• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Mikrob Tanah Sebagai Parameter Kesuburan Tanah Pada Pertanian Organik Dan Konvensional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas Mikrob Tanah Sebagai Parameter Kesuburan Tanah Pada Pertanian Organik Dan Konvensional"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS MIKROB TANAH SEBAGAI PARAMETER

KESUBURAN TANAH PADA PERTANIAN ORGANIK DAN

KONVENSONAL

MUHAMMAD ABDUL AZIZ

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Mikrob Tanah sebagai Parameter Kesuburan Tanah pada Pertanian Organik dan Konvensional adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Muhammad Abdul Aziz

(4)
(5)

ABSTRAK

Muhammad Abdul Aziz. Aktivitas Mikrob Tanah sebagai Parameter Kesuburan Tanah pada Pertanian Organik dan Konvensional. Dibimbing oleh FAHRIZAL HAZRA dan SELLY SALMA.

Aktivitas enzim tanah sebagai salah satu sifat biologi tanah berperan sebagai indikator kesuburan tanah atau berfungsi sebagai pengendali beragam sifat kimia tanah. Percobaan laboratorium yang bertujuan untuk mengetahui aktivitas mikrob tanah melalui aktivitas enzim-enzim tanah dan hubungannnya dengan jumlah populasi mikrob dan kandungan C-mik serta karakteristik tanah pada pertanian organik dan konvensional telah dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah, Balittanah Bogor pada bulan Febuari – Juli 2015. Percobaan menggunakan contoh tanah komposit yang diambil pada beberapa komoditas pertanian kedalaman 0-10 cm di Kabupaten Bogor dan Tasikmalaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar C-org, N-total, P-potensial, P-tersedia, K-potensial, K-tersedia, KTK, dan pH tanah pada pertanian organik lebih tinggi dibandingkan pertanian konvensional. Demikian pula residu pestisida tanah pada pertanian organik lebih baik (trace) daripada pertanian konvensional. Aktivitas enzim dehidrogenase dan selulase pada pertanian organik lebih tinggi dibandingkan dengan pertanian konvensional. Namun aktivitas enzim urease pada pertanian organik lebih rendah dibandingkan dengan pertanian konvensional. Aktivitas enzim-enzim tanah berkorelasi positif nyata sampai sangat nyata dengan jumlah populasi mikrob, kadar C-mik, dan karakteristik tanah, antara lain: C-org, N-total, P-potensial, P-tersedia, K-potensial, K-tersedia, KTK, dan pH tanah, sedangkan dengan kadar liat tanah berkorelasi negatif sangat nyata.

(6)

ABSTRACT

Muhammad Abdul Aziz. Soil Microbial Activity as Parameter of Soil Fertility in Organic and Conventional Farming. Supervised by FAHRIZAL HAZRA and SALLY SALMA.

Soil enzyme activity as one of soil biological properties serves as an indicator of soil fertility or to function as a controller of soil chemical properties reaction. Laboratory experiment aimed to determine activity of soil microbes via activity of soil enzymes and it’s relation with a population of soil microbes and C-mic with soil characteristics at organic and conventional farms were carried out in Laboratory of Soil Biology, Indonesian Soil Research Institute, Bogor on February - July 2015. The experiments used composite soil samples taken at several agricultural commodities with depth of 0-10 cm from Bogor and Tasikmalaya District. The results showed that content of soil org-C, total-N, potential and available-P, potential and available-K, CEC, and pH of soil at the organic farms were higher than those of conventional farms. Similarly, soil pesticide residues of organic farms were better (trace) than those of conventional farms. Dehydrogenase and cellulase enzyme activites of organic farms was higher as compared to conventional farms. But the urease enzyme activity of organic farms was lower than those of conventional farms. The activity of soil enzymes were significantly (p0.05-0.01) positively correlated with number of soil microbial

populations, levels of C-mic, and soil characteristics, among others: soil org-C, total-N, potential and available-P, potential and available-K, CEC, and pH, while with the soil clay content was significantly (p0.01) negatively correlated.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

AKTIVITAS MIKROB TANAH SEBAGAI PARAMETER

KESUBURAN TANAH PADA PERTANIAN ORGANIK DAN

KONVENSONAL

MUHAMMAD ABDUL AZIZ

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi: Aktivitas Mikrob Tanah sebagai Parameter Kesuburan Tanah pada Pertanian Organik dan Konvensional

Nama NIM

: Muhammad Abdul Aziz

: Al4110041

Ir Fahriza MSc Pembimbing I

Disetujui oleh

Tanggal Lulus:

}

2 SEP 2015

... ,

Ora II Salma MSi

(10)
(11)

PRAKATA

Penulis mengucapkan puji syukur ke hadlirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam untuk memperoleh gelar sarjana pertanian program studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

Sejak perkuliahan, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, hingga penulisan skripsi, penulis mendapatkan bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini disampaikan penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Ir Fahrizal Hazra, MSc selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dengan penuh kesabaran selama masa perkuliahan, pelaksanaan penelitian maupun saat penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Dra Selly Salma, MSi sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan, izin belajar, membantu dana, dan memberi berbagai fasilitas untuk kelancaran penelitian.

3. Bapak Prof Dr Ir Dwi Andreas Santosa, MS sebagai Dosen penguji atas koreksi, saran dan nasihat yang sangat konstruktif bagi penyempurnaan skripsi dan karier penulis di masa depan.

4. Kedua orang tua, Papah dan Mamah tercinta, serta adikku yang telah memberikan segala doa, dukungan, semangat dan kasih sayang yang melimpah.

5. Ka. BB Litbang Sumberdaya Lahan pertanian Dr Dedi Nursyamsi, MAgr, Ka. Balittanah Dr Wiratno, Kepala seksi pelayanan jasa penelitian Balittanah Ir Joko Purnomo, MSi, dan Manajer teknis laboratorium tanah Balittanah Ir Kasno MSi yang telah memberikan izin, kritik, dan saran dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.

6. Kampret sekalian (Deni, Bertus, Marita, Vanisa, Bang ijal, Mirna, dan Firman) yang memberi dukungan, semangat, dan doa.

7. Seluruh saudara Soiler 48.

Bogor, September 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Enzim Tanah 2

Dehidrogenase 3

Urease 3

Selulase 4

Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim tanah 4

METODE PENELITIAN 6

Lokasi dan Waktu 6

Bahan 8

Alat 8

Metode Penelitian 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Karakteristik Fisik dan Kimia Tanah 12

Residu Pestisida di dalam Tanah 16

Aktivitas Enzim Dehidrogenase Tanah 17

Aktivitas Enzim Urease Tanah 19

Aktivitas Enzim Selulase 20

Jumlah Populasi Mikrob dan Kandungan C-mik. 21

Hubungan Aktivitas Enzim Dehidrogenase, Urease, dan Selulase dengan Jumlah Populasi Bakteri dan Kandungan C-mik, serta Karakteristik Tanah. 21

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 23

(14)

DAFTAR TABEL

1 Lokasi Pengambilan Sampel 6

2 Metode Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah 8

3 Kontribusi Hara dari Pupuk Kandang, Pupuk Hijau dan Kompos pada

Pertanian Organik. 15

4 Kontribusi Hara dari Pupuk Urea dan NPK pada pertanian

Konvensional. 15

5 Residu Pestisida Tanah Komoditas Tomat dan Padi pada Pertanian

Organik dan Konvensional. 16

6 Korelasi antara Aktivitas Enzim Dehidrogenase (DHA), Urease (UR) dan Selulase (CMCase) dengan Jumlah Populasi Bakteri dan

Kandungan C-mik 22

7 Korelasi antara Aktivitas Enzim Dehidrogenase (DHA), Urease (UR) dan Selulase (CMCase) dengan Karakteristik Tanah. 22

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi Pengambilan Sampel Tanah di Kabupaten Bogor 7 2 Lokasi Pengambilan Sampel Tanah di Kabupaten Tasikmalaya 7 3 Kadar C-organik dan N-total Tanah Beberapa Komoditas Tanaman

pada Pertanian Organik dan Konvensional. 13

4 KTK dan pH Tanah Beberapa Komoditas Tanaman pada Pertanian

Organik dan Konvensional. 13

5 Kadar P-potensial dan P-tersedia Tanah Beberapa Komoditas Tanaman pada Pertanian Organik dan Konvensional. 14 6 Kadar K-potensial dan K-tersedia Tanah Beberapa Komoditas

Tanaman pada Pertanian Organik dan Konvensional. 14 7 Aktivitas Enzim Dehidrogenase (DHA) Tanah Beberapa Komoditas

Tanaman pada Pertanian Organik dan Konvensional. 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kurva Standar DHA, UR, dan CMCase. 30

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanah merupakan sumberdaya alam yang memiliki suatu morfologi yang unik sebagai akibat kombinasi pengaruh iklim, organisme, bahan induk, topografi, dan umur tanah. Sifat tanah yang ada merupakan hasil evolusi yang berubah sepanjang waktu. Tanah berperan sebagai media tumbuh bagi sebagian besar tanaman, dimana tanah sebagai matrik tempat hidup tanaman dan sebagai penyedia unsur hara bagi tanaman. Dalam pertanian, kualitas tanah yang baik adalah tanah tersebut memiliki ketersediaan unsur-unsur hara yang cukup dan seimbang untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Hardjowigeno 1995).

Habitat tanah didefinisikan sebagai keseluruhan organisme hidup yang mendiami tanah, termasuk tanaman, hewan, dan mikroorganisme serta lingkungan abiotik mereka (Voroney 2007). Tanah adalah komponen penting dari ekosistem darat yang juga termasuk udara, air, tanaman, dan organisme lainnya. Tanah yang sehat penting untuk integritas ekosistem darat agar tetap utuh atau pulih dari gangguan seperti kekeringan, perubahan iklim, serangan hama, polusi, dan eksploitasi manusia termasuk pertanian (Ellert et al. 1997). Kualitas tanah dipengaruhi oleh sejumlah sifat fisik, kimia, biologi, mikrobiologi, dan biokimia. Sifat mikrobiologi dan biokimia merupakan sifat yang paling sensitif terhadap perubahan kondisi tanah. Kegiatan mikrobiologi tanah langsung mempengaruhi stabilitas ekosistem dan kesuburan tanah (Dick dan Tabatabai 1992; Bouma 2002).

Pertanian konvensional berperanan penting dalam meningkatkan kebutuhan pangan, tetapi sebagian besar pada proses pengelolaannya bergantung pada pupuk kimia dan pestisida (Tu et al. 2006). Penggunaan bahan agrokimia (pupuk dan pestisida) telah berhasil meningkatkan produksi berbagai komoditas pertanian. Namun demikian, penggunaan bahan agrokimia tersebut dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan (tanah, air, dan udara). Disisi lain, pertanian organik menghindari penggunaan pupuk kimia dan pestisida namun menekankan pada input organik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan proses biologis untuk pengelolaan hama.

Dinamika Biomassa mikrob tanah memiliki hubungan langsung dengan vegetasi diatasnya dan membentuk sistem ekofisiologis yang berkaitan dengan status metabolisme mikrob (Anderson 2003). Keanekaragaman tumbuhan ini juga mempengaruhi bahan organik dan anorganik dalam tanah. Keanekaragaman bahan organik akan berdampak pada keanekaragaman aktivitas mikrob dalam tanah karena aktivitas mikrob sangat spesifik tergantung bahan organik yang tersedia dalam tanah (Mondal et al. 2014). Oleh sebab itu, dinamika mikrob tanah menjadi penting bagi pertumbuhan tanaman. Dalam aplikasinya mikrob tanah menghasilkan enzim yang mampu merombak bahan-bahan organik di luar sel.

(16)

2

dalam sistem tanah tanaman. Terjadinya siklus dapat dilihat melalui aktivitas mikrob yang tercermin pada aktivitas enzim yang terdapat dalam tanah (Pascual et al. 2000; Gil-Stores et al. 2005; Trasar-Cepeda et al. 2008; Giacometti et al. 2013; Mao et al. 2013).

Enzim sebagai katalis dalam reaksi biokimia dalam tanah. Enzim tersebut dapat bersifat intraselular di dalam sel hidup atau organisme mati dan ada pula yang bersifat ekstraselular. Enzim tanah terbagi dalam tiga kelompok besar yakni kelompok oksidoreduktase, kelompok transferase, dan kelompok hidrolase. Enzim adalah suatu katalis, suatu substrat yang mempercepat reaksi, spesifik untuk reaksi kimia tertentu. Tanaman dan mikrob memperoleh keperluan hidupnya dengan menggunakan hasil hidrolisis yang sederhana seperti ammonium, asam amino, dan gula dari reaksi-reaksi enzimatik. Aktivitas enzimatik dalam tanah sangat erat hubungannya dengan aktivitas mikrob tanah. Perubahan faktor iklim, agronomi, dan faktor lingkungan akan mempengaruhi aktivitas mikrob tanah yang selanjutnya mempengaruhi reaksi enzimatik. Aktivitas enzim tanah dapat berperan sebagai indikator kesuburan tanah atau pengendali beragam pengaruh akibat perbedaan pengelolaan tanah.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui karakteristik kimia dan residu pestisida tanah beberapa komoditas tanaman pada pertanian organik dan konvensional.

2. Mengetahui aktivitas mikrob tanah melalui aktivitas enzim-enzim tanah, yaitu dehidrogenase, urease, dan selulase tanah beberapa komoditas tanaman pada pertanian organik dan konvensional.

3. Mengetahui hubungan antara jumlah populasi bakteri dan kandungan C-mikrob (C-mik) tanah dengan aktivitas enzim-enzim tanah.

4. Mengetahui hubungan aktivitas enzim tanah dengan karakteristik kimia dan residu pestisida tanah.

TINJAUAN PUSTAKA

Enzim Tanah

(17)

3

Dehidrogenase

Aktivitas dehidrogenase merupakan salah satu indikator metabolism oksidatif mikrob yang berlangsung secara intraselular pada sel-sel hidup (viabel). Di dalam tanah, dehidrogenase menjadi bagian integral dari sel-sel utuh dan tidak berakumulasi secara ektraselular. Aktivitas dehidrogenase menunjukkan aktivitas rata-rata populasi mikrob aktif. Pada lintasan katabolisme, reaksi biologis berlangsung oksidatif dan eksergonik (menghasilkan energi). Berbagai dehidrogenase spesifik mengkatalisis reaksi dehidrogenasi, yaitu memotong hidrogen dari substrat bahan organik. Keseluruhan proses dehidrogenasi dipresentasikan sebagai berikut:

dimana XH2 adalah senyawa organik (donor hidrogen dan elektron), A

adalah penerima hidrogen dan elektron, E adalah dehidrogenase, X adalah senyawa hasil oksidasi dan AH2 adalah pereduksi. Enzim reaksi dehidrogenasi (E,

dehidrogenase) adalah suatu flavoprotein (protein yang mengandung gugus flavin) yaitu dehidrogenase yang berikatan dengan koenzim NAD+ atau NADP+ dan dehidrogenase yang berikatan dengan gugus flavin (suksinat dehidrogenase dan acyl-CoA dehidrogenase). Ion H+ dan elektron yang lepas ditransfer ke salah satu penerima (A) pyridin nukleotida, NAD+ atau NADP+ (tergantung kekuatan potensial oksidasi-reduksi substrat). Koenzim FAD (flavin adenine dinukleotide) berperan sebagai penerima hidrogen apabila pereduksi terlalu lemah untuk NAD karena potensial oksidasi-reduksinya lebih positif dari NAD/NADH2. Melalui

koenzim NAD atau NADP, hidrogen mengalir ke rantai respirasi yang bergandengan dengan fosforilasi oksidatif, yaitu reaksi pembentukan energi ATP (Adenosine-5’- triphosphate).

Urease

Urease merupakan enzim yang berperan sebagai katalis dalam hidrolisis urea. Evaluasi daya hidrolisis urease pada berbagai macam tanah sangat penting terutama pada tanah dengan kandungan C organik yang rendah dan pH yang tinggi, pada tanah daerah tropis (Lehninger 1990). Urea dihidrolisis secara enzimatik oleh urease, membentuk amonia dan karbon dioksida. Amonia dapat terhidrolisis lebih lanjut menjadi amonium, dengan reaksi sebagai berikut:

(18)

4

mengukur amonium yang dihasilkan. Untuk menetapkan jumlah amonium yang dihasilkan dapat digunakan pereaksi Nessler (Vogel 1990). Setiap gugus amonium hasil aktivitas urease diikat olah larutan merkuri iodida yang diindikasikan dengan adanya perubahan intensitas warna. Perubahan intensitas warna tersebut dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm (Alexander 1977). Untuk menentukan standar digunakan larutan amonium klorida. Reaksi antara amonium yang dibebaskan oleh enzim urease dengan pereaksi Nessler adalah sebagai berikut:

Selulase

Selulase adalah kelompok enzim yang menguraikan selulosa menjadi glukosa. Enzim selulase merupakan enzim larut air, namun mampu menghidrolisis molekul yang tidak larut air seperti selulosa. Enzim selulase terdiri dari tiga faktor pemecah, pertama faktor C1, yaitu diperlukan untuk menghancurkan selulosa dalam bentuk kristal dengan tingkat polimerase tinggi. Faktor kedua β-glukase, yang terbagi dalam dua jenis yaitu endo-1,4 β -glukonase (Cx-selulase atau karboksimetilselulase) yaitu enzim yang memutuskan ikatan β -1,4- glikosidik secara acak dan ekso-1,4 β-glukose, yaitu enzim yang memecah rantai selulosa pada bagian ujung luar. Faktor ketiga -glikosidase yang memiliki afinitas tinggi terhadap molekul kecil (Winarno 1995).

Selulosa adalah senyawa seperti serabut, liat, tidak larut air, dan ditemukan didalam dinding sel pelindung tumbuhan, terutama pada tangkai, terdiri dari 10.000 atau lebih unit D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β1-4 glukosida. Rantai D-glukosa pada selulosa membentuk konformasi yang melebar dan mengalami pengelompokan antar sisi menjadi serat yang tidak larut air (Lehninger 1997). Enzim selulase diekskresikan dari berbagai jenis bakteri secara ekstraselular. Contoh mikrob yang menghasilkan selulase antara lain Myrothecium verrucaria, Penicillium pusilum, Chaetomium sp, Fisarium sp, Trichoderma viridae, T. Reesei, Aspergilus oryzae, A dan Clostridium (Suhartono 1989).

Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim tanah

Gianfreda dan Bollag (1996) secara garis besar mengelompokkan faktorfaktor yang mempengaruhi aktivitas enzim menjadi dua faktor, yaitu faktor alam (musim dan fisiokimia) dan faktor anthropogenik.

1. Faktor Alam

1.1.Faktor Musim

(19)

5 pelepasan N tersedia dari bahan organik (Tisdale et al. 1985; Gianfreda dan Bollag 1996; Sardans 2005).

1.2. Faktor Fisiokimia a. C-organik dan N-total

Aktivitas enzim tanah sering berkorelasi langsung dengan kandungan C-org dan N-total yang mencerminkan kandungan bahan organik tanah. Beberapa enzim berasosiasi dengan bahan organik tanah. Aktivitas mikrob dan enzim dalam tanah dapat dirangsang, serta karakteristik fisik tanah dapat ditingkatkan akibat perombakan bahan organik. Seiring dengan penurunan kandungan bahan organik tanah, semakin tinggi kedalaman tanah maka aktivitas mikrob dan enzim makin rendah. Aktivitas enzim tanah dapat meningkat dengan penambahan bahan organik maupun inorganik dalam tanah (Anas, 1988; Gianfreda dan Bollag 1996; Siallagan 2004).

b. pH

Derajat kemasaman dan kebasaan tanah merupakan faktor penting terhadap pergerakan aktivitas enzim dalan tanah. Perubahan konsentrasi H+ mempengaruhi enzim, substrat dan kofaktor melalui derajat ionisasi dan larutan. Umumnya terdapat pH optimum agar suatu enzim dapat berfungsi maksimum, dan aktivitas enzim akan menurun pada pH yang lebih tinggi atau lebih rendah (Lakitan 1993; Gianfreda dan Bollag 1996).

c. Temperatur

Reaksi enzimatik sama halnya dengan reaksi kimia yang lain yaitu apabila temperatur meningkat maka kecepatan reaksi meningkat. Enzim merupakan protein yang pada temperatur tinggi akan mengalami denaturasi (alterasi struktur molekul enzim), maka enzim memiliki temperatur yang apabila melebihi temperatur tertentu akan rusak, pada umumnya >60 ºC (Anas 1988). Sedangkan pada suhu rendah (mendekati titik beku) biasanya enzim menjadi tidak aktif namun tidak rusak. Sama halnya dengan pH, enzim memiliki suhu optimum agar dapat berfungsi maksimum (Lakitan 1993). d. Populasi mikrob, respirasi dan kandungan C-biomassa tanah

Aktivitas enzim tanah meningkat seiring dengan meningkatnya populasi mikrob dan respirasi tanah. Aktivitas enzim ini tertinggi berada dalam zona rhizosfer di mana aktivitas dan populasi mikrobnya tinggi, dan terakumulasi dari akar tanaman (Tisdale et al. 1985). Berdasarkan penelitian Tabatabai dan Klose (1999), serta Siallagan (2004) kandungan C-mik memberikan pengaruh positif terhadap aktivitas enzim tanah. Selain itu, sumber utama enzim sekaligus indeks aktivitas mikrob terbaik sebagai cerminan tingkat kesuburan tanah. Pengkayaan tanah dengan beberapa sumber energi akan mempengaruhi mekanisme produksi dan aktivitas enzim (Gianfreda dan Bollag 1996).

2. Faktor Anthropogenik

a. Substrat enzim

(20)

6

mikrob, di mana kesemuanya mempengaruhi tingkat aktivitas enzim (Lakitan 1993; Gianfreda dan Bollag 1996).

b. Pemupukan dan pestisida

Pengaruh pupuk (organik maupun inorganik) pada aktivitas enzim tanah dipengaruhi oleh jenis tanah, jenis enzim dan waktu aplikasi pupuk. Dampak tersebut dapat disebabkan oleh perubahan karakteristik tanah seperti kelembaban tanah dan konsentrasi, serta ketersediaan nutrisi berupa bahan organik atau inorganik. Seperti halnya penambahan pupuk N yang mempengaruhi aktivitas beberapa enzim karena pengaruhnya terhadap kandungan C. Meskipun pestisida memiliki manfaat dalam memberantas hama dan penyakit tanaman, namun ada anggapan tentang dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkannya. Pemakaiannya dalam tanah dapat mempengaruhi proses biokimia maupun mikrob tanah. Secara umum dampak penggunaan pestisida terhadap aktivitas enzim tanah tergantung beberapa faktor seperti bahan kimia alami dan dosis pestisida, jenis enzim dan tanah, serta skala penggunaannya (Gianfreda dan Bollag 1996). Siallagan (2004) mengemukakan bahwa tanah yang menerima pupuk dan pestisida secara intensif memiliki aktivitas enzim lebih rendah dibandingkan dengan kurang intensif.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian berlangsung dari Febuari 2015 hingga Juli 2015. Lokasi pengambilan sampel dilakukan di lima Kecamatan yang berbeda yakni di Kecamatan Megamendung dan Cisarua Kabupaten Bogor (Gambar 1) serta Kecamatan Rajapolah, Manonjaya, dan Cisayong Kabupaten Tasikmalaya (Gambar 2). Pengambilan sampel tanah dilakukan pada lahan dengan 5 komoditas yang berbeda, yakni: brokoli, tomat, jagung, wortel, dan padi seperti yang

Pertanian Diana Megamendung Organik Brokoli dan

Tomat

-6,7027 LS 106,9206 BT

Megamendung Konvensional Brokoli dan

Tomat

-6,7083 LS 106,9228 BT

Permata Hati Cisarua Organik Jagung dan

Wortel

-6,6875 LS 106,9580 BT

Cisarua Konvensional Jagung dan

(21)

7

Gambar 2 Lokasi Pengambilan Sampel Tanah di Kabupaten Tasikmalaya Gambar 1 Lokasi Pengambilan Sampel Tanah di Kabupaten Bogor

(22)

8

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: sampel tanah yang sudah dipisahkan dari kerikil dan akar, Buffer Tris-HCl 0,1 M (pH 7,8; pH 7,6; labu takar), shaker, incubator, spectrophotometer, pH meter, centrifuge, tabung sentrifius, laminar air flow, pipet mikro, oven, desikator bervakum, stirrer, dan ruang asam.

Metode Penelitian Pengambilan Sampel Tanah

Pengambilan sampel tanah dilakukan secara komposit pada kedalaman 0-10 cm, (dekat dengan perakaran) karena pada kedalaman 0-10 cm populasi dan aktivitas mikrob tinggi, serta pengaruh penggunaan dan pengolahan lahannya lebih nyata. Tanah kemudian diayak dengan ayakan ukuran 9 mess (2 mm) dan disimpan dalam plastik klip, serta diletakkan dalam ruang dingin (16 ºC) sebelum dilakukan analisis agar sifat biologi tanahnya tidak berubah.

Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah

Analisis sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Balai Penelitian Tanah (Balittanah) Bogor. Adapun analisis sifat fisik tanah meliputi tekstur tanah, sedangkan sifat kimia tanah meliputi: C-organik, N-total, P-potensial, P-tersedia, K-potensial, K-tersedia, KTK, dan pH tanah (Tabel 1).

Table 2. Metode Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah

(23)

9

Analisis Residu Pestisida Tanah

Analisis residu pestisida tanah dilakukan di Laboratorium Residu Bahan Agrokimia Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Bogor. Adapun analisis residu pestisida tanah dilakukan terhadap kadar organoklorin tanah (lindan, aldrin, heptaklor, dieldrin, DDT, endosulfan); organofosfat (diazinon, fenitrotin, metidation, paration, profenofos); dan karbamat (karbofuran, MIPC, BPMC). Gas kromatografi digunakan sebagai metode dalam analisis residu pestisida tanah.

Analisis Biologi Tanah

Analisis biologi tanah dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Balittanah Bogor. Adapun parameter yang dianalisis meliputi enzim dehidrogenase, enzim urease, enzim selulase, kandungan C-mik, dan jumlah populasi mikrob tanah.

Enzim Dehidrogenase Tanah

Sampel tanah ditimbang sebanyak 5 gram, dimasukan ke dalam gelas vial, kemudian ditambahkan 2 mL TTC dan 2 mL Buffer Tris HCl (untuk blanko ditambahkan 4 mL Buffer Tris HCl). Kemudian dihomogenkan menggunakan vortex dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. Setelah 24 jam, 20 mL methanol ditambahkan ke dalam masing-masing glass vial dan dikocok selama 2 jam dengan shaker linier 125 rpm. Suspensi tanah disaring dengan kertas saring whatman no 5 yang telah dibasahi dengan metanol. Filtrat ditampung dalam labu volumetrik 50 mL, kemudian dibilas 2 kali dengan metanol. Volume filtrat dalam labu volumetrik ditera dengan metanol. Setelah itu, optical density (absorbansi) filtrat diukur pada panjang gelombang 485 nm. Pengukuran harus dilakukan di ruangan dengan cahaya minimum (tanpa nyala lampu), karena TTC dan TPF sangat peka terhadap cahaya.

Larutan standar TPF dipipet 0.00, 0.05, 0.10, 0.15, 0.20, dan 0.25 mL dalam labu takar 25 ml dan volumenya ditera 25 ml dengan metanol untuk mendapatkan konsentrasi 0 ppm, 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, dan 5 ppm. Kemudian larutan standar diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 485 nm. Kurva standar adalah hubungan antara nilai absorbansi (Y) dengan konsentrasi TPF (X). Perhitungan

 Persamaan linier kurva standar ditentukan sebagai berikut:

dimana Y adalah absorbansi, X adalah konsentrasi

TPF, dan R2 adalah koefisien determinan.

 Konsentrasi TPF ditentukan dengan persamaan tersebut.

 Nilai aktivitas dehidrogenase (DHA) dihitung dengan persamaan berikut:

( )

Enzim Urease

(24)

10

substrat ke dalam kontrol, kemudian 50 mL larutan KCl ditambahkan, dikocok selama 30 menit dan disaring. Filtrat dipipet sebanyak 1 mL ke dalam tabung reaksi, kemudian 0.2 mL pereksi Nessler dan 9 mL akuades ditambahkan ke dalam tabung reaksi dan dihomogenkan. Setelah didiamkan selama 10 menit, absorbansinya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm.

Larutan standar amonium dipipet masing-masing 0.00, 0.50, 0.75, 1.00, 1.25, 1.50, dan 2,5 mL ke dalam labu takar 50 mL dan ditera dengan akuades. Setiap deret konsentrasi larutan standar amonium dipipet masing-masing 1 mL ke dalam tabung reaksi, kemudian 9 mL akuades dan 0.2 mL pereaksi Nessler ditambahkan ke dalam tabung reaksi, larutan standar dihomogenkan. Setelah didiamkan selama 10 menit, absorbansinya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm.

Pengukuran aktivitas enzim urease dinyatakan sebagai unit/gram tanah, dihitung berdasarkan rumus:

Aktivitas enzim selulase dengan metode Hope and Burns (1987). Sampel tanah ditimbang sebanyak 1 gram, dimasukan ke dalam tabung sentrifus, kemudian 0,5 mL substrat CMC dan 5 mL buffer sitrat ditambahkan ke dalam sampel. Botol ditutup dan diinkubasi pada suhu 40°C selama 16 jam di shaking waterbath incubator (untuk kontrol dilakukan tanpa inkubasi 16 jam). Setelah 16 jam inkubasi, sampel dan kontrol disentrifus selama 10 menit pada 2500 gravity. Filtrat 1 mL dimasukan ke tabung reaksi kemudian 1 mL DNS dan 2 mL akuades ditambahkan ke dalam tabung reaksi. Semua tabung reaksi dipanaskan di dalam air mendidih 100ºC selama 15 menit agar terjadi reaksi antara glukosa dan DNS. Tabung reaksi didinginkan dan ditambah akuadest hingga volumenya 10 mL kemudian dikocok agar homogen. Absorbansi tiap larutan diukur pada 540 nm.

(25)

11 Pengukuran aktivitas enzim selulase dinyatakan sebagai unit/g tanah, dihitung berdasarkan rumus

dimana Y adalah absorbansi dan X adalah konsentrasi glukosa.

Kandungan C-mik

Pengukuran Kandungan C-mik dilakukan dengan metode fumigasi-inkubasi (Kuhnert dan Finkemagel 1995) sampel diuji dengan cara sebagai berikut:

Proses Fumigasi :

Sampel tanah ditimbang 50 gram, dimasukan dalam beker glass 50 mL.

Chloroform murni dimasukan dalam beker glass. Batu didih dimasukan ke dalam beker glass berisi chloroform murni. Sampel tanah dan choloroform murni dimasukan ke dalam desikator yang telah terhubung dengan alat vacum. Tissue dibasahkan dengan air lalu dimasukan ke dalam desikator (ditempatkan pada sela sela sampel tanah). Alat vacuum dinyalakan hingga choloroform terlihat mendidih selama 15 menit. Setelah itu alat vacuum dimatikan. Desikator ditutup dengan kain hitam atau disimpan dalam ruangan gelap selama 24 jam. Tissue dan sampel dikeluarkan dan desikator dibersihkan dari uap choloroform. Sampel tanah dimasukan kembali ke dalam desikator kemudian divacum selama 30 menit. Sampel dikeluarkan dan dipindahkan ke dalam kolom PVC kemudian ditambahkan 1 gram sampel tanah yang tidak difumigasi ke masing-masing sampel, aduk rata. Sampel tanah 50 gram yang tidak difumigasi dimasukan ke dalam kolom PVC sebagai kontrol.

Proses Inkubasi :

Sampel tanah dalam kolom PVC dimasukan ke toples inkubasi. KOH 0,5 N dan akuades masing-masing 10 mL dalam gelas beker dimasukan ke dalam toples inkubasi. Toples ditutup rapat dan diinkubasi selama 10 hari dalam ruangan gelap pada suhu ruang. Pada hari ke10, gelas beker yang berisi KOH dikeluarkan lalu ditambahkan tiga tetes indikator PP kemudian dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai warna larutan hilang. Volume HCl 1 dicatat. Kemudian tambahkan 3 tetes indikator MO dan dititrasi kembali dengan HCl 0,5 N sampai warna berubah menjadi pink. Volume HCl 2 dicatat.

(untuk kontrol dilakukan hal yang sama tanpa memasukan sampel tanah ke dalam toples)

Perhitungan kandungan C-mik dinyatakan dengan dihitung dengan persamaan :

(26)

12

Jumlah Populasi Bakteri

Penetapan jumlah populasi bakteri menggunakan metode cawan hitung dengan menggunakan media Nutrient Agar inkubasi 1 hari.

Analisis Data

Dilakukan uji korelasi untuk melihat hubungan sifat-sifat kimia tanah dengan aktivitas enzim-enzim tanah dengan menggunakan Microsoft Exel pada taraf 5% dan 1%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Budidaya pertanian di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu pertanian organik dan konvensional. Pertanian organik adalah sistem budidaya pertanian yang mengandalakan bahan-bahan alami seperti kompos, pupuk kandang, dan pupuk hijau tanpa menggunakan bahan sintetis (agrokimia), sementara pertanian konvensional adalah sistem budidaya pertanian yang mengandalkan input bahan kimia terutama pupuk kimia dan pestisida. Pertanian konvensioanal meliputi indeks pertanaman 100% (IP 1), indeks pertanaman 200% (IP 2), dan Indeks pertanaman 300% (IP 3). Perbedaan indeks pertanaman ini berkaitan dengan intensitas pertanaman dalam satu tahun. Indeks pertanaman 100% diartikan sebagai pertanaman satu kali dalam satu tahun, indeks pertanaman 200% diartikan sebagai pertanaman dua kali dalam satu tahun sementara indeks pertanaman 300% diartikan sebagai pertanaman tiga kali dalam satu tahun.

Lokasi pengambilan sampel tanah berada di Kabupaten Tasikmalaya mencakup dua indeks pertanaman pada pertanian konvensional, yaitu IP 2 dan IP 3 sementara pertanian organik hanya mencakup IP 3. Intensitas pemupukan berkaitan pula dengan indeks pertanaman. Setiap musim tanam, petani biasanya memberikan pupuk untuk padi konvensional berkisar 100 Kg/ha urea dan 250 Kg/ha NPK, sementara pada pertanian padi organik memberikan input berupa bahan organik yakni pupuk kandang 7 ton/ha dan kompos 7 ton/ha. Produktivitas lahan padi konvensional berkisar 5-6 ton/ha, sementara padi organik berkisar 7-8 ton/ha. Lokasi pengambilan sampel tanah di Kabupaten Bogor hanya mencakup IP 3 baik pertanian organik dan konvensional. Pupuk yang diberikan pada pertanian konvensional berupa NPK dan urea sementara pada pertanian organik berupa pupuk kandang, kompos, dan pupuk hijau.

Karakteristik Fisik dan Kimia Tanah

(27)

13

Gambar 3. Kadar C-organik dan N-total Tanah Beberapa Komoditas Tanaman pada Pertanian Organik dan Konvensional.

Gambar 3 menunjukkan bahwa kadar C-org dan N-total pada pertanian organik > pertanian konvensional. Hal ini disebabkan karena pada pertanian organik petani menggunakan bahan organik (pupuk kandang, pupuk hijau kompos dan lain-lain) dalam jumlah jauh lebih banyak dibandingkan pertanian konvenisonal. Hasil wawancara langsung dengan petani menunjukkan bahwa petani menggunakan bahan organik 7-20 ton/ha/musim, sedangkan pada pertanian konvensional, petani hanya mengandalkan pupuk anorganik. Selain itu, ini juga menunjukkan bahwa bahan organik yang digunakan pada pertanian organik merupakan sumber C-org dan N-total tanah.

Gambar 4. KTK dan pH Tanah Beberapa Komoditas Tanaman pada Pertanian Organik dan Konvensional.

Kapasitas tukar kation tanah pada pertanian organik > pertanian konvensional. Demikian pula pH tanah pada pertanian organik > pertanian konvensional. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa kadar C-org tanah pada pertanian organik > pertanian konvensional (Gambar 3). Bahan Organik dapat menyumbangkan nilai KTK tanah secara signifikan, sehingga semakin tinggi C-org tanah semakin tinggi pula KTK tanahnya.

(28)

14

C-org tanah pada pertanian organik > pertanian konvensional (Gambar 3). Bahan organik tanah dapat mensuplai ketersediaan hara di dalam tanah.

Gambar 5. Kadar P-potensial dan P-tersedia Tanah Beberapa Komoditas Tanaman pada Pertanian Organik dan Konvensional.

Gambar 6. Kadar K-potensial dan K-tersedia Tanah Beberapa Komoditas Tanaman pada Pertanian Organik dan Konvensional.

Menurut Agus (2000), pupuk organik berbeda dengan pupuk kimia buatan, dimana pupuk organik dapat menyediakan berbagai unsur hara baik makro maupun mikro, sedangkan pupuk kimia buatan hanya menyediakan satu atau beberapa hara tertentu saja. Wiwik dan Widowati (2006); Ruskandi dan Odih (2003); dan Abdul (2009) juga mengemukakan bahwa pupuk organik memberikan kontribusi hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan hara mikro (Cu, Mn, Zn, dan Fe).

(29)

15 Meskipun kadar hara yang dikandung pupuk organik relatif rendah, namun karena pemberian bahan organik dalam jumlah sangat banyak maka kontribusi haranyapun lebih besar. Selain itu, bahan organik berperan terhadap sifat kimia tanah jauh melebihi pupuk kimia buatan. Peranan pupuk organik terhadap sifat kimia tanah adalah sebagai: (a) penyedia hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro (Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe), (b) meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah, dan (c) dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam beracun seperti Al, Fe, dan Mn sehingga logam-logam ini tidak meracuni. Duxbury, Smith dan Doran (1989) juga mengemukakan bahwa dekomposisi bahan organik menghasilkan residu yang berupa humus dimana fraksi koloid organik mampu menggabungkan mineral-mineral tanah menjadi agregat. Bahan organik memiliki daya jerap kation yang lebih tinggi daripada koloid liat, sehingga penambahan bahan organik pada tanah akan meningkatkan nilai KTKnya.

Tanah pada pertanian organik memiliki pH rata-rata > pertanian konvensional. Pemberian pupuk organik dapat meningkatkan pH pada tanah masam. Menurut Nursyamsi dan Suprihati (2005), pemberian pupuk organik berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan pH tanah andisols. Bahan organik yang terkandung di dalam kompos (pupuk kandang) dapat menghasilkan asam-asam humat dan fluvat yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan Al3+ di dalam larutan tanah yang menyebabkan Al di dalam tanah menjadi berkurang sehinnga pH tanah meningkat.

Table 3. Kontribusi Hara dari Pupuk Kandang, Pupuk Hijau dan Kompos pada Pertanian Organik.

Table 4. Kontribusi Hara dari Pupuk Urea dan NPK pada pertanian Konvensional. Hara Kadar Hara (%)

Kadar Hara (Kg/ha) Jumlah (Kg/ha)

(30)

16

Residu Pestisida di dalam Tanah

Residu pestisida tanah komoditas tomat dan padi pada pertanian organik dan konvensional disajikan pada Tabel 5. Tabel tersebut menunjukkan bahwa residu pestisida terdapat di tanah pada komoditas tomat konvensional, padi konvensional IP 2 dan padi konvensional IP 3. Hal tersebut berkaitan erat dengan penggunaan pestisida (herbisida, fungisida, dan insektisida) yang tidak bijaksana pada komoditas tersebut di pertanian konvensional.

Pertanian konvensional atau pertanian modern sering dikritik kurang ramah lingkungan, mengurangi keragaman hayati, serta mengakibatkan sistem produksi terlalu bergantung pada input anorganik dari luar ekosistem yang berpengaruh terhadap keberlanjutan sistem produksi (Soemarno 2001). Dalam penerapan dibidang pertanian, ternyata tidak semua pestisida mengenai sasaran. Kurang lebih hanya 20% pestisida mengenai sasaran sedangkan 80% lainnya jatuh ke tanah. Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat racun bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit.

Table 5. Residu Pestisida Tanah Komoditas Tomat dan Padi pada Pertanian Organik dan Konvensional.

Endosulfan Trace Trace Trace Trace 0,01

ORGANOFOSFAT

Karbofuran Trace 0,025 Trace Trace Trace

MIPC Trace Trace Trace Trace Trace

(31)

17 Hasil analisis residu pestisida menunjukkan bahwa pada komoditas tomat dan padi baik IP 2 maupun 3 di pertanian konvensional terdeteksi senyawa residu pestisida yakni dari kelompok organoklorin, organofosfat, dan karbamat. Tanah pada komoditas tomat konvensional terdeteksi 0,034 ppm metidation golongan organofosfat dan 0,025 ppm karbofuran golongan karbamat, tanah pada padi konvensional IP 2 terdeteksi 0,01 ppm metidation golongan organofosfat dan tanah pada padi konvensional terdeteksi 0,01 ppm endosulfan golongan organoklorin dan 0,019 ppm metidation golongan organofosfat. Budidaya pertanian organik baik tanah komoditas padi maupun tomat tidak terdeteksi senyawa residu pestisida dari ketiga golongan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara petani, pada lokasi pertanian konvensional petani menggunakan` herbisida dan insektisida ketika musim tanam berlangsung.

Aktivitas Enzim Dehidrogenase Tanah

Aktivitas dehidrogenase tanah (DHA) beberapa komoditas tanaman pada pertanian organik dan konvensional disajikan pada Gambar 7. Gambar tersebut menunjukkan bahwa aktivitas enzim dehidrogenase tanah semua komoditas tanaman pada pertanian organik lebih tinggi daripada pertanian konvensional. Tanah pada komoditas padi konvensional IP 2 memiliki aktivitas enzim dehidrogenase lebih tinggi daripada tanah komoditas padi konvensional IP 3. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pada pertanian organik komoditas tomat, wortel, jagung, brokoli, dan padi memilik DHA tanah berturut-turut 10,89, 7,78, 9,57, 15,71, dan 20,3 µg TPF/g sample kering/jam; sedangkan pada pertanian konvensional komoditas tomat, wortel, jagung, brokoli, dan padi memiliki DHA tanah berturut-turut hanya 4,29, 0,99, 1,88, 2,16, dan 1,46, 2,77 µg TPF/g sample kering/jam.

Aktivitas enzim dehidrogenase tanah berkaitan erat dengan kadar bahan organik tanah. Semakin tinggi kadar bahan organik tanah, semakin tinggi pula aktivitas enzim dehidrogenase tanah. Pemberian bahan organik (pupuk kandang, kompos, MOL, dan lain-lain) pada pertanian organik jauh lebih tinggi dibandingkan pada pertanian konvensional (Gambar 3, Tabel 3, dan Tabel 4). Hasil wawancara langsung dengan petani saat pengambilan contoh tanah menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos masing-masing 7 ton/ha pada pertanian organik intensif diberikan sebelum tanam.

(32)

18

Gambar 7. Aktivitas Enzim Dehidrogenase (DHA) Tanah Beberapa Komoditas Tanaman pada Pertanian Organik dan Konvensional.

Praktek budidaya pertanian baik organik maupun konvensional pada dasarnya mempengaruhi aktivitas enzimatik di dalam tanah (Garcia et al. 2010). Rata-rata aktivitas enzim dehidrogenase yang diperoleh menunjukkan bahwa aktivitas enzim dehidrogenase pada pertanian organik lebih tinggi dibandingkan pertanian konvensional (Gambar 7). Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kandungan C-organik di kedua cara budidaya pertanian tersebut. Lokasi Diana budidaya pertanian organik pada tanah komoditas tomat dan brokoli memiliki kandungan C-organik tanah komoditas tomat dan brokoli pada pertanian organik di lokasi Diana (5,38%) > pertanian konvensional di lokasi Megamendung Atas (4,50%). Kandungan C-organik ini dapat menggambarkan kandungan bahan organik di dalam tanah.

(33)

19 enzim dehidrogenase tanah. Rata-rata nilai pH tanah pada pertanian organik > tanah pertanian konvensional (Gambar 4). Aktivitas enzim dehidrogenase berbanding lurus dengan nilai pH tanah (Moeskops et al. 2010).

Aktivitas Enzim Urease Tanah

Aktivitas urease tanah (UR) beberapa komoditas tanaman pada pertanian organik dan konvensional disajikan pada Gambar 8. Gambar tersebut menunjukkan bahwa aktivitas enzim urease tanah semua komoditas tanaman pada pertanian organik lebih rendah daripada pertanian konvensional. Tanah pada komoditas padi konvensional IP 2 memiliki aktivitas enzim urease lebih tinggi daripada tanah komoditas padi konvensional IP 3. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pada pertanian konvensional komoditas tomat, wortel, jagung, brokoli dan padi memiliki UR tanah berturut turut 10,13, 4,35, 10,23, 13,06, 0,52, dan 6,17 unit/gram tanah; sedangkan pada pertanian organik komoditas tersebut memiliki UR tanah berturut turut hanya 5,8, 3,83, 7,92, 6,4, dan 0,36 unit/gram tanah.

Aktivitas enzim urease tanah berkaitan erat dengan substrat urea yang terdapat dalam tanah. Sumber N pada pertanian konvensional umumnya berasal dari pupuk urea, lain halnya dengan pertanian organik yang berasal dari bahan organik. Hasil wawancara langsung dengan petani saat pengambilan contoh tanah, pemberian pupuk urea pada pertanian konvensional diberikan secara intensif sebelum tanam, yakni urea 100 Kg/ha dan NPK 250 Kg/ha.

Gambar 8. Aktivitas Enzim Urease (UR) Tanah Beberapa Komoditas Tanaman pada Pertanian Organik dan Konvensional

(34)

20

Dengan demikian enzim urease mempunyai peran yang penting dalam siklus N di tanah (Burn et al. 2013).

Tinggi atau rendahnya aktivitas enzim urease tergantung pada keberadaan substrat dan produk reaksi yang dikatalis oleh enzim ini, yaitu urea dan amonium (Askin dan Kizilkaya 2005). Tingginya aktivitas urease pada kelima komoditas budidaya pertanian konvensional jelas disebabkan keberadaan substrat urea dalam tanah yang masih melimpah di awal waktu pengamatan. Nilai reaksi-reaksi enzim dibatasi oleh banyak sedikitnya enzim dan substrat jika faktor lingkungan lainnya dianggap konstan. Perlu diketahui bahwa ketersediaan substrat dalam tanah terutama urea mempengaruhi induksi enzim spesifik oleh mikrob atau meningkatkan pertumbuhan mikrob, di mana semuanya mempengaruhi tingkat aktivitas enzim urease tanah (Cattaneo et al. 2014).

Aktivitas Enzim Selulase

Aktivitas selulase tanah salah satunya Endo-1,4-β-D-glucanase (carboxymethylcellulase atau CMCase) beberapa komoditas tanaman pada pertanian organik dan konvensional disajikan pada Gambar 9. Gambar tersebut menunjukkan bahwa aktivitas tanah semua komoditas tanaman pada pertanian organik lebih tinggi daripada pertanian konvensional. Tanah pada komoditas padi konvensional IP 2 memiliki aktivitas enzim selulase lebih tinggi daripada tanah komoditas padi konvensional IP 3. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pada pertanian organik komoditas tomat, wortel, jagung, brokoli, dan padi memiliki CMCase tanah berturut-turut 17,86, 27,24, 24,8, 22,35, dan 97,93 unit/gram tanah; sedangkan pada pertanian konvensional komoditas tersebut memiliki CMCase tanah berturut-turut hanya 4,32, 12,02, 13,34, 1,31, 0, dan 0,53 unit/gram tanah.

Aktivitas CMCase tanah berkaitan erat dengan kandungan selulosa di dalam tanah yang tercermin dari kadar bahan organik tanah (Gambar 4). Semakin tinggi kadar bahan organik tanah, semakin tinggi pula aktivitas enzim selulase tanah. Jerami yang terdekomposisi khususnya pada tanah sawah diduga memiliki selulosa yang tinggi sehinggi aktivitas enzim selulase pun tinggi.

(35)

21 Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim selulase tanah adalah bahan organik. Pertanian organik memiliki rata-rata C-organik > pertanian konvensional (Gambar 4). Hal tersebut berbanding lurus dengan aktivitas enzim selulasenya. Peningkatan enzim induktif (urease dan selulase) di dalam tanah disebabkan oleh substrat (C-organik dan N-total) yang tersedia dalam tanah. Clegg 2006; Bastida

et al. 2007; Jangid et al. 2008; Meriles et al. 2009; Udawatta et al. 2009; Vallojo

et al. 2010 pun berpendapat bahwa aktivitas enzim urease dan selulase berkorelasi positif dengan C-organik dan N-totalnya.

Jumlah Populasi Bakteri dan Kandungan C-mik.

Jumlah populasi bakteri dan kandungan C-mik beberapa komoditas tanaman pada pertanian organik dan konvensional disajikan pada Gambar 10. Gambar tersebut menunjukkan bahwa jumlah populasi bakteri dan kandungan C-mik tanah semua komoditas tanaman pada pertanian organik lebih tinggi daripada pertanian konvensional. Tanah pada komoditas padi konvensional IP 2 memiliki C-mik lebih tinggi daripada tanah komoditas padi konvensional IP 3. Hal ini tercermin dari kandungan C-org (Gambar 3) tanah yang berpengaruh terhadap jumlah populasi mikrob dan kandungan C-mik.

Gambar 10. Jumlah Populasi bakteri dan C-mik Beberapa Komoditas Tanaman pada Pertanian Organik dan Konvensional.

Kandungan C-mik adalah atribut penting dari kualitas biologi tanah dan juga berfungsi sebagai indikator perubahan pengelolaan atau penggunaan lahan (Danielle et al. 2012). Biomasa mikrob tanah tergantung pada bahan organik sebagai sumber makanan atau substrat (Zhang et al. 2008; Santos et al. 2012). Oleh karena itu, pengelolaan pertanian sangat mempengaruhi dinamika bahan organik dan biomassa mikrob.

Hubungan Aktivitas Enzim Dehidrogenase, Urease, dan Selulase dengan Jumlah Populasi dan Kandungan C-mik, serta Karakteristik Tanah.

(36)

22

dehidrogenase, urease dan selulase dengan jumlah populasi dan kandungan C-mik tanah. Bahan organik tanah dapat meningkatkan jumlah biomassa mikrob tanah (Haney et al. 2010) yang diiringi dengan meningkatnya aktivitas enzim dehidrogenase tanah (Zhang et al. 2008), enzim urease tanah (Cattaneo et al.

2014), dan aktivitas enzim selulase (Acosta et al. 2014).

Table 6. Korelasi antara Aktivitas Enzim Dehidrogenase (DHA), Urease (UR) dan Selulase (CMCase) dengan Jumlah Populasi Bakteri dan Kandungan C-mik Variable Jumlah Populasi Bakteri C-mik

DHA 0,723** 0,489**

UR 0,409** 0,875**

CMCase 0,5561** 0,905**

n = 33, r0,05 = 0,280 dan r0,01 = 0,388

Korelasi antara aktivitas enzim-enzim tanah dengan karakteristik tanah disajikan pada Tabel 7. Tabel tersebut menunjukkan bahwa Aktivitas enzim dehidrogenase tanah berkorelasi negatif sangat nyata dengan %liat; berkorelasi positif nyata dengan C-organik dan K-tersedia; dan berkorelasi positif sangat nyata terhadap N-total, P-potensial, K-potensial, P-tersedia, KTK, dan pH tanah. Aktivitas enzim urease tanah berkorelasi negatif sangat nyata dengan %liat dan pH tanah; berkorelasi positif nyata dengan K-potensial; dan berkorelasi positif sangat nyata dengan C-organik, N-total, P-potensial, P-tersedia, K-tersedia, dan KTK tanah. Aktivitas enzim selulase tanah berkorelasi negatif sangat nyata dengan %liat; berkorelasi positif nyata dengan C-organik dan K-potensial tanah; dan berkorelasi positif sangat nyata dengan N-total, P-potensial, P-tersedia, K-tersedia, KTK, dan pH tanah.

Table 7. Korelasi antara Aktivitas Enzim Dehidrogenase (DHA), Urease (UR) dan Selulase (CMCase) dengan Karakteristik Tanah.

(37)

23 Acosta et al. (2014), perbandingan liat dan pasir juga mempengaruhi sebaran populasi dan fungsi mikrob sebagai penghasil utama enzim tanah. Semua aktivitas enzim yang diuji (enzim dehidrogenase, urease, dan selulase) juga berkorelasi positif nyata dengan C-organik, N-total, P-potensial, potensial, P-tersedia, K-tersedia, dan KTK tanah. Hal ini menandakan bahwasanya aktivitas enzim berkaitan erat dengan siklus hara di dalam tanah. Menurut Acosta et al. (2011) dan Cotton et al. (2013), aktivitas enzim tanah sangat penting untuk ekosistem tanah yang memiliki pengaruh dalam transformasi hara dan siklus biokimia dari karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P), dan sulfur (S). Aktivitas enzim tanah ini merupakan indikator sensitif dari perubahan kualitas tanah akibat penggunaan lahan yang berbeda (Kong et al. 2011; Wallenstein and Burns 2011).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Kadar C-organik, N-total, P-potensial, P-tersedia, K-potensial, K-tersedia, KTK, pH tanah pada pertanian organik lebih tinggi dibandingkan pertanian konvensional. Demikian pula kadar residu pestisida tanah (organoklorin, organofosfat, dan karbamat) pada pertanian organik lebih baik (trace) daripada pertanian konvensional.

2. Aktivitas enzim dehidrogenase dan selulase pada pertanian organik lebih tinggi dibandingkan dengan pertanian konvensional, sedangkan aktivitas enzim urease pada pertanian organik lebih rendah dibandingkan dengan pertanian konvensional.

3. Terdapat korelasi positif sangat nyata antara aktivitas enzim-enzim tanah dengan jumlah populasi bakteri dan kandungan C-mik tanah.

4. Terdapat korelasi positif nyata sampai sangat nyata antara aktivitas enzim-enzim tanah dengan karakteristik kimia tanah (C-organik, N-total, P-potensial, P-tersedia, K-P-potensial, K-tersedia, KTK, dan pH tanah).

Saran

Penelitian aktivitas enzim tanah ini masih jarang dilakukan di Indonesia sehingga perlu dilakukan pengujian pada aktivitas enzim-enzim lainnya pada tanah-tanah di Indonesia dan aktivitas enzim tanah ini perlu dibuat standarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul M. 2009. Pemanfaatan jerami padi sebagai pupuk organik in situ untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia dan subsidi pupuk. . [Internet].[diunduh 2015 Sep 11]. Tersedia pada:

http://isroi.com/2009/05/14/pemanfaatan-jerami-padi-sebagai- pupuk-organik-in-situ-untuk-mengurangi-penggunaan-pupuk-kimia-dan-subsidi-pupuk/

(38)

24

Agus C. 1997. Respirasi Tanah Pada Lantai Hutan Manginum. Buletin Kehutanan.

Agus F. 2000. Konstribusi bahan organik untuk meningkatkan produksi pangan pada lahan kering bereaksi masam. Pros. Seminar Nasional Sumber Daya Lahan. Cisarua-Bogor, 9-11 Februari 1999. Buku III. Pusat Penelitan Tanah dan Agroklimat.

Anas I. 1988. Biologi Tanah dalam Praktek. Laboratorium Biologi Tanah. Jurusan Tanah. Institut Pertanian Bogor.

Alexander M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. New York: Cornel University.

Anderson T. 2003. Microbial eco-physiological indicators to asses soil quality. Agric. Ecosyst. Environ. 98:285-293.

Askin T and Kizilkaya R. 2005. The spatial variability of urease activity of surface aglicultural soils within an urban area. J. Cent. Agric. Wallenstein MD, Weintraub MN, Zoppini A. 2013. Soil enzymes in a changing environment: current knowledge and future directions. Soil Biol Biochem. 58:216–234.

Beri V, Goswami KP, Brar SS. 1978. Urease Activity and Its Michaellis Constant For soil systems. Dalam Plant and Soil 49.

Cattaneo F, PD Gennaro, L Barbanti, C Giovannini, M Labra, B Moreni, E Benitez, C Marzadori. 2014. Perennial energy cropping systems affect soil enzyme activities and bacterial community structure in a South European agricultural area. Appl. Soil Ecol. 84:213-222. Chu H, Lin X, Fujii T, Morimoto S, Yagi K, Hu J, Zhang J. 2007. Soil

microbial biomass, dehydrogenase activity, bacterial community structure In Response to long-term fertilizer management. Soil Biol Biochem. 39:2971-2976.

Clegg CD. 2006. Impact of cattle grazing and inorganic fertiliser additions to managed grasslands on the microbial community composition of soils. Appl. Soil Ecol 31: 73–82.

Danielle Karla Alves da Silva, Nicacio de Oliveira Freitas, Renata Gomes de Souza, Fabio Sergio Barbosa da Silva, Ademir Sergio Ferreira de Araujo, Leonor Costa Maia. 2012. Soil microbial biomass and activity under natural and regenerated forests and conventional sugarcane plantations in Brazil. Geoderma. 189:257-261.

Dick WA. and Tabatabai M.A. 1992. Significance and Potential Uses of Soil Enzymes. In: Metting FB (ed) Soil Microbial Ecology: App. Agric. Environ. Manag. Marcel Dekker, New York, pp 95-127. Dick WA, Cheung L, and Wang P. 2000. Soil Acid and Alkaline

(39)

25 Duxbury JM, MS Smith and JW Doran. 1989. Soil Organic Matter as a Source and a Sink of Plant Nutrient. In Dynamic of Soil Organic Matter in Tropica Ekosystem. Dept. of Agro and Soil Sci. Univ. of Hawaii.

Ellert BH, Clapperton MJ, Anderson DW. 1997. An Ecosystem Perspective of Soil Quality. In: Gregorich EG, Carter MR (eds) Soil Quality for Crop Production and Ecosystem Health. Elsevier, Amsterdam, pp 115-141.

Evati, Suparto, dan Sulaeman. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor: Balai Penelitian Tanah, Badan Litbang Departemen Pertanian.

Garcia FO, C Guerrero, A Roldan, J Mataix S, A Cerda , M Campoy, R Zornoza, G Barcenas, F Caravaca. 2010. Soil microbial biomass and activity under different agricultural management systems in a semiarid Mediterranean agroecosystem. Soil Tillage Res.

109:110-115.

Gardner T, Acosta MV, Senwo Z, Dowd SE. 2011. Soil rhizosphere microbial communities and enzyme activities under organic farming in Alabama. Diversity. 3:308-328.

Giacometti C, Demyan MS, Cavani L, Marzadori C, Ciavatta C, Kandeler E. 2013. Chemical and microbiological soil quality indicators and their potential to differentiate fertilization regimes in temperate agroecosystems. Appl. Soil Ecol. 64:32–48.

Gianfreda, L. and J. M. Bollag. 1996. Influence of Natural and Anthropogenic Factor on Enzyme Activity in Soil. In G. Stotzky and J. M. Bollag (eds). Soil Biochemistry Vol. 9. Marcel Dekker, Inc. New York. p 123-176.

Gil Stores F, Trasar Cepeda C, Leiros MC, Soane S. 2005. Different approaches to evaluate soil quality using biochemical properties.

Soil Biol Biochem. 37:877–887.

Girindra A. 1993. Biokimia I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Haney RL, Kiniry JR, and Johnson MV. 2010. Soil microbial activity under different grass species: underground impacts of biofuel cropping. Agric. Ecosyst. Environ. 139:754–758.

Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.

Hope CFA and Burns RG. 1987. Activity, origins and locations of cellulose in a silt loam soil. Biol Fertil Soil 5:164-170.

Lakitan B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT RajaGrasindo Persada.

Lehninger AL. 1990. Dasar-dasar Boikimia I. Thenawidjaya M, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of biochemistry.

(40)

26

Jastrzebska E and Kucharski J. 2007. Dehydrogenases, urease and phosphatases activities of soil contaminated with fungicides.

Plant Soil Environ. 53(2):51-57.

Kong AYY, Scow KM, Cordova KAL, Holmes WE, Six J. 2011. Microbial community composition and carbon cycling within soil microenvironments of conventional, low-input, and organic cropping systems. Soil Biol Biochem. 43:20-30.

Macci C, Doni S, Peruzzi E, Masciandro G, Mennone C and Ceccanti B. 2012. Almond tree and organic fertilization for soil quality improvement in Southern Italy. J. Environ Manag. 95:215-222. Mao Y, Yannarell AC, Davis SC, and Mackie RI. 2013. Impact of

different bioenergy crops on N-cycling bacterial and archaeal communities in soil. Environ. Microbiol. 15:928–942.

Meriles JM, Vargas Gil S, Conforto C, Figoni G, Lovera E, March GJ, and Guzman CA. 2009. Soil microbial communities under different soybean cropping systems: characterization of microbial population dynamics, soil microbial activity, microbial biomass and fatty acid profiles. Soil Tillage Res. 103: 271–281.

Moeskops B, Buchan D, Sleutel S, Herawaty L, Husen E, Saraswati R, Setyorini D, De Neve S. 2010. Soil microbial communities and activities under intensive organic and conventional vegetable . Farming In West Java, Indonesia. Appl Soil Ecol. 45:112-120. Mondal NK, Kartick CP, Madhumita D, Sanhita G, Chittaranjan D, and

Jayanta KD. 2014. Seasonal variation of soil enzymes in Fluoride stress area of Birbhum district, Wrst Bengal, India. Taibah University for Science. 10:51-57.

Nursyamsi D dan Suprihati. 2005. Sifat-sifat Kimia dan Mineralogi Tanah serta Kaitannya dengan Kebutuhan Pupuk untuk Padi (Oryza sativa), Jagung (Zea mays), dan Kedelai (Glycine max). Bul. Agron. 33(3):40 – 47.

Pascual JA, Garcia C, Hernandez T, Moreno JL, Ros M. 2000. Soil microbial activity as a biomarker of degradation and remediation processes. Soil Biol Biochem. 32:1877–1883.

Rasti S, Edi H, dan RDM Simanungkalit. 2007. Metode Analisis Biologi Tanah. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.

Rosmarkam A, Yuwono NW. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta: Kanisius.

Ruskandi dan Odih S. 2003. Kadar hara makro berbagai jenis limbah tanaman sela pada pola tanam kelapa.Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Salazar S, Sanchez L, Alvarez J, Valverde A, Galindo P, Igual J, Peix A, Santa-Regina I. 2011. Correlation among soil enzyme activities under different forest system management practices. Ecol Eng.

37:1123-1131.

(41)

27 from conventional to organic farming systems. Geoderma. 170:227–231.

Sardans, J. 2005. Drought Decreases Soil Enzyme Activity in a Mediterranean Quercusilex L. Forest. Soil Biol Biochem 37 (3):455-461.

Siallagan D. 2004. Aktivitas Urease dan Fosfomonoesterase Tanah pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga Bogor. Skripsi. Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

Schinner F, Kandeler E, Ohlinger R. Margesin.1996. Methods in Soil. Boilogy. German: Spinger.

Soemarno. 2001. Konsep usaha tani lestari dan ramah lingkungan.

Prosiding Seminar Nasional Budidaya Tanaman Pangan Berwawasan Lingkungan. Jakenan, 7 Maret 2001 hal 1-7.

Suhartono MT. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Bogor: Departemen Pendidikan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Antar Universitas Biopteknologi-IPB.

Tabatabai MA and S Klose. 1999. Enzimes Activity of Microbial Biomass in Soil. Soil Biol Biochem. 31: 205-211.

Tisdale SLWR, Nelson and JD Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizer.

Fourth Edition. Macmillan, Inc. New York. 754 pp.

Trasar Cepeda C, Leiros MC, Seoane S, Gil Sotres F. 2008. Biochemical properties of soils under crop rotation. Appl Soil Ecol. 39:133– 143.

Tu C, Louws FJ, Creamer NG, Mueller JP, Brownie C, Fager K, Bell M, and Hu S. 2006. Responses of soil microbial biomass and N availability to transition strategies from conventional to organic farming systems. Agric. Ecosyst. Environ. 113, 206–215.

Udawatta RP, Kremer RJ, Garett HE, and Anderson SH. 2009. Soil enzyme activities and physical properties in watershed managed under agroforestry and row- crop systems. Agric. Ecosyst. Environ. 131:98–104.

Vallejo VE, Roldan F, and Dick RP. 2010. Soil enzymatic activities and microbial biomass in an integrated agroforestry chronosequence compared to monocul-ture and a native forest of Colombia. Biol. Fertil. Soils 46:577–587.

Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi ke-5. Penerjemah Setiono dan A. Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta: Kalman Media Pustaka.

Voroney R.P. 2007. The Soil Habitat. In: Eldor AP (ed) Soil Microbiology, Ecology, and Biochemistry. Elsevier, USA, pp 25-49.

Wallenstein MD and Burns RG. 2011. Ecology of extracellular enzyme activities andorganic matter degradation in soil: a complex community-driven process. In:Dick, R.P. (Ed.), Methods of Soil Enzymology. Soil Sci. Soc. Am., Madison, WI,USA, pp. 35–55. Winarno FG. 1995. Enzim Pangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Winarso S. 2005. Kesuburan Tanah: Dasar Kesehatan dan Kualitas

(42)

28

Wiwik H dan LR Widowati. 2006. Pupuk Kandang. [Internet].[diunduh

2015 Sep 11].

Tersediapada:http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokum entasi/lainnya/04pupuk%20kandang.pdf

Wolinnska A and Stepniewska Z. 2011. Microorganisms Abundance and Dehydrogenase Activity As a Consequence of Soil Reoxidation Process In: Miransari M (ed) Soil Tillage and Microbial Activities, Research Singpost, Kerala, India pp 111-143.

(43)

29

(44)

30

Lampiran 1. Kurva Standar DHA, UR, dan CMCase.

Lampiran 2. Lokasi Pengambilan Sample Tanah Brokoli Organik.

Lampiran 3. Lokasi Pengambilan Sample Tanah Tomat Organik.

Lampiran 4. Lokasi Pengambilan Sample Tanah Wortel Organik.

Lampiran 5. Lokasi Pengambilan Sample Tanah Jagung Organik.

Lampiran 6. Lokasi Pengambilan Sample Tanah Brokoli Konvensional.

(45)

31

Lampiran 8. Lokasi Pengambilan Sample Tanah Wortel Konvensional.

Lampiran 9. Lokasi Pengambilan Sample Tanah Jagung Konvensional.

Lampiran 10. Lokasi Pengambilan Sample Tanah Padi Organik.

Lampiran 11. Lokasi Pengambilan Sample Tanah

Konvensional IP 3.

(46)

32

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 1 September 1992 sebagai anak pertama dari pasangan Bapak Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr dan Ibu Ai Yeti Sumiati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2005 di SDN Panaragan 2, pada tahun 2008 di SMPN 4 Bogor dan pada tahun 2011 di SMAN 5 Bogor. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur SMPTN Undangan (Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negri Undangan).

Selama menjadi mahasiswi di IPB, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan. Kegiatan tersebut diantaranya menjadi pengurus HMIT - Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (2013-2014) dan berbagai kegiatan lainnya di lingkup organisasi HMIT. Pada kegiatan akademik penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Biteknologi Tanah (2014 dan 2015), Asisten Praktikum Biologi Tanah (2015) dan Asisten Praktikum Morfologi dan Klasifikasi Tanah (2015).

Tahun 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kabupaten Indramayu Kecamatan Trisi Desa Plosokerep dengan program Optimalisasi Fungsi Pekarangan Sebagai Rumah Pangan Lestari. Penulis menyelesaikan studi dengan melakukan penelitian dan skripsi yang berjudul

Gambar

Table 1. Lokasi Pengambilan Sampel
Gambar 1 Lokasi Pengambilan Sampel Tanah di Kabupaten Bogor
Table 2.  Metode Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Gambar 3. Kadar C-organik dan N-total Tanah Beberapa Komoditas Tanaman
+7

Referensi

Dokumen terkait

indica yang diduga resisten-glifosat dikumpulkan dari perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Langkat (Tabel 1 dan Gambar 1), dilakukan dengan cara mengambil biji

Benkó Zsolt, Berkesi Márta, Czuppon György, Falus György, Gherdán Katalin, Guzmics Tibor, Haranginé Lukács Réka, Kele Sándor, Király Edit, Kovács István János,..

Upaya Dinas Kesehatan (Farmakmin) dalam memberantas kosmetik berbahaya teregister BPOM khususnya krim wajah telah dilakukan dengan cara mengundang para masyarakat

Penulis melakukan wawancara dengan pihak program studi untuk memahami proses bisnis yang berjalan dan mengumpulkan detil informasi terhadap masalah yang

Skor probabilitas Deep Vein Thrombosis (DVT) pada pegawai kasir pusat perbelanjaan di Denpasar dengan posisi kerja berdiri statis didapatkan 57,69% responden

Dari penelitian yang dilakukan oleh Nurul Azizah Yaoma Ramadhani (Teknik Informatika, UNSA) dengan judul “Pembuatan Video Profil Sekolah Menengah Kejuruan

Wayang Cirebon kemudian juga menjadi media diplomasi antara budaya lokal (yang telah menyerap budaya India dan Islam) dengan budaya Barat, contohnya pada wayang

Hasil yang didapatkan adalah faktor-faktor yang paling signifikan bagi calon pelanggan dalam melakukan keputusan pembelian Blu-ray game Playstation 4 secara online di