• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 12 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 12 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

MATEMATIKA

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 12 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

(Skripsi)

Oleh

SHINTIA MAYASARI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

MATEMATIKA

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 12 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

SHINTIA MAYASARI

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu untuk mengetahui efektivitas penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan penerapan model pembelajaran konvensional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 dan sebagai sampel

penelitian adalah kelas VIII B dan VIII C yang dipilih dari sembilan rombongan

belajar secara random purposive sampling. Desain penelitian yang digunakan

adalah posttest control design.

Hasil analisis data menunjukkan peningkatan hasil belajar matematika siswa

(3)

Shintia Mayasari

bahwa secara umum model pembelajaran kooperatif tipe TPS efektif dalam

meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

(4)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

MATEMATIKA

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 12 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

SHINTIA MAYASARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

Judul Skripsi : EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 12 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

Nama Mahasiswa : Shintia Mayasari

Nomor Pokok Mahasiswa : 0813021051

Program Studi : Pendidikan Matematika

Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dra. Rini Asnawati, M.Pd. Dra. Nurhanurawati, M.Pd. NIP. 19620210 198503 2 003 NIP. 19670808 199103 2 001

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Dr. Caswita, M.Si.

(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dra. Rini Asnawati, M.Pd. __________

Sekretaris : Dra. Nurhanurawati, M.Pd. __________

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd. __________

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

(7)

PERNYATAAN SKRIPSI MAHASISWA

Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Shintia Mayasari NPM : 0813021051

Program studi : Pendidikan Matematika Jurusan : Pendidikan MIPA

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang telah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung, Oktober 2012 Yang Menyatakan

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung, pada 1 Mei 1990. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sawekno dan Ibu Isnawati.

Pendidikan yang ditempuh penulis berawal pendidikan di SDN 2 Way Halim Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2002. Kemudian melanjutkan di SMP Negeri 12 Bandar Lampung dan lulus tahun 2005. Dilanjutkan di SMA Negeri 9 Bandar Lampung hingga tahun 2008.

Tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). .

(9)

Motto

Keberuntungan hanya terjadi ketika

kesempatan bertemu kesiapan, namun tidak ada

(10)

PERSEMBAHAN

Dengan kerendahan hati dan teriring rasa syukur keharibaan

Allah SWT, penulis persembahkan buah karya sederhana ini

sebagai bukti cinta kasih kepada:

Ibu dan Bapak tercinta, yang senantiasa menanti

keberhasilan anakmu.

Kakak, adik, dan seluruh keluarga besar atas segala

dukungan, doa, dan perhatiannya.

Kandaku yang dengan sabar menemani dan memotivasiku.

Guru dan dosen atas ilmu dan semua yang telah kalian berikan

padaku, yang menjadi penerang jalanku.

(11)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menye-lesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar

Matematika (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 12 Bandar

Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas

dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah

bersedia memberikan bimbingan, sumbangan pemikiran, kritik, dan saran

selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik;

2. Ibu Dra. Nurhanurawati, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah

bersedia memberikan bimbingan, sumbangan pemikiran, kritik, dan saran

selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik;

3. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku pembahas yang telah memberikan

ma-sukan dan saran kepada penulis;

4. Bapak Drs. Hi. Zaid Jaya, M.M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 12 Bandar

Lampung yang telah mengizinkan diadakan penelitian di lingkungan SMP

(12)

iii

5. Ibu Dra. Hj. Erwita, selaku guru mitra yang telah banyak membantu dalam

penelitian;

6. Siswa kelas VIII B dan kelas VIII C SMPN 12 Bandar Lampung;

7. Bapak Drs. Erimson Siregar, M.Pd. yang telah bersedia meluangkan waktunya

untuk konsultasi akademik, bimbingan, menyumbangkan banyak ilmu,

memberikan perhatian, motivasi, dan semangat kepada penulis demi

terselesaikannya skripsi ini;

8. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Matematika yang telah memberikan kemudahan kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini;

9. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA yang telah

memberi-kan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaimemberi-kan skripsi ini;

10.Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas

Lampung beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

11.Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis;

12.Sahabat-sahabatku tercinta: Wahyu, Leha, Adhel, Elvira, Artha, Nicky, Herlin

dan Yasir atas motivasi dan doanya;

13.Sahabat-sahabatku di Pendidikan Matematika angkatan 2008 reguler : Hefna,

Erika, Nita, Ika, Ummi, Erma, Aan, Herlangga, Tomi, Lukman, Doddy,

Wawan, Nenik, Eka, Niki, Novi, Fenti, Farida, Elvina, Priska, April, Feny,

(13)

iv

Angga, Adi, Dirman, Rizky, Yayan, Sutrisno, serta teman-teman angkatan

2008 mandiri atas motivasi, persahabatan, dan kebersamaanya selama ini;

14.Kakak tingkat angkatan 2006 dan 2007 serta adik tingkat angkatan 2009,

2010, 2011, dan 2012 atas kebersamaannya;

15.Sahabat-sahabat KKN dan PPL MA Radin Intan Semarang Jaya: Anggun,

Rina, Rian, Wulan, Uswatun, Janwar, Gigih, Eka, dan Yudi;

16.Siswa MA Radin Intan Semarang Jaya;

17.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala di sisi

Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Bandar Lampung, Oktober 2012 Penulis,

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran ... 7

B. Pembelajaran Kooperatif ... 9

C. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS ... 15

D. Hakikat Matematika ... 20

E. Hasil Belajar ... 21

F. Kerangka Pikir ... 22

G. Anggapan Dasar ... 23

H. Hipotesis Penelitian ... 23

I. Hipotesis Kerja ... 23

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 25

(15)

vi

B. Desain Penelitian ... 25

C. Prosedur Penelitian ... 26

D. Data Penelitian ... 27

E. Instrumen Penelitian ... 28

F. Teknik Analisis ... 34

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 39

B. Pembahasan ... 45

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 50

B. Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 14

3.1 Pretest-Posttest Kontrol Desain ... 26

3.2 Interpretasi Nilai Koefisien Relibilitas ... 30

3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 31

3.4 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 32

3.5 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba ... 33

3.6 Kriteria Pencapaian Efektifitas Pembelajaran ... 34

4.1 Rekapitulasi Data Pretest ... 39

4.2 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Pretest ... 40

4.3 Rekapitulasi Uji Homogenitas Data Pretest ... 40

4.4 Rekapitulasi Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Data Pretest ... 40

4.5 Rekapitulasi Data Posttest ... 41

4.6 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Posttest ... 41

4.7 Rekapitulasi Uji Homogenitas Data Posttest ... 42

4.8 Rekapitulasi Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Data Posttest ... 42

4.9 Rekapitulasi Ketercapaian Perilaku Berkarakter Siswa Kelas Eksperimen ... 49

(17)

ABSTRACT

Effectiveness of cooperative learning model TYPE THINK PAIR SHARE (TPS) INCREASE IN LEARNING MATHEMATICS

(Studies in Odd Semester Grade VIII Junior High School 12 Bandarlampung Academic Year 2012/2013)

by

SHINTIA Mayasari

This research is a quasi-experimental study to determine the effectiveness of the implementation of cooperative learning model SMT type in improving learning outcomes than conventional learning model application. The population in this study were all eighth grade students of SMP Negeri 12 Bandar Lampung in the academic year 2012/2013 and a sample is a class VIII B and VIII C were selected from nine study groups by random purposive sampling. The design study is a pretest-posttest control design.

The results of data analysis showed an increase in mathematics learning outcomes of students who take lessons with TPS method is higher than students who take conventional learning, it can be seen from the average increase in the value of learning outcomes. Based on the conclusions and general discussion that cooperative learning model SMT type is effective in improving students' mathematics learning outcomes.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Dawinta, WJS Purwa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen

Pendidikan Kebudayaan: Balai Pustaka.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar. 2002. Proses Belajar Mengajar. Jakarta:Bumi Aksara.

Ibrahim. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA-University Press.

Isjoni. 2009. Cooperative Learning: Efektivitas Pembelajaran Kelompok.

Bandung: Alfabeta.

Lie, Anita. 2004.Cooperatif Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di

Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Noer, Sri Hastuti. 2010. Jurnal Pendidikan MIPA. Jurusan P.MIPA. Bandar

Lampung: Unila.

Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 (Pertanyaan dan Jawaban). Jakarta: Gramedia

Widiasarana Indonesia.

Nur, Muhamad., Wikandari, Prima Retno. 2004. Pengajaran Berpusat Pada

Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: UNESA-University Press.

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Sanjaya, Wina. 2006. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis

Kompetensi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Setyosari, Punaji. 2010.Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan.

(19)

Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Maematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat

Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Soeparno, Paul. 2001. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:

Kanisius.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Suherman, E, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Kontemporer. Bandung: JICA

UPI.

Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning : Teori dan Aplikasi PAIKEM.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tim Penyusun. 2005. Undang-Undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan

Nasional)UU RI No. 20 Tahun 2003. Jakarta:Sinar Grafika.

TIMSS. 2007. TIMSS Result 2008. http://nces.ed.gov/timss/results11_math11.asp

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya :

Kencana Prenada Media Group.

Underwood, Mary. 2000. Pengelolaan Kelas yang Efektif. Jakarta: Arean.

Uno, Hamzah. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang

(20)

Motto

Keberuntungan hanya terjadi ketika kesempatan

bertemu kesiapan, namun tidak ada yang dapat

menggantikan kerja keras yang memiliki batas

(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha untuk menumbuhkembangkan potensi SDM melalui

kegiatan pembelajaran. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20

tahun 2002 (UU Sisdiknas, 2005), menyebutkan tujuan pendidikan nasional

adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia

seutuhnya yaitu manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan

berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani

dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab

kemasyarakatan dan kebangsaan.

Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, dibutuhkan proses pembelajaran

yang salah satunya adalah pembelajaran matematika. Matematika diajarkan pada

dasarnya untuk membantu melatih pola pikir siswa agar dapat memecahkan

masalah dengan kritis, logis, cermat dan tepat. Di samping itu juga agar

kepribadian siswa terbentuk serta terampil menggunakan metematika dalam

kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Soedjadi (2000: 42) bahwa

pembelajaran matematika di sekolah dimaksudkan untuk melatih penalaran dan

(22)

2

rasional, logis, kritis, kreatif dan inovatif dalam menerapkan matematika di

kehidupan sehari-hari.

Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS) pada tahun

2007 melaporkan bahwa rata-rata skor matematika siswa usia 13-15 (SMP kelas

VIII) di Indonesia jauh di bawah rata-rata skor matematika siswa internasional

dan berada pada ranking ke 36 dari 48 negara. Pada TIMSS 2007 kompetensi

siswa yang diamati yaitu pengetahuan, penerapan, dan penalaran, sedangkan

materinya mencakup pokok bahasan bilangan, aljabar, geometri, data dan peluang.

Menurut analisis TIMSS 2007 rata-rata skor matematika siswa di Indonesia untuk

setiap kemampuan yang diteliti masih berada di bawah rata-rata skor matematika

siswa internasional, untuk kemampuan pengetahuan berada pada ranking ke 38,

penerapan pada ranking ke 35, dan penalaran pada ranking ke 36 dari 48 negara.

Berdasarkan analisis TIMSS di atas, terlihat bahwa pembelajaran matematika di

Indonesia belum memuaskan dan masih cukup rendah. Oleh karena itu,

di-perlukan upaya-upaya perbaikan proses pembelajaran matematika.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar matematika

sangatlah banyak. Menurut Ruseffendi (2006: 10) faktor-faktor yang

mem-pengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar matematika terdiri dari faktor dalam

dan faktor luar. Faktor dalam diantaranya, kecerdasan anak, kesiapan anak, bakat

anak, kemauan belajar, dan minat anak. Sedangkan faktor luar meliputi: model

penyajian materi matematika, pribadi dan sikap guru, suasana pengajaran,

kom-petensi guru, dan kondisi masyarakat luas. Salah satu faktor penyebab rendahnya

(23)

3

Beberapa siswa dari sekolah yang berbeda menganggap matematika sebagai mata

pelajaran yang membosankan, hanya menghafal rumus tanpa mengerti dan

mampu mengaplikasikannya sehingga mereka tidak menyukai pelajaran

ma-tematika. Indikasinya dapat dilihat dari nilai hasil belajar siswa yang belum

optimal. Salah satu penyebabnya adalah penerapan model pembelajaran

kon-vensional yang kurang efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

Dalam meningkatkan hasil belajar matematika, penerapan model kooperatif

me-nurut penelitian yang telah dilakukan para ahli terbukti efektif membantu siswa

menguasai bahan ajar sehingga mampu meningkatkan hasil belajar. Slavin (2005:

20) mengemukakan dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja berkelompok

saling membantu dalam penguasaan bahan ajar.

Model pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe dengan kelebihan dan

kekurangan masing-masing. Dalam perkembangannya, Cooperatif Learning

mempunyai berbagai macam tipe. Beberapa diantaranya adalah; (1) STAD

(Student Teams Achievement Divisions); (2) TGT (Team Game Tournament); (3)

Jigsaw; (4) GI (Group Investigation); dan (5) TPS (Think Pair Share).

Dalam penelitian ini, peneliti memilih model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

Model pembelajaran ini pertama kali dikembangkan oleh Profesor Frank Lyman

pada tahun 1981 dan diadopsi oleh banyak penulis di bidang pembelajaran

kooperatif. Sejak saat itu, model pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan

suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas

(Ibrahim, 2005: 26). Menurut Slavin (2005: 32) teori, riset dan praktik model

(24)

4

pembelajaran lebih efektif dan dititikberatkan pada hasil belajar siswa. Hasil

belajar inilah yang akan menjadi ukuran tingkat keberhasilan siswa dalam

mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan model pembelajaran yang

telah dikembangkan oleh para ahli untuk dapat meningkatkan hasil belajar.

Namun dalam kenyataannya model pembelajaran ini belum dipraktekkan dalam

pembelajaran matematika di SMP Bandar Lampung. Kebanyakan para guru

matematika masih menerapkan model pembelajaran konvensional.

Berdasarkan observasi, beberapa guru matematika di SMP Negeri 12 Bandar

Lampung masih menerapkan pendekatan konvensional dalam pembelajaran

matematika. Pembelajaran ini menempatkan guru sebagai center stage

per-formance, yaitu guru menjadi pusat dalam pembelajaran. Dominasi peran guru

sangat terlihat dari awal hingga akhir pembelajaran. Pembelajaran lebih

me-nekankan memorisasi terhadap materi yang dipelajari daripada struktur yang

ter-dapat di dalam materi itu. Dengan demikian siswa cenderung pasif, enggan

bertanya apabila terdapat materi pelajaran matematika yang belum dipahami dan

hanya menerima penjelasan yang diberikan oleh guru tanpa ada timbal balik

antara guru dengan siswa maupun antar siswa, sehingga berdampak pada

rendahnya hasil belajar matematika siswa.

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang penerapan model pembelajaran

(25)

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini:

“apakah penerapan model pembelajaran tipe TPS efektif dalam meningkatkan

hasil belajar siswa.”

Dari rumusan masalah di atas, dapat dijabarkan pertanyaan penelitian: “apakah

peningkatan hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran tipe

TPS lebih tinggi dibandingkan siswa yang mengikuti pembelajaran

konven-sional?”.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam meningkatkan hasil belajar

dibandingkan penerapan model pembelajaran konvensional.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberikan sumbangan

terhadap perkembangan pembelajaran matematika, terutama terkait dengan

hasil belajar matematika siswa dan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

2. Manfaat Praktis

Dilihat dari segi praktis, penelitian ini memberikan manfaat antara lain:

(26)

6

b. Bagi guru, memperoleh wawasan dalam penerapan model pembelajaran

alternatif dalam upaya meningkatkan hasil belajar matematika siswa SMP.

c. Bagi peneliti lainnya, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

referensi bagi penelitian yang sejenis.

E. Ruang Lingkup Penelitian

1. Penerapan model pembelajaran TPS dikatakan efektif jika persentase siswa

yang mencapai kriteria ketuntasan belajar yaitu ≥ 75% yang dapat dilihat

dari nilai posttest dan peningkatan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen

lebih baik dari pada kelas kontrol.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah tipe pembelajaran kooperatif

dengan tiga tahapan, yaitu thinking (berpikir secara individual), pairing

(berpasangan dengan teman), dan sharing (berbagi ide dengan siswa seluruh

kelas).

3. Hasil belajar merupakan sesuatu yang dicapai siswa dari perbuatan dan usaha

belajar dan merupakan ukuran sejauh mana siswa telah menguasai bahan

yang dipelajari. Hasil belajar dalam penelitian ini dilihat dari peningkatan

(27)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Efektivitas Pembelajaran

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2002: 548) efektivitas berasal dari kata

efektif yang artinya mempunyai pengaruh atau akibat atau efektif juga dapat

diartikan dengan memberikan hasil yang memuaskan. Efektivitas merupakan

keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat

kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Efektivitas

adalah pengaruh yang ditimbulkan atau disebabkan oleh adanya suatu kegiatan

tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam

setiap tindakan yang dilakukan.

Soemosasmito (Trianto, 2011: 20) berpendapat bahwa suatu pembelajaran

dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran,

yaitu presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM,

rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi di antara siswa, ketepatan antara

kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi keberhasilan

belajar) diutamakan, mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif,

serta mengembangkan struktur kelas yang mendukung.

Menurut Soemosasmito (Trianto, 2011: 20), guru yang efektif adalah guru yang

(28)

8

suatu mata pelajaran dengan presentasi waktu belajar akademis yang tinggi dan

pelajaran berjalan tanpa menggunakan teknik yang memaksa, negatif atau

hukuman. Selain itu, . Kardi dan Nur (Trianto, 2011: 21) menyatakan bahwa guru

yang efektif adalah orang-orang yang dapat menjalin hubungan simpatik dengan

para siswa, menciptakan lingkungan kelas yang mengasuh, penuh perhatian,

memiliki suatu rasa cinta belajar, menguasai sepenuhnya bidang studi mereka dan

dapat memotivasi siswa untuk bekerja tidak sekedar mencapai suatu prestasi

namun juga menjadi anggota masyarakat yang pengasih. Dengan demikian, untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan, maka guru harus dapat

menciptakan suasana belajar yang efektif dan menyenangkan yang dapat

meningkatkan aktivitas dan ketertarikan (minat) belajar siswa terhadap materi

yang diajarkan.

Hamalik (2004: 171) menyatakan bahwa pengajaran yang efektif adalah

peng-ajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas

sendiri. Hal ini berarti, dengan adanya penyediaan kesempatan belajar sendiri dan

melakukan aktivitas sendiri dalam proses pembelajaran dapat membuat siswa

lebih memahami konsep materi pelajaran yang akan dicapai.

Pembelajaran dikatakan efektif apabila dalam kegiatan pembelajaran siswa secara

aktif dilibatkan dalam mencari informasi atau pengetahuan. Siswa tidak hanya

pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru. Dengan terlibatnya siswa

dalam pencarian informasi maka hasil belajar yang diperoleh tidak hanya

pemahaman siswa terhadap materi saja, tetapi juga dapat meningkatkan

keterampilan berpikir siswa, juga dapat meningkatkan intensitas bertanya, serta

(29)

9

Pembelajaran dapat dikatakan efektif, apabila dapat memfasilitasi siswa untuk

memperoleh pengetahuan dan keterampilan belajar melalui penyajian informasi

dan aktivitas yang dirancang untuk membantu memudahkan siswa dalam rangka

mencapai tujuan belajar yang diharapkan.

Berdasarkan uraian di atas, efektivitas pembelajaran adalah tingkat keberhasilan

dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

B. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran saat ini yang banyak

digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada

siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan

guru dalam mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain,

siswa yang agresif dan tidak peduli pada orang lain. Model ini telah terbukti

dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran.

Berdasarkan Kamus Besar (2002: 926) kooperatif berasal dari kata cooperative

yang berarti bekerja sama. Salah satu aktivitas sosial yang membutuhkan

kemampuan untuk bekerja sama dengan baik ialah aktivitas berkelompok. Lie

(2004: 12) berpendapat bahwa sistem pengajaran yang memberikan kesempatan

kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas

yang terstruktur disebut sistem pembelajaran gotong royong atau pembelajaran

kooperatif yang secara nyata semakin meningkatkan pengembangan sikap sosial

dan belajar dari teman sekelompoknya dalam berbagai sikap positif. Berdasarkan

pendapat Lie disimpulkan bahwa belajar kooperatif meningkatkan kepositifan

(30)

10

Slavin (2005: 20) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif, siswa bekerja

dalam kelompok saling membantu untuk menguasai bahan ajar. Ismail (Ibrahim,

2005: 2) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah salah satu

model pembelajaran yang yang menggunakan adanya kerja sama antara siswa

dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran dan siswa dibagi menjadi

kelompok-kelompok kecil serta diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran

yang telah ditentukan. Suherman (2003: 260) kerja kelompok (kooperatif) artinya

bekerja secara bersama-sama untuk mencapai hasil yang lebih baik. Pembelajaran

kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim

untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau

mengerjakan suatu bersama untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah

ditentukan.

Kelman (Uno, 2007: 13) menyatakan bahwa di dalam kelompok terjadi saling

pe-ngaruh secara sosial. Pertama, pepe-ngaruh itu dapat diterima seseorang karena ia

memang berharap untuk menerimanya. Kedua, memang ia ingin mengadopsi atau

meniru tingkah laku atau keberhasilan orang lain atau kelompok tersebut karena

sesuai dengan salah satu sudut pandang kelompoknya. Ketiga, karena pengaruh

itu kongruen dengan sikap atau nilai yang ia miliki. Ketiganya mempengaruhi

sejauh mana kerja kooperatif tersebut dapat dikembangkan.

Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang meliputi

semua jenis kerja kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah

(31)

11

Roger dan David (Suprijono, 2010: 58) mengatakan bahwa tidak semua belajar

berkelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Pada hakekatnya

pem-belajaran kooperatif adalah kerja kelompok, walaupun pempem-belajaran kooperatif

terjadi dalam bentuk kelompok, namun tidak setiap kerja kelompok dikatakan

pembelajaran kooperatif.

Adapun unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif yaitu: (1) siswa dalam

kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepasang bersama; (2)

siswa bertanggung jawab bersama atas segala sesuatu di dalam kelompoknya,

seperti milik mereka sendiri; (3) siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di

dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama; (4) siswa haruslah membagi

tugas dan dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya; (5)

siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan

dikenakan untuk semua anggota kelompok; (6) siswa berbagi kepimimpinan dan

mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses

belajarnya; dan (7) siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara

individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif (Ibrahim, 2005: 6).

Menurut Sanjaya (2006: 241) terdapat empat unsur penting dalam pembelajaran

kooperatif yaitu: (1) adanya peserta didik yang terbagi dalam kelompok; (2)

adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan

(4) adanya tujuan yang harus dicapai.

Prosedur pelaksanaan model pembelajaran kooperatif yang benar akan

me-mungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran kooperatif

(32)

memu-12

dahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat dan diakui dari perolehan

pengetahuan yang didistribusikan dalam bentuk nilai hasil belajar (Suprijono,

2010: 59).

Tiga konsep sentral yang menjadi ciri/karakteristik pembelajaran kooperatif yang

dikemukakan Slavin (Isjoni, 2009: 33) sebagai berikut:

a. Penghargaan kelompok, penghargaan kelompok ini diperoleh jika kelompok

mencapai skor di atas kriteria yang disepakati oleh guru dan siswa.

b. Pertanggung jawaban individu, pertanggungjawaban ini menitik-beratkan

pada aktivitas anggota kelompok yang saling membentuk dalam kegiatan

pembelajaran.

c. Kesempatan yang sama untuk berhasil, setiap siswa baik yang berprestasi

rendah maupun tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil

dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.

Beberapa unsur dari pembelajaran kooperatif adalah setiap anggota memiliki

peran, terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa, setiap anggota

kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman

sekelompoknya, guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan

interpersonal kelompok, dan guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat

diperlukan.

Menurut Ibrahim (2005: 7), pembelajaran kooperatif memiliki tiga tujuan, yaitu:

(1) hasil belajar akademik; (2) penerimaan tehadap perbedaan individu; dan (3)

(33)

13

a. Hasil belajar akademik

Tujuan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa

dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik dan meningkatkan penilaian

siswa dalam belajar akademik.

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan pembelajaran kooperatif untuk memberikan kesempatan kepada siswa

untuk bekerja sama tanpa membedakan kemampuan/keahlian sehingga

tercipta ketergantungan yang positif satu sama lain dan belajar untuk

meng-hargai pendapat orang lain.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan pembelajaran kooperatif untuk mengajarkan kepada siswa

ke-terampilan bekerja sama dan kolaborasi berguna dalam menumbuhkan

kemampuan kerja sama, berpikir kritis dan membantu teman dalam kegiatan

belajar.

Adapun langkah-langkah pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim (2005: 10)

(34)

14

Tabel 2.1. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru Kegiatan Guru

Fase-1

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran

yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan

memotivasi siswa belajar.

Guru menyajikan informasi kepada siswa

dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan

bacaan.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana

caranya membentuk kelompok belajar dan

membantu setiap kelompok agar melakukan

transisi secara efisien.

Guru membimbing kelompok-kelompok

belajar pada saat mereka mengerjakan tugas

mereka.

Guru mengevaluasi tentang materi yang telah

dipelajari atau masingmasing kelompok

mempresentasikan hasil kerjanya.

Guru mencari cara-cara untuk menghargai

baik berupa upaya maupun hasil belajar

individu dan kelompok.

(35)

15

Berdasarkan uraian di atas, bahwa model pembelajaran ini sangat memungkinkan

siswa untuk bertukar pikiran atau pendapat yang tercipta di dalam suatu

kerjasama, sehingga siswa terlatih dalam menghargai pendapat orang lain. Tujuan

pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk

me-ningkatkan pestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara

kelompok.

C. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS dikembangkan oleh Frank Lyman pada

tahun 1985. Ia mengungkapkan bahwa Model pembelajaran kooperatif tipe TPS

merupakan model pembelajaran yang dapat mengganti suasana pola diskusi di

dalam kelas yaitu dengan memberikan kesempatan lebih banyak kepada siswa

untuk berpikir secara individu, bekerja sama dengan teman lain dan saling berbagi

satu sama lain (Nurhadi, 2004: 67).

1. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TPS yang digunakan

adalah sebagai berikut:

a. Tahap pemberian masalah oleh guru

Proses pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dimulai pada saat

guru memberikan permasalahan, dalam hal ini dapat berupa Lembar Kerja

Siswa (LKS) berisikan soal-soal yang merangsang pemikiran siswa.

b. Tahap Think ( berpikir secara invidual )

Melalui tanda dari guru, siswa diberikan batasan waktu untuk berpikir sendiri

(36)

16

guru yang dalam penentuannya guru harus mempertimbangkan beberapa hal,

yaitu pengetahuan dasar siswa untuk menjawab pertanyaan yang diberikan,

jenis dan bentuk pertanyaan yang disuguhkan, serta jadwal pembelajaran untuk

setiap kali pertemuan. Siswa akan memiliki anggapan bahwa mungkin saja

mereka mengemukakan jawaban yang salah, tapi harus dijelaskan oleh guru

bahwa hal tersebut tidak apa-apa karena setiap siswa dapat mengemukakan

jawaban berbeda. Hal ini harus sering diyakinkan oleh guru agar dapat

menumbuhkan kepercayaan diri siswa dalam menuangkan ide atau gagasannya

dalam bentuk tulisan.

c. Tahap Pair ( siswa berpasangan)

Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa

yang telah mereka peroleh. Tahap ini membantu siswa dalam melatih

ke-mampuan komunikasi lisannya dalan menyampaikan apa yang telah mereka

peroleh pada tahap Think dalam bentuk lisan terhadap pasangannya. Selain itu

juga tahap ini akan menumbuhkan kepercayaan diri siswa dalam berargumen

untuk mempertahankan gagasannya ketika berdiskusi dengan pasangannya.

Setiap pasang siswa yang telah bergabung dapat mengemukakan jawaban

mereka yang berdasarkan pemikiran bersama untuk memberikan solusi yang

tepat terhadap masalah yang diberikan. Tahap pair dalam metode ini juga

me-mungkinkan terjadinya lebih banyak diskusi di antara siswa tentang jawaban

yang diberikan.

d. Tahap Share ( siswa berbagi ide dengan siswa seluruh kelas)

Pada tahap akhir ini, guru meminta setiap pasangan untuk berbagi hasil

(37)

17

tipe Think Pair Share (TPS) ini memiliki beberapa keuntungan bagi siswa,

diantaranya mereka dapat melihat kesamaan konsep yang diungkapkan dengan

cara yang berbeda.

Keberhasilan dan kualitas dari kegiatan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair

Share (TPS) sangat tergantung dari kualitas pertanyaan atau permasalahan yang

diberikan pada tahap pertama. Jika pertanyaan atau permasalahan yang diberikan

merangsang pemikiran siswa secara utuh, maka keutuhan pemikiran siswa secara

signifikan dapat menciptakan keberhasilan model pembelajaran kooperatif Think

Pair Share (TPS).

Berdasarkan pendapat di atas, maka pada penelitian ini langkah-langkah yang

akan ditempuh dalam pembelajaran dengan model kooperatif tipe TPS adalah

sebagai berikut:

a. Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model

pembelajaran TPS sebagai suatu variasi model pembelajaran.

b. Guru menyampaikan poin-poin materi pembelajaran.

c. Guru memberikan permasalahan kepada siswa dalam bentuk Lembar Kerja

Siswa (LKS).

d. Siswa diminta untuk menyelesaikan permasalahan dalam LKS secara mandiri

untuk beberapa saat.

e. Siswa mendiskusikan hasil pemikirannya sendiri dengan pasangannya,

sehingga didapatkan jawaban soal yang merupakan hasil diskusi dalam

pasangan yang nantinya akan digunakan sebagai bahan berbagi/sharing

dengan kelompok besar (kelas).

(38)

18

g. Guru memberi kesempatan kepada beberapa pasangan untuk melaporkan

hasil diskusinya di depan kelas, diikuti dengan pasangan lain yang

memperoleh hasil yang berbeda sehingga terjadi proses berbagi/sharing pada

diskusi kelas.

h. Guru memberikan beberapa soal kuis guna melihat hasil belajar individu.

i. Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil akhir dari diskusi kelas.

j. Guru memberikan tugas individu siswa yang akan dikumpul pada pertemuan

berikutnya.

Underwood (2000: 87) berpendapat bahwa jumlah latihan melalui kerja

berpa-sangan dan kelompok yang didapat setiap siswa akan meningkat. Model

pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan model pembelajaran yang dapat

mengganti suasana pola diskusi di dalam kelas yaitu dengan memberikan

kesempatan lebih banyak kepada siswa untuk berpikir secara individu, bekerja

sama dengan teman lain dan saling berbagi satu sama lain sehingga jumlah latihan

dapat meningkat. Kerja berpasangan dapat dilakukan dengan memasangkan siswa

yang sudah bisa dengan siswa yang belum bisa jika dapat dilakukan tanpa terlalu

kentara. Keberhasilan dan kualitas dari kegiatan pembelajaran kooperatif tipe

TPS sangat tergantung dari kualitas pertanyaan atau permasalahan yang diberikan

pada tahap pertama.

2. Teori yang Melandasi Model Pembelajaran TPS

a. Teori Motivasi

Motivasi dalam belajar sangat penting dimiliki oleh siswa. Siswa yang memiliki

keinginan atau motivasi untuk belajar, dapat belajar tentang segala sesuatu (Nur,

(39)

19

dilakukan oleh seseorang didorong oleh sesuatu kekuatan dari dalam diri

seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian, motivasi dipandang

sebagai suatu proses dalam diri individu yang menyebabkan individu tersebut

melakukan sesuatu.

Pada model pembelajaran kooperatif tipe TPS, pujian dan pemberian skor

merupakan bentuk motivasi ekstrinsik yang mendorong siswa untuk melakukan

usaha belajar dan mencapai hasil belajar.

b. Konstruktivis

Menurut Brooks, Leinhardt dan Brown (Nur, M dan Wikandari, P.R, 2004: 2)

teori konstruktivis adalah ”Ide bahwa siswa harus menjadikan informasi itu milik

sendiri”. Berdasarkan teori tersebut seorang siswa harus melihat secara

terus-menerus memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan lama

dan merevisi aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi.

Teori pembelajaran konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky (Nur,

M dan Wikandari, P.R, 2004: 2) keduanya menekankan bahwa:

Perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang dipahami diolah melalui proses ketidakseimbangan dalam memahami informasi-informasi baru dan menggunakan belajar kelompok untuk mengupayakan perubahan konseptual karena adanya perbedaan kemampuan anggota kelompok.

Piaget juga mengemukakan bahwa siswa secara aktif bertanggung jawab dalam

proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri sebagai

pengembangan intelektualnya. Vygotsky percaya bahwa perkembangan

intelek-tual terjadi saat individu berhadapan dengan pengalaman baru yang menantang

dan ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan.

(40)

20

Soeparno (2001: 81) mengemukakan prinsip konstruksivisme dalam belajar: (1)

belajar berarti mencari makna, yaitu berdasarkan dari apa yang dilihat, didengar,

dirasa, dan dialami siswa; (2) konstruksi makna, yaitu sebagai proses yang

terus-menerus; (3) belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan

pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru; (4) hasil belajar

dipengaruhi oleh pengalaman subyek pembelajar dengan dunia fisik dan

lingkungannya; dan (5) hasil belajar tergantung pada apa yang telah diketahui si

subyek belajar, tujuan, dan motivasi yang memengaruhi proses interaksi dengan

bahan yang sedang dipelajari.

Pengetahuan tidak statis tetapi secara terus-menerus tumbuh dan berubah pada

siswa menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan

memodifikasi pengetahuan awal mereka. Dalam upaya mendapatkan

pe-mahaman, individu mengaitkan pengetahuan dengan pengetahuan awal yang telah

dimilikinya dan membangun pengertian baru.

D. Hakekat Matematika

Beberapa definisi matematika menurut pendapat Soedjadi (2000: 11) yaitu:

1. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara

sistematik.

2. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan

dengan bilangan serta kalkulasi.

3. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah

tentang ruang dan bentuk.

(41)

21

Ciri-ciri khusus atau karakteristik menurut Soedjadi (2000: 13) yang dapat

me-rangkum pengertian matematika secara umum adalah: (1) memiliki objek kajian

abstrak; (2) bertumpu pada kesepakatan; (3) berpola pikir deduktif; (4) memiliki

simbol yang kosong dari arti; (5) memperhatikan semesta pembicaraan; dan (6)

konsisten dalam sistemnya.

Berdasarkan uraian teori bahwa matematika merupakan disiplin ilmu yang

meliputi fakta, konsep, operasi atau relasi dan prinsip. Belajar matematika di

sekolah dimaksudkan untuk melatih penalaran dan logika berpikir para siswa,

sehingga siswa memiliki pola pikir yang sistematis, rasional, logis, kritis, kreatif

dan inovatif dalam kehidupan sehari-hari.

E. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku peserta didik yang diperoleh setelah

mengikuti pembelajaran selama kurun waktu tertentu yang relatif sama. Dimyati

(2002: 3) mengungkapkan pengertian hasil belajar merupakan hasil dari suatu

interaksi tindak belajar dan mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri

dengan proses evaluasi belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan

berakhir-nya penggal dan puncak proses belajar.

Salah satu upaya mengukur pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa.

Bukti dari usaha yang dilakukan dalam pembelajaran adalah hasil belajar yang

biasa diukur melalui tes. Hamalik (2002: 146) menyatakan hasil belajar

(achievement) dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan murid dalam

mem-pelajari materi pelajaran sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang

(42)

22

Dari uraian di atas, bahwa hasil belajar merupakan suatu gambaran kemampuan

yang diperoleh anak setelah mengikuti kegiatan belajar. Hasil belajar dapat

diim-plementasikan dengan nilai setelah menerima pembelajaran kooperatif tipe TPS.

F. Kerangka Pikir

Banyak siswa yang tidak menyukai pelajaran matematika, karena mereka

menganggap matematika adalah mata pelajaran yang sulit untuk dipahami atau

dimengerti. Indikasinya dapat dilihat dari nilai hasil belajar siswa yang belum

optimal. Salah satu penyebabnya adalah penerapan model pembelajaran yang

kurang efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

Penerapkan pendekatan konvensional dalam pembelajaran matematika

menempatkan guru sebagai center stage performance, yaitu guru menjadi pusat

dalam pembelajaran. Dominasi peran guru sangat terlihat dari awal hingga akhir

pembelajaran. Pembelajaran lebih menekankan memorisasi terhadap materi yang

dipelajari daripada struktur yang terdapat di dalam materi itu. Pembelajaran

seperti ini melelahkan dan tidak efektif.

Penerapan model kooperatif menurut penelitian yang selama ini dilakukan

ter-bukti efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Seperti yang kita ketahui

model kooperatif mempunyai banyak tipe yang masing-masing mempunyai

kelebihan dan kekurangan yang berbeda.

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS mengelompokkan siswa menjadi

ke-lompok kecil. Kesulitan memahami materi secara individual dapat dipecahkan

(43)

23

maka siswa membagikan hasil diskusi kelompok ke depan kelas hal ini guna

melihat kesamaan konsep yang diungkapkan dengan cara berbeda.

Kegiatan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat mengembangkan

pemikiran siswa secara individu karena adanya waktu berpikir, sehingga kualitas

jawaban juga dapat meningkat. Selain itu, dalam kegiatan pembelajaran menjadi

lebih menarik dan menyenangkan karena banyak siswa yang terlihat antusias saat

proses belajar mengajar berlangsung.

Hasil belajar dapat diimplementasikan dengan nilai setelah menerima materi

pelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Hasil belajar

ter-gantung pada apa yang telah diketahui si subyek belajar, tujuan, dan motivasi

yang memengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.

G. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah faktor lain yang mempengaruhi hasil

belajar matematika siswa selain model pembelajaran tidak diperhatikan.

H. Hipotesis

Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis pada penelitian ini adalah peningkatan hasil

belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran tipe TPS lebih tinggi

di-bandingkan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

I. Hipotesis Kerja

∶ = (peningkatan hasil belajar siswa yang mengikuti

pembelajaran TPS sama dengan peningkatan hasil belajar

(44)

24

∶ > (peningkatan hasil belajar siswa yang mengikuti

pembelajaran TPS lebih dari peningkatan hasil belajar

(45)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 12

Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013. Kelas VIII terdiri dari sembilan

kelas. Untuk kepentingan penelitian ini, pengambilan sampel diambil dengan

menggunakan Random Purposive Sampling. Tahap-tahap pengambilan sampel

dijelaskan sebagai berikut:

1. Mengambil kelas yang diajar oleh guru yang sama dari 9 kelas yang ada.

2. Mengambil secara acak dua kelas dari langkah 1. Dua kelas yang terpilih

menjadi kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Dalam Penelitian ini diperoleh kelas VIII B dan VIII C sebagai sampel penelitian.

Kelas VIII B sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII C sebagai kelas kontrol.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Penelitian

ini mengunakan desain posttest control design menurut Setyosari (2010: 157)

(46)

26 Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Post-test

E X Y1

K C Y2

Keterangan:

E = Kelas eksperimen

K = Kelas kontrol

X = Perlakuan pada kelas eksperimen menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)

C = Kelas Kontrol menggunakan pembelajaran konvensional

Y1 = Skor post-test pada kelas ekperimen

Y2 = Skor post-test pada kelas kontrol

Pada kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair

Share (TPS) sedangkan pada kelas kontrol diterapkan pembelajran konvensional.

Setelah pokok bahasan selesai, dilakukan posttest. Kedua kelompok diberi

posttest (Y1 dan Y2) untuk melihat peningkatan hasil belajar.

C. Prosedur Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen. Adapun langkah-langkah dari

tahap tersebut yaitu sebagai berikut :

1. Melakukan Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan berguna untuk melihat kondisi sekolah, seperti berapa

ruang kelas yang ada, jumlah siswanya, dan cara mengajar guru matematika

(47)

27 2. Menyiapkan lembar pengamatan perilaku berkarakter dan keterampilan sosial

siswa yang diisi guru sebagai evaluasi pembelajaran berbasis karakter.

3. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kelas eksperimen

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

4. Menyiapkan instrumen penelitian berupa LKS dan soal tes pemahaman

konsep sekaligus aturan penskorannya.

5. Melakukan validasi instrumen dan perbaikan instrumen.

6. Melakukan uji coba soal tes dan menghitung reliabilitasnya.

7. Mengadakan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

8. Melaksanakan penelitian / perlakuan.

9. Mengadakan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

10.Menganalisis dan menyusun hasil penelitian.

C. Data Penelitian

1. Tes

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu data hasil belajar

matematika siswa yang diperoleh dari nilai pretest-posttest.

2. Lembar Observasi

Dalam penelitian ini lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan data

mengenai karakter diri siswa. Lembar observasi berupa lembar pengamatan

(48)

28 D. Instrumen Penelitian

1. Instrumen Tes

Jenis tes yang digunakan adalah tes tertulis dengan bentuk uraian. Materi yang

diujikan adalah pokok bahasan bentuk aljabar. Sebelum digunakan dalam

penelitian, soal tes tersebut dikonsultasikan terlebih dahulu kepada guru mitra.

Penyusunan perangkat tes dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

a. Melakukan pembatasan materi yang diujikan.

b. Menentukan jumlah butir soal.

c. Menentukan waktu mengerjakan soal.

d. Membuat kisi-kisi soal.

e. Menuliskan petunjuk mengerjakan soal, bentuk lembar jawab, kunci

jawaban, dan penentuan skor.

f. Menulis butir soal.

g. Mengujicobakan instrumen.

h. Menganalisis validitas, reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukaran.

i. Memilih item soal yang sudah teruji berdasarkan analisis yang sudah

di-lakukan.

Selanjutnya soal tes tersebut diujicobakan pada kelas yang bukan merupakan

sampel penelitian. Tes uji coba dilakukan untuk menguji apakah butir-butir soal

tersebut memenuhi kualifikasi soal yang layak digunakan, yaitu butir soal valid

dan perangkat tes tersebut reliabel. Adapun hal-hal yang dianalisis dari uji coba

(49)

29 a. Validitas isi

Validitas isi dari suatu tes hasil belajar dapat diketahui dengan membandingkan

antara isi yang telah ditentukan untuk pelajaran matematika, oleh karena itu soal

tes dalam penelitian ini soal tes dikonsultasikan dengan dosen pembimbing

terlebih dahulu kemudian dikonsultasikan kepada guru matematika kelas VIII

SMP Negeri 12 Bandar Lampung.

Penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes yang diukur dan

kesesuaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa

dilakukan dengan menggunakan daftar check list (√) oleh guru. Hasil penilaian

terhadap tes untuk mengambil data penelitian telah memenuhi validitas isi

(Lampiran B.4).

Selanjutnya instrumen tes diujicobakan pada kelompok siswa yang berada di luar

sampel penelitian. Uji coba dilakukan pada siswa kelas IX B. Uji coba instrumen

tes dimaksudkan untuk mengetahui tingkat reliabilitas tes, tingkat kesukaran butir

tes dan daya beda butir tes.

b. Reliabilitas Tes

Uji reliabilitas tes digunakan untuk mengetahui tingkat keterandalan suatu tes.

Suatu tes dikatakan reliabel jika hasil pengukuran menggunakan tes tersebut

berulang kali terhadap subjek yang sama menunjukkan hasil yang tetap sama.

Perhitungan reliabilitas tes ini didasarkan pada pendapat Ruseffendi (Noer, 2010:

(50)

30

Harga r11yang diperoleh diimplementasikan dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Koeffisien Reliabilitas

Nilai Interpretasi

Antara 0,00 s.d 0,20 Reliabilitas sangat rendah Antara 0,20 s.d 0,40 Reliabilitas rendah Antara 0,40 s.d 0,70 Reliabilitas sedang Antara 0,70 s.d 0,90 Reliabilitas tinggi Antara 0,90 s.d 1,00 Reliabilitas sangat tinggi

Ruseffendi (Noer, 2010: 22)

Setelah menghitung reliabilitas instrumen tes, diperoleh nilai r11= 0,89(Lampiran

C.2). Berdasarkan pendapat Ruseffendi tersebut, harga r11 memenuhi kriteria

tinggi karena koefisien reliabiltasnya antara 0,70 s.d 0,90. Oleh karena itu

instrumen tes matematika tersebut sudah layak digunakan untuk mengumpulkan

data.

c. Daya Beda

Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui apakah suatu butir soal dapat

(51)

31 rendah. Untuk menghitung daya pembeda, terlebih dahulu diurutkan dari siswa

yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah.

Menghitung daya pembeda menurut To (Noer, 2010: 22) ditentukan dengan

rumus :

= −

Keterangan :

DP = indeks daya pembeda satu soal butir tertentu

JA = jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB = jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA = jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah)

Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

memiliki interpretasi daya beda 0,33, soal nomor 1b memiliki interpretasi daya

beda 0,33, soal nomor 1c memiliki interpretasi daya beda 0,30, soal nomor 2a

memiliki interpretasi daya beda 0,31, soal nomor 2b memiliki interpretasi daya

beda 0,31, soal nomor 2c memiliki interpretasi daya beda 0,33, soal nomor 3a

memiliki interpretasi daya beda 0,30, soal nomor 3b memiliki interpretasi daya

beda 0,35, soal nomor 3c memiliki interpretasi daya beda 0,35, soal nomor 3d

memiliki interpretasi daya beda 0,32, soal nomor 4a memiliki interpretasi daya

beda 0,33, soal nomor 4b memiliki interpretasi daya beda 0,33, soal nomor 4c

(52)

32 beda 0,33 dan soal nomor 5b memiliki interpretasi daya beda 0,30 (Lampiran

C.1).

d. Indeks Kesukaran

Sudijono (Noer, 2010: 23) mengungkapkan untuk menghitung tingkat kesukaran

suatu butir soal digunakan rumus berikut:

=

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir

soal.

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

Kriteria yang akan digunakan dalam instrument tes hasil belajar matematika

adalah 0,31 < IK ≤ 0,85 , yaitu soal memiliki indeks kesukaran yang sedang atau

mudah.

Setelah menghitung indeks kesukaran butir soal, diperoleh hasil bahwa soal

nomor 1a memiliki interpretasi indeks kesukaran 0,79, soal nomor 1b memiliki

interpretasi indeks kesukaran 0,78, soal nomor 1c memiliki interpretasi indeks

kesukaran 0,73, soal nomor 2a memiliki interpretasi indeks kesukaran 0,73, soal

nomor 2b memiliki interpretasi indeks kesukaran 0,72, soal nomor 2c memiliki

(53)

33 kesukaran 0,63, soal nomor 3b memiliki interpretasi indeks kesukaran 0,69, soal

nomor 3c memiliki interpretasi indeks kesukaran 0,65, soal nomor 3d memiliki

interpretasi indeks kesukaran 0,64, soal nomor 4a memiliki interpretasi indeks

kesukaran 0,47, soal nomor 4b memiliki interpretasi indeks kesukaran 0,52, soal

nomor 4c memiliki interpretasi indeks kesukaran 0,47, soal nomor 5a memiliki

interpretasi indeks kesukaran 0,48 dan soal nomor 5b memiliki interpretasi indeks

kesukaran 0,44 (Lampiran C.1).

Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas tes, daya pembeda dan tingkat kesukaran

setiap soal di atas, maka hasil tes uji coba tersebut direkap pada tabel berikut:

Tabel 3.5 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes

No. Soal Reliabilitas Tingkat Kesukaran Daya Pembeda 1a

Dari tabel rekapitulasi hasil tes uji coba diatas, seluruh butir soal tersebut telah

memenuhi kriteria yang ditentukan sehingga seluruh butir soal tersebut dapat

(54)

34 2. Instrumen Perilaku Berkarakter Siswa

Lembar observasi berupa pengamatan karakter diri dan perilaku sosial siswa, poin

pengamatan karakter pada lembar ini juga sama dengan pada angket penilaian diri

siswa yaitu terdiri dari 4 poin karakter diri dan 4 poin keterampilan sosial

(Lampiran B.6).

Penilaian ketercapaian karakter siswa dikelas dengan menggunakan persentase

ketercapaian pada tiap poin karakter, yaitu :

% ketercapaian karakter = jumlah ketercapaian karakter siswajumlah siswa ×100%

E. Teknik Analisis Data

Efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan

menunjukkan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang

dicapai. Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keefektifan

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam meningkatkan hasil

belajar matematika siswa.

Tabel 3.6 Kriteria Pencapaian Efektivitas Pembelajaran

Aspek Kriteria Pencapaian Efektivitas

Hasil Belajar

1. Ketuntasan ≥ 75%

2. μ1 > μ2 peningkatan hasil belajar siswa pada kelas

eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol.

Analisis data hasil tes dilakukan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar

matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

(55)

35

Adapun langkah-langkah dalam melakukan uji statistik data hasil tes adalah

sebagai berikut.

1) Uji Normalitas

Normalitas data diperlukan untuk menentukan pengujian perbedaan dua

rata-rata yang akan diselidiki. Uji normalitas ini dilakukan untuk melihat apakah

data penelitian berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Menurut

Sudjana (2005: 293), uji ini menggunakan uji Chi-Kuadrat, yaitu:

Keterangan:

Jika populasi berdistribusi normal, maka dapat dilakukan uji homogenitas varians.

Uji homogenitas varians dilakukan untuk melihat apakah data kemampuan awal

dan data hasil belajar siswa berasal dari varians yang sama. Rumusan hipotesis

untuk uji ini adalah:

H0 : σ12 = σ22 (homogen)

H1 : σ12 ≠ σ22 (tidak homogen)

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:

Statistik uji

(56)

36

Dengan χ ( ∝)( ) dan kriteria uji: terima H0 jika χ < χ

dengan taraf nyata 5% (Sudjana, 2005: 261-264).

3) Uji Hipotesis

Setelah melakukan uji normalitas dan homogenitas data, analisis berikutnya

adalah menguji hipotesis, yaitu dengan menguji kesamaan rata-rata skor hasil

belajar matematika siswa. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji kesamaan

rata-rata. Analisis data dengan menggunakan uji t, uji satu pihak yaitu pihak kanan.

Uji ini juga digunakan pada analisis data tes akhir. Hipotesis:

H0 : =

H1 : >

Keterangan:

: peningkatan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran TPS

: peningkatan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional

Untuk menguji hipotesis di atas, penulis dalam penelitian ini menggunakan rumus

statistik yaitu uji kesamaan dua rata-rata berikut :

= ̅ − ̅

(57)

37 homogen maka digunakan statistik t’. Rumus yang digunakan menurut Sudjana

(2005: 241) adalah sebagai berikut.

= −

+

Dengan kriteria pengujian adalah dengan taraf kepercayaan 5 %, terima H0 jika

− ++ < < ++

Jika data yang diperoleh tidak normal maka akan digunakan uji non-parametrik.

Uji yang digunakan adalah Uji Mann-Whitney. Menurut Setyosari (2010: 221),

langkah pengujian dengan Uji Mann-Whitney sebagai berikut.

Hipotesis : H0 : =

H1 : >

Keterangan:

: peningkatan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran TPS

: peningkatan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional Mengurutkan data tanpa memperhatikan kategori sampel dengan taraf

ke-percayaan sebesar 5 %. Kemudian menjumlahkan urutan tiap kategori sampel

dan menghitung nilai statistik U.

Statistik uji :

U1=n1n2 + ( )

(58)

38 Keterangan:

R1 = jumlah urutan yang diberikan pada sampel dengan jumlah n1.

R2 = jumlah urutan yang diberikan pada sampel dengan jumlah n2.

Nilai yang dipilih untuk U dalam pengujian hipotesis adalah nilai yang paling

kecil dari kedua nilai tersebut. Kriteria uji : tolak H0 jika statistik U ≤ nilai dalam

tabel U, dan terima H0 jika sebaliknya.

4) Uji Proporsi

Rumusan hipotesis:

H0 : = 75% (persentase siswa tuntas belajar sama dengan 75%)

H1 : ≠ 75% (persentase siswa tuntas belajar tidak sama dengan 75%)

Keterangan :

Siswa tuntas belajar = siswa yang memperoleh nilai posttest ≥ 65. Menurut

Sudjana (1996: 455), statistik yang digunakan dalam uji ini adalah:

= ⁄ − 0,75 0,75(1 − 0,75)/

Keterangan:

x : banyaknya siswa tuntas belajar

n : jumlah sampel

0,75 : proporsi siswa tuntas belajar yang diharapkan

Kriteria uji: tolak H0 jika zhitungz0,5 dengan taraf nyata 5%. Harga z0,5

(59)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan diperoleh simpulan bahwa model pembelajaran

koopertif tipe TPS efektif dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa

kelas VIII SMPN 12 Bandar Lampung. Secara umum siswa yang memperoleh

pembelajaran koopertif tipe TPS menunjukkan peningkatan hasil belajar yang

lebih tinggi daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional dalam

hal berikut:

1. Hasil belajar yang tampak dari rata-rata skor posttest siswa.

2. Persentase ketuntasan belajar ≥ 75%

3. Pembentukan karakter diri siswa yang terdiri dari: teliti, kreatif, pantang

menyerah, rasa ingin tahu, bertanya, mengungkapkan ide/pendapat, menjadi

pendengar yang baik dan kerjasama.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis mengemukakan saran-saran sebagai

berikut.

1. Kepada guru, dalam upaya meningkatkan hasil belajar matematika dan

(60)

51

pembelajaran kooperatif tipe TPS dalam pembelajaran matematika di kelas.

Khusus kepada guru matematika SMPN 12 Bandar Lampung disarankan

untuk melanjutkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe TPS agar terjadi pembelajaran menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TPS yang optimal sehingga hasil belajar

matematika siswa SMPN 12 Bandar Lampung dapat meningkat lebih baik

dari sebelumnya.

2. Kepada peneliti lain disarankan untuk melakukan penelitian sejenis dalam

jangka waktu yang lebih lama. Hal ini bertujuan agar kondisi kelas sudah

kondusif saat dilakukan pengambilan data, sehingga data dapat

Gambar

Tabel Halaman
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Koeffisien Reliabilitas
Tabel 3.3  Interpretasi Nilai Daya Pembeda
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Analisis Regresi Linier Berganda. Uji

Islam sebagai agama yang hadir ditengah-tengah kondisi sosial ma- syarakat arab yang memandang remeh perempuan, Islam tidak melaku- kan perubuhan secara menyeluruh terhadap tradisi

Hal ini terjadi karena dengan metode diskusi, setiap kelompok diberi masalah yang harus diselesaikan .Namun hasilnya belum optimal karena pada siklus 1 belum

Kegiatan usaha penunjang angkutan udara tersebut dapat berupa kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan kegiatan angkutan udara niaga antara lain sistem reservasi

Maka jumlah plastik paling banyak yang bisa digunakan adalah sebanyak .... Sinta membeli kue bolu dan kue donat untuk sajian

Aplikasi yang dibangun pada artikel ini dapat membantu pengguna mencari informasi alam tanpa harus melakukan pencocokan dengan kata kunci pencarian. 5.2

Nabati, Bahan Bakar Alternatif dari Tumbuhan Sebagai Pengganti Minyak. Bumi