EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA
(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 12 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)
(Skripsi)
Oleh
SHINTIA MAYASARI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA
(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 12 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)
Oleh
SHINTIA MAYASARI
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu untuk mengetahui efektivitas penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan penerapan model pembelajaran konvensional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 dan sebagai sampel
penelitian adalah kelas VIII B dan VIII C yang dipilih dari sembilan rombongan
belajar secara random purposive sampling. Desain penelitian yang digunakan
adalah posttest control design.
Hasil analisis data menunjukkan peningkatan hasil belajar matematika siswa
Shintia Mayasari
bahwa secara umum model pembelajaran kooperatif tipe TPS efektif dalam
meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA
(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 12 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)
Oleh
SHINTIA MAYASARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul Skripsi : EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 12 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)
Nama Mahasiswa : Shintia Mayasari
Nomor Pokok Mahasiswa : 0813021051
Program Studi : Pendidikan Matematika
Jurusan : Pendidikan MIPA
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
Dra. Rini Asnawati, M.Pd. Dra. Nurhanurawati, M.Pd. NIP. 19620210 198503 2 003 NIP. 19670808 199103 2 001
2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA
Dr. Caswita, M.Si.
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dra. Rini Asnawati, M.Pd. __________
Sekretaris : Dra. Nurhanurawati, M.Pd. __________
Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd. __________
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
PERNYATAAN SKRIPSI MAHASISWA
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Shintia Mayasari NPM : 0813021051
Program studi : Pendidikan Matematika Jurusan : Pendidikan MIPA
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang telah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Bandar Lampung, Oktober 2012 Yang Menyatakan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung, pada 1 Mei 1990. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sawekno dan Ibu Isnawati.
Pendidikan yang ditempuh penulis berawal pendidikan di SDN 2 Way Halim Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2002. Kemudian melanjutkan di SMP Negeri 12 Bandar Lampung dan lulus tahun 2005. Dilanjutkan di SMA Negeri 9 Bandar Lampung hingga tahun 2008.
Tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). .
Motto
Keberuntungan hanya terjadi ketika
kesempatan bertemu kesiapan, namun tidak ada
PERSEMBAHAN
Dengan kerendahan hati dan teriring rasa syukur keharibaan
Allah SWT, penulis persembahkan buah karya sederhana ini
sebagai bukti cinta kasih kepada:
Ibu dan Bapak tercinta, yang senantiasa menanti
keberhasilan anakmu.
Kakak, adik, dan seluruh keluarga besar atas segala
dukungan, doa, dan perhatiannya.
Kandaku yang dengan sabar menemani dan memotivasiku.
Guru dan dosen atas ilmu dan semua yang telah kalian berikan
padaku, yang menjadi penerang jalanku.
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menye-lesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 12 Bandar
Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah
bersedia memberikan bimbingan, sumbangan pemikiran, kritik, dan saran
selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik;
2. Ibu Dra. Nurhanurawati, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
bersedia memberikan bimbingan, sumbangan pemikiran, kritik, dan saran
selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik;
3. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku pembahas yang telah memberikan
ma-sukan dan saran kepada penulis;
4. Bapak Drs. Hi. Zaid Jaya, M.M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 12 Bandar
Lampung yang telah mengizinkan diadakan penelitian di lingkungan SMP
iii
5. Ibu Dra. Hj. Erwita, selaku guru mitra yang telah banyak membantu dalam
penelitian;
6. Siswa kelas VIII B dan kelas VIII C SMPN 12 Bandar Lampung;
7. Bapak Drs. Erimson Siregar, M.Pd. yang telah bersedia meluangkan waktunya
untuk konsultasi akademik, bimbingan, menyumbangkan banyak ilmu,
memberikan perhatian, motivasi, dan semangat kepada penulis demi
terselesaikannya skripsi ini;
8. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Matematika yang telah memberikan kemudahan kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini;
9. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA yang telah
memberi-kan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaimemberi-kan skripsi ini;
10.Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas
Lampung beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;
11.Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis;
12.Sahabat-sahabatku tercinta: Wahyu, Leha, Adhel, Elvira, Artha, Nicky, Herlin
dan Yasir atas motivasi dan doanya;
13.Sahabat-sahabatku di Pendidikan Matematika angkatan 2008 reguler : Hefna,
Erika, Nita, Ika, Ummi, Erma, Aan, Herlangga, Tomi, Lukman, Doddy,
Wawan, Nenik, Eka, Niki, Novi, Fenti, Farida, Elvina, Priska, April, Feny,
iv
Angga, Adi, Dirman, Rizky, Yayan, Sutrisno, serta teman-teman angkatan
2008 mandiri atas motivasi, persahabatan, dan kebersamaanya selama ini;
14.Kakak tingkat angkatan 2006 dan 2007 serta adik tingkat angkatan 2009,
2010, 2011, dan 2012 atas kebersamaannya;
15.Sahabat-sahabat KKN dan PPL MA Radin Intan Semarang Jaya: Anggun,
Rina, Rian, Wulan, Uswatun, Janwar, Gigih, Eka, dan Yudi;
16.Siswa MA Radin Intan Semarang Jaya;
17.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala di sisi
Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat.
Bandar Lampung, Oktober 2012 Penulis,
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran ... 7
B. Pembelajaran Kooperatif ... 9
C. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS ... 15
D. Hakikat Matematika ... 20
E. Hasil Belajar ... 21
F. Kerangka Pikir ... 22
G. Anggapan Dasar ... 23
H. Hipotesis Penelitian ... 23
I. Hipotesis Kerja ... 23
III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 25
vi
B. Desain Penelitian ... 25
C. Prosedur Penelitian ... 26
D. Data Penelitian ... 27
E. Instrumen Penelitian ... 28
F. Teknik Analisis ... 34
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 39
B. Pembahasan ... 45
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 50
B. Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 14
3.1 Pretest-Posttest Kontrol Desain ... 26
3.2 Interpretasi Nilai Koefisien Relibilitas ... 30
3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 31
3.4 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 32
3.5 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba ... 33
3.6 Kriteria Pencapaian Efektifitas Pembelajaran ... 34
4.1 Rekapitulasi Data Pretest ... 39
4.2 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Pretest ... 40
4.3 Rekapitulasi Uji Homogenitas Data Pretest ... 40
4.4 Rekapitulasi Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Data Pretest ... 40
4.5 Rekapitulasi Data Posttest ... 41
4.6 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Posttest ... 41
4.7 Rekapitulasi Uji Homogenitas Data Posttest ... 42
4.8 Rekapitulasi Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Data Posttest ... 42
4.9 Rekapitulasi Ketercapaian Perilaku Berkarakter Siswa Kelas Eksperimen ... 49
ABSTRACT
Effectiveness of cooperative learning model TYPE THINK PAIR SHARE (TPS) INCREASE IN LEARNING MATHEMATICS
(Studies in Odd Semester Grade VIII Junior High School 12 Bandarlampung Academic Year 2012/2013)
by
SHINTIA Mayasari
This research is a quasi-experimental study to determine the effectiveness of the implementation of cooperative learning model SMT type in improving learning outcomes than conventional learning model application. The population in this study were all eighth grade students of SMP Negeri 12 Bandar Lampung in the academic year 2012/2013 and a sample is a class VIII B and VIII C were selected from nine study groups by random purposive sampling. The design study is a pretest-posttest control design.
The results of data analysis showed an increase in mathematics learning outcomes of students who take lessons with TPS method is higher than students who take conventional learning, it can be seen from the average increase in the value of learning outcomes. Based on the conclusions and general discussion that cooperative learning model SMT type is effective in improving students' mathematics learning outcomes.
DAFTAR PUSTAKA
Dawinta, WJS Purwa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen
Pendidikan Kebudayaan: Balai Pustaka.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar. 2002. Proses Belajar Mengajar. Jakarta:Bumi Aksara.
Ibrahim. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA-University Press.
Isjoni. 2009. Cooperative Learning: Efektivitas Pembelajaran Kelompok.
Bandung: Alfabeta.
Lie, Anita. 2004.Cooperatif Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di
Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.
Noer, Sri Hastuti. 2010. Jurnal Pendidikan MIPA. Jurusan P.MIPA. Bandar
Lampung: Unila.
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 (Pertanyaan dan Jawaban). Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Nur, Muhamad., Wikandari, Prima Retno. 2004. Pengajaran Berpusat Pada
Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: UNESA-University Press.
Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Sanjaya, Wina. 2006. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Setyosari, Punaji. 2010.Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan.
Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Maematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Soeparno, Paul. 2001. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Suherman, E, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Kontemporer. Bandung: JICA
UPI.
Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning : Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tim Penyusun. 2005. Undang-Undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan
Nasional)UU RI No. 20 Tahun 2003. Jakarta:Sinar Grafika.
TIMSS. 2007. TIMSS Result 2008. http://nces.ed.gov/timss/results11_math11.asp
Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya :
Kencana Prenada Media Group.
Underwood, Mary. 2000. Pengelolaan Kelas yang Efektif. Jakarta: Arean.
Uno, Hamzah. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang
Motto
Keberuntungan hanya terjadi ketika kesempatan
bertemu kesiapan, namun tidak ada yang dapat
menggantikan kerja keras yang memiliki batas
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha untuk menumbuhkembangkan potensi SDM melalui
kegiatan pembelajaran. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
tahun 2002 (UU Sisdiknas, 2005), menyebutkan tujuan pendidikan nasional
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya yaitu manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, dibutuhkan proses pembelajaran
yang salah satunya adalah pembelajaran matematika. Matematika diajarkan pada
dasarnya untuk membantu melatih pola pikir siswa agar dapat memecahkan
masalah dengan kritis, logis, cermat dan tepat. Di samping itu juga agar
kepribadian siswa terbentuk serta terampil menggunakan metematika dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Soedjadi (2000: 42) bahwa
pembelajaran matematika di sekolah dimaksudkan untuk melatih penalaran dan
2
rasional, logis, kritis, kreatif dan inovatif dalam menerapkan matematika di
kehidupan sehari-hari.
Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS) pada tahun
2007 melaporkan bahwa rata-rata skor matematika siswa usia 13-15 (SMP kelas
VIII) di Indonesia jauh di bawah rata-rata skor matematika siswa internasional
dan berada pada ranking ke 36 dari 48 negara. Pada TIMSS 2007 kompetensi
siswa yang diamati yaitu pengetahuan, penerapan, dan penalaran, sedangkan
materinya mencakup pokok bahasan bilangan, aljabar, geometri, data dan peluang.
Menurut analisis TIMSS 2007 rata-rata skor matematika siswa di Indonesia untuk
setiap kemampuan yang diteliti masih berada di bawah rata-rata skor matematika
siswa internasional, untuk kemampuan pengetahuan berada pada ranking ke 38,
penerapan pada ranking ke 35, dan penalaran pada ranking ke 36 dari 48 negara.
Berdasarkan analisis TIMSS di atas, terlihat bahwa pembelajaran matematika di
Indonesia belum memuaskan dan masih cukup rendah. Oleh karena itu,
di-perlukan upaya-upaya perbaikan proses pembelajaran matematika.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar matematika
sangatlah banyak. Menurut Ruseffendi (2006: 10) faktor-faktor yang
mem-pengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar matematika terdiri dari faktor dalam
dan faktor luar. Faktor dalam diantaranya, kecerdasan anak, kesiapan anak, bakat
anak, kemauan belajar, dan minat anak. Sedangkan faktor luar meliputi: model
penyajian materi matematika, pribadi dan sikap guru, suasana pengajaran,
kom-petensi guru, dan kondisi masyarakat luas. Salah satu faktor penyebab rendahnya
3
Beberapa siswa dari sekolah yang berbeda menganggap matematika sebagai mata
pelajaran yang membosankan, hanya menghafal rumus tanpa mengerti dan
mampu mengaplikasikannya sehingga mereka tidak menyukai pelajaran
ma-tematika. Indikasinya dapat dilihat dari nilai hasil belajar siswa yang belum
optimal. Salah satu penyebabnya adalah penerapan model pembelajaran
kon-vensional yang kurang efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
Dalam meningkatkan hasil belajar matematika, penerapan model kooperatif
me-nurut penelitian yang telah dilakukan para ahli terbukti efektif membantu siswa
menguasai bahan ajar sehingga mampu meningkatkan hasil belajar. Slavin (2005:
20) mengemukakan dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja berkelompok
saling membantu dalam penguasaan bahan ajar.
Model pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe dengan kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Dalam perkembangannya, Cooperatif Learning
mempunyai berbagai macam tipe. Beberapa diantaranya adalah; (1) STAD
(Student Teams Achievement Divisions); (2) TGT (Team Game Tournament); (3)
Jigsaw; (4) GI (Group Investigation); dan (5) TPS (Think Pair Share).
Dalam penelitian ini, peneliti memilih model pembelajaran kooperatif tipe TPS.
Model pembelajaran ini pertama kali dikembangkan oleh Profesor Frank Lyman
pada tahun 1981 dan diadopsi oleh banyak penulis di bidang pembelajaran
kooperatif. Sejak saat itu, model pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan
suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas
(Ibrahim, 2005: 26). Menurut Slavin (2005: 32) teori, riset dan praktik model
4
pembelajaran lebih efektif dan dititikberatkan pada hasil belajar siswa. Hasil
belajar inilah yang akan menjadi ukuran tingkat keberhasilan siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Model pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan model pembelajaran yang
telah dikembangkan oleh para ahli untuk dapat meningkatkan hasil belajar.
Namun dalam kenyataannya model pembelajaran ini belum dipraktekkan dalam
pembelajaran matematika di SMP Bandar Lampung. Kebanyakan para guru
matematika masih menerapkan model pembelajaran konvensional.
Berdasarkan observasi, beberapa guru matematika di SMP Negeri 12 Bandar
Lampung masih menerapkan pendekatan konvensional dalam pembelajaran
matematika. Pembelajaran ini menempatkan guru sebagai center stage
per-formance, yaitu guru menjadi pusat dalam pembelajaran. Dominasi peran guru
sangat terlihat dari awal hingga akhir pembelajaran. Pembelajaran lebih
me-nekankan memorisasi terhadap materi yang dipelajari daripada struktur yang
ter-dapat di dalam materi itu. Dengan demikian siswa cenderung pasif, enggan
bertanya apabila terdapat materi pelajaran matematika yang belum dipahami dan
hanya menerima penjelasan yang diberikan oleh guru tanpa ada timbal balik
antara guru dengan siswa maupun antar siswa, sehingga berdampak pada
rendahnya hasil belajar matematika siswa.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang penerapan model pembelajaran
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini:
“apakah penerapan model pembelajaran tipe TPS efektif dalam meningkatkan
hasil belajar siswa.”
Dari rumusan masalah di atas, dapat dijabarkan pertanyaan penelitian: “apakah
peningkatan hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran tipe
TPS lebih tinggi dibandingkan siswa yang mengikuti pembelajaran
konven-sional?”.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam meningkatkan hasil belajar
dibandingkan penerapan model pembelajaran konvensional.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberikan sumbangan
terhadap perkembangan pembelajaran matematika, terutama terkait dengan
hasil belajar matematika siswa dan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.
2. Manfaat Praktis
Dilihat dari segi praktis, penelitian ini memberikan manfaat antara lain:
6
b. Bagi guru, memperoleh wawasan dalam penerapan model pembelajaran
alternatif dalam upaya meningkatkan hasil belajar matematika siswa SMP.
c. Bagi peneliti lainnya, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
referensi bagi penelitian yang sejenis.
E. Ruang Lingkup Penelitian
1. Penerapan model pembelajaran TPS dikatakan efektif jika persentase siswa
yang mencapai kriteria ketuntasan belajar yaitu ≥ 75% yang dapat dilihat
dari nilai posttest dan peningkatan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen
lebih baik dari pada kelas kontrol.
2. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah tipe pembelajaran kooperatif
dengan tiga tahapan, yaitu thinking (berpikir secara individual), pairing
(berpasangan dengan teman), dan sharing (berbagi ide dengan siswa seluruh
kelas).
3. Hasil belajar merupakan sesuatu yang dicapai siswa dari perbuatan dan usaha
belajar dan merupakan ukuran sejauh mana siswa telah menguasai bahan
yang dipelajari. Hasil belajar dalam penelitian ini dilihat dari peningkatan
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Efektivitas Pembelajaran
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2002: 548) efektivitas berasal dari kata
efektif yang artinya mempunyai pengaruh atau akibat atau efektif juga dapat
diartikan dengan memberikan hasil yang memuaskan. Efektivitas merupakan
keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat
kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Efektivitas
adalah pengaruh yang ditimbulkan atau disebabkan oleh adanya suatu kegiatan
tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam
setiap tindakan yang dilakukan.
Soemosasmito (Trianto, 2011: 20) berpendapat bahwa suatu pembelajaran
dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran,
yaitu presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM,
rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi di antara siswa, ketepatan antara
kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi keberhasilan
belajar) diutamakan, mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif,
serta mengembangkan struktur kelas yang mendukung.
Menurut Soemosasmito (Trianto, 2011: 20), guru yang efektif adalah guru yang
8
suatu mata pelajaran dengan presentasi waktu belajar akademis yang tinggi dan
pelajaran berjalan tanpa menggunakan teknik yang memaksa, negatif atau
hukuman. Selain itu, . Kardi dan Nur (Trianto, 2011: 21) menyatakan bahwa guru
yang efektif adalah orang-orang yang dapat menjalin hubungan simpatik dengan
para siswa, menciptakan lingkungan kelas yang mengasuh, penuh perhatian,
memiliki suatu rasa cinta belajar, menguasai sepenuhnya bidang studi mereka dan
dapat memotivasi siswa untuk bekerja tidak sekedar mencapai suatu prestasi
namun juga menjadi anggota masyarakat yang pengasih. Dengan demikian, untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan, maka guru harus dapat
menciptakan suasana belajar yang efektif dan menyenangkan yang dapat
meningkatkan aktivitas dan ketertarikan (minat) belajar siswa terhadap materi
yang diajarkan.
Hamalik (2004: 171) menyatakan bahwa pengajaran yang efektif adalah
peng-ajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas
sendiri. Hal ini berarti, dengan adanya penyediaan kesempatan belajar sendiri dan
melakukan aktivitas sendiri dalam proses pembelajaran dapat membuat siswa
lebih memahami konsep materi pelajaran yang akan dicapai.
Pembelajaran dikatakan efektif apabila dalam kegiatan pembelajaran siswa secara
aktif dilibatkan dalam mencari informasi atau pengetahuan. Siswa tidak hanya
pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru. Dengan terlibatnya siswa
dalam pencarian informasi maka hasil belajar yang diperoleh tidak hanya
pemahaman siswa terhadap materi saja, tetapi juga dapat meningkatkan
keterampilan berpikir siswa, juga dapat meningkatkan intensitas bertanya, serta
9
Pembelajaran dapat dikatakan efektif, apabila dapat memfasilitasi siswa untuk
memperoleh pengetahuan dan keterampilan belajar melalui penyajian informasi
dan aktivitas yang dirancang untuk membantu memudahkan siswa dalam rangka
mencapai tujuan belajar yang diharapkan.
Berdasarkan uraian di atas, efektivitas pembelajaran adalah tingkat keberhasilan
dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
B. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran saat ini yang banyak
digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada
siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan
guru dalam mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain,
siswa yang agresif dan tidak peduli pada orang lain. Model ini telah terbukti
dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran.
Berdasarkan Kamus Besar (2002: 926) kooperatif berasal dari kata cooperative
yang berarti bekerja sama. Salah satu aktivitas sosial yang membutuhkan
kemampuan untuk bekerja sama dengan baik ialah aktivitas berkelompok. Lie
(2004: 12) berpendapat bahwa sistem pengajaran yang memberikan kesempatan
kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas
yang terstruktur disebut sistem pembelajaran gotong royong atau pembelajaran
kooperatif yang secara nyata semakin meningkatkan pengembangan sikap sosial
dan belajar dari teman sekelompoknya dalam berbagai sikap positif. Berdasarkan
pendapat Lie disimpulkan bahwa belajar kooperatif meningkatkan kepositifan
10
Slavin (2005: 20) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif, siswa bekerja
dalam kelompok saling membantu untuk menguasai bahan ajar. Ismail (Ibrahim,
2005: 2) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah salah satu
model pembelajaran yang yang menggunakan adanya kerja sama antara siswa
dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran dan siswa dibagi menjadi
kelompok-kelompok kecil serta diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran
yang telah ditentukan. Suherman (2003: 260) kerja kelompok (kooperatif) artinya
bekerja secara bersama-sama untuk mencapai hasil yang lebih baik. Pembelajaran
kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim
untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau
mengerjakan suatu bersama untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditentukan.
Kelman (Uno, 2007: 13) menyatakan bahwa di dalam kelompok terjadi saling
pe-ngaruh secara sosial. Pertama, pepe-ngaruh itu dapat diterima seseorang karena ia
memang berharap untuk menerimanya. Kedua, memang ia ingin mengadopsi atau
meniru tingkah laku atau keberhasilan orang lain atau kelompok tersebut karena
sesuai dengan salah satu sudut pandang kelompoknya. Ketiga, karena pengaruh
itu kongruen dengan sikap atau nilai yang ia miliki. Ketiganya mempengaruhi
sejauh mana kerja kooperatif tersebut dapat dikembangkan.
Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang meliputi
semua jenis kerja kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
11
Roger dan David (Suprijono, 2010: 58) mengatakan bahwa tidak semua belajar
berkelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Pada hakekatnya
pem-belajaran kooperatif adalah kerja kelompok, walaupun pempem-belajaran kooperatif
terjadi dalam bentuk kelompok, namun tidak setiap kerja kelompok dikatakan
pembelajaran kooperatif.
Adapun unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif yaitu: (1) siswa dalam
kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepasang bersama; (2)
siswa bertanggung jawab bersama atas segala sesuatu di dalam kelompoknya,
seperti milik mereka sendiri; (3) siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di
dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama; (4) siswa haruslah membagi
tugas dan dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya; (5)
siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan
dikenakan untuk semua anggota kelompok; (6) siswa berbagi kepimimpinan dan
mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses
belajarnya; dan (7) siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif (Ibrahim, 2005: 6).
Menurut Sanjaya (2006: 241) terdapat empat unsur penting dalam pembelajaran
kooperatif yaitu: (1) adanya peserta didik yang terbagi dalam kelompok; (2)
adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan
(4) adanya tujuan yang harus dicapai.
Prosedur pelaksanaan model pembelajaran kooperatif yang benar akan
me-mungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran kooperatif
memu-12
dahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat dan diakui dari perolehan
pengetahuan yang didistribusikan dalam bentuk nilai hasil belajar (Suprijono,
2010: 59).
Tiga konsep sentral yang menjadi ciri/karakteristik pembelajaran kooperatif yang
dikemukakan Slavin (Isjoni, 2009: 33) sebagai berikut:
a. Penghargaan kelompok, penghargaan kelompok ini diperoleh jika kelompok
mencapai skor di atas kriteria yang disepakati oleh guru dan siswa.
b. Pertanggung jawaban individu, pertanggungjawaban ini menitik-beratkan
pada aktivitas anggota kelompok yang saling membentuk dalam kegiatan
pembelajaran.
c. Kesempatan yang sama untuk berhasil, setiap siswa baik yang berprestasi
rendah maupun tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil
dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
Beberapa unsur dari pembelajaran kooperatif adalah setiap anggota memiliki
peran, terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa, setiap anggota
kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman
sekelompoknya, guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok, dan guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat
diperlukan.
Menurut Ibrahim (2005: 7), pembelajaran kooperatif memiliki tiga tujuan, yaitu:
(1) hasil belajar akademik; (2) penerimaan tehadap perbedaan individu; dan (3)
13
a. Hasil belajar akademik
Tujuan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa
dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik dan meningkatkan penilaian
siswa dalam belajar akademik.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan pembelajaran kooperatif untuk memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bekerja sama tanpa membedakan kemampuan/keahlian sehingga
tercipta ketergantungan yang positif satu sama lain dan belajar untuk
meng-hargai pendapat orang lain.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan pembelajaran kooperatif untuk mengajarkan kepada siswa
ke-terampilan bekerja sama dan kolaborasi berguna dalam menumbuhkan
kemampuan kerja sama, berpikir kritis dan membantu teman dalam kegiatan
belajar.
Adapun langkah-langkah pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim (2005: 10)
14
Tabel 2.1. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru Kegiatan Guru
Fase-1
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran
yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa belajar.
Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
mereka.
Guru mengevaluasi tentang materi yang telah
dipelajari atau masingmasing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai
baik berupa upaya maupun hasil belajar
individu dan kelompok.
15
Berdasarkan uraian di atas, bahwa model pembelajaran ini sangat memungkinkan
siswa untuk bertukar pikiran atau pendapat yang tercipta di dalam suatu
kerjasama, sehingga siswa terlatih dalam menghargai pendapat orang lain. Tujuan
pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk
me-ningkatkan pestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara
kelompok.
C. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
Model pembelajaran kooperatif tipe TPS dikembangkan oleh Frank Lyman pada
tahun 1985. Ia mengungkapkan bahwa Model pembelajaran kooperatif tipe TPS
merupakan model pembelajaran yang dapat mengganti suasana pola diskusi di
dalam kelas yaitu dengan memberikan kesempatan lebih banyak kepada siswa
untuk berpikir secara individu, bekerja sama dengan teman lain dan saling berbagi
satu sama lain (Nurhadi, 2004: 67).
1. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TPS yang digunakan
adalah sebagai berikut:
a. Tahap pemberian masalah oleh guru
Proses pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dimulai pada saat
guru memberikan permasalahan, dalam hal ini dapat berupa Lembar Kerja
Siswa (LKS) berisikan soal-soal yang merangsang pemikiran siswa.
b. Tahap Think ( berpikir secara invidual )
Melalui tanda dari guru, siswa diberikan batasan waktu untuk berpikir sendiri
16
guru yang dalam penentuannya guru harus mempertimbangkan beberapa hal,
yaitu pengetahuan dasar siswa untuk menjawab pertanyaan yang diberikan,
jenis dan bentuk pertanyaan yang disuguhkan, serta jadwal pembelajaran untuk
setiap kali pertemuan. Siswa akan memiliki anggapan bahwa mungkin saja
mereka mengemukakan jawaban yang salah, tapi harus dijelaskan oleh guru
bahwa hal tersebut tidak apa-apa karena setiap siswa dapat mengemukakan
jawaban berbeda. Hal ini harus sering diyakinkan oleh guru agar dapat
menumbuhkan kepercayaan diri siswa dalam menuangkan ide atau gagasannya
dalam bentuk tulisan.
c. Tahap Pair ( siswa berpasangan)
Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa
yang telah mereka peroleh. Tahap ini membantu siswa dalam melatih
ke-mampuan komunikasi lisannya dalan menyampaikan apa yang telah mereka
peroleh pada tahap Think dalam bentuk lisan terhadap pasangannya. Selain itu
juga tahap ini akan menumbuhkan kepercayaan diri siswa dalam berargumen
untuk mempertahankan gagasannya ketika berdiskusi dengan pasangannya.
Setiap pasang siswa yang telah bergabung dapat mengemukakan jawaban
mereka yang berdasarkan pemikiran bersama untuk memberikan solusi yang
tepat terhadap masalah yang diberikan. Tahap pair dalam metode ini juga
me-mungkinkan terjadinya lebih banyak diskusi di antara siswa tentang jawaban
yang diberikan.
d. Tahap Share ( siswa berbagi ide dengan siswa seluruh kelas)
Pada tahap akhir ini, guru meminta setiap pasangan untuk berbagi hasil
17
tipe Think Pair Share (TPS) ini memiliki beberapa keuntungan bagi siswa,
diantaranya mereka dapat melihat kesamaan konsep yang diungkapkan dengan
cara yang berbeda.
Keberhasilan dan kualitas dari kegiatan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share (TPS) sangat tergantung dari kualitas pertanyaan atau permasalahan yang
diberikan pada tahap pertama. Jika pertanyaan atau permasalahan yang diberikan
merangsang pemikiran siswa secara utuh, maka keutuhan pemikiran siswa secara
signifikan dapat menciptakan keberhasilan model pembelajaran kooperatif Think
Pair Share (TPS).
Berdasarkan pendapat di atas, maka pada penelitian ini langkah-langkah yang
akan ditempuh dalam pembelajaran dengan model kooperatif tipe TPS adalah
sebagai berikut:
a. Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model
pembelajaran TPS sebagai suatu variasi model pembelajaran.
b. Guru menyampaikan poin-poin materi pembelajaran.
c. Guru memberikan permasalahan kepada siswa dalam bentuk Lembar Kerja
Siswa (LKS).
d. Siswa diminta untuk menyelesaikan permasalahan dalam LKS secara mandiri
untuk beberapa saat.
e. Siswa mendiskusikan hasil pemikirannya sendiri dengan pasangannya,
sehingga didapatkan jawaban soal yang merupakan hasil diskusi dalam
pasangan yang nantinya akan digunakan sebagai bahan berbagi/sharing
dengan kelompok besar (kelas).
18
g. Guru memberi kesempatan kepada beberapa pasangan untuk melaporkan
hasil diskusinya di depan kelas, diikuti dengan pasangan lain yang
memperoleh hasil yang berbeda sehingga terjadi proses berbagi/sharing pada
diskusi kelas.
h. Guru memberikan beberapa soal kuis guna melihat hasil belajar individu.
i. Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil akhir dari diskusi kelas.
j. Guru memberikan tugas individu siswa yang akan dikumpul pada pertemuan
berikutnya.
Underwood (2000: 87) berpendapat bahwa jumlah latihan melalui kerja
berpa-sangan dan kelompok yang didapat setiap siswa akan meningkat. Model
pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan model pembelajaran yang dapat
mengganti suasana pola diskusi di dalam kelas yaitu dengan memberikan
kesempatan lebih banyak kepada siswa untuk berpikir secara individu, bekerja
sama dengan teman lain dan saling berbagi satu sama lain sehingga jumlah latihan
dapat meningkat. Kerja berpasangan dapat dilakukan dengan memasangkan siswa
yang sudah bisa dengan siswa yang belum bisa jika dapat dilakukan tanpa terlalu
kentara. Keberhasilan dan kualitas dari kegiatan pembelajaran kooperatif tipe
TPS sangat tergantung dari kualitas pertanyaan atau permasalahan yang diberikan
pada tahap pertama.
2. Teori yang Melandasi Model Pembelajaran TPS
a. Teori Motivasi
Motivasi dalam belajar sangat penting dimiliki oleh siswa. Siswa yang memiliki
keinginan atau motivasi untuk belajar, dapat belajar tentang segala sesuatu (Nur,
19
dilakukan oleh seseorang didorong oleh sesuatu kekuatan dari dalam diri
seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian, motivasi dipandang
sebagai suatu proses dalam diri individu yang menyebabkan individu tersebut
melakukan sesuatu.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe TPS, pujian dan pemberian skor
merupakan bentuk motivasi ekstrinsik yang mendorong siswa untuk melakukan
usaha belajar dan mencapai hasil belajar.
b. Konstruktivis
Menurut Brooks, Leinhardt dan Brown (Nur, M dan Wikandari, P.R, 2004: 2)
teori konstruktivis adalah ”Ide bahwa siswa harus menjadikan informasi itu milik
sendiri”. Berdasarkan teori tersebut seorang siswa harus melihat secara
terus-menerus memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan lama
dan merevisi aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi.
Teori pembelajaran konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky (Nur,
M dan Wikandari, P.R, 2004: 2) keduanya menekankan bahwa:
Perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang dipahami diolah melalui proses ketidakseimbangan dalam memahami informasi-informasi baru dan menggunakan belajar kelompok untuk mengupayakan perubahan konseptual karena adanya perbedaan kemampuan anggota kelompok.
Piaget juga mengemukakan bahwa siswa secara aktif bertanggung jawab dalam
proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri sebagai
pengembangan intelektualnya. Vygotsky percaya bahwa perkembangan
intelek-tual terjadi saat individu berhadapan dengan pengalaman baru yang menantang
dan ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan.
20
Soeparno (2001: 81) mengemukakan prinsip konstruksivisme dalam belajar: (1)
belajar berarti mencari makna, yaitu berdasarkan dari apa yang dilihat, didengar,
dirasa, dan dialami siswa; (2) konstruksi makna, yaitu sebagai proses yang
terus-menerus; (3) belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru; (4) hasil belajar
dipengaruhi oleh pengalaman subyek pembelajar dengan dunia fisik dan
lingkungannya; dan (5) hasil belajar tergantung pada apa yang telah diketahui si
subyek belajar, tujuan, dan motivasi yang memengaruhi proses interaksi dengan
bahan yang sedang dipelajari.
Pengetahuan tidak statis tetapi secara terus-menerus tumbuh dan berubah pada
siswa menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan
memodifikasi pengetahuan awal mereka. Dalam upaya mendapatkan
pe-mahaman, individu mengaitkan pengetahuan dengan pengetahuan awal yang telah
dimilikinya dan membangun pengertian baru.
D. Hakekat Matematika
Beberapa definisi matematika menurut pendapat Soedjadi (2000: 11) yaitu:
1. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara
sistematik.
2. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan
dengan bilangan serta kalkulasi.
3. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah
tentang ruang dan bentuk.
21
Ciri-ciri khusus atau karakteristik menurut Soedjadi (2000: 13) yang dapat
me-rangkum pengertian matematika secara umum adalah: (1) memiliki objek kajian
abstrak; (2) bertumpu pada kesepakatan; (3) berpola pikir deduktif; (4) memiliki
simbol yang kosong dari arti; (5) memperhatikan semesta pembicaraan; dan (6)
konsisten dalam sistemnya.
Berdasarkan uraian teori bahwa matematika merupakan disiplin ilmu yang
meliputi fakta, konsep, operasi atau relasi dan prinsip. Belajar matematika di
sekolah dimaksudkan untuk melatih penalaran dan logika berpikir para siswa,
sehingga siswa memiliki pola pikir yang sistematis, rasional, logis, kritis, kreatif
dan inovatif dalam kehidupan sehari-hari.
E. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku peserta didik yang diperoleh setelah
mengikuti pembelajaran selama kurun waktu tertentu yang relatif sama. Dimyati
(2002: 3) mengungkapkan pengertian hasil belajar merupakan hasil dari suatu
interaksi tindak belajar dan mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri
dengan proses evaluasi belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhir-nya penggal dan puncak proses belajar.
Salah satu upaya mengukur pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa.
Bukti dari usaha yang dilakukan dalam pembelajaran adalah hasil belajar yang
biasa diukur melalui tes. Hamalik (2002: 146) menyatakan hasil belajar
(achievement) dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan murid dalam
mem-pelajari materi pelajaran sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang
22
Dari uraian di atas, bahwa hasil belajar merupakan suatu gambaran kemampuan
yang diperoleh anak setelah mengikuti kegiatan belajar. Hasil belajar dapat
diim-plementasikan dengan nilai setelah menerima pembelajaran kooperatif tipe TPS.
F. Kerangka Pikir
Banyak siswa yang tidak menyukai pelajaran matematika, karena mereka
menganggap matematika adalah mata pelajaran yang sulit untuk dipahami atau
dimengerti. Indikasinya dapat dilihat dari nilai hasil belajar siswa yang belum
optimal. Salah satu penyebabnya adalah penerapan model pembelajaran yang
kurang efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
Penerapkan pendekatan konvensional dalam pembelajaran matematika
menempatkan guru sebagai center stage performance, yaitu guru menjadi pusat
dalam pembelajaran. Dominasi peran guru sangat terlihat dari awal hingga akhir
pembelajaran. Pembelajaran lebih menekankan memorisasi terhadap materi yang
dipelajari daripada struktur yang terdapat di dalam materi itu. Pembelajaran
seperti ini melelahkan dan tidak efektif.
Penerapan model kooperatif menurut penelitian yang selama ini dilakukan
ter-bukti efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Seperti yang kita ketahui
model kooperatif mempunyai banyak tipe yang masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangan yang berbeda.
Model pembelajaran kooperatif tipe TPS mengelompokkan siswa menjadi
ke-lompok kecil. Kesulitan memahami materi secara individual dapat dipecahkan
23
maka siswa membagikan hasil diskusi kelompok ke depan kelas hal ini guna
melihat kesamaan konsep yang diungkapkan dengan cara berbeda.
Kegiatan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat mengembangkan
pemikiran siswa secara individu karena adanya waktu berpikir, sehingga kualitas
jawaban juga dapat meningkat. Selain itu, dalam kegiatan pembelajaran menjadi
lebih menarik dan menyenangkan karena banyak siswa yang terlihat antusias saat
proses belajar mengajar berlangsung.
Hasil belajar dapat diimplementasikan dengan nilai setelah menerima materi
pelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Hasil belajar
ter-gantung pada apa yang telah diketahui si subyek belajar, tujuan, dan motivasi
yang memengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.
G. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah faktor lain yang mempengaruhi hasil
belajar matematika siswa selain model pembelajaran tidak diperhatikan.
H. Hipotesis
Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis pada penelitian ini adalah peningkatan hasil
belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran tipe TPS lebih tinggi
di-bandingkan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
I. Hipotesis Kerja
∶ = (peningkatan hasil belajar siswa yang mengikuti
pembelajaran TPS sama dengan peningkatan hasil belajar
24
∶ > (peningkatan hasil belajar siswa yang mengikuti
pembelajaran TPS lebih dari peningkatan hasil belajar
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 12
Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013. Kelas VIII terdiri dari sembilan
kelas. Untuk kepentingan penelitian ini, pengambilan sampel diambil dengan
menggunakan Random Purposive Sampling. Tahap-tahap pengambilan sampel
dijelaskan sebagai berikut:
1. Mengambil kelas yang diajar oleh guru yang sama dari 9 kelas yang ada.
2. Mengambil secara acak dua kelas dari langkah 1. Dua kelas yang terpilih
menjadi kelas kontrol dan kelas eksperimen.
Dalam Penelitian ini diperoleh kelas VIII B dan VIII C sebagai sampel penelitian.
Kelas VIII B sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII C sebagai kelas kontrol.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Penelitian
ini mengunakan desain posttest control design menurut Setyosari (2010: 157)
26 Tabel 3.1 Desain Penelitian
Kelompok Perlakuan Post-test
E X Y1
K C Y2
Keterangan:
E = Kelas eksperimen
K = Kelas kontrol
X = Perlakuan pada kelas eksperimen menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
C = Kelas Kontrol menggunakan pembelajaran konvensional
Y1 = Skor post-test pada kelas ekperimen
Y2 = Skor post-test pada kelas kontrol
Pada kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share (TPS) sedangkan pada kelas kontrol diterapkan pembelajran konvensional.
Setelah pokok bahasan selesai, dilakukan posttest. Kedua kelompok diberi
posttest (Y1 dan Y2) untuk melihat peningkatan hasil belajar.
C. Prosedur Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen. Adapun langkah-langkah dari
tahap tersebut yaitu sebagai berikut :
1. Melakukan Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan berguna untuk melihat kondisi sekolah, seperti berapa
ruang kelas yang ada, jumlah siswanya, dan cara mengajar guru matematika
27 2. Menyiapkan lembar pengamatan perilaku berkarakter dan keterampilan sosial
siswa yang diisi guru sebagai evaluasi pembelajaran berbasis karakter.
3. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kelas eksperimen
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.
4. Menyiapkan instrumen penelitian berupa LKS dan soal tes pemahaman
konsep sekaligus aturan penskorannya.
5. Melakukan validasi instrumen dan perbaikan instrumen.
6. Melakukan uji coba soal tes dan menghitung reliabilitasnya.
7. Mengadakan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
8. Melaksanakan penelitian / perlakuan.
9. Mengadakan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
10.Menganalisis dan menyusun hasil penelitian.
C. Data Penelitian
1. Tes
Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu data hasil belajar
matematika siswa yang diperoleh dari nilai pretest-posttest.
2. Lembar Observasi
Dalam penelitian ini lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan data
mengenai karakter diri siswa. Lembar observasi berupa lembar pengamatan
28 D. Instrumen Penelitian
1. Instrumen Tes
Jenis tes yang digunakan adalah tes tertulis dengan bentuk uraian. Materi yang
diujikan adalah pokok bahasan bentuk aljabar. Sebelum digunakan dalam
penelitian, soal tes tersebut dikonsultasikan terlebih dahulu kepada guru mitra.
Penyusunan perangkat tes dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
a. Melakukan pembatasan materi yang diujikan.
b. Menentukan jumlah butir soal.
c. Menentukan waktu mengerjakan soal.
d. Membuat kisi-kisi soal.
e. Menuliskan petunjuk mengerjakan soal, bentuk lembar jawab, kunci
jawaban, dan penentuan skor.
f. Menulis butir soal.
g. Mengujicobakan instrumen.
h. Menganalisis validitas, reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukaran.
i. Memilih item soal yang sudah teruji berdasarkan analisis yang sudah
di-lakukan.
Selanjutnya soal tes tersebut diujicobakan pada kelas yang bukan merupakan
sampel penelitian. Tes uji coba dilakukan untuk menguji apakah butir-butir soal
tersebut memenuhi kualifikasi soal yang layak digunakan, yaitu butir soal valid
dan perangkat tes tersebut reliabel. Adapun hal-hal yang dianalisis dari uji coba
29 a. Validitas isi
Validitas isi dari suatu tes hasil belajar dapat diketahui dengan membandingkan
antara isi yang telah ditentukan untuk pelajaran matematika, oleh karena itu soal
tes dalam penelitian ini soal tes dikonsultasikan dengan dosen pembimbing
terlebih dahulu kemudian dikonsultasikan kepada guru matematika kelas VIII
SMP Negeri 12 Bandar Lampung.
Penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes yang diukur dan
kesesuaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa
dilakukan dengan menggunakan daftar check list (√) oleh guru. Hasil penilaian
terhadap tes untuk mengambil data penelitian telah memenuhi validitas isi
(Lampiran B.4).
Selanjutnya instrumen tes diujicobakan pada kelompok siswa yang berada di luar
sampel penelitian. Uji coba dilakukan pada siswa kelas IX B. Uji coba instrumen
tes dimaksudkan untuk mengetahui tingkat reliabilitas tes, tingkat kesukaran butir
tes dan daya beda butir tes.
b. Reliabilitas Tes
Uji reliabilitas tes digunakan untuk mengetahui tingkat keterandalan suatu tes.
Suatu tes dikatakan reliabel jika hasil pengukuran menggunakan tes tersebut
berulang kali terhadap subjek yang sama menunjukkan hasil yang tetap sama.
Perhitungan reliabilitas tes ini didasarkan pada pendapat Ruseffendi (Noer, 2010:
30
Harga r11yang diperoleh diimplementasikan dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Koeffisien Reliabilitas
Nilai Interpretasi
Antara 0,00 s.d 0,20 Reliabilitas sangat rendah Antara 0,20 s.d 0,40 Reliabilitas rendah Antara 0,40 s.d 0,70 Reliabilitas sedang Antara 0,70 s.d 0,90 Reliabilitas tinggi Antara 0,90 s.d 1,00 Reliabilitas sangat tinggi
Ruseffendi (Noer, 2010: 22)
Setelah menghitung reliabilitas instrumen tes, diperoleh nilai r11= 0,89(Lampiran
C.2). Berdasarkan pendapat Ruseffendi tersebut, harga r11 memenuhi kriteria
tinggi karena koefisien reliabiltasnya antara 0,70 s.d 0,90. Oleh karena itu
instrumen tes matematika tersebut sudah layak digunakan untuk mengumpulkan
data.
c. Daya Beda
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui apakah suatu butir soal dapat
31 rendah. Untuk menghitung daya pembeda, terlebih dahulu diurutkan dari siswa
yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah.
Menghitung daya pembeda menurut To (Noer, 2010: 22) ditentukan dengan
rumus :
= −
Keterangan :
DP = indeks daya pembeda satu soal butir tertentu
JA = jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB = jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA = jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah)
Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Nilai Interpretasi
memiliki interpretasi daya beda 0,33, soal nomor 1b memiliki interpretasi daya
beda 0,33, soal nomor 1c memiliki interpretasi daya beda 0,30, soal nomor 2a
memiliki interpretasi daya beda 0,31, soal nomor 2b memiliki interpretasi daya
beda 0,31, soal nomor 2c memiliki interpretasi daya beda 0,33, soal nomor 3a
memiliki interpretasi daya beda 0,30, soal nomor 3b memiliki interpretasi daya
beda 0,35, soal nomor 3c memiliki interpretasi daya beda 0,35, soal nomor 3d
memiliki interpretasi daya beda 0,32, soal nomor 4a memiliki interpretasi daya
beda 0,33, soal nomor 4b memiliki interpretasi daya beda 0,33, soal nomor 4c
32 beda 0,33 dan soal nomor 5b memiliki interpretasi daya beda 0,30 (Lampiran
C.1).
d. Indeks Kesukaran
Sudijono (Noer, 2010: 23) mengungkapkan untuk menghitung tingkat kesukaran
suatu butir soal digunakan rumus berikut:
=
Keterangan:
TK : tingkat kesukaran suatu butir soal
JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh
IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir
soal.
Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran
Nilai Interpretasi
Kriteria yang akan digunakan dalam instrument tes hasil belajar matematika
adalah 0,31 < IK ≤ 0,85 , yaitu soal memiliki indeks kesukaran yang sedang atau
mudah.
Setelah menghitung indeks kesukaran butir soal, diperoleh hasil bahwa soal
nomor 1a memiliki interpretasi indeks kesukaran 0,79, soal nomor 1b memiliki
interpretasi indeks kesukaran 0,78, soal nomor 1c memiliki interpretasi indeks
kesukaran 0,73, soal nomor 2a memiliki interpretasi indeks kesukaran 0,73, soal
nomor 2b memiliki interpretasi indeks kesukaran 0,72, soal nomor 2c memiliki
33 kesukaran 0,63, soal nomor 3b memiliki interpretasi indeks kesukaran 0,69, soal
nomor 3c memiliki interpretasi indeks kesukaran 0,65, soal nomor 3d memiliki
interpretasi indeks kesukaran 0,64, soal nomor 4a memiliki interpretasi indeks
kesukaran 0,47, soal nomor 4b memiliki interpretasi indeks kesukaran 0,52, soal
nomor 4c memiliki interpretasi indeks kesukaran 0,47, soal nomor 5a memiliki
interpretasi indeks kesukaran 0,48 dan soal nomor 5b memiliki interpretasi indeks
kesukaran 0,44 (Lampiran C.1).
Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas tes, daya pembeda dan tingkat kesukaran
setiap soal di atas, maka hasil tes uji coba tersebut direkap pada tabel berikut:
Tabel 3.5 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes
No. Soal Reliabilitas Tingkat Kesukaran Daya Pembeda 1a
Dari tabel rekapitulasi hasil tes uji coba diatas, seluruh butir soal tersebut telah
memenuhi kriteria yang ditentukan sehingga seluruh butir soal tersebut dapat
34 2. Instrumen Perilaku Berkarakter Siswa
Lembar observasi berupa pengamatan karakter diri dan perilaku sosial siswa, poin
pengamatan karakter pada lembar ini juga sama dengan pada angket penilaian diri
siswa yaitu terdiri dari 4 poin karakter diri dan 4 poin keterampilan sosial
(Lampiran B.6).
Penilaian ketercapaian karakter siswa dikelas dengan menggunakan persentase
ketercapaian pada tiap poin karakter, yaitu :
% ketercapaian karakter = jumlah ketercapaian karakter siswajumlah siswa ×100%
E. Teknik Analisis Data
Efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan
menunjukkan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang
dicapai. Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keefektifan
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam meningkatkan hasil
belajar matematika siswa.
Tabel 3.6 Kriteria Pencapaian Efektivitas Pembelajaran
Aspek Kriteria Pencapaian Efektivitas
Hasil Belajar
1. Ketuntasan ≥ 75%
2. μ1 > μ2 peningkatan hasil belajar siswa pada kelas
eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol.
Analisis data hasil tes dilakukan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
35
Adapun langkah-langkah dalam melakukan uji statistik data hasil tes adalah
sebagai berikut.
1) Uji Normalitas
Normalitas data diperlukan untuk menentukan pengujian perbedaan dua
rata-rata yang akan diselidiki. Uji normalitas ini dilakukan untuk melihat apakah
data penelitian berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Menurut
Sudjana (2005: 293), uji ini menggunakan uji Chi-Kuadrat, yaitu:
Keterangan:
Jika populasi berdistribusi normal, maka dapat dilakukan uji homogenitas varians.
Uji homogenitas varians dilakukan untuk melihat apakah data kemampuan awal
dan data hasil belajar siswa berasal dari varians yang sama. Rumusan hipotesis
untuk uji ini adalah:
H0 : σ12 = σ22 (homogen)
H1 : σ12 ≠ σ22 (tidak homogen)
Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:
Statistik uji
36
Dengan χ ( ∝)( ) dan kriteria uji: terima H0 jika χ < χ
dengan taraf nyata 5% (Sudjana, 2005: 261-264).
3) Uji Hipotesis
Setelah melakukan uji normalitas dan homogenitas data, analisis berikutnya
adalah menguji hipotesis, yaitu dengan menguji kesamaan rata-rata skor hasil
belajar matematika siswa. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji kesamaan
rata-rata. Analisis data dengan menggunakan uji t, uji satu pihak yaitu pihak kanan.
Uji ini juga digunakan pada analisis data tes akhir. Hipotesis:
H0 : =
H1 : >
Keterangan:
: peningkatan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran TPS
: peningkatan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional
Untuk menguji hipotesis di atas, penulis dalam penelitian ini menggunakan rumus
statistik yaitu uji kesamaan dua rata-rata berikut :
= ̅ − ̅
37 homogen maka digunakan statistik t’. Rumus yang digunakan menurut Sudjana
(2005: 241) adalah sebagai berikut.
= −
+
Dengan kriteria pengujian adalah dengan taraf kepercayaan 5 %, terima H0 jika
− ++ < < ++
Jika data yang diperoleh tidak normal maka akan digunakan uji non-parametrik.
Uji yang digunakan adalah Uji Mann-Whitney. Menurut Setyosari (2010: 221),
langkah pengujian dengan Uji Mann-Whitney sebagai berikut.
Hipotesis : H0 : =
H1 : >
Keterangan:
: peningkatan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran TPS
: peningkatan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional Mengurutkan data tanpa memperhatikan kategori sampel dengan taraf
ke-percayaan sebesar 5 %. Kemudian menjumlahkan urutan tiap kategori sampel
dan menghitung nilai statistik U.
Statistik uji :
U1=n1n2 + ( )
−
38 Keterangan:
R1 = jumlah urutan yang diberikan pada sampel dengan jumlah n1.
R2 = jumlah urutan yang diberikan pada sampel dengan jumlah n2.
Nilai yang dipilih untuk U dalam pengujian hipotesis adalah nilai yang paling
kecil dari kedua nilai tersebut. Kriteria uji : tolak H0 jika statistik U ≤ nilai dalam
tabel U, dan terima H0 jika sebaliknya.
4) Uji Proporsi
Rumusan hipotesis:
H0 : = 75% (persentase siswa tuntas belajar sama dengan 75%)
H1 : ≠ 75% (persentase siswa tuntas belajar tidak sama dengan 75%)
Keterangan :
Siswa tuntas belajar = siswa yang memperoleh nilai posttest ≥ 65. Menurut
Sudjana (1996: 455), statistik yang digunakan dalam uji ini adalah:
= ⁄ − 0,75 0,75(1 − 0,75)/
Keterangan:
x : banyaknya siswa tuntas belajar
n : jumlah sampel
0,75 : proporsi siswa tuntas belajar yang diharapkan
Kriteria uji: tolak H0 jika zhitung ≥ z0,5 dengan taraf nyata 5%. Harga z0,5
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan diperoleh simpulan bahwa model pembelajaran
koopertif tipe TPS efektif dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa
kelas VIII SMPN 12 Bandar Lampung. Secara umum siswa yang memperoleh
pembelajaran koopertif tipe TPS menunjukkan peningkatan hasil belajar yang
lebih tinggi daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional dalam
hal berikut:
1. Hasil belajar yang tampak dari rata-rata skor posttest siswa.
2. Persentase ketuntasan belajar ≥ 75%
3. Pembentukan karakter diri siswa yang terdiri dari: teliti, kreatif, pantang
menyerah, rasa ingin tahu, bertanya, mengungkapkan ide/pendapat, menjadi
pendengar yang baik dan kerjasama.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis mengemukakan saran-saran sebagai
berikut.
1. Kepada guru, dalam upaya meningkatkan hasil belajar matematika dan
51
pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam pembelajaran matematika di kelas.
Khusus kepada guru matematika SMPN 12 Bandar Lampung disarankan
untuk melanjutkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TPS agar terjadi pembelajaran menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS yang optimal sehingga hasil belajar
matematika siswa SMPN 12 Bandar Lampung dapat meningkat lebih baik
dari sebelumnya.
2. Kepada peneliti lain disarankan untuk melakukan penelitian sejenis dalam
jangka waktu yang lebih lama. Hal ini bertujuan agar kondisi kelas sudah
kondusif saat dilakukan pengambilan data, sehingga data dapat