• Tidak ada hasil yang ditemukan

Clustering Jamur Asterinaceae Menggunakan Metode K-Means

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Clustering Jamur Asterinaceae Menggunakan Metode K-Means"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

CLUSTERING

JAMUR

ASTERINACEAE

MENGGUNAKAN

METODE

K-MEANS

RADHEN INTHAN LEOTHRIANSARI VUTACO

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Clustering Jamur

Asterinaceae Menggunakan Metode K-Means adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

(4)

ABSTRAK

RADHEN INTHAN LEOTHRIANSARI VUTACO. Clustering Jamur

Asterinaceae Menggunakan Metode K-Means. Dibimbing oleh SRI NURDIATI

dan AZIZ KUSTIYO.

Jamur merupakan salah satu tanaman yang banyak dibudidaya oleh para petani di daerah dataran tinggi. Jamur adalah makhluk hidup eukariota yang bersifat heterotrof, yaitu menyerap zat organik dari lingkungannya sehingga hidupnya bersifat parasit dan saprofit. Keanekaragaman jenis jamur ini menyebabkan kesulitan untuk membedakan antara jenis yang satu dengan yang lainnya. Sebelum mengenali jenis jamur dalam hal ini adalah jamur taksa Australia Asterinaceae, diperlukan suatu pengelompokan atau clustering agar dapat dikenali berdasarkan cirinya. Dalam pengelompokan jamur ini, ciri yang dimiliki dikonversi ke dalam bentuk biner. Clustering jamur dengan metode

K-Means kemudian digunakan. Dalam clustering ini terdapat tiga tahapan utama,

yaitu normalisasi, metode K-Means, dan penghitungan Indeks Davies Bouldin. Penelitian ini mendapatkan clustering terbaik pada jumlah cluster 10.

Kata kunci:Indeks Davies Bouldin, jamur Asterinaceae, K-Means.

ABSTRACT

RADHEN INTHAN LEOTHRIANSARI VUTACO. Clustering Fungus Asterinaceae Using K-Means Methods. Supervised by SRI NURDIATI and AZIZ KUSTIYO.

Fungi are one of the many cultivated crops by farmers in upland areas. Fungi are beings who are heterotrophic eukaryotes, which absorbs organic matter from the environment so that his life is parasitic and saprophyte. Diversity of these fungi cause difficulty to distinguish between one type and another. Before identifying fungi taxa Asterinaceae Australia, a grouping or clustering method is required to recognize the fungi by their characteristics. In grouping these fungi, characteristics possessed are first converted into binary form. K-Means clustering method is then utilized. There are three main stages for the clustering purpose, namely normalization, K-Means method, and Davies Bouldin Index calculation. The results show that the best clustering is obtained with 10 clusters.

(5)

i

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer

pada

Departemen Ilmu Komputer

CLUSTERING

JAMUR

ASTERINACEAE

MENGGUNAKAN

METODE

K-MEANS

RADHEN INTHAN LEOTHRIANSARI VUTACO

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

ii

(7)

iii

Disetujui oleh:

Dr Ir Sri Nurdiati, MSc Aziz Kustiyo, SSi, MKom Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh:

Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

Judul Skripsi : Clustering Jamur Asterinaceae Menggunakan Metode K-Means Nama : Radhen Inthan Leothriansari Vutaco

(8)

iv

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam tidak lupa penulis curahkan kepada Nabi Besar Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam, keluarga, sahabat, serta umatnya hingga akhir zaman. Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang penulis lakukan sejak Oktober 2011 hingga Oktober 2013. Judul yang dipilih dalam penelitian ialah Clustering Jamur Asterinaceae Menggunakan Metode K-Means.

Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian ini, yaitu:

1 Ayahanda Amin Fauzi, ST, Ibunda Aisyah, Suami Indra Permana, Bidadari kecil bunda Kayla Dzakirah Almahyra, Kakak R.Anthon.NV, dan Adik R.Enthan.DV yang telah memberikan cinta, kasih sayang, doa, semangat, serta dukungan yang begitu berharga.

2 Ibu Dr. Ir. Sri Nurdiati, MSc dan Bapak Aziz Kustiyo, SSi, MKom selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran, masukan dan dukungan kepada penulis.

3 Dosen penguji, Bapak Muhammad Asyhar Agmalaro, SSi, MKom atas saran dan bimbingannya.

4 Rekan-rekan Alih Jenis Ilmu Komputer angkatan 4, atas kerjasamanya selama penelitian.

5 Rekan-rekan Badan Kepegawaian Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, khususnya Sub Bidang Data Kepegawaian atas pengertian dan kerjasamanya.

6 Para sahabat: Sri Rahayu Natasia, Nina Maria Priyatina dan Aokiriduan Hayyi telah berbagi ilmu dan pengetahuan serta dorongan semangat selama pengerjaan skripsi.

7 Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari dalam tugas akhir ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Harapan penulis semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat untuk pihak-pihak terkait.

Bogor, Februari 2014

(9)

v

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 1

Asterinaceae 1

K-Means 2

Indeks Davies Bouldin 2

METODE PENELITIAN 3

Pengumpulan Data Ciri Jamur 3

Praproses Data 4

Clustering Menggunakan Metode K-Means 4

Analisis Hasil Clustering 4

Lingkungan Implementasi 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Pengumpulan Data Ciri Jamur 5

Praproses Data 5

Clustering Menggunakan Metode K-Means 6

Analisis Hasil Clustering 7

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

(10)

vi

DAFTAR TABEL

1 Hasil pengamatan Indeks Davies Bouldin 6

2 Hasil clustering dengan 3 cluster 7

3 Perbandingan kelas Asterinaceae berdasarkan Rahayu (1992) dengan hasil

clustering (k=3) 8

4 Hasil clustering dengan 5 cluster 9

5 Perbandingan kelas Asterinaceae berdasarkan Rahayu (1992) dengan hasil

clustering (k=5) 10

6 Perbandingan kelas Asterinaceae berdasarkan Rahayu (1992) dengan hasil

clustering (k=10) 11

7 Hasil clustering dengan 10 cluster 10

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram tahapan proses penelitian 3

2 Diagram pengamatan Indeks Davies Bouldin 7

3 Diagram banyaknya perbedaan hasil clustering 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel fitur ciri 14

2 Kode fitur ciri 17

3 Nilai varians dari masing-masing cluster 20

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Asterinaceae merupakan salah satu cendawan yang hidup di permukaan daun. Di seluruh dunia telah dikenal sebanyak 336 spesies Asterinaceae (Kirk et

al. 2008). Rahayu (1992) telah mendeskripsikan 135 spesies Asterinaceae asal

Australia. Spesies ini dibangun berdasarkan 116 ciri morfologi. Ciri-ciri yang terdapat pada setiap spesies tersebut terkadang memiliki kemiripan yang menyebabkan beberapa spesies tersebut saling terkait satu sama lain. Banyaknya fitur yang dimiliki oleh jamur yang sebagian fitur antar-jamur tersebut memiliki ciri yang hampir sama, membuat jamur-jamur tersebut harus dikelompokkan menurut kesamaan ciri fiturnya.

Penerapan clustering menggunakan metode K-Means diharapkan dapat meminimalisasikan objective function yang di-setting dalam proses clustering, yang pada umumnya berusaha meminimalkan variasi di dalam suatu cluster dan memaksimalkan variasi antar-cluster.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengimplementasikan metode K-Means dalam clustering data jamur Asterinaceae dan memperoleh kesamaan karakteristik antar- jamur dari hasil clustering menggunakan K-Means.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan clustering jamur Asterinaceae secara tepat dan konsisten untuk mengenali jenis jamur serta dapat membantu pihak terkait dalam menganalisis dan mengelompokkan jamur Asterinaceae berdasarkan kesamaan karakteristiknya. Penelitian ini juga diharapkan nantinya dapat dijadikan tahapan praproses klasifikasi untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada data jamur Asterinaceae yang akan digunakan yaitu merupakan data penelitian Rahayu (1992). Data ini terdiri atas 116 fitur ciri dan 135 spesies jamur.

TINJAUAN PUSTAKA Asterinaceae

(12)

2

telah dideskripsikan. Pengelompokan spesies cendawan tersebut dilakukan berdasarkan morfologinya. Asterinaceae merupakan salah satu cendawan yang hidup di permukaan daun. Di seluruh dunia telah dikenal 336 spesies Asterinaceae (Kirk et al. 2008). Rahayu (1992) telah mendeskripsikan 135 spesies Asterinaceae asal Australia.

K-Means

K-Means merupakan algoritme clustering yang digunakan untuk klasifikasi atau mengelompokkan objek berdasarkan atribut atau fitur ke dalam sejumlah k kelompok (Teknomo 2006b). Algoritme ini dikembangkan oleh MacQueen pada tahun 1967. Metode K-Means ini secara umum dilakukan dengan algoritme dasar sebagai berikut:

1 Tentukan jumlah cluster.

2 Alokasikan data ke dalam cluster secara random.

3 Hitung centroid dari data yang ada di masing-masing cluster. 4 Alokasikan masing-masing data ke centroid terdekat.

5 Kembali ke langkah 3, apabila masih ada data yang berpindah cluster.

Indeks Davies Bouldin

Indeks Davies Bouldin (IDB) digunakan untuk mengukur validasi hasil clustering sehingga menghasilkan IDB terbaik. IDB terbaik adalah yang mempunyai nilai minimum atau terkecil. Pengukuran dengan IDB ini memaksimalkan jarak inter-cluster antara cluster Ci dan Cj dan pada waktu yang sama mencoba untuk meminimalkan jarak antartitik dalam sebuah cluster. Jika jarak inter-cluster maksimal berarti kesamaan karakteristik antar-masing-masing cluster sedikit sehingga perbedaan antar-cluster terlihat lebih jelas. Jika jarak intra-cluster minimal berarti masing-masing objek dalam cluster tersebut memiliki tingkat kesamaan karakteristik yang tinggi. Adapun jarak intra-cluster

Sc(Qk) dalam cluster Qk dapat dihitung sebagai berikut:

dengan Nk adalah banyak titik yang termasuk dalam cluster Qk dan Ck adalah centroid dari cluster Qk. Jarak inter-cluster didefinisikan:

dengan Ck dan Cl adalah centroid cluster k dan cluster l. Di lain pihak, Indeks Davies Bouldin didefinisikan:

(13)

3

dengan nc adalah banyak cluster. Skema clustering yang optimal menurut Indeks

Davies Bouldin ialah yang memiliki Indeks Davies Bouldin minimal (Salazar et

al. 2002).

METODE PENELITIAN

Secara garis besar penelitian ini dilaksanakan dalam lima tahapan, yaitu (1) pengumpulan data ciri jamur, (2) praproses data, (3) clustering menggunakan metode K-Means, (4) analisis hasil clustering. Ilustrasi tahapan proses penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram tahapan proses penelitian

Pengumpulan Data Ciri Jamur

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data cendawan famili Asterinaceae. Data cendawan ini merupakan hasil penelitian dari Rahayu (1992), Departemen Biologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Data tersebut didapat dengan menganalisis Asterinaceae yang menumpang pada tanaman indung (host).

Data pada penelitian Rahayu (1992) memiliki 116 fitur ciri dari 135 spesies jamur. Dari 116 fitur ciri, ada 12 fitur ciri yang merupakan data kontinu, serta 104 fitur ciri yang merupakan data nominal dan ordinal.

Praproses Data

(14)

4

x 100% Di =

nominal saja. Data numerik ini ditiadakan dengan pertimbangan jumlah data numerik hanya terdapat pada 12 fitur ciri. Pada tahap ini dilakukan pengkodean terhadap data. Pengkodean ini dilakukan untuk memudahkan perhitungan jarak antartitik.

Clustering Menggunakan Metode K-Means

Algoritme K-Means dimulai dengan menentukan jumlah k centroid sesuai kebutuhan user. Setiap objek diukur jaraknya ke semua centroid. Pengelompokan dilakukan berdasarkan jarak minimum objek ke salah satu centroid cluster. Penghitungan jarak pada data nominal digunakan fungsi jarak Hamming (Hamming distance) dengan rumus berikut (Teknomo 2006a):

0 jika xi = y 1 selainnya

Setelah didapatkan banyak data yang bernilai 1, maka dihitung persentasenya dengan rumus:

Banyak data

Total seluruh data

Setelah cluster diperoleh, dilakukan penghitungan ulang centroid dengan mencari nilai tengah dari setiap komponen satu cluster. Setelah didapatkan

centroid baru, jarak objek dengan centroid kembali dihitung. Iterasi pada

algoritme K-Means akan berhenti apabila centroid cluster tidak berubah atau anggota cluster tetap sama.

Hasil clustering yang diperoleh menggunakan metode K-Means divalidasi dengan menggunakan Indeks Davies Bouldin (IDB). Clustering dengan hasil IDB terbaik tersebut merupakan yang paling baik dalam pengelompokan jamur Asterinaceae ini.

Analisis Hasil Clustering

Tahap ini merupakan tahapan yang memperlihatkan representasi terhadap cluster yang sudah divalidasi. Representasi tersebut memperlihatkan karakteristik masing-masing cluster dan centroid dari cluster yang diolah menggunakan metode K-Means sehingga diperoleh informasi penting mengenai karakteristik alami data. Informasi penting yang tersembunyi dari hasil cluster diharapkan bermanfaat sehingga dapat diperoleh penanganan terhadap cluster yang bersangkutan.

Lingkungan Implementasi

Lingkungan implementasi yang digunakan sebagai berikut: Perangkat Keras:

- Processor Intel Core 2 Duo

- RAM kapasitas 2 GB

(15)

5

Perangkat lunak:

- Sistem Operasi Microsoft Windows 7 Ultimate - MATLAB R2008b

- Microsoft Excel 2007

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan Data Ciri Jamur

Data fitur ciri Asterinaceae terlampir pada Lampiran 1. Data tersebut merepresentasikan ciri pembeda antara spesies dan cara pengkodean ciri. Sebagai contoh, kolom ‘colonies’ terdiri atas 3 kategori pembeda yaitu occurance,

distribution, dan outline. Occurance terdiri atas 2 sub kategori pembeda yaitu

epigenous dan hypogenous, dan keduanya dikodekan dengan 1 atau 0, dengan 1

merepresentasikan present (ada), dan 0 merepresentasikan absent (tidak ada). Contoh rentetan kode dari Asterina cordylines sebagai representasi data nominal dapat diartikan sebagai berikut: epigenous ada, hypogenous ada, distribution

singular dan confluent ada, outlines orbicular absent, irregular ada, maka bisa

ditulis dengan: 1,1,1,1,0,1. Untuk data kode karakter dapat dilihat pada Lampiran 2.

Praproses Data

Tahapan praproses data merupakan tahapan lanjutan setelah tahapan pengumpulan data selesai. Pengkodean dilakukan pada tahap ini. Jamur yang memiliki ciri yang hanya terdiri atas 2 subkategori fitur ciri mudah untuk direpresentasikan, sedangkan jamur yang memiliki ciri yang terdiri atas 3 atau lebih subkategori memerlukan proses lebih lanjut untuk merepresentasikannya.

Misalnya, pada ciri ‘hyphae’ terdapat kategori ‘arrangement’ yang memiliki 4 sub

kategori yang masing-masing subkategori memiliki 4 atribut. Keempat atribut tersebut pada mulanya diberi simbol angka bilangan real, kemudian diubah menjadi bilangan biner yang terdiri atas 3 digit. Hasil salah satu terjemahannya diterjemahkan ke biner menjadi

1 → 0 0 1

2 → 0 1 0

3 → 0 1 1

4 → 1 1 1

(16)

6

kategori ini mengakibatkan jumlah kolom yang tadinya hanya berjumlah 104 kolom berubah menjadi 223 kolom.

Clustering Menggunakan Metode K-Means

Clustering hasil dari praproses data dilakukan dengan menerapkan algoritme

K-Means. Jumlah cluster yang diinginkan dalam algoritme ini menjadi hal

pertama yang ditentukan. Penelitian ini menggunakan 3 cluster. Percobaan pertama dengan menggunakan 3 cluster, percobaan kedua menggunakan 5 cluster, dan percobaan ketiga menggunakan 10 cluster. Selanjutnya, ditentukan centroid lalu dihitung jarak setiap dokumen terhadap setiap centroid dengan jarak

Hamming. Setelah jarak Hamming dari masing-masing karakteristik jamur

didapat, langkah selanjutnya adalah mencari nilai varians dari masing-masing percobaaan cluster. Nilai varians didapat dari pembagian antara jumlah seluruh jarak Hamming dan jumlah data dikurang 1. Nilai varians dari masing-masing percobaan cluster dapat dilihat pada Lampiran 3.

Nilai varians digunakan untuk mencari nilai Indeks Davies Bouldin. Indeks

Davies Bouldin digunakan untuk mengukur validitas hasil clustering dengan

menggunakan K-Means. Hasil dari pengamatan Indeks Davies Bouldin dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil pengamatan Indeks Davies Bouldin

Banyaknya Cluster Indeks Davies Bouldin (IDB)

3 2.58

5 3.22

10 1.71

Pada Tabel 1, Indeks Davies Bouldin untuk percobaan cluster sebanyak 3

cluster memiliki indeks sebesar 2.58. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan

(17)

7

Gambar 2 Grafik pengamatan Indeks Davies Bouldin

Analisis Hasil Clustering

Hasil clustering dari masing-masing cluster dijabarkan sebagai berikut.

1 Clustering dengan 3 cluster

Hasil clustering dengan 3 cluster dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil clustering dengan 3 cluster

(18)

8

Kolom yang tidak diberi warna pada Tabel 2 artinya berada di satu kelas yang sama pada penelitian Rahayu (1992), sedangkan kolom yang diberi warna artinya berada pada kelas yang berbeda. Ada 9 spesies jamur yang berada di kelas yang berbeda pada penelitian tersebut. Perbandingan perbedaan kelas dari hasil clustering dengan hasil penelitian Rahayu (1992) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Perbandingan kelas Asterinaceae berdasarkan Rahayu (1992) dengan hasil clustering (k=3)

Data Kelas Asterinaceae berdasarkan Rahayu (1992) mempunyai jarak lebih dekat dengan cluster 3 dibandingkan dengan cluster 2.

2 Clustering dengan 5 cluster

Hasil clustering dengan 5 cluster dapat dilihat pada Tabel 4. Sama seperti yang dibahas sebelumnya, kolom yang tidak diberi warna pada Tabel 5 artinya berada di satu kelas yang sama pada penelitian Rahayu (1992). Ada 16 spesies jamur yang berada di kelas yang berbeda pada penelitian tersebut. Perbandingan perbedaan kelas dari hasil clustering dengan hasil penelitian Rahayu (1992) dapat dilihat pada Tabel 5. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa hasil clustering pada cluster 1 dan 2 mempunyai jarak lebih dekat dengan

cluster 5. Hasil clustering pada Cluster 3, 4, dan 5 mempunyai jarak lebih

(19)

9

Tabel 4 Hasil clustering dengan 5 cluster

(20)

10

Tabel 5 Perbandingan kelas Asterinaceae berdasarkan Rahayu (1992) dengan hasil clustering (k=5)

Data Kelas Asterinaceae berdasarkan Rahayu (1992)

3 Clustering dengan 10 cluster

Hasil clustering dengan 10 cluster dapat dilihat pada Tabel 7. Seperti yang dibahas sebelumnya, kolom yang tidak diberi warna pada Tabel 6 artinya berada di satu kelas yang sama pada penelitian Rahayu (1992). Ada 5 spesies jamur yang berada di kelas yang berbeda pada penelitian tersebut. Perbandingan perbedaan kelas dari hasil clustering dengan hasil penelitian Rahayu (1992) dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Perbandingan kelas Asterinaceae berdasarkan Rahayu (1992) dengan hasil clustering (k=10)

(21)

11

Tabel 7 Hasil clustering dengan 10 cluster

Cluster hasil clustering di atas, dapat digambarkan sebuah diagram mengenai banyaknya ciri yang berbeda dari masing-masing percobaan clustering seperti yang terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram banyaknya perbedaan hasil clustering

(22)

12

Gambar 3 menunjukkan adanya keterkaitan antara nilai Indeks Davies

Bouldin dan banyaknya spesies yang berbeda cluster dengan penelitian Rahayu

(1992) bahwa semakin kecil nilai Indeks Davies Bouldin semakin sedikit pula spesies yang berbeda cluster-nya. Hasil terbaik yang didapat adalah yang memiliki nilai Indeks Davies Bouldin minimum atau perbedaan cluster-nya paling sedikit, yaitu pada percobaan hasil clustering dengan 10 cluster. Adapun fitur ciri yang berbeda dengan hasil percobaan clustering (k=10) dapat dilihat pada Lampiran 4. Lampiran 4 menunjukkan data spesies jamur yang hasil cluster-nya berbeda dengan hasil penelitian Rahayu (1992) beserta fitur cirinya. Sebagai contoh, pada data jamur ke-9, pada hasil percobaan seharusnya berada pada cluster 1, namun pada penelitian Rahayu (1992) berada pada cluster 4. Fitur ciri yang mempunyai perbedaan bisa dilihat pada Lampiran 4 dengan terjemahan kode fitur ciri yang dapat dilihat pada Lampiran 2.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Pada penelitian ini, clustering pada jamur Asterinaceae dilakukan dengan algoritma K-Means berdasarkan fitur cirinya. Percobaan dilakukan dengan 3 kali, yaitu menggunakan 3 cluster, 5 cluster, dan 10 cluster. Dari ketiga percobaan tersebut, yang memiliki indeks minimum adalah pada 10 cluster, yang pada 10

cluster tersebut juga memiliki perbedaan cluster paling sedikit dengan penelitian

Manalu (2012).

Saran

Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk mendapatkan hasil cluster yang lebih baik. Hal-hal yang dapat dilakukan misalnya:

1 Menggunakan jumlah cluster yang lebih besar.

2 Menggunakan fitur ciri yang bernilai numerik dan fitur ciri yang bernilai kontinu kontinu, tidak hanya fitur ciri yang bernilai nominal.

DAFTAR PUSTAKA

Hawksworth DL. 1991. The fungal dimension biodiversity: magnitude, significance, and conservation. Mycological Research. 95(6): 641-655. Kirk PM, Cannon PF, Minter DW, Stalpers JA. 2008. Dictionary of The Fungi.

Ed ke-10. Wallingford (UK): CABI Europe.

(23)

13

Salazar GEJ, Veles AC, Parra MCM, Ortega LO. 2002. A cluster validity index for comparing non-hierarchical clustering methods. [diunduh 29 Desember 2012]. Tersedia pada: http://citeseer.ist.psu.edu/rd/salazar02cluster.pdf Saraswati W. 2012. Clustering menggunakan Self Organizing Maps (studi kasus:

data perkembangan anak di Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Teknomo K. 2006a. Hamming Distance. [diunduh 29 Desember 2012]. Tersedia

pada:

http://people.revoledu.com/kardi/tutorial/Similarity/HammingDistance.html Teknomo K. 2006b. kMean. [diunduh 29 Desember 2012]. Tersedia pada: http://

(24)

14

Lampiran 1 Tabel fitur ciri

Colonies

Occurance 1. Epigenous Present(1), absent(0)

2. Hypogenous Present(1), absent(0)

Distribution 3. Singular Present(1), absent(0)

4. Confluent Present(1), absent(0)

Outline 5. Orbicular Present(1), absent(0)

6. Irregular Present(1), absent(0)

Hyphae

Colour 7. Lightbrown Present(1), absent(0)

8. Brown Present(1), absent(0)

9. Darkbrown Present(1), absent(0)

Distribution 10. Straight Present(1), absent(0)

11. Flexuous Present(1), absent(0)

Septation 12. Distinct(2),

indistinct(1)

Branching density 13. Numerous(2),

rare(1)

Arrangement 14. Unilateral More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

15. Alternate More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

Angles 18. Wide Present(1), absent(0)

19. Acute Present(1), absent(0)

Network 20. Loose Present(1), absent(0)

21. Close Present(1), absent(0)

Hyphopodia

Density 22. More(4),

moderate(3), less(2), no(1)

Distribution 23. Regular(1),

irregular(0)

Location 24. Middle Present(1), absent(0)

25. Distal Present(1), absent(0)

26. Intercalary Present(1), absent(0)

Colour 27. Darker than

hyphae(1), similar to hyphae(0)

Arrangement 28. Cluster More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

29. Unilateral More(4), moderate(3),

(25)

15

Lanjutan

Hyphopodia (lanjutan)

30. Alternate More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

31. Opposite More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

32. No septate More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

33. 1-septate More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

34. 2-septate More(4), moderate(3),

less(2), no(1) Stigmatopodia

Shape 35. Cylindrical(1), not

cylindrical(0) Stigmatocyst

Gross shape 36. Uniform(1),

versiform(0)

37. Hemispherical More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

38. Ovate More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

39. Cylindrical More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

40. Vermiform More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

41. Ampulliform More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

42. Conical More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

43. Bifid or tifid More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

44. Entire More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

45. Sinuous More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

46. Lobate More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

47. Deeply lobate More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

48. Straight More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

49. Reflex More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

50. Antrorse More(4), moderate(3),

(26)

16

Lanjutan

Stigmatocyst (lanjutan)

51. Subantrorse More(4), moderate(3),

less(2), no(1)

52. Curved More(4), moderate(3),

less(2), no(1) Thyriothecia

Initial 53. Lateral on 1 side Present(1), absent(0)

54. Lateral on 2 side Present(1), absent(0)

55. Terminal on stalk Present(1), absent(0)

Thickness 56. Flat Present(1), absent(0)

57. Slightly convex Present(1), absent(0)

58. Moderately convex Present(1), absent(0)

59. Strongly convex Present(1), absent(0)

Outlines 60. Orbicular Present(1), absent(0)

61. Ellipsoid Present(1), absent(0)

62. Linear Present(1), absent(0)

63. X or Y Present(1), absent(0)

Margins 64. Crenate Present(1), absent(0)

65. Fimbriate short

Cover wall 69. Straight Present(1), absent(0)

70. Flexuous Present(1), absent(0)

Cell wall 71. Isodiametric Present(1), absent(0)

72. Rectangular Present(1), absent(0)

Opening 73. Stellate cracks Present(1), absent(0)

74. Longitudinal slit Present(1), absent(0)

75. Cell disintegration Present(1), absent(0)

Basal wall 76. Radiate Present(1), absent(0)

Asci

Number 77. Numerous(2),

few(1)

Shape 78. Ovate Present(1), absent(0)

79. Clavate Present(1), absent(0)

Number of 80. Ascospores spored only(1),

8-spored and less(0)

81. Hamathecia Present(1), absent(0)

Ascopores

Arrangement 82. Conglobate Present(1), absent(0)

(27)

17

Lanjutan

Ascopores (lanjutan)

Colour 84. Palebrown Present(1), absent(0)

85. Brown Present(1), absent(0)

86. Darkbrown Present(1), absent(0)

Constriction 87. Slightly Yes(1), no(0)

88. Moderately Yes(1), no(0)

89. Strongly Yes(1), no(0)

Cell apices 90. Round On both apices(3), one

apex(2), no(1)

91. Gradually

attenuated

On both apices(3), one apex(2), no(1)

92. Bent On both apices(3), one

apex(2), no(1)

Cell collapsed 93. Present(1),

absent(0)

Cell equality 94. Present(1),

absent(0)

Surface 95. Smooth Present(1), absent(0)

96. Granulose Present(1), absent(0)

97. Verrucose Present(1), absent(0)

98. Spinulose Present(1), absent(0)

Location of germination 99. Close to the apices Yes(1), no(0)

100. Middle Yes(1), no(0)

101. Close to the septum Yes(1), no(0)

Germform 102. Stigmatocysts Yes(1), no(0)

103. Stigmatocysts with

supporting cell

Yes(1), no(0)

104. Primary hyphae Yes(1), no(0)

Lampiran 2 Kode fitur ciri

Kode Karakter Nama Karakter

(28)

18

Lanjutan

Kode Karakter Nama Karakter

(29)

19

Lanjutan

Kode Karakter Nama Karakter

(30)

20

Lanjutan

Kode Karakter Nama Karakter

X92 apices_bent

Lampiran 3 Nilai varians dari masing-masing cluster

Percobaan dengan 3 cluster

var 1 40.73

var 2 44.29

var 3 47.97

Percobaan dengan 5 cluster

var 1 58.61

var 2 52.94

var 3 69.33

var 4 54.20

var 5 56.74

Percobaan dengan 10 cluster

(31)

21

Lampiran 4 Tabel fitur ciri yang berbeda

Data Jamur Ke- Hasil Percobaan Clustering Ciri yang berbeda

(32)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Juli 1987 di Muara Enim. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Amin Fauzi, ST dan Ibu Aisyah.

Gambar

Gambar 2 Grafik pengamatan Indeks Davies Bouldin
Tabel 3 Perbandingan kelas Asterinaceae berdasarkan               Rahayu (1992) dengan hasil clustering (k=3)
Tabel 4 Hasil clustering dengan 5 cluster
Tabel 5 Perbandingan kelas Asterinaceae berdasarkan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel 4.4 di atas menunjukan perlakuan dosis 20 ton/ha mempunyai jumlah buah yang paling banyak, perbedaan dosis bahan organik yang ditambahkan kedalam tanah,

Fasilitas umum tersebut, antara lain ada- lah papan pengumuman pada pintu ma- suk kawasan dan di Desa Sawah Luhur, perbaikan dan penambahan pos jaga yang terletak di

Judul: “Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Inflasi, Suku Bunga, Pertumbuhan Ekonomi, dan Harga Minyak Indonesia Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Pertambangan (Periode

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan pembelajaran Peer Tutoring dilengkapi macromedia flash dan

Pengaturan Kode Etik Pelayanan Publik lingkungan Polres Tabanan bertujuan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan tugas pelayanan yang harmonis dan kondusif sesuai

Kunnan uudistuva rooli sote- ja maa- kuntauudistuksen alla sekä edustuksellisen demokratian heikkeneminen ovat herättäneet kiinnostuk- seni siihen, miten osallistuva budjetointi

Biaya produksi jahitan ini yang hanya terdiri dari biaya tetap seperti biaya listrik dan upah tenaga kerja serta biaya bahan seperti benang, kancing, resleting

 Penyeleksian Kondisi atau dapat dikatakan sebagai percabangan atau branching merupakan sebuah blok program yang menyatakan bahwa sebuah aksi akan.. dijalankan jika