ANALISIS KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENYIMPULKAN PADA MATERI KOLOID DENGAN
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN
PROBLEM SOLVING
Oleh
WANGGI SETRA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Wanggi Setra
ABSTRAK
ANALISIS KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENYIMPULKAN PADA MATERI KOLOID DENGAN
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN
PROBLEM SOLVING
Oleh
Wanggi Setra
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan mengkomunikasikan dan menyimpulkan pada materi koloid dengan penerapan model pembelajaran problem solving untuk siswa kelompok kognitif tinggi, sedang, dan rendah. Sub-yek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 12 Bandar Lampung
siswa berkriteria baik. Pada kelompok rendah terdapat 11,11% siswa berkriteria sangat baik; 66,67% siswa berkriteria baik; dan 22% siswa berkriteria cukup.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Ruang Lingkup Penelitian... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme ... 8
B. Keterampilan Proses Sains ... 9
C. Problem Solving ... 14
D. Kemampuan Kognitif... 17
E. Konsep ... 18
F. Kerangka Pemikiran... 24
G. Anggapan Dasar ... 25
H. Hipotesis Umum ... 25
vi
B. Metode dan Desain Penelitian ... 26
C. Data Penelitian ... 27
D. Instrumen Penelitian ... 27
E. Validitas Instrumen Penelitian ... 28
F. Prosedur Penelitian ... 29
G. Teknik Pengelompokkan Siswa ... 31
H. Teknik Analisis Data ... 33
1V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 36
B. Pembahasan ... 40
V.SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 54
B. Saran ... 55
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Pemetaan ... 59
2. Silabus ... 64
3. RPP.. ... ... 72
4. Lembar Kerja Siswa I ... 106
5. Lembar Kerja Siswa 2 ... 111
6. Lembar Kerja Siswa 3 ... 117
7. Lembar Kerja Siswa 4 ... 125
8. Soal Pretest ... 135
9. Kunci Jawaban Pretest ... 136
10. Kisi-kisi Soal Posttest ... 141
11. Soal Posttest ... 149
12. Rubrik Penskoran Posttest ... 152
13. Kuesioner ... 157
14. Perhitungan Pengelompokkan Siswa ... 158
15. Perhitungan Data ... 160
16. Lembar Observasi Aktifitas Siswa ... 167
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sains merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami ten-tang alam. Belajar sains merupakan suatu proses memberikan sejumlah pengalaman kepada siswa untuk mengerti dan membimbing mereka untuk menggunakan penge-tahuan sains tersebut. Untuk dapat memahami hakikat sains yakni sains sebagai pro-ses dan produk, siswa harus memiliki keterampilan propro-ses sains (KPS). KPS pada pembelajaran sains lebih menekankan pembentukan keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan serta menyimpulkan hasilnya.
Ilmu kimia merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains. Oleh karena itu, ilmu ki-mia yang diperoleh siswa tidak hanya kiki-mia sebagai produk tetapi juga dapat melatih cara berpikir siswa untuk memecahkan masalah terutama yang berkaitan dengan ilmu kimia secara ilmiah yaitu kimia sebagai proses. Oleh sebab itu pembelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik kimia sebagai proses dan produk.
2
kimia sebagai produk saja tanpa memperhatikan bagaimana proses ditemukannya konsep, hukum, dan teori tersebut, akibatnya tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri siswa. Hal ini didukung oleh hasil observasi dan wawancara dengan guru kimia di SMA Negeri 12 Bandar Lampung pada bulan Meret 2013, di mana guru masih meng-gunakan model konvensional dalam proses pembelajaran. Pembelajaran ini cende-rung membuat siswa menjadi pasif karena proses pembelajaran lebih didominasi oleh guru, siswa kurang aktif dilibatkan dalam proses membangun konsep karena hanya mengandalkan informasi materi dari guru. Dengan demikian, siswa tidak terlatih untuk mengembangkan keterampilan proses sainsnya.
Model pembelajaran problem solving adalah suatu penyajian materi pembelajaran de-ngan menghadapkan siswa pada persoalan yang harus dipecahkan atau diselesaikan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini, siswa menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan dan menga-nalisis informasi, membuat referensi, dan merumuskan kesimpulan. Model pembela-jaran problem solving terdiri dari 5 fase, yaitu mengorientasikan siswa pada masalah (fase 1), mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan ma-salah tersebut (fase 2), menetapkan jawaban sementara dari mama-salah (fase 3), menguji keaktifan jawaban sementara (fase 4), dan menarik kesimpulan (fase 5) (Depdiknas, 2008). Dilihat dari kelima fase di atas model pembelajaran problem solving cocok diterapkan pada materi kimia. Karena pada pelajaran kimia banyak materi yang harus disertai dengan praktikum yang sangat relevan dengan fase problem solving. Salah satunya adalah materi koloid.
Koloid erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya proses penjernihan air dapat dilakukan dengan menambahkan tawas (Al2(SO4)3) pada air. Di dalam air,
Al2(SO4)3 akan terhidrolisis menjadi Al(OH)3 yang merupakan koloid. Koloid ini
4
STM”. Hasil penelitiannya menyatakan keterampilan mengukur, mengamati,
meng-klasifikasikan, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan termasuk kategori baik. Penelitian lain yang dilakukan oleh Suprini (2012) yang berjudul “Analisis keteram -pilan proses sains siswa kelas XI pada pembelajaran sifat-sifat koloid menggunakan metode discovery-inquiry”. Hasil penelitiannya yaitu penggunaan metode discovery-inquiry pada pembelajaran sifat-sifat koloid dapat mengembangkan KPS dengan baik.
Keterampilan proses terdiri dari mengobservasi, mengklasifikasi, mengkomunikasi-kan, mengukur, memprediksi, dan menyimpulkan (Funk dalam Dimyati, 1996).
Mengkomunikasikan dan menyimpulkan termasuk keterampilan dalam KPS. Dengan kete-rampilan mengkomunikasikan melalui pengamatan langsung, siswa diharapkan mampu menjelaskan hasil percobaan, menggambar data empiris dengan grafik, tabel, atau diagram, membaca dan mengkompilasi informasi dalam grafik atau diagram. Begitu juga dengan keterampilan menyimpulkan dengan indikator mampu menjelas-kan hasil pengamatan dari fakta terbatas dan mampu membuat kesimpulan tentang suatu fenomena setelah mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amelia (2012) yang berjudul
“Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving dalam Meningkatkan
dan materi koloid efektif dalam meningkatkan ketrampilan menyimpulkan dan meng-komunikasikan pada siswa. Untuk mendeskripsikan keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan dan menyimpulkan pada materi koloid melalui penerapan model pembelajaran problem solving, maka dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Keterampilan Mengkomunikasikan dan Menyimpulkan pada Materi Koloid dengan Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, runusan masalah dalam peneli-tian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan pada materi koloid dengan penerapan model pembelajaran problem solving untuk siswa kelompok kognitif tinggi, sedang, dan rendah?
2. Bagaimanakah keterampilan siswa dalam menyimpulkan pada materi koloid dengan penerapan model pembelajaran problem solving untuk siswa kelompok kognitif tinggi, sedang, dan rendah?
C. Tujuan Penelitian
6
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : 1. Siswa
Model pembelajaran problem solving yang diterapkan dalam proses pembela-jaran diharapkan dapat menumbuhkan motivasi, minat belajar, dan kemampuan berpikir serta dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada materi koloid.
2. Guru
Sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan dan penerapan model pembela-jaran yang sesuai dengan materi pembelapembela-jaran kimia, terutama pada materi koloid.
3. Sekolah
Penerapan model pembelajaran problem solving merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.
4. Peneliti lain
Sebagai bahan/gambaran bagi peneliti lain untuk dapat mengembangkan peneli-tian sejenis dengan ruang lingkup yang lebih luas.
E. Ruang Lingkup Penelitian
1. Analisis adalah penyelidikan dan penguraian terhadap suatu masalah. 2. Indikator keterampilan proses sains yang diteliti adalah keterampilan
mengkomunikasikan dan menyimpulkan.
3. Mengkomunikasikan adalah penyampaian fakta dan konsep ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara dan visual (Dimyati dan Mudjiono, 2002). 4. Menyimpulkan adalah sebuah pernyataan yang ditarik berdasarkan fakta hasil
serangkaian observasi (Dimyati dan Mudjiono, 2002).
5. Kelompok tinggi, sedang dan rendah merupakan kelompok siswa berkemampuan kognitif tinggi, sedang, dan rendah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendekatan Konstruktivisme
Arti sederhana dari teori belajar sebenarnya adalah penjelasan bagaimana infor-masi diproses di dalam pikiran siswa. Dengan suatu teori belajar, diharapkan pe-rolehan informasi sebagai hasil belajar pada siswa dapat ditingkatkan. Melalui te-ori konstruktivisme siswa bisa membangun pemahaman mereka sendiri dan mem-buat kesimpulan sendiri tentang sesuatu hal. Menurut Von Glasersfeld (Sardiman, 2007) mengemukakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengeta-huan yang menekankan bahwa pengetapengeta-huan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi dari kenyataan (realitas). Von Gla-sersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Tetapi pengeta-huan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui ke-giatan seseorang.
memaha-mi dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masa-lah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.
Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang mengeta-hui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, mela-inkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Bettencourt menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti haki-kat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu ten-tang sesuatu (Suparno, 1997)
Menurut Suparno (1997) ciri atau prinsip dalam belajar sebagai berikut :
1. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami.
2. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus.
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri.
4. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.
B. Keterampilan Proses Sains
komponen-10
nya saja. Proses dapat didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang digunakan ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah, dapat juga dipe-rinci menjadi sejumlah komponen yang harus dikuasaai seseorang apabila hendak melakukan penelitian dibidangnya. Saintis mengembangkan teori antara lain me-lalui keterampilan proses, misalnya pengamatan, klasifikasi (mengelompokkan), inferensi (menyimpulkan), merumuskan hipotesis, dan melakukan eksperimen. Jadi, proses belajar mengajar dengan keterampilan proses adalah proses belajar yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, konsep-konsep, dan teori-teori dengan keterampilan proses dan sikap ilmiah siswa itu sendiri (Soetardjo, 1998).
Setiawan (Hariwibowo, 2009) mengemukakan empat alasan pendekatan
keteram-pilan proses harus diwujudkan dalam proses belajar dan pembelajaran, yaitu:
a. Dengan kemajuan yang sangat pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi,
guru tidak mungkin lagi mengajarkan semua fakta dan konsep dari sekian mata
pelajaran, karena waktunya tidak akan cukup.
b. Siswa-siswa, khususnya dalam usia perkembangan anak, secara psikologis
le-bih mudah memahami konsep,apalagi yang sulit, bila disertai dengan
contoh-contoh konkrit, dialami sendiri, sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
J.Piaget mengatakan bahwa intisari pengetahuan adalah kegiatan atau aktivitas,
baik fisik maupun mental.
c. Ilmu pengetahuan dapat dikatakan bersifat relatif, artinya suatu kebenaran teori
pada suatu saat berikutnya bukan kebenaran lagi, tidak sesuai lagi dengan
situ-asi. Suatu teori bisa gugur bila ditemukan teori-teori yang lebih baru dan lebih
itu, perlu orang-orang yang kritis, mempunyai sikap ilmiah. Wajar kiranya
ka-lau siswa sejak dini sudah ditanamkan dalam dirinya sikap ilmiah dan sikap
kritis ini. Untuk saat ini, dengan menggunakan keterampilan proses maka
tuju-an tersebut dapat tercapai.
d. Proses belajar dan pembelajaran bertujuan membentuk manusia yang utuh
ar-tinya cerdas, terampil dan memiliki sikap dan nilai yang diharapkan. Jadi,
pe-ngembangan pengetahuan dan sikap harus menyatu. Dengan keterampilan
memproses ilmu, diharapkan berlanjut kepemilikan sikap dan mental.
Menurut Esler & Esler (1996) keterampilan proses sains dikelompokkan seperti
pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Keterampilan Proses Sains
Keterampilan Proses Dasar Keterampilan Proses Terpadu
Mengamati (observasi) Inferensi
Mengelompokkan (klasifikasi) Menafsirkan (interpretasi) Meramalkan (prediksi) Berkomunikasi
Mengajukan pertanyaan Berhipotesis
Penyelidikan
Menggunakan alat/bahan Menerapkan Konsep Melaksanakan percobaan
pembelajar-12
an yang dikembangkan yaitu problem solving, keterampilan proses sains menjadi bagian yang tidak terpisah dalam kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan.
Keterampilan proses merupakan konsep yang luas. Para ahli banyak yang menco-ba menjamenco-barkan keterampilan proses menjadi aspek-aspek yang lebih rinci, seperti yang dikemukakan oleh Funk dalam Nur (1996) keterampilan proses terdiri dari: Keterampilan proses tingkat dasar yang terdiri dari mengobservasi, mengklasifi-kasi, mengkomunikasikan, mengukur, memprediksi, menyimpulkan, dan keteram-pilan proses terpadu yang terdiri dari menentukan variabel, menyusun tabel data, membuat grafik, menghubungkan antar variabel, memproses data, menganalisis penyelidikan, menyususn hipotesis, menentukan variabel, merencanakan penyeli-dikan, dan bereksperimen.
Menurut Dahar (1985) keterampilan proses terdiri dari mengamati, menafsirkan pengamatan, meramalkan, menggunakan alat/bahan, menerapkan konsep, meren-canakan penelitian, berkomunikasi, mengajukan pertanyaan. Dan menurut Conny (1992) keterampilan proses meliputi mengamati (menghitung, mengukur, meng-klasifikasikan, mencari hubungan ruang/ waktu), membuat hipotesis, merencana-kan penelitian, mengendalimerencana-kan variabel, menginterpretasi, menyusun kesimpulan, meramalkan, menerapkan ,dan mengkomunikasikan.
sebagai penyampaian dan memperoleh fakta, dan konsep ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara dan visual (Dimyati dan Mudjiono, 2002). Contoh membaca peta, tabel, garfik, bagan, lambang-lambang, diagaram, dan demontrasi visual.
Menurut Cartono (2007) kemampuan komunikasi siswa dapat diidentifikasi se-bagai berikut:
1. Kemampuan mengungkapkan gagasan secara tertulis. 2. Kemampuan menjelaskan hasil pengamatan.
3. Kemampuan menyusun dan menyampaikan hasil kerja. 4. Kemampuan menggambarkan data dengan grafik atau bagan. 5. Kemampuan mengubah data narasi ke dalam bentuk tabel.
Menurut Funk ( Dimyati dan Moedjiono, 2002) mengkomunikasikan dapat diarti-kan sebagai menyampaidiarti-kan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pe-ngetahuan dalam bentuk tulisan, gambar, gerak, tindakan, atau penampilan misal-nya dengan berdiskusi, mendeklamasikan, mendramakan, mengungkapkan, mela-porkan (dalam bentuk lisan, tulisan, gerak, atau penampilan).
Menyimpulkan adalah sebuah pernyataan yang ditarik berdasarkan fakta hasil serangkaian observasi. Dengan demikian menyimpulkan harus berdasarkan pada observasi langsung. Apabila observasi adalah pengalaman yang diperoleh melalui satu atau lebih panca indera, maka menyimpulkan adalah penafsiran atau
14
C. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Menurut Arends dalam Trianto (2010), dalam mengajar guru biasanya selalu me-nuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana cara siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaiakan masa-lah, tetapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya dapat menyelesaikan masalah.
Model pembelajaran dengan cara memecahkan masalah (problem solving) meru-pakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang dibutuhkan untuk penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian yang nyata dari permasalahan yang nyata. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori kontruktivisme. Kontru-ktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu
(2001), “kontruktivisme juga menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita
peroleh adalah hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya
transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain”.
Tahap-tahap model problem solving (Depdiknas, 2008) yaitu meliputi :
1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.
2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain.
3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada tahap kedua di atas.
4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam tahap ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan modelmodel lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.
5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.
Menurut Nasution (1992) mempelajari aturan perlu, terutama untuk memecahkan masalah. Problem solving merupakan perluasan yang wajar dari belajar aturan. Problem solving prosesnya terletak dalam diri siswa. Variabel dari luar hanya be-rupa instruksi verbal yang membantu atau membimbing siswa untuk memecahkan masalah itu. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana siswa menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan masalah yang baru. Namun memecahkan masalah tidak sekedar menerapkan aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga mengha-silkan pelajaran baru.
Pembelajaran problem solving ini akan lebih produktif bila dalam pelaksanaannya disatukan metode diskusi dan kerja kelompok, sebagaimana yang dikemukakakan oleh Djsastra (1985) yaitu :
“Dalam praktek mengajar di kelas model problem solving ini sebaiknya
diper-gunakan bersama-sama dengan metode diskusi dan metode proyek, tetapi yang jelas model problem solving ini akan lebih produktif (lebih stabil) bila
16
Dalam pelaksanaannya, model pembelajaran problem solving biasanya dapat gabungkan dengan metode diskusi. Hal ini bertujuan agar pembelajaran yang di-lakukan lebih produktif, siswa dapat bersama-sama dengan teman sekelompoknya berdiskusi dalam memecahkan permasalahan yang diberikan. Terdapat 3 ciri uta-ma dari pembelajaran problem solving yaitu sebagai berikut:
a. Pembelajaran problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran. Artinya dalam implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa.
b. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah.
Pembelajaran problem solving menempatkan masalah sebagai kunci dari proses pembelajaran.
c. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.
Kelebihan dan kekurangan pembelajran problem solving menurut Djamarah dan Zain (2002) adalah sebagai berikut.
1. Kelebihan pembelajaran problem solving
a. Membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan. b. Membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara
terampil.
c. Model pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya siswa banyak menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya.
2. Kekurangan pembelajaran problem solving
b. Memerlukan banyak waktu. Penggunaan model pembelajaran problem solving untuk suatu topik permasalahan tidak akan maksimal jika waktunya sedikit, karena bagaimanapun juga akan banyak langkah-langkah yang harus diterapkan terlebih dahulu dimana masing-masing langkah membutuhkan kecekatan siswa dalam berpikir untuk
menyelesaikan topic permasalahan yang diberikan dan semua itu
berhubungan dengan kemampuan kognitif dan daya nalar masing-masing siswa
c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dari mendengarkan dan menerima informasi yang disampaikan guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan masalah sendiri dan kelompok memerlukan banyak sumber belajar sehingga menjadi kesulitan tersendiri bagi siswa. Sumber-sumber belajar ini bisa di dapat dari berbagai media dan buku-buku lain. Jika sumber-sumber ini tidak ada dan siswa hanya mempunyai satu buku / bahan saja maka topik permasalahan yang diberikan tidak akan bisa diselesaikan dengan baik.
D. Kemampuan Kognitif
Kemampuan kognitif merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ha-sil belajar siswa. Kemampuan kognitif siswa adalah gambaran tingkat pengetahu-an atau kemampupengetahu-an siswa terhadap suatu materi pembelajarpengetahu-an ypengetahu-ang sudah dipela-jari dan dapat digunakan sebagai bekal atau modal untuk memperoleh pengeta-huan yang lebih luas dan kompleks lagi, maka dapat disebut sebagai kemampuan kognitif (Winarni, 2006).
18
E. Konsep
Menurut Dahar (1996), konsep merupakan kategori-kategori yang kita berikan pa-da stimulus-stimulus yang apa-da di lingkungan kita. Konsep-konsep menyediakan skema-skema terorganisasi untuk menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasigeneralisasi. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat men-definisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan.
Tabel 2. Analisis konsep materi koloid.
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis
Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh
Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1. Suspensi Suspensi
merupakan
campuran heterogen yang terdiri dari dua fasa dan dapat dibedakan antara zat terlarut dengan zat pelarut. Konsep konkret Suspensi Campuran heterogen Zat terlarut
dan zat pelarut dapat dibedakan Partikel zat sistem dispersi larutan koloid
- Campuran air
denganpasir campuran minyak dengan air Santan, susu
2. Larutan campuran homogen
yang terdiri dari satu fasa dan tidak dapat dibedakan antara zat terlarut dengan zat pelarut.
Konsep konkret
larutan campuran
homogen zat terlarut
dan pelarut tidak dapat dibedakan partikel zat sistem dispersi suspensi koloid Larutan elektrolit dan non elektrolit Larutan asam basa Larutan gula, larutan garam campuran air dan pasir,camp uran minyak dengan air
3. Koloid Koloid adalah suatu
bentuk campuran yang keadaanya terletak antara larutan dan suspensi(campuran kasar) Konsep abstrak contoh konkret Koloid Campuran yang terletak antara suspensi dan larutan Partikel zat sistem dispersi larutan suspensi sol emulsi buih aerosol gel Susu, santan ,cat ,tinta Campuran air dengan minyak, campuran pasir dengan air
4. Aerosol Aerosol merupakan
jenis koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas Konsep abstrak contoh konkret aerosol koloid dari
partikel padat/cair yang terdispersi partikel zat jenis-jenis koloid sol emulsi buih gel Aerosol padat Aerosol cair
20
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis
Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh
Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
dalam gas
5. Sol Sol merupakan
jenis koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair Konsep abstrak contoh konkret sol
jenis koloid dari partikel padat terdispersi dalam zat cair partikel zat jenis-jenis koloid aerosol emulsi buih gel
Sol cair Sol padat
Sol sabun, sol detergen, sol kanji
Santan, susu, mayonaise
6. Emulsi Emulsi merupakan
jenis koloid dari zat cair yang terdispersi dari zat cair lagi
Konsep abstrak contoh konkret
emulsi terdiri dari
fase terdispersi cair dan medium pendispersi cair partikel zat jenis-jenis koloid aerosol sol buih gel Emulsi padat Emulsi cair
Susu,santan, mutiara, jeli
Kabut, awan
7. Buih Buih merupakan
jenis koloid yang terdiri dari gas yang terdispersi dalam zat cair Konsep abstrak contoh konkret buih Terdiri dari
fase terdispersi gas dan medium pendispersi padat/cair Partikel zat jenis-jenis koloid aerosol sol emulsi gel
Buih cair Buih padat
Buih sabun, karet busa batu apung
susu, santan, jeli
8. Gel Gel merupakan
jenis koloid yang setengah kaku ( antara padat dan cair) Konsep abstrak contoh konkret gel
koloid yang setengah padat dan cair partikel zat jenis-jenis koloid aerosol sol emulsi buih
- Gel silika,
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh
Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
9 Efek Tyndall Efek Tyandall adalah tehamburnya berkas cahaya oleh koloid
Konsep abstrak
efek Tyndall terhamburny
a seberkas cahaya oleh partikel koloid
partikel
sifat-sifatkoloid gerak Brown koagulasi adsorpsi elektrofore-sis dialisis - Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut Pemurnian gula tebu
10 Gerak Brown Gerak Brown yaitu suatu gerak zig-zag partikel koloid yang dapat diamati dengan mikroskop ultra
Konsep abstrak
gerak Brown gerak zig zag yang diamati dengan mikroskop ukktra
partikel sifat-sifat koloid efek Tyandall koagulasi adsorpsi elektroforesi s dialisis
- Pengamatan
partikel koloid pada susu Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut
11 Elektroforesis Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik Konsep abstrak elektrofore-sis parikel koloid dalam medan listrik
partikel sifat-sifat koloid
efek Tyandall koagulasi adsorpsi gerak brown dialisis
- Untuk
identifikasi DNA dalam mengidentifik asi pelaku kejahatan Pengamata n partikel koloid pada susu
12 Adsorpsi Partikel koloid
memiliki kemampuan menyerap berbagai macam zat pada
Konsep abstrak Adsorpsi Kemampua n menyerap berbagai Macam zat
partikel sifat-sifat koloid
efek Tyandall koagulasi elektroforsis gerak brown
22
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis
Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh
Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
permukaan pada
permukaan
dialisis berkabut
13. Koagulasi Koagulasi yaitu peristiwa penggumpalan pada koloid Konsep abstrak Koagulasi Penggumpa lan pada koloid
partikel sifat-sifat koloid
efek Tyandall adsorpsi elektroforsis gerak brown dialisis - Sol Fe(OH)3 ditetesi larutan NaCl Pemutihan gula tebu
14. Dialisis Dialisis yaitu campuran koloid yang dapat
dipisahkan dari ion-ion Konsep abstrak Dialisis Campuran yang dapat dipisahkan oleh ion-ion
partikel sifat-sifat koloid
efek Tyandall adsorpsi elektroforsis gerak brown koagulasi - Proses pemisahan hasil-hasil metabolisme dari darah oleh ginjal Sol Fe(OH)3 ditetesi larutan NaCl
15. Cara Dispersi Cara dispersi yaitu pembuatan koloid dengan cara mengelilingi atau menggerus koloid hingga halus dan mencampur dengan medium
pendispersi.
Konkret Dispersi
Pembuatan koloid yang dilakukan dengan cara menghalusk an koloid dengan mencampur
Partikel Cara
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh
Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
kan medium pendispersi.
16 Cara Kondensasi
cara pembuatan koloid dari partikel kecil (larutan) menjadi partikel koloid
Konkret kondensasi Partikel Cara
Pembuat an koloid
Cara kondensasi
Reaksi
Hidrolisi s
Reaksi
Redoks Pertukaran
ion
Pembuatan sol Fe(OH)3
26
F. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan mengkomunikasikan dan menyimpulkan pada materi koloid melalui penerapan model pembelajaran problem solving untuk siswa kelompok kognitif tinggi, sedang, dan rendah. Siswa pada kelas XI IPA1 SMA Negeri 12 Bandar Lampung memiliki kemampuan
kognitif yang berbeda. Kemampuan kognitif siswa dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Pada saat proses pembelajaran siswa dikelompokan secara heterogen. Penelitian ini hanya menggunakan satu kelas yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran problem solving.
Fase pertama dalam model pembelajaran problem solving adalah mengidentifikasi masalah untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya. Fase kedua adalah mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Proses pencarian data diperoleh dengan mengkaji literatur berupa buku pelajaran atau dapat juga memanfaatkan media internet. Dalam fase ini peranan guru sebagai fasilitator sangat penting. Hasil yang diperoleh dari fase ini adalah siswa dapat mengembangkan keterampi-lan proses mengamati, menafsirkan, mengajukan pertanyaan, mengelompokkan dan penyelidikan. Fase ketiga adalah menetapkan jawaban sementara dari masa-lah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan pada data yang temasa-lah dipe-roleh pada langkah kedua. Hasil dari fase ketiga ini adalah siswa dilatih untuk mengembangkan keterampilan proses memprediksi dan merumuskan hipotesis atau dugaan sementara. Fase keempat adalah menguji hipotesis yang telah dibuat. Pengujian hipotesis umumnya dilakukan melalui percobaan. Dari fase ini hasil
yang diperoleh siswa adalah dapat mengembangkan keterampilan proses menga-mati, berkomunikasi, melakukan percobaan dan penyelidikan serta menggunakan alat dan bahan. Pada fase ini keaktifan, kreatifitas, dan rasa ingin tahu siswa sa-ngat diperlukan dalam pembelajaran. Fase terakhir dalam pembelajaran problem solving adalah menarik kesimpulan. Dari fase ini hasil yang dicapai siswa adalah dapat mengembangkan keterampilan proses menarik kesimpulan.
Dari uraian di atas terlihat bahwa model pembelajaran problem solving sangat me-ndukung siswa untuk mengembangkan keterampilan proses sains yang dimiliki-nya terutama keterampilan mengkomunikasikan dan menyimpulkan yang sangat relevan dengan langkah keempat dan langkah kelima model pembelajaran problem solving.
G. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 12
Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi subyek penelitian mempunyai kemampuan kognitif yang heterogen.
H. Hipotesis Umum
Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:
1. Semakin tinggi kemampuan kognitif siswa, maka akan semakin tinggi pula keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Subyek Penelitian
Penentuan subyek penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu berdasarkan pertimbangan kelas yang memiliki karakteristik kemampuan kognitif siswa yang heterogen. Maka dipilihlah siswa kelas XI SMA Negeri 12 Bandar Lampung tahun ajaran 2012/2013 sebanyak satu kelas yaitu kelas XI IPA1 sebagai
subyek penelitian dengan jumlah siswa sebanyak 40 siswa.
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode pre-eksperimen dengan desain penelitian yang digunakan adalah one shot case study . Pada desain ini hanya diberi suatu perlakuan kemudian diobservasi dengan desain sebagai berikut (Creswell, 1997) :
Keterangan: X = Perlakuan yang diberikan
C. Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pretest, data kinerja guru, data aktivitas siswa data Posttest dan data keterlaksanaan pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran problem solving.
D.Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah: 1. Silabus dan RPP pada materi koloid.
2. Lembar Kerja Siswa (LKS), pada penelitian ini menggunakan 4 macam lembar kerja siswa, yaitu LKS 1 membahas tentang pengertian koloid, LKS 2 memba-has tentang jenis-jenis koloid, LKS 3 membamemba-has tentang sifat-sifat koloid, dan LKS 4 membahas tentang pembuatan koloid.
3. Tes Tertulis yang digunakan yaitu:
a. Pretest materi hasil kali kelarutan yang terdiri dari 8 soal dalam bentuk urai-an yurai-ang digunakurai-an untuk memperoleh nilai siswa sebagai dasar pengelom-pokan kemempuan kognitifnya.
b. Posttest yang terdiri dari 4 soal dalam bentuk uraian yang sesuai untuk me-ngukur keterampilan proses sains siswa yang meliputi keterampilan meng-komunukasikan, dan menyimpulkan pada siswa.
4. Lembar observasi
28
5. Kuesioner (Angket)
Kuesioner digunakan untuk memperoleh informasi mengenai keterlaksanaan pro-ses pembelajaran materi koloid melalui penerapan model pembelajaran problem solving dan keterampilan proses sains siswa selama kegiatan pembelajaran ber-langsung. Kuesioner ini terdiri dari 6 pertanyaan, jawaban yang disediakan untuk
semua pertanyaan adalah “ ya atau tidak”.
E. Validitas Instrumen Penelitian
Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat . Untuk itu, perlu dilakukan pengujian terhadap instrumen yang akan digunakan. Pengujian instrumen penelitian ini menggunakan validitas isi. Adapun pengujian validitas isi ini dilakukan dengan cara judgment.
Mekanisme kerja judgment memerlukan ketelitian dan keahlian penilai. Untuk itu peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini peneliti meminta
bantuan Ibu Dra. Ila Rosilawati, M.Si dan Drs. Tasviri Efkar M.S sebagai dosen pembimbing penelitian untuk mengujinya.
F. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi pendahuluan
b. Mengadakan observasi sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan informasi mengenai data siswa, karakteristik siswa, jadwal, metode yang digunakan guru kimia dalam mengajar, dan sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksanaan penelitian.
c. Menentukan kelas yang digunakan sebagai subyek penelitian berdasarkan karakteriktik siswa dan pertimbangan dari guru mata pelajaran kimia. 2. Pelaksanaan penelitian
Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu: a. Tahap persiapan
1) Menyusun perangkat pembelajaran yang akan digunakan selama proses pembelajaran di kelas, antara lain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), dan instrumen tes.
2) Melaksanakan pretest pada materi sebelumnya, untuk mengelompokkan siswa ke dalam kelompok tinggi, sedang dan rendah.
b. Tahap pelaksanaan penelitian
1) Pelaksanaan proses pembelajaran pada subyek penelitian dengan menggunakan model pembelajaran problem solving.
2) Memberikan posttest.
30
c. Tahap analisis data
1) Menganalisis jawaban tes tertulis siswa dan jawaban kuesioner (angket) untuk memperoleh informasi mengenai keterampilan proses sains siswa.
2) Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian. 3) Penarikan kesimpulan
[image:38.595.199.422.304.689.2]Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan di bawah ini :
Gambar 1. Bagan prosedur pelaksanaan penelitian Pembahasan
Observasi Pendahuluan
Menentukan subyek penelitian
Membuat instrumen penelitian
Validasi instrumen penelitian
Pembelajaran problem solving
Posttest Kuesioner
Analisis Data
G.Teknik Pengelompokan Siswa
Siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuan kognitifnya ke dalam tiga kelom-pok yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Penentuan kelomkelom-pok ini berdasarkan nilai pretest pada materi hasil kali kelarutan. Pengelompokan kemampuan kognitif siswa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Mengurangi nilai terbesar dengan nilai terkecil untuk menentukan rentang. b. Menentukan banyak kelas interval menggunakan rumus:
Banyak Kelas = 1 + 3,3 log n n = banyak data
c. Membagi rentang dengan banyak kelas untuk menentukan panjang interval. d. Menentukan mean menggunakan rumus:
Keterangan: Mx = Mean
∑FiXi = Jumlah frekuensi siswa dikali nilai tengah
= Jumlah frekuensi siswa
e. Menentukan standar deviasi menggunakan rumus:
Keterangan:
SDx = Standar Deviasi
= Jumlah frekuensi siswa
∑FiXi = Jumlah frekuensi siswa dikali nilai tengah
32
f. Menghitung mean + SD dan mean – SD
[image:40.595.133.408.186.248.2]g. Mengelompokkan kemampuan kognitif siswa ke dalam kategori tinggi, sedang dan rendah menurut Sudijono (2008).
Tabel 3. Kriteria pengelompokkan siswa
Kriteria pengelompokkan Kriteria
Nilai ≥ mean + SD Tinggi
Mean – SD ≤ nilai < mean + SD Sedang Nilai < mean – SD Rendah
h. Berdasarkan perhitungan dari poin a sampai g, diperoleh hasil perhitungan seperti pada :
Tabel 4. Data pengelompokan siswa berdasarkan kemampuan kognitif Kriteria pengelompokkan Kriteria Jumlah Siswa
Nilai > 79,187 Tinggi 9
60,912 < nilai < 79,187 Sedang 22
Nilai< 60,912 Rendah 9
H.Teknik Analisis Data
Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1. Tes tertulis
a. Memberi skor setiap jawaban siswa pada tes tertulis (posttest) yang berbentuk uraian berdasarkan pedoman jawaban yang telah dibuat.
b. Mengelompokkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan keterampilan mengkomunikasikan dan menyimpulkan.
d. Mengubah skor menjadi nilai, dengan menggunakan persamaan:
e. Menghitung rata-rata nilai pada setiap kelompok tinggi, sedang, dan rendah untuk keterampilan mengkomunikasikan dan menyimpulkan dengan menggunakan persamaan berikut ini :
[image:41.595.127.377.404.516.2]f. Menentukan kriteria tingkat kemampuan siswa pada keterampilan mengkomunikasikan dan menyimpulkan sesuai dengan kriteria tingkat kemampuan yang dikemukakan oleh Arikunto (2010).
Tabel 5. Kriteria Tingkat Kemampuan
Nilai Kriteria
81-100 61-80 41-60 21-40 0-20
Sangat baik Baik Cukup Kurang Kurang sekali
(Arikunto, 2010)
g. Menentukan jumlah siswa pada kelompok kognitif tinggi, sedang, dan rendah untuk setiap kriteria tingkat kemampuan pada keterampilan
mengkomunikasikan dan menyimpulkan.
34
Keterangan : X : Persentase Siswa A :
Z :
[image:42.595.133.410.283.407.2]i. Menafsirkan persentase yang diperoleh dengan menggunakan kriteria yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1990).
Tabel 6. Hubungan antara persentase dengan tafsiran Persentase Tafsiran
0% Tidak ada
1%-25% Sebagian kecil
26%-49% Hampir separuhnya
50% Separuhnya
51%-75% Sebagian besar
76%-99% Hampir seluruhnya
100% Seluruhnya
(Koentjaraningrat, 1990)
2. Pengolahan skor jawaban siswa yang diperoleh dari angket Adapun analisis data angket dilakukan dengan cara berikut:
a. Memberikan skor untuk setiap nomor sesuai kriteria berikut ini:
1) Pilihan jawaban “Ya” diberi skor 1
2) Pilihan jawaban “Tidak” diberi skor 0
b. Menjumlahkan skor yang diperoleh dari jawaban seluruh siswa pada setiap pertanyaan.
Keterangan:
%Xin = Persentase jawaban angket-i ∑S = Jumlah skor jawaban
Smaks = Skor maksimum yang diharapkan
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada penelitian penerapan model pembelajaran problem solving pada materi koloid dapat disimpulkan bahwa:
1. Keterampilan mengkomunikasikan, pada kelompok tinggi terdapat 88,89% siswa berkriteria sangat baik; dan 11,11% siswa berkriteria baik. Pada
kelompok sedang terdapat 27,22% siswa berkriteria sangat baik; 59,08% siswa berkriteria baik; dan 13,7% siswa berkriteria cukup. Pada kelompok rendah terdapat 22,22% siswa berkriteria sangat baik; 33,33% siswa berkriteria baik; dan 44% siswa berkriteria cukup.
B. Saran
Berdasarkan kendala yang dialami selama penelitian, maka dapat disarankan bahwa:
1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian sejenis agar melakukan pendekatan terlebih dahulu kepada subyek penelitian, sehingga pada saat awal pelaksanaan penelitian subyek tidak bingung mengikuti alur pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, Della. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving dalam Meningkatkan Keterampilan Inferensi dan Mengkomunikasikan Siswa pada Materi Koloid. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Arifin, M. 2003. Strategi Belajar Mengajar Kimia. IMSTEP JICA. Bandung. Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta Cartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program
Pendidikan Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proseeding of The International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007. Bandung.
Creswell, J. W. 1997. Research Design Qualitative and Quantitative Approaches. Sage Publications. London.
Dahar, R.W. 1996. Teori – teori Belajar. Erlangga. Jakarta.
Depdiknas. 2008. Rambu-Rambu Pengakuan Kerja dan Hasil Belajar (PPKHB). Depdiknas. Jakarta.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Djamarah, S.B dan A. Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta.
Jakarta.
Djsastra, Y.D. 1985. Metode-Metode Mengajar 2. Bina Aksara. Bandung.
Esler, W.K. dan Esler, M.K. 1996. Teaching Elementary cience. California Wadsworth.
Hariwibowo, K., R. Febrianto, A. Rengganis, dan Hera. Makalah Pembelajaran-Proses: Pendekatan Keterampilan Proses. [online] http://lubisgrafura.word-press.com/2009/05/26/
makalah-pembelajaran-proses-pendekatan-keterampilan-proses/. Diakses pukul 02.00 pm tanggal 15 Juni 2013. Koentjaraningrat. 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia.
Jakarta.
Nasution, S. 1992. Berbagai Pendekatan dalam proses Belajar dan Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.
Rosnawati. 2011. Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Kelas XI Pada Sub Pokok Bahasan Sifat-Sifat Koloid Melalui Pembelajaran STM. Skipsi. Diakses tanggal 21Juni 2013 dari
http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=1282
Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta Soetardjo. 1998. Proses Belajar Mengajar Dengan Metode Pendekatan
Keterampilan Proses. SIC. Surabaya.
Sudbudhy, Endang R dan I M Nuryata. 2010. Pembelajaran Masa Kini. Sekarmita. Jakarta.
Sudijono, A. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Sudjana, N. 2002. Metode Statistika. PT. Tarsito. Bandung.
Sulastri, Osi. 2012. Analisis keterampilan proses sains siswa kelas XI pada pembelajaran hidrolisis garam menggunakan model problem solving. Skripsi. Diakses tanggal 21 Juni 2013 dari
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0807604_chapter4.pdf Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Suprini. 2012. Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Kelas XI Pada
Sub Pokok Bahasan Sifat-Sifat Koloid Menggunakan Metode Discoverry-Inquiri. Skripsi. Diakses tanggal21 Juni 2013 dari