• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP MINAT DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS IV SD NEGERI DEBONG KIDUL KOTA TEGAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP MINAT DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS IV SD NEGERI DEBONG KIDUL KOTA TEGAL"

Copied!
337
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH

GUIDED DISCOVERY LEARNING

TERHADAP MINAT DAN KEMAMPUAN

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA

KELAS IV SD NEGERI DEBONG KIDUL

KOTA TEGAL

Skripsi

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

oleh

Agung Fernando

1401412417

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)
(3)

Skripsi ini telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia

Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Di : Tegal

Tanggal : 17 Mei 2016

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Drs. Yuli Witanto, M.Pd. Dra. Sri Ismi Rahayu, M.Pd.

(4)

Skripsi dengan judul “Pengaruh Guided Discovery Learning terhadap Minat dan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri Debong

Kidul Kota Tegal” oleh Agung Fernando 1401412417, telah dipertahankan di

hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri

Semarang pada tanggal 31 Mei 2016.

Panitia

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd. Drs. Utoyo, M.Pd.

19560427 198603 1 001 19620619 198703 1 001

Penguji Utama

Drs. Utoyo, M.Pd. 19620619 198703 1 001

Penguji Anggota I Penguji Anggota II

Dra. Sri Ismi Rahayu, M.Pd. Drs. Yuli Witanto, M.Pd.

(5)

Motto

(1) “Maka ni’mat Rabb-kamu manakah, yang kamu dustakan” (QS. Ar Rahman)

(2) “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu

telah selesai dari suatu urusan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan

lain, dan hanya kepada Tuhan-mulah hendaknya kamu berharap” (Q.S Al

Insyirah: 6-8)

(3) Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan (Soe Hok Gie)

(4) Ketidakpastian memberi pelajaran tentang arti dari keistiqomahan diri

(Penulis)

(5) This up to you and only you to design the life you want (Penulis)

Persembahan

Untuk Bapak Aman Suryaman, Ibu Acih

Carsiasih, Adikku Anjania M. Faiza, dan

keluarga besarku tercinta yang selalu

(6)

Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Alloh SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan kasih sayangNya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Pengaruh Guided Discovery Learning terhadap Minat dan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri Debong

Kidul Kota Tegal”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas

Negeri Semarang.

Banyak pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan

skripsi ini sehingga bisa diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis

menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang

telah memberikan kesempatan untuk menjadi mahasiswa Universitas Negeri

Semarang.

2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Negeri Semarang, yang telah memberikan ijin dan dukungan dalam penelitian.

3. Drs. Isa Anshori, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah

memberikan kesempatan untuk memaparkan gagasan dalam bentuk skripsi ini.

4. Drs. Utoyo, M.Pd., Koordinator PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Semarang yang telah memfasilitasi untuk melakukan

(7)

bimbingan, arahan, saran, dan motivasi kepada peneliti, sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan dengan baik.

6. Dra. Sri Ismi Rahayu, M.Pd., Dosen pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan, arahan, saran, dan motivasi kepada peneliti, sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan dengan baik.

7. Dosen Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar UPP Tegal Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah membekali peneliti

dengan ilmu pengetahuan.

8. Khodijah, S.Pd., Kepala SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal yang telah

mengijinkan peneliti untuk melaksanakan penelitian.

9. Bambang Subroto, S.Pd. SD dan Siti Suswati Kuraisin, S.Pd., Guru Kelas IV

SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal yang telah membantu peneliti dalam

melaksanakan penelitian.

10. Sahabat dan teman-teman mahasiswa PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Semarang angkatan 2012 yang saling

memberikan semangat, motivasi, dan partisipasi dalam penulisan skripsi ini.

11. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan mutu

pendidikan di Indonesia dan bagi semua pihak khususnya peneliti sendiri.

Tegal, Mei 2016

(8)

Fernando, A. 2016. Pengaruh Guided Discovery Learning terhadap Minat dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Debong Kidul Kota Tegal. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I. Drs. Yuli Witanto, M.Pd., II. Dra. Sri Ismi Rahayu, M. Pd.

Kata Kunci: guided discovery learning; kemampuan pemecahan masalah matematika; minat belajar.

Pembelajaran matematika di sekolah dasar masih menggunakan metode konvensional sehingga minat dan kemampuan siswa belum optimal. Minat sangat penting bagi siswa untuk menumbuhkan semangat dan kemauan untuk belajar, begitu juga dengan kemampuan siswa dalam matematika, salah satunya yaitu kemampuan pemecahan masalah matematika. Metode Guided Discovery Learning

dapat dijadikan sebagai salah satu metode pembelajaran alternatif untuk mengoptimalkan minat dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan metode Guided Discovery Learning dan mengetahui ada tidaknya perbedaan minat dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi bilangan pecahan, antara pembelajaran yang menggunakan metode Guided Discovery Learning, dan pembelajaran konvensional.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain quasi experimental design berbentuk nonequivalent control group design. Penelitian dilaksanakan di kelas IV SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal. Populasi yang digunakan sebanyak 72 siswa. Pengambilan sampel menggunakan teknik sampel jenuh, sehingga semua populasi dilibatkan untuk dijadikan sampel penelitian. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dokumentasi, tes, dan angket. Teknik analisis data menggunakan uji prasyarat analisis, meliputi uji normalitas dan homogenitas data, selanjutnya analisis akhir menggunakan uji t.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, nilai indeks minat belajar siswa kelas eksperimen sebesar 81,64 termasuk ketegori sedang, kelas kontrol sebesar 70,30 termasuk kategori rendah. Nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika kelas eksperimen sebesar 76,42 termasuk kategori sangat baik, sedangkan kelas kontrol sebesar 68,67 termasuk kategori baik. Hasil uji hipotesis perbedaan minat belajar menunjukkan thitung > ttabel (5,311 > 1,994), dan perbedaan

kemampuan pemecahan masalah matematika menunjukkan thitung > ttabel (5,289 >

1,994). Hasil uji keefektifan metode Guided Discovery Learning terhadap minat belajar menunjukkan thitung > ttabel (6,537 > 2,030), selanjutnya terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematika menunjukkan thitung > ttabel (3,623 > 2,030). Jadi

(9)

Halaman

Judul ... i

Pernyataan Keaslian Tulisan ... ii

Persetujuan Pembimbing ... iii

Pengesahan ... iv

Motto dan Persembahan ... v

Prakata ... vi

Abstrak ... viii

Daftar Isi... ix

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Histogram ... xv

Daftar Bagan ... xvi

Daftar Lampiran ... xvii

Bab 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 9

1.3 Pembatasan Masalah ... 9

1.4 Rumusan Masalah ... 10

1.5 Tujuan Penelitian ... 10

1.6 Manfaat Penelitian ... 12

2. KAJIAN PUSTAKA ... 14

2.1 Landasan Teori ... 14

2.1.1 Pengertian Belajar ... 14

2.1.2 Pengertian Pembelajaran ... 16

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 17

2.1.4 Minat Belajar ... 19

2.1.5 Hasil Belajar ... 23

2.1.6 Karakteristik Siswa SD ... 25

(10)

2.1.9 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 31

2.1.10 Guided Discovery Learning ... 38

2.1.11 Bilangan Pecahan ... 41

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 43

2.3 Kerangka Berpikir ... 49

2.4 Hipotesis ... 52

3. METODE PENELITIAN ... 54

3.1 Desain Penelitian ... 54

3.2 Prosedur Penelitian ... 56

3.2.1 Tahap Persiapan ... 56

3.2.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 58

3.2.3 Tahap Penyelesaian ... 61

3.3 Variabel Penelitian ... 61

3.3.1 Variabel Independen ... 62

3.3.2 Variabel Dependen ... 62

3.4 Waktu dan Tempat Penelitian ... 62

3.5 Populasi dan Sampel ... 63

3.5.1 Populasi ... 63

3.5.2 Sampel ... 64

3.6 Definisi Operasional Variabel ... 64

3.6.1 Variabel Metode Guided Discovery Learning ... 64

3.6.2 Variabel Minat Belajar Siswa ... 65

3.6.3 Variabel Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 66

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 67

3.7.1 Wawancara Tidak Terstruktur ... 67

3.7.2 Tes ... 67

3.7.3 Kueisioner atau Angket ... 68

3.7.4 Observasi ... 69

3.7.5 Dokumentasi ... 69

(11)

3.8.2 Dokumen ... 71

3.8.3 Lembar Observasi Metode ... 71

3.8.4 Kueisioner Minat ... 72

3.8.5 Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 72

3.9 Teknik Analisis Data ... 84

3.9.1 Analisis Deskripsi Data ... 84

3.9.2 Analisis Statistik Data ... 86

3.10 Panduan Penelitian Eksperimen ... 90

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 91

4.1 Objek Penelitian ... 91

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 91

4.1.2 Kondisi Responden ... 93

4.2 Analisis Deskriptif Hasil Penelitian ... 94

4.2.1 Deskriptif Data Variabel Metode Guided Discovery Learning ... 94

4.2.2 Hasil Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 95

4.2.3 Deskripsi Data Variabel Minat Belajar ... 98

4.2.4 Deskripsi Data Variabel Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 104

4.3 Analisis Statistik Data Hasil Penelitian ... 109

4.3.1 Uji Kesamaan Rata-rata Nilai Pretest Siswa ... 109

4.3.2 Uji Prasyarat Analisis ... 110

4.3.3 Uji Hipotesis ... 113

4.4 Pembahasan ... 123

4.4.1 Perbedaan Penerapan Metode Guided Discovery Learning dan Metode Konvensional terhadap Minat Belajar Siswa ... 123

4.4.2 Perbedaan Penerapan Metode Guided Discovery Learning dan Metode Konvensional terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah ... 127

4.4.3 Keefektifan Metode Guided Discovery Learning terhadap Minat Belajar Siswa ... 131

(12)

5. PENUTUP ... 140

5.1 Simpulan ... 140

5.2 Saran ... 141

5.2.1 Bagi Siswa ... 142

5.2.2 Bagi Guru ... 142

5.2.3 Bagi Sekolah ... 143

5.2.4 Bagi Peneliti Lanjutan ... 143

DAFTAR PUSTAKA ... 144

(13)

Tabel Halaman

3.1 Tahap-tahap Guided Discovery Learning ... 65

3.2 Dimensi dan Indikator Minat Belajar Siswa ... 66

3.3 Pedoman Kategorisasi Data Penelitian... 73

3.4 Kriteria Kemampuan Pemecahan Masalah ... 74

3.5 Hasil Uji Validitas Angket Uji Coba Minat Belajar Siswa ... 77

3.6 Hasil Uji Validitas Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 78

3.7 Hasil Uji Reliabilitas Angket ... 80

3.8 Hasil Uji Reliabilitas Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah .... 80

3.9 Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran ... 82

3.10 Hasil Perhitungan Daya Beda Soal ... 83

4.1 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 93

4.2 Data Responden Berdasarkan Umur ... 93

4.3 Nilai Pengamatan Metode Guided Discovery Learning ... 95

4.4 Deskripsi Data Pretest Siswa ... 95

4.5 Distribusi Frekuansi Nilai Pretest ... 96

4.6 Deskripsi Data Variabel Minat Belajar ... 98

4.7 Indeks Minat Belajar Siswa Kelas Eksperimen ... 101

4.8 Indeks Minat Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 103

4.9 Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 105

4.10 Distribusi Frekuensi Nilai Posttest ... 105

4.11 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Eksperimen ... 107

4.12 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Kontrol ... 108

4.13 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Nilai Pretest ... 109

4.14 Hasil Uji Normalitas Data Minat Belajar Siswa ... 110

4.15 Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 111

4.16 Hasil Uji Homogenitas Data Minat Belajar Siswa ... 112

(14)

4.18 Hasil Uji Hipotesis (Uji-t) Minat Belajar Siswa ... 115

4.19 Hasil Uji One Sample t Test Minat Belajar Siswa ... 117 4.20 Hasil Uji Hipotesis (Uji-t) Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa ... 120

4.21 Hasil Uji One Sample t Test Kemampuan Pemecahan Masalah

(15)

Histogram Halaman

4.1 Distribusi Frekuansi Nilai Pretest Kelas Eksperimen ... 96

4.2 Distribusi Frekuansi Nilai Pretest Kelas Kontrol ... 97

4.3 Distribusi Frekuansi Nilai Posttest Kelas Eksperimen ... 106

(16)

Bagan Halaman

2.1 Kerangka Berpikir ... 51

(17)

Lampiran Halaman

1. Daftar Nama Siswa Kelas IVA (Eksperimen) ... 149

2. Daftar Nama Siswa Kelas IVB (Kontrol) ... 150

3. Daftar Nama Siswa Kelas IV (Uji Coba) ... 151

4. Daftar Nilai UTS Kelas IVA Tahun Ajaran 2015/2016 ... 152

5. Daftar Nilai UTS Kelas IVB Tahun Ajaran 2015/2016 ... 154

6. Pedoman Wawancara Tidak Terstruktur... 156

7. Pedoman Penelitian ... 157

8. Silabus Pembelajaran ... 158

9. Silabus Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 159

10. Silabus Pembelajaran Kelas Kontrol... 164

11. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 1 ... 168

12. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 180

13. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 3 ... 192

14. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 1 ... 204

15. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 215

16. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 3 ... 226

17. Kisi-kisi Angket Uji Coba Minat Belajar Siswa ... 237

18. Pedoman Penskoran Angket Minat Belajar Siswa ... 238

19. Angket Uji Coba Minat Belajar Siswa ... 239

20. Daftar Nilai Uji Coba Angket Minat Belajar Siswa ... 242

21. Kisi-kisi Soal Tes Uji Coba Kemampuan Pemecahan Masalah ... 246

22. Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 247

23. Kunci Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 250

24. Daftar Nilai Tes Uji Coba Kemampuan Pemecahan Masalah ... 255

25. Validitas Soal oleh Tim Ahli I ... 257

26. Validitas Soal oleh Tim Ahli II ... 259

27. Kisi-kisi Lembar Observasi Metode Guided Discovery Learning... 261

(18)

30. Validitas Soal Uji Coba Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa ... 265

31. Reliabilitas Soal Uji coba Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 266

32. Pembagian Kelompok Atas dan Bawah ... 267

33. Analisis Taraf Kesukaran dan Daya Beda ... 269

34. Kisi-kisi Angket Minat Belajar Siswa ... 270

35. Pedoman Penskoran Angket Minat Belajar Siswa ... 271

36. Angket Minat Belajar Siswa ... 272

37. Tabulasi Angket Minat Belajar Siswa Kelas Eksperimen ... 274

38. Tabulasi Angket Minat Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 276

39. Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 278

40. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika... 279

41. Kunci Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 281

42. Daftar Nilai Pretest Kelas Eksperimen ... 285

43. Daftar Nilai Pretest Kelas Kontrol... 287

44. Uji Kesamaan Rata-rata Pretest (Kemampuan Awal) ... 289

45. Daftar Nilai Posttest Kelas Eksperimen... 290

46. Daftar Nilai Posttest Kelas Kontrol ... 292

47. Hasil Observasi Metode Guided Discovery Learning di kelas Eksperimen ... 294

48. Hasil Observasi Metode Guided Discovery Learning di kelas Kontrol ... 300

49. Uji Normalitas Angket Minat Belajar Siswa ... 306

50. Uji Homogenitas Angket Minat Belajar Siswa ... 307

51. Uji Normalitas Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 308

52. Uji Homogenitas Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 309

(19)

Matematika Siswa ... 311

55. Uji Keefektifan Metode Guided Discovery Learning terhadap Minat Belajar Siswa (polled varian) ... 312

56. Uji Keefektifan Metode Guided Discovery Learning terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa (polled varian) ... 313

57. Uji Pihak Kanan One Sample t Test Minat Belajar Siswa ... 314

58. Uji Pihak Kanan One Sample t Test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 315

59. Surat Izin Penelitian ... 316

60. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 317

(20)

PENDAHULUAN

Bagian pendahuluan membahas mengenai hal-hal yang menjadi dasar dari

penelitian. Bab ini terdiri atas: latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

Uraiannya yaitu sebagai berikut:

1.1

Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam kehidupan seorang

individu, melalui pendidikan seorang individu dapat berkembang dan

mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Oleh sebab itu, pendidikan menjadi

kebutuhan bagi tiap individu sebagai sarana untuk mengeksperesikan diri,

menemukan jati diri, serta mengambil peranan di masa yang akan datang.

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I Pasal 1 Ayat

1 menyebutkan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Berdasarkan pengertian pendidikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa

pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan individu, dan

(21)

hak tiap individu untuk memperoleh pendidikan, pemerintah memiliki lembaga

strategis dalam penyelenggaraan pendidikan, yaitu sekolah. Sekolah menjadi

penyelenggara pendidikan utama dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia,

dalam pelaksanaannya memiliki tiga jenjang pendidikan diantaranya yaitu,

pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Pendidikan pada jenjang pendidikan dasar, memberikan bekal kepada siswa

dengan kemampuan dasar berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap, sehingga

memunculkan karakter yang baik. Hal ini penting bagi siswa untuk mempersiapkan

diri melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Proses pendidikan pada

jenjang pendidikan dasar memerlukan penanganan khusus diantaranya, yaitu proses

pembelajaran efektif yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa.

Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses interaksi antara siswa dan

guru, serta sumber belajar dalam suatu lingkungan yang memiliki tujuan untuk

mengoptimalkan kemampuan siswa atau kualitas belajar siswa. Hal ini sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 1 butir 20

menyebutkan bahwa “pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Interaksi yang dihasilkan antara

siswa, guru dan sumber belajar bertujuan untuk meningkatkan intensitas dan

kualitas siswa.

Selanjutnya, Winataputra (2008: 1.18) menyatakan pembelajaran sebagai

kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan

intensitas serta kualitas belajar siswa. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

merupakan proses interaksi guru dan siswa serta sumber belajar dalam lingkungan

(22)

dalam melaksanakan pembelajaran. Proses pembelajaran memberikan kesempatan

kepada siswa dan guru untuk bersama-sama meningkatkan kualitas diri ke arah

yang lebih baik. Dengan demikian perlu adanya pengelolaan pembelajaran yang

efektif oleh guru pada saat proses pembelajaran.

Pengelolaan pembelajaran yang efktif penting dilaksanakan oleh guru,

khususnya pada mata pelajaran matematika yang memerlukan konsentrasi tinggi.

Hal ini dikarenakan matematika penting bagi siswa, guna melatih siswa berpikir

logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta bekerjasama, ini sesuai dengan

Permendiknas No. 22 (2006: 416), “mata pelajaran matematika perlu diberikan

kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik

dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta

kemampuan bekerjasama.” Kemudian Karso dkk (2009: 1.5) menyatakan

matematika bagi siswa SD berguna untuk kepentingan hidup di dalam

lingkungannya, untuk mengembangkan pola berpikirnya, dan untuk mempelajari

ilmu-ilmu selanjutnya.

Sementara itu, tujuan umum pembelajaran matematika menurut

Permendiknas No. 22 (2006: 417) yaitu: (1) memahami konsep matematika,

menjelaskan ketertarikan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma,

secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2)

menggunakan penalaran pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dan

membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan

matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

(23)

diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; serta (5)

memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki

rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap

ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Pemecahan masalah dalam matematika menjadi perhatian penting dalam

belajar matematika, Hudojo (2005: 130) menyatakan bila seorang siswa dilatih

untuk menyelesaikan masalah, siswa itu mampu mengambil keputusan, karena

siswa menjadi mempunyai keterampilan tentang bagaimana mengumpulkan

informasi yang relevan, menganalisis informasi dan menyadari betapa perlunya

meneliti kembali hasil yang telah diperolehnya. Kemudian menurut Turmudi (2008:

30) dengan menggunakan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika,

siswa mengenal cara berpikir, kebiasaan untuk tekun, dan keingintahuan yang

tinggi, serta percaya diri dalam situasi yang tidak biasa, yang akan melayani mereka

secara baik di luar kelas matematika. Sedangkan Hudojo (2005: 130), menyatakan

bahwa melalui penyelesaian masalah siswa dapat berlatih untuk mengintegrasikan

konsep-konsep, teorema-teorema, dan keterampilan yang telah dipelajari.

Di samping itu, guru juga perlu menumbuhkan minat siswa dalam belajar,

karena minat menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan guru dalam

melaksanakan pembelajaran, dengan demikian siswa yang kurang berminat

terhadap pembelajaran yang dilaksanakan guru, bisa berpengaruh buruk terhadap

siswa itu sendiri. Ini sejalan dengan Susanto (2013: 66) yang menyatakan, kegiatan

belajar yang dilakukan tidak sesuai dengan minat siswa akan berpengaruh negatif

(24)

berminat terhadap pembelajaran, siswa akan tertarik, antusias, dan aktif dalam

pembelajaran.

Minat siswa tidak begitu saja timbul dengan sendirinya, minat siswa dapat

dimunculkan dengan pengelolaan pembelajaran yang baik. Salah satunya dengan

menggunakan variasi metode pembelajaran, disesuaikan dengan mata pelajaran

maupun materi yang akan diajarkan kepada siswa. Kenyataan di sekolah,

pembelajaran sepenuhnya dipusatkan kepada guru, proses pembelajaran masih

mengutamakan metode ceramah, siswa hanya duduk diam dan mendengarkan

materi yang disampaikan guru, serta kurang berpartisipasi aktif dalam

pembelajaran. Hal ini berpengaruh terhadap kemampuan siswa menyerap materi

pelajaran, pada akhirnya siswa cenderung malas dan bosan mengikuti kegiatan

belajar mengajar di sekolah.

Salah satu metode yang mampu untuk melibatkan siswa dalam

pembelajaran yaitu Guided Discovery Learning. Metode ini merupakan bagian dari metode discovery learning, perbedaannya terletak pada bagaimana peran guru dalam pembelajaran. Metode Guided Discovery Learning dirancang melalui proses bimbingan atau arahan dari guru kepada siswa untuk menemukan suatu konsep atau

hubungan dari konsep-konsep yang telah ada, dalam metode ini guru berperan

sebagai pemandu atau pembimbing siswa dalam upaya mereka menemukan atau

memecahkan suatu permasalahan. Hal yang sama dinyatakan oleh Brunner (1961)

dalam Mayer (2004: 15) “...guided discovery methods, in which the student receives problem to solve but the teacher also provides hints, direction, coaching, feedback, and/or modeling to keep the student on track...”. Maksud dari pernyataan tersebut

(25)

untuk dipecahkan tapi guru juga memberikan petunjuk, arahan, bimbingan, umpan

balik, dan atau pemodelan agar siswa tetap dalam jalurnya.

Prinsip metode Guided Discovery Learning menuntut guru untuk aktif dan kreatif memberikan contoh-contoh yang mampu merangsang siswa berpartisipasi

aktif dalam pembelajaran, dan menyimpulkan pembelajaran ketika siswa telah

mampu mendeskripsikan serta menemukan pola hubungan dari konsep yang telah

diajarkan guru. Selain itu siswa dituntut untuk aktif bertanya, mengemukakan

pendapat, dan aktif menjalankan intruksi atau arahan yang diberikan guru pada saat

proses pembelajaran, sehingga apa yang siswa laksanakan akan terarah dan tujuan

pembelajaran mudah tercapai. Prinsip pelaksanaan metode Guided Discovery Learning ini, sangat cocok untuk diimplementasikan dalam pembelajaran matematika, khususnya dalam pemecahan masalah matematika yang memerlukan

proses dan langkah-langkah sistematis.

Sebelumnya, penerapan Guided Discovery Learning dalam pembelajaran

matematika di sekolah dasar, telah dilaksanakan oleh Redi (2012) dari Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana dengan judul

“Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided

Discovery) terhadap Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Matematika Kelas III SDN

Telogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran

2011/2012”. Hasil penelitiannya menunjukan nilai rata-rata kelas eksperimen lebih

tinggi yaitu 74,8571, dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu 62,9333. Hasil

belajar tersebut menjadi bukti secara empiris bahwa Guided Discovery Learning

(26)

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di SD Negeri Debong Kidul Kota

Tegal pada hari Rabu, 14 Oktober 2015 dengan melakukan wawancara bersama

guru kelas IV A dan guru kelas IV B, kemudian dilanjutkan dengan observasi dan

dokumentasi. Hasil studi pendahuluan dengan melakukan wawancara mendapatkan

hasil yaitu: (1) Siswa di kelas IV A berjumlah 36 siswa dan siswa kelas IV B

berjumlah 35 siswa; (2) KKM untuk mata pelajaran matematika yaitu 67; (3)

Rata-rata nilai hasil UTS semester 1 kelas IV A yaitu 68,33, sedangkan Rata-rata-Rata-rata nilai

hasil UTS kelas B yaitu 68,94; (4) Model pembelajaran yang dilaksanakan dalam

pembelajaran matematika belum variatif, guru cenderung menggunakan metode

pembelajaran konvensional; (6) Minat belajar siswa terhadap pelajaran matematika

sangat rendah, ditunjukkan dengan kurangnya partisipasi siswa dalam

pembelajaran, siswa lebih memilih untuk asik bermain sendiri dibandingkan

dengan memperhatikan pelajaran, atau menjawab pertanyaan dari guru.

Kemudian dari hasil observasi yang dilakukan diperoleh data yaitu: (1) Guru

masih monoton dalam menyampaikan pembelajaran, belum ada variasi metode

pembelajaran; (2) Siswa hanya diberikan latihan-latihan soal dan mencatat materi

yang dijelaskan guru; (3) Kelas kurang kondusif karena pembelajaran dilaksanakan

di kelas yang terpisah. Selanjutnya dari hasil dokumentasi diperoleh data yaitu: (1)

Hasil ulangan tengah semester 1 mata pelajaran matematika. Berdasarkan studi

pendahuluan bisa diketahui bahwa belum adanya variasi metode pembelajaran,

guru cenderung menggunakan metode pembelajaran konvensional dalam

menyampaikan materi pelajaran, sehingga siswa cepat bosan dan pemahaman siswa

(27)

Hasil studi pendahuluan dengan guru kelas IV A dan guru kelas IV B SD

Negeri Debong Kidul, mengenai pembelajaran matematika yang guru ajarkan di

kelas tersebut, ditemukan masalah yaitu kemampuan berhitung khususnya

perkalian dan pembagian yang masih rendah, hal ini berakibat pada rendahnya

kemampuan pemecahan masalah matematika khususnya dalam proses penyelesaian

soal cerita. Siswa masih kebingungan dalam menyusun langkah-langkah

penyelesaian yang tepat, dan siswa masih beranggapan matematika sebagai

pelajaran yang sulit, sehingga siswa cenderung kurang berminat terhadap

pembelajaran matematika yang dilaksanakan guru.

Oleh karena itu, guru perlu memperhatikan prinsip pembelajaran yang salah

satunya yaitu prinsip belajar sambil bermain, prinsip ini merupakan kegiatan yang

dapat menimbulkan suasana menyenangkan bagi siswa dalam belajar sehingga,

dapat mendorong anak untuk aktif dalam belajar (Susanto, 2013: 88). Selain itu,

untuk memberikan kemudahan siswa dalam memahami pelajaran, guru juga perlu

melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan berbagai macam metode

pembelajaran yang disesuaikan dengan materi pelajaran.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti bermaksud melakukan

penelitian eksperimen dengan judul “Pengaruh Guided Discovery Learning

terhadap Minat dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas IV

SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal”. Dengan tujuan peneliti bisa

membandingkan minat dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa,

antara yang pembelajarannya menerapkan Guided Discovery Learning dengan

(28)

1.2

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasi beberapa

permasalahan yaitu sebagai berikut:

(1) Kemampuan dasar seperti perkalian dan pembagian masih rendah.

(2) Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih relatif rendah.

(3) Minat siswa dalam belajar khususnya matematika masih rendah.

(4) Guru masih menggunakan metode pembelajaran konvensional yang

pembelajarannya berpusat pada guru.

(5) Guru belum menggunakan metode pembelajaran yang menarik siswa dan

efektif, serta tidak monoton.

1.3

Pembatasan Masalah

Batasan masalah diperlukan dalam penelitian sebagai pedoman bagi peneliti

untuk memfokuskan dan memberi arahan yang jelas mengenai penelitian yang akan

dilaksanakan, sehingga penelitian lebih efektif dan efisien. Hal yang akan dibatasi

dalam penelitian adalah sebagai berikut:

(1) Metode yang digunakan yaitu metode Guided Discovery Learning.

(2) Penelitian memfokuskan pada mata pelajaran matematika materi bilangan

pecahan.

(3) Penelitian memfokuskan pada kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa pada materi bilangan pecahan.

(4) Penelitian memfokuskan pada minat siswa dalam mengikuti pembelajaran

(29)

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah serta batasan masalah

tersebut, dapat dirumuskan empat rumusan masalah yaitu sebagai berikut:

(1) Apakah terdapat perbedaan minat belajar matematika siswa kelas IV pada

materi bilangan pecahan antara yang proses pembelajarannya menggunakan

Guided Discovery Learning dan pembelajaran konvensional?

(2) Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

kelas IV pada materi bilangan pecahan antara yang proses pembelajarannya

menerapkan Guided Discovery Learning dan pembelajaran konvensional? (3) Apakah penggunaan metode Guided Discovery Learning efektif terhadap

minat belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran matematika materi bilangan

pecahan?

(4) Apakah penggunaan metode Guided Discovery Learning efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas IV pada mata

pelajaran matematika materi bilangan pecahan?

1.5

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, peneliti membagi tujuan penelitian

menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, pembahasan mengenai tujuan

umum dan tujuan khusus yaitu sebagai berikut:

1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian yaitu mengetahui dan menguji pengaruh penerapan

(30)

1.5.2 Tujuan Khusus

(1) Menganalisis dan mendeskripsikan perbedaan minat siswa dalam

pembelajaran matematika kelas IV pada materi bilangan pecahan antara yang

menggunakan metode Guided Discovery Learning dengan minat siswa yang pembelajarannya menggunakan metode pembelajaran konvensional.

(2) Menganalisis dan mendeskripsikan ada tidaknya perbedaan kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa dalam pembelajaran matematika kelas

IV pada materi bilangan pecahan antara yang menggunakan metode Guided Discovery Learning dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan metode pembelajaran konvensional.

(3) Menganalisis dan mendeskripsikan minat siswa dalam pembelajaran

matematika kelas IV materi bilangan pecahan yang menggunakan metode

Guided Discovery Learning lebih baik daripada pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran konvensional.

(4) Menganalisis dan mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa dalam pembelajaran matematika kelas IV materi bilangan

pecahan yang menggunakan metode Guided Discovery Learning lebih baik daripada pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran

konvensional.

1.6

Manfaat Penelitian

Peneliti akan melakukan penelitian eksperimen, diharapkan penelitian ini

memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, selengkapnya yaitu sebagai

(31)

1.6.1 Manfaat Teoritis

Manfaat Teoritis yaitu manfaat yang berbentuk teori, manfaat teoritis dalam

penelitian ini yaitu:

(1) Memberikan informasi mengenai metode Guided Discovery Learning dalam pembelajaran matematika kelas IV materi bilangan pecahan.

(2) Menjadi pedoman dan rujukan bagi guru dan peneliti lain dalam penerapan

metode Guided Discovery Learning di sekolah pada mata pelajaran matematika materi bilangan pecahan.

1.6.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis adalah manfaat dalam bentuk praktik, yang secara langsung

dapat dilaksanakan, manfaat praktik dalam penelitian ini diharapkan memberikan

manfaat bagi siswa, guru dan sekolah. Uraiannya yaitu sebagai berikut:

1.6.2.1Bagi Siswa

(1) Meningkatnya minat peserta didik dalam pembelajaran metematika pada

materi bilangan pecahan dengan menggunakan metode Guided Discovery Learning.

(2) Meningkatnya pengetahuan siswa mengenai materi pembelajaran bilangan

pecahan.

(3) Melatih siswa untuk melakukan belajar penemuan.

1.6.2.2Bagi Guru

(1) Meningkatkan kompetensi guru melalui penerapan metode Guided Discovery Learning.

(32)

1.6.2.3Bagi Sekolah

(1) Penelitian ini bisa berkontribusi dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah

dasar dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran khususnya pembelajaran

(33)

KAJIAN PUSTAKA

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai landasan teori, penelitian yang relevan,

kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Selengkapnya sebagai berikut:

2.1 Landasan Teori

Penelitian ini akan membahas teori-teori mengenai belajar dan

pembelajaran yang meliputi pengertian belajar, pengertian pembelajaran dan faktor

yang memengaruhi belajar, minat belajar, hasil belajar, karakteristik siswa SD,

matematika di SD, kemampuan pemecahan masalah matematika, dan Guided

Discovery Learning.

2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung secara terus menerus

dalam kehidupan seseorang yang mengakibatkan adanya perubahan perilaku.

Perubahan perilaku tersebut sebagai hasil dari usaha yang dilakukan dalam

pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan (Daryanto, 2010: 2). Perubahan

tingkah laku tersebut bisa berupa perubahan yang bersifat pengetahuan,

keterampilan dan sikap. Belajar menurut Hamalik (2015: 27) adalah “modifikasi

atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the

modification or strengthening of behavior experiencing)”. Menurut pengertian ini,

(34)

Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami.

Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan kelakuan.

Burton (1984) dalam (Siregar dan Nara, 2011: 4) menyatakan belajar

sebagai suatu proses perubahan tingkah laku pada diri individu, karena adanya

interaksi antar individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya,

sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Sementara

Slameto (2013: 2) menjelaskan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya. Perubahan yang terjadi pada seseorang banyak sekali sifat maupun

jenisnya, karena itu setiap perubahan yang terjadi dalam diri seseorang belum tentu

merupakan perubahan dalam arti belajar.

Menurut Siregar dan Nara (2011: 4) belajar adalah sebuah proses kompleks

yang di dalamnya terkandung beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut yaitu: (1)

bertambahnya jumlah pengetahuan; (2) adanya kemampuan mengingat dan

memproduksi; (3) adanya penerapan pengetahuan; (4) menyimpulkan makna; (5)

menafsirkan dan mengaitkannya dengan realitas; (6) adanya perubahan sebagai

pribadi.

Berdasarkan pengertian belajar menurut para ahli, dapat disimpulkan bahwa

belajar adalah suatu proses interaksi antar individu dengan lingkungannya. Proses

tersebut berakibat pada berubahnya tingkah laku sebagai hasil pengalaman,

(35)

2.1.2 Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dilakukan secara sadar oleh

seseorang dalam upayanya memberikan bimbingan. Menurut Setijowati (2013: 2)

“pembelajarn adalah proses yang mengandung serangkaian kegiatan guru-siswa

atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif”.

Selanjutnya Miraso (1993) dalam Siregar dan Nara (2011: 12) menyatakan bahwa

pembelajaran pada hakikatnya merupakan sebuah tindakan dalam usaha pendidikan

yang dilaksanakan dengan cara disengaja dan terencana, dengan tujuan yang telah

ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan serta pelaksanaannya

terkendali.

Namun suatu tindakan terencana tidak semua bisa diartikan sebagai suatu

proses pembelajaran, karena pembelajaran sendiri memiliki ciri-ciri khusus. Siregar

dan Nara (2011: 12) mengemukakan ciri-ciri yang ada dalam suatu kegiatan

pembelajaran, yaitu sebagai berikut: (1) merupakan usaha sadar dan disengaja; (2)

membelajaran harus membuat siswa belajar; (3) mujuan harus ditetapkan terlebih

dahulu sebelum proses dilaksanakan; (4) melaksanaannya terkendali, baik isinya,

waktu, proses maupun hasilnya.

Selanjutnya, Rifa’i dan Anni (2012: 159) mengartikan pembelajaran sebagai

proses komunikasi dua arah yaitu, antara guru dengan siswa atau siswa dengan

siswa yang lainnya. Dalam proses komunikasi itu dapat dilakukan secara verbal

(lisan), dan dapat pula secara nonverbal, seperti penggunaan media komputer dalam

pembelajaran. Namun demikian apapun media yang digunakan dalam pembelajaran

(36)

Berdasarkan pengertian pembelajaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran adalah suatu usaha pendidikan yang merupakan seperangkat tindakan

yang disengaja dan direncanakan sebagai suatu kegiatan antara guru dengan siswa.

Kegiatan tersebut merupakan proses komunikasi dua arah antara guru dengan siswa

dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Belajar merupakan suatu proses yang kompleks, artinya banyak faktor yang

dapat memengaruhi proses belajar. Faktor-faktor tersebut bisa menentukan berhasil

atau tidaknya siswa dalam belajar. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan

faktor apa saja yang dapat memengaruhi keberhasilan belajar siswa. Menurut

Suhana (2014: 8) keberhasilan dalam belajar sangat dipengaruhi oleh berfungsinya

secara integratif dari setiap faktor pendukungnya.

Slameto (2012: 54-72) menyebutkan faktor-faktor yang dapat memengaruhi

siswa dalam belajar, faktor-faktor tersebut yaitu faktor intern atau faktor yang

berasal dari dalam diri individu dan faktor ekstern atau faktor yang berasal dari luar

individu.

2.1.3.1Faktor Intern

Faktor Intern merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang

memengaruhi proses belajarnya. Faktor intern ada tiga aspek, yang meliputi: faktor

jasmaniah, psikologis, dan kelelahan. Uraian selengkapnya sebagai berikut:

(1) Jasmaniah

Faktor Jasmaniah adalah faktor intern yang berhubungan dengan kondisi badan

atau fisik seorang individu. Faktor jasmaniah meliputi kesehatan dan cacat

(37)

(2) Psikologis

Faktor psikologis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi psikis

seorang individu. Faktor psikologis ini bisa dilihat dari keinginan seorang

individu untuk melakukan sesuatu. Faktor psikologis meliputi intelegensi,

perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.

(3) Kelelahan

Kelelahan adalah kondisi menurunnya kesehatan seorang individu, baik

jasmani maupun rohani (psikis). Kelelahan jasmani ditunjukkan dengan lemah

lunglaynya tubuh dan timbulnya kecenderungan untuk membaringkan badan,

sedangkan kelelahan rohani ditandai dengan kelesuan dan kebosanaan,

sehingga tidak ada minat dan dorongan untuk melakukan suatu aktivitas.

2.1.3.2Faktor Ekstern

Faktor ekstern adalah semua faktor dari luar yang memengaruhi proses

belajar. Faktor ekstern meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat. Uraian

selengkapnya sebagai berikut:

(1) Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama yang dialami siswa

dengan kedua orang tuanya. Keberadaan keluarga berpengaruh terhadap proses

belajar siswa. Faktor tersebut meliputi cara mendidik, relasi antar anggota

keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang tua, dan latar

belakang kebudayaan.

(2) Sekolah

Sekolah menjadi lingkungan pendidikan pertama yang mengkondisikan siswa

(38)

berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Faktor di lingkungan sekolah yang

memengaruhi belajar siswa meliputi: metode mengajar, kurikulum, relasi guru

dengan siswa, siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu

sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, serta tugas yang

diberikan guru.

(3) Masyarakat

Masyarakat merupakan lingkungan dimana siswa berada. Faktor masyarakat

berperan penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Lingkungan

yang baik akan mendidik anak menjadi anak yang baik dan juga sebaliknya.

Keberadaan lingkungan yang memengaruhi belajar siswa meliputi: kegiatan

siswa dalam masyarakat, media masa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan

masyarakat.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang

memengaruhi proses belajar berasal dari dua faktor utama yaitu faktor intern yang

berasal dari dalam diri individu dan faktor ekstern yang berasal dari luar individu

atau lingkungan. Fakto-faktor tersebut saling berkaitan dan saling memengaruhi,

sehingga dapat memberikan dampak yang baik atau sebaliknya. Oleh karena itu,

dibutuhkan kerjasama yang baik antar orang tua, sekolah, dan lingkungan

masyarakat, agar siswa dapat mengoptimalkan proses belajarnya.

2.1.4 Minat Belajar

Minat merupakan rasa suka atau hasrat terhadap sesuatu sehingga

menimbulkan keingintahuan, ketertarikan untuk memperolehnya. Minat pada

seseorang menimbulkan semangat dan tindakan untuk melakukan suatu aktivitas.

(39)

Hariyanto (2015: 177) “minat didefinisikan sebagai kecenderungan hati yang tinggi

terhadap sesuatu”. Sukardi (1988) dalam Susanto (2013: 57), minat dapat diartikan

sebagai suatu kesukaan, kegemaran atau kesenangan seseorang terhadap sesuatu.

Adapun menurut Sudirman (2007) dalam Susanto (2013: 57), minat diartikan

sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti

sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan atau kebutuhannya sendiri.

Selanjutnya, Tidjan (1976) dalam Suyono dan Hariyanto (2015: 177)

menyatakan bahwa “minat adalah gejala psikologis yang menunjukan pemusatan

perhatian terhadap suatu objek karena timbulnya perasaan senang”. Oleh karena itu

minat sangat penting bagi seseorang untuk menimbulkan perasaan suka, senang dan

tertarik terhadap sesuatu. Jadi dapat disimpulkan bahwa minat adalah suatu gejala

psikologis terhadap sesuatu yang ditandai dengan perasaan senang, suka dan

tertarik, karena merasa ada suatu kepentingan terhadap sesuatu itu.

Minat akan selalu terkait dengan kebutuhan seseorang. Kaitannya dengan

belajar, menurut Hansen (1995) dalam Susanto (2013: 57) menyebutkan bahwa

minat belajar siswa memiliki hubungan erat dengan kepribadian, motivasi, ekspresi

dan konsep diri atau identifikasi, faktor keturunan dan pengaruh eksternal atau

lingkungan. Secara nyata minat merupakan suatu hal yang penting dalam

menentukan arah, dan cara berpikir seseorang dalam aktivitas belajarnya.

Mikarsa (2007: 3.10) berpendapat bahwa minat berkembang melalui proses

belajar, yang memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) minat berkembang sejalan

dengan perkembangan fisik dan mental; (2) minat sangat berpengaruh terhadap

kesiapan belajar (misalnya anak tidak akan berminat pada permainan lompat tali

(40)

bergantung pada kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk belajar

bergantung pada lingkungan serta minat dari anak maupun orang dewasa di

sekitarnya; (4) perkembangan minat mungkin saja terbatas, tergantung dari

kemampuan fisik, serta mental dan pengalaman sosial anak; (5) minat dipengaruhi

oleh budaya karena anak belajar dan memperoleh pengalaman melalui keluarga,

guru dan orang dewasa lain yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh budaya; (6)

minat dipengaruhi oleh faktor emosi/suasana hati. Jika suasana hati sedang gundah,

minat pada sesuatu juga berkurang, demikian juga sebaliknya. Minat bersifat

egosentris, hal ini dapat dilihat pada anak-anak.

Minat merupakan faktor yang sangat penting dalam kegiatan belajar siswa,

menurut Susanto (2013: 66) kegiatan belajar yang dilakukan tidak sesuai dengan

minat siswa akan memungkinkan berpengaruh negatif terhadap hasil belajar siswa,

demikian juga sebaliknya. Dengan adanya minat pada diri siswa, maka siswa akan

mendapatkan kepuasan batin dari kegiatan belajar.

Uraian tersebut memperjelas pentingnya minat dalam belajar siswa, karena

minat dimungkinkan akan berpengaruh terhadap kegiatan belajar khususnya hasil

belajar siswa, ini dikarenakan ada tidaknya minat siswa terhadap sesuatu dalam

kegiatan belajar itu sendiri. Ini sesuai dengan pendapat Hartono (2005) dalam

Susanto (2013: 67) yang menyatakan bahwa minat memberikan sumbangan besar

terhadap keberhasilan belajar peserta didik. Bahan pelajaran, pendekatan, ataupun

metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan minat peserta didik menyebabkan

hasil belajar tidak optimal.

Penting bagi guru untuk memunculkan minat siswa terhadap materi yang

(41)

akan tertarik dan rasa keingintahuan siswa akan meningkat, sehingga tujuan

pembelajaran akan mudah tercapai. Slameto (2003) dalam Suyono dan Hariyanto

(2015: 177) menyatakan bahwa ciri-ciri siswa yang berminat dalam belajar adalah

sebagai berikut: (1) mempunyai kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan

dan mengenang sesuatu yang dipelajari secara terus-menerus; (2) ada rasa suka dan

senang pada sesuatu yang diminati; (3) memperoleh suatu kebanggaan dan

kepuasan pada sesuatu yang diminati; (4) lebih menyukai suatu hal yang menjadi

minatnya daripada yang lainnya; (5) dimanifestasikan melalui partisipasi pada

aktivitas dan kegiatan.

Melihat berbagai ciri minat yang ditimbulkan siswa dalam pembelajaran,

maka membangkitkan minat dan perhatian siswa terhadap pembelajaran menjadi

tugas pokok guru dan mutlak harus dilaksanakan. Siswa menjadi senang terhadap

pembelajaran karena penyajian pembelajaran, oleh karena itu guru harus memiliki

kompetensi yang tinggi dalam penguasaan bahan ajar dan penguasaan kelas, seperti

menggunakan berbagai metode pembelajaran, serta mampu menjaga lingkungan

tempat belajar tetap kondusif.

Pada praktiknya selain kedua hal tersebut, guru juga dapat melakukan

cara-cara parktis untuk membangkitkan minat dan perhatian siswa. Seperti yang

sebutkan Suyono dan Hariyanto (2015: 178) yaitu sebagai berikut:

(1) Selalu berupaya mengkontekstualkan dan menginikan bahan ajar.

(2) Mengetahui gaya belajar siswa pada umumnya sehingga penyajian

(42)

(3) Sesekali menyelipkan humor-humor segar terutama yang relevan dengan

bahan ajar atau kondisi pembelajaran. Seorang guru yang kompeten adalah

gudangnya ice breaker, pemecah kebekuan.

(4) Jeda sejenak dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kecil.

(5) Selalu berupaya akar kelas terbangun oleh suasana yang dialogis, banyak

terjadi diskusi.

(6) Memberikan pekerjaan rumah yang menantang ... dalam hal ini guru perlu

berdiskusi dengan para siswa.

(7) Melakukan refresing dengan para siswa dalam suatu karya wisata, namun benar-benar harus ada studi ekskursi di sana ... Tujuan pokoknya adalah

mengkontekstualkan pembelajaran.

2.1.5 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan satu aspek yang sangat penting dalam kegiatan

belajar mengajar, hasil belajar menjadi tolok ukur siswa dalam mengikuti

pembelajaran. Hasil belajar siswa dalam pembelajaran yang mendidik berupa

perubahan tingkah laku yang disadari, kontinu, fungsional, positif, tetap, bertujuan,

dan komperhensip (Lapono., dkk, 2008: 4-123). Rancangan pembelajaran yang

baik hendaknya mampu memberikan hasil berupa perubahan dalam diri siswa.

Beberapa ciri perubahan dalam diri siswa yang perlu diperhatikan guru menurut

Lapono, dkk (2008: 4-123–4) antara lain: (1) perubahan tingkah laku harus disadari

peserta didik; (2) perubahan tingkah laku dalam belajar bersifat kontinu dan

fungsional; (3) perubahan tingkah laku dalam belajar bersifat positif dan aktif; (4)

perubahan tingkah laku dalam belajar tidak bersifat sementara; (5) perubahan

tingkah laku dalam belajar bertujuan; (6) perubahan tingkah laku mencakup seluruh

(43)

Menurut Winkel (1996) dalam Purwanto (2014: 45) “hasil belajar adalah

perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah

lakunya.” Kemudian Susanto (2013: 5) mendefinisikan “hasil belajar sebagai

perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek

kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar”. Pernyataan ini

diperkuat oleh Bloom (1956) dalam Sudjana (2011: 22), hasil belajar

diklasifikasikan menjadi tiga ranah yaitu sebagai berikut:

(1) Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari

enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,

sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan

keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.

(2) Ranah Afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni

penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

(3) Ranah Psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerak

refleks, keterampilan gerak dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau

ketepatan, gerak keterampilan kompleks, dan ekspresif dan interpretatif.

Ketiga ranah tersebut perlu diperhatikan oleh guru dalam proses

pembelajaran, dengan demikian guru akan lebih objektif dalam menilai hasil belajar

tiap siswa. Hasil belajar siswa dalam penelitian ini difokuskan pada ranah kognitif

siswa, yang dijadikan pedoman atau acuan untuk mengetahui seberapa besar

(44)

2.1.6 Karakteristik Siswa SD

Kegiatan belajar mengajar di sekolah tidak hanya bagaiman seorang guru

menyampaikan materi pelajaran dengan baik, dan menggunakan metode serta

media yang variatif. Sebagai seorang pendidik, guru dituntut untuk mampu

memahami peserta didik, khususnya perkembangan peserta didik, ini penting

karena dengan memahami perkembangan peserta didik, guru akan mudah

menentukan strategi dan pendekatan apa yang harus dipakai dalam kegiatan

pembelajaran, selain itu dengan memahami perkembangan peserta didik, guru bisa

mengantisipasi kemungkinan masalah yang akan timbul dan mengganggu proses

pembelajaran.

Perkembangan peserta didik khususnya perkembangan kognitifnya,

menurut Piaget (t.t) dalam Rifa’i dan Anni (2012: 32-5) mencakup empat tahapan

yaitu sebagai berikut:

(1) Tahap Sensori Motorik (0 – 2 tahun), yaitu tahap dimana bayi menyusun

pemahaman dunia dengan mengoordinasikan pengalaman indra (sensori)

mereka (seperti melihat dan mendengar) dengan gerakan motorik (otot) mereka

(menggapai, menyentuh).

(2) Tahap Praoperasional (2 – 7 tahun), yaitu tahap dimana pemikiran lebih

bersifat simbolis, egosentris, dan lebih bersifat intuitif, sehingga tidak

melibatkan pemikiran oprasional.

(3) Tahap Operasional Konkret (7 – 11 tahun), yaitu tahap dimana anak mampu

mengoperasikan berbagai logika, namun masih dalam bentuk benda konkret.

(4) Tahap Operasional Formal (7 – 15 tahun), yaitu tahap dimana anak sudah

(45)

Siswa SD berada pada tahap operasional konkret. Untuk mengoptimalkan

dan mengembangkan kemampuan koginitifnya, terutama pembentukan pengertian

dan konsep, dilakukan dengan memberikan pengalaman nyata yaitu menggunakan

benda-benda konkret atau menggunakan media dan alat peraga dalam kegiatan

pembelajaran.

Menurut Hurlock (1990) dalam Kurnia, dkk (2008: 3-7 – 8) konsep pada

anak memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

(1) Konsep bersifat individual. Tidak ada dua anak yang mempunyai kemampuan

kecerdasan dan pengalaman belajar yang persis sama. Namun demikian,

latihan dan nilai-nilai yang serupa akan membimbing anak ke arah konsep yang

serupa.

(2) Perkembangan konsep mengikuti suatu pola seperti konsep baru dikaitkan

dengan yang telah ada, konsep berkembang dari yang sederhana menjadi

kompleks, dari konkret menjadi abstrak, tergantung pada intelegensi anak dan

kesempatan belajar.

(3) Konsep mempunyai hubungan yang bersifat hierarkis yang menunjukkan

adanya kesadaran bahwa benda mempunyai persamaan dan perbedaan.

(4) Konsep berkembang secara bertahap dari sesuatu yang tidak terlalu jelas

menjadi semakin jelas dengan menemukan perbedaannya, tetapi ada juga yang

berkembang dari spesifik menjadi umum dengan cara menemukan persamaan

sesuatu berdasarkan pengalaman.

(5) Konsep mempunyai muatan emosional khususnya saat arti baru dan arti lama

(46)

(6) Konsep sering bertahan terhadap perubahan sampai ditemukan konsep baru

yang lebih baik dan memuaskan.

(7) Konsep memengaruhi perilaku seseorang dalam melakukan penyesuaian diri

pribadi dan sosial.

Berdasarkan penjelasan karakteristik siswa SD tersebut, dapat disimpulkan

bahwa rancangan pembelajaran yang hendak dilaksanakan oleh guru harus

memperhatikan karakteristik siswa, khususnya siswa SD yang sedang dalam tahap

operasional konkret, mereka masih perlu membangun sebuah konsep dan

pengertian melalui pengalaman nyata berupa benda-benda konkret yang ada di

sekitar mereka. Dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakna dan efektif

guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

2.1.7 Matematika

Matematika adalah ilmu hitung yang sangat dekat dengan kehidupan serta

fungsinya sangat penting dalam setiap aktifitas sehari-hari. Nasution (1980) dalam

Karso, dkk (2009: 1.39) menjelaskan bahwa istilah matematika berasal dari bahasa

Yunani “mathein” atau “manthenein” yang artinya mempelajari, namun diduga

kata itu ada hubungannya dengan bahasa Sansekerta yaitu “medha” atau “widya”

yang artinya kepandaian, ketahuan, atau intelegensi.

Menurut Jannah (2011: 17 dan 19) “matematika adalah ilmu hitung atau

ilmu tentang perhitungan angka-angka untuk menghitung berbagai benda atau yang

lainnya, matematika berkembang mulai dari operasi hitung biasa, meningkat ke

ilmu aljabar, hingga perhitungan-perhitungan rumit kalkulus”. Kemudian Susanto

(2013: 185) menjelaskan bahwa “matematika merupakan salah satu disiplin ilmu

(47)

kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dalam dunia kerja, serta

memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.”

Selanjutnya Ruseffendi (1989) dalam Karso, dkk (2009: 1.39), menyatakan

“matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan,

definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil, di mana dalil-dalil setelah

dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering

disebut ilmu deduktif.”

James (1976) dalam Jannah (2011: 26) mendefinisikan matematika sebagai

ilmu logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling

berhubungan satu sama lain dengan jumlah yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu

aljabar, analisis, dan geometri. Adapun menurut Reys, dkk (1984) dalam Jannah

(2011: 26), “matematika diartikan sebagai analisis suatu pola dan hubungannya,

suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.”

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa matematika

adalah ilmu hitung yang mempelajari bilangan, memiliki konsep-konsep berkenaan

dengan kebenaran yang dapat dibuktikan secara logika sehingga mampu untuk

meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi dalam menyelesaikan

masalah sehari-hari, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

2.1.8 Pembelajaran Matematika di SD

Matematika adalah mata pelajaran yang harus ada dalam pembelajaran

khususnya di sekolah dasar, hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32

tahun 2013, Matematika merupakan salah satu muatan pembelajaran dalam struktur

(48)

mata pelajaran membiasakan siswa untuk berpikir kritis serta kreatif dalam

menyelesaikan suatu permasalahan.

Aisyah, dkk (2007: 1-4) mendefinisikan pembelajaran matematika sebagai

proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana

lingkungan (kelas/sekolah) yang memungkinkan siswa untuk melakukan kegiatan

belajar matematika. Kemudian Susanto (2013: 186-7) menyatakan bahwa

“pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar belajar mengajar yang

dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat

meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan

mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang

baik terhadap materi matematika.”

Mathematical Science Education Board – National Research Councli

(1990) dalam Wijaya (2012: 7) merumuskan empat macam tujuan pendidikan

matematika, yaitu: tujuan praktis (practical goal), tujuan kemasyarakatan, tujuan

profesional (professional goal), tujuan budaya (cultural goal). Uraian selengkapnya

sebagai berikut:

2.1.8.1 Tujuan Praktis

Tujuan praktis berkaitan dengan pengembangan kemampuan siswa untuk

menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan

kehidupan sehari-hari.

2.1.8.2 Tujuan Kemasyarakatan

Tujuan ini berorientasi pada kemampuan siswa untuk berpartisipasi secara

(49)

menunjukan bahwa tujuan pendidikan matematika tidak hanya mengembangkan

kemampuan kognitif siswa, tetapi juga aspek afektif siswa. Pendidikan matematika

seharusnya bisa mengembangkan kemampuan sosial siswa, khususnya kecerdasan

intrapersonal.

2.1.8.3 Tujuan Profesional

Pendidikan matematika harus bisa mempersiapkan siswa untuk terjun ke

dunia kerja. Tujuan pendidikan ini memang dipengaruhi oleh pandangan

masyarakat secara umum yang sering menempatkan pendidikan sebagai alat untuk

mencari pekerjaan.

2.1.8.4 Tujuan Budaya

Pendidikan merupakan suatu bentuk dan sekaligus produk budaya. Oleh

karena itu, pendidikan matematika perlu menempatkan matematika sebagai hasil

kebudayaan manusia dan sekaligus sebagai suatu proses untuk mengembangkan

suatu kebudayaan.

Selanjutnya Aisyah, dkk (2007: 1.4) menyatakan lima tujuan matematika di

Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidiyah (MI), agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut:

(1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan

tepat, dalam pemecahan masalah.

(2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan

(50)

(3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi

yang diperoleh.

(4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah.

(5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,

serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah suatu kegiatan pembelajaran

yang dirancang oleh guru di tingkat sekolah dasar, memiliki tujuan tertentu yang

telah ditetapkan sebelumnya sesuai dengan kompetensi yang harus dicapai oleh

siswa.

2.1.9 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Pemecahan masalah merupakan suatu strategi kognitif yang diperlukan

dalam kehidupan sehari-hari termasuk para siswa dalam kegiatan pembelajaran

(Surya, 2015: 137). Kegiatan pemecahan masalah dalam pembelajaran, meliputi

bagaiman siswa mampu menyelesaikan tugas pembelajaran, ini sangat penting bagi

siswa yang sedang berupaya menata masa depannya. Hal ini sesuai dengan

pendapat Wena (2014: 53) yang menyatakan bahwa kemampuan pemecahan

masalah sangat penting artinya bagi siswa dan masa depannya. Para ahli

pembelajaran sependapat bahwa bahwa kemampuan pemecahan masalah dalam

batas tertentu, dapat dibentuk melalui bidang studi dan disiplin ilmu yang diajarkan

(51)

Menurut NCTM (2000) dalam Budhayanti, dkk (2008: 9-3) memecahkan

masalah berarti menemukan cara atau jalan untuk mencapai tujuan atau solusi yang

tidak dengan mudah menjadi nyata. Selanjutnya, Poyla (1975) dalam Hudojo

(2005: 76) menyatakan bahwa, pemecahan masalah sebagai suatu usaha untuk

mencari jalan keluar dari kesulitan dan mencapai tujuan yang tidak dengan segera

dapat dicapai. Kemudian Jhon Dawey (1910) dalam Surya (2015: 138)

mendefinisikan “pemecahan masalah sebagai suatu proses yang disadari dan

dibangun oleh suatu tahapan yang terjadi secara alami”.

Wankat dan Oreovocz (1995) dalam Wena (2014: 53) mengklasifikasikan

lima tingkat taksonomi pemecahan masalah, yaitu rutin, diagnostik, strategi,

interpretasi, dan generalisasi. Uraian selengkapnya sebagi beikut:

2.1.9.1 Rutin

Tindakan rutin atau bersifat alogaritmik yang dilaksanakan tampa membuat

suatu keputusan. Beberapa operasi matematika seperti persamaan kuadrat, operasi

integral, analisis varian, termasuk masalah rutin.

2.1.9.2 Diagnostik

Pemilihan suatu prosedur atau cara yang tepat secara rutin. Beberapa rumus

yang digunakan dalam menentukan tegangan suatu balok, dan diagnosis adalah

memilih prosedur yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut.

2.1.9.3 Strategi

Pemilihan prosedur secara rutin untuk memecahkan suatu masalah. Strategi

merupakan bagian dari tahap analisis dan evaluasi dalam taksonomi Bloom.

2.1.9.4 Interpretasi

Kegiatan pemecahan masalah yang sesungguhnya, karena melibatkan

(52)

2.1.9.5 Generalisasi

Pengembangan prosedur yang bersifat rutin untuk memecahkan

masalah-masalah yang baru.

Selanjutnya Polya (1973) dalam Hudojo (2005: 128) mengklasifikasikan

masalah khususnya dalam matematika menjadi dua macam yaitu:

(1) Masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, abstrak atau konkret,

termasuk teka-teki. Bagian utama dari masalah ini yaitu menentukan hal yang

dicari, data yang diketahui, dan syarat mengetahui masalah.

(2) Masalah untuk membuktikan yaitu untuk menunjukkan bahwa suatu

pernyataan itu benar atau salah. Bagian utama dari masalah jenis ini merupakan

hipotesis atau konklusi dari suatu teorema yang harus dibuktikan

kebenarannya.

Pemecahan masalah dalam matematika melibatkan metode dan cara

penyelesaian yang tidak standar dan tidak diketahui terlebih dahulu, untuk mencari

penyelesaiannya para siswa harus memanfaatkan pengetahuannya, dan melalui

proses ini mereka akan sering mengembangkan pemahaman matematika yang baru

(Turmudi, 2009: 29). Penyelesaian masalah dalam

Gambar

Tabel 3.1 Tahap-tahap Guided Discovery Learning
Tabel 3.2 Dimensi dan Indikator Minat Belajar Siswa
Tabel 3.3 Pedoman Kategorisasi Data Penelitian
Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Angket Uji Coba Minat Belajar Siswa rtabel = 0,344; Taraf Signifikansi = 5%; dan n = 33
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis perbedaan rata-rata hasil belajar antara siswa kelas IV sekolah dasar yang diajar menggunakan model Guided Discovery Learning

Secara teoritis penggunaan model guided discovery learning efektif ditinjau dari pemecahan masalah matematis siswa seperti hal dikemukan oleh Eggen dan Don (2012: 177)

Hasil penelitian dalam menerapkan model Discovery Learning berbantuan Geogebra menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah setelah terjadi

Hasil tes kemampuan pemecahan masalah siswa dihitung berdasarkan ketuntasan individual yang diperoleh siswa. Perangkat pembelajaran matematika berbasis discovery learning

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis perbedaan rata-rata hasil belajar antara siswa kelas IV sekolah dasar yang diajar menggunakan model Guided Discovery Learning

Pada Tabel 5 terlihat bahwa rata-rata data skor peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada kelas yang mengikuti discovery learning lebih tinggi

Kemampuan pemecahan masalah siswa yang masih kurang perlu ditinjau lebih lanjut berdasarkan Pembelajaran Discovery Learning dan gaya belajar siswa. Jenis penelitian ini

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antara pembelajaran yang menerapkan metode Discovery Learning dengan pembelajaran yang tidak