LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Bajpai, 1991”Osteologi Tubuh Manusia”,Binarupa Aksara, Jakarta
Bontrager, Kenneth L. 2001. Textbook of Radiographic Positioning and Related Anatomy.Missouri : Mosby, Inc.
C. Pearce, Evelyn, Anatomi Fisiologi untuk Paramedis, Jakarta: Gramedia, 2002
Iswadi. 2007. Faktor-faktor yang berpengaruh pada fungsi Mandibula pasca Interdental Wiring dan Intermaxillary Wiring pada Fraktur mandibula satu sisi di RSUP DR Sardjito. Tidak dipublikasikan. Karya Ilmiah Paripurna. Yogyakarta : Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada
Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Suhartati. T, 2003,Tinjauan Anatomi Fraktur Kompleks Zigomatikus dan Masalah Yang ditimbulkan.
Thaib, M. R., Satoto , D., dan Syamsudin ,E. 1985. Masalah Anastesia pada Trauma Maksilofacial.S”Cermin Dunia Kedokteran”.
Tiago. A, Fereira, Wayne Rasband, 2011. The Image User Guide-version 1.44,Centre For Research In Neuroscience McGill University, Montreal, QC, Canada.
Tortorici M, Apfe. P, 1995”Advanced Radiographic and Angiographic Procedures Philadelphia, F.A davis
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 TEMPAT PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Medan Dr. Pirngadi
3.2 ALAT DAN BAHAN PENELITIAN 3.2.1 Peralatan Penelitian
1. CT Scan Siemens Somatom Definition A5 (64 Slice)
2. Monitor
3. Gantry CT-Scane
4. Meja Pasien
5. PrinTER Film
6. Film
3.2.2 Bahan Penelitian
3.3 DIAGRAM ALIR PENELITIAN
Keterangan diagram alir:
1. Mempersiapkan alat – alat penelitian dan memperhatikan kesiapan alat
yang digunakan untuk penelitian.
2. Mempersiapkan posisi pasien pada meja pemeriksaan CT-Scan.
3. Mengoperasikan alat CT-Scan untuk proses scanning pasien dengan
protocol CT-Scan mandibular.
4. Merekontruksi gambar hasil scan dengan menggunakan aplikasi bone
window dan aplikasi 3 dimensi
5. Hasil rekontruksi siap untuk ditampilkan.
Mulai
Persiapan Alat dan Bahan
Mengatur objek
CT-Scane 64 slice
Hasil
Analisis Data
Aplikasi bone window Aplikasi 3 dimensi
6. Menganalisa perbandingan gambar CT-Scan mandibular dalam bentuk
bone window dan 3 dimensi.
7. Membuat kesimpulan dalam penelitian.
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Prosedur penelitian pemeriksaan pasien.
1. Dilakukan pengimputan data pasien.
2. Pasien diletakkan pada meja pemeriksaan.
3. Pada monitor work station operator dipilih menuh exam untuk jenis
pemeriksaan pandibula.
4. Tombol move ditekan kemudia dilanjutkan dengan menekan tombol
ekspose.
5. Meja pasien akan bergerak sesuai protokol pemeriksaan.
6. Scanogram muncul pada monitor.
7. Dilakukan pengaturan range objek sesuai pemeriksaan.
8. Tombol move ditekan kemudia dilanjutkan dengan menekan tombol
ekspose.
9. Proses scanning akan berjalan pada potongan axial dan akan muncul pada
monitor.
10.Scanning selesai, pasien keluar dari ruang pemeriksaan.
3.4.2 Prosedur memformat gambar ke bone window
1. Dipilih browser kemudian nama pasien.
2. Mengklik raw data pasien.
3. Dipilih menu rekontruksion kemudian disesuaikan dengan rekon job yang
diinginkan.
4. Kernel di ubah menjadi Hi Res Bone untuk melihat kondisi tulang. (bone
window).
5. Diubah window ke bone lalu diklik rekon.
6. Gambar hasil scan dengan ptongan axial akan muncul di monitor.
3.4.3 Prosedur memformat gambar ke 3 dimensi.
1. Dilakukan pemilihan browser kemudian nama pasien.
2. Klik data 3 D pada opsi data pasien.
3. Pilih dan klik tipe VRT kemudian pada VRT gallery pilih
ossesous_shaded untuk melihat format gambar 3 D dengan warna seperti
objek asli.
4. Gambaran objek dengan tampilan 3 D akan muncul pada monitor.
5. Pilih menu rotate image untuk memutar dan mengamati gambar.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL PENELITIAN
Setelah dilakukan proses pemeriksaan pada pasien dan didapatkan hasil gambar
dengan irisan axial berupa gambaran awal yang tidak berbentuk bone window
(kondisi tulang) maka dilakukan tahapan selanjutnya untuk merekontruksi gambar
agar terlihat dalam kondisi tulang (bone window). Adapun tahapannya adalah:
1. Dipilih browser kemudian nama pasien.
2. Mengklik raw data pasien.
3. Dipilih menu rekontruksion kemudian disesuaikan dengan rekon job yang
diinginkan.
4. Kernel di ubah menjadi Hi Res Bone untuk melihat kondisi tulang. (bone
window).
5. Diubah window ke bone lalu diklik rekon.
6. Gambar hasil scan dengan ptongan axial akan muncul di monitor.
7. Didiagnosa hasil pencitraan.
Hasil gambar CT-Scan mandibula dengan menggunakan bone window dapat
dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2.
- Gambar CT-Scan mandibular dengan potongan axial mengunakan aplikasi
bone window dapat dilihat pada gambar 4.1 dan gambaran dengan
Gambar 4.1 Hasil pencitraan pada pemeriksaan CT-Scan Mandibula gambaran
Gambar 4.2 Hasil pencitraan pada pemeriksaan CT-Scan Mandibula gambaran
bone window (kondisi tulang) dengan potongan coronal.
Untuk membandingkan gambaran yang dihasilkan dengan aplikasi bone
windowdalam kondisi tulang dari objek yang diperiksa maka tahapan selanjutnya
adalah merekontruksi gambar menjadi bentuk 3 dimensi. Tahapan rekontruksinya
1. Dilakukan pemilihan browser kemudian nama pasien.
2. Klik data 3 D pada opsi data pasien.
3. Pilih dan klik tipe VRT kemudian pada VRT gallery pilih
ossesous_shaded untuk melihat format gambar 3 D dengan warna seperti
objek asli.
4. Gambaran objek dengan tampilan 3 D akan muncul pada monitor.
5. Pilih menu rotate image untuk memutar dan mengamati gambar.
6. Hasil pencitraan dapat didiagnosa.
- Gambar CT-Scan mandibula dalam bentuk 3 dimensi dengan aplikasi 3
dimensi dapat dilihat pada gambar 4.3 berukut:
Gambar 4.3 Hasil pencitraan pada pemeriksaan CT-Scan mandibula setelah
4.2 PEMBAHASAN
Pada gambar 4.1 menunjukkan pemeriksaan CT-Scan mandibular dengan
aplikasi bone window pada potongan axial, yaitu pemeriksaan gambar degan
irisan horizontal, yakni dengan urutan irisan dari atas sdari bawah keatas yaitu
dimulai dari daerah tenggorokan sampai kepala. Dari irisan axial ini bagian –
bagian yang terlihat yaitu, batang tenggorokan , rahang bawah, gigi, tulang
rahang atas, tulang pipi, tulang baji, tulang hidung, tulang pelipis, tulang air
mata, tulang ubun – ubun, tulang kepala belakang.
Dengan menggunakan irisan coronal, irisan pendiagnosaan dimulai dari
depan wajah sampai kepala belakang. Dari potongan coronal susunan organ
yang terlihat yaitu : tulang hidung, tulang rahang bawah, gigi, tulang rahang
atas, tulang dahi, tulang pipi, tulang baji, tulang pelipis, tulang ubun – ubun,
tulang kepala belakang.Dengan perbedaan hasil irisan ini sangat
mempermudah dalam pendiagnosaan jika terjadi kelainan pada tulang
mandibula.
Hasil imaging dengan menggunakan 3 dimensi terlihat bahwa organ
mandibula hasil imaging sangat jelas dan kompleks sihingga pengamatan
dalam pendiagnosaan lebih sempurna. Dengan hasil gambar dari depan dan
dari samping pengamatan sangat jelas untuk organ gigi, tulang tenggorokan,
tulang pipi, rahang atas dan rahang bawah, tulang hidung dan tulang air mata.
Sedangkan hasil gambar dari atas terlihat organ tulang ubun – ubun, tulang
dahi, tulang kepala belakang, tulang rahang dan tulang pipi.
Dengan hasil diagnosa ini menunjukkan bahwa CT- Scan 64 Slice
(MSCT) 3 dimensi merupakan cara pengamatan yang paling baik untuk sistem
organ tubuh karena gambar yang dihasilkan lebih sempurna dari pada bone
window. Tetapi untuk bagian – bagian organ penggunaan bone window sangat
baik karena organ dapat dipisahkan satu persatu dengan irisan – irisan gambar
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini adalah:
1. Bahwa penggunaan bone window untuk CT-Scan sangat baik digunakan untuk pendiagnosaan yang menggunakan irisan – irisan, yang artinya pengamatan pada bagian dan keadaan tertentu dapat lebih fokus.
2. Dengan penggunaan 3 dimensi maka hasil imaging yang dihasilkan menunjukkan organ secara keseluruhan dengan jelas sehingga pengamatan lebih mudah dilakukan didalam melakukan pendiagnosaan jika terjadi kelainan.
3. Bahwa CT-Scan 64 slice (MSCT) dengan 3 dimensi tampilan citra organ tubuh dalam bentuk visual terlihat seperti aslinya, sehingga pasien dapat melihat sendiri bagian organ yang mengalami kelainan.
4. Dengan teknologi 3 dimensi ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk membantu dalam proses transplantasi tulang maupun organ tubuh lainnya, dalam hal ini hasil pencitraan 3 dimensi dimanfaatkan sebagai model pembanding untuk organ tubuh yang baru.
5.2 SARAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sinar – X
Sinar- X merupakan gelombang elektromagnetik, dimana dalam proses
terjadinya memiliki energi yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut didasarkan
pada energi kinetik elektron. Sinar-X yang terbentuk ada yang memiliki energi
rendah sekali sesuai dengan energi elektron pada saat timbulnya sinar-X. Juga ada
yang berenergi tinggi, yakni berenergi sama dengan energi kinetik elektron pada
saat menumbuk target anode.
Terbentuknya sinar-X dapat terjadi apabila partikel bermuatan, elektron
misalnya, mengalami perlambatan yang diakibatkan adanya interaksi dengan
suatu material. Sinar-X yang terbentuk dengan cara demikian disebut sebagai
sinar-X bremsstrahlung. Sinar-X bremsstrahlung memiliki energi yang tinggi,
yang besarnya sama dengan energi kinetik partikel bermuatan pada awal
terjadinya perlambatan.
Selain itu sinar-X juga dapat terbentuk melalui proses perpindahan
elektron dari tingkat energi tinggi menuju ke tingkat energi yang lebih rendah.
Sinar-X yang terbentuk dengan cara seperti itu mempunyai energi yang sama
dengan perbedaan energi antara kedua tingkatan elektron. Energi tersebut
merupakan besaran energi yang khas untuk setiap jenis atom. Sehingga sinar-X
yang terbentuk disebut sinar-X karakteristik.
Pada dasarnya pesawat sinar-X terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung
sinar-X, sumber tegangan tinggi yang mencatu tegangan listrik pada kedua
elektrode dalam tabung sinar-X, dan unit pengatur bagian pesawat sinar-X.
Tabung pesawat sinar-X yang biasanya terbuat dari bahan gelas yang terdapat
filamen. Filamen tersebut berfungsi sebagai katode dan target yang berfungsi
sebagai anode. Gambar 2.1menunjukkan skema dari tabung pesawat sinar-X,
tabung tersebut dibuat hampa udara agar elektron yang berasal dari filamen tidak
terhalang oleh molekul udara sewaktu menuju ke anode. Filamen yang di panasi
akan makin tinggi suhu filamen dan berakibat makin banyak elektron dibebaskan
persatuan waktu. (Kane S.A, 2005)
Gambar 2.1Skema Tabung Pesawat Sinar-X
Elektron-elektron yang dibebaskan oleh filamen tertarik menuju anode
karena adanya beda potensial yang besar antara katode dan anode (potensial
katode beberapa puluh hingga beberapa ratus KV atau MV lebih rendah
dibandingkan potensial anode). Selanjutnya elektron-elektron tersebut akan
menumbuk bahan target yang umumnya bernomor atom dan bertitik cair tinggi
(misalnya tungsten) dan terjadilah proses bremsstrahlung.
Khusus pada pemercepat partikel energi tinggi beberapa elektron atau
partikel yang dipercepat dapat sedikit menyimpang dan menabrak dinding
sehingga menimbulkan bremsstrahlung pada dinding. Beda potensial atau
tegangan antara kedua elektrode menentukan energi maksimum sinar-X yang
terbentuk. Sedangkan fluks sinar-X bergantung pada jumlah elektron persatuan
waktu yang sampai ke bidang anode. Namun demikian dalam batas tertentu,
tegangan tabung juga dapat mempengaruhi arus tabung. Arus tabung dalam sistem
pesawat sinar-X biasanya hanya mempunyai tingkat besaran dalam milliampere
(mA), berbeda dengan arus filamen yang besarnya dalam tingkat ampere.
Sumber radiasi yang sebenarnya adalah bidang target dalam tabung
sinar-X, bidang ini disebut bidang fokus. Pada proses bremsstrahlung sinar-X
dalam tabung atau di sekitar tabung, misalnya logam penghantar anode gelas
tabung dan juga rumah tabung yang biasanya terbuat dari logam berat menyerap
sebagian besar sinar-X yang dipancarkan sehingga sinar-X yang keluar dari rumah
tabung, kecuali yang mengarah ke jendela tabung sudah sangat sedikit. Sinar-X
yang dimanfaatkan adalah berkas yang mengarah ke jendela bagian yang tipis dari
tabung.
Pesawat sinar-X energi tinggi (orde MV) biasanya lebih dikenal dengan
nama pemercepat partikel. Dalam pesawat ini percepatan elektron dilakukan
bertingkat-tingkat sehingga pada waktu mencapai target mempunyai energi sangat
tinggi, misalnya ada yang sampai setinggi 20 MV atau lebih. Energi sinar-X yang
dipancarkan sudah tentu juga sangat tinggi. Sinar-X yang dipancarkan dari
pesawat pemercepat partikel memiliki energi yang lebih seragam dibandingkan
dengan yang dipancarkan melalui pesawat sinar-X energi rendah. Sasaran pada
pesawat pemercepat partikel biasanya sangat tipis, sehingga energi sinar-X yang
dipancarkan juga hampir sama. (Kane S.A, 2005).
2.2 Kualitas Citra
Kualitas citra dapat digunakan untuk mengindikasikan keakuratan detail
yang diperoleh dari sebuah citra atau sebagai informasi dari sebuah citra yang
dapat terlihat sebagai kontras dan detail.Kualitas citra sangat penting dalam
menentukan keakuratan dari diagnosis objek.Oleh karena itu, perlu diperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhinya agar dapat diperoleh citra yang cukup baik
dan bisa memberikan informasi yang tepat untuk mengenali kelainan yang
terdapat pada objek yang diperiksa. Kualitas citra terdiri dari beberapa komponen
utama yaitu ketajaman, kontras dan noise radiografi.( Tiago, A. dkk, 2011 ).
2.2.1 Ketajaman dan kontas radiografi
Ketajaman radiografi berkaitan dengan ukuran dari perubahan kerapatan
optik dari suatu media. Kerapatan optik sering disebut sebagai kerapatan fotografi
yang terkait dengan kehitaman dari kehitaman dari citra film. Ketajaman
radiografi dipengaruhi oleh kontras radiografi yang menunjukkan besar perbedaan
Faktor yang mempengaruhinya adalah perbedaan penyerapan atau atenuasi
jaringan, kualitas radiasi dan radiasi hambur.Kontras radiografi juga dipengaruhi
oleh reseptor kontras yang merupakan komponen yang menentukan seberapa
banyak intensitas sinar-X yang berhubungan dengan pola kehitaman optik pada
suatu citra. Untuk screen-film hal ini dipengaruhi oleh jenis film yang digunakan.(
Tiago, A. dkk, 2011 )
2.2.2 Noise radiografi
Noise radiografimerupakan fluktuasi yang tidak diharapkan dalam
kehitaman optik pada screen-film, dan dapat dibedakan menjadi dua hal yaitu
mottle dan artefak. Mottle radiografi adalah variasi kerapatan optik yang
memberikan paparan sinar-X yang seragam sedangkan artefak adalah variasi
kehitaman optik yang tidak diharapkan dalam bentuk kerusakan dalam suatu citra.
2.3 Dasar-Dasar CT-Scan
CT-Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar-X, komputer dan
televisi.Prinsip kerjanya yaitu berkas sinar-X yang terkolimasi dan adanya
detektor. Didalam komputer terjadi proses pengolahan dan perekonstruksian
gambar dengan menerapkan prinsip matematika atau yang lebih dikenal dengan
rekonstruksi algoritma. Setelah proses pengolahan selesai maka data yang telah
diperoleh berupa data digital yang selanjutnya diubah menjadi data analog untuk
ditampilkan kelayar monitor. Gambar yang ditampilkan dalam layar monitor
berupa informasi anatomis irisan tubuh (Rasad, 1992). Pada CT-Scan prinsip
kerjanya hanya dapat men-scaning tubuh dengan irisan melintang tubuh. Namun
dengan memanfaatkan teknologi komputer maka gambaran axial yang telah
didapatkan dapat direformat kembali sehingga didapatkan gambaran koronal,
sagital, oblik, diagonal bahkan bentuk 3 dimensi dari obyek tersebut ( Tortorici,
2.3.1 Komponen dasar CT-Scan
Menurut Tortorici (1995) CT-Scan memiliki tiga komponen utama yaitu :
gantry, meja pemeriksaan (couch), dan konsul. Gantry dan couch berada didalam
ruang pemeriksaan sedangkan konsul diletakkan terpisah dalam ruang kontrol.
Gambar 2.1 Komponen CT-Scan (Bontrager, 2001)
CT-Scan mempunyai 2 komponen utama yaitu scan unit dan operator konsul.
Scan unit biasanya berada di dalam ruang pemeriksaan sedangkan konsul letaknya
terpisah dalam ruang kontrol. Scan unit terdiri dari 2 bagian yaitu meja
pemeriksaan (couch) dan gantry (Bontrager, 2001).
Bagian – bagian dari scan unit :
2.3.1.1 Gantry
Merupakan suatu tempat dimana di dalamnya terdiri dari x ray tube (pembangkit
sinar x), filter, collimator, lampu indicator, dan DAS (Data Acquistion System).
Di dalam CT-Scan, pasien berada di atas meja pemeriksaan dan meja tersebut
bergerak menuju gantry. Gantry ini terdiri dari beberapa perangkat yang
keberadaannya sangat diperlukan untuk menghasilkan suatu gambaran, perangkat
keras tersebut antara lain tabung sinar-X, kolimator, dan detektor.
2.3.1.2 Tabung sinar-X
Berdasarkan stukturnya tabung X sangat mirip dengan tabung
menahan panas dan output yang tinggi. Panas yang cukup tinggi disebabkan
karena perputaran anoda yang tinggi dengan elektron-elektron yang
menumbuknya. Ukuran fokal spot yang kecil (kurang dari 1 mm) sangat
dibutuhkan untuk menghasilkan resolusi yang tinggi.
2.3.1.3 Kolimator
Kolimator berfungsi untuk mengurangi radiasi hambur, membatasi jumlah
sinar yang sampai ke tubuh pasien serta untuk meningkatkan kualitas
gambar.CT-Scan menggunakan 2 buah kolimator yaitu pre pasien kolimator dan pre detektor
kolimator.
2.3.1.4 Detektor
Selama eksposi berkas sinar-X (foton) menembus pasien dan mengalami
perlemahan (atenuasi).Sisa-sisa foton yang telah teratenuasi kemudian ditangkap
oleh detektor.Ketika detektor-detektor menerima sisa-sisa foton tersebut, foton
berinteraksi dengan detektor dan memproduksi sinyal dengan arus yang kecil
yang disebut sinyal output analog.Sinyal ini besarnya sebanding dengan intensitas
radiasi yang diterima. Kemampuan penyerapan detektor yang tinggi akan
berakibat kualitas gambar lebih optimal. Ada 2 tipe detektor yaitu solid state dan
isian gas.
2.3.1.5 Meja pemeriksaan (couch)
Meja pemeriksaan merupakan tempat untuk memposisikan pasien.Meja ini
biasanya terbuat dari fiber karbon.Dengan adanya bahan ini maka sinar-X yang
menembus pasien tidak terhalangi jalannya untuk menuju ke detektor.Meja ini
harus kuat dan kokoh mengingat fungsinya untuk menopang tubuh pasien selama
meja bergerak ke dalam gantry.
2.3.1.6 Sistem konsul
Konsul tersedia dalam berbagai variasi.Model yang lama masih
menggunakan dua system konsul yaitu untuk pengoperasian CT-Scan sendiri dan
system satu konsul dimana memiliki banyak kelebihan dan banyak fungsi. Bagian
dari system konsul ini yaitu :
1. Sistem Kontrol
Pada bagian ini petugas dapat mengontrol parameter-parameter yang
berhubungan dengan beroperasinya CT-Scan seperti pengaturan kV, mA, waktu
scaning, ketebalan irisan (slice thicknes), dan lain-lain.Juga dilengkapi dengan
keyboard untuk memasukan data pasien dan pengontrolan fungsi tertentu dalam
komputer.
2. Sistem Pencetakan Gambar
Setelah gambaran CT-Scan diperoleh, gambaran tersebut dipindahkan ke
dalam bentuk film.Pemindahan ini dengan menggunakan kamera multiformat.
Cara kerjanya yaitu kamera merekam gambaran di monitor dn memindahkannya
kedalam film. Tampilan gambar di film dapat mencapai lebih dari 2 – 24 gambar
tergantung ukuran filmnya (biasaya 8 x 10 inchi atau 35 x 43 cm)
3. Sistem Perekaman Gambar
Merupakan bagian penting yang lain dari CT-Scan. Data – data pasien
yang telah ada disimpan dan dapat dipanggil kembali dengan cepat. Biasanya
system perekaman ini beupa disket optik dengan kemampuan penyimpanan
sampai ribuan gambar.Ada pula yang menggunakan magnetic tape dengan
kemampuan penyimpanan data yang sampai melebihi 200 gambar.
2.3.2 Parameter CT-Scan
Dalam CT-Scan dikenal beberapa parameter untuk pengontrolan eksposi
dan output gambar yang optimal. Adapun parameternya adalah :
2.3.2.1 Slice thickness
Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari obyek yang
diperiksa. Nilainya dapat dipilh antara 1 mm-10 mm sesuai dengan keperluan
klinis. Ukuran yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah
sebaliknya ukuran yang tipis akan menghasilkan detail yang tinggi. Jika ketebalan
2.3.2.2 Range
Range adalah perpaduan/kombinasi dari beberapa slice thickness.
Pemanfaatan range adalah untuk mendapatkan ketebalan irisan yang berbeda pada
satu lapangan pemeriksaan.
2.3.2.3 Faktor eksposi
Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap eksposi
meliputi tegangan tabung (KV) dengan besaran tegangan tabung 125 KV, arus
tabung (mA) sebesar 250mAdan waktu eksposi 2,75 (s). Besarnya tegangan
tabung dapat dipilih secara otomatis pada tiap-tiap pemeriksaan.
2.3.2.4 Field of View (FOV)
FOV adalah diameter maksimal dari gambaran yang akan direkonstruksi.
Besarnya bervariasi dan biasanya berada pada rentang 12-50 cm. FOV yang kecil
akan meningkatkan resolusi karena FOV yang kecil mampu, mereduksi ukuran
pixel, sehingga dalam rekonstruksi matriks hasilnya lebih teliti. Namun bila
ukuran FOV lebih kecil maka area yang mungkin dibutuhkan untuk keperluan
klinis menjadi sulit untuk dideteksi.
2.3.2.5 Gantry Tilt
Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal dengan
gantry (tabung sinar-X dan detektor). Rentang penyudutan antara -25 sampai +25
derajat.Penyudutan gantry bertujuan untuk keperluan diagnosa dari
masing-masing kasus yang dihadapi.Disamping itu bertujuan untuk mengurangi dosis
radiasi terhadap organ-organ yang sensitif.
2.3.2.6 Rekonstruksi matriks
Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom dari picture element
(pixel) dalam proses perekonstruksian gambar. Rekonstruksi matriks ini
umtuk merekonstruksi gambar.Pada umumnya matriks yang digunakan berukuran
512 x 512 yaitu 512 baris dan 512 kolom.Rekonstruksi matriks berpengaruh
terhadap resolusi gambar.Semakin tinggi matriks yang dipakai maka semakin
tinggi resolusinya.
2.3.2.7 Rekonstruksi Algorithm
Rekonstruksi algorithm adalah prosedur metematis yang digunakan dalam
merekonstruksi gambar.Penampakan dan karakteristik dari gambar CT-Scan
tergantung pada kuatnya algorithma yang dipilih. Semakin tinggi resolusi
algorithma yang dipilih maka semakin tinggi resolusi gambar yang akan
dihasilkan. Dengan adanya metode ini maka gambaran seperti tulang, soft tissue,
dan jaringan-jarringan lain dapat dibedakan dengan jelas pada layar monitor.
2.3.2.8 Window width
Window width adalah rentang nilai computed tomography yang dikonversi
menjadi gray levels untuk ditampilkan dalam TV monitor. Setelah komputer
menyelesaikan pengolahan gambar melalui rekonstruksi matriks dan algorithma
maka hasilnya akan dikonversi menjadi skala numerik yang dikenal dengan nama
nilai computed Tomography. Nilai ini mempunyai satuan Hu (Hounsfield Unit).
2.3.2.9 Window level
Window level adalah nilai tengah dari window yang digunakan untuk
penampilan gambar. Nilainya dapat dipilih dan tergantung pada karakteristik
perlemahan dari struktur obyek yang diperiksa. Window level menentukan
2.4 MSCT (Multi Slice Computed Tomography)
Gambar 2.3 MSCT
MSCT Scan merupakan alat diagnosis radiologi dengan menggunakan
komputer untuk mendeteksi suatu gangguan atau kelainan suatu organ tubuh
secara detail.
Alat ini bukan hanya untuk melakukan pemeriksaan rut in sepert i
pemeriksaankepala, dada, perut, dan leher, tetapi bisa pula untuk memeriksa
pembuluh darah berupaCT Angiography dan rekonstruksi gambaran tiga dimensi
(3-D).
MSCT dapat memberikan gambaran circulus wilis i, pembuluh dara h
koroner,carot is, aorta, dan cabang- cabangnya serta arteri
perifer.MSCT juga bisa digunakanu n t u k m e l a k u k a n p e m e r i k s a a n
C T v i r t u a l c o l o n o s c o p y d a n m a m p u m e l a k u k a n pemeriksaan
CT perfusi yang berfungsi sebagai deteksi stroke.Gambar-gambar beresolusi
tinggi ini memberikan gambaran akurat akan adanyakelainan pada pembulu h
darahnya. Dengan deteksi dini, pasien dapat segera ditangani
Keunggulan :
denga n
benar, sehingga dapat mengurangi resiko kecacatan maupu n
1. D a p a t m e n g u r a n g i d o s i s r a d i a s i s e b a n y a k k u r a n g l e b i h
7 0 % t a n p a mengurangi akurasi hasil pemeriksaan untuk CT Scan
jantung dengan menggunakan'Prospective ECG gating'.
2. Deteksi awal stroke non pendarahan dengan 'CT perfusion' sehingga
pasien dapat ditangani pada 'golden period' dan gejala sisa (sekuele)
stroke dapatdiminimalkan.
3. Dengan 'CT perfusion', perfusi jaringan otak dan pembuluh darah otak
dapat dinilai pada saatyang bersamaan dengan area yang lebih
luas. H a l i n i menghindarkan anda dari pemberian kontras dan dosis
radiasi ulangan yang berlebihan. Dapat mendeteksi 3 penyebab nyeri
dada akut secara bersamaan dengan menggunakan 'Tiple Rule Out'.
Tiga kelainan tersebut yaitu penyakit jantung koroner, emboli paru dan
dissecting aorta.
4. Pemeriksaan usus besar tanpa memasukkan alat ke dalam usus yang
diperiksa(CT colonscopy).
5. Evaluasi ukuran benjolan / tumor jinak atau ganas secara 3 dimensi dengan akurat.
2.4. 1 Komponen-Komponen MSCT
Meja Pemeriksaan
Meja pemeriksaan merupakan tempat pasien diposisikan untuk
dilakukannya pemeriksaan CT-Scan. Bentuknya kurva dan terbuat dariCarbon
Graphite Fiber . Setiap scanning satu slice selesai, maka meja pemeriksaan akan
bergeser sesuai ketebalan slice ( slice thickness ).
Meja pemeriksaan terletak dipertengahan gantry denga n
posisihorizontal dan dapat digerakkan ma ju, mundur, naik dan turun
dengan cara menekantombol yang melambangkanmaju, mundur, naik, san
b. Gantry
Gambar 2.4 Gantry
G a n t r y m e r u p a k a n k o mp o n e n p e s a w a t C T - S c a n y a n g
d i d a l a m n y a t e r d a p a t tabung sinar-x, filter, detektor , DAS ( Data
Acquisition System ).
Serta lampu indicator u n t u k s e n t r a s i . P a d a g a n t r y i n i j u g a
d i l e n g k a p i d e n g a n i n d i k a t o r d a t a d i g i t a l y a n g memberi informasi
tentang ketinggian meja pemeriksaan, posisi objek dan kemiringan gantry.Pada
pertengahan gantry diletakkan pasien. Tabung sinar-x dan detektor
yangletaknya selalu berhadapan didalam gantry akan berputar mengelilingi objek
yang akan dilakukan scanning
2.5 Dosimetri
Dosimetri radiasi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari besaran
dan satuan dosis radiasi, sedang pengertian dosis adalah kuantisasi dari proses
yang ditinjau sebagai akibat radiasi mengenai materi (Dwi Seno, 2008).
Besaran radiasi untuk pertana kali diperkenalkan adalah penyinaran
(terjemahan dari istilah exposure) dengan simbol X, yang pada Kongres Radiologi
untuk menimbulkan ionisasi di udara. Satuannya adalah roentgen atau R, di mana
1R adalah besarnya penyinaran yang dapat menyebabkan terbentuknya muatan
listrik sebesar 1 esu (electro-static-unit) pada suatu elemen volume udara sebesar
1cc, pada kondisi temperatur dan tekanan normal (Dwi Seno, 2008).
Apabila radiasi mengenai bahan, maka akan terjadi penyerapan energi di
dalam bahan tersebut melalui berbagai macam proses/interaksi. Dosis serap (D)
didefenisikan sebagai energi rata-rata yang diserap bahan per satuan massa bahan
tersebut. Satuan yang digunakan sebelumnya adalah rad yang didefenisikan
sebagai:
1 rad = 100 erg/g
Satuan baru yaitu gray (Gy) di mana:
1 gray (Gy) = 1 joule/kg
Dengan demikian dapat diperoleh hubungan:
1 gray (Gy) = 100 rad
Besaran dosis serap ini berlaku untuk semua jenis radiasi dan semua jenis
bahan yang dikenainya, namun bila menyangkut akibat penyinaran terhadap
mahluk hidup, maka informasi yang diperoleh tidak cukup. Jadi diperlukan
besaran lain yang sekaligus memperhitungkan efek radiasi untuk jenis radiasi
yang berbeda.
Dosis serap yang sama tetapi berasal dari jenis radiasi yang berbeda
ternyata memberikan akibat/efek yang berbeda pada sistem tubuh mahluk hidup.
Pengaruh interaksi yang terjadi sepanjang lintasan radiasi di dalam jaringan tubuh
yang terkena radiasi terutama berasal dari besaran proses yang disebut sebagai
alih energi linier. Yang paling berperan dalam hal ini adalah peristiwa ionisasi
yang terjadi sepanjang lintasan radiasi di dalam materi yang dilaluinya. Dengan
demikian, jenis radiasi yang memiliki daya ionisasi besar akan dapat
menyebabkan akibat/kerusakan biologik yang besar pula. Besaran yang
merupakan kuantisasi dari sifat tersebut dinamakan faktor kualitas (Q), maka
dosis serap (H) yang disebut dosis ekivalen, yaitu perkalian antara dosis serap dan
faktor kualitas radiasi Q atau faktor bobot radiasi Wr atau radiation weighting
factor dapat ditulis :
Dengan :
H = Dosis ekivalen
Q = Faktor kualitas radiasi
D = Dosis serap.
N merupakan suatu faktor modifikasi, misalnya pengaruh laju dosis, distribusi zat
radioaktif dalam tubuh, dan sebagainya. Untuk keperluan Proteksi Radiasi: faktor
N tersebut selalu dianggap N = 1
Satuan dosis ekivalen adalah rem, yang dalam falsafah baru – menurut Publikasi
ICRP No.26 Tahun 1977, diganti menjadi sievert (Sv), dimana:
1 sievert (Sv) = 100 rem
Satuan sievert (Sv), menggantikan satuan lama rem (rontgen equivalent man).
2.6 Mandibula
Mandibula adalah tulang rahang bawah dan merupakan tulang muka yang paling
besar dan kuat.Mandibula merupakan satu – satunya tulang pada tengkorak yang
dapat bergerak.Mandibula dapat ditekan dan diangkat pada waktu membuka dan
menutup mulut.Dapat ditonjolkan, ditarik ke belakang dan sedikit digoyangkan
dari kiri ke kanan dan sebaliknya sebagaimana terjadi pada waktu mengunyah
(Pearce, 2002). Pada perkembangannya tulang ini terdiri dari dua belahan tulang
yang bersendi di sebelah anterior pada simpisis mental, persatuan kedua belahan
tulang ini terjadi pada umur dua tahun membentuk sebuah korpus yang letaknya
horisontal dan berbentuk seperti tapal kuda, menjorok ke muka serta mempunyai
dua buah cabang yang menjorok ke atas dari ujung posterior korpus (Bajpai,
Gambar 2.4 Anatomi mandibula
Bagian – bagian mandibula, yaitu (Bajpai, 1991) :
A. Korpus
Korpus juga mempunyai dua permukaan, yaitu :
1) Permukaan eksternus
Permukaan eksternus kasar dan cembung.Pada bagian ini terdapat suatu linea
oblikum yang meluas dari ujung bawah pinggir anterior ramus menuju ke bawah
dan ke muka serta berakhir pada tuberkumum mentale di dekat garis tengah. Dan
terdapat juga foramen montale yang terletak di atas linea oblikum dan simpisis
menti yang merupakan rigi di garis tengah yang tidak nyata di bagian atas pada
tengah pada tempat persatuan dari kedua belahan foetalis dari korpus mandibula.
2) Permukaan internus
Permukaan internus agak cekung.Pada permukaan ini terletak sebuah linea
milohyodea, yang meluas oblik dari di bawah gigi molar ke tiga menuju ke bawah
muskulus milohyodeus.Linea milohyoidea membagi fossa sublingualis dari fossa
submandibularis.
Korpus mempunyai dua buah pinggir, yaitu :
1) Pinggir atas (alveolaris)
Merupakan lekuk dari gigi geligi tetap. Terdapat delapan lekuk dari masing –
masing belahan mandibula ( dua untuk gigi seri, satu untuk gigi taring, dua untuk
gigi premolar dan tiga untuk gigi molar). Pada orang tua setelah gigi – gigi
tanggal lekuk – lekuk ini tidak tampak karena atropi tulang yang mengakibatkan
berkurangnya lebar corpus mandibula.
2) Pinggir bawah (basis)
Pinggir ini tebal dan melengkung yang melanjutkan diri ke posterior dengan
pinggir bawah ramus.Sambungan kedua pinggir bawah ini terletak pada batas gigi
molar ke tiga, di tempat ini basis disilang oleh arteri fasialis.Fossa digastrika yang
merupakan lekukan oval terletak pada masing – masing sisi dari garis
tengah.Merupakan origo dari venter anterior muskulus digastrikus.Sepanjang
seluruh basis dilekatkan lapis dari fasia kolli dan tepat di atasnya (superfasialis)
dilekatkan platisma.
B. Ramus
Ramus terdiri dari dua permukaan, yaitu :
1) Permukaan eksternus (lateralis)
Permukaan ini kasar dan datar.Bagian posterior atas licin yang berhubungan
dengan glandula parotis.Sisa dari permukaan merupakan insersio dari muskulus
masseter.
2) Permukaan internus (medialis)
Pada permukaan ini terletak foramen mandibulare yang merupakan awal dari
kanalis mandibularis serta dilalui oleh nervus dentalis dan pembuluh – pembuluh
Pinggir – pinggir pada ramus, yaitu :
Pinggir superior, merupakan insisura – insisura tajam dan cekung mandibularis di
antara prosesus – prosesus koronoideus dan prosesus kondiloideus.
Pinggir anterior, melanjutkan diri ke bawah dengan garis oblik.
Pinggir posterior, tebal dan alur – alur merupakan permukaan medialis dari
glandula parotis.
Pinggir inferior, melanjutkan diri dengan pinggir inferior korpus dan bersama –
sama membentuk basis mandibular.
2.7 Fraktur mandibula
Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula . Hilangnya
kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), dapat berakibat fatal bila tidak
ditangani dengan benar .Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia
dan berfungsi sebagai tempat menempelnya gigi geligi . faktor etiologi utama
terjadinya fraktur mandibula bervariasi berdasarkan lokasi geografis, namun
kecelakaan kendaraan bermotor menjadi penyebab paling umum. Beberapa
penyebab lain berupa kelainan patologis seperti keganasan pada mandibula,
kecelakaan saat kerja dan kecelakaan akibat olahraga Fraktur mandibula
merupakan fraktur kedua tersering pada kerangka wajah, hal inidisebabkan
kondisi mandibula yang terpisah dari kranium. Diagnosis fraktur mandibula dapat
ditunjukkan dengan adanya : rasa sakit, pembengkaan, nyeri tekan, dan maloklusi
. Patahnya gigi, adanya gap, tidak ratanya gigi, tidak simetrisnya arcus dentalis,
adanya laserasi intra oral, gigi yang longgar dan krepitasi menunujukkan
kemungkinan adanya fraktur mandibula. Selain hal itu mungkin juga terjadi
trismus (nyeri waktu rahang digerakkan) . Evaluasi radiografis pada mandibula
mencakup foto polos, bila perlu dilakukan foto waters, CT Scan dan
pemeriksaan panoreks Secara khusus penanganan fraktur mandibula dan tulang
pada wajah (maksilofasial) mulai diperkenalkan olah Hipocrates (460-375 SM)
dengan menggunakan panduan oklusi (hubungan yang ideal antara gigi bawah dan
Pada perkembangan selanjutnya oleh para klinisi menggunakan oklusi sebagai
konsep dasar penanganan fraktur mandibula dan tulang wajah (maksilofasial)
terutama dalam diagnostik dan penatalaksanaannya. Hal ini diikuti dengan
perkembangan teknik fiksasi mulai dari penggunaan pengikat kepala ( head
bandages ), pengikat rahang atas dan bawah dengan kawat (intermaxilari fixation
), serta fiksasi dan imobilisasinfragmen fraktur dengan menggunakan plat tulang (
plate and screw )
2.8 Klasifikasi fraktur
Banyak klasifikasi fraktur yang ditulis dalam berbagai buku, namun secara praktis
dapat dikelompokkan menjadi :
a. Menurut Penyebab Terjadinya Fraktur
1. Fraktur traumatik
• Trauma langsung (direk)
Trauma itersebut langsung mengenai anggota tubuh penderita. Contohnya seperti
pada antebrakhii yang menahan serangan pukulan dari lawan yang mengakibatkan
terjadinya fraktur pada ulna atau kedua tulang tersebut (radius dan ulna).
• Trauma tidak langsung (indirek)
Terjadi seperti pada penderita yang jatuh dengan tangan menumpu dan lengan
atas-bawah lurus, berakibat fraktur kaput radii atau klavikula. Gaya tersebut
dihantarkan melalui tulang-tulang anggota gerak atas dapat berupa gaya berputar,
pembengkokan (bending) atau kombinasi pembengkokan dengan kompresi yang
berakibat fraktur butterfly, maupun kombinasi gaya berputar, pembengkokan dan
kompresi seperti fraktur oblik dengan garis fraktur pendek. Fraktur juga dapat
terjadi akibat tarikan otot seperti fraktur patela karena kontraksi quadrisep yang
mendadak.
2. Fraktur fatik atau stress
Trauma yang berulang dan kronis pada tulang yang mengakibatkan tulang
menjadi lemah. Contohnya pada fraktur fibula pada olahragawan.
Pada tulang telah terjadi proses patologis yang mengakibatkan tulang tersebut
rapuh dan lemah. Biasanya fraktur terjadi spontan. Penyebab fraktur patologi
adalah :
1. Umum (general)
Tumor dissemineted (myelomatosis), osteoporosis penyakit metabolis seperti
: ricket dan ostoemalasia, adrenal hiperkortikolisme atau terapi kortikosteroid
yang lama, hiperparatiroidisme, penyakit paget dan kondisi neuropati seperti
sipilis dan siringomelia, osteogenesis imperfekta.
2. Lokal
Tumor sekunder seperti : tumor mammae, prostat, tiroid, ginjal dan paru-paru.
Tumor ganas primer pada tulang, tumor jinak pada tulang, hiperemi dan infektif
dekalsifikasi seperti osteitis misalnya :
2. Menurut Hubungan dengan Jaringan Ikat Sekitarnya
1. Fraktur simpel
Disebut juga fraktur tertutup, oleh karena kulit di sekeliling fraktur sehat dan tidak
sobek.
2. Fraktur terbuka
Kulit di sekitar fraktur sobek sehingga fragmen tulang berhubungan dengan dunia
luar (bone expose) dan berpotensi untuk menjadi infeksi. Fraktur terbuka dapat
berhubungan dengan ruangan di tubuh yang tidak steril seperti rongga mulut.
3. Fraktur komplikasi
Fraktur tersebut berhubungan dengan kerusakan jaringan atau struktur lain seperti
saraf, pembuluh darah, organ visera atau sendi.
3. Menurut Bentuk Fraktur
1. Fraktur komplit
Garis fraktur membagi tulang menjadi dua fragmen atau lebih. Garis fraktur bisa
transversal, oblik atau spiral. Kelainan ini dapat menggambarkan arah trauma dan
menentukan fraktur stabil atau unstabile.
2. Fraktur inkomplit
Kedua fragmen fraktur terlihat saling impaksi atau masih saling tertancap.
3. Fraktur komunitif
4. Fraktur kompresi
Fraktur ini umumnya terjadi di daerah tulang kanselus.
Tersebut diatas merupakan klasifikasi fraktur secara umum. Sedangkan klasifikasi
fraktur mandibula diantaranya adalah:
1. Menunjukkan regio-regio pada mandibula
2. Menunjukkan frekuensi fraktur di masing-msing regio tersebut
Frekuensi terjadinya fraktur pada mandibula adalah : 2% pada regio koronoid,
36% pada regio kondilus, 3% pada regio ramus, 20% pada regio angulus, 21%
pada regio korpus,12% pada regio simfisis, 3% pada regio alveolus.
3. Berdasarkan ada tidaknya gigi
Klasifikasi berdasarkan gigi pasien penting diketahui karena akan menentukan
jenis terapi yang akan kita ambil. Dengan adanya gigi, penyatuan fraktur dapat
dilakukan dengan jalan pengikatan gigi dengan menggunakan kawat. Penjelasan
gambar tentang klasifikasi fraktur di atas :
1. Fraktur kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur, penanganan pada fraktur kelas 1 ini dapat melalui interdental wiring (memasang kawat pada gigi)
2. Fraktur kelas 2 : gigi hanya terdapat di salah satu fraktur
3. Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur, pada keadaan ini dilakukn melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and
screw, atau bisa juga dengan cara intermaxillary fixation.
Berdasarkan tipe fraktur mandibula:
- Simple
Dengan melihat cara perawatan, maka pola fraktur mandibula dapat digolongkan
menjadi :
1. Fraktur Unilateral
Fraktur ini biasanya hanya tunggal, tetapi kadang terjadi lebih dari satu fraktur
didapatkan pemindahan frakmen secara nyata. Suatu fraktur korpus mandibula
unilateral sering terjadi
2. Fraktur Bilateral
Fraktur bilateral sering terjadi dari suatu kombinasi antara kecelakaan langsung
dan tidak langsung. Fraktur ini umumnya akibat mekanisme yang menyangkut
angulus dan bagian leher kondilar yang berlawanan atau daerah gigi kanius dan
angulus yang berlawanan.
3. Fraktur Multipel
Gabungan yang sempurna dari kecelakaan langsungdan tidak langsung dapat
menimbulkan terjadinya fraktur multipel. Pada umumnya fraktur ini terjadi karena
trauma tepat mengenai titik tengah dagu yang mengakibatkan fraktur pada
simpisis dan kedua kondilus.
4. Fraktur Berkeping-keping (Comminuted)
Fraktur ini hampir selalu diakibatkan oleh kecelakaan langsung yang cukup keras
pada daerah fraktur, seperti pada kasus kecelakaan terkena peluru saat perang.
Dalam sehari-hari, fraktur ini sering terjadi pada simfisis dan parasimfisis. Fraktur
yang disebabkan oleh kontraksi muskulus yang berlebihan. Kadang fraktur pada
prosesus koronoid terjadi karena adanya kontraksi refleks yang datang
sekonyong-konyong mungkin juga menjadi penyebab terjadinya fraktur pada leherkondilar.
Oikarinen dan Malstrom (1969), dalam serangkaian 600 fraktur mandibula
menemukan 49,1% fraktur tunggal, 39,9% mempunyai dua fraktur, 9,4%
mempunyai tiga fraktur, 1,2% mempunyai empat fraktur, dan 0,4% mempunyai
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Mandibula merupakan tulang yang besar dan paling kuat pada daerah
muka, terdapat barisan gigi. Mandibula dibentuk oleh dua bagian simetris, yang
mengadakan fusi dalam tahun pertama kehidupan. Tulang ini terdiri dari korpus
yaitu suatu lengkungan tapal kuda dan sepasang ramus yang pipih dan lebar, yang
mengarah keatas pada bagian belakang dari korpus. Pada ujung dari
masing-masing ramus didapatkan dua buah penonjolan disebut prosesus kondiloideus dan
prosesus koronoideus. Prosesus kondiloideus terdiri dari kaput dan kolum.
Permukaan luar dari korpus mandibula pada garis median, didapatkan tonjolan
tulang halus yang disebut simfisis mentum, yang merupakan tempat pertemuan
embriologis dari dua buah tulang.
Trauma maksilofasial salah satu aspek dari trauma kepala dan leher yang
perlu mendapat perhatian. Trauma maksilofasial mempunyai banyak variasi :
dapat berupa fraktur hidung, fraktur maksila, fraktur mandibula, cedera
jaringan lunak sekitarnya atau kombinasi (Thaib et al, 1985). Fraktur
mandibula merupakan fraktur yang paling sering terjadi pada tulang wajah,
hal ini menggambarkan letak dan sensitivitas mandibula terhadap benturan.
Fraktur mandibula dan tulang muka lebih sering disebut fraktur daerah
maksilofasial, makin banyak dijumpai sejalan dengan kemajuan
dibidangtransportasi dan olahraga terutama pada masyarakat maju (Suhartati,
2003). Kasus kecelakaan lalu lintas di kota besar meningkat tiap tahun, dan
dari kasus tersebut banyak didapatkan trauma di regio wajah yang
mengakibatkan fraktur pada mandibula (Iswadi, 2007).
Dengan semakin tingginya mobilitas dan tingginya angka kecelakaan
Mandibula pada kasus post trauma dengan menggunakan Bone Window dan
3Dimensipada alat CT-Scane 64 Slice (MSCT)
2.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana gambar radiografi yang dihasilkan alat CT-Scan 64 slice
(MSCT)dengan menggunakan bone window dibandingkan dengan
menggunakan 3 dimensi?
2. Apa kelebihan yang didapatkan dengan menggunakan bone window pada
alat CT-Scan 64 slice (MSCT)dibandingkan dengan menggunakan
3dimensi ?
2.3BATASAN MASALAH
Dari latar belakang penelitian ini, maka masalah pada penelitian ini dibatasi pada :
1. Kasus yang diamati khusus mandibula pada kasus post trauma.
2. Alat yang digunakan khusus CT-Scan 64 slice (MSCT) dengan
menggunakan bone window dan 3 dimensi.
2.4 TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini memiliki tujuan yaitu:
1. Untuk melihat perbedaan hasil gambar radiografi yang dihasilkan CT-Scan
64 slicedengan menggunakan aplikasi bone window dibandingkan dengan
aplikasi 3 dimensi dalam mendiagnosa mandibula pada kasus post trauma.
1. 2.Agar dalam pendiagnosaan penggunaan alat perlu dioptimalkan pada
1.5 MANFAAT PENELITIAN
1. Dari hasil penelitian ini diharapkan ada pengetahuan yang lebih baik
tentang penggunaan MSCT dalam pendiagnosaan.
2. Adanya pemahaman yang lebih baik dalam penggunaan bone window dan
3 dimensi didalam pendiagnosaan sehingga diperoleh gambar sesuai
COMPARATIVE EXAMINATION IN CASE MANDIBLE POST TRAUMA BONE USING WINDOW AND 3D ON TOOLS 64 SLICE CT SCAN
(MSCT)
ABSTRAC
A research on the examination of the cases of post-traumatic mandible using bone
window and 3-dimensional CT scan tool 64 slice (MSCT). From the image
analysis results showed that the use of the application of bone window obtained
slice - slice axial and coronal shaped. In the axial slice imaging performed on
coronal slices horizontally and vertically imaging done. In the application the use
of 3-dimensional object is obtained in the form of three-dimensional images
showing the mandibular organ in a clear and detailed.
PERBANDINGAN PEMERIKSAAN MANDIBULA PADA KASUS POST TRAUMA MENGGUNAKAN BONE WINDOW DAN 3D PADA ALAT
CT-SCAN64 SLICE (MSCT)
SKRIPSI
ROMEO ANDRIKO HUTABARAT 120821010
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERBANDINGAN PEMERIKSAAN MANDIBULA PADA KASUS POST TRAUMA MENGGUNAKAN BONE WINDOW DAN 3D PADA ALAT
CT-SCAN64 SLICE (MSCT)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi syarat mencapai gelar
Sarjana Sains
ROMEO ANDRIKO HUTABARAT 120821010
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul : PERBANDINGAN PEMERIKSAAN MANDIBULA PADA KASUS POST TRAUMA MENGGUNAKAN BONE
WINDOW DAN 3D PADA ALAT CT-SCAN64 SLICE (MSCT)
Nama : Romeo Andriko Hutabarat NIM : 120821010
Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA MEDIS Departemen : FISIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pembimbing I
Drs. Aditia Warman,M.Si NIP. 195705031983031003
Ketua Departemen Fisika FMIPA USU
PERNYATAAN
PERBANDINGAN PEMERIKSAAN MANDIBULA PADA KASUS POST TRAUMA MENGGUNAKAN BONE WINDOW DAN 3D
PADA ALAT CT-SCAN64 SLICE (MSCT)
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang dijelaskan sumbernya dengan benar.
Medan, Agustus 2014
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya,penulis dapat diberikan kekuatan dan
pikiran yang sehat sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan guna
memenuhi persyaratan jenjang sarjana (S-1) Fisika Fakultas Matematika Dan
Ilmu Pengetahuan Alam Departemen Fisika Universitas Sumatera Utara.
Didalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan – kekurangan yang terjadi.Hal tersebut dikarenakan kemampuan
yang terbatas dari penulis,dan untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari pembaca sekalian demi kesempurnaan
penulisan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan
dan dukungan dari pihak Pendidik, Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan,
Keluarga dan teman -teman . Maka pada kesemapatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar – besarnya kepada: Bapak Dr.Marhaposan Situmorang
dan Drs. Syahrul Humaidi,M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Fisika
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera
Utara.Bapak Drs. Herli Ginting,MS selaku Koordinator Ekstensi Fisika, Bapak
Drs. Aditia Warman,M.Si sebagai pembimbing yang banyak membantu yang
telah memberikan arahan , panduan, masukan-masukan, motivasi serta
bimbingan sehingga penulisan dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Teristemewa
buat Ayahanda dan Ibunda Tercinta yang telah banyak memberikan dukungan,
doa dan waktu, terkhusus Teristimewa juga buat Genk kere ( Beatric, Rudi,
Juwita, Fransiscus) dan rekan – rekan stambuk ’12 serta semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan pembuatan skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan namanya satu persatu.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga Tuhan Yang Maha Esa
yang membalas kebaikan dan melipat gandakan pahala pada semua pihak yang
Medan, Agustus 2014
INTI SARI
Telah dilakukan penelitian tentang pemeriksaan mandibula pada kasus post
trauma menggunakan bone window dan 3 dimensi pada alat CT-Scan 64 slice
(MSCT). Dari hasil analisa gambar diperoleh bahwa pada penggunaan aplikasi
bone window diperoleh irisan – irisan yang berbentuk axial dan coronal. Pada
axial irisan imaging dilakukan secara horizontal dan pada coronal irisan imaging
dilakukan secara vertikal. Pada penggunaan aplikasi 3 dimensi diperoleh objek
gambar dalam bentuk 3 dimensi yang memperlihatkan organ mandibula secara
jelas dan terperinci.
COMPARATIVE EXAMINATION IN CASE MANDIBLE POST TRAUMA BONE USING WINDOW AND 3D ON TOOLS 64 SLICE CT SCAN
(MSCT)
ABSTRAC
A research on the examination of the cases of post-traumatic mandible using bone
window and 3-dimensional CT scan tool 64 slice (MSCT). From the image
analysis results showed that the use of the application of bone window obtained
slice - slice axial and coronal shaped. In the axial slice imaging performed on
coronal slices horizontally and vertically imaging done. In the application the use
of 3-dimensional object is obtained in the form of three-dimensional images
showing the mandibular organ in a clear and detailed.
DAFTAR ISI
1.5 Manfaat penelitian 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sinar - X
2.2Kualitas citra 6
4
2.2.1 Ketajaman dan kontas radiografi 6
2.2.2 Noise radiografi 7
2.3 Dasar-Dasar CT-Scan 7
2.3.1 Komponen dasar CT-Scan 8
2.3.1.1Gantry 8
2.3.1.2 Tabung Sinar – X 8
2.4.1.3 Kolimator 9
2.3.1.5 Meja pemeriksaan (couch) 9
2.3.1.6 Sistem konsul 9
2.3.2 Parameter CT-Scan 10
2.3.2.1 Slice thickness 10
2.3.2.2 Range 11
2.3.2.3 Faktor eksposi 11
2.3.2.4 Field of View (FOV) 11
2.3.2.5 Gantry Tilt 11
2.3.2.6 Rekonstruksi matriks 11
2.3.2.7 Rekonstruksi Algorithm 12
2.3.2.8 Window width 12
2.3.2.9 Window level 12
2.4 MSCT (Multi Slice Computed Tomography) 12
2.4. 1 Komponen-Komponen MSCT 14
2.6 Mandibula 17
2.7Fraktur mandibula 20
2.8 Klasifikasi fraktur 21
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat penelitian 25
3.2 Peralatan dan bahan penelitian 25
3.2.1 Peralatan Penelitian 25
3.2.2 Bahan penelitian 25
3.3 Diagram alir penelitian 26
3.4 Prosedur Penelitian 27
3.4.1Prosedur penelitian pemeriksaan pasien 27
3.4.2Prosedur memformat gambar ke bone window 27
3.4.3Prosedur memformat gambar ke 3 dimensi 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 34
5.2 Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 35
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1Skema Tabung Pesawat Sinar-X 5
Gambar 2.1 Komponen CT-Scan 8
Gambar 2.2 MSCT 13
Gambar 2.3 Gantry 15
Gambar 2.4 Anatomi mandibular 18
Gambar 4.1 Hasil pencitraan pada pemeriksaan CT-Scan
Mandibula gambaran bone window (kondisi tulang)
dengan potongan axial. 30
Gambar 4.2 Hasil pencitraan pada pemeriksaan CT-Scan
Mandibula gambaran bone window (kondisi tulang)
dengan potongan coronal. 31
Gambar 4.3 Hasil pencitraan pada pemeriksaan CT-Scan