• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Epidemi Penyakit Blas pada Padi Sawah di Kabupaten Pekalongan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Epidemi Penyakit Blas pada Padi Sawah di Kabupaten Pekalongan"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN EPIDEMI

PENYAKIT BLAS PADA PADI SAWAH DI KABUPATEN

PEKALONGAN

YUYUN ANDRIANI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Epidemi Penyakit Blas pada Padi Sawah di Kabupaten

Pekalongan” adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya pada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

YUYUN ANDRIANI. Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Epidemi Penyakit Blas pada Padi Sawah di Kabupaten Pekalongan. Dibimbing oleh SURYO WIYONO.

Penyakit blas termasuk salah satu faktor pembatas dalam peningkatan produksi padi di Indonesia. Penyakit blas leher pada padi telah menurunkan hasil panen padi di Asia Tenggara dan Amerika Selatan sekitar 30-50% serta di Indonesia penyakit blas leher dapat mencapai luas 1.285 juta hektar (Ha) atau sekitar 12% dari total luas areal pertanaman padi. Kehilangan hasil pada varietas peka di Indonesia dapat mencapai 50-90%. Penelitian ini bertujuan mengetahui perkembangan penyakit blas lima tahun terakhir di Kabupaten Pekalongan serta menganalisis faktor-faktor yang terkait dengan perkembangan penyakit blas pada padi sawah. Metode yang dilakukan dengan pengambilan data sekunder yaitu data curah hujan dan luas serangan penyakit blas lima tahun terakhir Kabupaten Pekalongan dari Laboratorium Peramalan Hama Penyakit Tanaman (LPHPT) Pemalang, sampling tanaman contoh pada 50 petak sawah di lima kecamatan. Wawancara petani tentang teknik budidaya padi sawah dilakukan pada petani yang petaknya diamati, sehingga mencakup 50 petani. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berkaitan dengan perkembangan penyakit blas pada padi sawah adalah curah hujan, varietas, frekuensi penggunaan pestisida, penggunaan herbisida, rendahnya unsur K dan Si dalam tanah.

(6)
(7)

vii

ABSTRACT

YUYUN ANDRIANI. Factors Associated with Blast Disease Epidemic of Paddy Field Rice in Pekalongan. Supervised by SURYO WIYONO.

Blast disease is one of the limiting factors in rice production in Indonesia. Neck blast disease of rice has reduced rice yields in Southeast Asia and South America about 30-50 %. In Indonesia, attack could reach an area 1.285 million hectares, or about 12 % of the total area of rice cultivation. This study aimed to determine the development of blast disease for last five years in Pekalongan and analyze the factors associated to blast disease of paddy field rice. The method is carried out by obtaining secondary data a report on rainfall and disease infested area blast for last five years in Pekalongan from Plant Protection Laboratory Pemalang. Sampling plants for 50 plots of paddy field rice in five districts. Interviewing farmers about cultivation techniques of paddy field rice was carry out on farmers, whose plots were observed, includes 50 farmers. The study showed that factors associated with blast disease epidemic of paddy field rice were rainfall, variety, frequency of pesticide use, herbicide use, and low level K and Si of soil.

Keywords: Blast disease, epidemics, paddy field rice cultivation.

(8)
(9)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN EPIDEMI

PENYAKIT BLAS PADA PADI SAWAH DI KABUPATEN

PEKALONGAN

YUYUN ANDRIANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)
(13)

Judul Penelitian :..Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Epidemi Penyakit Blas pada Padi Sawah di Kabupaten Pekalongan

Nama Mahasiswa :..Yuyun Andriani NIM :..A34100015

Disetujui oleh

Dr. Ir. Suryo Wiyono, MSc.Agr Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi Ketua Departemen Proteksi Tanaman

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Epidemi Penyakit Blas Pada Padi Sawah di Kabupaten Pekalongan”. Penelitian dilakukan di Laboratorium Peramalan Hama Penyakit Tanaman (LPHPT), Pemalang dan lima Kecamatan di wilayah Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Penelitian ini berlangsung mulai bulan Februari sampai Maret 2014.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada orang tua dan suami tercinta serta keluarga yang selalu memberikan doa, dukungan serta motivasi kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Suryo Wiyono, MSc.Agr selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang memberikan banyak saran, pengetahuan, dan dukungan. Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, MSc. selaku dosen penguji tamu. Terima kasih kepada kepala Laboratorium Peramalah Hama Penyakit Tanaman (LPHPT) Pemalang beserta pegawai, koordinator Pengamat Organisme Penggaanggu Tanaman (POPT) Kabupaten Pekalongan, POPT Kecamatan Kesesi, Kajen, Karanganyar, Doro, Talun yang telah memberikan bimbingan dan membantu selama proses penelitian, serta teman-teman Proteksi Tanaman angkatan 47 yang telah memberikan banyak dukungan dan motivasi selama perkuliahan hingga penelitian.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki dalam skripsi ini, oleh karena itu penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(16)
(17)

vii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 1

Manfaat Penelitian 1

BAHAN DAN METODE 2

Tempat dan Waktu Penelitian 2

Metode 2

Pengumpulan Data Sekunder 2

Wawancara Petani 2

Penentuan Petak Tanaman Contoh 2

Pengamatan Kejadian dan Keparahan Penyakit di Lapangan 2

Pengolahan Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Gejala Serangan Penyakit Blas di Lapangan 4 Pertambahan Luas Serangan Penyakit Blas di Kabupaten Pekalongan 4 Keparahan Penyakit Blas Berdasarkan Stadia Perkembangan

Tanaman Padi Sawah 6

Pengetahuan Petani terhadap Serangan Penyakit Blas di Lima

Kecamatan Kabupaten Pekalongan 7

Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Perkembangan Penyakit Blas 7

Faktor-Faktor Iklim 7

Hubungan Sifat Kimia Tanah dengan Perkembangan

Penyakit Blas 9

Keterkaitan Budidaya Padi Sawah dengan Penyakit Blas 11 SIMPULAN DAN SARAN 13 DAFTAR PUSTAKA 14

(18)
(19)

DAFTAR TABEL

Skala serangan P.oryzae berdasarkan “Standar Evalution System for Rice” pada daun padi

Luas serangan penyakit blas di Kabupaten Pekalongan Kejadian penyakit blas di Kabupaten Pekalongan tahun 2014 Keparahan penyakit blas di Kabupaten Pekalongan tahun 2014 Rata-rata curah hujan (mm) Kabupaten Pekalongan

Rata-rata temperatur udara (ºC) Stasiun Klimatologi Tegal

Analisis unsur hara makro pada tanah dengan tanaman terserang

Analisis tabulasi silang antara faktor budidaya padi sawah dengan keparahan penyakit blas

Pestisida yang digunakan petani di lima kecamatan di Kabupaten Pekalongan berdasarkan bahan aktif dan golongan

3 vegetatif akhir (b), Gejala blas pada fase generatif (blas leher) (c) Luas serangan penyakit blas lima tahun terakhir di Kabupaten Pekalongan

Pengetahuan petani tentang penyakit blas

Curah hujan (mm) dan temperatur udara (ºC) Kabupaten Pekalongan

4

Hasil analisis tabulasi silang antara faktor budidaya padi sawah dengan keparahan penyakit blas dengan menggunakan program statistika SPSS 16.0

Kuisioner terstruktur tentang teknik budidaya padi sawah Hasil analisis tanah asal Kecamatan Doro

19

(20)
(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan makanan pokok hampir seluruh penduduk Indonesia yang berasal dari tanaman padi. Padi yang ditanam di lahan sawah merupakan penghasil utama beras, sehingga padi sawah mempunyai peranan sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Menurut data (BPS 2012) produksi padi tahun 2012 mencapai 71.29 juta ton. Sumbangan padi sawah untuk kebutuhan pangan nasional 90% dari produksi tersebut.

Salah satu faktor pembatas peningkatan produksi padi disebabkan oleh cendawan Pyricularia oryzae yaitu penyakit blas. Penyakit blas merupakan salah satu penyakit penting pada pertanaman padi gogo di seluruh sentra produksi padi gogo Indonesia. Namun demikian, penyakit blas mulai menjadi kendala penting bagi pertanaman padi sawah terutama menyerang varietas-varietas unggul yang rentan terhadap blas. Penyebaran penyakit ini sangat luas (85 negara) dan bersifat destruktif pada kondisi lingkungan menguntungkan (Scardaci et al. 1997).

Penyakit blas leher pada padi telah menurunkan hasil panen padi di Asia Tenggara dan Amerika Selatan sekitar 30-50%. Serangan penyakit blas di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 1.285 juta ha atau 12% dari total luas areal pertanaman padi dan diramalkan serangan akan meningkat pada tahun-tahun mendatang (Ditjen Tanaman Pangan, 2008). Wilayah dominan penyebaran blas yang telah dilaporkan di Indonesia meliputi provinsi Jabar (1.781 ha), Sumsel (1.084 ha), Sumut (624 ha), Kalteng (395 ha), Bali dan NTB sekitar (200ha) (Hasanuddin 2004).

Cendawan P.oryzae mempunyai perkembangan seluler dan morfologi yang bersifat sangat adaptif pada tanaman padi yang diinfeksinya (Dean et al. 1994). Cendawan patogen P. oryzae juga diketahui mempunyai keragaman genetika yang tinggi (Ahn et al. 2000). Ras-ras patogen blas dapat berubah sifat virulensinya dalam waktu singkat, bergantung pada inang dan pengaruh lingkungan.

Penyebaran penyakit blas yang menyerang padi sawah sudah menjadi masalah penting saat ini, sehinggga perlu diketahui faktor-faktor yang berkaitan dengan perkembangan penyakit blas dan tindakan pengendaliannya.

Tujuan Penelitian

Menganalisis perkembangan penyakit blas di lapangan serta faktor-faktor iklim, teknik budidaya, dan kimia tanah yang berkaitan dengan epidemi penyakit blas pada padi sawah.

Manfaat Penelitian

(22)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai Februari sampai dengan Maret 2014 di Laboratorium Peramalan Hama dan Penyakit (LPHP) Petarukan, Pemalang dan lima wilayah kecamatan di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.

Metode Penelitian

Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder diambil dari Laboratorium Peramalan Hama dan Penyakit (LPHP) Petarukan, Pemalang. Data sekunder digunakan untuk mendukung data primer yang akan diambil di lapangan. Data yang dikumpulkan diantaranya luas serangan penyakit blas dan curah hujan yang dilaporkan lima tahun terakhir dari tahun 2009 sampai 2013 dari Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.

Wawancara Petani

Wawancara petani dilakukan secara langsung dengan menggunakan kuisioner terstruktur tentang teknik budidaya. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang teknik budidaya yang dilakukan oleh petani dan pengetahuan petani terhadap penyakit blas serta sejak kapan penyakit blas mulai berkembang di Kabupaten Pekalongan. Jumlah responden yang diwawancarai berjumlah 50 orang petani dari lima kecamatan dan lima desa wilayah pengamatan.

Pengamatan Kejadian dan Keparahan Penyakit di Lapangan

Pengamatan kejadian dan keparahan penyakit dilakukan dengan penentuan petak tanaman contoh yang dilakukan di lima kecamatan dan masing-masing satu desa perkecamatan. Petak amatan sesuai dengan petani yang menjadi jumlah responden wawancara yaitu 10 petani tiap desa, sehingga jumlah lahan petak yang diamati adalah 50 petak lahan sawah. Tanaman contoh diambil dari setiap petak amatan sebanyak 10 tanaman secara diagonal.

Pengamatan penyakit dilakukan secara langsung dengan mengamati gejala yang ditimbulkan dengan menghitung kejadian penyakit (KjP) (%) dan keparahan penyakit (KpP) (%). Pengukuran dilakukan dari masing-masing luas bercak penyakit blas pada daun padi. Kejadian penyakit blas dihitung dengan persamaan:

KjP = x 100%

n : jumlah tanaman yang terinfeksi skor ke-i N : jumlah seluruh tanaman yang diamati

(23)

3

KpP = x 100%

ni

: jumlah tanaman terinfeksi pada skor ke-i vi : skor ke-i

Z : kategori serangan dengan nilai numerik tertinggi N : jumlah seluruh tanaman yang diamati

Tabel 1 Skala serangan P.oryzae berdasarkan “Standar Evaluation System for Rice“ pada daun padi (IRRI 1996)

Skor Kerusakan daun Klasifikasi

0

Bercak lebih besar dari ujung jarum Bercak nekrotik, abu-abu, bundar, sedikit memanjang, panjang 1-2 mm, tepi coklat

Bercak khas blas (belah ketupat) panjang 1-2 mm, luas daun terserang kurang dari 2 %

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gejala Serangan Penyakit Blas di Lapangan

Penyakit blas (Pyricularia oryzae) dapat ditemukan dilapangan dengan gejala bercak belah ketupat pada daun dan mati leher pada malai. Gejala pada daun ditandai dengan bercak berwarna putih hingga abu-abu dengan pinggiran hijau gelap dan bercak yang lebih tua biasanya memutih hingga keabu-abuan dengan pinggiran menguning. Gejala pada leher malai ditandai dengan mengeringnya bagaian leher malai biasanya dapat menyebabkan patah dan malai menjadi kering dan hampa.

_

Gambar 1 Gejala blas pada fase vegetatif awal (a), gejala blas pada fase vegetatif akhir (b), gejala blas pada fase generatif (blas leher) (c).

Gejala yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa penyakit blas menyerang pada setiap stadia perkembangan tanaman padi mulai dari fase vegetatif awal (0-35 hari) (Gambar 1a), vegetatif akhir (35-60 hari) (Gambar 1b), dan generatif (60 hari-panen) (Gambar 1c), bahkan saat penyemaian. Blas termasuk patogen terbawa benih dan inokulum mampu bertahan pada gulma, tanah dan sisa-sisa tanaman (Sinaga 2003). P.oryzae penyebab penyakit blas menyebar melalui udara, menempel pada daun melalui percikan air, kemudian menginfeksi daun dan menimbulkan bercak pada daun. Satu bercak bisa mencapai 2000-6000 spora per hari. Spora dihasilkan oleh bercak 6 hari setelah inokulasi dan dilepas umumnya dini hari sekitar pukul 02.00 – 06.00. Daerah tropis juga bisa terjadi pelepasan spora pada siang hari (Semangun 1991).

Pertambahan Luas Serangan Penyakit Blas di Kabupaten Pekalongan Luas serangan blas selama lima tahun terakhir di Kabupaten Pekalongan mengalami kenaikan tiap tahunnya (Tabel 2). Kabupaten Pekalongan memiliki 19 kecamatan dan dilaporkan 11 kecamatan terserang penyakit blas dengan intensitas serangan ringan sampai sedang. Jumlah kecamatan yang terserang penyakit blas selama lima tahun terakhir juga mengalami peningkatan. Tahun 2009 ada 2 kecamatan yang terserang penyakit blas, tahun 2010 dilaporkan bertambah menjadi 6 kecamatan terserang, tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 4 kecamatan, tahun 2012 luas serangan meningkat kembali menjadi 8 kecamatan terserang dan tahun 2013 menjadi 9 kecamatan terserang.

Pengamatan dilakukan oleh POPT setiap kecamatan dan dilaporkan pada dua periode setiap bulannya ke koordinator kabupaten untuk selanjutnya diteruskan ke LPHPT, Pemalang.

b c

(25)

5

Tabel 2 Luas serangan penyakit blas di Kabupaten Pekalongana

Kecamatan Luas Serangan (Ha)

2009 2010 2011 2012 2013

Lebakbarang 0 0 0 0 3.6

Petungkriyono 0 0 0 0 8

Talun 0 0 0 2 75

Doro 0 8 0 20 46.5

Karanganyar 6 18 8 65 30

Siwalan 0 0 0 11 21

Kajen 4 14 8 14 17

Kesesi 0 295 149 163 65

Bojong 0 0 0 161 120

Karangdadap 0 2 16 20 0

Wiradesa 0 4 0 0 0

a

Sumber: Laporan serangan penyakit blas Kabupaten Pekalongan tahun 2009 - 2013, LPHPT Pemalang.

Gambar 2 Luas serangan penyakit blas lima tahun terakhir di Kabupaten Pekalongan

(26)

6

Keparahan Penyakit Blas Berdasarkan Stadia Perkembangan Tanaman Padi Sawah

Tabel 3 Kejadian penyakit blas di Kabupaten Pekalongan tahun 2014

Kecamatan Kejadian penyakit blas (%)

Vegetatif awal Vegetatif akhir Generatif Kesesi 40.0 ± 26.4 60.0 ± 26.4 57.5 ± 23.6 Kajen 47.5 ± 27.5 20.0 ± 10.0 63.3 ± 25.1 Karanganyar 70.0 ± 20.0 63.3 ± 5.70 75.0 ± 12.9

Doro 60.0 ± 24.4 100 ± 0.0 93.3 ± 5.70

Talun 70.0 ± 43.5 66.6 ± 30.5 82.5 ± 12.5

Rata-rata kejadian penyakit blas di 5 kecamatan amatan diatas 50 %, hal ini menunjukkan bahwa blas termasuk penyakit penting yang menyebabkan kerusakan di pertanaman padi sawah. Setiap fase perkembangan tanaman padi sawah menunjukkan nilai kejadian penyakit yang berbeda-beda. Fase vegetatif awal kejadian penyakit tertinggi terjadi di Kecamatan Talun sedangkan fase vegetatif akhir dan generatif terjadi di Kecamatan Doro.

Tabel 4 Keparahan penyakit blas di Kabupaten Pekalongan tahun 2014

Kecamatan Keparahan penyakit blas (%)

(27)

7

Pengetahuan Petani terhadap Serangan Penyakit Blas di Lima Kecamatan Kabupaten Pekalongan

Gambar 3 Pengetahuan petani tentang penyakit blas

Pengetahuan petani mengenai gejala penyakit tanaman yang mereka budidayakan menjadi suatu hal yang penting karena dengan mengenali dan mengetahui gejala penyebab penyakit, petani akan mengetahui cara pengendalian yang tepat. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di lima kecamatan Kabupaten Pekalongan 43 orang menyatakan mengetahui tentang penyakit blas dengan nama lokal daerah setempat penyakit teklek dan 7 orang tidak mengetahui penyakit blas. Gejala penyakit blas sebanyak 47 orang menyatakan tidak tahu dan 3 orang menyatakan tahu. Hal ini dapat mempengaruhi petani dalam pengambilan keputusan tindakan pengendalian terutama penggunaaan pestisida, dan sebagian besar petani kurang memperhatikan serangan penyakit dibandingkan serangan hama. Ini menjadi salah satu faktor perkembangan penyakit blas selama 5 tahun terakhir karena faktor ketidaktahuan petani.

Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Perkembangan Penyakit Blas Perkembangan masalah penyakit tanaman tidak terlepas dari konsep segitiga penyakit, dimana epidemik penyakit akan terjadi apabila tiga faktor tersebut saling berhubungan, yakni faktor patogen yang virulen, faktor tanaman inang yang rentan, serta faktor lingkungan yang menunjang perkembangan penyakit, serta faktor manusia sebagai pelaku budidaya tanaman.

Faktor-Faktor Iklim

(28)

8

Tabel 5 Rata-rata curah hujan (mm) Kabupaten Pekalongana

Tahun Bulan

Rata-rata Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nop Des

2009 545 534 177 137 169 58 26 18 238 301 237 325 230 2010 - - - 248 358 234 365 254 302 - - 452 316 2011 663 473 474 373 133 94 126 7 57 168 349 452 280 2012 765 487 363 257 560 112 980 56 39 134 198 432 359 2013 822 506 252 245 693 138 1242 68 29 124 201 360 390 a

Sumber: Laboratorium Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman (LPHPT), Pemalang.

Tabel 6 Rata-rata temperatur udara (ºC) Stasiun Klimatologi Tegala

Tahun Bulan

Rata-rata Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nop Des

2009 26.7 26.3 27.6 28.2 27.8 27.9 27.2 27.1 28.4 28.9 28.5 28.3 27.7 2010 27.1 27.9 28.2 28.8 28.6 28.0 27.8 27.9 28.0 28.1 28.1 27.1 27.9 2011 27.0 26.9 27.2 27.7 27.9 27.5 26.9 26.9 27.7 28.4 28.1 27.9 27.5 2012 27.0 27.3 27.2 28.1 28.3 27.6 27.0 27.0 27.7 28.8 28.7 27.8 27.7 2013 27.0 27.8 28.1 28.3 28.3 27.9 27.3 27.3 27.7 28.8 28.6 27.7 27.9 a

Sumber: BMKG Kemayoran

Gambar 4 Curah hujan (mm) dan temperatur udara (ºC) Kabupaten Pekalongan

(29)

9

et al. (1987), blas termasuk patogen yang mampu menyesuaikan diri pada berbagai jenis tipe iklim. Cendawan P. oryzae berkembang pada kondisi temperatur yang rendah (15-25 ºC), kelembaban yang tinggi (89%), periode pengembunan yang lama (6 jam), curah hujan yang tinggi dan kecepatan angin yang ringan. Faktor terpenting adalah iklim mikro yang menyebabkan perkembangan epidemi blas.

Hasil analisis korelasi antara luas serangan penyakit blas dengan CH hubungan korelasi yang kuat, yaitu 0.7006 mendekati angka 1 yang menunjukkan hubungan positif, semakin tinggi CH maka serangan blas juga semakin tinggi dan sebaliknya jika CH rendah maka serangan blas juga rendah. Curah hujan yang tinggi dapat mempercepat perkecambahan cendawan P.oryzae penyebab penyakit blas. Korelasi suhu 0.19 menunjukkan korelasi yang lemah, menunjukkan tidak ada hubungan. Berdasarkan literatur blas berkembang pada suhu yang rendah (15-25ºC), sementara dari data yang ditunjukkan suhu 5 tahun terakhir menunjukkan suhu yang sedang.

Hubungan Sifat Kimia Tanah dengan Perkembangan Penyakit Blas

Unsur hara yang diserap oleh tanaman memiliki hubungan dengan timbulnya penyakit. Kadar Nitrogen yang tinggi, Kalium dan Silika yang rendah menyebabkan tanaman lebih peka terhadap infeksi patogen ( Ismunadji 1976).

Tabel 9 Analisis unsur hara makro pada tanah dengan tanaman terserang penyakit blas asal Kecamatan Doro

SB: Serangan berat, SR: Serangan ringan

Analisis unsur makro terhadap serangan blas dengan intensitas berat dan intensitas ringan menunjukkan perbedaan. Serangan berat (SB) menunjukkan posfor (P) tinggi, kalium (K) rendah, kalsium (Ca) tinggi, magnesium (Mg) tinggi dan sulfur (S) tinggi dibandingkan dengan serangan ringan (SR). Hal ini menunjukkan adanya hubungan unsur-unsur tersebut terhadap perkembangan penyakit blas secara sruktural dan biokimia.

(30)

10

SB: Serangan berat, SR: Serangan ringan

Tanaman cukup Si memiliki daun yang terlapisi silikat dengan baik, menjadikannya lebih tahan terhadap serangan berbagai penyakit yang diakibatkan oleh blas (Makarim et al. 2007). Konsentrasi Si pada daun berkorelasi negatif dengan keparahan penyakit blas pada tanaman padi (Seebold et al. 2001). Hasil analisis menunjukkan bahwa tanah serangan berat memiliki Si yang lebih rendah dibandingkan dengan serangan ringan. Serangan ringan menunjukkan Mn, Cu, dan Zn yang lebih rendah dari serangan berat, sehingga perlu diadakan penelitian lanjutan.

SB: Serangan berat, SR: Serangan ringan

Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+ dalam larutan tanah. Konsentrasi H+ yang diekstrak dengan air menyatakan kemasaman aktif/aktual sedangkan yang diekstrak dengan KCL 1 N menyatakan kemasaman cadangan/potensial (Sulaeman et al. 2005). Dari hasil pengukuran pH kemasaman aktif dan kemasaman cadangan pada serangan berat maupun ringan tergolong masam. Pada tanah sawah mempunyai pH masam itu tidak menjadi masalah karena pada tanah sawah yang tergenang akan terjadi perubahan kimia yang membuat tanah mendekati netral.

(31)

11

Keterkaitan Budidaya Padi Sawah dengan Penyakit Blas

Kegiatan budidaya sangat erat kaitannya dengan OPT karena tanaman budidaya merupakan inang utama bagi OPT, sehingga ketika petani menciptakan suasana yang sesuai bagi OPT untuk berkembang dengan kegiatan budidaya yang dilakukan akan timbul kerusakan dan bahkan kerugian. Pengelolahan budidaya tanaman sangat perlu dilakukan sebagai salah satu tindakan pengendalian.

Tabel 7 Analisis tabulasi silang antara faktor budidaya padi sawah dengan

(32)

12

Analisis tabulasi silang pada tabel 7 menunjukkan bahwa faktor budidaya padi sawah yang dilakukan petani berkaitan nyata dengan keparahan penyakit blas. Penelitian menunjukkan faktor budidaya yang berkaitan dengan perkembangan penyakit blas adalah varietas, frekuensi penggunaan pestisida dan pengendalian herbisida yang menunjukkan nilai P kurang dari 0.05. Penggunaaan pupuk K banyak yang terlalu sedikit tidak dapat dianalisis.

Intensitas keparahan kurang dari 25% yang banyak terserang blas adalah varietas IR 64. Varietas yang banyak terserang blas pada intensitas keparahan lebih dari 25% adalah varietas Ciherang dan Sidenok. Berdasarkan penelitian, Ciherang termasuk varietas yang rentan terhadap penyakit blas (Dewi et al. 2013). Dikaitkan dengan budidaya di beberapa kecamatan Pekalongan pengguna varietas Ciherang terbanyak di Kecamatan Doro yang memiliki intensitas keparahan penyakit blas yang tergolong berat. Penanggulangan penyakit blas dengan cara penggunaan varietas unggul tahan blas hanya bertahan 2-3 musim tanam, hal tersebut disebabkan karena patogen blas mudah beradaptasi pada varietas baru dengan membentuk ras-ras yang baru (Santoso et al. 2007).

Frekuensi penggunaan pestisida yang dilakukan petani lebih banyak menggunakan insektisida dari pada fungisida untuk tindakan pengendalian OPT tanpa mempertimbangkan gejala penyakit yang terlihat. Pestisida dengan merek dagang berbeda tetapi memiliki bahan aktif dan fungsi yang sama juga masih banyak dilakukan petani.

Tabel 8 Pestisida yang digunakan petani di lima kecamatan Kabupaten Pekalonga berdasarkan bahan aktif dan golongan

Klorantraniliprol Golongan lain 3

Asam khloro bromo iso sianurik Golongan lain 2

Fenobucarb Carbamat 2

Heksakonazol Golongan lain 2

Endosulfan Organokhlorin 2

Alfametrin Piretroid 1

Asefat Carbamat 1

Buprofezin Golongan lain 1

Lamdda sihalotrin Piretroid 1

Mankozeb Carbamat 1

Metil tiofanat Golongan lain 1

(33)

13

Penggunaan pestisida dikalangan petani padi sawah di Kabupaten Pekalongan masih sangat intensif dilihat dalam frekuensi penggunaan lebih dari lima kali dan tidak sedikit petani melakukan aplikas seminggu sekali dalam satu musim tanam. Penggunaaan pestisida yang intensif dapat menyebabkan dampak ekologis yaitu hama penyakit menjadi resisten, matinya organisme berguna dan munculnya hama sekunder (Hidayat et al. 2010).

Aplikasi insektisida dapat mempengaruhi perkembangan penyakit tergantung pada waktu aplikasi, jenis insektisida, konsentrasi. Jenis bahan kimia yang terdapat dalam insektisida dapat mempengaruhi fisiologi tanaman inang menjadi rentan (Richadson 1957).

Golongan bahan aktif pestisida yang banyak digunakan petani adalah golongan piretroid dan karbamat. Piretroid menjadi golongan bahan aktif yang paling banyak digunakan petani padi mencapai 50% dari keseluruhan petani pengguna pestisida pada tabel 8. Dalam Inpres No.3 tahun 1986 piretroid termasuk jenis pestisida yang dilarang penggunaanya untuk tanaman padi. Jenis pestisida yang boleh digunakan memiliki sifat mudah terurai (degradable) dan berspektrum sempit (narrow spectrum). Pestisida terlarang termasuk golongan sukar terurai, apabila digunakan terus menerus akan terakumulasi mencapai tingkat konsentrasi yang membahayakan baik di tanah, air, maupun tanaman. Disamping itu, berspektrum luas (wide spectrum) sehingga tidak saja membunuh hama-hama sasaran (targeted pests) tetapi juga membunuh organisme lain yang menguntungkan seperti predator hama, cacing tanah, dll.

Pengendalian gulma dilakukan petani dengan cara mekanis dan non mekanis, non mekanis menggunakan herbisida. Petani menggunakan herbisida atas pertimbangan meminimalkan biaya tenaga kerja. Herbisida yang banyak digunakan petani berbahan aktif 2,4-D Natrium yang diaplikasikan sebelum tanam. herbisida 2,4-D dapat bersifat fungitoksik dan fungistatik pada kelompok cendawan yang diaplikasikan. Hal tersebut dipengaruhi oleh formulasi, konsentrasi dan organisme yang diuji (Richardson 1958). Gulma yang banyak ditemukan di areal pertanaman sawah yaitu rerumputan (Digitaria sp. dan Echinocloa sp.) yang dapat menjadi sumber inokulum awal penyebaran patogen.

(34)

14

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penyakit blas (Pyricularia oryzae) di Kabupaten Pekalongan dilaporkan mengalami peningkatan serangan pada kurun waktu lima tahun terakhir (2009- 2013). Faktor-faktor yang berkaitan dengan perkembangan penyakit blas diantaranya faktor iklim yaitu curah hujan, semakin tinggi curah hujan maka luas serangan penyakit blas semakin tinggi. Faktor budidaya padi sawah yang berkaitan dengan epidemi penyakit blas yaitu penggunaan varietas Ciherang dan Sidenok, frekuensi penggunaan insektisida lebih dari lima kali dalam satu musim tanam dan penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma. Sifat kimia tanah juga memiliki kaitan dengan tingginya penyakit blas yaitu Kalium rendah, Posfor tinggi dan Silika rendah.

Saran

(35)

15

DAFTAR PUSTAKA

Ahn SN, Yeon KK, Cheol H, Seong SH, Kwon SJ, Chune H, Huhn PM, Susan R. 2000. Molecular mapping of a new gene for resistance to rice blast (Pyricularia grisea Sacc.). J Euphyt. 116 (1):17-22.

Agrios GN. 1998. Plant Pathology. 3th edition. New York. Academic Press. Altman J, Rovira AD. 1989. Herbicide pathogen interactions in soil borne root

diseases. Journal of Plant Pathology. 11(2):166-172. DOI: 10.1080/07060668909501133J

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi padi, jagung, dan kedelai [Internet] [diunduh 2014 Mei 5]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id.

Dean RA, Lee YH, Mitchell TK, Whitehead DS. 1994. Signaling system and gene expression regulating appressorium formationin magnaporthe grisea. Di dalam: Zeigler RS, A Sally, Teng PS, editor. Rice Blast Disease. Los Banos (PH): IRRI. hlm 23-34

Dewi IM, Abdul L, Anton M. 2013. Hubungan karakteristik jaringan daun dengan tingkat serangan penyakit blas daun pada beberapa genotype padi. Jurnal HPT. 1(2):10-18

[Ditjentan] Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. 2008. Pengalaman dari 2007 dan mensukseskan MT 2007/2008 [Internet] [diunduh 2014 Mei 28]. Tersedia pada: http://ditjentan.deptan.go.id/index.php. option.

[Ditlin]. 2008. Pedoman Pengamatan dan Pelaporan Perlindungan Tanaman Pangan. Jakarta (ID): Direkrorat Jendaral Tanaman Pangan.

[Distan] Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultural Riau. 2011. Kandungan unsur hara pada pupuk dan manfaatnya bagi tanaman [Internet] [diunduh 2014 Agustus 30]. Tersedia pada: http://distan.riau.go.id/index.php.

Hasanuddin A. 2004. Pengendalian hama dan penyakit padi: upaya tiada henti. Kumpulan makalah inovasi pertanian. Bogor (ID). Puslitbangtan. hlm 45-61.

Hidayat F, Khamidi T, Wiyono S. 2010. Pengetahuan, sikap dan tindakan petani, di Kabupaten Tegal dalam penggunaan pestisida dan kaitannya dengan tingkat keracunan terhadap pestisida. J Bumi Lestari. 10 (1):1-12

[IRRI] International Rice Research Institute. 1996. Standard Evaluation System for Rice. Ed ke-4. Los Banos (PH): IRRI.

Ismunadji, Partohardjono, Satsijati. 1976. Peranan kalium dalam peningkatan produksi tanaman pangan: problem dan prospek. Bogor (ID). Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor. 2:1-16.

Lopez RY, Pacheco IT, Gonzalez RG, Hernandez MI, Quijano JA, dan Garcia ER. 2012. The effect of climate chane on plant diseases. African Journal of Biotechnology [Internet]. 11(10):2417-1428. Tersedia pada: http://www.academicjournals.org/AJB. DOI: 10.5897/AJB10.2442.

Makarim AK, Suhartatik E, Kartoharjono A. 2007. Silikon: Hara penting pada sistem produksi padi. Jurnal Iptek Tanaman Pangan. 2(2):195-204

(36)

16

Richadson L. 1957. Effect of insecticides and herbicides applied to soil on the development of plant diseases I the seedling disease of barley caused by Helminthosporium sativum P. K. Dan B. Canadian Journal of Plant Science [Internet]. 37(3):196-204. Tersedia pada: http://www.pubs.aic.ca DOI: 10.4141/cjps57-024.

Richadson L. 1959. Effect of insecticides and herbicides applied to soil on the development of plant diseases II early blight and fusarium wilt of tomato. Canadian Journal of Plant Science [Internet]. 39(1):30-38. Tersedia pada: http://www.pubs.aic.ca DOI: 10.4141/cjps59-004.

Santika A, Sunaryo. 2008. Teknik pengujian galur padi gogo terhadap penyakit blas (Pyricularia grisea). Buletin Teknik Pertanian 13(1):1-8.

Santoso, Nasution A, Toha HM, Suwarno. Diversifikasi kultivar padi untuk pengendalian penyakit blas. Apresiasi hasil penelitian padi 2007. Balai Besar Penelitian Padi.

Scardaci SC, Webster RK, Greer CA, Hill JE, William JF, Mutters DM, Brandon RG, Kenzi KS, dan Oster JJ. 1997. Rice blast: A new diseases in California. J Agric Fact Sheet Ser. 2:1-2.

Seebold KW, Kucharek TA, Datnoff LE, Victoria FJ, Marchetti MA. 2001. The influence of silicon on components of resistance to blast in susceptible, partially resistant and resistant cultivars of rice. Phytopathology. 91:63-69. Semangun H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia.

Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Setyorini D. Widowati L, Kasno A. 2006. Petunjuk Penggunaan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah.

Shahjahan AK, Duve T, Bonman JM.1987. Climate and rice diseases. Di dalam: IRRI, editor. Weather and Rice. Proceedings of the international workshop on The Impact of Weather Parameters on Growth and Yield of Rice;1986 Apr 7-10; Los Banos. Los Banos (PH): IRRI. hlm 125-137.

Sinaga MS. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Sudir, Suprihanto dan Pirngadi K. 2002. Pengaruh cara pengolahan tanah dan pemupukan terhadap intensitas penyakit dan hasil analisi padi di lahan sawah tadah hujan. Penelitian Tanaman Pangan. 21(2):30-36.

Sulaeman, Suparto dan Eviati. 2005. Petunjuk teknis analisis kimia tanah, tanaman, air dan pupuk. Ed ke - 1. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah Suparyono, Kartaatmadja S, Fagi AM. 1992. Relationship between potassium and

development of several major rice diseases. Proseding Seminar Nasional Kalium. 1992 Agustus 4; Jakarta (ID).

(37)

17

(38)
(39)

19

Lampiran 1 Hasil analisis tabulasi silang antara faktor budidaya padi sawah dengan keparahan penyakit blas dengan menggunakan program statistika SPSS 16.0

(40)

20

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,40.

b. Computed only for a 2x2 table

(41)

21

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,28.

(42)

22

(43)

23

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 7,739a 1 ,005

Continuity Correctionb 5,431 1 ,020 Likelihood Ratio 6,676 1 ,010

Fisher's Exact Test ,014 ,014

Linear-by-Linear

Association 7,585 1 ,006

N of Valid Cases 50

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,92.

(44)

24

Lampiran 2 Kuisioner terstruktur tentang teknik budidaya padi sawah

Kabupaten : ……… Pewawancara : ……….. 6. Luas sawah yang diusahakan:

[ ]  500 m2

8. Varietas padi yang ditanam: [ ] setahun terakhir [ ] 2 tahun terakhir [ ] 5 tahun terakhir 9. Asal benih:

[ ] membuat benih sendiri

[ ] membeli di toko pertanian/kios [ ] membeli dari petani lain

[ ] lainnya ………

10. Umur tanaman saat ini:

(45)

25

13. Apakah Bapak melakukan rotasi tanaman?

[ ] ya, dengan pola ………..

[ ] tidak

14. Apakah Bapak membuat sistem ”legowo”?

[ ] ya, lebar ... cm dan panjang ...cm [ ] tidak

15. Setelah paanen jerami di sawah

[ ] dibiarkan saja setelah panen [ ] dibakar

[ ] dibenamkan ke tanah [ ] lainnya... 17. Apakah Bapak menggunakan pupuk kandang?

[ ] ya, jenis pupuk kandang ... dosis ...kg/ha. [ ] tidak

18. Pemupukan awal tanam N

No

Jenis pupuk Intensitas Waktu pemupukan

(46)

26

22. Hama apa saja yang sering menyerang tanaman padi?

23. Bagaimana Bapak mengendalikan hama tersebut?

[ ] disemprot menggunakan insektisida ... [ ] lainnya ……….

24. Penyakit apa yang sering menyerang padi ?

26. Bagaimana Bapak mengendalikan penyakit tersebut? [ ] disemprot menggunakan ... [ ] lainnya ……….

27. Berapa kali Bapak melakukan penyemprotan pestisida dalam satu musim tanam?

[ ] tampak ada gejala serangan hama/penyakit pada daun [ ] serangan hama/penyakit meningkat

[ ] petani sekitarnya menyemprot

[ ] sudah waktunya menyemprot (berjadwal)

30. Pada saat menyemprot apakah Bapak mencampur lebih dari satu jenis pestisida?

[ ] ya [ ] tidak

31. Bila ya, apa alasan Bapak mencampur pestisida tersebut? [ ] menghemat waktu

[ ] menghemat tenaga

(47)

27

Pengetahuan petani terhadap penyakit blas

32. Apakah Bapak mengetahui tentang penyakit blas (nama lainnya)? [ ] ya, penyebabnya……

[ ] tidak 33. Termasuk penyakit penting

[ ] ya, luas serangan…. [ ] tidak

(48)

28

L

am

pi

ra

n 3 H

as

il a

n

al

is

is

t

ana

h

as

al

K

ec

am

at

an D

(49)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 14 Juni 1992, anak bungsu dari pasangan Bapak Suladi dan Rubiyah. Penulis telah menempuh pendidikan di SD Negeri 104297 Sei Bamban pada tahun 2004, SMP Negeri 1 Sei Rampah pada tahun 2007, dan SMA Negeri 2 Tebing Tinggi pada tahun 2010, pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Gambar

Tabel 1  Skala serangan P.oryzae berdasarkan “Standar Evaluation System for
Gambar 1  Gejala blas pada fase vegetatif awal (a), gejala blas pada fase vegetatif
Tabel 2  Luas serangan penyakit blas di Kabupaten Pekalongana
Gambar 3   Pengetahuan petani tentang penyakit blas
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mikoriza indigenous dan non indigenous tidak berpengaruh terhadap masa inkubasi dan persentase tanaman terserang penyakit blas pada varietas padi

Padi varietas Cisantana yang diinokulasi pada fase benih, pesemaian, dan vegetatif, tahan terhadap penyakit HDB dibandingkan dengan dua varietas lainnya.. Keparahan penyakit

Tulisan ini membahas pengendalian penyakit blas berdasarkan pemahaman terhadap gejala penyakit, sebaran ras blas, dan epidemiologi penyakit blas yang digabungkan

Pada kondisi lingkungan yang mendukung, varietas padi yang terinfeksi parah dengan tingkat intensitas yang tinggi, baik oleh penyakit blas daun maupun blas leher malai,

Berdasarkan hasil survei penyebaran penyakit blas di Provinsi Jawa Tengah, ditemukan bahwa padi varietas lokal Mentik Wangi ternyata memiliki ketahanan terhadap

Pengamatan blas daun pada umur +65 hari dari 250 varietas padi di Sukabumi terlihat adanya variasi dalam reaksi ketahanannya terhadap penyakit (Tabel 5), yaitu terdapat 6 varietas

Serangan penyakit pada tanaman pangan seperti hawar daun bakteri (HDB) pada padi sawah, blas pada padi gogo yang juga menyerang padi sawah dan penyakit tungro yang menyebabkan

Pada penelitian preferensi petani terhadap varietas padi sawah ada tiga jenis varietas padi yang akan diusahatanikan oleh petani padi sawah di Desa Huntu Barat , adapun varietas padi