnya. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah antibiotik (tetrasiklin, penisilin, dan sebagainya), serta obat-obatan yang mengandung hormon (obat kencing manis, obat penenang dan lain-lain)

Obat-obat ini berkhasiat keras dan bila dipakai sembarangan bisa berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah penyakit atau menyebabkan kematian.

3. Psikotropika dan Narkotika

(23)

Pemerintah dan hanya boleh diserahkan oleh apotek atas resep dokter. Tiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan pemakainnya pada pemerintah.

3.1. Psikotropika

Psikotropika adalah zat/obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berfikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.

Menurut Undang-Undang No. 5/1997 psikotropika dibedakan dalam 4 golongan sebagai berikut:

a. Psikotropika golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan, contoh: MDMA,ekstasi,LSd,ST.

b. Psikotropika golongan II : Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan, contoh: Amfetamin, fesiklidin, sekobarbital,metakualon,metilfenidat.

(24)

pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan, contoh: Fenobarbital,flunitrazepam.

d. Psikotropika golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan dapat sangat luas digunakan dalam terapi dan atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan, contoh: Diazepam, klobazam, bromazepam,klonazepam, khlordiazepoxide, nitrazepam.(BK, DUM, MG). (UU Psikotropika no.5, 1997)

Bentuk–Bentuk Psikotropika :

a. Ekstasi

Ekstasi adalah salah satu obat bius yang dibuat secara ilegal disebuah laboratorium dalam bentuk tablet atau kapsul. Ekstasi dapat membuat tubuh si pemakai memiliki energi yang lebih dan juga bisa mengalami dehidrasi yang tinggi. Sehingga akibatnya dapat membantu tubuh kita untuk terus bergerak.

b. Amfetamin

(25)

c. Diazepam

Sedatif (obat penenang) dan hipnotikum (obat tidur). Nama jalanan BDZ antara lainBK, Lexo, MG, Rohip, Dum. Cara pemakaian BDz dapat diminum, disuntuk, intravena, dan memlalui dubur. (www.henrydunan.blogspot.com)

3.2. Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan memasukkannya kedalam tubuh manusia.

Pengaruh tersebut berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat, halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi pemakainya.

Menurut Undang-Undang No 35 Tahun 2009, Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :

a. Narkotika Golongan I

Adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Merupakan kelompok narkotika yang terdiri atas : tanaman papaver somniferum, opium mentah, opium masak,

(26)

b. Narkotika Golongan II

Adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Merupakan kelompok narkotika yang terdiri atas : cethyl-metadol, alpha-medprodina, alpha-prodine, phetanyl, pethidine,methadone.

c. Narkotika Golongan III

Adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Merupakan kelompok narkotika yang terdiri atas : asetildihidrokodeina, kodeina, etil, morfina. (UU Narkotika no. 35, 2009)

Bahan obat adalah sesuatu yang dapat dipergunakan atau dipakai untukn tujuan membuat obat. Baik itu bahan kimia, tumbuhan, bahan mineral atau campuran dari bahan tersebut. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan mineral, cedían sarian atau campuran dari bahan tersebut yang secara Turín menurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

(27)

(Permenkes 246/1990) tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat tradisional.

B. Pengertian Tindak Pidana

Berbicara tentang hukum pidana tidak akan terlepas dari masalah pokok yang menjadi titik perhatiannya. Masalah pokok dalam hukum pidana tersebut meliputi masalah tindak pidana, kesalahan dan pidana serta korban (Fuat Usfa & Tongat, 2004: 31). Istilah tindak pidana adlah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitustrafbaar feit. Istilah ini terdapat dalam WvS belanda dan demikian juga dalam WvS Hindia belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resma tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. (Adami Chazawi, 2002: 67).

Strafbaar feit, terdiri dari 3 kata yakni straf,baar, dan feit. Berbagai istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feit itu, ternyata straf diterjemahkan sebagai pidana dan hukum. Percatan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh , sedangkan untuk katra feit diterjemahkan dengan tidak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan (Adawi Chazawi : 69).

(28)

Menurut Pompe, sebagaimana yang dikemukakam oleh Bambang Poernomo, pengertianstrafbaar feitdibedakan menjadi:

a. Definisi menurut teori memberikan pengertian strafbaar feit adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.

b. Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian strafbaar feit

adalah suatu kejadian feit yang oleh peraturan perundangan-undangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.

Sejalan dengan definisi atau pengertian menurut teori dan hukum positif di atas, J.E Jonkers juga telah memberikan definisistrafbaar feitmenjadi dua pengertiaan, sebagaimana yang dikemukakan Bambang Pornomo, yaitu:

a. Definisi pendek memberikan pengertian strafbaar feit adalah suatu kejadian yang dapat diancam pidana adalah Undang-undang.

b. Definis panjang atau lebih dalam memberikan pengertian strafbaar feit adalah suatu kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan dengan sengaja atau alfa yang dapat dipertanggungjawabkan.

(29)

Undang-undang. Defininisi yang panjang lebih menitikberatkan lepada sifat melawan hukum dan pertanggungjawaban yang merupakan unsur-unsur yang telah dirumuskan secara tegas didalam setiap delik, atau unsur yang tersembunyi secara diam-diam dianggap ada.

Pendapat Moeljanto sebagaimana yang dikemukakan oleh E.Y Kanter dan S.R Sianturi (EY. Kanter & Sianturi, 2002: 208), memilih perbuatan pidana sebagai terjemahan dari strafbaar feit. Beliau memberikan perumusan atau pembantasan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut dan perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh menghambat akan tercapainya tata pergaulan masyarakat yang dicita-citakan. Makna perbuatan pidana, secara mutlak harus termasuk dalam unsur formal, yaitu mencocoki rumusan Undang-undang, dan Unsur materil, yaitu bertentangan dengan cita-cita mengenai pergaulan masyarakat atau sifat melawan hukum.

Pengertian perbuatan hukum pidana tidaklah diikuti oleh hukum pidana kita. Menurut sistem hukum adat tidaklah diadakan pemisahan antara pelanggaran hukum yang memungkinkan reaksi dalam lapangan hukum pidana dan pelanggaran yang hanya dapat digugat dilapangan hukum perdata. Berdasarkan hal tersebut, apabila terjadi suatu pelanggaran hukum maka petugas hukum mengambil tindakan konkrit yang membetulkan hukum yang dilanggar (Roeslan Saleh : 15).

(30)

utuh ternyata diterjemahkan juga dengan kata hukum, padahal sudah lazim hukum itu adalah berupa terjemahan dari kata recht seolah-olah arti straf sama dengan recht, yang sebenarnya tidak demikian halnya (Adawi Chazawi, : hal 69)

Kata baar mempunyai 2 istilah yang digunakan yakni boleh dan dapat. Secara literlijk bisa kita terima. Kata feit biasa digunakan 4 istilah yakni tidak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Secara literlijk feit memang lebih pas untuk diterjemahkan sebagai perbuatan. Kata perbuatan lebih lazim digunakan dalam perbendaharaan hukum kita untuk mengartikan dari istilah overtreding sebagai lawan dari istilah kejahatan terhadap kelompok tindak pidana masing-masing dalam buku III dan buku II KUHP.

C. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

(31)

sebagai pembuat bertanggungjawab. Sekali sudah ditetapkan bahwa sesorang adalah yang harus bertanggungjawab atas perbuatan pidana yang terjadi, maka langkah selanjutnya adalah menegaskan apakah ia juga memenuhi syarat-syarat yang diperlukan untuk pertanggungjawaban itu.

Pertanggungjawaban menurut Van Hamel, suaru seseorang baru bisa diminta pertanggungjawabannya apabila meemnuhi syarat-syarat sebagai berikut : Orang tersebut harus menginfasi bahwa perbuatannya itu menurut tata cara kemasyarakatan adalah dilarang. Orang tersebut harus dapat menentukan kehendaknya terhadap perbuatannya tersebut (www.google.com)

Arti kemampuan bertanggungjawab banyak digantungkan kepada ilmu pengetahuan, mengingat sukarnya untuk membuat perumusan yang tepat dalam undang-undang. VOS menjelaskan arti mampu bertanggung jawab dengan menggabungkan pendapat dari VAN HAMEL dan SIMONS yang dihubungkan dengan ketentuan yang dimuat di dalam Memorie Van Toelichting. (Vos,1950:89)

Van Hammel mengadakan tiga syarat untuk mampu bertanggungjawab, yaitu:

a. Bahwa orang itu mampu untuk menginsyafi arti perbuatannya dalam hal makna dan akibat sungguh-sungguh dari perbuatannya sendiri.

b. Bahwa orang mampu untuk menginsyafi perbuatannya itu bertentangan dengan ketertiban masyarakat.

(32)

Simons menerangkan tentang mampu bertanggungjawab adalah:

a. Jika mampu menginsyafi perbuatannya yang bersifat melawan hukum. b. Dan jika sesuai dengan penginsyafan itu dapat menentukan kehendaknya.

Secara negatif diterangkan di dalam MvT bahwa tidak mampu bertanggungjawab adalah :

a. Dalam hal seseorang tidak diberi kebebasan memilih antara berbuat atau tidak berbuat untuk apa yang oleh undang-undang dilarang atau diperintahkan ( dalam hal dwanghandelingen).

b. Dalam hal seseorang ada dalam keadaan tertentu sehingga tidak dapat menginsyafi perbuatannya bertentangan dengan hukum dan tidak mengerti akibat perbuatannya (dorongan pathologis, gila, pikiran tersesat, dan sebagainya).

(33)

A. Pendekatan Masalah

Dalam membahas permasalahan skripsi ini, penulis menggunakan dua macam pendekatan masalah yaitu pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

Pendekatan secara yuridis normatif dilakukan dengan cara menelaah dan menelusuri berbagai peraturan perundang-undangan. Teori dan konsep-konsep yang ada dan berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas. Sedangkan pendekatan secara yuridis empiris dilakukan dengan cara mengadakan penelitian lapangan, yaitu melihat fakta-fakta yang ada dalam praktik dilapangan yang berkaitan dengan penyelesaian hukum yang dapat dilakuakan pengadilan dalam mengadili tindak pidana pemalsuan akta perkawinan pada Pengadilan Negeri dan identifikasi permasalahannya.

Mengadakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas dan benar terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

B. Jenis dan Sumber Data

(34)

1) Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan informan guna mendapatkan keterangan dan data yang bersifat apa adanya serta berasal dari sumber yang asli.

2) Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan kepustakaan yang terdiri dari :

1. Bahan Hukum Primer(primary law material), yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak bekepentingan yang terdiri dari perundang-undangan dan peraturan lain yang berkaitan dengan permasalahan (Abdulkadir Muhammad, 2004:82).

Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah

1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana 2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. 4) Kitab Undang-undang Hukum Pidana

5) Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang NO.881/PID/SUS/2010/PN.TK.

2. Bahan Hukum Sekunder (secondary law material), yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan Hukum Primer (Abdulkadir Muhammad, 2004:82).

Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini bersumber dari:

1) Buku-buku ilmu hukum yang berkaitan dengan Hukum Pidana, Hukum Acara Pidana dan Tindak Pidana Pemalsuan;

(35)

3. Bahan hukum tertier dalam penelitian ini yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder (Abdulkadir Muhammad, 2004:82).

Bahan hukum tertier dalam penelitian ini bersumber dari: a. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi merupakan kumpulan unsur-unsur atau elemen-elemen yang menjadi objek kajian penelitian, atau jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diperkirakan (Suharsimi Arikunto, 1998:32). Dimana populasi dalam penelitian ini yaitu Hakim di Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Balai Besar POM Bandar Lampung.

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diambil secara proporsional untuk dinikmati dalam suatu penelitian. Adapun sampel pada penelitian ini adalah : 1. Hakim pada pengadilan Negeri Tanjung Karang : 2 Orang 2. Pegawai Balai Besar POM Bandar Lampung : 2 Orang Jumlah : 4 Orang D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

(36)

hukum primer, sekunder dan bahan buku tersier). Kemudian menginventaris serta mensistematisinya.

b. Wawancara, dipergunakan untuk mengumpulkan data primer yaitu dengan cara wawancara terarah. Dalam pelaksanaan wawancara terlebih dahulu menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada Kepala Pengadilan.

2. Prosedur Pengolahan Data

Data yang terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data, kemudian diproses melalui pengolahan dan pengkajian data. Data tersebut diolah melalui proses : a. Editing, yaitu memeriksa data yang telah diperoleh untuk mengetahui

apakah data tersebut telah relevan dan sesuai dengan bahasan. Apabila erdapat data yang salah, maka akan dilakukan perbaikan.

b. Klasifikasi data, yaitu data yang telah selesai diseleksi, kemudian diklasifikasikan sesuai dengan jenis dan hubungannya dengan masalah penelitian.

c. Sistematisasi data, yaitu menempatkan data pada masing-masing bidang pembahasan yang dilakukan secara sistematis.

E. Analisis Data

(37)
(38)

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Pertanggungjawaban pelaku tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar yaitu ditinjau dari kemampuan seseorang bertanggungjawab berdasarkan hal-hal sebagai berikut :

a. Kemampuan bertanggungjawab pelaku tindak pidana.

Berdasarkan fakta dipersidangan terungkap bahwa pelaku tindak pidana dalam perkara a quo mampu bertanggungjawab.

b. Kesalahan terdakwa sebagai salah satu syarat pemidanaan

Dari uraian pertimbangan hakim ditemukan bahwa pelaku memiliki kesalahan dalam mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar.

2. Faktor-faktor penghambat dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar adalah ;

a. Faktor hukumnya sendiri.

(39)

Keterbatasan aparat penegak hukum dan masih adanya ancaman bagi para petugas yang melakukan razia di berbagai daaerah.

c. Faktor sarana dan prasarana dalam penegakan hukum

Ketidaktersediaan kenderaan operasional yang memadai untuk melakujkan razia dan penegakan hukum.

d. Faktor masyarakat

Pemahaman hukum yang minim dan sosialisasi terhadap masyarakat larangan penjualan sediaan farmasi tanpa izin.

e. Faktor budaya hukum

Sikap masyarakat yang acuh terhadap berbagi problematika yang ada ditengah-tengah masyarakat termasuk masalah peredaran sediaan farmasi tanpa edaar.

B. Saran

Selanjutnya disarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Perlu diadakannya razia dan pengawasan peredaran obat dan makanan secara teratur

dan berkesinambungan. Memberikan penyuluhan yang kontiniu kepada masyarakat guna menciptakan masyarakat yang kritis dan berpendidikan, sehingga dapat menciptakan keluarga yang sadar hukum (KADARKUM).

2. Perlu diadakan peningkatan sarana dan prasarana untuk meningkatkan kinerja

(40)

(Skripsi)

Oleh

Dwi Esti Putriyana Devi

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(41)

oleh

Dwi Esti Putriyana Devi

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(42)

FARMASI TANPA IZIN EDAR (Studi Kasus Putusan No.881/PID/SUS/2010/PN.TK)

Nama Mahasiswa :

Dwi Esti Putriyana Devi

No. Pokok Mahasiswa : 0812011023

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1.Komisi pembimbing

Prof.Dr. Sunarto,S.H.,M.H DiahGustiniati M,S.H.,M.H NIP 195411121986031003 NIP. 19620817 198703 2 003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(43)

1. Tim Penguji

Ketua :Prof. Dr. Sunarto ,S.H.,M.H : ...

Sekretaris/Anggota :Diah Gustiniati M,S.H.,M.H : ...

Penguji Utama :Firganefi,S.H.,M.H : ...

2. PJ Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi,S.H.,M.S NIP. 19621109 198703 1 003

(44)

Penulis mengawali pendidikannya di TK Kartini dan tamat pada tahun 1996, melanjutkan ke Sekolah Dasar Kartika II-5 Bandar Lampung dan tamat pada tahun 2002, melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Bandar Lampung dan tamat pada tahun 2005, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Bandar Lampung dan tamat pada tahun 2008.

Pada Tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur PMKA (Penelusuran Minat dan Kemampuan Akademik) dan mengambil minat bagian Hukum Pidana. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2011 di Desa Ambarawa, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Pringsewu.

(45)

Apabila Anda Berbuat Kebaikan Kepada Orang

Lain, Maka Anda Telah Berbuat Baik Terhadap

Diri Sendiri..

(Benyamin Franklin)

“NOT DO THAT WHICH OTHERS CAN DO

(46)

BISMILLAHIRRAHMANNIRAHIIM

Puji Syukur kupanjatkan kepada ALLAH SWT, Tuhan Semesta Alam untuk setiap nafas yang kuhirup, detak jantung yang berdegup dan darah yang mengalir

dalam hidupku ini. Karena karunia-Mu dengan segala kerendahan hati kupersembahkan karya ini kepada keluarga ku semoga menjadi sebuah

kebanggaan.

Papa Dr. Wayan Satria Jaya, M.Si. dan Mama Dra. Ema Agustina, M.Pd tercinta yang selalu dengan sabar membimbing dengan keikhlasannya hingga hari

kemenangan ini

Kakak-kakak dan Adikku tersayang Febriyantina Istriara, S.Pd., M Tri Agus Hendrian Zain, M Yanuardi Zain yang selalu memberi canda tawa disetiap

hari-hariku

Serta

(47)

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini izinkan Penulis mengucapkan penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H. M.S selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H. M.H selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung sekaligus Dosen Pembimbing II yang telah berkenan menuangkan waktu dan pikiran untuk membaca, mengoreksi, mengarahkan, dan mendukung Penulis selama penulisan skripsi dengan penuh perhatian dan kesabaran.

3. Bapak Maroni, S.H.,M.H selaku Dosen Pembimbing Akademik yang dengan ikhlas memberikan bimbingan dan bantuannya selama Penulis menempuh masa studi.

(48)

6. Ibu Rini Fathanah, S.H.,M.H selaku Dosen Pembahas II atas waktu, saran, masukan, dan kritik yang membangun kepada Penulis.

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak memberikan ilmu, khusunya ilmu hukum kepada Penulis.

8. Seluruh staf karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung baik dibidang kemahasiswaan maupun akademik, terkhusus Mbak Sri dan Mbak Yanti yang telah banyak membantu Penulis demi kelancaran skripsi ini, terimakasih atas bantuannya.

9. Bapak Agus Hariyadi, S.H,M.H Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang atas informasi yang berguna dalam penulisan skripsi ini.

10. Bapak Drs. Pantas Purba, Apt Sekretaris Kepala Seksi Penyidikan BBPOM dan Bapak Drs. Zamroni, Apt Kepala Tata Usaha BPPOM Lampung atas informasi yang berguna dalam penulisan skripsi ini.

11. Papa dan Mama tersayang, kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda baktiku, terimakasih yang tiada terkira atas doa, limpahan kasih sayang yang telah diberikan sampai saat ini.

12. Kakak-kakak dan Adikku yang dengan kesetiannya memberikan semangat serta doa yang tak pernah pudar.

13. Keluarga besar Dailami Zain dan Johan Lutfi, terimakasih atas doa dan kasih sayang yang selalu diberikan.

(49)

membuat hidupku berwarna, mengajarkan arti ketulusan, terimakasih atas segalanya yang tidak akan terlupakan, dukungan dan bantuannya selama ini. 16. Teman terbaikku; Radinal, Deden, Farda, Abi, Donny, Koko, Mara, Futry,

Rico, Aryo, Sona, Iam, Bang ucok, Anjar terimakasih atas persahabatan yang tidak akan terlupakan, doa dan semangat dari kalian.

17. Teman-teman seangkatan di FH 08; Fajri, Vivi, Sischa, Cindy, Tika, Rika, Ghea, Teguh, Afandi, Azizah, Citra, Krisna, teman-teman KKN, teman-teman Twitter, dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas bantuan dan kebersamaannya.

18. Teman-teman seperjuangan; Yusni, Hesti, Habi, terima kasih atas segala bantuannya.

Hanya kepada Allah SWT penulis memanjatkan doa, semoga semua amal kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang lebih besar dari Allah SWT. Akhir kata penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin..

Bandar Lampung, Februari 2012

Penulis

(50)

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan Dan Ruang Lingkup... 7

C. Tujuan dan kegunaan Penelitian ... 8

D. Kerangka Teoritis dan konseptual ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 15

Daftar Pustaka II. TINJAUAN PUSTAKA ... 17

A. Pengertian Farmasi ... 17

B. Pengertian Tindak Pidana ... 25

C. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ... 28

Daftar Pustaka III. METODE PENELITIAN ... 31

A. Pendekatan Maasalah ... 31

B. Jenis dan sumber data ... 31

C. Penentuan populasi dan sampel ... 33

D. Prosedur pengumpulan dan Pengolahan data ... 33

E. Analisis Data ... 34

IV. PEMBAHASAN ... 36

A. Karakteristik Responden ... 36

B. Tinjauan Umum tentang Badan Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Provinsi Lampung ... 36

C. Dasar Hukum dan Sanksi Pidana terhadap Peredaran Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar diatur dalam Undang -Undang NO.23 Tahun 1992 jo Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. ... 45

D. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar ... 47

E. Faktor-Faktor Penghambat Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar ... 54

V. PENUTUP ... 58

A. Kesimpulan ... 58

(51)

Titon, Slamet Kurnia. 2007.Hak Atas Drajat Kesehatan Optimal Sebagai HAM di Indonesia,Bandung.

Raharjo, Satjipto. 1996.Hukum Dalam Persefektif Sejarah dan Perubahan Sosial dalam Pembangunan Hukum dalam Persepektif Hukum Nasional.Rajawali.Jakarta

Soekanto, Soerjono. 1983. Pengatar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia.Press. Jakarta.

(52)

Marcel Seran dan Anna Maria Wahyu Setyowati. 2010. DilemaEtika dan Hukum Dalam Pelayanan Medis.Manadar Maju. Bandung.

Moeljanto, 2002.Asas-asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010.Etika dan Hukum Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta

R. Soesilo, 1992.Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal. PT. Karya Nusantara. Bandung. Soekanto, Soerjono, 1995. Kejahatan dan Penegakan Hukum. Rineka Cipta.

Jakarta

Soekanto, Soerjono. 1982.Ilmu Hukum. Alumni. Bandung.

Wirjono Prodjodikoro, 1990. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. PT. Eresco. Bandung

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

(53)

Arikunto, Suharsimi, 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta

Prof. Abdulkadir Muhammad , 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

(54)

Arikunto, Suharsimi, 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta

Prof. Abdulkadir Muhammad , 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Spesifikasi pelanggan atau persyaratan pelanggan berisi data atau informasi terstruktur tentang kebutuhan pelanggan dan keinginan berdasarkan hasil penelitian dari kuesioner VoC

Pertama, keterpaduan tujuan berarti pencapaian tujuan pendidikan merupakan tanggung jawab semua pemangku kepentingan (stakeholders) pendidikan, yaitu

Kesimpulan penelitian (1) model konseptual hasil analisis matrik menyimpulkan peta dasar yang digunakan harus berskala kecil (lingkup Provinsi Jawa Barat) dan

I. Pengurugan tanah untuk konstruksi landasan. Pcmbangunan Konslruksi landasan dan paved shoulder. Pada pekerjaan pcngurugan tanah, dalam pelaksanaa!Ulya mcnggunakan alat

[r]

selalu berusaha meningkatkan kualitas kerja dan intergritas diri atas perusahaanya diantaranya ialah dengan melakukan berbagai pelatihan kerja dan program

Karakteristik subjek penelitian ditampilkan pada tabel 4 dan tabel 5.. Hasil analisis karakteristik usia subjek didapatkan nilai p = 0,31. Sehingga dapat disimpulkan dengan

Berdasarkan waktu boarding (AvgBT) yang dihasilkan untuk jumlah grup=4, jika rata-rata waktu boarding tanpa menggunakan strategi boarding adalah 30 menit, maka