PENGARUH
GUIDED DISCOVERY LEARNING
TERHADAP MINAT DAN KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA
KELAS IV SD NEGERI DEBONG KIDUL
KOTA TEGAL
Skripsi
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar
oleh
Agung Fernando
1401412417
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
Skripsi ini telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia
Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
Di : Tegal
Tanggal : 17 Mei 2016
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Drs. Yuli Witanto, M.Pd. Dra. Sri Ismi Rahayu, M.Pd.
Skripsi dengan judul “Pengaruh Guided Discovery Learning terhadap Minat dan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri Debong
Kidul Kota Tegal” oleh Agung Fernando 1401412417, telah dipertahankan di
hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Semarang pada tanggal 31 Mei 2016.
Panitia
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd. Drs. Utoyo, M.Pd.
19560427 198603 1 001 19620619 198703 1 001
Penguji Utama
Drs. Utoyo, M.Pd. 19620619 198703 1 001
Penguji Anggota I Penguji Anggota II
Dra. Sri Ismi Rahayu, M.Pd. Drs. Yuli Witanto, M.Pd.
Motto
(1) “Maka ni’mat Rabb-kamu manakah, yang kamu dustakan” (QS. Ar Rahman)
(2) “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu
telah selesai dari suatu urusan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan
lain, dan hanya kepada Tuhan-mulah hendaknya kamu berharap” (Q.S Al
Insyirah: 6-8)
(3) Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan (Soe Hok Gie)
(4) Ketidakpastian memberi pelajaran tentang arti dari keistiqomahan diri
(Penulis)
(5) This up to you and only you to design the life you want (Penulis)
Persembahan
Untuk Bapak Aman Suryaman, Ibu Acih
Carsiasih, Adikku Anjania M. Faiza, dan
keluarga besarku tercinta yang selalu
Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Alloh SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan kasih sayangNya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Pengaruh Guided Discovery Learning terhadap Minat dan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri Debong
Kidul Kota Tegal”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas
Negeri Semarang.
Banyak pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan
skripsi ini sehingga bisa diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang
telah memberikan kesempatan untuk menjadi mahasiswa Universitas Negeri
Semarang.
2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang, yang telah memberikan ijin dan dukungan dalam penelitian.
3. Drs. Isa Anshori, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah
memberikan kesempatan untuk memaparkan gagasan dalam bentuk skripsi ini.
4. Drs. Utoyo, M.Pd., Koordinator PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang yang telah memfasilitasi untuk melakukan
bimbingan, arahan, saran, dan motivasi kepada peneliti, sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik.
6. Dra. Sri Ismi Rahayu, M.Pd., Dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, arahan, saran, dan motivasi kepada peneliti, sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik.
7. Dosen Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar UPP Tegal Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah membekali peneliti
dengan ilmu pengetahuan.
8. Khodijah, S.Pd., Kepala SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal yang telah
mengijinkan peneliti untuk melaksanakan penelitian.
9. Bambang Subroto, S.Pd. SD dan Siti Suswati Kuraisin, S.Pd., Guru Kelas IV
SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal yang telah membantu peneliti dalam
melaksanakan penelitian.
10. Sahabat dan teman-teman mahasiswa PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Semarang angkatan 2012 yang saling
memberikan semangat, motivasi, dan partisipasi dalam penulisan skripsi ini.
11. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia dan bagi semua pihak khususnya peneliti sendiri.
Tegal, Mei 2016
Fernando, A. 2016. Pengaruh Guided Discovery Learning terhadap Minat dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Debong Kidul Kota Tegal. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I. Drs. Yuli Witanto, M.Pd., II. Dra. Sri Ismi Rahayu, M. Pd.
Kata Kunci: guided discovery learning; kemampuan pemecahan masalah matematika; minat belajar.
Pembelajaran matematika di sekolah dasar masih menggunakan metode konvensional sehingga minat dan kemampuan siswa belum optimal. Minat sangat penting bagi siswa untuk menumbuhkan semangat dan kemauan untuk belajar, begitu juga dengan kemampuan siswa dalam matematika, salah satunya yaitu kemampuan pemecahan masalah matematika. Metode Guided Discovery Learning
dapat dijadikan sebagai salah satu metode pembelajaran alternatif untuk mengoptimalkan minat dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan metode Guided Discovery Learning dan mengetahui ada tidaknya perbedaan minat dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi bilangan pecahan, antara pembelajaran yang menggunakan metode Guided Discovery Learning, dan pembelajaran konvensional.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain quasi experimental design berbentuk nonequivalent control group design. Penelitian dilaksanakan di kelas IV SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal. Populasi yang digunakan sebanyak 72 siswa. Pengambilan sampel menggunakan teknik sampel jenuh, sehingga semua populasi dilibatkan untuk dijadikan sampel penelitian. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dokumentasi, tes, dan angket. Teknik analisis data menggunakan uji prasyarat analisis, meliputi uji normalitas dan homogenitas data, selanjutnya analisis akhir menggunakan uji t.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, nilai indeks minat belajar siswa kelas eksperimen sebesar 81,64 termasuk ketegori sedang, kelas kontrol sebesar 70,30 termasuk kategori rendah. Nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika kelas eksperimen sebesar 76,42 termasuk kategori sangat baik, sedangkan kelas kontrol sebesar 68,67 termasuk kategori baik. Hasil uji hipotesis perbedaan minat belajar menunjukkan thitung > ttabel (5,311 > 1,994), dan perbedaan
kemampuan pemecahan masalah matematika menunjukkan thitung > ttabel (5,289 >
1,994). Hasil uji keefektifan metode Guided Discovery Learning terhadap minat belajar menunjukkan thitung > ttabel (6,537 > 2,030), selanjutnya terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematika menunjukkan thitung > ttabel (3,623 > 2,030). Jadi
Halaman
Judul ... i
Pernyataan Keaslian Tulisan ... ii
Persetujuan Pembimbing ... iii
Pengesahan ... iv
Motto dan Persembahan ... v
Prakata ... vi
Abstrak ... viii
Daftar Isi... ix
Daftar Tabel ... xiii
Daftar Histogram ... xv
Daftar Bagan ... xvi
Daftar Lampiran ... xvii
Bab 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 9
1.3 Pembatasan Masalah ... 9
1.4 Rumusan Masalah ... 10
1.5 Tujuan Penelitian ... 10
1.6 Manfaat Penelitian ... 12
2. KAJIAN PUSTAKA ... 14
2.1 Landasan Teori ... 14
2.1.1 Pengertian Belajar ... 14
2.1.2 Pengertian Pembelajaran ... 16
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 17
2.1.4 Minat Belajar ... 19
2.1.5 Hasil Belajar ... 23
2.1.6 Karakteristik Siswa SD ... 25
2.1.9 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 31
2.1.10 Guided Discovery Learning ... 38
2.1.11 Bilangan Pecahan ... 41
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 43
2.3 Kerangka Berpikir ... 49
2.4 Hipotesis ... 52
3. METODE PENELITIAN ... 54
3.1 Desain Penelitian ... 54
3.2 Prosedur Penelitian ... 56
3.2.1 Tahap Persiapan ... 56
3.2.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 58
3.2.3 Tahap Penyelesaian ... 61
3.3 Variabel Penelitian ... 61
3.3.1 Variabel Independen ... 62
3.3.2 Variabel Dependen ... 62
3.4 Waktu dan Tempat Penelitian ... 62
3.5 Populasi dan Sampel ... 63
3.5.1 Populasi ... 63
3.5.2 Sampel ... 64
3.6 Definisi Operasional Variabel ... 64
3.6.1 Variabel Metode Guided Discovery Learning ... 64
3.6.2 Variabel Minat Belajar Siswa ... 65
3.6.3 Variabel Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 66
3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 67
3.7.1 Wawancara Tidak Terstruktur ... 67
3.7.2 Tes ... 67
3.7.3 Kueisioner atau Angket ... 68
3.7.4 Observasi ... 69
3.7.5 Dokumentasi ... 69
3.8.2 Dokumen ... 71
3.8.3 Lembar Observasi Metode ... 71
3.8.4 Kueisioner Minat ... 72
3.8.5 Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 72
3.9 Teknik Analisis Data ... 84
3.9.1 Analisis Deskripsi Data ... 84
3.9.2 Analisis Statistik Data ... 86
3.10 Panduan Penelitian Eksperimen ... 90
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 91
4.1 Objek Penelitian ... 91
4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 91
4.1.2 Kondisi Responden ... 93
4.2 Analisis Deskriptif Hasil Penelitian ... 94
4.2.1 Deskriptif Data Variabel Metode Guided Discovery Learning ... 94
4.2.2 Hasil Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 95
4.2.3 Deskripsi Data Variabel Minat Belajar ... 98
4.2.4 Deskripsi Data Variabel Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 104
4.3 Analisis Statistik Data Hasil Penelitian ... 109
4.3.1 Uji Kesamaan Rata-rata Nilai Pretest Siswa ... 109
4.3.2 Uji Prasyarat Analisis ... 110
4.3.3 Uji Hipotesis ... 113
4.4 Pembahasan ... 123
4.4.1 Perbedaan Penerapan Metode Guided Discovery Learning dan Metode Konvensional terhadap Minat Belajar Siswa ... 123
4.4.2 Perbedaan Penerapan Metode Guided Discovery Learning dan Metode Konvensional terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah ... 127
4.4.3 Keefektifan Metode Guided Discovery Learning terhadap Minat Belajar Siswa ... 131
5. PENUTUP ... 140
5.1 Simpulan ... 140
5.2 Saran ... 141
5.2.1 Bagi Siswa ... 142
5.2.2 Bagi Guru ... 142
5.2.3 Bagi Sekolah ... 143
5.2.4 Bagi Peneliti Lanjutan ... 143
DAFTAR PUSTAKA ... 144
Tabel Halaman
3.1 Tahap-tahap Guided Discovery Learning ... 65
3.2 Dimensi dan Indikator Minat Belajar Siswa ... 66
3.3 Pedoman Kategorisasi Data Penelitian... 73
3.4 Kriteria Kemampuan Pemecahan Masalah ... 74
3.5 Hasil Uji Validitas Angket Uji Coba Minat Belajar Siswa ... 77
3.6 Hasil Uji Validitas Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 78
3.7 Hasil Uji Reliabilitas Angket ... 80
3.8 Hasil Uji Reliabilitas Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah .... 80
3.9 Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran ... 82
3.10 Hasil Perhitungan Daya Beda Soal ... 83
4.1 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 93
4.2 Data Responden Berdasarkan Umur ... 93
4.3 Nilai Pengamatan Metode Guided Discovery Learning ... 95
4.4 Deskripsi Data Pretest Siswa ... 95
4.5 Distribusi Frekuansi Nilai Pretest ... 96
4.6 Deskripsi Data Variabel Minat Belajar ... 98
4.7 Indeks Minat Belajar Siswa Kelas Eksperimen ... 101
4.8 Indeks Minat Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 103
4.9 Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 105
4.10 Distribusi Frekuensi Nilai Posttest ... 105
4.11 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Eksperimen ... 107
4.12 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Kontrol ... 108
4.13 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Nilai Pretest ... 109
4.14 Hasil Uji Normalitas Data Minat Belajar Siswa ... 110
4.15 Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 111
4.16 Hasil Uji Homogenitas Data Minat Belajar Siswa ... 112
4.18 Hasil Uji Hipotesis (Uji-t) Minat Belajar Siswa ... 115
4.19 Hasil Uji One Sample t Test Minat Belajar Siswa ... 117 4.20 Hasil Uji Hipotesis (Uji-t) Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa ... 120
4.21 Hasil Uji One Sample t Test Kemampuan Pemecahan Masalah
Histogram Halaman
4.1 Distribusi Frekuansi Nilai Pretest Kelas Eksperimen ... 96
4.2 Distribusi Frekuansi Nilai Pretest Kelas Kontrol ... 97
4.3 Distribusi Frekuansi Nilai Posttest Kelas Eksperimen ... 106
Bagan Halaman
2.1 Kerangka Berpikir ... 51
Lampiran Halaman
1. Daftar Nama Siswa Kelas IVA (Eksperimen) ... 149
2. Daftar Nama Siswa Kelas IVB (Kontrol) ... 150
3. Daftar Nama Siswa Kelas IV (Uji Coba) ... 151
4. Daftar Nilai UTS Kelas IVA Tahun Ajaran 2015/2016 ... 152
5. Daftar Nilai UTS Kelas IVB Tahun Ajaran 2015/2016 ... 154
6. Pedoman Wawancara Tidak Terstruktur... 156
7. Pedoman Penelitian ... 157
8. Silabus Pembelajaran ... 158
9. Silabus Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 159
10. Silabus Pembelajaran Kelas Kontrol... 164
11. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 1 ... 168
12. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 180
13. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 3 ... 192
14. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 1 ... 204
15. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 215
16. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 3 ... 226
17. Kisi-kisi Angket Uji Coba Minat Belajar Siswa ... 237
18. Pedoman Penskoran Angket Minat Belajar Siswa ... 238
19. Angket Uji Coba Minat Belajar Siswa ... 239
20. Daftar Nilai Uji Coba Angket Minat Belajar Siswa ... 242
21. Kisi-kisi Soal Tes Uji Coba Kemampuan Pemecahan Masalah ... 246
22. Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 247
23. Kunci Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 250
24. Daftar Nilai Tes Uji Coba Kemampuan Pemecahan Masalah ... 255
25. Validitas Soal oleh Tim Ahli I ... 257
26. Validitas Soal oleh Tim Ahli II ... 259
27. Kisi-kisi Lembar Observasi Metode Guided Discovery Learning... 261
30. Validitas Soal Uji Coba Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa ... 265
31. Reliabilitas Soal Uji coba Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 266
32. Pembagian Kelompok Atas dan Bawah ... 267
33. Analisis Taraf Kesukaran dan Daya Beda ... 269
34. Kisi-kisi Angket Minat Belajar Siswa ... 270
35. Pedoman Penskoran Angket Minat Belajar Siswa ... 271
36. Angket Minat Belajar Siswa ... 272
37. Tabulasi Angket Minat Belajar Siswa Kelas Eksperimen ... 274
38. Tabulasi Angket Minat Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 276
39. Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 278
40. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika... 279
41. Kunci Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 281
42. Daftar Nilai Pretest Kelas Eksperimen ... 285
43. Daftar Nilai Pretest Kelas Kontrol... 287
44. Uji Kesamaan Rata-rata Pretest (Kemampuan Awal) ... 289
45. Daftar Nilai Posttest Kelas Eksperimen... 290
46. Daftar Nilai Posttest Kelas Kontrol ... 292
47. Hasil Observasi Metode Guided Discovery Learning di kelas Eksperimen ... 294
48. Hasil Observasi Metode Guided Discovery Learning di kelas Kontrol ... 300
49. Uji Normalitas Angket Minat Belajar Siswa ... 306
50. Uji Homogenitas Angket Minat Belajar Siswa ... 307
51. Uji Normalitas Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 308
52. Uji Homogenitas Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 309
Matematika Siswa ... 311
55. Uji Keefektifan Metode Guided Discovery Learning terhadap Minat Belajar Siswa (polled varian) ... 312
56. Uji Keefektifan Metode Guided Discovery Learning terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa (polled varian) ... 313
57. Uji Pihak Kanan One Sample t Test Minat Belajar Siswa ... 314
58. Uji Pihak Kanan One Sample t Test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 315
59. Surat Izin Penelitian ... 316
60. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 317
PENDAHULUAN
Bagian pendahuluan membahas mengenai hal-hal yang menjadi dasar dari
penelitian. Bab ini terdiri atas: latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
Uraiannya yaitu sebagai berikut:
1.1
Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam kehidupan seorang
individu, melalui pendidikan seorang individu dapat berkembang dan
mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Oleh sebab itu, pendidikan menjadi
kebutuhan bagi tiap individu sebagai sarana untuk mengeksperesikan diri,
menemukan jati diri, serta mengambil peranan di masa yang akan datang.
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I Pasal 1 Ayat
1 menyebutkan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan pengertian pendidikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan individu, dan
hak tiap individu untuk memperoleh pendidikan, pemerintah memiliki lembaga
strategis dalam penyelenggaraan pendidikan, yaitu sekolah. Sekolah menjadi
penyelenggara pendidikan utama dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia,
dalam pelaksanaannya memiliki tiga jenjang pendidikan diantaranya yaitu,
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendidikan pada jenjang pendidikan dasar, memberikan bekal kepada siswa
dengan kemampuan dasar berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap, sehingga
memunculkan karakter yang baik. Hal ini penting bagi siswa untuk mempersiapkan
diri melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Proses pendidikan pada
jenjang pendidikan dasar memerlukan penanganan khusus diantaranya, yaitu proses
pembelajaran efektif yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa.
Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses interaksi antara siswa dan
guru, serta sumber belajar dalam suatu lingkungan yang memiliki tujuan untuk
mengoptimalkan kemampuan siswa atau kualitas belajar siswa. Hal ini sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 1 butir 20
menyebutkan bahwa “pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Interaksi yang dihasilkan antara
siswa, guru dan sumber belajar bertujuan untuk meningkatkan intensitas dan
kualitas siswa.
Selanjutnya, Winataputra (2008: 1.18) menyatakan pembelajaran sebagai
kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan
intensitas serta kualitas belajar siswa. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
merupakan proses interaksi guru dan siswa serta sumber belajar dalam lingkungan
dalam melaksanakan pembelajaran. Proses pembelajaran memberikan kesempatan
kepada siswa dan guru untuk bersama-sama meningkatkan kualitas diri ke arah
yang lebih baik. Dengan demikian perlu adanya pengelolaan pembelajaran yang
efektif oleh guru pada saat proses pembelajaran.
Pengelolaan pembelajaran yang efktif penting dilaksanakan oleh guru,
khususnya pada mata pelajaran matematika yang memerlukan konsentrasi tinggi.
Hal ini dikarenakan matematika penting bagi siswa, guna melatih siswa berpikir
logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta bekerjasama, ini sesuai dengan
Permendiknas No. 22 (2006: 416), “mata pelajaran matematika perlu diberikan
kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik
dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama.” Kemudian Karso dkk (2009: 1.5) menyatakan
matematika bagi siswa SD berguna untuk kepentingan hidup di dalam
lingkungannya, untuk mengembangkan pola berpikirnya, dan untuk mempelajari
ilmu-ilmu selanjutnya.
Sementara itu, tujuan umum pembelajaran matematika menurut
Permendiknas No. 22 (2006: 417) yaitu: (1) memahami konsep matematika,
menjelaskan ketertarikan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma,
secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2)
menggunakan penalaran pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dan
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; serta (5)
memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki
rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap
ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Pemecahan masalah dalam matematika menjadi perhatian penting dalam
belajar matematika, Hudojo (2005: 130) menyatakan bila seorang siswa dilatih
untuk menyelesaikan masalah, siswa itu mampu mengambil keputusan, karena
siswa menjadi mempunyai keterampilan tentang bagaimana mengumpulkan
informasi yang relevan, menganalisis informasi dan menyadari betapa perlunya
meneliti kembali hasil yang telah diperolehnya. Kemudian menurut Turmudi (2008:
30) dengan menggunakan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika,
siswa mengenal cara berpikir, kebiasaan untuk tekun, dan keingintahuan yang
tinggi, serta percaya diri dalam situasi yang tidak biasa, yang akan melayani mereka
secara baik di luar kelas matematika. Sedangkan Hudojo (2005: 130), menyatakan
bahwa melalui penyelesaian masalah siswa dapat berlatih untuk mengintegrasikan
konsep-konsep, teorema-teorema, dan keterampilan yang telah dipelajari.
Di samping itu, guru juga perlu menumbuhkan minat siswa dalam belajar,
karena minat menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan guru dalam
melaksanakan pembelajaran, dengan demikian siswa yang kurang berminat
terhadap pembelajaran yang dilaksanakan guru, bisa berpengaruh buruk terhadap
siswa itu sendiri. Ini sejalan dengan Susanto (2013: 66) yang menyatakan, kegiatan
belajar yang dilakukan tidak sesuai dengan minat siswa akan berpengaruh negatif
berminat terhadap pembelajaran, siswa akan tertarik, antusias, dan aktif dalam
pembelajaran.
Minat siswa tidak begitu saja timbul dengan sendirinya, minat siswa dapat
dimunculkan dengan pengelolaan pembelajaran yang baik. Salah satunya dengan
menggunakan variasi metode pembelajaran, disesuaikan dengan mata pelajaran
maupun materi yang akan diajarkan kepada siswa. Kenyataan di sekolah,
pembelajaran sepenuhnya dipusatkan kepada guru, proses pembelajaran masih
mengutamakan metode ceramah, siswa hanya duduk diam dan mendengarkan
materi yang disampaikan guru, serta kurang berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran. Hal ini berpengaruh terhadap kemampuan siswa menyerap materi
pelajaran, pada akhirnya siswa cenderung malas dan bosan mengikuti kegiatan
belajar mengajar di sekolah.
Salah satu metode yang mampu untuk melibatkan siswa dalam
pembelajaran yaitu Guided Discovery Learning. Metode ini merupakan bagian dari metode discovery learning, perbedaannya terletak pada bagaimana peran guru dalam pembelajaran. Metode Guided Discovery Learning dirancang melalui proses bimbingan atau arahan dari guru kepada siswa untuk menemukan suatu konsep atau
hubungan dari konsep-konsep yang telah ada, dalam metode ini guru berperan
sebagai pemandu atau pembimbing siswa dalam upaya mereka menemukan atau
memecahkan suatu permasalahan. Hal yang sama dinyatakan oleh Brunner (1961)
dalam Mayer (2004: 15) “...guided discovery methods, in which the student receives problem to solve but the teacher also provides hints, direction, coaching, feedback, and/or modeling to keep the student on track...”. Maksud dari pernyataan tersebut
untuk dipecahkan tapi guru juga memberikan petunjuk, arahan, bimbingan, umpan
balik, dan atau pemodelan agar siswa tetap dalam jalurnya.
Prinsip metode Guided Discovery Learning menuntut guru untuk aktif dan kreatif memberikan contoh-contoh yang mampu merangsang siswa berpartisipasi
aktif dalam pembelajaran, dan menyimpulkan pembelajaran ketika siswa telah
mampu mendeskripsikan serta menemukan pola hubungan dari konsep yang telah
diajarkan guru. Selain itu siswa dituntut untuk aktif bertanya, mengemukakan
pendapat, dan aktif menjalankan intruksi atau arahan yang diberikan guru pada saat
proses pembelajaran, sehingga apa yang siswa laksanakan akan terarah dan tujuan
pembelajaran mudah tercapai. Prinsip pelaksanaan metode Guided Discovery Learning ini, sangat cocok untuk diimplementasikan dalam pembelajaran matematika, khususnya dalam pemecahan masalah matematika yang memerlukan
proses dan langkah-langkah sistematis.
Sebelumnya, penerapan Guided Discovery Learning dalam pembelajaran
matematika di sekolah dasar, telah dilaksanakan oleh Redi (2012) dari Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana dengan judul
“Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided
Discovery) terhadap Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Matematika Kelas III SDN
Telogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran
2011/2012”. Hasil penelitiannya menunjukan nilai rata-rata kelas eksperimen lebih
tinggi yaitu 74,8571, dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu 62,9333. Hasil
belajar tersebut menjadi bukti secara empiris bahwa Guided Discovery Learning
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di SD Negeri Debong Kidul Kota
Tegal pada hari Rabu, 14 Oktober 2015 dengan melakukan wawancara bersama
guru kelas IV A dan guru kelas IV B, kemudian dilanjutkan dengan observasi dan
dokumentasi. Hasil studi pendahuluan dengan melakukan wawancara mendapatkan
hasil yaitu: (1) Siswa di kelas IV A berjumlah 36 siswa dan siswa kelas IV B
berjumlah 35 siswa; (2) KKM untuk mata pelajaran matematika yaitu 67; (3)
Rata-rata nilai hasil UTS semester 1 kelas IV A yaitu 68,33, sedangkan Rata-rata-Rata-rata nilai
hasil UTS kelas B yaitu 68,94; (4) Model pembelajaran yang dilaksanakan dalam
pembelajaran matematika belum variatif, guru cenderung menggunakan metode
pembelajaran konvensional; (6) Minat belajar siswa terhadap pelajaran matematika
sangat rendah, ditunjukkan dengan kurangnya partisipasi siswa dalam
pembelajaran, siswa lebih memilih untuk asik bermain sendiri dibandingkan
dengan memperhatikan pelajaran, atau menjawab pertanyaan dari guru.
Kemudian dari hasil observasi yang dilakukan diperoleh data yaitu: (1) Guru
masih monoton dalam menyampaikan pembelajaran, belum ada variasi metode
pembelajaran; (2) Siswa hanya diberikan latihan-latihan soal dan mencatat materi
yang dijelaskan guru; (3) Kelas kurang kondusif karena pembelajaran dilaksanakan
di kelas yang terpisah. Selanjutnya dari hasil dokumentasi diperoleh data yaitu: (1)
Hasil ulangan tengah semester 1 mata pelajaran matematika. Berdasarkan studi
pendahuluan bisa diketahui bahwa belum adanya variasi metode pembelajaran,
guru cenderung menggunakan metode pembelajaran konvensional dalam
menyampaikan materi pelajaran, sehingga siswa cepat bosan dan pemahaman siswa
Hasil studi pendahuluan dengan guru kelas IV A dan guru kelas IV B SD
Negeri Debong Kidul, mengenai pembelajaran matematika yang guru ajarkan di
kelas tersebut, ditemukan masalah yaitu kemampuan berhitung khususnya
perkalian dan pembagian yang masih rendah, hal ini berakibat pada rendahnya
kemampuan pemecahan masalah matematika khususnya dalam proses penyelesaian
soal cerita. Siswa masih kebingungan dalam menyusun langkah-langkah
penyelesaian yang tepat, dan siswa masih beranggapan matematika sebagai
pelajaran yang sulit, sehingga siswa cenderung kurang berminat terhadap
pembelajaran matematika yang dilaksanakan guru.
Oleh karena itu, guru perlu memperhatikan prinsip pembelajaran yang salah
satunya yaitu prinsip belajar sambil bermain, prinsip ini merupakan kegiatan yang
dapat menimbulkan suasana menyenangkan bagi siswa dalam belajar sehingga,
dapat mendorong anak untuk aktif dalam belajar (Susanto, 2013: 88). Selain itu,
untuk memberikan kemudahan siswa dalam memahami pelajaran, guru juga perlu
melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan berbagai macam metode
pembelajaran yang disesuaikan dengan materi pelajaran.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti bermaksud melakukan
penelitian eksperimen dengan judul “Pengaruh Guided Discovery Learning
terhadap Minat dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas IV
SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal”. Dengan tujuan peneliti bisa
membandingkan minat dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa,
antara yang pembelajarannya menerapkan Guided Discovery Learning dengan
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan yaitu sebagai berikut:
(1) Kemampuan dasar seperti perkalian dan pembagian masih rendah.
(2) Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih relatif rendah.
(3) Minat siswa dalam belajar khususnya matematika masih rendah.
(4) Guru masih menggunakan metode pembelajaran konvensional yang
pembelajarannya berpusat pada guru.
(5) Guru belum menggunakan metode pembelajaran yang menarik siswa dan
efektif, serta tidak monoton.
1.3
Pembatasan Masalah
Batasan masalah diperlukan dalam penelitian sebagai pedoman bagi peneliti
untuk memfokuskan dan memberi arahan yang jelas mengenai penelitian yang akan
dilaksanakan, sehingga penelitian lebih efektif dan efisien. Hal yang akan dibatasi
dalam penelitian adalah sebagai berikut:
(1) Metode yang digunakan yaitu metode Guided Discovery Learning.
(2) Penelitian memfokuskan pada mata pelajaran matematika materi bilangan
pecahan.
(3) Penelitian memfokuskan pada kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa pada materi bilangan pecahan.
(4) Penelitian memfokuskan pada minat siswa dalam mengikuti pembelajaran
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah serta batasan masalah
tersebut, dapat dirumuskan empat rumusan masalah yaitu sebagai berikut:
(1) Apakah terdapat perbedaan minat belajar matematika siswa kelas IV pada
materi bilangan pecahan antara yang proses pembelajarannya menggunakan
Guided Discovery Learning dan pembelajaran konvensional?
(2) Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
kelas IV pada materi bilangan pecahan antara yang proses pembelajarannya
menerapkan Guided Discovery Learning dan pembelajaran konvensional? (3) Apakah penggunaan metode Guided Discovery Learning efektif terhadap
minat belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran matematika materi bilangan
pecahan?
(4) Apakah penggunaan metode Guided Discovery Learning efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas IV pada mata
pelajaran matematika materi bilangan pecahan?
1.5
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, peneliti membagi tujuan penelitian
menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, pembahasan mengenai tujuan
umum dan tujuan khusus yaitu sebagai berikut:
1.5.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian yaitu mengetahui dan menguji pengaruh penerapan
1.5.2 Tujuan Khusus
(1) Menganalisis dan mendeskripsikan perbedaan minat siswa dalam
pembelajaran matematika kelas IV pada materi bilangan pecahan antara yang
menggunakan metode Guided Discovery Learning dengan minat siswa yang pembelajarannya menggunakan metode pembelajaran konvensional.
(2) Menganalisis dan mendeskripsikan ada tidaknya perbedaan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa dalam pembelajaran matematika kelas
IV pada materi bilangan pecahan antara yang menggunakan metode Guided Discovery Learning dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan metode pembelajaran konvensional.
(3) Menganalisis dan mendeskripsikan minat siswa dalam pembelajaran
matematika kelas IV materi bilangan pecahan yang menggunakan metode
Guided Discovery Learning lebih baik daripada pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran konvensional.
(4) Menganalisis dan mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa dalam pembelajaran matematika kelas IV materi bilangan
pecahan yang menggunakan metode Guided Discovery Learning lebih baik daripada pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran
konvensional.
1.6
Manfaat Penelitian
Peneliti akan melakukan penelitian eksperimen, diharapkan penelitian ini
memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, selengkapnya yaitu sebagai
1.6.1 Manfaat Teoritis
Manfaat Teoritis yaitu manfaat yang berbentuk teori, manfaat teoritis dalam
penelitian ini yaitu:
(1) Memberikan informasi mengenai metode Guided Discovery Learning dalam pembelajaran matematika kelas IV materi bilangan pecahan.
(2) Menjadi pedoman dan rujukan bagi guru dan peneliti lain dalam penerapan
metode Guided Discovery Learning di sekolah pada mata pelajaran matematika materi bilangan pecahan.
1.6.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis adalah manfaat dalam bentuk praktik, yang secara langsung
dapat dilaksanakan, manfaat praktik dalam penelitian ini diharapkan memberikan
manfaat bagi siswa, guru dan sekolah. Uraiannya yaitu sebagai berikut:
1.6.2.1Bagi Siswa
(1) Meningkatnya minat peserta didik dalam pembelajaran metematika pada
materi bilangan pecahan dengan menggunakan metode Guided Discovery Learning.
(2) Meningkatnya pengetahuan siswa mengenai materi pembelajaran bilangan
pecahan.
(3) Melatih siswa untuk melakukan belajar penemuan.
1.6.2.2Bagi Guru
(1) Meningkatkan kompetensi guru melalui penerapan metode Guided Discovery Learning.
1.6.2.3Bagi Sekolah
(1) Penelitian ini bisa berkontribusi dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah
dasar dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran khususnya pembelajaran
KAJIAN PUSTAKA
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai landasan teori, penelitian yang relevan,
kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Selengkapnya sebagai berikut:
2.1 Landasan Teori
Penelitian ini akan membahas teori-teori mengenai belajar dan
pembelajaran yang meliputi pengertian belajar, pengertian pembelajaran dan faktor
yang memengaruhi belajar, minat belajar, hasil belajar, karakteristik siswa SD,
matematika di SD, kemampuan pemecahan masalah matematika, dan Guided
Discovery Learning.
2.1.1 Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung secara terus menerus
dalam kehidupan seseorang yang mengakibatkan adanya perubahan perilaku.
Perubahan perilaku tersebut sebagai hasil dari usaha yang dilakukan dalam
pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan (Daryanto, 2010: 2). Perubahan
tingkah laku tersebut bisa berupa perubahan yang bersifat pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Belajar menurut Hamalik (2015: 27) adalah “modifikasi
atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the
modification or strengthening of behavior experiencing)”. Menurut pengertian ini,
Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami.
Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan kelakuan.
Burton (1984) dalam (Siregar dan Nara, 2011: 4) menyatakan belajar
sebagai suatu proses perubahan tingkah laku pada diri individu, karena adanya
interaksi antar individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya,
sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Sementara
Slameto (2013: 2) menjelaskan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Perubahan yang terjadi pada seseorang banyak sekali sifat maupun
jenisnya, karena itu setiap perubahan yang terjadi dalam diri seseorang belum tentu
merupakan perubahan dalam arti belajar.
Menurut Siregar dan Nara (2011: 4) belajar adalah sebuah proses kompleks
yang di dalamnya terkandung beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut yaitu: (1)
bertambahnya jumlah pengetahuan; (2) adanya kemampuan mengingat dan
memproduksi; (3) adanya penerapan pengetahuan; (4) menyimpulkan makna; (5)
menafsirkan dan mengaitkannya dengan realitas; (6) adanya perubahan sebagai
pribadi.
Berdasarkan pengertian belajar menurut para ahli, dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses interaksi antar individu dengan lingkungannya. Proses
tersebut berakibat pada berubahnya tingkah laku sebagai hasil pengalaman,
2.1.2 Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dilakukan secara sadar oleh
seseorang dalam upayanya memberikan bimbingan. Menurut Setijowati (2013: 2)
“pembelajarn adalah proses yang mengandung serangkaian kegiatan guru-siswa
atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif”.
Selanjutnya Miraso (1993) dalam Siregar dan Nara (2011: 12) menyatakan bahwa
pembelajaran pada hakikatnya merupakan sebuah tindakan dalam usaha pendidikan
yang dilaksanakan dengan cara disengaja dan terencana, dengan tujuan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan serta pelaksanaannya
terkendali.
Namun suatu tindakan terencana tidak semua bisa diartikan sebagai suatu
proses pembelajaran, karena pembelajaran sendiri memiliki ciri-ciri khusus. Siregar
dan Nara (2011: 12) mengemukakan ciri-ciri yang ada dalam suatu kegiatan
pembelajaran, yaitu sebagai berikut: (1) merupakan usaha sadar dan disengaja; (2)
membelajaran harus membuat siswa belajar; (3) mujuan harus ditetapkan terlebih
dahulu sebelum proses dilaksanakan; (4) melaksanaannya terkendali, baik isinya,
waktu, proses maupun hasilnya.
Selanjutnya, Rifa’i dan Anni (2012: 159) mengartikan pembelajaran sebagai
proses komunikasi dua arah yaitu, antara guru dengan siswa atau siswa dengan
siswa yang lainnya. Dalam proses komunikasi itu dapat dilakukan secara verbal
(lisan), dan dapat pula secara nonverbal, seperti penggunaan media komputer dalam
pembelajaran. Namun demikian apapun media yang digunakan dalam pembelajaran
Berdasarkan pengertian pembelajaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah suatu usaha pendidikan yang merupakan seperangkat tindakan
yang disengaja dan direncanakan sebagai suatu kegiatan antara guru dengan siswa.
Kegiatan tersebut merupakan proses komunikasi dua arah antara guru dengan siswa
dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang kompleks, artinya banyak faktor yang
dapat memengaruhi proses belajar. Faktor-faktor tersebut bisa menentukan berhasil
atau tidaknya siswa dalam belajar. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan
faktor apa saja yang dapat memengaruhi keberhasilan belajar siswa. Menurut
Suhana (2014: 8) keberhasilan dalam belajar sangat dipengaruhi oleh berfungsinya
secara integratif dari setiap faktor pendukungnya.
Slameto (2012: 54-72) menyebutkan faktor-faktor yang dapat memengaruhi
siswa dalam belajar, faktor-faktor tersebut yaitu faktor intern atau faktor yang
berasal dari dalam diri individu dan faktor ekstern atau faktor yang berasal dari luar
individu.
2.1.3.1Faktor Intern
Faktor Intern merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang
memengaruhi proses belajarnya. Faktor intern ada tiga aspek, yang meliputi: faktor
jasmaniah, psikologis, dan kelelahan. Uraian selengkapnya sebagai berikut:
(1) Jasmaniah
Faktor Jasmaniah adalah faktor intern yang berhubungan dengan kondisi badan
atau fisik seorang individu. Faktor jasmaniah meliputi kesehatan dan cacat
(2) Psikologis
Faktor psikologis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi psikis
seorang individu. Faktor psikologis ini bisa dilihat dari keinginan seorang
individu untuk melakukan sesuatu. Faktor psikologis meliputi intelegensi,
perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.
(3) Kelelahan
Kelelahan adalah kondisi menurunnya kesehatan seorang individu, baik
jasmani maupun rohani (psikis). Kelelahan jasmani ditunjukkan dengan lemah
lunglaynya tubuh dan timbulnya kecenderungan untuk membaringkan badan,
sedangkan kelelahan rohani ditandai dengan kelesuan dan kebosanaan,
sehingga tidak ada minat dan dorongan untuk melakukan suatu aktivitas.
2.1.3.2Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah semua faktor dari luar yang memengaruhi proses
belajar. Faktor ekstern meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat. Uraian
selengkapnya sebagai berikut:
(1) Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama yang dialami siswa
dengan kedua orang tuanya. Keberadaan keluarga berpengaruh terhadap proses
belajar siswa. Faktor tersebut meliputi cara mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang tua, dan latar
belakang kebudayaan.
(2) Sekolah
Sekolah menjadi lingkungan pendidikan pertama yang mengkondisikan siswa
berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Faktor di lingkungan sekolah yang
memengaruhi belajar siswa meliputi: metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu
sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, serta tugas yang
diberikan guru.
(3) Masyarakat
Masyarakat merupakan lingkungan dimana siswa berada. Faktor masyarakat
berperan penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Lingkungan
yang baik akan mendidik anak menjadi anak yang baik dan juga sebaliknya.
Keberadaan lingkungan yang memengaruhi belajar siswa meliputi: kegiatan
siswa dalam masyarakat, media masa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan
masyarakat.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang
memengaruhi proses belajar berasal dari dua faktor utama yaitu faktor intern yang
berasal dari dalam diri individu dan faktor ekstern yang berasal dari luar individu
atau lingkungan. Fakto-faktor tersebut saling berkaitan dan saling memengaruhi,
sehingga dapat memberikan dampak yang baik atau sebaliknya. Oleh karena itu,
dibutuhkan kerjasama yang baik antar orang tua, sekolah, dan lingkungan
masyarakat, agar siswa dapat mengoptimalkan proses belajarnya.
2.1.4 Minat Belajar
Minat merupakan rasa suka atau hasrat terhadap sesuatu sehingga
menimbulkan keingintahuan, ketertarikan untuk memperolehnya. Minat pada
seseorang menimbulkan semangat dan tindakan untuk melakukan suatu aktivitas.
Hariyanto (2015: 177) “minat didefinisikan sebagai kecenderungan hati yang tinggi
terhadap sesuatu”. Sukardi (1988) dalam Susanto (2013: 57), minat dapat diartikan
sebagai suatu kesukaan, kegemaran atau kesenangan seseorang terhadap sesuatu.
Adapun menurut Sudirman (2007) dalam Susanto (2013: 57), minat diartikan
sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti
sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan atau kebutuhannya sendiri.
Selanjutnya, Tidjan (1976) dalam Suyono dan Hariyanto (2015: 177)
menyatakan bahwa “minat adalah gejala psikologis yang menunjukan pemusatan
perhatian terhadap suatu objek karena timbulnya perasaan senang”. Oleh karena itu
minat sangat penting bagi seseorang untuk menimbulkan perasaan suka, senang dan
tertarik terhadap sesuatu. Jadi dapat disimpulkan bahwa minat adalah suatu gejala
psikologis terhadap sesuatu yang ditandai dengan perasaan senang, suka dan
tertarik, karena merasa ada suatu kepentingan terhadap sesuatu itu.
Minat akan selalu terkait dengan kebutuhan seseorang. Kaitannya dengan
belajar, menurut Hansen (1995) dalam Susanto (2013: 57) menyebutkan bahwa
minat belajar siswa memiliki hubungan erat dengan kepribadian, motivasi, ekspresi
dan konsep diri atau identifikasi, faktor keturunan dan pengaruh eksternal atau
lingkungan. Secara nyata minat merupakan suatu hal yang penting dalam
menentukan arah, dan cara berpikir seseorang dalam aktivitas belajarnya.
Mikarsa (2007: 3.10) berpendapat bahwa minat berkembang melalui proses
belajar, yang memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) minat berkembang sejalan
dengan perkembangan fisik dan mental; (2) minat sangat berpengaruh terhadap
kesiapan belajar (misalnya anak tidak akan berminat pada permainan lompat tali
bergantung pada kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk belajar
bergantung pada lingkungan serta minat dari anak maupun orang dewasa di
sekitarnya; (4) perkembangan minat mungkin saja terbatas, tergantung dari
kemampuan fisik, serta mental dan pengalaman sosial anak; (5) minat dipengaruhi
oleh budaya karena anak belajar dan memperoleh pengalaman melalui keluarga,
guru dan orang dewasa lain yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh budaya; (6)
minat dipengaruhi oleh faktor emosi/suasana hati. Jika suasana hati sedang gundah,
minat pada sesuatu juga berkurang, demikian juga sebaliknya. Minat bersifat
egosentris, hal ini dapat dilihat pada anak-anak.
Minat merupakan faktor yang sangat penting dalam kegiatan belajar siswa,
menurut Susanto (2013: 66) kegiatan belajar yang dilakukan tidak sesuai dengan
minat siswa akan memungkinkan berpengaruh negatif terhadap hasil belajar siswa,
demikian juga sebaliknya. Dengan adanya minat pada diri siswa, maka siswa akan
mendapatkan kepuasan batin dari kegiatan belajar.
Uraian tersebut memperjelas pentingnya minat dalam belajar siswa, karena
minat dimungkinkan akan berpengaruh terhadap kegiatan belajar khususnya hasil
belajar siswa, ini dikarenakan ada tidaknya minat siswa terhadap sesuatu dalam
kegiatan belajar itu sendiri. Ini sesuai dengan pendapat Hartono (2005) dalam
Susanto (2013: 67) yang menyatakan bahwa minat memberikan sumbangan besar
terhadap keberhasilan belajar peserta didik. Bahan pelajaran, pendekatan, ataupun
metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan minat peserta didik menyebabkan
hasil belajar tidak optimal.
Penting bagi guru untuk memunculkan minat siswa terhadap materi yang
akan tertarik dan rasa keingintahuan siswa akan meningkat, sehingga tujuan
pembelajaran akan mudah tercapai. Slameto (2003) dalam Suyono dan Hariyanto
(2015: 177) menyatakan bahwa ciri-ciri siswa yang berminat dalam belajar adalah
sebagai berikut: (1) mempunyai kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan
dan mengenang sesuatu yang dipelajari secara terus-menerus; (2) ada rasa suka dan
senang pada sesuatu yang diminati; (3) memperoleh suatu kebanggaan dan
kepuasan pada sesuatu yang diminati; (4) lebih menyukai suatu hal yang menjadi
minatnya daripada yang lainnya; (5) dimanifestasikan melalui partisipasi pada
aktivitas dan kegiatan.
Melihat berbagai ciri minat yang ditimbulkan siswa dalam pembelajaran,
maka membangkitkan minat dan perhatian siswa terhadap pembelajaran menjadi
tugas pokok guru dan mutlak harus dilaksanakan. Siswa menjadi senang terhadap
pembelajaran karena penyajian pembelajaran, oleh karena itu guru harus memiliki
kompetensi yang tinggi dalam penguasaan bahan ajar dan penguasaan kelas, seperti
menggunakan berbagai metode pembelajaran, serta mampu menjaga lingkungan
tempat belajar tetap kondusif.
Pada praktiknya selain kedua hal tersebut, guru juga dapat melakukan
cara-cara parktis untuk membangkitkan minat dan perhatian siswa. Seperti yang
sebutkan Suyono dan Hariyanto (2015: 178) yaitu sebagai berikut:
(1) Selalu berupaya mengkontekstualkan dan menginikan bahan ajar.
(2) Mengetahui gaya belajar siswa pada umumnya sehingga penyajian
(3) Sesekali menyelipkan humor-humor segar terutama yang relevan dengan
bahan ajar atau kondisi pembelajaran. Seorang guru yang kompeten adalah
gudangnya ice breaker, pemecah kebekuan.
(4) Jeda sejenak dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kecil.
(5) Selalu berupaya akar kelas terbangun oleh suasana yang dialogis, banyak
terjadi diskusi.
(6) Memberikan pekerjaan rumah yang menantang ... dalam hal ini guru perlu
berdiskusi dengan para siswa.
(7) Melakukan refresing dengan para siswa dalam suatu karya wisata, namun benar-benar harus ada studi ekskursi di sana ... Tujuan pokoknya adalah
mengkontekstualkan pembelajaran.
2.1.5 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan satu aspek yang sangat penting dalam kegiatan
belajar mengajar, hasil belajar menjadi tolok ukur siswa dalam mengikuti
pembelajaran. Hasil belajar siswa dalam pembelajaran yang mendidik berupa
perubahan tingkah laku yang disadari, kontinu, fungsional, positif, tetap, bertujuan,
dan komperhensip (Lapono., dkk, 2008: 4-123). Rancangan pembelajaran yang
baik hendaknya mampu memberikan hasil berupa perubahan dalam diri siswa.
Beberapa ciri perubahan dalam diri siswa yang perlu diperhatikan guru menurut
Lapono, dkk (2008: 4-123–4) antara lain: (1) perubahan tingkah laku harus disadari
peserta didik; (2) perubahan tingkah laku dalam belajar bersifat kontinu dan
fungsional; (3) perubahan tingkah laku dalam belajar bersifat positif dan aktif; (4)
perubahan tingkah laku dalam belajar tidak bersifat sementara; (5) perubahan
tingkah laku dalam belajar bertujuan; (6) perubahan tingkah laku mencakup seluruh
Menurut Winkel (1996) dalam Purwanto (2014: 45) “hasil belajar adalah
perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah
lakunya.” Kemudian Susanto (2013: 5) mendefinisikan “hasil belajar sebagai
perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar”. Pernyataan ini
diperkuat oleh Bloom (1956) dalam Sudjana (2011: 22), hasil belajar
diklasifikasikan menjadi tiga ranah yaitu sebagai berikut:
(1) Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan
keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
(2) Ranah Afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
(3) Ranah Psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerak
refleks, keterampilan gerak dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau
ketepatan, gerak keterampilan kompleks, dan ekspresif dan interpretatif.
Ketiga ranah tersebut perlu diperhatikan oleh guru dalam proses
pembelajaran, dengan demikian guru akan lebih objektif dalam menilai hasil belajar
tiap siswa. Hasil belajar siswa dalam penelitian ini difokuskan pada ranah kognitif
siswa, yang dijadikan pedoman atau acuan untuk mengetahui seberapa besar
2.1.6 Karakteristik Siswa SD
Kegiatan belajar mengajar di sekolah tidak hanya bagaiman seorang guru
menyampaikan materi pelajaran dengan baik, dan menggunakan metode serta
media yang variatif. Sebagai seorang pendidik, guru dituntut untuk mampu
memahami peserta didik, khususnya perkembangan peserta didik, ini penting
karena dengan memahami perkembangan peserta didik, guru akan mudah
menentukan strategi dan pendekatan apa yang harus dipakai dalam kegiatan
pembelajaran, selain itu dengan memahami perkembangan peserta didik, guru bisa
mengantisipasi kemungkinan masalah yang akan timbul dan mengganggu proses
pembelajaran.
Perkembangan peserta didik khususnya perkembangan kognitifnya,
menurut Piaget (t.t) dalam Rifa’i dan Anni (2012: 32-5) mencakup empat tahapan
yaitu sebagai berikut:
(1) Tahap Sensori Motorik (0 – 2 tahun), yaitu tahap dimana bayi menyusun
pemahaman dunia dengan mengoordinasikan pengalaman indra (sensori)
mereka (seperti melihat dan mendengar) dengan gerakan motorik (otot) mereka
(menggapai, menyentuh).
(2) Tahap Praoperasional (2 – 7 tahun), yaitu tahap dimana pemikiran lebih
bersifat simbolis, egosentris, dan lebih bersifat intuitif, sehingga tidak
melibatkan pemikiran oprasional.
(3) Tahap Operasional Konkret (7 – 11 tahun), yaitu tahap dimana anak mampu
mengoperasikan berbagai logika, namun masih dalam bentuk benda konkret.
(4) Tahap Operasional Formal (7 – 15 tahun), yaitu tahap dimana anak sudah
Siswa SD berada pada tahap operasional konkret. Untuk mengoptimalkan
dan mengembangkan kemampuan koginitifnya, terutama pembentukan pengertian
dan konsep, dilakukan dengan memberikan pengalaman nyata yaitu menggunakan
benda-benda konkret atau menggunakan media dan alat peraga dalam kegiatan
pembelajaran.
Menurut Hurlock (1990) dalam Kurnia, dkk (2008: 3-7 – 8) konsep pada
anak memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
(1) Konsep bersifat individual. Tidak ada dua anak yang mempunyai kemampuan
kecerdasan dan pengalaman belajar yang persis sama. Namun demikian,
latihan dan nilai-nilai yang serupa akan membimbing anak ke arah konsep yang
serupa.
(2) Perkembangan konsep mengikuti suatu pola seperti konsep baru dikaitkan
dengan yang telah ada, konsep berkembang dari yang sederhana menjadi
kompleks, dari konkret menjadi abstrak, tergantung pada intelegensi anak dan
kesempatan belajar.
(3) Konsep mempunyai hubungan yang bersifat hierarkis yang menunjukkan
adanya kesadaran bahwa benda mempunyai persamaan dan perbedaan.
(4) Konsep berkembang secara bertahap dari sesuatu yang tidak terlalu jelas
menjadi semakin jelas dengan menemukan perbedaannya, tetapi ada juga yang
berkembang dari spesifik menjadi umum dengan cara menemukan persamaan
sesuatu berdasarkan pengalaman.
(5) Konsep mempunyai muatan emosional khususnya saat arti baru dan arti lama
(6) Konsep sering bertahan terhadap perubahan sampai ditemukan konsep baru
yang lebih baik dan memuaskan.
(7) Konsep memengaruhi perilaku seseorang dalam melakukan penyesuaian diri
pribadi dan sosial.
Berdasarkan penjelasan karakteristik siswa SD tersebut, dapat disimpulkan
bahwa rancangan pembelajaran yang hendak dilaksanakan oleh guru harus
memperhatikan karakteristik siswa, khususnya siswa SD yang sedang dalam tahap
operasional konkret, mereka masih perlu membangun sebuah konsep dan
pengertian melalui pengalaman nyata berupa benda-benda konkret yang ada di
sekitar mereka. Dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakna dan efektif
guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
2.1.7 Matematika
Matematika adalah ilmu hitung yang sangat dekat dengan kehidupan serta
fungsinya sangat penting dalam setiap aktifitas sehari-hari. Nasution (1980) dalam
Karso, dkk (2009: 1.39) menjelaskan bahwa istilah matematika berasal dari bahasa
Yunani “mathein” atau “manthenein” yang artinya mempelajari, namun diduga
kata itu ada hubungannya dengan bahasa Sansekerta yaitu “medha” atau “widya”
yang artinya kepandaian, ketahuan, atau intelegensi.
Menurut Jannah (2011: 17 dan 19) “matematika adalah ilmu hitung atau
ilmu tentang perhitungan angka-angka untuk menghitung berbagai benda atau yang
lainnya, matematika berkembang mulai dari operasi hitung biasa, meningkat ke
ilmu aljabar, hingga perhitungan-perhitungan rumit kalkulus”. Kemudian Susanto
(2013: 185) menjelaskan bahwa “matematika merupakan salah satu disiplin ilmu
kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dalam dunia kerja, serta
memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.”
Selanjutnya Ruseffendi (1989) dalam Karso, dkk (2009: 1.39), menyatakan
“matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan,
definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil, di mana dalil-dalil setelah
dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering
disebut ilmu deduktif.”
James (1976) dalam Jannah (2011: 26) mendefinisikan matematika sebagai
ilmu logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling
berhubungan satu sama lain dengan jumlah yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu
aljabar, analisis, dan geometri. Adapun menurut Reys, dkk (1984) dalam Jannah
(2011: 26), “matematika diartikan sebagai analisis suatu pola dan hubungannya,
suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.”
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa matematika
adalah ilmu hitung yang mempelajari bilangan, memiliki konsep-konsep berkenaan
dengan kebenaran yang dapat dibuktikan secara logika sehingga mampu untuk
meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi dalam menyelesaikan
masalah sehari-hari, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2.1.8 Pembelajaran Matematika di SD
Matematika adalah mata pelajaran yang harus ada dalam pembelajaran
khususnya di sekolah dasar, hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32
tahun 2013, Matematika merupakan salah satu muatan pembelajaran dalam struktur
mata pelajaran membiasakan siswa untuk berpikir kritis serta kreatif dalam
menyelesaikan suatu permasalahan.
Aisyah, dkk (2007: 1-4) mendefinisikan pembelajaran matematika sebagai
proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana
lingkungan (kelas/sekolah) yang memungkinkan siswa untuk melakukan kegiatan
belajar matematika. Kemudian Susanto (2013: 186-7) menyatakan bahwa
“pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar belajar mengajar yang
dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan
mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang
baik terhadap materi matematika.”
Mathematical Science Education Board – National Research Councli
(1990) dalam Wijaya (2012: 7) merumuskan empat macam tujuan pendidikan
matematika, yaitu: tujuan praktis (practical goal), tujuan kemasyarakatan, tujuan
profesional (professional goal), tujuan budaya (cultural goal). Uraian selengkapnya
sebagai berikut:
2.1.8.1 Tujuan Praktis
Tujuan praktis berkaitan dengan pengembangan kemampuan siswa untuk
menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan
kehidupan sehari-hari.
2.1.8.2 Tujuan Kemasyarakatan
Tujuan ini berorientasi pada kemampuan siswa untuk berpartisipasi secara
menunjukan bahwa tujuan pendidikan matematika tidak hanya mengembangkan
kemampuan kognitif siswa, tetapi juga aspek afektif siswa. Pendidikan matematika
seharusnya bisa mengembangkan kemampuan sosial siswa, khususnya kecerdasan
intrapersonal.
2.1.8.3 Tujuan Profesional
Pendidikan matematika harus bisa mempersiapkan siswa untuk terjun ke
dunia kerja. Tujuan pendidikan ini memang dipengaruhi oleh pandangan
masyarakat secara umum yang sering menempatkan pendidikan sebagai alat untuk
mencari pekerjaan.
2.1.8.4 Tujuan Budaya
Pendidikan merupakan suatu bentuk dan sekaligus produk budaya. Oleh
karena itu, pendidikan matematika perlu menempatkan matematika sebagai hasil
kebudayaan manusia dan sekaligus sebagai suatu proses untuk mengembangkan
suatu kebudayaan.
Selanjutnya Aisyah, dkk (2007: 1.4) menyatakan lima tujuan matematika di
Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidiyah (MI), agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
(1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah.
(2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
(3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh.
(4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.
(5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah suatu kegiatan pembelajaran
yang dirancang oleh guru di tingkat sekolah dasar, memiliki tujuan tertentu yang
telah ditetapkan sebelumnya sesuai dengan kompetensi yang harus dicapai oleh
siswa.
2.1.9 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Pemecahan masalah merupakan suatu strategi kognitif yang diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari termasuk para siswa dalam kegiatan pembelajaran
(Surya, 2015: 137). Kegiatan pemecahan masalah dalam pembelajaran, meliputi
bagaiman siswa mampu menyelesaikan tugas pembelajaran, ini sangat penting bagi
siswa yang sedang berupaya menata masa depannya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Wena (2014: 53) yang menyatakan bahwa kemampuan pemecahan
masalah sangat penting artinya bagi siswa dan masa depannya. Para ahli
pembelajaran sependapat bahwa bahwa kemampuan pemecahan masalah dalam
batas tertentu, dapat dibentuk melalui bidang studi dan disiplin ilmu yang diajarkan
Menurut NCTM (2000) dalam Budhayanti, dkk (2008: 9-3) memecahkan
masalah berarti menemukan cara atau jalan untuk mencapai tujuan atau solusi yang
tidak dengan mudah menjadi nyata. Selanjutnya, Poyla (1975) dalam Hudojo
(2005: 76) menyatakan bahwa, pemecahan masalah sebagai suatu usaha untuk
mencari jalan keluar dari kesulitan dan mencapai tujuan yang tidak dengan segera
dapat dicapai. Kemudian Jhon Dawey (1910) dalam Surya (2015: 138)
mendefinisikan “pemecahan masalah sebagai suatu proses yang disadari dan
dibangun oleh suatu tahapan yang terjadi secara alami”.
Wankat dan Oreovocz (1995) dalam Wena (2014: 53) mengklasifikasikan
lima tingkat taksonomi pemecahan masalah, yaitu rutin, diagnostik, strategi,
interpretasi, dan generalisasi. Uraian selengkapnya sebagi beikut:
2.1.9.1 Rutin
Tindakan rutin atau bersifat alogaritmik yang dilaksanakan tampa membuat
suatu keputusan. Beberapa operasi matematika seperti persamaan kuadrat, operasi
integral, analisis varian, termasuk masalah rutin.
2.1.9.2 Diagnostik
Pemilihan suatu prosedur atau cara yang tepat secara rutin. Beberapa rumus
yang digunakan dalam menentukan tegangan suatu balok, dan diagnosis adalah
memilih prosedur yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut.
2.1.9.3 Strategi
Pemilihan prosedur secara rutin untuk memecahkan suatu masalah. Strategi
merupakan bagian dari tahap analisis dan evaluasi dalam taksonomi Bloom.
2.1.9.4 Interpretasi
Kegiatan pemecahan masalah yang sesungguhnya, karena melibatkan
2.1.9.5 Generalisasi
Pengembangan prosedur yang bersifat rutin untuk memecahkan
masalah-masalah yang baru.
Selanjutnya Polya (1973) dalam Hudojo (2005: 128) mengklasifikasikan
masalah khususnya dalam matematika menjadi dua macam yaitu:
(1) Masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, abstrak atau konkret,
termasuk teka-teki. Bagian utama dari masalah ini yaitu menentukan hal yang
dicari, data yang diketahui, dan syarat mengetahui masalah.
(2) Masalah untuk membuktikan yaitu untuk menunjukkan bahwa suatu
pernyataan itu benar atau salah. Bagian utama dari masalah jenis ini merupakan
hipotesis atau konklusi dari suatu teorema yang harus dibuktikan
kebenarannya.
Pemecahan masalah dalam matematika melibatkan metode dan cara
penyelesaian yang tidak standar dan tidak diketahui terlebih dahulu, untuk mencari
penyelesaiannya para siswa harus memanfaatkan pengetahuannya, dan melalui
proses ini mereka akan sering mengembangkan pemahaman matematika yang baru
(Turmudi, 2009: 29). Penyelesaian masalah dalam