• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja di PT. Sisirau Aceh Tamiang Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja di PT. Sisirau Aceh Tamiang Tahun 2016"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN

Assalamualaikum Wr. Wb.

Saya Nur Malia MZ bermaksud meneliti tentang “FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA DI PT. SISIRAU

ACEH TAMIANG TAHUN 2016”. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Pada penelitian ini peneliti akan bertanya mengenai karakteristik pekerja, faktor intrinsik pekerjaan, faktor ekstrinsik pekerjaan dan beberapa indikator perubahan akibat stres kerja. Wawancara akan berlangsung selama 15-20 menit. Responden diharapkan menjawab setiap pertanyaan sejujur-jujurnya. Setiap jawaban anda akan dijaga kerahasiaannya dari siapapun dan tidak akan mempengaruhi penilaan terhadap kinerja anda, kemudian kuesioner ini akan disimpan oleh peneliti. Untuk itu mohon kesediannya kepada pekerja PT. Sisirau selaku responden untuk mengisi kuesioner ini.

Saya menyatakan bahwa saya telah membaca pernyataan diatas, dan saya setuju untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

Aceh Tamiang,...2016

(...) (...)

(2)

NomorResponden LEMBAR KUESIONER PENELITIAN

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN DIISI OLEH

PENELITI

A1 Usia:……….tahun

A2 Masa bekerja :………tahun B. FAKTOR NTRINSIK PEKERJAAN B1. JAM KERJA

B1 Berapa lama biasanya anda bekerja ? 1. > 8 jam

2. ≤ 8 jam B2. RUTINITAS

B2.1 Apakah anda merasa bosan dengan pekerjan anda yang tidak ada perubahan ?

1. Ya anda yang terlampau sedikit ?

1. Ya pekerjaan menjadi berkurang dengan suara yang bising ?

1. Ya 2. Tidak

B3.3 Apakah anda merasa sulit berkomunikasi dengan orag lain dengan adanya suara yang bising ?

(3)

C. FAKTOR EKSTRINSIK DALAM PEKERJAAN

C1. PERANAN DALAM ORGANISASI

C1.1 Apakah anda mempunyai pengaruh terhadap keputusan yang perusahaan buat terkait dengan pekerjaan anda ?

1. Ya 2. Tidak

C1.2 Apakah anda dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan terkait dengan pekerjan anda ?

1. Ya 2. Tidak

C1.3 Apakah pendapat terkait pekerjaan anda, diterapkan oleh perusahaan ?

1. Ya

C3.1 Apakah anda merasa puas terhadap kesempatan promosi kerja / kenaikan jabatan yang ada ?

1. Ya 2. Tidak

C3.2 Apakah anda mendapatkan kesempatan mengembangkan bakat dan kreatifitas dengan menyalurkan ide pada perusahaan?

(4)

C3.3 Apakah anda mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan di dalam atau di luar perusahaan ?

1. Ya 2. Tidak

C3.4 Apakah anda merasa honor / gaji yang berlaku di perusahaan anda sesuai ?

1. Ya 2. Tidak

C4. STRUKTUR DAN IKLIM ORGANISASI C4.1 Apakah anda merasa peraturan di perusahaan

tempat anda bekerja terlalu kaku ? 1. Ya

2. Tidak

C4.2 Apakah anda merasa ada beberapa karyawan baik prestasinya dalam bekerja tidak mendapatkan promosi ?

1. Ya 2. Tidak

C4.3 Apakah anda merasa tidak mendapatkan kesempatan untuk berkreatifitas (tidak bebas menyalurkan ide dan bakat dalam melaksanakan tugas) ?

1. Ya 2. Tidak

C4.4 Apakah anda merasa atasan melakukan supervisi yang berlebihan sehingga membuat bawahan merasa tidak senang untuk bekerja ?

(5)

D. Berilah tanda (√) pada kolom indikator perubahan akibat stres kerja

No.

INDIKATOR PERUBAHAN AKIBAT STRES KERJA

Diisi oleh

D5 Gangguan pencernaan pada lambung dan usus \D6 Insomnia

D7 Diare

D8 Telinga berdenging D9 Bruxims (menggertakan

gigi di malam hari)

D15 Gejala tukak lambung D16 Jantung berdebar-debar D17 Sering buang air kecil D18 Sering keluar keringat D19 Gugup

D20 Nafsu makan hilang D21 Badan terasa lemah D22 Letih / lesu

(6)

Perilaku

D30 Merasa malas bekerja D31 Absenteisme tiggi D32 Kurang konsentrasi D33 Cepat merasa lupa D34 Menunda-nunda

pekerjaan

D35 Minum kopi/merokok D36 Minum obat tidur/ obat

penenang

D37 Mengkonsumsi minuman beralkohol

(7)
(8)

39 S39 48 2 16 2 1 1 1 2 1 2 2 2 2

40 S40 37 1 12 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2

41 S41 30 1 2 1 1 2 1 2 1 2 1 2 2

42 S42 41 2 6 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2

43 S43 27 1 15 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1

44 S44 34 1 12 1 1 2 1 1 1 2 2 1 1

45 S45 27 1 7 1 1 2 1 2 1 2 1 2 2

Keterangan :

A1K : Variabel umur dalam bentuk kategori, 1 = <39, 2 = ≥39 A2K : Masa kerja dalam bentuk kategori, 1 =<12, 2 = ≥12 B1 : Jam kerja dalam bentuk kategori, 1 = >8, 2 = ≤8

B2 : Rutinitas dalam bentuk kategori, 1 = bosan, 2 = tidak bosan

B3 : Kebisingan dalam bentuk kategori, 1 = mengganggu. 2 = tidak mengganggu

C1 : Peranan dalam organisasi dalam bentuk kategori, 1 = berperan, 2 = tidak berperan

C2 : Hubungan interpersonal dalam bentuk kategori, 1 = baik, 2 = buruk C3 : Perkembangan karir dalam bentuk kategori, 1 = memuaskan, 2 = tidak

memuaskan

C4 : Struktur dan iklim organisasi dalam bentuk kategori, 1 = mendukung, 2 = tidak mendukung

DNK : beban kerja dalam bentuk kategori, 1 = ringan. 2 = sedang, 3 = berat, 4 = sangat berat, 5 = sangat berat sekali

(9)
(10)
(11)

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

umur kategori * indikator

stres kerja 45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

masa kerja kategori *

indikator stres kerja 45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

jam kerja * indikator stres

kerja 45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

rutinitas * indikator stres

kerja 45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

kebisingan * indikator

stres kerja 45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

peranan dalam organisasi

* indikator stres kerja 45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

hubungan interpersonal *

indikator stres kerja 45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

pengembangan karir *

indikator stres kerja 45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

struktur dan iklim organisasi * indikator

stres kerja 45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

beban kerja * indikator

(12)

umur kategori * indikator stres kerja

Crosstab

indikator stres kerja Total

ringan berat ringan

(13)

masa kerja kategori * indikator stres kerja

Crosstab

indikator stres kerja Total ringan berat ringan

(14)

jam kerja * indikator stres kerja

Crosstab

indikator stres kerja Total ringan berat ringan

a No statistics are computed because jam kerja is a constant.

rutinitas * indikator stres kerja

Crosstab

(15)

% within indikator

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.00.

kebisingan * indikator stres kerja

Crosstab

indikator stres kerja Total

(16)

Chi-Square Tests

b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.67.

peranan dalam organisasi * indikator stres kerja

Crosstab

indikator stres kerja Total

(17)

Chi-Square Tests

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.67.

hubungan interpersonal * indikator stres kerja

Crosstab

indikator stres kerja Total

(18)

Chi-Square Tests

b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.33.

pengembangan karir * indikator stres kerja

Crosstab

indikator stres kerja Total

ringan berat ringan

pengembangan karir 15.4% 84.6% 100.0%

% within indikator

pengembangan karir 40.6% 59.4% 100.0%

% within indikator

pengembangan karir 33.3% 66.7% 100.0%

% within indikator

stres kerja 100.0% 100.0% 100.0%

(19)

Chi-Square Tests

b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.33.

struktur dan iklim organisasi * indikator stres kerja

Crosstab

indikator stres kerja Total

(20)

Chi-Square Tests

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.67.

beban kerja * indikator stres kerja

Crosstab

indikator stres kerja Total

(21)

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.727(b) 1 .030

Continuity

Correction(a) 3.415 1 .065

Likelihood Ratio 4.682 1 .030

Fisher's Exact Test .050 .033

Linear-by-Linear

Association 4.622 1 .032

N of Valid Cases 45

a Computed only for a 2x2 table

(22)
(23)
(24)
(25)
(26)

Gambar 1. Pengukuran denyut nadi pekerja sebelum bekerja pada shift pagi

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Airmayanti, D. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Produksi PT ISM Bogasari Flour Mills Tbk Tanjung Priok Jakarta Utara Tahun 2009. Skripsi. Diakses 17 Januari 2016. http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id

Anoraga, P. 2001. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta

Anogara, P & Suyati, S.1995. Perilaku Keorganisasian. Jakarta : Pustaka jaya Aulya, D. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja Pada

Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus 2013. Skripsi. Diakses 17 Januari 2016. http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id

Budianto, T., & Pertiwi EY. 2010. Hubungan Kebisingan dan Masa Kerja Terhadap Terjadiny Stres Kerja pada Pekerja di Bagian Tenun “Agung Saputra Tex” Piyungan Batul Yogyakarta. Jurnal Kesmas Vol 4 No 2. Diakses 2 Februari 2016. http://journal.uad.ac.id

Firdaus, H. 2005. Pengaruh Shift Kerja Terhadap Kejadian Stres Kerja Pada Tenaga Kerja Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PTPN 4 Kebun Pabatu Tebing Tinggi Tahun 2005. Skripsi. Diakses 10 Mei 2016. http://repository.usu.ac.id

Fitri, A.M. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubugan dengan Kejadian Stres Kerja Pada Karyawan Bank (Studi pada Karyawan Bank BMT). Skripsi. Diakses 10 Mei 2016. http://undip.ac.id

Haris, A. F. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stres Kerja pada Pekerja Unit Produksi IV PT. Semen Tonasa. Skripsi. Diakses 17 Januari 2016. http://repository.unhas.ac.id/

Harrianto R,. 2008. Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC Hartono, L. 2007. Stres dan stroke. Yogyakarta: Kanisius.

Hawari, D. 2013. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta : Badan Penerbit FKUI

Hidayat, A.A. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika

(28)

Ismar, R.,Amri, Z.,Sostrosumihardjo, D., 2011. Stres Kerja dan Berbagai Faktor yang Berhubungan pada Pekerja Call Center PT. “X” di Jakarta. Majalah Kedokteran Indonesia Vol 61 No 1. Diakses 2 Februari 2016. http://academia.edu

Kumalasari, F. 2014. Perbedaan Hubungan Antara Faktor Lingkungan Pekerjaan dengan Stres Kerja pada Pekerja di Departemen Operasi Pusri IV PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang Tahun 2014. Skripsi. Diakses 17 Januari 2016. http://akademik.unsri.ac.id

Lestari, K. 2014. Analisis Tingkat Stres Kerja pada Karyawan Produksi dan Non Produksi PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pertambangan Tanjung Enim Tahun 2014 . Skripsi. Diakses 18 Januari 2016. http://akademik.unsri.ac.id

Lestari, P.P 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja Sektor Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013 . Skripsi. Diakses 18 Januari 2016. http://repository.uinjkt.ac.id/

Mandasari, E. 2015. Perbedaan Stres Kerja Ditinjau Dari Sistem Kerja Shift Pada Perawat RSUPH Adam Malik Medan. Skripsi. Diakses 17 Januari 2016. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/51089

Mangkunegara, A.P. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Manuaba. 2000. Ergonomi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Surabaya: Guna Wijaya

Munandar, 2001. Stres dan Keselamatan Kerja. Jakarta: UI

, 2008. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press

Martina, A. 2012. Gambaran Tingkat Stres Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dr. Muhammad Goenawan Pratowidigdo Cisarua Bogor (RSPG). Skripsi. Diakses 20 Januari 2016. http://lib.ui.ac.id Nadalis, EC & Nugrohoseno D. 2014. Hubungan Usia, Masa Kerja dan Beban

Kerja dengan Stres Kerja Karyawan. Jurnal. Diakses 11 Mei 2016. http://ejournal.unesa.ac.id

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Nugrahani, S. 2008. Pengaruh Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

(29)

Nurmalasari, W. 2012. Pengaruh Lingkungan Kerja dan Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Perawat Pada RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.diakses pada 15 Mei 2016. Jurnal Institutional Repository UPN Veteran Yogyakarta. http://jurnal.upnyk.ac.id Organizational Citizenshup Behaviour (OCB) pada Guru SD Negeri di Kecamatan Mojolaban Sukaharjo. Jurnal. Diakses 11 Mei 2016. http://undip.ac.id

Ratih,YFE., & Suwandi, T. 2013. Anaisis Hubungan Antara Faktor Individu dan Beban Kerja Fisik dengan Stres Kerja di Bagian Produksi di PT. X Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 2, No. 2 Jul-Des 2013: 97–105. Diakses pada 18 Februari 2016. http://journal.unair.ac.id/

Safaria, T., Saputra, N.E. 2009. Manajemen Emosi : Sebuah panduan cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda. Jakarta : Bumi Aksara

Sedarmayanti. 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: CV Mandar Maju.

Setiawan,DA., &Sofiana, L. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja di PT. Chanindo Pratama Piyungan Yogyakarta. Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 6, No. 2, Desember 2013: 134-144. Diakses pada 5 Februari 2016. https://publikasiilmiah.ums.ac.id

Sitepu, TA. 2013. Beban Kerja dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Bank Tabungan Negara Tbk. Cabang Manado. Jurnal EMBA, ISSN 2303-1174, Vol. 1, No. 4, Desember 2013: 1123-1133. Diakses pada 14 Mei 2016. https://ejournal.unsrat.ac.id

(30)

Suma‟mur. PK. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: Sagung Seto

Subaris H. 2011. Hygiene Lingkungan Kerja. Mitra Cendikia Press. Jogjakarta. Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EgC

Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi Untuk Kesehatan kerja dan Produktivitas. Surakarta : UNIBA Press

Vinallia, Bugen. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stres Kerja pada Pekerja Bagian Weaving PT. Unitex Tbk Tahun 2011. Diakses pada 5 Februari 2016 http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id

Waluyo, M. 2009. Psikologi Teknik Industri. Yogyakarta : Graha Ilmu

Wantoro, B.1999. Stress Kerja. Jakarta : Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Vol XXXII (3): 3-9

Widyasari, P. 2007. Stress kerja. Diakses pada 01 April 2016. http: // rumah belajar psikologi.com / index. Php / stres-kerja.html.

Wijono, S. 2011. Psikologi Industri dan Organisasi : Dalam Suatu Bidang gerak Psikologi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Desain penelitian yang digunakan bersifat analitik yang bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen. Dengan menggunakan desain studi cross-sectional yaitu mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan variabel dependen (informasi dan gambaran analisis mengenai situasi yang ada) dalam waktu yang bersamaan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Sisirau, Aceh Tamiang. Waktu penelitian dilaksanakan pada Maret sampai Mei 2016.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi yang diambil dari penelitian ini adalah seluruh karyawan bagian produksi di PT. Sisirau, Aceh Tamiang yang berjumlah 45 orang.

3.3.2 Sampel

(32)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data menggunakan sumber data primer dan data sekunder, yaitu :

3.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan membagikan kuesioner kepada karyawan PT. Sisirau, Aceh Tamiang yang menjadi responden. Kuesioner untuk penilaian stres kerja menggunakan kuesioner dari penelitian Airmayanti (2009) yang dimodifikasi.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari literatur ilmiah dan penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan stres kerja dan juga dokumen-dokumen yang diperlukan yang diperoleh dari PT. Sisirau, Aceh Tamiang. Data-data sekunder tersebut yang berasal dari perusahaan berupa pengukuran lingkungan kerja yang dilakukan oleh Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja Medan tahun 2015, laporan personalia dari bulan Oktober 2015 sampai dengan Januari 2016.

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian

(33)

1. Variabel independen yaitu faktor intrinsik, faktor ekstrinsik, dan faktor individu. Faktor intrinsik berupa, jam kerja, beban kerja, rutinitas, kebisingan. Faktor ekstrinsik berupa peran individu dalam organisasi kerja, hubungan interpersonal, perkembangan karir, Struktur dan ikloim organisasi dan faktor individu berupa usia, masa kerja

2. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah stres kerja. 3.5.2 Defenisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Stress kerja adalah respon emosional dan fisik yang dialami oleh responden sehubungan dengan pekerjaan yang diukur berdasarkan indikator stres (Tarwaka, 2004).

2. Beban kerja adalah aktivitas yang diterima oleh responden dari luar tubuhnya yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

3. Jam kerja adalah jumlah jam yang dilakukan untuk bekerja dalam sehari (HIPERKES).

4. Rutinitas adalah penialain responden terhadap pekerjaan yang dilakukan secara berulang yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

5. Kebisingan adalah suara yang tidak disukai oleh responden ditempat kerja dan dirasakan dangat mengganggu.

6. Peranan dalam organisasi adalah keikutsertaan responden dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan dirinya di perusahaan.

(34)

keidupan kerja, seperti kenaikan jabatan, kesempatan mengembangkan kreativitas, mendapatkan pendidikan dan pelatihan, serta kepuasan atau kesesuaian honor.

8. Hubungan interpersonal adalah hubungan antara atasan, bawahan, maupun rekan kerja.

9. Struktur dan iklim organisasi adalah peraturan perusahaan yang selama ini dirasakan secara subjektif mengganggu pekerja seperti : peraturan yang terlalu kaku, supervise yang berlebihan, iklim kerja yang tidak mendukung, dan kesempatan mengembangkan kreativitas.

3.6 Metode Pengukuran

3.6.1 Penentuan Tingkat Stres Kerja

(35)

3.6.2 Penentuan Tingkat Rutinitas

Untuk mengetahui rutinitas pekerja bagian produksi, maka diukur dengan kuesioner yang berisi 3 pertanyaan menggunakan skala Guttman dengan skor untuk pertanyaan :

1 : Ya 2 : Tidak

Nilai untuk rutinitas adalah :

a. Tidak membosankan, jika skor total : > 3 b. Membosankan, jika skor total : ≤ 3 3.6.3 Penentuan Tingkat Kebisingan

Untuk mengetahui kebisingan pekerja bagian produksi, maka diukur dengan kuesioner yang berisi 3 pertanyaan menggunakan skala Guttman dengan skor untuk pertanyaan :

1 : Ya 2 : Tidak

Nilai untuk kebisingan adalah :

a. Tidak bising, jika skor total : > 3 b. Bising, jika skor total : ≤ 3

3.6.4 Penentuan Tingkat Peranan Dalam Organisasi

(36)

1 : Ya 2 : Tidak

Nilai untuk peranan dalam organisasi adalah : a. Tidak Berperan, jika skor total : ≤ 3 b. Berperan, jika skor total : > 3

3.6.5 Penentuan Tingkat Hubungan Interpersonal

Untuk mengetahui hubungan interpersonal pekerja bagian produksi, maka diukur dengan kuesioner yang berisi 3 pertanyaan menggunakan skala Guttman dengan skor untuk pertanyaan :

1 : Ya 2 : Tidak

Nilai untuk hubungan interpersonal adalah : a. Buruk, jika skor total : > 3

b. Baik, jika skor total : ≤ 3

3.6.6 Penentuan Tingkat Pengembangan Karir

Untuk mengetahui pengembangan karir pekerja bagian produksi, maka diukur dengan kuesioner yang berisi 4 pertanyaan menggunakan skala Guttman dengan skor untuk pertanyaan :

1 : Ya 2 : Tidak

(37)

3.6.7 Penentuan Tingkat Struktur dan Iklim Organisasi

Untuk mengetahui struktur dan iklim organisasi pekerja bagian produksi, maka diukur dengan kuesioner yang berisi 4 pertanyaan menggunakan skala Guttman dengan skor untuk pertanyaan :

1 : Ya 2 : Tidak

Nilai untuk struktur dan iklim organisasi adalah : a. Tidak Mendukung, jika skor total : > 4 b. Mendukung, jika skor total : ≤ 4

3.6.8 Penentuan Tingkat Beban Kerja

Pengukuran beban kerja dilakukan dengan cara menghitung denyut nadi kerja dari para pekerja dengan menggunakan stopwatch . Yang dihitung adalah denyut nadi istirahat, denyut nadi kerja dan nadi kerja, kemudian hasilnya disesuaikan dengan tabel kategori beban kerja berdasarkan denyut jantung oleh Christensen dalam Tarwaka (2004).

(38)

Kategori beban kerja Denyut jantung (denyut/min)

Ringan 75-100

Sedang 100-125

Berat 125-150

Sangat berat 150-175

Sangat berat sekali >175

Tabel 3.3 Kategori Beban Kerja Menurut Denyut Jantung Langkah-langkah melakukan pengukuran beban kerja yaitu :

1. Mengukur denyut nadi istirahat pekerja dilakukan sebelum mereka bekerja dengan menghitug berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai denyut nadi yang ke sepuluh yang disesuaikan dengan waktu yang ditunjukkan oleh stopwatch. Kemudian waktu terebut dicatat.

2. Mengukur denyut nadi kerja pekerja setelah 4 jam dari pengukuran denyut nadi istirahat menggunakan meode yang sama dengan mengukur denyut nadi istirahat. Kemudian waktu tersebut dicatat.

3. Menghitung nadi kerja dengan cara mengitung selisi antara denyut nadi kerja dengan denyut nadi istirahat dari masing-masing pekerja.

4. Merata-ratakan waktu denyut nadi istirahat dan waktu denyut nadi kerja untuk mendapatkan beban kerja.

5. Menyesuaikan dengan tabel untuk melihat beban kerja.

3.7 Metode Analisis Data

Pengolahan data dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut :

(39)

3. Processing, setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, dan juga telah melewati tahap pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuesioner ke paket program komputer.

4. Cleaning (pembersihan data), merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi pada saat meng-entry ke komputer.

Dalam penelitian ini digunakan beberapa analisa data, yaitu :

1. Analisa Univariat dilakukan untuk mengetahui secara deskriptif variabel yang diteliti, dihitung skor rata-rata dan persentasenya lalu ditampilkan berupa tabel distribusi frekuensi.

(40)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah PMKS PT. Sisirau Aceh Tamiang

Untuk meningkatkan volume ekspor di luar minyak dan gas bumi, sub sektor perkebunan mempunyai peranan penting. Kegiatan perkebunan yang dilaksanakan pemerintah dengan dukungan pihak swasta pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mengarah kepada tercapainya masyarakat yang adil dan makmur.

PMKS PT. Sisirau adalah salah satu badan usaha swasta yang bergerak dalam bidang usaha pengolahan minyak kelapa sawit (CPO). Pada awal perencanaan PT. Sisirau mengusahakan proyek pembangunan diatas lahan 20 Ha berdasarkan surat kesepakatan bersama antara PT. Sisirau dengan PT. Desa Jaya pada tanggal 6 Juni 1997 yang diperkuat adanya surat keputusan kantor pertahanan Kabupaten Aceh Timur No. 15/IL.I/BPN/ATIM/1997 tentang pemberian izin lokasi untuk pembangunan PMKS.

(41)

kapasitas 30 ton TBS/jam. Pada saat studi ini dilaksanakan kegiatan yang dilaksanakan pada tahap konstruksi yaitu pematang lahan.

Sumber bahan baku kelapa sawit diambil dari kebun sendiri dengan luas 3.169 Ha dan untuk mencapai syarat minimal kebun mendirikan PMKS 6000 Ha dilakuka kerjasama dengan PT. Semadam mempunyai luas kebun 3.550 Ha yang berjarak 10 Km.

4.1.2 Visi dan Misi

4.1.2.1 Visi PT. Sisirau, Aceh Tamiang

1. Menjadi perusahaan perkebunan kelapa sawit terdepan dengan standar internasional yang memiliki komitmen serta aktif berkontribusi bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat baik secara social maupun ekonomi.

2. Menjadi perusahaan perkebunan kelapa sawit terdepan dalam pengembangan teknologi ramah lingkungan dan mengedepankan kualitas yang diterima oleh pasar baik nasional maupun internasional.

4.1.2.2 Misi PT. Sisirau Aceh Tamiang

1. Berperan aktif salam melakukan sosiaisasi serta pendampingan program yang berkaitan erat dengan peningkatan taraf dan standar hidup masyarakat yang terkait dengan pengembangan, kesejahteraan ekonomi, kesehatan dan peningkatan mutu pendidikan.

(42)

3. Berperan aktif dalam menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan serta menjaga sumber daya alam dan hayati yang ada, melakukan gerakan penyelamatan lingkungan secara berkala untuk menjaga keseimbangan dampak kerusakan lingkungan.

4. Berperan aktif bersama stekholder, dan masyarakat dalam peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam mensejahterakan perekonomian masyarakat sekitar kebun kelapa sawit.

4.1.3 Operasi PMKS

Tahapan-tahapan proses pengolahan TBS (Tandan Buah Segar) menjadi CPO dalam operasi PMKS sebagai berikut :

1. Penerimaan TBS

Tandan Buah Segar (TBS) yang masuk ke pabrik diangkut dengan menggunakan truk. Buah lalu ditimbang di jembatan timbang untuk mengetahui jumlah berat buah yang diterima oleh pabrik. Setelah ditimbang, TBS dipindahkan ke lantai Loading Ramp tempat penimbunan sementara sebelum dimasukkan ke rebusan. Buah yang akan diolah disortir di lantai Loading ramp. Jalan yang dilalui oleh truk pengangkut TBS dari sumbernya ke PMKS adalah Jalan lintas kecamatan dan jalan lintas provinsi.

2. Sterilizer atau Perebusan

(43)

dan langsung dimasukkan ke alat sterilizer. Alat ini merupakan bejana perebusan dengan menggunakan uap air bertekanan sekitar 3 kg/cm2. Adanya lubang-lubang pada lori untuk memudahkan uap air masuk dan merebus buah secara merata. Proses perebusan ini bertujuan untuk :

 Mematikan jamur dan enzim-enzim yang dapat menghidrolisa minyak, sehingga kualitas minyak yang akan dihasilkan menurun akibat tingginya kandungan asam lemak bebas.

 Memudahkan buah lepas dari tandannya di dalam thresser, agar buah mudah dilumatkan di dalam digester.

 Memudahkan pemisahan cangkang dari inti dengan keluarnya air dari biji. Proses perebusan biasanya berlangsung selama ± 90 menit dan uap yang dibutuhkan sebesar 6600 kg uap rebusan TBS. Pada proses perebusan ini dihasilkan kondensat yang mengandung 1,2 % minyak ikutan pada temperatur tinggi. Kondensat ini kemudian dimasukkan ke dalam fat pit untuk memisahkan minyak dan air. Minyak yang terpisah diambil secara manual untuk recycle kembali. Tandan buah yang sudah disterilisasi dimasukkan ke dalam thresher dengan menggunakan tripller.

3. Pemisahan Brondolan (Stripping)

(44)

Bunch). Untuk mengatasi hal ini, maka dipakai sistem “Double threshing”. Sistem

ini bekerja dengan cara tandan kosong (EFB : Empty Fruit Bunch) dan USB yang keluar dari thresher pertama tidak langsung dibuang, tetapi masuk ke thresher kedua yang selanjutnya tandan kosong dibawa ke tempat penumpukan yang nantinya akan dimanfaatkan oleh pihak lain diluar pabrik.

4. Pelumatan (Digesting)

Buah yang lepas dari tandan dan dibawa ke alat digester oleh fruitconveyor. Dalam digester dengan menggunakan pisau-pisau digester daging buah dilepaskan dari biji. Selama pelumatan berlangsung temperatur dalam digester dijaga stabil 100°C menggunakan uap.

5. Pengempaan (Pressing)

(45)

6. Pemurnian Minyak (Clarification)

Hasil dari proses pengempaan diperoleh CPO (Crude Palm Oil) yang merupakan campuran minyak, air, dan padatan (solid). Penyaringan minyak ini dilakukan dengan alat vibrating screen yang bertujuan untuk memisahkan partikel-partikel serat dan cangkang yang terbawa bersama saat keluar dari proses pengempaan. Disamping itu, penyaringan juga menurunkan kekentalan (viscosity) CPO yang selanjutnya dipompakan ke tangki clarifier.

Pengutipan minyak secara statis berlangsung dalam clarifier tank. Dalam tangki ini berlaku sistem pengendapan, dimana minyak mempunyai berat jenis ringan akan berada di lapisan atas, sedangkan sludge berada di lapisan bawah. Minyak yang berada dilapisan atas masuk ke tangki oil tangki dan sludge dimasukkan ke dalam tangki lumpur (sludge tank). Desain volume clarifier tank harus disesuaikan dengan kapasitas pabrik dengan ketentuan volume 3,75 m3/ton TBS. Hal ini berkaitan dengan waktu yang diperlukan untuk pengendapan (retention time) adalah 4 (empat) sampai 5 (lima) jam dan temperatur dipertahankan 100°C.

7. Pengolahan Inti Sawit

(46)

8. Ripple Mill

Ripple mill adalah alat untuk memecah biji dengan cara digiling dengan putaran rotor bar sehingga biji akan bergesek dengan ripple plate, selanjutnya biji dialirkan ke dalam mesin Ripple Mill untuk pemecahan biji. Masa biji yang pecah dialirkan ke Light Tenera Dust Seperator (LTDS) dan grading traction grade untuk memisahkan cangkang halus dengan Nut utuh yang terlewat dari ripple mill.

9. Clay Bath

(47)

4.2 Deskripsi hasil Penelitian

4.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Perubahan Akibat Stres Kerja pada Proses Produksi

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Perubahan Akibat Stres Kerja pada Proses Produksi

No.

INDIKATOR PERUBAHAN AKIBAT STRES KERJA Perubahan Fisiologis,

D5 Gangguan pencernaan pada

lambung dan usus 10 21 14

D6 Insomnia 6 7 32

D7 Diare 43 2 -

D8 Telinga berdenging 10 20 15

D9 Bruxims (menggertakan

(48)

D28 Sikap acuh tak acuh 42 3 -

D37 Mengkonsumsi minuman

beralkohol 45 - -

D38 Menghindar dari interaksi

sosial (pergaulan) 34 6 5

(49)
(50)

Sebanyak 42 orang pekerja tidak pernah memiliki sikap acuh tak acuh, dan 3 orang lainnya merasa pernah mengalami sikap acuh tak acuh. Keseluhan pekerja sebanyak 45 orang tidak pernah memiliki perasaan tegang.

Pada perubahan psikologi, sebanyak 30 orang pekerja merasa tidak mudah marah, 10 orang merasa jarang mudah marah, dan 5 orang lainnya sering merasa mudah marah. Sebanyak 40 orang pekerja tidak pernah merasa mudah tersinggung, 4 orang jarang merasa mudah tersinggung, dan 1 orang lainnya merasa sering mudah tersinggung. Terdapat 5 pekerja merasa perasaannya tertekan, 12 orang merasa perasaannya jarang tertekan, dan 28 orang lainnya tidak merasa tertekan.

(51)

sebanyak 45 orang mengaku tidak pernah minum minuman beralkohol. Ada 5 orang pekerja merasa sering menghindari interaksi sosial, 6 orang lainnya jarang melakukannya, dan 34 orang pekerja lainnya tidak pernah melakukannya.

4.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Stres di Tempat Kerja pada Proses Produksi

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Stres di Tempat Kerja pada Bagian Produksi PT. Sisirau, Aceh Tamiang Tahun 2016

No. Tingkat Stres Frekuensi

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang mengalami stres ringan yaitu sebanyak 15 orang (33,3%), dan 30 orang (66,7%) lainnya mengalami stres berat.

4.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Individu, Faktor Intrinsik, dan Faktor Ekstrinsik pada Bagian Produksi PT. Sisirau, Aceh Tamiang Tahun 2016

(52)

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki umur ≥ 39 tahun dengan jumlah 29 orang (35,6%) dan responden yang memiliki umur < 39 tahun sebanyak 16 orang (64,4%).

Pada variabel masa kerja, diketahui bahwa 30 orang responden (66,7%)

memiliki masa kerja ≥ 12 tahun, dan yang bekerja < 12 tahun sebesar 15

responden (33,3%).

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Intrinsik di Tempat Kerja pada Bagian Produksi PT. Sisirau, Aceh Tamiang

Tabel diatas menunjukkan bahwa seluruh pekerja memiliki jam kerja > 8 jam yaitu 45 orang (100%).

(53)

Pada tabel diatas, 24 orang (53,3%) menunjukkan memiliki rutinitas yang tidak membosankan sedangkan responden yang menganggap memiliki rutinitas yang membosankan sebanyak 21 orang (46,7%).

Tabel diatas menunjukkan bahwa ada 40 orang (88,9%) pekerja merasakan bahwa kebisingan mengganggu pekerjaan mereka, sedangka 5 orang (11,1%) lainnya menganggap kebisingan tidak mengganggu mereka.

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Ekstrinsik di Tempat Kerja pada Bagian Produksi PT. Sisirau, Aceh

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa ada 28 orang (62,2%) pekerja tidak berperan dalam peran individu dalam organisasi kerja, dan hanya 17 orang (37,8%) yang berperan.

(54)

Pada variabel perkembangan karir, sebanyak 32 orang (71,1%) pekerja menyatakan tidak puas akan perkembangan karirnya, dan hanya 13 orang (28,9%) yang puas akan perkembangan karirnya.

Tabel diatas menunjukkan bahwa pada variabel struktur organisasi dan iklim kerja mendukung ada 17 orang (37,8%) dan 28 orang (62,2%) lainnya menyatakan bahwa truktur organisasi dan ikim kerja tidak mendukung.

4.3 Hasil Uji Statistik

Tabel 4.6 Distribusi Responden menurut Faktor Individu (Umur dan Masa Kerja) dengan Stres Kerja pada bagian Produksi PT. Sisirau, Aceh Tamiang Tahun 2016.

Variabel

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa responden yang mengalami stres kerja ringan dengan umur < 39 tahun sebanyak 8 orang (17,8%), dan yang mengalami stres kerja berat juga sebanyak 8 orang (17,8%). Pada umur ≥ 39

(55)

nilai ρ = 0,078 (ρ > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara umur dengan stres kerja.

Tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 23 orang (51,1%) pekerja mengalami stres kerja ringan dengan masa kerja ≥ 12 tahun, sedangkan 6 orang

(13,3%) lainnya mengalami stres berat. Pada masa kerja < 12 tahun menunjukkan bahwa sebanyak 13 orang (28,9%) mengalami stres rigan, dan 3 orang (6,7%) lainnya mengalami stres berat. Berdasarkan uji chi-square antara masa kerja dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 1 (ρ > 0,05) yang berarti tidak ada

hubungan antara masa kerja dengan stres kerja.

Tabel 4.7 Distribusi Responden menurut Faktor Intrinsik (Jam Kerja, Beban Kerja, Rutinitas, dan Kebisingan) dengan Stres Kerja pada bagian Produksi PT. Sisirau, Aceh Tamiang Tahun 2016.

Variabel

(56)

kerja dengan stres kerja tidak dapat dilakukan dikarenakan variabel jam kerja hanya memiliki satu kategori saja.

Pada variabel beban kerja menunjukkan bahwa sebanyak 9 orang (20%) pekerja mengalami stres ringan dengan beban kerja ringan. Dan 8 orang (17,8%) lainnya memiliki beban kerja yang ringan dan mengalami stres berat. Beban kerja sedang dan mengalami stres ringan sebanyak 6 orang (13,3%), dan beban kerja sedang mengalami stres kerja berat sebanyak 22 orang (48,9%). Berdasarkan uji chi-squareantara beban kerja dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 0,030 (ρ <

0,05) yang berarti ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja.

Tabel diatas menyatakan bahwa sebanyak 8 orang (17,8%) mengalami stres kerja ringan dengan rutinitas yang tidak membosankan, sedangkan 16 orang (35,5%) lainnya mengalami stres kerja berat dengan rutinitas yang tidak membosankan. Sebanyak 7 orang (15,6%) mengalami stres kerja ringan dengan rutinitas yang membosankan, dan 14 orang (31,1%) mengalami stres kerja berat dengan rutinitas yang membosankan. Berdasarkan uji chi-square antara rutinitas dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 1,000 (ρ > 0,05) yang berarti tidak ada

hubungan antara rutinitas dengan stres kerja.

(57)

Berdasarkan uji exact fisher antara kebisingan dengan stres kerja menunjukkan

nilai ρ = 0,036 (ρ < 0,05) yang berarti ada hubungan antara kebisingan dengan

stres kerja.

Tabel 4.8 Distribusi Responden menurut Faktor Ekstrinsik (Peran Individu dalam Organisasi, Hubungan Interpersona, Perkembangan Karir, dan Struktur Organisasi dan Iklim Kerja) dengan Stres Kerja pada bagian Produksi PT. Sisirau,

(58)

dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 0,005 (ρ < 0,05) yang berarti ada hubungan antara peranan dalam organisasi kerja dengan stres kerja. Berdasarkan uji exact fisher antara hubungan interpersonal dengan stres kerja menunjukkan

nilai ρ = 1 (ρ > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara peranan hubungan

interpersonal dengan stres kerja.

Tabel diatas menyatakan bahwa sebanyak 14 orang (31,1%) mengalami stres kerja ringan dengan hubungan interpersonal yang baik, sedangkan 27 orang (60%) lainnya mengalami stres berat denga hubungan interpersonal yang baik. Sebanyak 1 orang (2,2%) mengalami stres kerja ringan dengan hubungan interpersonal yang buruk dan 3 orang (6,7%) memiliki hubungan interpersonal buruk dengan stres kerja berat.

Pada variabel perkembangan karir menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja mengalami stres ringan dengan tidak memuaskan sebanyak 13 orang (28,9%) dan 19 orang (42,2%) mengalami stres berat dengan perkembangan karir yang tidak memuaskan. Sebanyak 2 orang (4,4%) mengalami stres kerja ringan dengan kategori memuaskan terhadap perkembangan karirnya dan 11 orang (24,4%) mengalami stres kerja berat karena perkembangan karir yang memuaskan. Berdasarkan uji exact fisher antara perkembangan karir dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 0,165 (ρ > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara perkembangan karir dengan stres kerja.

(59)

organisasi yang mendukung. Ada 8 orang (17,8%) mengalami stres kerja ringan karena Struktur dan ikloim organisasi yang mendukung, sementara 20 orang (44,4%) lainnya mengalami stres kerja berat karena Struktur dan ikloim organisasi yang tidak mendukung. Berdasarkan uji chi-square antara peranan dalam

organisasi kerja dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 0,387 (ρ > 0,05) yang

(60)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Hubungan Antara Umur dengan Stres Kerja

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang mengalami stres kerja ringan dengan umur < 39 tahun sebanyak 8 orang (17,8%), dan yang mengalami stres kerja berat juga sebanyak 8 orang (17,8%). Pada umur ≥ 39

tahun, yang mengalami stres kerja berat lebih banyak yaitu 20 orang (44,4%) dan hanya 10 orang yang mengalami stres kerja ringan, yaitu 10 orang (22,2%). Berdasarkan uji chi-square antara masa kerja dengan stres kerja menunjukkan

nilai ρ = 0,078 (ρ < 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara umur dengan

stres kerja.

Hal ini sesuai dengan peneltian yang dilakukan Fitri (2013) dengan judul faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada karyawan bank BMT pada tahun 2013 yang menyatakan bahwa umur adalah salah satu hal yang mempengaruhi stres kerja seseorang dengan nilai ρ = 0,031. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratih dan Suwandi (2013) di bagian produksi PT. X Surabaya yang menunjukkan bahwa semakin lanjut usia seseorang, mengalami kecenderungan stres kerja semakin besar.

(61)

harapan-harapan, serta tuntutan yang muncul dari orang-orang disekitar akan melakukan perubahan dalam kehidupan.

Usia berhubungan dengan toleransi seseorang terhadap stres dan jenis stressor yang paling menganggu. Pada usia dewasa biasanya lebih mampu mengontrol stres dibanding dengan usia kanak-kanak dan usia lanjut. Dengan kata lain orang dewasa biasanya mempunyai toleransi terhdap stres yang lebih baik (Siswanto, 2007). Pekerja dengan usia lebih tua akan semakin mampu menunjukkan kematangan jiwa, dalam arti semakin bijaksana, semakin mampu berfikir rasional, semakin mampu mengendalikan emosi, semakin toleran terhadap pandangan dan perilaku yang berbeda dirinya dan semakin dapat menunjukkan intelektual dan psikologisnya (Gatot dan Adisasmito, 2005).

Namun stress dalam penelitian ini tidak berhubungan dengan umur karena faktor umur yang lebih tua pada pekerja di PT. Sisirau biasanya memiliki pengalaman, pemahaman bekerja yang lebih banyak, serta kematangan pola pikir dalam mengambil suatu keputusan sehingga lebih dapat mempertimbangkan kesempatan serta peluang. Selain itu stress berdampak positif (eustres) dalam hal ini, karena para pekerja jadi memiliki kemampuan adaptasi terhadap umurnya mengenai stress yang dialaminya.

5.2 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Stres Kerja

(62)

bahwa sebanyak 13 orang (28,9%) mengalami stres ringan, dan 3 orang (6,7%) lainnya mengalami stres berat.

Berdasarkan uji chi-square antara masa kerja dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 1 (ρ > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara masa

kerja dengan stres kerja.

Hal ini sesuai dengan pendapat Munandar (2001), pekerja yang telah bekerja lebih dari 5 tahun biasanya memiliki tingkat kejenuhan yang lebih tinggi daripada pekerja yang baru bekerja. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan stres kerja atau masa kerja bukan termasuk faktor yang mempengaruhi stres kerja karena stresor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam (Selye, 1956 dalam Widyasari, 2005). Pengaruh positif terjadi bila semakin lama seorang pekerja bekerja maka akan berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya (Budiono, dkk, 2003). Menurut Mochtar, dkk. yang dikutip dalam Nadialis dan Nugrohoseno (2014), masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorag karyawan lebih merasa betah dalam suatu perusahaan, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga seorang karyawan akan merasa nyaman dengan pekerjaannya.

(63)

orang memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap stressor yang mereka hadapi. Selain itu stress berdampak positif (eustres) dalam hal ini, karena para pekerja jadi memiliki kemampuan adaptasi terhadap tempat kerjanya mengenai stress yang dialaminya dengan masa kerja yang cukup lama.

5.3 Hubungan antara Jam Kerja dengan Stres Kerja

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa responden yang bekerja > 8 jam mengalami stres kerja ringan sebanyak 15 orang (33,3%), sedangkan 30 orang (66,7%) mengalami stres berat. Pengujian statistik antara hubungan antara jam kerja dengan stres kerja tidak dapat dilakukan dikarenakan variabel jam kerja hanya memiliki satu kategori saja.

Menurut Sumakmur (2009), memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan lama kerja tersebut biasanya tidak disertai dengan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja yang optimal, bahkan biasanya terlihat penuruan kualitas dan hasil kerja serta bekerja dengan waktu yang berkepanjangan timbul kecenderungan terjadinya kelelahan, gangguan kesehatan, penyakit dan kecelakaan serta ketidakpuasan.

(64)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja bagian produksi PT. Sisirau Aceh Tamiang, jam kerja mereka yang sering melebihi dari 8 jam sering membuat mereka merasa kelelahan dalam menjalankan pekerjaannya. mereka juga sering mengeluh mengenai kualitas itirahat yang kurang, dan ada beberapa pekerja yang absen karena sakit. Selain itu stress berdampak positif (eustres) dalam hal ini, karena para pekerja jadi memiliki kemampuan adaptasi terhadap jam kerjanya mengenai stress yang dialaminya, namun juga mengalami distress dengan adanya absenteisme dan sakit karena kelelahan.

5.4 Hubungan Antara Beban Kerja dengan Stres Kerja

Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 9 orang (20%) pekerja mengalami stres ringan dengan beban kerja ringan. Dan 8 orang (17,8%) lainnya memiliki beban kerja yang ringan dan mengalami stres berat. Beban kerja sedang dan mengalami stres ringan sebanyak 6 orang (13,3%), dan beban kerja sedang mengalami stres kerja berat sebanyak 22 orang (48,9%).

Berdasarkan uji chi-square antara beban kerja dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 0,030 (ρ < 0,05) yang berarti ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabowo (2009) yang menyimpulkan bahwa ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja dengan nilai ρ=0,036 (ρ<0,05).

(65)

menyatakan bahwa beban kerja berlebih/beban kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit terjadinya stres.

Menurut Manuaba (2000), akibat beban kerja yang terlalu besar dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik atau mental dan reaksi-reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang terjadi karena pengulangan gerak akan menimbulkan kebosanan. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan pekerja. Beban kerja yang berlebih atau rendah dapat menimbulkan stres kerja. Hasil penelitian sesuai dengaan penelitian yang dilakukan oleh Nurmalasari (2013) dan Sitepu (2013), bahwa beban kerja memiliki pengaruh positif terhadap stress kerja.

(66)

5.5 Hubungan Antara Rutinitas dengan Stres Kerja

Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 8 orang (17,8%) mengalami stres kerja ringan dengan rutinitas yang tidak membosankan, sedangkan 16 orang (35,5%) lainnya mengalami stres kerja berat dengan rutinitas yang tidak membosankan. Sebanyak 7 orang (15,6%) mengalami stres kerja ringan dengan rutinitas yang membosankan, dan 14 orang (31,1%) mengalami stres kerja berat dengan rutinitas yang membosankan. Berdasarkan uji chi-square antara rutinitas

dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 1,000 (ρ > 0,05) yang berarti tidak ada

hubungan antara rutinitas dengan stres kerja.

Penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Sofiana dan Setaiawan (2013) yang menyatakan bahwa rutinitas berhubungan dengan stress kerja.Pekerjaan yang sederhana dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan,rasa monoton. kebosanan dalam kerja-kerja rutin sehari-hari, dapat menghasilkan berkurangnya perhatian (Suma‟mur, 2009).

Menurut Anoraga (2000) bahwa motivasi merupakan faktor yang relevan. Seseorang yang bermotivasi tinggi akan kurang rasa kebosanannya dibandingkan orang lain yang bermotivasi rendah. Secara umum, penelitian tentang kebosanan menunjukkan adanya penurunan dalam produktivitas dan variabilitas yang besar dalam prestasi kerja.

(67)

responden yang diteliti disebabkan karena pekerja pada bagian produksi sudah terbiasa menghadapi pekerjaan yang berulang-ulang dan monoton. Selain itu mereka memiliki motivasi yang cukup baik mengingat ada keluarga yang menjadi tanggung jawab mereka. Perusahaan juga mengadakan rotasi pekerja setiap satu tahun sekali, namun hal tersebut tetap tidak berpengaruh terhadap rutinitas mereka. Mereka dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik. Selain itu stress berdampak positif (eustres) dalam hal ini, karena para pekerja jadi memiliki kemampuan adaptasi terhadap rutinitas mengenai stress yang dialaminya.

5.6 Hubungan Antara Kebisingan dengan Stres Kerja

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar pekerja mengalami stres kerja ringan dengan kebisingan yang dianggap mengganggu sebesar 11 orang (24,4%), sedangkan 29 orang (64,4%) lainnya mengalami stres berat karena kebisingan yang dianggap mengganggu. Sebanyak 4 orang (8,9%) mengalami stres ringan dengan menganggap bahwa kebisingan tidak mengganggu, dan sebanyak 1 orang (2,2%) mengalami stres kerja berat karena kebisingan dianggap mengganggu Berdasarkan uji exact fisher antara kebisingan dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 0,036 (ρ < 0,05) yang berarti ada hubungan antara kebisingan dengan

stres kerja.

(68)

orang lain. Keadaan ini dapat mengganggu pendengaran, terjadinya kecelakaan kerja, menimbulkan terjadinya gangguan atau pengaruh psikologis dari pekerja dalam bentuk gangguan emosi, temperamen dan lain-lain. Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi, mengurangi konsentrasi (Budiono, dkk, 2003).

(69)

Kebisingan terbukti berhubungan dengan kejadian stres kerja di PT. Sisirau, Aceh Tamiang, karena berdasarkan pengamatan peneliti sewaktu di lapangan masih banyaknya pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung telinga terutama ear plug dan seringkali menggunakan bahasa isyarat jika ingin menyampaikan sesuatu ketika mereka bekerja. Ada beberapa pekerja yang juga tidak mengeluh denga kebisingan yang dialami, karena lokasi kerja tidak terlalu dekat dengan area yang mengalami kebisingan, yang tidak terganggu dengan adanya kebisingan adalah pekerja yang berada pada bagian water treatment. Sehubungan dengan alat pelindung diri yang disediakan perusahaan yaitu earplug, hanya dapat menekan kebisingan hingga 30dB saja. Sehingga disarankan agar pihak perusahaan dapat menyediakan APD untuk mengurangi kebisingan yaitu earmuff karena earmuff agar menekan angka kebisingan sampai dengan 40-50 dB. Selain itu penggunaan earmuff lebih mudah dipantau dalam pemakaiannya.

5.7 Hubungan Antara Peran Individu dalam Organisasi dengan Stres Kerja

(70)

dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 0,005 (ρ > 0,05) yang berarti ada

hubungan antara peranan individu dalam organisasi kerja dengan stres kerja. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh French dan Chaplan dalam Aulya (2010) yang menyatakan bahwa apabila seorang karyawan tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan dirinya, maka hal tersebut dapat menyebabkan karyawan tersebut menjadi tidak betah dalam bekerja. Dari hasil penelitian diketahui bahwa seorang pekerja yang diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, memiliki hasil kerja yang lebih baik dan mengurangi tekanan dalam bekerja yang dapat menyebabkan stres (Munandar, 2001).

Peran individu dalam organisasi berhubungan dengan stress kerja pada pekerja di PT. Sisirau, Aceh Tamiang, menurut para perkerja adalah karena mereka tidak pernah diikursertakan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan mereka. Mereka hanya mendapatkan perintah untuk melaksanakan keputusan yang telah dibuat oleh atasan mereka saja. Pernah mereka ikut dalam pengambilan keputusan, dengan memberikan saran, namun saran yang mereka berikan tidak diaplikasikan dalam pekerjaan mereka, dan ada beberapa pekerja yang merasa sia-sia jika memberikan saran sehingga mereka hanya memilih untuk melaksanakan apa yang diperintahkan saja.

5.8 Hubungan Antara Hubungan Interpersonal dengan Stres Kerja

(71)

lainnya mengalami stres berat denga hubungan interpersonal yang baik. Sebanyak 1 orang (2,2%) mengalami stres kerja ringan dengan hubungan interpersonal yang buruk dan 3 orang (6,7%) memiliki hubungan interpersonal buruk dengan stres kerja berat.Berdasarkan uji exact fisher antara hubungan interpersonal dengan

stres kerja menunjukkan nilai ρ = 1 (ρ > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan

antara hubungan interpersonal dengan stres kerja.

Stres ini muncul jika seseorang pekerja memiliki hubungan yang tidak baik, apakah itu dengan pimpinannya, teman sejawatnya ataupun para bawahannya. Hal ini juga berkaitan dengan kesulitan di dalam mendelegasian tanggung jawabnya kepada para bawahannya. (Anoraga dan Suyati, 1995). Tidak adanya hubungan yang bermakna antara hubungan interpersonal dengan stres kerja atau hubungan interpersonal bukan termasuk faktor yang mempengaruhi stres kerja, karena berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa hubungan interpersonal pekerja sudah baik dimana menurut pekerja bila terjadi hubungan interpersonal yang kurang harmonis atau adanya konflik antara dua individu sesegera mungkin diselesaikan secara baik-baik dan kekeluargaan, agar konflik yang terjadi tidak menjadi hambatan pekerja untuk memperoleh tujuan kerja yaitu memajukan perusahaan demi kepentingan bersama.

(72)

eksternal mengenai hubungan interpersonal mereka kepada sesama pekerja atau kepada atasan jika berada ditempat kerja. Karena menurut mereka, pekerjaan butuh kerjasama yang baik, jadi harus bisa membedakan dimana tempat kerja dan dimana yang bukan tempat kerja.

5.9 Hubungan Antara Perkembangan Karir dengan Stres Kerja

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar pekerja mengalami stres ringan dengan tidak memuaskan sebanyak 13 orang (28,9%) dan 19 orang (42,2%) mengalami stres berat dengan perkembangan karir yang tidak memuaskan. Sebanyak 2 orang (4,4%) mengalami stres kerja ringan dengan kategori memuaskan terhadap perkembangan karirnya dan 11 orang (24,4%) mengalami stres kerja berat karena perkembangan karir yang memuaskan. Berdasarkan uji exact fisher antara perkembangan karir dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 0,165 (ρ > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara

perkembangan karir dengan stres kerja.

(73)

lebih layak, pekerja yang jabatannya diatas mereka harus tidak menempati posisi yang sama atau lebih rendah.

Disarankan kepada pihak perusahaan agar dapat lebih jeli dan lebih teliti dalam pemilihan pegawai untuk dapat mendapatkan promosi dalam kenaikan jabatan, baik dari segi pekerjaan yang lebih dari pekerja yang lainnya, cara bekerjanya, dan disiplinnya dalam bekerja. Sehingga para pekerja akan lebih terpacu untuk bersaing dalam mendapatkan promosi jabatan untuk perkembangan karir mereka menjadi lebih baik.

5.10 Hubungan Antara Struktur dan iklim Organisasi dengan Stres Kerja Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 7 orang (15,6%) mengalami stres kerja ringan karena Struktur dan ikliim organisasi yang mendukung. Sebanyak 10 orang (22,2%) mengalami stres berat karena Struktur dan ikliim organisasi yang mendukung. Ada 8 orang (17,8%) mengalami stres kerja ringan karena Struktur dan ikliim organisasi yang mendukung, sementara 20 orang (44,4%) lainnya mengalami stres kerja berat karena Struktur dan ikliim organisasi yang tidak mendukung. Berdasarkan uji chi-square antara peranan dalam organisasi kerja dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 0,387 (ρ > 0,05) yang berarti tidak ada

hubungan antara Struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja.

(74)

dalam suatu organisasi, sebaliknya jika iklim organisasi yang dirasakan oleh para pekerja itu negatif, maka akan membuat para pekerja akan mengalami stres kerja sehingga akan berdampak buruk pada lingkungan kerja dan individu itu sendiri.

(75)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pekerja pada bagian produksi di PT. Sisirau, Aceh Tamiang yang memiliki tingkat stres ringan sebanyak 15 orang (33,3%), dan yang memiliki tingkat stres berat sebanyak 30 orang (66,7%).

2. Faktor intrinsik yang berhubungan dengan stres kerja yaitu beban kerja dengan nilai ρ = 0,030 (ρ < 0,05) dan kebisingan dengan nilai ρ = 0,036 (ρ <

0,05).

3. Faktor ekstrinsik yang berhubungan dengan stres kerja adalah peran individu

dalam organisasi dengan nilai ρ = 0,005 (ρ < 0,05).

6.2 Saran

1. Sebaiknya perusahaan memberikan penyuluhan mengenai stress dan penanggulangannya kepada pekerja. Penyuluhan dapat berupa seminar mengenai stress akibat kerja yang dilakukan oleh ahli kesehatan yang mampu melakukannya.

2. Sebaiknya perusahaan melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan dan mendengarkan pendapat para karyawan mengenai pekerjaan mereka dan melaksanakannya jika menghasilkan keputusan yang baik bagi kedua pihak. 3. Sebaiknya perusahaan menyediakan Alat Pelindung Diri berupa ear plug

(76)

kebisingan 40-50 dB untuk menghindari pekerja dari penyakit akibat kerja yang ditimbulkan dari kebisingan. Selain itu, untuk para pekerja dihimbau untuk menggunakan ear plug dan ear muff pada saat bekerja dan saat berada dilingkungan kerja.

(77)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres

2.1.1 Pengertian Stres

Fincham dan Rhodes dalam Munandar (2008) mengasumsikan bahwa stres dapat disimpulkan dari gejala-gejala dan tanda-tanda faal, perilaku, psikologikal dan somatik, adalah hasil dari tidak/kurang adanya kecocokan antara orang (dalam arti kepribadiannya, bakatnya, dan kecakapannya) dan lingkungannya, yang mengakibatkan ketidakmampuannya untuk menghadapi berbagai tuntutan terhadap dirinya secara efektif.

Menurut Dadang Hawari dalam Sunaryo (2004) stres adalah reaksi suatu respons tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Sedangkan menurut Maramis dalam Sunaryo (2004) stres adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri dan karena itu, sesuatu yang menggangu keseimbangan kita. Menurut Vincent Cornelli yang dikutip oleh grant Brecht dalam Sunaryo (2004) stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan tersebut.

(78)

suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol.

2.1.2 Sumber Stres

Menurut Patton dalam Tarwaka (2003) bahwa perbedaan reaksi antara individu tersebut disebabkan oleh faktor psikologis dan sosial yang dapat merubah dampak sor bagi individu. Faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Kondisi individu seperti umur, jenis kelamin, tempramental, intelegensia, pendidikan, kebudayaan, dll.

2. Ciri kepribadian seperti introvert atau ekstrovert, tingkat emosional, kepasrahan, kepercayaan diri, dll.

3. Sosial-kognitif seperti dukungan sosial, hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya.

4. Strategi untuk menghadapi setiap stres yang muncul.

2.1.3 Tahapan Stres

Menurut Dr. Robert J. Van Amberg dalam Sunaryo (2004), sebagaimana dikemukakan oleh Hawari (2001) tahapan stres sebagai berikut:

a. Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan nafsu kerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam. b. Stres tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak

(79)

makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort), jantung berdebar, otot tengkuk dan punggung tegang. Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai.

c. Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti defekasi tidak teratur (kadang-kadang diare), otot semakin tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali (middle insomnia), bangun terlalu pagi dan sulit tidur kembali (late insomnia), koordinasi tubuh terganggu, dan mau jatuh pingsan.

d. Stres tahap keempat, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak mampu bekerja sepanjang hari (loyo), aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, respons tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan.

e. Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental (physical and psychological exhaustion), ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung, dan panik.

f. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda, seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin, dan banyak keluar keringat, loyo, serta pingsan atau collaps (Sunaryo,2004)

2.1.4 Jenis-jenis Stres

(80)

1. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhannya, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi. 2. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat,

negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteisme) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.

2.1.5 Tingkatan Stres

Gangguan stres bisanya timbul secara lamban, tidak jelas kapan mulainya dan seringkali kita tidak menyadari. Situasi stres ringan biasanya tidak mengakibatkan kerusakan fisiolois krisnis, tetapi stress sedang dan berat dapat menimbulkan resiko penyakit medis atau memburuknya peyakit kronis (Leidy et al. dalam Martina 2012).

2.1.5.1 Stres Ringan

Adalah stessor yang dihadapi setiap orang secara teratur, seperti terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas, keritikan dari atasan,. Situasi ini biasanya hanya berlangsung beberapa menit atau jam.

2.1.5.2 Stres Sedang

(81)

2.1.5.3 Stres Berat

Adalah situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu sampai bebrapa tahun, seperti perselisihan perkawinan terus-menerus, kesulitan finansial yang berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka panjang. Makin sering dan makin lama situasi stress, makin tinggi resiko kesehatan yang ditimbulkan.

2.1.6 Gejala Stres

Menurut Rice dalam Safaria (2009) reaksi dari stres bagi individu dapat digolongkan menjadi beberapa gejala, yaitu sebagai berikut :

a. Gejala fisiologis, berupa keluhan seperti sakit kepala, sembelit, diare, sakit pinggang, urat tegang pada tengkuk, tekanan darah tinggi, kelelahan, sakit perut, maag, berubah selera makan, susah tidur, dan kehilangan semangat. b. Gejala emosional, berupa keluhan seperti gelisah, cemas, mudah marah,

gugup, takut, mudah tersinggung, sedih, dan depresi.

c. Gejala kognitif, berupa keluhan seperti susah berkonsentrasi, sulit membuat keputusan, mudah lupa, melamun secara berlebihan, dan pikiran kacau. d. Gejala interpersonal, berupa sikap acuh tak acuh pada lingkungan, apatis,

agresif, minder, kehilangan kepercayaan pada orang lain, dan mudah mempersalahkan orang lain.

Gambar

Gambar 1. Pengukuran denyut nadi pekerja sebelum bekerja pada shift pagi
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Stres di Tempat Kerja pada Bagian Produksi PT
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Intrinsik di Tempat Kerja pada Bagian Produksi PT
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Ekstrinsik di Tempat Kerja pada Bagian Produksi PT
+5

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana hubungan faktor kondisi pekerjaan (asal program studi, beban kerja, rutinitas kerja, struktur dan iklim organisasi, peran dalam organisasi, pengembangan karir,

Adanya hubungan antara beban kerja dengan stres kerja pada pekerja. Adanya hubungan antara kebisingan dengan stres kerja

Maruki Internasional Indonesia Makassar menunjukkan bahwa untuk responden yang terpapar tingkat kebisingan di tempat kerja yang memenuhi syarat nilai ambang batas (NAB) terdapat

Tujuan penelitian ini Untuk Mengetahui hubungan antara hubungan interpersonal, beban kerja, shift kerja, dan gaji dengan stres kerja pada perawat di Ruang Rawat Inap Rumah

Tujuan penelitian ini Untuk Mengetahui hubungan antara hubungan interpersonal, beban kerja, shift kerja, dan gaji dengan stres kerja pada perawat di Ruang Rawat Inap Rumah

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa umur, masa kerja, hubungan interpersonal, dan peran individu dalam organisasi merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa umur, masa kerja, hubungan interpersonal, dan peran individu dalam organisasi merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan

Tidak terdapat hubungan antara faktor yang berhubungan dengan stress dengan kejadian stress kerja di factory 2 dian- taranya umur, masa kerja, beban kerja, upah kerja,