• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kualitas Makan Siswa Sekolah Dasar di Bogor serta Hubungannya dengan Status Gizi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kualitas Makan Siswa Sekolah Dasar di Bogor serta Hubungannya dengan Status Gizi"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

FARA IRDINI AZKIA

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kualitas Makan Siswa Sekolah Dasar di Bogor serta Hubungannya dengan Status Gizi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Fara Irdini Azkia

(4)
(5)

ABSTRAK

FARA IRDINI AZKIA. Analisis Kualitas Makan Siswa Sekolah Dasar di Bogor serta Hubungannya dengan Status Gizi. Dibawah bimbingan IKEU TANZIHA. Kualitas makan anak-anak menjadi perhatian karena pola konsumsi yang buruk di masa kecil akan terbawa saat dewasa dan menyumbang faktor risiko penyakit kronis. Penelitian ini bertujuan menganalisis kualitas makan siswa SD di Bogor serta hubungannya dengan status gizi. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan jumlah total contoh sebanyak 111 orang. Pengambilan contoh dilakukan secara purposif di sekolah dasar di Bogor. Data yang dikumpulkan meliputi data karakteristik contoh, karakteristik keluarga, pengetahuan gizi, kebiasaan makan, konsumsi pangan, dan kualitas makan. Kualitas makan diukur dengan menggunakan instrumen Healthy Eating Index (HEI) dengan pendekatan Pedoman Gizi Seimbang Indonesia. Data dianalisis dengan menggunakan uji chi-square dan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan kualitas makan contoh membutuhkan perbaikan, dengan rata-rata skor HEI sebesar 46 ± 7.0. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik individu dan sosial ekonomi keluarga dengan kualitas makan (p>0.05). Skor HEI berhubungan negatif dengan asupan energi dan berhubungan positif dengan asupan protein, karbohidrat, kalsium, vitamin A, dan vitamin C (p<0.05). Terdapat hubungan positif antara kualitas makan dengan status gizi (p<0.05).

Kata kunci: anak usia sekolah, kualitas makan, Healthy Eating Index, status gizi

ABSTRACT

FARA IRDINI AZKIA. The Analysis of Primary School Student’s Diet Quality in Bogor and Its Association with Their Nutritional Status. Supervised by IKEU TANZIHA.

Children’s diet quality becomes attention because of the poor quality diet in childhood is brought to adulthood and increasing the risk factor of chronic disease. The study aim to analyze children’s diet quality and its association to their nutritional status. The study design was cross sectional. Sample size was 111 by using purposive sampling. The collected data were individual characteristic, family characteristic, nutrition education, food habit, food consumption, and diet quality. Diet quality was measured by using Healthy Eating Index (HEI) with the approachment to Indonesian dietary guidelines. Data was analyzed by using chi-square and correlation Spearman. The mean of HEI score was 46 ± 7.0 and indicating need improvement diet quality. There was no significant association between individual and family characteristic with children diet quality (p>0.05). Higher HEI score were associated with lower energy intake, higher protein, carbohydrate, calcium, vitamin A, and vitamin C intakes (p<0.05). There was positive association children diet quality with nutritional status (p>0.05).

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

ANALISIS KUALITAS MAKAN SISWA SEKOLAH DASAR DI

BOGOR SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI

FARA IRDINI AZKIA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Kualitas Makan Siswa Sekolah Dasar di Bogor serta Hubungannya dengan Status Gizi

Nama : Fara Irdini Azkia NIM : I14100134

Disetujui oleh

Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Rimbawan Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini ialah kualitas makan, dengan judul Analisis Kualitas Makan Siswa Sekolah Dasar di Bogor serta Hubungannya dengan Status Gizi. Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang membantu selama proses pembuatan skripsi.

1. Ibu Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku pembimbing skripsi yang telah membimbing dan memberikan arahan.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS selaku pembimbing akademik.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah banyak membantu dan memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Ibu Reisi Nurdiani, SP, MSi yang telah banyak memberikan masukan untuk skripsi ini.

5. Keluarga besar di rumah yang selalu memberikan dukungan dan doa.

6. Teman-teman seperjuangan yang saling bahu-membahu selama penelitian ini berlangsung (Defika, Mila, Isna, Fauzi, Ade, dan Kak Haning).

7. Teman-teman yang telah membantu dalam pengambilan data dan memberikan masukan dalam pengolahan data (Bibah, Tutu, Emir, Engkun, Yazid, Novi, Imelda, Diani, Umami, Kak Irul).

8. Keluarga besar Gizi Masyarakat 47 yang selalu memberikan semangat dan dukungan tiada henti (Wilda, Reni, Maryam, Oci, Raida, Mimi, Ridhat, Dini, Kaka, Farid, Nizaf, April, dan lain-lain).

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 3

Manfaat Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 4

Desain, Tempat, dan Waktu, Penelitian 4

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 6

Definisi Operasional 14

HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Gambaran Umum Sekolah 14

Kualitas Makan 15

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Makan 19

Hubungan Kualitas Makan dengan Status Gizi 26

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 31

(13)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 6

2 Komponen HEI-1995 dan sistem skor 9

3 Komponen HEI-2005 dan 2010 serta sistem skor 11

4 Komponen HEI dengan pendekatan pedoman makan Indonesia untuk

anak usia 10-12 tahun 12

5 Skor masing-masing komponen HEI contoh 15

6 Frekuensi konsumsi sayur dan buah contoh 16

7 Alasan contoh mengonsumsi sayur dan buah 17

8 Alasan contoh jarang/tidak pernah mengonsumsi sayur dan buah 17

9 Kualitas makan contoh berdasarkan skor HEI 19

10 Karakteristik individu 19

11 Hubungan karakteristik individu dengan kualitas makan 20 12 Sebaran contoh menurut alasan dan jenis sarapan 21 13 Hubungan karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan kualitas makan 23 14 Hubungan asupan energi dan zat gizi dengan kualitas makan 24 15 Hubungan tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan kualitas makan 25

16 Hubungan kualitas makan dengan status gizi 26

17 Sebaran skor komponen HEI berdasarkan status gzi 27

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran analisis kualitas makan siswa sekolah dasar di

Bogor serta hubungannya dengan status gizi 4

2 Perubahan komponen HEI-2005 menjadi komponen HEI-2010 10

DAFTAR LAMPIRAN

3 Dokumentasi penelitian 31

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gizi seimbang merupakan salah satu upaya untuk menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang handal. Namun pada kenyataannya, anjuran untuk mengonsumsi makanan beragam, bergizi dan seimbang masih belum dilaksanakan sepenuhnya oleh penduduk Indonesia. Masalah asupan yang tidak seimbang masih menjadi masalah gizi penduduk Indonesia. Indikator yang digunakan pada adalah persentase penduduk yang mengonsumsi energi dibawah kebutuhan minimal. Secara nasional, sebanyak 40.7% penduduk Indonesia mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal (kurang dari 70% dari angka kecukupan gizi bagi orang Indonesia). Masalah kekurangan konsumsi energi dan protein ini terjadi pada semua kelompok umur, terutama pada anak usia sekolah (6-12 tahun). Sebanyak 44.4% anak usia sekolah mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal (<70% AKG) dan 30.6% mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal (<80% AKG) (Kemenkes 2010). Kekurangan energi dan protein dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan terganggunya pertumbuhan anak, selain itu juga dapat mempengaruhi prestasi belajar anak (Villaveija 1987).

Secara nasional, terdapat kecenderungan anak usia sekolah mengonsumsi banyak makanan sumber karbohidrat dan lemak, serta kurang mengonsumsi makanan sumber protein dan serat. Hal ini ditunjukkan dalam Riskesdas 2010 dimana rata-rata konsumsi karbohidrat dan lemak anak usia sekolah melebihi anjuran PUGS, yaitu berkontribusi lebih dari 60% dan 25% dari total konsumsi energi, sedangkan konsumsi protein anak usia sekolah belum memenuhi anjuran PUGS, yaitu hanya berkontribusi kurang dari 15% dari total konsumsi energi (Kemenkes 2010). Konsumsi sumber serat yang kurang, seperti sayur dan buah masih menjadi masalah nasional dimana proporsi penduduk Indonesia yang kurang mengonsumsi sayur dan buah sebesar 93.6% (Kemenkes 2013).

(16)

2

Pola konsumsi yang buruk di masa anak-anak akan terbawa pada masa dewasa, sehingga kualitas makan anak-anak perlu menjadi perhatian khusus. Hal inilah yang meningkatkan angka obesitas pada anak-anak pada dekade terakhir dan menyumbang faktor yang terkait dengan masalah kesehatan, seperti diabetes mellitus tipe 2 dan tekanan darah tinggi (Fungwe et al. 2009). Empat penyebab utama kematian di Amerika Serikat, yaitu kanker, diabetes mellitus tipe 2, penyakit jantung, dan hipertensi, berhubungan dengan buruknya kualitas makan, misalnya diet tinggi lemak dan gula tambahan serta diet rendah serat dan zat gizi mikro, dengan faktor risiko yang terjadi pada awal masa anak-anak (Tereyak et al.

2006)

Pengukuran kualitas makan dari anak-anak dan remaja yang dilakukan oleh Nurdiani (2011) dan Prasetyo (2013) di Bogor menunjukkan bahwa kualitas makan dari anak-anak dan remaja tersebut masih membutuhkan perbaikan yang ditunjukkan dengan skor Healthy Eating Index yang rendah. Berdasarkan hal tersebut, maka penting dilakukan analisis kualitas makan anak sekolah serta faktor yang berhubungan dengannya agar dapat dilakukan perbaikan pola konsumsi anak.

Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana kualitas makan siswa SD di Bogor?

2. Faktor apa saja yang berhubungan dengan kualitas makan siswa SD di Bogor?

3. Bagaimana hubungan kualitas makan siswa dengan status gizi siswa SD di Bogor?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas makan siswa SD di Bogor serta hubungannya dengan status gizi.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis kualitas konsumsi siswa SD di Bogor.

2. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas makan siswa SD di Bogor.

(17)

3 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Pendapatan rumah tangga dan pengetahuan gizi berhubungan positif dengan kualitas makan anak.

2. Jumlah anggota rumah tangga berhubungan negatif dengan kualitas makan anak.

3. Terdapat hubungan positif antara kualitas makan anak dengan status gizinya.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai kualitas makan siswa sekolah dasar di Bogor dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas makan anak, sehingga dapat memberikan masukan kepada orang tua dan pihak terkait untuk melakukan evaluasi dan perbaikan pola konsumsi pangan anak.

KERANGKA PEMIKIRAN

Anjuran untuk mengonsumsi makanan beragam, bergizi dan berimbang masih belum dilaksanakan sepenuhnya. Masih terdapat kecenderungan masyarakat Indonesia banyak mengonsumsi makanan sumber karbohidrat dan lemak, serta kurang mengonsumsi sumber protein dan serat (Kemenkes 2010). Keluarga, terutama ibu mempunyai peran yang besar dalam mempengaruhi konsumsi anak sekolah. Pendidikan dari rumah akan berdampak pada pengetahuan anak mengenai gizi dan makanan. Pengetahuan tentang gizi akan berpengaruh pada kebiasaan makan dan konsumsi makanan. Kebiasaan makan anak sekolah diuraikan menjadi kebiasaan sarapan, kebiasaan jajan, dan kebiasaan makan buah dan sayur. Individu yang berpengetahuan gizi baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya dalam pemilihan maupun pengetahuan pangan sehingga konsumsi pangan yang mencukupi lebih terjamin.

(18)

4

Keterangan:

= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti = hubungan yang diteliti = hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis kualitas makan siswa sekolah dasar di Bogor serta hubungannya dengan status gizi

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

(19)

5

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Contoh pada penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 6 SD yang berusia 10-12 tahun. Teknik pengambilan contoh yang digunakan yaitu purposive sampling. Kriteria inklusi dalam pengambilan contoh adalah siswa-siswa kelas 6 SD, berusia 10-12 tahun, sehat, bersedia menjadi contoh, dan mampu mengikuti rangkaian penelitian hingga akhir. Penentuan jumlah contoh minimum dihitung berdasarkan rumus Lemeshow et al. (1997) sebagai berikut.

Keterangan:

n : jumlah contoh minimum

Z1- : tingkat kepercayaan 95% = 1.96

p : proporsi anak usia sekolah yang mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimum = 30.6%

d : ketepatan penelitian = 10%

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder yang dikumpulkan adalah gambaran umum sekolah yang diperoleh melalui arsip sekolah dan dijelaskan secara deskriptif. Data primer yang diambil antara lain data karakteristik keluarga, karakteristik contoh, antropometri, pengetahuan gizi, kebiasaan makanan, dan konsumsi pangan. Data karakteristik keluarga didapatkan melalui kuesioner tertutup yang diisi oleh orang tua contoh di rumah, meliputi besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan total pendapatan keluarga. Data karakteristik contoh (jenis kelamin, usia), pengetahuan gizi, dan kebiasaan makan diperoleh berdasarkan pengisian kuesioner oleh siswa di sekolah. Data antropometri diambil dengan melakukan pengukuran langsung di setiap kelas masing-masing sekolah. Berat badan contoh diukur dengan menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0.1 kg, sedangkan tinggi badan contoh diukur dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm.

(20)

6

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Data Jenis Data Cara Pengumpulan Data

1 Gambaran umum sekolah Data sekunder Arsip sekolah 2 Karakteristik individu

- Usia

- Jenis kelamin - Berat badan - Tinggi badan

Data primer - Kuesioner terbuka - Pengukuran berat badan

Data primer Kuesioner tertutup

4 Pengetahuan gizi Data primer 18 pertanyaan pilihan ganda tentang gizi

Data primer Kuesioner semi terbuka

6 Konsumsi pangan

- Tingkat kecukupan energi dan zat gizi

(21)

7 total pendapatan rumah tangga dikategorikan menjadi 4 kelompok (<Rp 1.000.000/bulan, Rp 1.000.001 – Rp 2.500.000/bulan, Rp 2.500.001 – Rp 5.000.000/bulan, > Rp 5.000.000/bulan).

Pengetahuan gizi dinilai berdasarkan pertanyaan tentang sarapan dan gizi seimbang. Jawaban atas pertanyaan gizi diberi skor 0 jika salah dan skor 1 jika benar, kemudian skor dijumlah dan dihitung persentase jawaban yang benar secara keseluruhan. Pengetahuan gizi dikategorikan baik jika persentase skor benar lebih dari 80%, sedang jika persentase skor benar 60-80%, dan kurang jika persentase skor benar kurang dari 60% (Khomsan 2000).

Data kebiasaan makan contoh dijabarkan menjadi kebiasaan sarapan, kebiasaan jajan, dan kebiasaan makan buah dan sayur berupa jenis pangan dan frekuensi makan. Kebiasaan sarapan terdiri atas frekuensi sarapan, jenis sarapan, dan alasan sarapan. Frekuensi sarapan dikategorikan menjadi 3 (selalu, kadang-kadang, dan tidak pernah sarapan). Jenis sarapan dikelompokkan berdasarkan Hardinsyah (2012), yaitu sarapan lengkap (full/complete breakfast) dan sarapan tidak lengkap (partial/incomplete breakfast). Sarapan tidak lengkap dibagi menjadi simple breakfast dan very simple breakfast. Sarapan dikatakan lengkap jika terdiri dari makanan sumber karbohidrat, makanan pendamping (lauk pauk), sayur/buah, dan minuman. Simple breakfast adalah sarapan yang hanya terdiri dari makanan sumber karbohidrat, makanan pendamping (lauk pauk), dan minuman, sedangkan very simple breakfast jika hanya sarapan dengan minuman atau makanan pokok saja. Kemudian alasan sarapan contoh dijelaskan secara deskriptif.

Kebiasaan jajan terdiri atas frekuensi jajan dan jenis jajanan. Frekuensi jajan dalam seminggu dikategorikan menjadi 3 (setiap hari, 4-6 hari/minggu, dan 1-3 hari/minggu, dan tidak pernah jajan). Jenis jajanan dijelaskan secara deskriptif. Kebiasaan makan sayur dan buah terdiri atas frekuensi makan sayur dan buah serta alasan mengonsumsi sayur dan buah. FAO/WHO menganjurkan untuk mengonsumsi sayur dan buah minimal 400 g setiap hari, sedangkan pada Riskesdas 2013 dijelaskan bahwa penduduk dikategorikan ‘cukup’ mengonsumsi sayur dan/atau buah apabila makan sayur dan/atau buah minimal 5 porsi per hari selama 7 hari dalam seminggu. Dikategorikan ’kurang’ apabila konsumsi sayur dan/atau buah kurang dari ketentuan di atas. Namun pada kenyataannya konsumsi sayur dan buah siswa masih sangat rendah, sehingga dibuat pengelompokkan khusus untuk frekuensi makan sayur dan buah, yaitu setiap hari, kadang-kadang (4-6 hari/minggu), jarang (1-3 hari/minggu), dan tidak pernah. Alasan mengonsumsi sayur dan buah kemudian dijelaskan secara deskriptif.

Data konsumsi pangan berupa jenis pangan dan jumlah makanan dalam gram yang dikonsumsi contoh selama satu hari pada hari sekolah dan hari libur. Data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan instrumen Food Recall 24 jam yang diperoleh dalam ukuran rumah tangga (URT) kemudian dikonversi ke dalam ukuran berat (gram) dengan cara memperkirakan menggunakan beberapa alat bantu seperti ukuran rumah tangga (sendok nasi, sendok makan, dan lain-lain). Kemudian, dihitung kandungan zat gizi dengan menggunakan tabel Daftar Komponen Bahan Makanan (DKBM) dengan rumus baku sebagai berikut.

KEj = (Bj/100) x Gj x (BDDj/100) Keterangan:

(22)

8

Gj : Kandungan energi dalam 100 g BDD bahan makanan BDDj : Persen bahan makanan yang dapat dimakan (% BDD)

Perhitungan angka kecukupan gizi menggunakan rumus sebagai berikut.

Tingkat kecukupan energi dihitung dari konsumsi per hari yang dibandingkan dengan angka kecukupan energi yang telah ditetapkan pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004). Pengukuran tingkat kecukupan energi dan zat gizi dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Penggolongan tingkat kecukupan energi dan protein dilakukan berdasarkan Depkes (1996) menjadi 5 kategori, yaitu defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat sedang (70-79% AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG), normal (90-120% AKG), dan kelebihan (>(90-120% AKG). Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan berdasarkan Gibson (2005) menjadi 2, yaitu kurang (tingkat kecukupan < 77%) dan cukup (tingkat kecukupan > 77%). Data rata-rata asupan energi dan zat gizi dalam bentuk gram dikonversi menjadi bentuk porsi per golongan bahan pangan dengan bantuan Daftar Penukar Bahan Makanan. Kemudian dinilai dengan menggunakan instrumen Healthy Eating Index untuk mengrtahui kualitas makan contoh.

Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan serta

Statistical Program for Social Science (SPSS) version 16.0 for windows Uji statistik yang digunakan yaitu uji normalitas, uji chi-square, dan uji korelasi Spearman. Analisis korelasi Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan konsumsi energi dan zat gizi dengan skor HEI, sedangkan analisis hubungan karakteristik individu dan sosial ekonomi keluarga dengan kualitas makan menggunakan uji chi-square.

Pengembangan Ukuran Kualitas Makan melalui Adaptasi Healthy Eating

Index dengan pendekatan Pedoman Gizi Seimbang Indonesia

(23)

9 Empat komponen selanjutnya menilai aspek-aspek yang harus dibatasi konsumsinya, yaitu asupan lemak total, lemak jenuh, kolesterol, dan sodium. Komponen kesepuluh mengukur keragaman makanan. Masing-masing komponen memiliki kriteria skor maksimum dan minimum. Skor dari masing-masing komponen kemudian dijumlahkan dan dikategorikan menjadi 3, yaitu baik (good) jika skor HEI lebih dari 80, membutuhkan perbaikan (need improvement) jika skor HEI diantara 51 hingga 80, dan buruk (poor) jika skor HEI dibawah 51 (USDA 1995). Komponen HEI-1995 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komponen HEI-1995 dan sistem skor

Komponen Skor1 Kriteria Maksimum Kriteria Minimum

Serealia 0-10 6 – 11 porsi2 0 1 Orang yang konsumsi/asupannya diantara kriteria maksimum dan minimum, skor

ditentukan secara proporsional

2 Porsi tergantung pada Recommended Energy Allowance per hari

Pedoman makan Amerika (The Dietary Guidelines for Americans) diperbaharui setiap 5 tahun sekali oleh U.S. Departments of Agriculture (USDA)

and Health and Human Services (HHS), berdasarkan laporan rutin para ahli. Sehubungan dengan munculnya Dietary Guidelines 2005 di Amerika, dilakukan pengembangan HEI-1995 menjadi HEI-2005 agar sesuai dengan rekomendasi diet terbaru. Pengembangan ini meliputi peningkatan aspek-aspek penting dalam kualitas diet, seperti whole grains, berbagai jenis sayuran, jenis spesifik lemak, dan pengenalan konsep discretionary calories. HEI-2005 memiliki 12 komponen, yaitu total buah; buah utuh (selain jus); total sayur; sayuran berwarna hijau gelap dan oren, serta biji-bijian; total serealia; serealia utuh; susu (semua produk susu dan minuman kedelai); daging dan kacang-kacangan (daging merah, daging unggas, ikan, telur, minuman selain produk kedelai, kacang, dan biji-bijian); minyak (minyak sayur dan lemak di dalam ikan, kacang, dan biji-bijian); lemak jenuh; sodium; dan kalori dari lemak padat, alkohol, dan gula tambahan (SoFAAS). Skor yang tinggi merupakan gambaran asupan yang tinggi untuk beberapa komponen, namun untuk lemak jenuh, sodium, dan kalori dari SoFAAS skor yang lebih tinggi diberikan untuk asupan yang lebih rendah (Guenther et al.

2007).

(24)

10

ditentukan berdasarkan densitas energi (per 1000 kkal), sehingga dapat digunakan untuk wanita hamil dan menyusui, namun tidak dapat digunakan untuk anak di bawah usia 2 tahun. Kelebihan lainnya adalah memasukkan konsumsi bahan pangan yang tinggi energi dan rendah zat gizi mikro, menekankan pada aspek diet Amerika yang jauh dari rekomendasi, dan pada HEI-2010 sudah menekankan pentingnya asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) dan asam lemak tidak jenuh ganda (MUFA) dalam komponen minyak (Guenther et al. 2007, 2013). Komponen HEI-2005 dan 2010 serta sistem skornya dapat dilihat pada Tabel 3.

HEI-2005 HEI-2010

Gambar 2 Perubahan komponen HEI-2005 menjadi komponen HEI-2010 Whole fruit

Fruit juice Whole grain

Dairy

Meat, poultry, eggs Seafood Nuts, seeds, soy

Whole fruit Total fruit

Whole grain Dairy

Total protein

Seafood & Plant Protein

Beans & peas

Dark green vegetables

All of vegetables

Fatty acids

Refined grains

Sodium

Added sugar

Solid fats Alcohol

Empty Calories Green & beans Total vegetables

Fatty acids

Refined grains

(25)

11 Tabel 3 Komponen HEI-2005 dan 2010 serta sistem skor

Komponen Skor1 Kriteria Maksimum Kriteria Minimum HEI-2005

Lemak jenuh 0-10 ≤ 7% dari total energi ≥ 15% dari total energi

Sodium 0-10 ≤ 0.7 g/1000 kkal ≥ 2 g/1000 kkal

Kalori dari SoFAAS

0-20 ≤ 20 dari total energi ≥ 50% dari total energi HEI-2010 1 Orang yang konsumsi/asupannya diantara kriteria maksimum dan minimum, skor

ditentukan secara proporsional

(26)

12

(PUGS) tahun 2002. Namun, dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian dengan pedoman makan terbaru untuk menentukan kriteria skor maksimum dan minimum. Berdasarkan hal tersebut, dirumuskanlah komponen HEI Indonesia untuk anak usia 10-12 tahun yang disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Komponen HEI dengan pendekatan pedoman makan Indonesia untuk anak usia 10-12 tahun

Komponen HEI Skor Kriteria Maksimum Kriteria Minimum Pangan pokok 0-10 5 porsi (laki-laki)

4 porsi (perempuan)

0

Sayuran 0-10 3 porsi 0

Buah-buahan 0-10 4 porsi 0

Pangan hewani 0-10 3.5 porsi (laki-laki) 3 porsi (perempuan)

Total gula 0-10 ≤ 5% dari total energi >5% dari total energi Zat besi 0-10 13 mg (laki-laki)

20 mg (perempuan)

0 Keragaman 0-10 ≥ 9 jenis pangan ≤ 3 jenis pangan

Penilaian HEI terdiri atas 10 komponen, yaitu 5 komponen berdasarkan pada 5 kelompok pangan utama pada piramida makanan yaitu pangan pokok, sayuran, buah-buahan, pangan hewani, dan pangan nabati. Pangan pokok yang dimaksud adalah beras, jagung, umbi-umbian, tepung terigu dan produk turunannya, serta jenis pangan pokok lainnya yang biasanya dikonsumsi sehari-hari. Sayuran dan buah yang dimaksud adalah sayuran dan buah yang dimakan dalam bentuk utuh ataupun dalam bentuk jus. Pangan hewani yang dimaksud adalah semua pangan yang berasal dari hewan dan produk turunannya, seperti daging, susu, ikan, ayam, sosis, dan kornet. Pangan nabati adalah semua pangan yang berasal dari tanaman dan produk turunannya, seperti kacang-kacangan, tahu, tempe, dan oncom. Kriteria skor kelima komponen ini ditentukan berdasarkan anjuran porsi untuk anak usia 10-12 tahun di dalam Pedoman Gizi Seimbang (PGS) 2014. Diberikan skor 0 jika individu sama sekali tidak mengonsumsi pangan tersebut dan diberikan skor 10 jika individu mengonsumsi pangan sesuai dengan anjuran. Jika konsumsi berada diantara kriteria maksimum dan minimum, skor ditentukan secara proporsional. Misalnya, jika anjuran konsumsi pangan pokok adalah 4 porsi/hari, konsumsi seseorang 2 porsi/hari, maka skor untuk pangan pokok adalah 5. Jika konsumsi pangan pokok individu 6 porsi/hari, diberikan skor 6.67 atau dibulatkan menjadi 7.

(27)

13 sumber zat besi, mengonsumsi garam beryodium, dan mengonsumsi makanan yang beragam setiap hari. Asupan total lemak didapatkan dari rata-rata persentase asupan lemak terhadap rata-rata energi total individu berdasarkan Food Recall. Asupan total gula berasal dari akumulasi konsumsi gula murni dan minuman berkalori individu. Asupan garam individu yang dimaksud disini adalah jumlah sodium yang berasal dari konsumsi makanan dan minuman individu. Keragaman makanan dinilai berdasarkan jumlah jenis pangan yang dikonsumsi selama satu hari. Menurut Depkes (2002), keragaman makanan dalam hidangan sehari-hari minimum harus berasal dari satu jenis makanan sumber tenaga, satu jenis makanan zat pembangun, dan satu jenis makanan sumber zat pengatur. Ini merupakan penerapan prinsip yang minimum, sehingga jika menerapkan prinsip ini dalam satu hari terdapat 9 jenis pangan yang berbeda. Jenis pangan yang sama dihitung 1 kali dalam setiap waktu makan. Misalnya, dalam satu waktu makan individu mengonsumsi nasi, telur, dan sayur kangkung, maka jenis pangan yang dihitung adalah 3. Jika individu mengonsumsi nasi, bihun, dan mie dalam satu kali waktu makan, maka jenis pangan yang dihitung adalah 1 karena ketiga pangan tersebut merupakan jenis makanan sumber zat tenaga.

Secara umum perhitungan skor HEI dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut.

1. Pengelompokan pangan ke dalam golongan pangan sesuai dengan komponen dalam HEI (pangan pokok, sayuran, buah-buahan, pangan hewani, dan pangan nabati)

2. Perhitungan rata-rata kandungan energi, lemak, zat besi, gula, dan sodium individu per hari.

3. Perhitungan jumlah porsi makan per hari untuk setiap golongan pangan (perbandingan jumlah rata-rata konsumsi energi/individu/hari dengan kandungan energi per porsi untuk setiap golongan pangan).

4. Perhitungan jumlah jenis pangan per hari dan rata-rata jumlah pangan per individu per hari. Keragaman dihitung berdasarkan jumlah jenis makanan yang dikonsumsi setiap kali waktu makan dalam satu hari (Nurdiani 2011). 5. Setiap komponen HEI diberikan skor antara 0 - 10 sehingga interval total skor

HEI memiliki nilai minimum 0 dan nilai maksimum 100. Kriteria untuk skor maksimum dan minimum ditentukan berdasarkan angka kecukupan yang dianjurkan per hari (USDA 1995). Jika konsumsi seseorang memiliki jumlah diantara kriteria maksimum dan minimum maka skor ditentukan secara proporsional (Kennedy 2008).

(28)

14

Definisi Operasional

Siswa sekolah dasar adalah anak kelas 6 SD yang berumur 10-12 tahun dan menjadi contoh penelitian.

Kualitas makan adalah mutu dari konsumsi contoh berdasarkan penilaian dari komponen Healthy Eating Index (HEI) dengan menggunakan pendekatan pedoman makan Indonesia.

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat-zat gizi makanan, yang ditetapkan berdasarkan IMT/U contoh, kemudian dikategorikan menjadi sangat kurus, kurus, normal, gemuk, dan obesitas. Healthy Eating Index (HEI) adalah instrumen yang digunakan untuk menilai

kualitas konsumsi pangan siswa secara menyeluruh melalui sistem skor antara 0-100. Skor HEI dikategorikan yaitu buruk (poor) apabila skor kurang dari 51, dikategorikan butuh perbaikan (need improvement) apabila skor 51 – 80, dan dikategorikan baik (good) apabila skor lebih dari 80. Asupan zat gizi adalah jumlah asupan zat gizi contoh dalam sehari yang

diperoleh dari konsumsi pangan.

Kebiasaan makan adalah cara contoh memilih pangan dan memakannya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya, dan sosial, yang terdiri atas kebiasaan sarapan, kebiasaan jajan, dan kebiasaan makan buah dan sayur.

Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan dan diminum contoh selama sehari atau 24 jam yang dikumpulkan dengan metode

Recall 24 jam.

Pengetahuan gizi adalah pemahaman tentang gizi contoh yang terdiri dari 18 pertanyaan dengan skor maksimum 100 yang dikategorikan menjadi baik, sedang, dan kurang.

Tingkat kecukupan zat gizi adalah perbandingan antara zat gizi yang dikonsumsi dengan Angka Kecukupan Gizi menurut usia, jenis kelamin, dan keadaan fisiologis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Sekolah

(29)

15 SDN Padjajaran 1 yang berletak di Jalan Raya Padjajaran No. 26, Bogor Timur. Sekolah ini merupakan sekolah yang mulanya diresmikan pada Proyek Pembangunan SD Inpres bertingkat oleh Gubernur Jawa Barat pada 13 Januari 1986. SD Padjajaran memiliki luas 1.595,5 m2. Sekolah ini memiliki akreditasi A dan merupakan sekolah unggulan di Bogor. SDN Batu Tulis 2 yang berlokasi di Jalan Batu Tulis No. 137, Bondongan, Bogor Selatan. Ketiga sekolah ini memiliki akreditasi sekolah yang baik dan memiliki sarana dan prasaran yang cukup memadai. Kegiatan belajar mengajar di sekolah berlangsung dari hari Senin sampai Sabtu dengan jam belajar dimulai sejak pukul 07.00 – 13.00, dengan diselingi istirahat 1-2 kali. Selain kegiatan belajar mengajar, ketiga sekolah ini juga menyediakan kegiatan ekstrakurikuler untuk mewadahi dan mengembangkan bakat, minat, dan kreativitas siswa.

Kualitas Makan

Kualitas makan contoh ditentukan berdasarkan skor HEI yang diperoleh, skor HEI yang tinggi menunjukkan kualitas makan contoh yang baik. Terdapat perbedaan AKG energi, protein, dan zat besi pada kelompok umur 10-12 tahun untuk laki-laki dan perempuan, sehingga untuk menghitung jumlah konsumsi pangan pokok, pangan hewani, dan zat besi dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Kualitas makan contoh dapat ditelusuri melalui skor dari masing-masing komponen HEI.

Tabel 5 Skor masing-masing komponen HEI contoh Komponen HEI Nilai

Minimum

Nilai Maksimum Konsumsi Skor HEI

Pangan pokok 0 5 porsi (laki-laki)

Pangan hewani 0 3.5 porsi (laki-laki)

Total lemak >35% dari total energi

(30)

16

Berdasarkan Tabel 5, komponen pertama yaitu pangan pokok mendapatkan skor proporsional, baik pada contoh laki-laki maupun perempuan, yang disebabkan berlebihnya konsumsi makanan sumber karbohidrat dari yang dianjurkan. Berdasarkan anjuran PGS, anak laki-laki usia 10-12 tahun sebaiknya mengonsumsi 5 porsi pangan pokok/hari, sedangkan anak perempuan usia 10-12 tahun dianjurkan untuk mengonsumsi 4 porsi pangan pokok/hari. Rata-rata contoh mengonsumsi 6 porsi pangan pokok/hari atau berkontribusi sebesar 50-52.5% dari energi total sehari. Hasil yang didapatkan lebih besar dibandingkan dengan penelitian Apriani dan Baliwati (2011) yang menyatakan kontribusi energi dari makanan sumber karbohidrat di daerah perkotaan sebesar 48.05%. Adapun makanan sumber karbohidrat yang dikonsumsi oleh contoh antara lain: nasi, mie, bihun, roti, dan biskuit.

Komponen HEI kedua dan ketiga adalah konsumsi sayuran dan buah-buahan. Sayur dan buah merupakan komponen penting dari diet yang sehat dan jika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup setiap hari dapat membantu pencegahan penyakit degeneratif seperti jantung koroner dan kanker. FAO/WHO merekomendasikan untuk mengonsumsi sayur dan buah minimum sebanyak 400 g/hari untuk mencegah penyakit degeneratif serta mencegah dan mengurangi defisiensi zat gizi mikro, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia (WHO 2004). Anjuran PGS untuk konsumsi sayur dan buah anak usia 10-12 tahun yaitu 3 porsi sayur dan 4 porsi buah setiap hari. Berdasarkan Tabel 5, rata-rata konsumsi sayur contoh kurang dari 1 porsi per hari, sedangkan rata-rata-rata-rata konsumsi buah contoh hanya 1 porsi per hari. Kurangnya konsumsi sayur dan buah juga menjadi masalah nasional. Dilaporkan dalam Riskesdas 2013, proporsi kurang makan sayur dan buah di Indonesia mencapai 93.6% (Kemenkes 2013). Konsumsi sayur dan buah yang rendah dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik (31%) dan stroke (11%) (WHO 2004).

(31)

17 Tabel 7 Alasan contoh mengonsumsi sayur dan buah

Disediakan

Tabel 8 Alasan contoh jarang/tidak pernah mengonsumsi sayur dan buah Rasa mengonsumsi 3.5 porsi pangan hewani, sedangkan anak perempuan usia 10-12 tahun dianjurkan mengonsumsi 3 porsi pangan hewani setiap hari. Rata-rata konsumsi makanan sumber protein hewani contoh yaitu 1 porsi per hari, jauh dari jumlah yang dianjurkan, sehingga skor HEI yang diperoleh tidak mencapai skor maksimum. Menurut Neumann et al. (2003), mengonsumsi makanan yang berasal dari hewan mampu meningkatkan status zat gizi mikro, membantu pertumbuhan, dan kemampuan kognitif anak yang lebih baik.

Konsumsi pangan nabati contoh juga masih jauh dari jumlah yang dianjurkan. Berdasarkan Tabel 5, anjuran konsumsi pangan nabati anak usia 10-12 tahun adalah 3 porsi, sedangkan rata-rata konsumsi pangan nabati contoh kurang dari 1 porsi setiap hari. Angka Kecukupan Gizi (AKG) protein untuk anak laki-laki dan perempuan usia 10-12 tahun adalah 56 g/hari dan 60 g/hari, sedangkan konsumsi protein contoh, baik yang berasal dari pangan hewani maupun pangan nabati, hanya sebesar 43.8 ± 20.8 g/hari. Data Riskesdas 2010 menunjukkan masih terdapat 30.6% anak Indonesia berusia 7-12 tahun yang mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimum (<80% AKG). Kekurangan protein di masa anak-anak dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan, selain itu dapat mempengaruhi prestasi belajar anak (Villaveija 1987).

(32)

18

dan lemak tidak jenuh di dalamnya. Selain komponen lemak, komponen sodium juga mendapatkan skor maksimum karena memenuhi konsumsi anjuran, yaitu kurang 2400 mg/hari.

Selanjutnya, komponen kedelapan yaitu total konsumsi gula contoh. Berdasarkan Tabel 5, rata-rata total konsumsi gula contoh mencapai 20% dari total energi atau menyumbang 336 ± 280 kkal/hari. Maraknya konsumsi minuman berkalori instan oleh contoh, yaitu minuman ringan soda dan minuman gula manis (minuman jus buah dan teh) menjadi penyebab utama berlebihnya total konsumsi gula contoh dan menyebabkan skor minimum pada komponen gula. Konsumsi minuman berkalori instan tak hanya terjadi di kalangan anak usia sekolah, berdasarkan Febriyani et. al (2012) pada usia remaja (15-18 tahun) kontribusi energi dari minuman berkalori mencapai 21.2% dari total asupan energi atau 420 ± 406 kkal/hari. Asupan energi minuman tersebut secara signifikan berhubungan dengan total asupan energi. Hal tersebut kemungkinan dapat menyebabkan kelebihan energi, kegemukan, dan kemungkinan efek negatif lainnya.

Komponen kesembilan yaitu asupan zat besi. Zat besi adalah salah satu unsur penting dalam proses pembentukan sel darah merah. Zat besi secara alamiah diperoleh dari makanan. Kekurangan zat besi dalam makanan sehari-hari secara berkelanjutan dapat menimbukan penyakit anemia gizi besi (AGB). Selain AGB, kekurangan intik zat besi pada anak usia dapat berpengaruh pada konsentrasi belajar di sekolah sehingga berdampak pada prestasi belajar siswa. Sumber utama zat besi adalah bahan pangan hewani dan kacang-kacangan serta sayuran berwarna hijau tua. Jika dilihat pada Tabel 5, asupan zat besi contoh perempuan masih rendah. Hal ini diduga berkaitan dengan rendahnya konsumsi pangan sumber zat besi. Selain itu, salah satu kesulitan utama untuk memenuhi kebutuhan zat besi adalah rendahnya tingkat penyerapan zat besi di dalam tubuh, terutama sumber zat besi nabati yang hanya diserap 1-2% saja, jauh lebih rendah daripada sumber zat besi hewani yang dapat diserap 10-20%. Keberadaan protein hewani, vitamin C, vitamin A, zink, dan asam folat dapat meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh (Depkes 2002).

(33)

19 pangan, pengetahuan gizi, waktu yang tersedia untuk pengelolaan pangan, kesukaan pangan dan ketersediaan pangan.

Tabel 9 Kualitas makan contoh berdasarkan skor HEI

No Kualitas Makan n %

1 1. Buruk (Skor HEI <33) 5 4.5

2 2. Membutuhkan perbaikan (Skor HEI 33-66) 106 95.5

3 3. Baik (Skor HEI >66) 0 0

Total 111 100

Skor dari masing-masing komponen kemudian diakumulasi sehingga didapatkan skor HEI total yang menggambarkan kualtas makan contoh. Berdasarkan Tabel 9, sebagian besar contoh (95.5%) tergolong memiliki kualitas makan yang membutuhkan perbaikan dan tidak ada satupun contoh yang memiliki kualitas makan yang baik. Rata-rata skor HEI contoh sebesar 46 ± 7.0, dengan skor terendah 30 dan skor tertinggi 65. Berbagai penelitian juga menunjukkan rata-rata skor indeks pengukuran kualitas makan yang membutuhkan perbaikan untuk anak-anak dan remaja (Nurdiani 2011, Prasetyo 2013, Hurley et al. 2009, Golley et al. 2011). Berdasarkan Tabel 5, hampir seluruh komponen memerlukan perbaikan agar mencapai kualitas makan yang lebih baik. Konsumsi sayur, buah, pangan hewani, dan pangan nabati perlu ditingkatkan agar sesuai dengan anjuran, sedangkan konsumsi pangan pokok dan gula perlu dibatasi hingga mencapai anjuran yang seharusnya.

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Makan

Karakteristik Individu

Karakteristik individu contoh yang diteliti meliputi jenis kelamin, usia, status gizi, pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, dan kebiasaan jajan. Berdasarkan Tabel 10, sebagian besar contoh berjenis kelamin perempuan (65%). Sebagian besar berusia 11 tahun dengan rata-rata usia contoh adalah 11 ± 0.4 tahun. Sebagian besar contoh memiliki status gizi yang baik, sepertiga dari contoh mengalami gizi lebih, dan sisanya mengalami gizi kurang. Sebagian besar contoh memiliki pengetahuan gizi yang baik (51.4%). Contoh memiliki kebiasaan sarapan yang baik, dimana 75.7% contoh mengaku rutin sarapan setiap hari. Seluruh contoh menyatakan pernah jajan di sekolah, baik dengan frekuensi sering maupun jarang. Sebagian besar contoh jajan setiap hari di sekolah (61.3%).

Tabel 10 Karakteristik individu Karakteristik individu n % Jenis kelamin

Laki-laki 39 35.1

(34)

20

Lanjutan Tabel 10 Karakteristik individu

Tabel 11 Hubungan karakteristik individu dengan kualitas makan

Karakteristik Individu

Buruk Membutuhkan Perbaikan

Total

p*

n % n % n %

Jenis kelamin

Laki-laki 2 5.1 37 94.9 39 100 0.816

Perempuan 3 4.2 69 95.8 72 100

Pengetahuan gizi

Kurang 0 0 2 100 2 100 0.894

Sedang 2 3.8 50 96.2 52 100

Baik 3 5.3 54 94.7 57 100

Kebiasaan sarapan

Tidak pernah 0 0 0 0 6 100 0.431

Kadang-kadang 2 9.5 19 92.5 21 100

Setiap hari 3 3.6 81 96.4 84 100

* signifikan pada p<0.05

Karakteristik individu n %

10 9 8.1

11 89 80.2

12 13 11.7

Status gizi

Kurus 2 1.8

Normal 77 69.4

Gemuk 19 17.1

Obese 13 11.7

Pengetahuan gizi

Kurang 2 1.8

Sedang 52 46.8

Baik 57 51.4

Kebiasaan sarapan

Tidak pernah 6 5.4

Kadang-kadang 21 18.9

Setiap hari 84 75.7

Kebiasaan jajan

Setiap hari (7 hari/minggu) 68 61.3

4-6 hari/minggu 27 24.3

1-3 hari/minggu 16 14.4

(35)

21 Lanjutan Tabel 11 Hubungan karakteristik individu dengan kualitas makan

* signifikan pada p<0.05

Hasil uji chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan kualitas makan contoh (p<0.05) (Tabel 11). Meskipun hasil uji chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan, dapat dilihat sebaran contoh pada masing-masing karakteristik individu. Lebih banyak contoh berjenis kelamin perempuan yang memiliki kualitas makan yang lebih baik dibandingkan dengan contoh laki-laki. Jika dilihat dari skor masing-masing komponen HEI, contoh perempuan memiliki skor HEI sedikit lebih tinggi dibanding contoh laki-laki, terutama pada komponen sayur, buah, dan pangan hewani. Hurley et. al (2011) juga menyatakan adanya kecenderungan perempuan memiliki skor HEI yang lebih tinggi dibandingkan laki karena konsumsi sayur dan buah perempuan lebih baik dibanding laki-laki. Pengetahuan gizi contoh tidak berhubungan dengan kualitas makan contoh. Hal ini dikarenakan contoh dengan kualitas makan yang buruk tersebar merata di tiap kategori pengetahuan gizi, dengan demikian pengetahuan gizi yang baik saja tidak dapat menjamin kualitas makan contoh yang baik, jika tidak diiringi dengan penerapan dalam praktik konsumsi contoh sehari-hari.

Tabel 12 Sebaran contoh menurut alasan dan jenis sarapan

n %

Alasan sarapan

Supaya sehat/tidak sakit 18 18.2

Supaya tidak lemas saat di sekolah 52 52.5

Disuruh orang tua 1 1.0

Supaya bisa berkonsentrasi belajar 16 16.2

Agar tidak mengantuk di sekolah 7 7.1

Agar tidak jajan di sekolah 5 5.1

Total 99 100

Jenis sarapan

Full/Complete Breakfast 15 16.7

Partial/Incomplete Breakfast : Simple Breakfast 43 47.8 Partial/Incomplete Breakfast : Very Simple

(36)

22

Berbagai kajian membuktikan bahwa gizi yang cukup dari sarapan membekali tubuh untuk berpikir, beraktivitas fisik secara optimal setelah bangun pagi. Bagi anak sekolah, sarapan terbukti dapat meningkatkan kemampuan belajar dan stamina anak (Gibson dan Gunn 2011) dalam jangka panjang, sarapan bermanfaat untuk mencegah kegemukan yang kejadiannya semakin meningkat di Indonesia (Hardinsyah dan Aries 2012). Berdasarkan Tabel 12, alasan terbesar contoh sarapan yaitu agar tidak lemas saat di sekolah (52.5%), sedangkan alasan contoh yang tidak sarapan secara teratur antara lain karena kesiangan, takut terlambat masuk sekolah, takut sakit perut jika sarapan dan malas untuk sarapan. Jenis sarapan contoh dibedakan menjadi 3 berdasarkan Hardinsyah (2012), yaitu sarapan lengkap, sarapan tidak lengkap: sederhana, sarapan tidak lengkap: sangat sederhana. Sebagian besar jenis sarapan yang dipilih contoh untuk sarapan adalah sarapan tidak lengkap yang hanya terdiri atas makanan pokok, lauk pauk, dan minum atau makanan pokok/minuman saja. Hanya sebagian kecil contoh yang memilih sarapan lengkap yang terdiri atas makanan pokok, lauk pauk, sayur/buah, dan minuman. Walaupun sebagian besar contoh rutin sarapan setiap hari, namun kualitas jenis sarapan yang dipilih masih belum baik. Hal ini yang diduga menyebabkan contoh yang rutin sarapan namun masih membutuhkan perbaikan kualitas makan.

Berdasarkan Tabel 11, seluruh contoh menyatakan pernah jajan, baik dengan frekuensi sering maupun jarang. Menurut Syafitri et al. (2009) makanan jajanan merupakan bagian tidak terpisahkan dari kehidupan anak sekolah dasar. Konsumsi dan kebiasaan jajan anak turut mempengaruhi kontribusi dan kecukupan energi dan zat gizinya yang berujung pada status gizi anak. makanan jajanan yang dikonsumsi contoh berupa makanan sepinggan (67.7%), minuman kemasan (15.3%), dan snack/kue (17.1%) yang di jual di lingkungan sekolah. Dapat dilihat sebaran contoh pada Tabel 11, terdapat kecenderungan contoh yang sering jajan (4-7 hari/minggu) memiliki kualitas makan yang buruk dibanding contoh yang jarang jajan (1-3 hari/minggu).

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga

Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh yang diteliti meliputi pekerjaan orang tua, tingkat pendidikan orang tua, besar keluarga, dan total pendapatan rumah tangga dalam sebulan. Sebagian besar ayah contoh bekerja sebagai pegawai swasta, sedangkan ibu contoh bekerja sebagai ibu rumah tangga. Sebagian besar pendidikan orang tua contoh adalah SMA/sederajat, dengan total pendapatan di atas Rp 2.500.000/bulan.

(37)

23 disebabkan karena keterbatasan jumlah contoh dalam penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (Hurley et al. 2009, Golley et al.

2011) yang mengambil contoh dari data nasional.

Tabel 13 Hubungan karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan kualitas makan

(38)

24

Menurut Damayanthi etal. (2010), kebiasaan makan anak sekolah di kota Bogor berhubungan kuat dengan perilaku ibu sehingga diharapkan orang tua, utamanya ibu, dapat lebih memperhatikan dan memberikan contoh-contoh perilaku makan yang baik untuk dapat meningkatkan kualitas makan anak. Perlu ditambahkan variabel pengetahuan gizi dan perilaku pengasuh utama anak sebagai salah satu variabel yang mungkin berhubungan dengan kualitas makan anak. Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Berdasarkan Tabel 14, rata-rata asupan energi, kalsium, fosfor, vitamin A, dan vitamin C contoh yang memiliki kualitas makan buruk masih jauh berada di bawah AKG, sedangkan asupan lemak dan karbohidrat contoh lebih besar dibandingkan AKG. Rata-rata asupan energi, protein, lemak, fosfor, zat besi, vitamin A, dan vitamin C contoh yang memiliki kualitas makan membutuhkan perbaikan berada di bawah AKG, namun asupan karbohidrat dan kalsium contoh lebih besar dibandingkan dengan AKG. Secara umum, masalah asupan energi, protein, dan zat gizi mikro yang kurang serta asupan karbohidrat yang berlebih masih terjadi pada kedua kelompok contoh.

Masalah kekurangan energi dan protein masih terjadi pada anak usia sekolah. Sebanyak 44.4% anak umur 7–12 tahun mengonsumsi energi <70% AKG dan 30.6% anak umur 7–12 tahun yang mengonsumsi protein <80% AKG (Depkes 2011). Asupan protein yang rendah pada masa usia sekolah akan menghambat pertumbuhan. Asupan energi yang rendah dapat menyebabkan inefisiensi penggunaan protein tubuh. Protein yang seharusnya digunakan untuk sintesis jaringan baru atau perbaikan jaringan tubuh yang rusak akan terhambat fungsinya karena digunakan untuk menutupi kekurangan energi tubuh (Villaveija 1987). Kurangnya asupan vitamin dan mineral contoh diduga disebabkan karena kurang konsumsi makanan sumber vitamin C seperti sayur dan buah, serta pangan sumber vitamin A dan besi yaitu protein hewani, sayur, dan buah. Akibatnya tidak mampu mencukupi kebutuhan harian contoh.

(39)

25 Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman pada Tabel 14, terdapat hubungan terbalik yang lemah antara asupan energi dengan skor HEI, serta terdapat hubungan positif yang lemah antara asupan protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin A, dan vitamin C dengan skor HEI. Semakin rendah asupan energi contoh, dan semakin tinggi asupan protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin A, dan vitamin C contoh, skor HEI yang diperoleh akan semakin tinggi yang menunjukkan kualitas makan yang lebih baik. Hasil yang didapatkan sedikit berbeda dengan Golley et al. (2011) yang menyatakan skor HEI berhubungan positif dengan asupan kalsium, zat besi, vitamin A, dan seng, serta berhubungan negatif dengan asupan energi, densitas energi, total lemak, dan lemak jenuh.

Tabel 15 Hubungan tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan kualitas makan

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Buruk Membutuhkan Total

p*

(40)

26

Hubungan Kualitas Makan dengan Status Gizi

Saat ini Indonesia sedang mengalami beban gizi ganda yang terjadi di setiap kelompok umur, tidak terkecuali pada kelompok anak usia sekolah. Prevalensi nasional anak usia 5-12 tahun yang pendek, kurus, dan gemuk pada tahun 2013 berturut-turut adalah 30.7%, 11.2%, dan 18.8% (Kemenkes 2013). Status gizi dipengaruhi secara langsung oleh konsumsi makanan dan infeksi serta dipengaruhi secara tidak langsung oleh ketahanan pangan keluarga, pola asuh anak dan pelayanan kesehatan serta sanitasi lingkungan (Soekirman 2000). Menurut Pahlevi (2012), ada beberapa faktor yang berhubungan dengan status gizi anak usia sekolah adalah tingkat pengetahuan ibu, pendidikan ibu, pendapatan keluarga, penyakit menular, tingkat kecukupan energi, dan tingkat kecukupan protein. Tabel 16 menunjukkan hubungan antara kualitas makan contoh dengan status gizi.

Tabel 16 Hubungan kualitas makan dengan status gizi

Hasil uji chi-square pada Tabel 16 menunjukkan terdapat hubungan yang siginifikan antara kualitas makan dengan status gizi contoh (p>0.05). Contoh yang berstatus gizi baik cenderung memiliki kualitas makan yang lebih baik dibandingkan dengan contoh dengan status gizi kurang atau lebih. Pengaturan makan yang sesuai dengan anjuran pedoman gizi seimbang diharapkan dapat mengatasi permasalahan gizi ganda di Indonesia. Hasil didapat berbeda dengan penelitian Hurley et al. (2009) yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan kualitas makan, namun terdapat hubungan antara lingkar pinggang dengan kualitas makan. Sebaran skor dari masing-masing komponen HEI berdasarkan status gizi contoh yang disajikan pada Tabel 17.

Skor HEI contoh dengan status gizi baik lebih tinggi dibandingkan dengan contoh dengan status gizi lainnya. Contoh yang berstatus gizi baik memiliki skor HEI maksimum pada komponen pangan pokok, lemak, dan sodium. Konsumsi sayuran, buah, dan pangan hewani contoh yang berstatus gizi baik lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya, walaupun masih belum memenuhi anjuran yang seharusnya. Contoh yang berstatus gizi baik perlu meningkatkan konsumsi sayuran, buah, pangan hewani dan nabati, serta keragaman makanan yang dikonsumsi. Selain itu, perlu mengurangi konsumsi gula tambahan.

(41)

27 meningkatkan konsumsi sayuran, buah, pangan hewani dan nabati, serta konsumsi makanan yang beragam.

Tabel 17 Sebaran skor komponen HEI berdasarkan status gizi

Konsumsi Skor Konsumsi Skor Konsumsi Skor Konsumsi Skor

Pangan membutuhkan perbaikan, ditunjukkan dengan rata-rata skor HEI contoh sebesar 46 ± 7.0 dan tidak ada satu pun contoh yang tergolong memiliki kualitas makan yang baik. Kualitas makan contoh tidak berhubungan dengan karakteristik individu dan keadaan sosial ekonomi keluarga, namun terdapat hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan kualitas makan. Terdapat hubungan terbalik yang lemah antara asupan energi dengan skor HEI (p<0.05) dan terdapat hubungan positif yang lemah antara asupan protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin A, dan vitamin C dengan skor HEI yang lebih tinggi (p<0.05). Terdapat hubungan antara kualitas makan dengan status gizi contoh (p<0.05).

Saran

(42)

28

pangan hewani, sayur, dan buah. Perlu ditambahkan variabel pengetahuan gizi dan perilaku pengasuh utama anak sebagai salah satu faktor yang mungkin berhubungan dengan kualitas makan anak. Studi lanjutan perlu dilakukan untuk mengembangkan indeks gizi seimbang untuk kelompok umur anak usia sekolah agar pengukuran kualitas makan anak menjadi lebih akurat. Sebaiknya pengembangan komponen untuk HEI Indonesia diadaptasi dari pedoman terbaru HEI 2010 dengan menggunakan pendekatan Pedoman Gizi Seimbang 2014.

DAFTAR PUSTAKA

Apriani S dan Baliwati YF. 2011. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan sumber karbohidrat di perdesaan dan perkotaan. Jurnal Gizi dan Pangan. 6(3): 200-207.

[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Gerakan keluarga berencana sejahtera. Jakarta (ID): BKKBN.

Damayanthi E, Dwiriani CM, Kustiyah L, dan Briawan D. 2010. Food habit among elementary school in urban Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan. 5(3): 158-163.

Darmon N, Drewnowski A. 2008. Does social class predict diet quality? Am J Clin Nutr. 87: 1107-1117.

[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes.

________. 2002. Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang, Jakarta (ID): Depkes. Febriyani NMPS, Hardinsyah, Briawan D. 2012. Minuman berkalori dan

kontribusinya terhadap total asupan energi remaja dan dewasa. Jurnal Gizi dan Pangan. 7(1): 25-42.

Fungwe T, Guenther PM, WenYen J, Hiza H, Lino M. 2009. The quality of children’s diets in 2003-04 as measured by the healthy eating index-2005.

Nutrition Insight. 43.

Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Second Edition. Oxford (GB): Oxford Press.

Gibson SA, Gunn P. 2011. What’s for breakfast? Nutritional implications of breakfast habits: insights from the NDNS dietary records. Nutrition Bulltin.

36: 78-86.

Golley RK, Hendrie GA, McNauhgton SA. 2011. Scores on the dietary guidelines index for children and adolescents are associated with nutrient intake and socio-economics position but not adiposity. J Nutr. 141: 1340-1347.

Guenther PM, Reedy J, Krebs-Smith SM, Reeve BB, Basiotis PP. 2007. Development and evaluation of the healthy eating index-2005: technical report. Center for Nutrition Policy and Promotion, U.S. Department of Agriculture (CNPP USDA).

Guenther PM, Casavale KO, Reedy J, Kirkpatrick SI, Hiza HAB, Kuczynski KJ, Kahle LL, Krebs-Smith SM. 2013. Update of healthy eating index: HEI 2010. J Acad Nutr Diet. 113: 569-580. doi: 10.1016/j.jand.2012.12.016. Hardinsyah. 2007. Review faktor determinan keragaman konsumsi pangan. Jurnal

(43)

29 ________. 2012. Masalah dan Pentingnya Sarapan bagi Anak. Materi Simposium

Sarapan Sehat tanggal 16 Juni 2012, Jakarta.

Hardinsyah, Aries M. 2012. Jenis pangan sarapan dan perannya dalam asupan gizi harian anak usia 6-12 tahun di Indonesia. Jurnal Gizi dan Pangan. 7(2): 89-96.

Hurley KM, Oberlander SE, Merry BC, Wrobleski MM, Klassen AN, and Black MM. 2009. The healthy eating index and youth healthy eating index are unique, nonredundant measures of diet quality among low-income, african american adolescent. J Nutr. 139: 359-364.

[Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes).

________. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes).

Kennedy E. 2008. Putting the pyramid into action: the healthy eating index and food quality score. Asia Pac J Clin Nutr. 17 (S1):70-74.

Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga IPB.

Lemeshow S, Hosmer DW, Janelle, Lwanga SK. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Pramono D, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Neumann CG, Bwibo NO, Murphy SP, Sigman M, Whaley S, Allen LH, Guthrie D, Weiss RE, Demment MW. 2003. Animal source foods improve dietary quality, micronutrient status, growth, and cognitive function in Kenyan school children: background, study design and baseline findings. J Nutr.

133: 3941S–3949S.

Nurdiani R. 2011. Analisis Penyelenggaraan Makanan di Sekolah dan Kualitas Menu Bagi Siswa Sekolah Dasar di Bogor [tesis]. Fakultas Ekologi Manusia. IPB.

Pahlevi AE. 2012. Determinan status gizi pada siswa sekolah dasar. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 7(2): 122-126.

Pranadji DK. 1994. Pelatihan dan Penyuluhan Pangan dan Gizi di Kalangan Pendidik Sekolah Dasar dan Menengah Bogor. Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG) Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Prasetyo SG. 2013. Kualitas Konsumsi pada Siswa SMP Pangerasan Kabupaten

Bogor dengan Pekerjaan Orang Tua sebagai Petani Sayur [skripsi]. Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. IPB.

Rachmaniah M, Tanziha I, Firman I, Herdiani Y. 2013. Peningkatan kesehatan masyarakat melaluin interactive breakfast-nutrition learning content management system berbasis mobile untuk siswa sekolah dasar [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sanjur D. 1982. Social and cultural perspective in nutrition. New Jersey (US): Prentice Hall Inc.

(44)

30

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya: untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Syafitri Y, Syarief H, Baliwati YF. 2009. Kebiasaan jajan siswa sekolah dasar. Jurnal Gizi dan Pangan. 4(3): 167-175.

Tereyak KP, Tyc VL. 2006. Opportunities and challenges in the prevention and control of cancer and other chronic disease: children’s diet and nutrition and weight and physical activity. J Pediatr Psycol. 31: 750-53.

[USDA] United State Departement of Agriculture. 1995. The Healthy Eating Index. Washington DC (US): Center and for Nutrition Policy and Promotion (CNPP).

Villaveija GM, Barba CVC, Valdecanas OC, Santos AH. 1987. Fundamentals in Applied and Public Health Nutrition. Filipina (PH): The Nutritionist– Dietitians Associations of the Phillipines.

[WHO] World Health Organization. 2004. Joint FAO/WHO Workshop on Fruit and Vegetables for Health. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data. ________. 2007. BMI for Age (5-19 years). [Diacu 2013 Maret 23]. Tersedia

dari http://www.who.int/growthref/who2007bmi-for-age/en/index.html. [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Angka Kecukupan

(45)
(46)

32

Lampiran 2 Kuesioner penelitian

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

Peningkatan Kesehatan Masyarakat melalui Interactive Breakfast-Nutrition

Learning Content Management System Berbasis Mobile untuk Siswa Sekolah

Dasar

Isilah dengan huruf kapital. Jawaban yang jujur sangat membantu untuk keberhasilan penelitian ini. Terima kasih atas partisipasi Anda.

Sheet 1: Cover

Nama Lengkap : ________________________________________ Usia : ____________________________________ tahun Tempat/tanggal Lahir : ________________________________________ Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

Asal SD : 1.SD ... 2. SD ... 3. SD ... 4. SD ... Alamat Rumah : ________________________________________

_________________________________________ No. Telepon Rumah/HP : ________________________________________

Berat Badan : ___________ kg Tinggi Badan : ___________ cm

Sheet 2: Data Karakteristik Individu

1. Saya adalah anak ke __________ dari _________ orang bersaudara sekandung.

2. Uang saku per hari saya sebanyak Rp __________________________ 3. Sumber uang saku saya adalah dari ____________________________ Sheet 3: Data Kebiasaan Sarapan

A. Data Pengayaan Pembahasan

1. Apakah setiap hari kamu sarapan sebelum berangkat ke sekolah? a. Ya, setiap hari (7 kali/minggu)

b. Tidak, berapa kali dalam seminggu... c. Tidak pernah sarapan.

2. Jika Ya, apa menu sarapan yang biasa kamu makan?

(47)

33 3. Jika Ya, apa alasan kamu sarapan?

________________________________________________________ 4. Jika Ya, pada jam berapa kamu biasa sarapan?

Saya sarapan pada jam ______________________________________ 5. Jika adik tidak terbiasa sarapan, apa yang biasa diberikan /disiapkan ibu

sebagai ganti sarapan?

a. Uang jajan, Jumlahnya Rp………… b. Kudapan / Snack / Kue dari rumah

c. Lain-lain, sebutkan………

6. Lingkari jenis makanan dan minuman yang biasanya kamu makan jika kamu tidak sarapan di rumah:

Nasi uduk/kue/roti/pizza/spaghetti/burger/steak/ayam goreng/nugget/hot dog/salad/supsayur/kentang/sandwich/donat/cakue/gorengan/batagor/es krim/minuman soda/susu/lainnya sebutkan... 7. Makanan jajan apa yang kamu beli sebagai pengganti sarapan?

_________________________________________________________ Sheet 4: Data Kebiasaan Jajan

Berilah tanda silang (x) pada pilihan jawaban. Jawaban ini TIDAK akan berpengaruh pada nilai sekolah.

Catatan : Hasil tes ini TIDAK akan berpengaruh pada nilaimu di Sekolah 1. Apakah kamu terbiasa jajan?

a. Ya b. Tidak

2. Jika Ya, berapa kali biasanya kamu jajan dalam seminggu? a. 7x/minggu

b. 4-6x/minggu c. 2-3x/minggu d. 1x/minggu

3. Apa jenis makanan yang paling sering kamu beli?

a. Makanan berat: nasi goreng, mie goreng, nasi uduk, bakso dll b. Minuman kemasan/softdrink/minuman teh: teh sisri, teh gelas, fanta c. Snack/kue: gemblong, risol, bakwan dll

Sheet 5: Data Kebiasaan Makan Sayur dan Buah 4. Apakah kamu makan sayur-sayuran?

a. Ya, setiap hari b. Ya, 4-6x/minggu

c. Kadang-kadang (1-3x/minggu) d. Tidak pernah

5. Jika Ya, apa alasan kamu makan sayur? a. Karena disediakan oleh orang tua b. Karena terbiasa makan sayur sejak kecil c. Karena saya suka sayur

d. Karena rasanya enak

(48)

34

6. Jika kadang-kadang/tidak pernah, apa alasan kamu tidak makan sayur? a. Rasanya tidak enak

b. Tidak terbiasa dari kecil c. Tidak tersedia dirumah d. Hanya suka sayuran tertentu e. Alasan lain, sebutkan . . . 7. Apakah kamu makan buah-buahan?

a. Ya, setiap hari b. Ya, 4-6x/minggu

c. Kadang-kadang (1-3x/minggu) d. Tidak pernah

8. Jika Ya, apa alasan kamu makan buah ? a. Karena disediakan oleh orang tua b. Karena terbiasa makan buah sejak kecil c. Karena saya suka buah

d. Karena rasanya enak

e. Alasan lain, sebutkan . . .

9. Jika kadang-kadang/tidak pernah, apa alasan kamu tidak makan buah? a. Rasanya tidak enak

b. Tidak terbiasa dari kecil c. Tidak tersedia dirumah d. Hanya suka buah tertentu e. Alasan lain, sebutkan . . . Sheet 6: Data KSPN

Recall Konsumsi Pangan

CONTOH:

Hari Libur (12 /06/2013)

Waktu Jenis Makanan Bahan Makanan Jumlah yang dikonsumsi

URT gr*

Pagi (06.00-10.00)

Nasi Goreng Nasi 1 Piring

Telur Ceplok Telur 1 Butir

Sayur Kacang Kacang Panjang 4 Sendok Makan Selingan

Ikan Goreng Ikan Mujair 1 Potong

Buah Pepaya Pepaya 1 Potong

URT= Ukuran Rumah Tangga): piring, mangkok, piring kecil, gelas,

bungkus, sendok makan, sendok teh, cangkir, tusuk, bungkus, potong, porsi, buah.

(49)

35

Hari Libur (Minggu) Tanggal :

Waktu Jenis Makanan Bahan Makanan

Jumlah yang dikonsumsi

URT gr*

Pagi

(06.00-10.00)

Selingan

(10.00-12.00)

Siang (12.00-16.00)

Selingan

(16.00-19.00)

Malam

(19.00-21.00)

Selingan

(21.00-tidur)

URT= Ukuran Rumah Tangga): piring, mangkok, piring kecil, gelas,

bungkus, sendok makan, sendok teh, cangkir, tusuk, bungkus, potong, porsi, buah.

(50)

36

Hari Sekolah. Tanggal :

Waktu Jenis Makanan Bahan Makanan

Jumlah yang dikonsumsi

URT gr*

Pagi

(06.00-10.00)

Selingan

(10.00-12.00)

Siang

(12.00-16.00)

Selingan

(16.00-19.00)

Malam (19.00-21.00)

Selingan

(21.00-tidur)

URT= Ukuran Rumah Tangga): piring, mangkok, piring kecil, gelas,

bungkus, sendok makan, sendok teh, cangkir, tusuk, bungkus, potong, porsi, buah.

(51)

37 Sheet 7: Data Keluarga

Nama/Kelas :

Pilihlah salah satu jawaban dan beri tanda silang. Jawaban yang jujur sangat membantu untuk keberhasilan penelitian ini. Terima kasih atas partisipasi Anda.

KETERANGAN : DIBAWA PULANG KERUMAH DAN DIISI OLEH ORANG TUA SISWA.

1. Jumlah Keluarga (Seluruh orang yang tinggal di dalam rumah) a. 1 –4 orang, sebutkan . . . ….orang

b. 5 –7 orang, sebutkan . . . …..orang c. Lebih dari 8 orang, sebutkan . . . ….orang 2. Pendidikan terakhir ayah

a. Tidak sekolah/Tidak lulus SD b. SD/sederajat

c. SMP/sederajat d. SMA/SMK/sederajat e. Diploma

f. Sarjana/Pascasarjana 3. Pendidikan terakhir ibu

a. Tidak sekolah/Tidak lulus SD b. SD/sederajat

c. SMP/sederajat d. SMA/SMK/sederajat e. Diploma

f. Sarjana/Pascasarjana 4. Pendapatan ayah per bulan

a. 0

b. Kurang sama dengan dari Rp 1.000.000

c. Besar dari Rp 1.000.000 – kurang dari sama dengan Rp 2.500.000 d. Besar dari Rp 2.500.000 – kurang dari sama dengan Rp 5.000.000 e. Lebih dari Rp 5.000.000

5. Pendapatan ibu per bulan a. 0

b. Kurang dari sama dengan 1.000.000

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis kualitas makan siswa sekolah dasar di
Tabel 1  Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 2  Komponen HEI-1995 dan sistem skor
Gambar 2  Perubahan komponen HEI-2005 menjadi komponen HEI-2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk melihat faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi gula kelapa, maka digunakan analisis reg- resi berganda dengan menggunakan me- tode kuadrat terkecil biasa

Seluruh data dari hasil pengamatan yang dikaitkan dengan Cobit khususnya pada 4 proses DS, maka usulan perbaikan TI dapat diberikan sesuai model standar Cobit.. Hasil

Kajian ini penting untuk para pelajar untuk mengenalpasti tahap kebimbangan mereka dan bertindak untuk mengatasi agar mereka hidup dengan lebih selesa dan

Pelaksanaan siklus 1 ini dimulai hari Jumat, tanggal 5 Juli 2018 dan berakhir pada hari Kamis, 12 Juli 2018. Berdasarkan hasil analisis deskriptif.. terhadap hasil belajar siswa

Menunjuk nama yang tersebut dalam lampiran surat keputusan ini sebagai dosen pengasuh mata kuliah pada Program Sarjanq Magister, dan Doktor di Fakultas Teknik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana tentang pentingnya pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan, terutama perusahaan manufaktur yang ada

Dengan pemahaman, perasaan dan pengamalan siswa mengenai sila ke- 2 Pancasila diharapkan siswa dapat mengerti bahwa perbedaan suku tidak lantas menjadikan mereka

Dari uraian kajian mengenai peran agroindustri hulu dan hilir dalam perekonomian dan distribusi pendapatan masyarakat Indonesia dapat diambil kesimpulan bahwa dalam