• Tidak ada hasil yang ditemukan

Residu Klorpirifos Pada Tapak Bangunan Gedung Yang Mendapat Aplikasi Pengendalian Rayap Di Provinsi Dki Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Residu Klorpirifos Pada Tapak Bangunan Gedung Yang Mendapat Aplikasi Pengendalian Rayap Di Provinsi Dki Jakarta"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

RESIDU KLORPIRIFOS PADA TAPAK BANGUNAN GEDUNG

YANG MENDAPAT APLIKASI PENGENDALIAN RAYAP

DI PROVINSI DKI JAKARTA

SITI ROSIDAH

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Residu Klorpirifos pada Tapak Bangunan Gedung yang Mendapat Aplikasi Pengendalian Rayap di Provinsi DKI Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Siti Rosidah

(4)

ABSTRAK

SITI ROSIDAH. Residu Klorpirifos pada Tapak Bangunan Gedung yang Mendapat Aplikasi Pengendalian Rayap di Provinsi DKI Jakarta. Dibimbing oleh DODI NANDIKA.

Klorpirifos merupakan salah satu termitisida tanah yang banyak digunakan dalam aplikasi perlakuan tanah untuk pengendalian rayap di Indonesia. Namun sampai saat ini belum ada standar kadar residu senyawa tersebut pada tapak bangunan gedung yang telah mendapat aplikasi perlakuan tanah. Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kadar residu klorpirifos pada tanah di bawah lantai simulasi yang menyerupai tapak bangunan gedung di Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan. Contoh tanah diambil dari kedalaman ± 0-10 cm di bawah lantai simulasi satu minggu dan satu bulan setelah aplikasi termitisida. Residu klorpirifos dianalisis menggunakan Gas Chromatography Varian 450. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar residu klorpirifos di Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan satu minggu setelah aplikasi masing-masing mencapai 6.555 ± 0.933 ppm, 4.244 ± 1.862 ppm, dan 8.701 ± 0.597 ppm. Sementara itu kadar residu klorpirifos di tiga lokasi tersebut satu bulan setelah aplikasi menurun masing-masing menjadi 3.745 ± 0.400 ppm, 0.885 ± 0.362 ppm, dan 3.565 ± 0.730 ppm. Kadar residu klorpirifos satu bulan setelah aplikasi di Jakarta Utara lebih rendah dibandingkan dengan Jakarta Timur dan Jakarta Selatan (p<0.05). Penurunan kadar residu klorpirifos diduga disebabkan oleh proses degradasi senyawa tersebut di dalam tanah.

Kata kunci: klorpirifos, residu, termitisida tanah

ABSTRACT

Chlorpyrifos was one of soil termiticide that widely used in soil treatment applications for termite control in Indonesia. However, until now there has been no standard residue of the compound at the treated building site. A study was conducted to determine chlorpyrifos residue in treated soil under simulated building floor in East Jakarta, North Jakarta, and South Jakarta. The soil samples were collected from ± 0-10 cm depth at one week and one month after termiticide application. Chlorpyrifos residues was then analyzed using Gas Chromatography Varian 450. The results showed that residues of chlorpyrifos in East Jakarta, North Jakarta, and South Jakarta one week after application reached 6.555 ± 0.933 ppm, 4.244 ± 1.862 ppm, and 8.701 ± 0.597 ppm respectively. Meanwhile chlorpyrifos residue at the three locations one month after application decreased to be only 3.745 ± 0.400 ppm, 0.885 ± 0.362 ppm, and 3.565 ± 0.730 ppm respectively. Chlorpyrifos residue in North Jakarta one month after application was significantly lower than in East Jakarta as well as South Jakarta (p<0.05). Decreasing of chlorpyrifos residue was assumed due to degradation of the compound in the soil.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Hasil Hutan

RESIDU KLORPIRIFOS PADA TAPAK BANGUNAN GEDUNG

YANG MENDAPAT APLIKASI PENGENDALIAN RAYAP

DI PROVINSI DKI JAKARTA

SITI ROSIDAH

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia dan kehendak-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 ini berjudul Residu Klorpirifos pada Tapak Bangunan Gedung yang Mendapat Aplikasi Pengendalian Rayap di Provinsi DKI Jakarta.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Dodi Nandika selaku dosen pembimbing dan Bapak Dr Ir Asep Nugraha Ardiwinata yang telah memberi pemahaman dan saran selama berlangsungnya penelitian. Penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Residu Bahan Agrokimia, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian atas bantuannya selama analisis residu termitisida di laboratorium. Ucapan terima kasih secara khusus disampaikan kepada Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Peredaran dan Pemanfaatan Kayu, Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menggunakan halaman kantor sebagai lokasi pembangunan lantai simulasi. Penulis juga sangat berterima kasih kepada Kementerian Agama yang telah memberikan beasiswa selama penulis melaksanakan studi di IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orangtua, kakak, adik, dan seluruh keluarga serta guru-guru atas segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dari Madrasah Ibtidaiyah Qurtubiyyah, Madrasah Tsanawiyah Al-Hikmah, Sekolah Menengah Atas Al-Atiqiyyah, para mahasiswa Departemen Hasil Hutan angkatan 2011, CSS MoRA IPB angkatan 2011, KMNU IPB, dan teman-teman Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ihya Dramaga atas dukungan, kebersamaan, dan bantuannya selama penulis menjalani studi di IPB.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis sangat menerima segala saran dan masukan untuk perbaikan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan dan Pendekatan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 3

Tempat dan Waktu Penelitian 3

Alat dan Bahan 3

Prosedur Penelitian 3

Pembangunan satuan contoh 3

Pembuatan larutan klorpirifos 4

Aplikasi termitisida 5

Pengambilan contoh tanah 5

Ekstraksi klorpirifos 5

Uji perolehan kembali (recovery test) 6

Analisis residu 6

Analisis karakteristik tanah 6

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 10

LAMPIRAN 12

(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Penampang melintang (a) dan penampang vertikal (b) satuan contoh 4 2 Salah satu satuan contoh yang telah dibangun di lapangan 4 3 Aplikasi larutan klorpirifos pada satuan contoh 5 4 Injeksi larutan klorpirifos hasil ekstraksi pada Gas Chromatography 6 5 Kadar residu klorpirifos di Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta

Selatan satu minggu dan satu bulan setelah aplikasi 7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sebaran lokasi satuan contoh 13

2 Kromatogram kadar residu klorpirifos di Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan satu minggu setelah aplikasi 14 3 Kromatogram kadarresidu klorpirifos di Jakarta Timur, Jakarta Utara,

dan Jakarta Selatan satu bulan setelah aplikasi 16

4 Uji t kadar residu klorpirifos satu minggu setelah aplikasi 18 5 Uji t kadar residu klorpirifos satu bulan setelah aplikasi 19 6 Uji keakuratan metode ekstraksi contoh tanah dengan kinerja Gas

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rayap merupakan salah satu organisme perusak yang mempunyai peranan besar dalam menyebabkan kerusakan pada bangunan (Hamka et al. 2010). Rakhmawati (1995) menyatakan bahwa kerugian ekonomis akibat serangan rayap pada bangunan perumahan di Indonesia pada tahun 2005 diperkirakan mencapai Rp 1.67 triliun. Nilai kerugian tersebut diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pembangunan gedung di berbagai kota di Indonesia. Berdasarkan penelitian Pusat Studi Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor, kerugian rata-rata per tahun yang disebabkan oleh rayap terhadap bangunan publik di Indonesia mencapai Rp 2.8 triliun per tahun dengan kerugian terbesar terjadi di Jakarta yaitu Rp 2.6 triliun (Tarumingkeng 2003). Menurut Nandika etal. (2003) rayap mampu merusak bangunan gedung bahkan menyerang dan merusak benda-benda di dalamnya, seperti dokumen, mebel, listrik, kabel, dan benda-benda berharga lainnya.

Lebih dari 200 spesies rayap ditemukan di Indonesia (Tarumingkeng 1971). Namun dari sekian banyak spesies, ternyata yang paling banyak menimbulkan kerusakan adalah golongan rayap tanah (subterranean termites) (Tambunan dan Nandika 1987). Prasetyo dan Yusuf (2005) menyatakan bahwa rayap tanah merupakan rayap perusak yang menimbulkan tingkat serangan paling ganas. Menurut Kalshoven (1981) rayap tanah Coptotermes curvignatus Holmgren termasuk spesies rayap yang mampu menyesuaikan diri dengan cepat terhadap habitatnya. Indonesia yang beriklim tropis, tentunya menjadi surga dan tempat yang cocok untuk perkembangbiakan rayap tanah ini.

Teknik pengendalian serangan rayap tanah terhadap bangunan gedung yang banyak dilakukan di Indonesia adalah perlakuan tanah (soil treatment). Metode perlakuan tanah terdiri dari perlakuan tanah prakontruksi mengacu pada SNI-03-2404-2000 dan perlakuan tanah pascakonstruksi mengacu pada SNI-03-2405-2000 (BSN SNI-03-2405-2000). Perlakuan tanah prakontruksi dilakukan dengan menyemprot galian pondasi dan lantai tanah dengan larutan kimia (termitisida). Sementara itu perlakuan tanah pascakontruksi dilakukan dengan mengebor sisi-sisi dinding bangunan, kemudian diinjeksikan termitisida. Secara garis besar fungsi dari perlakuan tanah adalah membuat penghalang kimiawi (chemical barrier) antara bangunan dan koloni rayap yang ada di dalam tanah sehingga rayap tidak dapat masuk dan merusak isi bangunan (BSN 2000).

(14)

2

Sampai saat ini di Indonesia belum ada laporan secara ilmiah mengenai standar kadar residu klorpirifos pada tapak bangunan gedung yang telah mendapat aplikasi perlakuan tanah. Akibatnya tidak ada tolak ukur yang baik bagi pemilik gedung untuk menilai kualitas hasil aplikasi klorpirifos ini. Pemilik gedung termasuk pemerintah kesulitan menilai kualitas hasil pekerjaan pengendalian rayap yang umumnya dilakukan oleh perusahaan pengendalian hama (pest control operator). Selain itu kurang mendukung metode pengembangan teknologi perlakuan tanah yang lebih efektif.

Berdasarkan pertimbangan di atas, dirasa perlu untuk melakukan penelitian untuk mengetahui kadar residu klorpirifos yang diaplikasikan pada tanah dalam rangka pengendalian rayap.

Perumusan dan Pendekatan Masalah

Penggunaan klorpirifos sebagai termitisida telah banyak digunakan di Indonesia untuk pengendalian rayap melalui perlakuan tanah. Namun hingga saat ini belum ada standar kadar residu klorpirifos setelah diaplikasikan dalam pengendalian rayap. Hal ini mengakibatkan tidak adanya rujukan yang kredibel dan komprehensif tentang hasil pekerjaan pengendalian rayap berbasis kadar residu termitisida. Padahal laporan mengenai kadar residu klorpirifos ini sangat penting untuk dapat melindungi konsumen dan dapat memberikan masukan kepada aplikator atau perusahaan pest control untuk meningkatkan kinerjanya. Disadari bahwa kadar residu termitisida dalam tanah dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya sifat-sifat tanah, karakteristik termitisida, dan kondisi lingkungan. Adanya penelitian ini diharapkan dapat diketahui kadar residu klorpirifos di tanah setelah aplikasi pengendalian rayap dalam waktu tertentu yang dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar residu klorpirifos di dalam tanah di bawah tapak bangunan gedung satu minggu dan satu bulan setelah aplikasi senyawa tersebut.

Manfaat Penelitian

(15)

3

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan April 2015 sampai Juni 2015 di Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan, Laboratorium Genesis dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Residu Bahan Agrokimia, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu formulasi termitisida berbahan aktif klorpirifos, larutan standar, aseton murni, MgSO4 anhydrat, NaCl, dan contoh tanah. Alat yang digunakan adalah Gas Chromatography Varian 450 dengan kolom kapiler VF 1701 pesticide (30 m × 0.32 mm × 0.25 μm), shaker, oven, aluminium foil, timbangan elektrik, pengaduk, tabung reaksi 10 ml, labu ukur, gelas ukur, pipet, gelas piala, saringan tanah 50 mesh, dan kertas saring Whatman nomor 41.

Prosedur Penelitian

Pembangunan satuan contoh

(16)

4

Gambar 1 Penampang melintang (a) dan penampang vertikal (b) satuan contoh

Gambar 2 Salah satu satuan contoh yang telah dibangun di lapangan

Pembuatan larutan klorpirifos

Termitisida berbahan aktif klorpirifos berformulasi 480 emulsifiable concentrate (EC) diemulsikan dalam air dengan dosis 22 ml/liter (konsentrasi formulasi 2.2%). Hal ini setara dengan konsentrasi bahan aktif 1 %.

(17)

5

Aplikasi termitisida

Aplikasi termitisida dilakukan dengan cara menginjeksikan larutan klorpirifos ke dalam lubang aplikasi dengan dosis dua liter per lubang. Aplikasi termitisida dilakukan menggunakan alat injektor dengan nozzle berlubang empat dan tekanan injeksi 10-30 psi (Gambar 3). Setelah penginjeksian larutan termitisida, seluruh lubang aplikasi ditutup dengan penutup PVC.

Gambar 3 Aplikasi larutan klorpirifos pada satuan contoh

Pengambilan contoh tanah

a. Contoh tanah untuk analisis residu termitisida

Pengambilan contoh tanah dilakukan pada kedalaman ± 0-10 cm dari permukaan tanah (Horizon A) sebanyak ± 50 gram. Contoh tanah dari masing-masing lubang aplikasi dibungkus rapat dengan menggunakan aluminium foil, kemudian dimasukan ke dalam kantung plastik resealable

secara terpisah.

b. Contoh tanah untuk analisis karakteristik tanah

Sebanyak ± 500 gram contoh tanah diambil dari areal di sekitar tapak satuan contoh untuk dianalisis sifat kimianya. Di samping itu diambil pula contoh tanah menggunakan ring tanah (diameter 8.2 cm) pada kedalaman ± 0-20 cm (Horizon A) untuk dianalisis sifat fisiknya.

Ekstraksi klorpirifos

(18)

6

Uji perolehan kembali (recovery test)

Sebelum kadar residu klorpirifos pada contoh tanah dianalisis, terlebih dahulu dilakukan recovery test untuk menjamin keefektifan metode ekstraksi yang digunakan atau validasi terhadap kinerja metode (Komisi Pestisida 1997). Uji

recovery dilakukan dengan cara mengambil 10 gram tanah dari semua contoh tanah hingga didapat contoh tanah ulangan satu, dua, tiga dan kontrol. Ekstraksi dilakukan seperti prosedur ekstraksi klorpirifos, namun contoh tanah di-spike 2 ppm (kecuali kontrol). Setelah itu larutan hasil ekstraksi dianalisis menggunakan metode analisis residu.

Analisis residu

Analisis klorpirifos dilakukan menggunakan Gas Chromatography Varian 450 yang dilengkapi dengan Electron Capture Detector (ECD). Suhu oven secara terprogram adalah 150 oC, 200 oC, dan 250 oC. Sementara itu suhu injektor dan detektor masing-masing 250 oC dan 300 oC. Gas pembawa yang digunakan adalah nitrogen dengan kecepatan alir 28 ml/menit dan split 20%. Volume injeksi adalah 2 µL yang diinjeksikan menggunakan siringe 10 µL (Gambar 4).

Gambar 4 Injeksi larutan klorpirifos hasil ekstraksi pada Gas Chromatography

Analisis karakteristik tanah

Contoh tanah yang tidak mendapat aplikasi termitisida dari masing-masing lokasi penelitian dibawa ke Laboratorium Genesis dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian IPB untuk dianalisis karakteristiknya meliputi kadar air, tekstrur, pH, dan C-organik.

Analisis Data

Kromatogram yang menyajikan luas puncak senyawa klorpirifos pada masing-masing contoh tanah dari masing-masing lokasi dianalisis untuk mengetahui kadar residu menggunakan rumus sebagai berikut :

(19)

7 Keterangan :

R = Residu termitisida (ppm) Sx = Area contoh

Cs = Konsentrasi standar (ppm) Ss = Area standar

Ev = Volume ekstrak (ml)

W = Bobot contoh yang diekstraksi (gram)

Data kadar residu klorpirifos dianalisis menggunakan uji t dengan nilai signifikansi berdasarkan α = 0.05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar residu klorpirifos di Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan satu minggu setelah aplikasi masing-masing mencapai 6.555 ± 0.933 ppm, 4.244 ± 1.862 ppm, dan 8.701 ± 0.597 ppm. Sementara itu kadar residu klorpirifos satu bulan setelah aplikasi di ketiga lokasi tersebut menurun masing-masing menjadi 3.745 ± 0.400 ppm, 0.885 ± 0.362 ppm, dan 3.565 ± 0.730 ppm (Gambar 5). Hasil uji beda menunjukkan bahwa kadar residu klorpirifos satu minggu setelah aplikasi di Jakarta Timur lebih rendah dibandingkan dengan Jakarta Selatan (p<0.05), sedangkan antara Jakarta Timur dan Jakarta Utara, serta antara Jakarta Utara dan Jakarta Selatan tidak berbeda nyata. Sementara itu kadar residu klorpirifos satu bulan setelah aplikasi di Jakarta Utara lebih rendah dibandingkan dengan Jakarta Timur dan Jakarta Selatan (p<0.05), sedangkan antara Jakarta Timur dan Jakarta Selatan tidak berbeda nyata.

Gambar 5 Kadar residu klorpirifos di Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan satu minggu dan satu bulan setelah aplikasi

(20)

8

Kadar residu klorpirifos pada penelitian kali ini terlalu rendah untuk aplikasi pengendalian rayap jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dengan konsentrasi bahan aktif yang sama yaitu 1% (10 000 ppm). Kadar residu klorpirifos satu minggu setelah aplikasi di tiga lokasi penelitian memiliki rentang 4-8 ppm, sedangkan penelitian sebelumnya memiliki rentang 1 400-2000 ppm (Gold et al. 1996) dan 100-400 ppm (Horwood 2007). Rendahnya kadar residu klorpirifos pada penelitian kali ini diduga disebabkan oleh penggunaan larutan standar klorpirifos yang terlalu rendah (0.125 ppm), waktu pengocokan campuran yang terlalu sebentar, penggunaan pelarut yang kurang tepat (sebaiknya menggunakan asetonitril bukan aseton), dan penggunaan detektor pada GC. Detektor Flame Photometric Detector (FPD) lebih baik digunakan pada penelitian ini dibandingkan dengan Electron Capture Detector (ECD). Menurut para ahli peneliti residu, FPD lebih sensitif dalam mendeteksi klorpirifos pada GC dibandingkan dengan ECD. Hal ini dapat disimpulkan bahwa metode ekstraksi yang digunakan masih belum tepat meskipun dalam hasil uji recovery

menunjukkan bahwa metode ekstraksi cukup akurat (persen recovery 86%, 95%, dan 82%). Klorpirifos tidak terekstrak dengan baik karena penggunaan pelarut yang kurang tepat dan penggunaan larutan standar yang terlalu kecil diduga menyebabkan hasil perhitungan kadar residu menjadi rendah. Jika melihat hasil penelitian kali ini diduga rayap akan mampu menembus tanah yang telah diaplikasikan klorpirifos karena kadar residu yang cukup rendah. Sebaliknya rayap tidak mampu menembus tanah yang diaplikasi jika kadar residu klorpirifosnya seperti pada penelitian Gold et al. (1996) dan Horwood (2007).

Kadar residu klorpirifos mengalami penurunan pada periode satu minggu sampai satu bulan. Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa termitisida mengalami penurunan atau terdegradasi setelah diaplikasikan pada tanah (Battala et al 2012, Baskaran et al. 1999, Horwood 2007, dan Gold et al. 1996). Penurunan kadar residu klorpirifos di Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan pada periode satu minggu sampai satu bulan masing-masing mencapai 43%, 79%, dan 59%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan karakteristik tanah di tiga lokasi penelitian (Tabel 1). Oleh sebab itu penurunan kadar residu klorpirifos di masing-masing lokasi diduga dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik tanah di ketiga lokasi tersebut. Hal ini sejalan dengan Baskaran (1999) dan Battala etal. (2012) yang menyatakan bahwa menurunnya kadar residu klorpirifos di lapangan dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya karakteristik tanah, kondisi lingkungan, dan tingkat aplikasi termitisida.

Tabel 1Karakteristik kimia dan fisik tanah di masing-masing lokasi

(21)

9 Kamble (2006) menyatakan bahwa pH tanah sangat berpengaruh terhadap kinerja termitisida karena pH mempengaruhi kecepatan degradasi termitisida di dalam tanah. Namun demikian nilai pH yang relatif homogen di tiga lokasi penelitian diduga kurang berpengaruh terhadap perbedaan kadar residu klorpirifos. Battala et al. (2012) menyatakan bahwa termitisida cenderung stabil pada pH tanah netral. Menurut Beverly (2012) pH tinggi (basa) menyebabkan terjadinya hidrolisis alkalin yang merupakan mekanisme utama terjadinya degradasi termitisida. Hasil penelitian Battala et al. (2012) menunjukkan bahwa malathion, termitisida golongan organofosfat, lebih stabil pada tanah kondisi asam daripada kondisi basa. Pada pH 8.5, degradasi malathion berlangsung lebih cepat. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa hidrolisis alkalin (kondisi basa) merupakan mekanisme utama terjadinya degradasi malathion.

Tingginya kandungan C-organik di Jakarta Utara diduga berpengaruh terhadap rendahnya residu klorpirifos di lokasi tersebut. Bahkan tingginya kandungan C-organik tersebut diduga menyebabkan tingginya laju penurunan klorpirifos pada periode satu minggu sampai satu bulan. Shahgoli dan Ahangar (2014) menyatakan bahwa kandungan C-organik tanah lebih dari 1 % akan meningkatkan aktivitas mikroba dalam mendegradasi termitisida. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Gold et al. (1996) yang menujukkan bahwa residu klorpirifos di Dallas (C-organik 3.9%), Corpus Christi (C-organik 1.35%), dan College Station (C-organik 1.2%) setelah empat tahun aplikasi masing-masing hanya 0.65%, 0.025% dan 0.08%. Sementara itu di Lubbock (C-organik 0.8%) dan Overton (C-organik 0.8%) residu klorpirifosnya masing-masing mencapai 11.5% dan 16%. Hasil penelitian sejalan pula dengan Baskaran etal. (2003) yang menyatakan bahwa kinerja klorpirifos di dalam tanah berhubungan kuat dengan kandungan C-organik.

Tabel 1 menunjukkan pula bahwa kandungan pasir di Jakarta Utara lebih tinggi dibandingkan dengan dua lokasi lainnya. Hal ini berperan pula dalam tingginya penurunan residu di lokasi tersebut. Beverly (2012) menyatakan bahwa partikel pasir memberikan luas permukaan yang kurang untuk penyerapan termitisida, membuat pestisida lebih mungkin untuk menjauh dari titik aplikasi. Tingginya kandungan pasir dapat mempercepat penyerapan klorpirifos sehingga termitisida ini tidak terikat pada permukaan atau bagian tanah dekat permukaan, akan tetapi lebih banyak meresap ke bagian tanah yang lebih dalam. Sementara itu pengambilan contoh tanah pengujian hanya sampai kedalaman ± 10 cm. Hal inilah yang mengindikasikan bahwa pada tanah yang diuji residu klorpirifosnya lebih sedikit. Penelitian sebelumnya (Horwood 2007) menyatakan bahwa pada kedalaman 0-15 cm konsentrasi klorpirifos dan fipronil di Narrandera (Australia) mengalami penurunan sebesar 76% dan 72% dari konsentrasi awal. Sedangkan pada kedalaman 15-45 cm konsentrasi kedua termitisida tersebut hampir mendekati konsentrasi awal.

(22)

10

Terbatasnya transfer oksigen pada kadar air yang tinggi ini dapat mempercepat degradasi pestisida.

Diketahui bahwa curah hujan di Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan selama periode bulan April dan Mei masing-masing sebesar 160.7 mm dan 129.0 mm, 96.7 mm dan 75.0 mm, serta 204.2 mm dan 62.5 mm (BMKG 2015). Curah hujan di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan lebih besar dibandingkan dengan Jakarta Utara. Namun demikian tingginya kandungan liat di dua lokasi tersebut (Tabel 1) dan kondisi tanah yang tertutup mortel diduga mengurangi proses pencucian pada termitisida, sehingga kadar residu klopirifosnya masih lebih tinggi dibandingkan dengan Jakarta Utara. Maka dari itu pada penelitian kali ini curah hujan diduga berpengaruh terhadap penurunan kadar residu di tiga lokasi penelitian namun kurang berpengaruh terhadap rendahnya kadar residu klorpirifos di Jakarta Utara.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kadar residu klorpirifos pada tapak bangunan gedung yang mendapat aplikasi perlakuan tanah di Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan satu minggu setelah aplikasi masing-masing mencapai 6.555 ± 0.933 ppm, 4.244 ± 1.862 ppm, dan 8.701 ± 0.597 ppm. Sementara itu satu bulan setelah aplikasi kadar residu tersebut mengalami penurunan yang signifikan yaitu masing-masing sebesar 43%, 79% dan 59%. Rendahnya kadar residu klorpirifos di Jakarta Utara diduga dipengaruhi oleh C-organik, pasir, dan kadar air tanah yang tinggi di lokasi tersebut.

Saran

Perlu dibuat standar kadar residu termitisida berbahan aktif klorpirifos pada tapak bangunan gedung yang mendapat aplikasi perlakuan tanah di Provinsi DKI Jakarta. Dengan adanya standar residu tersebut pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak hanya dapat melakukan pengawasan terhadap tata cara pengendalian rayap pada bangunan gedung yang dikelolanya, namun juga dapat melakukan penilaian terhadap kadar residu termitisida yang telah diaplikasikan pada tapak bangunan gedung tersebut. Selain itu perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai residu termitisida berbahan aktif klorpirifos dan bahan aktif lain dengan waktu pengujian lebih lama pada berbagai karakteristik tanah.

DAFTAR PUSTAKA

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2015. Pelayanan jasa informasi klimatologi informasi unsur iklim bulanan. Jakarta : BMKG.

(23)

11 Anastassiades M, Lehotay SJ, Stajnbaher D, Schenck FJ. 2003. Fast and easy multiresidue method employing acetonitrile extraction/partitioning and

“dispersive solid phase extraction” for the determination of pesticide

residues in produce. Journal of AOAC International. 86(2):412-431.

Baskaran S, Kookana RS, Naidu R. 1999. Degradation of bifenthrin, chlorpyrifos and imidacloprid in soil and bedding materials at termiticidal application rates. Journal of Pesticide Science. 55:1222-1228.

________. 2003. Contrasting behaviour of chlorpyrifos and its primary metabolite, TCP (3,5,6-trichloro-2- pyridinol), with depth in soil profiles. Australian Journal of Soil Research. 41:749-760.

Battala G, Yadamari T, Korivi SK, Gunjala RN, Singhal RK. 2012. Study on degradation of malathion and phorate invarious environmental matrices.

African Journal of Environmental Science and Technology. 6(5):224-228. Beverly AW (2012). Factors Affecting Performance of Soil Termiticides,

Insecticides - Basic and Other Applications. Dr Sonia Soloneski, editor. [Internet]. [diunduh 2015 April 17]; ISBN: 978-953-51-0007-2, InTech. Tersedia pada: http://www.intechopen.com/books/insecticides-basic-and-other-applications/factors-affecting-performance-ofsoil-termiticides.

Gold RE, Howell HN, Pawson JM, Wright MS, and Lutz JC. 1996. Evaluation of termiticide residues and bioavailability from five soil types and locations in Texas. In KB Wildey, Proceedings of the 2nd International Conference on Insect Pests in the Urban Environment, Edinburgh, Scotland. BPC Wheatons, Exeter, UK. pp. 467-484.

Hamka, Muhsin, Saldi. 2010. Pemanfaatan ekstrak tanaman tahi ayam (Lantana camara L) sebagai bahan pengawet kayu pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) untuk mencegah serangan rayap tanah Coptotermes Sp. Laporan Akhir PKPM. Universitas Tadulako Palu [Internet] [diunduh 2015 Agustus 12]. Tersedia pada http://www.tadulako.org/publikasi/pdf.

Horwood MA. 2007. Rapid degradation of termiticides under field conditions.

Australian Journal of Entomology 46:75–78.

Kalshoven LGE. 1981. Serangga Tanaman di Indoesia. Vaanderlaan, penerjemah. Jakarta (ID): PT Ichtiar Baru Van Hoeve. Terjemahan dari : Pest of Crops in Indonesia.

Kamble ST. 2006. Fate of insecticides used for temite control in soil. Lap. Nebraska. Household Pests No. 1260.

Komisi Pestisida. 1997. Metode Pengujian Residu Pestisida dalam Hasil Pertanian. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.

Lemus R, Abdelghani A. 2000. Chlorpyrifos: an unwelcome pesticide in our homes. Rev. Journal of Environment Health. 15:421–433.

Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap, Biologi, dan Pengendalian.

Surakarta (ID): Muhammadiyah University Pr.

Prasetyo KW, Yusuf S. 2005. Mencegah dan Membasmi Rayap Secara Ramah Lingkungan & Kimiawi. Bogor (ID): Agromedia Pustaka.

Rakhmawati D. 1995. Prakiraan kerugian ekonomis akibat serangan rayap pada bangunan perumahan di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(24)

12

Styarini D. 2012. Studi penambahan (Spiking) analit (α-endosulfan dan bifentrin) dan proses homogenisasi pada pengembangan bahan acuan pestisida dalam teh hitam [tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

Sun F, Chen HS. 2008. Monitoring of pesticide chlorpyrifos residue in farmed fish: Investigation of possible sources. Journal of Taiwan Agriculture Chemical and Toxic Substance Research Institute. 71:1866-1869.

Tambunan B, Nandika D. 1987. Deteriorasi Kayu Oleh Faktor Biologis. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Pr.

Tarumingkeng RC. 1971. Biologi dan pengenalan rayap perusak kayu indonesia. Lap. Bogor. LPPK No. 138. 28 p.

(25)
(26)

14

Lampiran 2 Kromatogram kadar residu klorpirifos di Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan satu minggu setelah aplikasi

2.1 Kromatogram kadar residu klorpirifos di Jakarta Timur

(27)

15

(28)

16

Lampiran 3 Kromatogram kadarresidu klorpirifos di Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan satu bulan setelah aplikasi

3.1 Kromatogram kadar residu klorpirifos di Jakarta Timur

(29)

17

(30)

18

Lampiran 4 Uji t kadar residu klorpirifos satu minggu setelah aplikasi

4.1 Uji t kadar residu klorpirifos antara Jakarta Timur dan Jakarta Utara N Mean StDev SE Mean

Jakarta Timur 3 6.555 0.933 0.54 Jakarta Utara 3 4.24 1.86 1.1

Difference = mu (Jakarta Timur) - mu (Jakarta Utara) Estimate for difference: 2.31

95% CI for difference: (-2.86; 7.48)

T-Test of difference = 0 (vs not =): P-Value = 0.194*

4.2 Uji t kadar residu klorpirifos antara Jakarta Timur dan Jakarta Selatan N Mean StDev SE Mean

Jakarta Timur 3 6.555 0.933 0.54 Jakarta Selatan 3 8.702 0.597 0.34

Difference = mu (Jakarta Timur) - mu (Jakarta Selatan) Estimate for difference: -2.146

95% CI for difference: (-4.182; -0.111)

T-Test of difference = 0 (vs not =): P-Value = 0.044**

4.3 Uji t kadar residu klorpirifos antara Jakarta Utara dan Jakarta Selatan N Mean StDev SE Mean

Jakarta Utara 3 4.24 1.86 1.1 Jakarta Selatan 3 8.702 0.597 0.34

Difference = mu (Jakarta Utara) - mu (Jakarta Selatan) Estimate for difference: -4.46

95% CI for difference: (-9.31; 0.40)

T-Test of difference = 0 (vs not =): P-Value = 0.059*

*

(31)

19 Lampiran 5 Uji t kadar residu klorpirifos satu bulan setelah aplikasi

5.1 Uji t kadar residu klorpirifos antara Jakarta Timur dan Jakarta Utara N Mean StDev SE Mean

Jakarta Timur 3 3.745 0.400 0.23 Jakarta Utara 3 0.885 0.362 0.21

Difference = mu (Jakarta Timur) - mu (Jakarta Utara) Estimate for difference: 2.860

95% CI for difference: (1.868; 3.851)

T-Test of difference = 0 (vs not =): P-Value = 0.003**

5.2 Uji t kadar residu klorpirifos antara Jakarta Timur dan Jakarta Selatan N Mean StDev SE Mean

Jakarta Timur 3 3.745 0.400 0.23 Jakarta Selatan 3 3.565 0.730 0.42

Difference = mu (Jakarta Timur) - mu (Jakarta Selatan) Estimate for difference: 0.180

95% CI for difference: (-1.350; 1.710)

T-Test of difference = 0 (vs not =): P-Value = 0.733*

5.3 Uji t kadar residu klorpirifos antara Jakarta Utara dan Jakarta Selatan N Mean StDev SE Mean

Jakarta Utara 3 0.885 0.362 0.21 Jakarta Selatan 3 3.565 0.730 0.42

Difference = mu (Jakarta Utara) - mu (Jakarta Selatan) Estimate for difference: -2.680

95% CI for difference: (-4.705; -0.654)

T-Test of difference = 0 (vs not =): P-Value = 0.030**

*

(32)

20

Lampiran 6 Uji keakuratan metode ekstraksi contoh tanah dengan kinerja Gas Chromatography (recovery test)

Contoh tanah

∑spike

(ppm)

Volume spike

(μL) yangditemukan Konsentrasi (ppm)

Recovery (%)

U1 2 2 1.7 86*

U2 2 2 1.9 95*

U3 2 2 1.6 82*

*

(33)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada hari sabtu, tepatnya tanggal 29 November 1991 sebagai anak ke-lima dari sepuluh bersaudara pasangan H Ikhlas Sutari dan Nining Syurol Khoerani. Penulis memulai pendidikan formal di Madrasah Ibtidaiyah Al-Qurtubiyyah, kemudian melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Al-Hikmah. Setelah itu penulis menuntut ilmu di Sekolah Menengah Atas Al-Atiqiyyah Kecamatan Bojonggenteng, Kabupaten Sukabumi.

Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Al-Atiqiyyah dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Kementerian Agama Republik Indonesia atau Beasiswa Utusan Daerah (BUD) sponsor Kementerian Agama RI. Penulis diterima kuliah di IPB dengan Program Studi/Mayor Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama perkuliahan penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai staf Departemen Sosial Lingkungan Badan Eksekutif Mahasiwa Fakultas Kehutanan (BEM E), Sekretaris Departemen Informasi dan Komunikasi

Community of Santri Scholar of Ministry of Religious Affair (CSS MoRA IPB), staf Divisi Eksternal Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU IPB), staf Divisi Pengembangan Internal PC Sylva IPB, dan Local Committee of Indonesian Green Action Forum.

Selama studi penulis juga telah melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Pangandaran, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), serta melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Intracawood Manufacturing Tarakan, Kalimantan Utara. Selain itu penulis juga aktif mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2014 dan 2015 hingga penulis beserta rekan satu kelompoknya meraih medali emas dan perak dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional 2014 di Semarang kategori PKM Kewirausahaan.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Residu Klorpirifos pada Tapak Bangunan Gedung yang Mendapat Aplikasi Pengendalian Rayap di Provinsi DKI Jakarta yang dibimbing oleh Prof Dr Ir Dodi Nandika, MS.

Gambar

Gambar 2 Salah satu satuan contoh yang telah dibangun di lapangan
Gambar 3 Aplikasi larutan klorpirifos pada satuan contoh
Gambar 4 Injeksi larutan klorpirifos hasil ekstraksi pada Gas Chromatography
Gambar 5 Kadar residu klorpirifos di Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan satu minggu dan satu bulan setelah aplikasi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Nama lokal Penjalin wuluh Rotan cacing Hoe leules Hoe lilin Hoe belubuk Penjalin bakul Penjalin legi Rotan sepet Hoe cacing Hoe peuteuy Hoe cacing Hoe korod Hoe korot Hoe seel

Mulai tahun 2013, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30 tahun 2012 tentang Tata Cara Pengelolaan Dana Cadangan Penjaminan Dalam Rangka

Kasus ini dapat menyebabkan penyakit Weil atau leptospirosis berat yang memberikan klinis ikterus dan bila tidak diberikan terapi dengan cepat dan tepat maka akan berakibat

Berdasarkan pemakaian aturan-aturan inferen ini, maka kedua sistem akan dibandingkan dengan menggunakan parameter pembanding berupa jumlah langkah deduksi yang

Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah PTK (penelitian tindakan kelas) dengan menggunakan dua siklus. pendekatan ini bersifat deskriptif dan

[r]

Alasan tersebut antara lain karena perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya, kurang menganggap penting kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan pendidikan

Bahan abrasif digunakan pada pasta gigi pemutih untuk mengeluarkan stain ekstrinsik dengan meminimalisir kerusakan struktur dan jaringan gigi geligi, termasuk kekerasan