• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Daya Dukung Lingkungan Aspek Sumber Daya Air di Kabupaten Lebak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Daya Dukung Lingkungan Aspek Sumber Daya Air di Kabupaten Lebak"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

ASPEK SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN LEBAK

ANNETTE ANGGRAENY SIHOMBING

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajan Daya Dukung Lingkungan Aspek Sumber Daya Air di Kabupaten Lebak adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Annette Anggraeny S

(4)
(5)

ABSTRAK

ANNETTE ANGGRAENY. Kajian Daya Dukung Lingkungan Aspek Sumber Daya Air di Kabupaten Lebak. Dibimbing oleh PRASTOWO.

Abstrak : Aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia berimplikasi kepada banyaknya aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek fisik, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Dampak terhadap lingkungan yang dapat disebabkan oleh pembangunan antara lain perubahan proporsi tutupan lahan, meningkatnya jumlah lahan kritis, kerusakan daerah aliran sungai (DAS), perubahan kapasitas simpan air, perubahan ekosistem, dan keanekaragaman hayati. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hierarki daya dukung lingkungan, dalam hal ini aspek sumber daya air, meliputi penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air, analisis potensi suplai air, kajian sumberdaya iklim untuk pertanian (agroklimat) dan kajian indikator degradasi sumberdaya air di Kabupaten Lebak serta membandingkan hasil analisis dengan muatan lingkungan yang tercantum dalam RTRW Kabupaten Lebak 2013 – 2033. Status daya dukung lingkungan tahunan Kabupaten Lebak berada dalam kondisi aman, dan berada pada status terlampaui (overshoot) pada bulan Agustus dan September, serta debit andalan minimum Sungai Ciujung bagian hulu masih dapat memenuhi total kebutuhan air aktual. Berdasarkan Metode Oldeman untuk agroklimat, Kabupaten Lebak berada pada Zona C1, C2, D2 artinya wilayah di Kabupaten Lebak dapat ditanami padi dan palawija dengan pola tanam tertentu sesuai bulan basah dan bulan kering. Berdasarkan analisis neraca air yang dilakukan, besar curah hujan lebih adalah 217 mm dan defisit terjadi pada bulan Mei hingga November sebesar 232 mm Nilai limpasan dan pengisian air tanah berturut – turut 102 mm dan 115 mm. Berdasarkan simulasi komposisi luas lahan diperoleh luas minimum untuk hutan sebesar 30%. Salah satu indikator degradasi kualitas air di Kabupaten Lebak adalah banjir. Pengelolaan limpasan untuk konservasi sumber daya air dan pencegahan erosi dan banjir dibangun teras gulud yang dilengkapi dengan 1050 rorak dibangun di areal perkebunan rakyat.

Kata kunci : agroklimat, daya dukung lingkungan, neraca air, sumberdaya air, rencana tata ruangwilayah

ABSTRACT

ANNETTE ANGGRAENY. Environmental Carrying Capacity Assessment Based On Water Resources In Lebak Regency.Supervised by PRASTOWO.

Abstract : Development activities have affected many aspects that need to be considered , namely the physical, economic , social, cultural and environmental aspect. Environmental impacts happen, such as changes in the proportion of land cover, the increasing number of critical areas, watershed damage, changes in water storage capacity, changes in ecosystems and biodiversity. The purpose of this study was to analyze the environmental carrying capacity based on water resources, including the determination of the status of environmental carrying capacity, water supply potential analysis, climate resources for agriculture (agro-climatic) and assessment of water resource degradation indicators and to compare the results of the analysis to the environmental contents in RTRW Lebak Regency 2013-2033. Annual environmental capacity of Lebak is in a sustain condition, and discharge of Ciujung watershed can supply the water needs. Based on Oldeman method for agro-climatic, Lebak Regency is in C1 , C2 , D2 Zone, means Lebak can be planted with rice and corps. Based on the analysis on water balance, surplus rainfall is 217 mm and the deficit is 232 mm that occurred in May – November. Runoff and groundwater recharging are 102 mm and 115 mm. By simulating of the land composition, minimum area for forest is 30 %. Degradation of water quality in Lebak occured by flood. Recommended water resources conservation for flood and erosion prevention is terrace which is equipped with 1050 rorakthat built in the plantation area.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

ASPEK SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN LEBAK

ANNETTE ANGGRAENY SIHOMBING

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Kajian Daya Dukung Lingkungan Aspek Sumber Daya Air di Kabupaten Lebak

Nama : Annette Anggraeny Sihombing NIM : F44100004

Disetujui oleh

Dr. Ir. Prastowo, M.Eng Pembimbing

Diketahui oleh

Prof. Dr Ir Budi Indra Setiawan, M.Agr Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan atas berkat dan rahmat Tuhan Yesus sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “Kajian Daya Dukung Lingkungan Aspek Sumber Daya Air di Kabupaten Lebak” ini dibuat atas bantuan berbagai pihak, sehingga ucapan terimakasih disampaikan kepada Dr. Ir. Prastowo, staf pengajar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB sebagai Dosen Pembimbing Akademik, Bapak, Mama dan adik – adik (Friedrik, Rossy, Yopie, Jere) terkasih, rekan seperjuangan satu dosen pemimbing (Rima, Libna, Melinda, Annisa), rekan – rekan mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan 2010 (47), Keluarga BILO (Liza, Weni, Icha, Sepha, Vio, Saima) serta dukungan dari Viana, Revina, Ria A dan Citra.

Demikian skripsi ini dibuat, dengan harapan dapat bermanfaat untuk dunia pendidikan dan penelitian. Terimakasih atas perhatiannya.

Bogor, Juli 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

PRAKATA ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

Ruang Lingkup Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Konsep Daya Dukung Lingkungan dalam Penyediaan Air ... 2

Potensi Suplai Air ... 3

Sumber Daya Iklim Pertanian (Agroklimat) ... 4

Daerah Aliran Sungai ... 6

Neraca Air, Presipitasi, dan Evapotranspirasi ... 6

Simpanan Air, Limpasan, dan Pengisian Air Tanah ... 8

Indikator Degradasi Sumber Daya Air ... 10

METODOLOGI PENELITIAN ... 11

Lokasi dan Waktu ... 11

Alat dan Bahan ... 11

Metode Penelitian... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Lebak ... 14

Penetapan Status Daya Dukung Lingkungan dan Analisis Potensi Suplai Air ... 19

Sumber Daya Iklim Pertanian (Zona Agroklimat) ... 23

Neraca Air, Limpasan, dan Pengisian Air Tanah ... 24

Indikator Degradasi Sumberdaya Air... 30

Muatan Lingkungan dalam Dokumen RTRW ... 32

SIMPULAN DAN SARAN ... 36

Simpulan ... 36

Saran ... 37

(14)

DAFTAR TABEL

1 Kriteria penetapan status daya dukung lingkungan aspek sumber daya air ... 3

2 Standar kebutuhan air ... 4

3 Zona agroklimat utama berdasarkan klasifikasi Oldeman ... 5

4 Penjabaran tipe agroklimat menurut Oldeman ... 5

5 Koefisien tanaman (Kc) ... 8

6 Nilai kapasitas cadangan lengas tanah ... 9

7 Kelerengan wilayah Kabupaten Lebak ... 15

8 Proporsi penggunaan lahan di Kabupaten Lebak Tahun 2010 ... 15

9 Hasil Perhitungan untuk penetapan status DDL tahunan ... 19

10 Hasil perhitungan untuk penetapan status DDL bulanan ... 21

11 Proyeksi kebutuhan air ... 21

12 Data teknis Waduk Karian ... 23

13 Zona Agroklimat dan penjelasan pola tanam berdasarkan Metode Oldeman .. 24

14 Rencana pola ruang Kabupaten Lebak ... 33

15 Penetapan kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan ... 34

16 Produksi padi dan palawija di Kabupaten Lebak Tahun 2011 37

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran ... 14

2 Peta penggunaan lahan Kabupaten Lebak ... 17

3 Peta Wilayah SUBDAS di DAS Ciujung (Bagian Hulu) ... 18

4 Kondisi sungai Ciuung Hulu ... 16

5 Kondisi sungai Ciberang ... 16

6 Kondisi sungai Cisemeut ... 16

7 Penetapan status DDL tahunan Kabupaten Lebak menggunakan nomogram .. 22

8 Grafik debit andalan minimum dan kebutuhan air aktual ... 22

9 Potongan melintang dam Waduk Karian Tipe Rock Fill Dam ... 23

10 Grafik curah hujan dan evaotranspirasi ... 25

11 Grafik surplus dan defisit ... 25

12 Kurva neraca air hasil simulasi luas hutan 26

13 Skema teras glud yang dilengkapi rorak 27

14 Peta potensi banjir di Provinsi Banten ... 31

15 Skema lebar sempadan sungai berdasarkan konsep eko-hidraulik ... 32

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air ... 41

2 Simulasi Neraca Air untuk Variasi Luas Hutan ... 42

3 Peta Curah Hujan ... 48

4 Peta Kemiringan Lahan ... 49

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar wilayah tersebut berkembang menuju tingkat perkembangan yang diinginkan, melalui terwujudnya keterpaduan penggunaan potensi sumber daya dengan jumlah penduduk, serta keterpaduan antara sektor pembangunan dan prinsip berkelanjutan. Pertumbuhan jumlah penduduk meningkatkan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya dan mencapai tingkat kesejahteraan sosial ekonomi yang diinginkan. Hal ini berbanding lurus dengan peningkatan kebutuhan pokok serta sarana dan prasarana sehingga harus diikuti dengan pengembangan sektor – sektor pembangunan. Setiap aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia berimplikasi kepada banyaknya aspek yang perlu diperhatikan, antara lain aspek fisik, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup. Rencana tata ruang yang salah akan menyebabkan penurunan kualitas alam dan erosi tanah, perubahan pada keseimbangan hidrologi, pencemaran air, kerusakan habitat makhluk hidup, peningkatan kebutuhan energi, dan polusi udara (Randolph, 2004).

Undang – undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan pemerintah daerah melaksanakan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam penyusunan dan evaluasi rencana pembangunan jangka panjang daerah, rencana pembangunan jangka menengah daerah, dan kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko terhadap lingkungan hidup. Rencana pengembangan sektor – sektor pembangunan, dan pemanfaatan ruang setiap wilayah dituangkan dalam Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sehingga perlu dilakukan kajian muatan lingkungan dalam dokumen tersebut untuk memastikan kualitas RTRW sebagai upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Perumusan Masalah

(16)

2

sumberdaya iklim untuk pertanian (agroklimat), analisis potensi suplai air, dan kajian indikator degradasi sumber daya air.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis empat hierarki daya dukung lingkungan aspek sumber daya air di Kabupaten Lebak

2. Mengkaji muatan lingkungan dalam dokumen RTRW Kabupaten Lebak berdasarkan analisis daya dukung lingkungan aspek sumber daya air

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk masyarakat khususnya masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi penting dalam upaya pengelolaan sumber daya air serta peringatan dini mengenai neraca air di Kabupaten Lebak. Selain itu, penelitian bermanfaat untuk memberikan masukan tentang muatan lingkungan dalam Materi Teknis RTRW Kabupaten Lebak 2013-2033 berupa kesesesuaiannya dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dilihat dari aspek sumber daya air. Penelitian bermanfaat untuk dunia pendidikan, khususnya untuk bidang Teknik Sipil dan Lingkungan.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada kajian daya dukung lingkungan aspek sumber daya air di Kabupaten Lebak dan DAS Ciujung bagian hulu serta muatan lingkungan dalam Materi Teknis RTRW Kabupaten Lebak 2013-2033.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Daya Dukung Lingkungan dalam Penyediaan Air

(17)

cenderung berkurang akibat inefisensi pemakaian air baik untuk domestik, pertanian, industri, dan lain – lain.

Analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air menunjukkan perbandingan antara kondisi kebutuhan air pada suatu wilayah dengan ketersediaan air yang ada. Kriteria penetapan status daya dukung lingkungan disajikan pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1 Kriteria penetapan status daya dukung lingkungan (DDL) aspek sumber daya air Kriteria Status DDL-Air

Rasio supply/demand > 2 Daya dukung lingkungan aman (sustain)

Rasio supply/demand 1-2 Daya dukung lingkungan aman bersyarat (conditional sustain) Rasio supply/demand < 1 Daya dukung lingkungan telah terlampaui (overshoot) Sumber : Prastowo (2010)

Ketersedian air dinyatakan sebagai curah hujan andalan dihitung dengan peluang kejadian > 50% dikalikan dengan total luas lahan. Menurut Prastowo (2010), perhitungan kebutuhan air dapat dihitung dari hasil konversi terhadap kebutuhan hidup layak, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

... (1) dengan :

DA : Total kebutuhan air (m3/tahun) N : Jumlah penduduk (jiwa)

KHLA : Kebutuhan air untuk hidup layak (2 x 800 m3air/kapita/tahun)

 800 m3 air/kapita/tahun adalah kebutuhan air untuk keperluan domestik dan untuk menghasilkan pangan

 2.0 adalah faktor koreksi untuk memperhitungkan kebutuhan hidup layak yang mencakup kebutuhan pangan, domestik dan lainnya

Potensi Suplai Air

Menurut Rustiadi et al (2010), analisis potensi suplai air menentukan jumlah curah hujan lebih dalam bentuk limpasan maupun pengisian air tanah yang potensial dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan air. Analisis potensi suplai air dapat dimulai dengan memprediksi kebutuhan air aktual di wilayah tersebut, meliputi kebutuhan air untuk kegiatan domestik, pertanian, peternakan, dan industri. Laju pertumbuhan di setiap sektor dapat dihitung menggunakan pendekatan eksponensial yang telah direkomendasikan di dalam buku Pedoman Perencanaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai yang telah diterbitkan Direktorat Jenderal Sumberdaya Air Tahun 2001. Laju pertumbuhan pengguna tiap tahun dianggap konstan, dan dapat dihitung dengan rumus berikut :

{ } ... (2) dengan :

r : Angka pertumbuhan pengguna (%)

Pt : Jumlah pengguna pada tahun n (jiwa/luas)

(18)

4

Pt : Jumlah pengguna pada tahun n (jiwa/luas)

Po : Jumlah pengguna pada tahun awal dasar (jiwa/luas) r : Angka pertumbuhan pengguna (%)

t : Banyaknya tahun yang diproyeksikan

Besarnya kebutuhan air aktual setiap sektor diperoleh dengan persamaan berikut ini : sektor ditinjau dari jenis kegiatan dan jumlah pengguna. Besaran standar kebutuhan air pada setiap sektor dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :

Tabel 2 Standar kebutuhan air No Jenis Pengguna Standar

Kebutuhan Satuan Sumber 1 Domestik

Kebutuhan Tinggi 120

liter/org/hari Pedoman Konstruksi dan Bangunan, PU

Kebutuhan rendah 60 2 Industri

Besar 11200

liter/hari Pedoman Konstruksi dan Bangunan, PU

Kecil 2000

3 Pertanian 1.2 liter/detik/Ha Direktorat Pengairan dan Irigasi, BAPPENAS, 2006) 4 Peternakan

Sapi/kerbau 40

liter/ekor/hari Direktorat Pengairan dan Irigasi, BAPPENAS, 2006) Kambing/domba 5

Babi 6

Unggas 0.6

Sumber Daya Iklim Pertanian (Agroklimat)

(19)

Pengkajian menggunakan Metode Oldeman dengan memperhitungkan jumlah bulan basah (CH > 200 mm), bulan lembab (CH antara 100 – 200 mm) dan bulan kering (CH>200). Tipe utama klasifikasi Oldeman dibagi menjadi 5 tipe yang didasarkan pada jumlah bulan basah berturut – turut dari rata – rata curah hujan masing – masing bulan selama periode pengamatan tertentu. Sub divisi dibagi menjadi 4 tipe berdasarkan jumlah bulan kering berturut – turut. Dari 5 tipe utama dan 4 sub divisi maka tipe iklim dapat dikelompokan menjadi 17 daerah agroklimat mulai A1 sampai E4 (Handoko, 1994). Pembagian tipe iklim menutut Oldeman beserta agroklimatnya ditunjukkan pada Tabel 3 dan 4 di bawah ini :

Tabel 3 Zona agroklimat utama berdasarkan klasifikasi Oldeman Tipe Utama Jumlah Bulan Basah berturut - turut

A 9

B 7-9

C 5-6

D 3-4

E <3

Sub Divisi Jumlah Bulan Kering berturut - turut

1 <2

2 2-3

3 4-6

4 >6

Sumber : Oldeman (1980) dalam Prastowo (2010)

Tabel 4 Penjabaran tipe agroklimat menurut Oldeman Tipe

Agroklimat Penjelasan

A1,A2 Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun

B1 Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim tanam yang baik dan produksi tinggi bila panen pada musim kemarau

B2 Dapat menanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija

C1 Tanaman padi hanya dapat ditanam sekali setahun dan palawija dapat dua kali setahun

C2, C3, C4 Setahun hanya dapat satu kali padi dan penanaman palawija yang kedua harus hati - hati jangan jatuh pada bulan kering

D1 Tanam padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bias tinggi karena fluks radiasi tinggi, dan waktu untuk menanam palawija cukup

D2, D3, D4 Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun, tergantung pada adanya persediaan airirigasi

E Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, itupun tergantung adanya hujan

(20)

6

Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat didefinisikan sebagai areal yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya, baik dalam bentuk aliran permukaan, aliran bawah tanah dan aliran bumi ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau atau laut (Manan, 1976). Menurut Asdak (2007), paramater hidrologis yang dapat dimanfaatkan untuk menelaah kondisi suatu DAS adalah data klimatologi (curah hujan, suhu, klimatologi), limpasan (run off), debit sungai, sedimentasi, potensi air tanah, koefisien regim sungai, koefisien limpasan, nisbah debit maksimum minimum serta frekuensi dan periode banjir. Kondisi yang biasa terjadi pada faktor curah hujan dan komponennya termasuk limpasan, pengisian air tanah dan evapotrasnpirasi tergantung pada tipe daerah iklim dan zona penutupan lahan (Falkenmark dan Rockström, 2004).

Menurut Seyhan (1990), faktor utama di dalam DAS yang sangat mempengaruhi kapasitas sumberdaya air adalah vegetasi dan tanah. Vegetasi merupakan pelindung bagi permukaan bumi terhadap hempasan air hujan, hembusan angin dan teriknya matahari. Fungsi utama dari vegetasi adalah melindungi tanah. Perlindungan ini berlangsung dengan cara melindungi tanah terhadap daya rusak akibat butir-butir hujan yang jatuh, melindungi tanah terhadap daya merusak aliran air di atas permukaan tanah, dan memperbaiki kapasitas infiltrasi dan struktur tanah serta daya absorbsi dan daya simpan air. Tanah selain berfungsi sebagai media tempat tumbuhnya vegetasi juga berfungsi sebagai pengatur tata air. Peranan tanah dalam mengatur tata air tergantung pada tingkat kemampuan tanah untuk meresapkan air yang dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tanah. Semakin banyak air yang dapat diserap dan masuk ke dalam profil tanah persatuan waktu, maka jumlah air yang tersimpan menjadi lebih banyak.

Neraca Air, Presipitasi dan Evapotranspirasi

Neraca air merupakan persamaan yang menggambarkan prinsip bahwa selama selang waktu tertentu, masukan air total pada suatu ruang tertentu harus sama dengan keluaran total ditambah perubahan bersih dalam cadangan (Seyhan, 1990). Penyusunan neraca air di suatu tempat dimaksudkan untuk mengetahui jumlah netto dari air yang diperoleh sehingga dapat diupayakan pemanfaatannya sebaik mungkin. Berdasarkan cakupan ruang dan manfaat untuk perencanaan pertanian, Nasir dan Effendy (2002) membedakan analisis neraca air menjadi tiga model berikut :

1. Neraca air umum, berguna untuk mengetahui kondisi agroklimatik terutama air secara umum

2. Neraca air lahan, dimanfaatkan untuk mengetahui kondisi agroklimatik terutama dinamika kadar air tanah untuk perencanaan pola tanam dan ; 3. Neraca air tanaman, digunakan untuk mengetahui kondisi agroklimatik

(21)

Neraca air dapat dihitung pada luasan dan periode waktu tertentu menurut keperluannya. Perhitungan neraca air pada suatu daerah tangkapan (Thornthwaite and Mather, 1957) dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan :

... (5) dengan :

P : Presipitasi (mm/bulan) ET : Evapotranspirasi (mm/bulan)

St : Perubahan cadangan air (mm/bulan)

Presipitasi adalah peristiwa jatuhnya air atau es dari atmosfer ke permukaan bumi atau laut. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan untuk masa tertentu seperti perhari, perbulan, permusim, dan pertahun (Arsyad, 1989). Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata – rata di daerah yang bersangkutan. Curah hujan rata-rata yang terjadi di suatu wilayah,diperkirakan berdasarkan titik-titik pengamatan curah hujan. Stasiun pengamat/penakar hujan hanya memberikan tebal hujan di titik di mana stasiun tersebut berada, sehingga hujan pada suatu luasan harus diperkirakan dari titik pengukuran tersebut. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghitung curah hujan rata – rata dalam Suripin (2004) adalah metode Thiessen dengan

Metode Thiessen digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata, memperhitungkan faktor bobot luas lahan DAS dan stasiun. Selain itu metode lain yang dapat digunakan untuk menghitung curah hujan rata – rata adalah metode aljabar dan isohyet. Analisis curah hujan dengan peluang tertentu dapat menggunakan persamaan Weibul yaitu :

... (7) dengan:

P : Peluang

m : Urutan kejadian menurut besarnya n : Jumlah tahun pengukuran

(22)

8

jenis tanah sebagai sumber tersedianya air, dan kondisi cuaca pada lingkungan sekitar tanaman, terutama suhu dan kelembaban (Dorenbos dan Pruit, 1975).

Evapotranspirasi potensial umumnya diduga dari unsur-unsur iklim. Beberapa contoh pendugaan besarnya evapotranspirasi yang telah dikembangkan adalah metode Blaney-Criddle, metode Thornthwaite, dan metode Penman.

Metode yang dipilih disesuaikan dengan data klimatologi yang dimiliki. Dengan data curah hujan dan suhu pada periode tertentu, perhitungan evapotranspirasi dapat dilakukan dengan metode Thornwhaite dan Matter yang telah dimodifikasi (1975). Persamaan – persamaan yang digunakan pada metode ini adalah sebagai berikut :

Eto : Evapotranspirasi acuan (mm) T : Suhu udara rata-rata bulanan (0C)

f : Faktor koreksi lama penyinaran matahari bulanan berdasarkan letak lintang

i : Indeks panas bulanan I : Indeks panas tahunan

Nilai evapotranspirasi potensial (ETP) tergantung nilai evapotranspirasi acuan dan koefisien tanaman. Perhitungan nilai ETP dapat dilihat pada persamaan berikut :

... (12)

dengan :

ETp : Evapotranspirasi potensial tanaman (mm) ETo : Evapotranspirasi acuan tanaman (mm) Kc : Koefisien pertanaman

Tabel 5 Koefisien tanaman (Kc)

Jenis Tanaman Kc

Sumber : Doorenbos and Pruitt (1977)

Simpanan Air, Limpasan dan Pengisian Air Tanah

(23)

antara aliran masuk dan aliran keluar pada ruang tersebut. Menurut Thornthwaite dan Mather (1957), kapasitas cadangan lengas tanah bergantung pada dua faktor jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang terdapat pada permukaan tanah tersebut. Besarnya cadangan lengas tanah pada suatu daerah perakaran dapat berubah-ubah dan dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi serta daya menahan air oleh tanah. Perubahan ini diidentifikasi dengan adanya perubahan kelembaban pada zona perakaran. Menurut Thornthwaite dan Mather (1957), kapasitas simpanan air tanah (STo) dihitung dengan persamaan berikut :

... (13) dengan :

KLfc : Kadar lengas tanah kapasitas lapang (mm) KLwp : Kadar lengas tanah titik layu permanen (mm) dZ : Kedalaman jeluk tanah (mm)

Thornthwaite dan Mather (1957) telah memberikan pedoman untuk menentukan nilai kapasitas cadangan lengas tanah di daerah seperti terlihat pada Tabel 6 berikut :

Tabel 6 Nilai kapasitas cadangan lengas tanah berdasarkan tekstur tanah dan kelompok tanaman Klasifikasi tanaman Tekstur tanah Air tersedia

(mm/m)

(24)

10

Analisis perubahan cadangan lengas tanah pada suatu daerah, dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut :

...(14) dengan :

ST : perubahan cadangan lengas tanah

STi : cadangan lengas tanah pada bulan ke-i (mm/bulan)

Setelah simpanan air telah mencapai kapasitas cadangan lengas tanah (water holding capacity), kelebihan curah hujan akan dihitung sebagai surplus atau curah hujan lebih. Surplus merupakan kelebihan setelah air tanah terisi kembali. Dengan demikian curah curah hujan lebih dikurangi dengan nilai evapotranspirasi. Selanjutnya curah hujan lebih akan menjadi limpasan dan pengisian air tanah. Besarnya limpasan sebanding dengan proporsi koefisien limpasan pada wilayah tersebut sedangkan besarnya pengisian air tanah merupakan sisa nilai curah hujan lebih yang tidak menjadi limpasan.

... (15) dengan :

S : CHlebih (mm/bulan)

Apabila nilai evapotranspirasi potensial lebih kecil dibandingkan evapotranspirasi aktual, maka akan terjadi defisit air. Hal ini ditunjukkan pada persamaan :

...(16) dengan :

D : Defisit air (mm)

ETp : Evapotranspirasi Potensial (mm) ETa : Evapotranspirasi Aktual (mm)

Indikator Degradasi Sumber Daya Air

Tinjauan atas daya dukung lingkungan aspek sumber daya air berbasis neraca air, dapat pula dilihat dari berbagai indikator kerusakan lingkungan, seperti banjir dan kekeringan. Beberapa parameter hidrologi yang dpat digunakan menjadi indikator kerusakan sumber daya air, antara lain : koefisien limpasan, hidrograf sungai, rating curve, fluktuasi debit sepanjang tahun, debit sedimen dan penurunan muka air tanah (Prastowo, 2010).

(25)

Prinsip konservasi air yaitu penggunaan air yang jatuh ke tanah seefisien mungkin, dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Setiap perlakuan yang diberikan kepada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat – tempat di hilirnya (Harahap, 2007). Teknologi konservasi air dirancang untuk meningkatkan air yang masuk ke dalam tanah melalui pengisian kantong air di daerah cekungan serta mengurangi kehilangan air melalui evaporasi (Subagyono et al, 2004). Rekomendasi yang dapat diberikan dalam konservasi air, khususnya dalam area daerah aliran sungai adalah dengan pengelolaan limpasan, waduk, reservoir, pembuatan sumur resapan, sumur resapan, lubang biopori dan penghijauan daerah aliran sungai.

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan selama 3 bulan, selama bulan Februari – April 2014 Pengambilan data sekunder dari beberapa instansi pemerintahan dan balai penelitian terkait di Kabupaten Lebak, Banten dan Kota Bogor. Pengolahan data dilakukan di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Kampus IPB Dramaga, Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan program Microsoft Excel, AutoCAD, ArcGIS dan alat tulis. Data sekunder yang dibutuhkan untuk mengkaji daya dukung lingkungan aspek sumber daya air di kabupaten Lebak, adalah :

1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lebak

2. Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Sungai Ciujung Bagian Hulu 3. Data Klimatologi, berupa data Curah hujan 1998 – 2007

4. Lebak dalam Angka

5. Data Pokok Kabupaten Lebak

6. Peta Tata Guna Lahan Kabupaten Lebak Metode Penelitian

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Studi pustaka

(26)

12

2. Pengumpulan data dan informasi

Keseluruhan data yang dianalisis merupakan data sekunder berupa RTRW dan Arahan Pemanfaatan Wilayah Sungai Ciujung Bagian Hulu yang diperoleh dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Data Klimatologi yang diperoleh dari Balai Besar Wilayah Sungai Ciujung-Ciliman-Cidurian (BBWSC3), Data Pokok Kabupaten Lebak dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lebak dan Peta Tata Guna Lahan yang diperoleh dari Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum – Ciliwung.

3. Pengolahan dan Analisis Data

a) Menentukan status daya dukung lingkungan

1) Menghitung curah hujan rata – rata dengan persamaan (6)

2) Menghitung curah hujan andalan bulanan dan tahunan peluang 80% sebagai nilai ketersediaan air dengan persamaan (7)

3) Menghitung jumlah kebutuhan air (water footprint) menggunakan persamaan (1).

4) Membandingkan nilai rasio perbandingan nilai ketersediaan dan kebutuhan air untuk mendapatkan status daya dukung lingkungan berdasarkan Tabel 1.

b) Menghitung potensi suplai air

1) Menghitung kebutuhan air aktual saat ini hingga tahun 2030 di sektor domestik, pertanian, peternakan dan industri menggunakan persamaan (2), (3) dan (4). Standar kebutuhan masing masing sektor dapat dilihat pada Tabel 2.

2) Menghitung debit andalan 80% sungai Ciujung Hulu dengan persamaan (7)

3) Membandingkan besar kebutuhan air aktual dan ketersediaan air dalam hal ini debit andalan minimum sungai.

c) Menentukan zona agroklimat

1) Menentukan bulan basah, lembab dan kering berturut – turut menggunakan metode Oldeman, kemudian dibandingkan nilainya dengan Tabel 3 dan 4 untuk mendapatkan tipe agroklimat wilayah tersebut.

d) Melakukan analisis neraca air

1) Mengidentifikasi penutupan lahan pada DAS Ciliwung melalui peta penggunaan lahan.

2) Melakukan perhitungan evapotranspirasi potensial tanaman dengan metode Thornwhaite dan Matter yang telah dimofikasi dengan persamaan (8), (9), (10) dan (11).

(27)

air yang merupakan hasil penjumlahan setiap bulannya. Untuk wilayah basah, jumlah P-E dari setiap bulan bernilai positif. Oleh karena itu, perhitungan akumulasi kehilangan air dimulai dari 0. 5) Menghitung kapasitas simpan air (water storage capacity (STo)) 6) Menghitung cadangan lengas tanah (water holding capacity/ST).

Nilai cadangan lengas tanah pada awal periode dianggap sama dengan nilai cadangan lengas tanah maksimum (kapasitas simpan air tanah). Selanjutnya, jika nilai P>ETP, nilai cadangan lengas tanah tidak akan berubah. Namun, jika nilai P<ETP, nilai cadangan lengas tanah akan ditentukan dengan persamaan :

7) Menghitung perubahan cadangan lengas tanah ( St) dengan menggunakan persamaan (14). Jika nilai cadangan lengas tanah sama dengan nilai kapasitas simpannya, diasumsikan tidak terjadi perubahan dalam penyimpanan air.

8) Menghitung evapotranspirasi aktual (ETa) Untuk bulan basah (P>ETp), maka ETa = Etp

Untuk bulan kering (P<ETp), maka ETa = P + |- ∆St |

9) Menghitung defisit (D), dengan menggunakan persamaan (16).Menghitung CH lebih/ surplus air (S) yaitu pada kondisi P>ETp, dengan persamaan neraca air Thornthwaite and Mather (15).

10)Membuat kurva neraca air.

e) Mengidentifikasi indikator degradasi sumberdaya air

1) Mengidentifikasi lahan dan kesesuaian lahan. Hasil neraca air sebagai dasar penentuan wilayah yang perlu dilakukan konservasi. 2) Mengidentifikasi rawan bencana dan kejadian bencana alam yang

berpotensi menurunkan kualitas air 4. Interpretasi Hasil

Mengkaji muatan lingkungan dalam RTRW Kabupaten Lebak berdasarkan hasil analisis daya dukung lingkungan aspek sumberdaya air

5. Rekomendasi

(28)

14

Gambar 1 Kerangka pemikiran

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Lebak

Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lebak dilakukan di seluruh wilayah Kabupaten Lebak dengan luas wilayah 330500.22 Ha yang mencakup 28 kecamatan dan 345 Desa/Kelurahan. Kabupaten Lebak terletak pada posisi 105º25' -106º30' BT dan 6º18' - 7º00' LS berbatasan langsung dengan Kabupaten Serang dan Tangerang di sebelah Utara, Kabupaten Bogor dan Sukabumi di sebelah Timur, Kabupaten Pandeglang di sebelah Barat dan Samudera Hindia di sebelah Selatan. Jumlah penduduk Kabupaten Lebak tahun

Kajian Daya Dukung Lingkungan

Kesesuaian Analisis Hierarki Daya Dukung Lingkungan dengan Muatan Lingkungan Dalam RTRW Kabupaten Lebak 2013 - 2033

Rekomendasi Sumberdaya Iklim untuk

Pertanian

Neraca Air Degradasi Sumberdaya Air

(29)

2010 berdasarkan data Lebak dalam Angka Tahun 2011 adalah 1204095 jiwa dengan pertumbuhan penduduk dari 1.59%.

Berdasarkan pengaruh 5 (lima) faktor pembentuk tanah yaitu batuan induk, topografi, umur, iklim, dan vegetasi, maka Kabupaten Lebak secara umum tersusun oleh jenis tanah latosol, podsolik, alluvial, andosol, regosol dan rensina (RTRW, 2013). Kabupaten Lebak mempunyai keadaan topografi yang cukup bervariasi dengan ketinggian berkisar antara 100 meter hingga di atas 1000 meter dari permukaan laut. Kabupaten Lebak berdasarkan lerengnya terbagi menjadi beberapa kelas,yaitu ; 0 – 2%, 2 – 15%,15 – 25%, 25 – 40%, dan >40%. Wilayah Kabupaten Lebak mencapai 52.9 % dari total luas wilayah berada pada kelas lereng 2 – 15 %. Kelerengan wilayah Kabupaten Lebak berdasarkan kelas lebih lengkap disajikan pada Tabel 7 berikut :

Tabel 7 Kelerengan wilayah Kabupaten Lebak

Kemiringan Lahan (%) Luas (Ha) Persentase (%)

0 -2 45129.04 13.65

2-15 174839.83 52.90

15-25 54767.64 16.57

25-40 43610.41 13.19

>40 12160.25 3.68

Total Luas (Ha) 330500.22 100.00 Sumber : RTRW (2013)

Peruntukan penggunaan lahan di Kabupaten Lebak berdasarkan RTRW (2013) didominasi oleh kebun campuran, diikuti dengan sawah beririgasi dan perkebunan. Peta tata guna lahan Kabupaten Lebak dapat dilihat pada Gambar 2 dan proporsi luas penggunaan lahan pada tahun 2012 disajikan pada Tabel 8 di bawah ini :

Tabel 8 Proporsi penggunaan lahan di Kabupaten Lebak Tahun 2010

Peruntukan Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%) Hutan Belukar 50346.45 15.23

Hutan Lebat 3134.88 0.95

Kampung 10783.82 3.26

Kebun Campuran 151283.47 45.77

Padang Rumput 377.74 0.11

Perkebunan Besar 9872.27 2.99 Perkebunan Rakyat 42338.25 12.81

Perumahan 84.38 0.03

Rawa 120.39 0.04

Sawah Irigasi (1XPadi) 26952.99 8.16 Sawah Irigasi (2XPadi) 26420.96 7.99 Sawah Tadah Hujan 52.00 0.02

Semak 1942.45 0.59

Sungai/Danau 2202.63 0.67

Tanah Rusak 234.46 0.07

(30)

16

Kabupaten Lebak dialiri 3 sungai yaitu sungai Ciujung, Ciliman dan Cibalung dengan sungai Ciujung memiliki potensi debit terbesar mencapai 1400 m3/s dan mengalir sepanjang tahun. DAS Ciujung secara keseluruhan terletak dalam wilayah administrasi Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten dan Kabupaten Bogor di Provinsi Jawa Barat. Wilayah studi DAS Ciujung bagian Hulu sebagian besar merupakan wilayah Kabupaten Lebak dengan luas 113623 Ha. Wilayah hulu DAS Ciujung yang terbagi menjadi 3 sub DAS utama, yaitu sub DAS Ciujung Hulu, sub DAS Cisimeut dan sub DAS Ciberang. Penduduk di sekitar DAS Ciujung menggunakan air sungai tersebut sebagai sumber air utama untuk keperluan domestik, kegiatan pertanian, perikanan, pertanian dan irigasi. Sepanjang sempadan sungai terdapat vegetasi seperti rumput, bambu, dan pohon kelapa dan pada jarak kurang dari 10 meter di sub DAS Cisemeut terdapat pemukiman penduduk. Peta wilayah sub DAS Ciujung Hulu disajikan pada Gambar 3 dan kondisi eksisting sungai dapat dilihat pada Gambar 4,5 dan 6.

Gambar 4 Foto Sungai Ciujung Hulu di Gambar 5 Foto sungai Ciberang di

Kecamatan Bojongmanik Kecamatan Cipanas

Gambar 6 Foto Sungai Cisemeut di

(31)

Gambar 2 Peta Penggunaan Lahan

16

17

(32)

Gambar 3 Wilayah DAS Ciujung Hulu

17 18

18

(33)

Penetapan Status Daya Dukung Lingkungan (DDL) dan Analisis Potensi Suplai Air

Penetapan status daya dukung lingkungan Kabupaten Lebak dilakukan dengan pendekatan analisis berbasis neraca air. Analisis tersebut menunjukkan perbandingan antara kondisi kebutuhan air pada suatu wilayah dengan ketersediaan air yang ada. Ketersediaan air yang dinyatakan sebagai curah hujan andalan bulanan dan tahunan dihitung dengan peluang kejadian 80%. Data curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data 1998-2007 dari empat stasiun penakar hujan BBWSC3 yang tersebar di DAS Ciujung Hulu, yaitu Banjar Irigasi, Bojong Manik, Sajira dan Warung Gunung. Data hujan 10 tahun tersebut diolah menggunakan metode Thiessen untuk mendapatkan curah hujan rata – rata yang menggambarkan kondisi hujan aktual di DAS tersebut.

Besar curah hujan andalan kemudian dibandingkan dengan kebutuhan air (water footprint) yang merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengetahui jumlah air yang dibutuhkan oleh individu, komunitas, dan kegiatan produksi. Nilai kebutuhan air domestik untuk hidup layak adalah 800 m3/ kapita/ tahun (Prastowo, 2010). Nilai tersebut kemudian dikalikan dengan faktor koreksi 2 untuk memperhitungkan kebutuhan pangan, produksi dan aktivitas lainnya sehingga diperoleh nilai sebesar 1600 m3/kapita/tahun. Nilai curah hujan andalan tahunan sebesar 1349 mm/tahun dihitung dengan Metode Weibul peluang kejadian 80%. Nilai tersebut dikalikan dengan luas wilayah Kabupaten Lebak 3.09 x 109 m2 sehingga diperoleh ketersediaan air tahunan sebesar 4.46 x 109 m3. Ketersediaan air dibagi dengan hasil perkalian nilai kebutuhan air hidup layak dengan jumlah penduduk, sehingga diperoleh rasio sebesar 2.31 yang menetapkan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air berada dalam kondisi aman (sustain), yang artinya jumlah air yang tersedia lebih besar dibandingkan total kebutuhan air sehingga mampu mencukupi kebutuhan penduduk.

Hasil perhitungan untuk penetapan status daya dukung lingkungan tahunan disajikan pada Tabel 9 berikut ini :

Tabel 9 Hasil Perhitungan untuk penetapan status DDL tahunan

Curah Hujan (mm/tahun) 1349.00 Luas Wilayah (m2) 3.09 x 109 Ketersediaan Air (m3) 4.46 x 109 Jumlah penduduk (Jiwa) 1204095 Konsumsi Air (m3/tahun) 1600.00 Kebutuhan Air (m3/tahun) 1.92 x 109

Rasio 2.31

Status Aman (Sustain)

(34)

20

yang curah hujan andalan tahunannya 1245 mm dan 830 mm. Status aman bersyarat dan terlampaui di Wilayah Kecamatan sajira dan Warung Gunung, selain disebabkan curah hujan rendah, daerah tersebut juga memilki tingkat kepadatan penduduk yang lebih tinggi. Peta Sebaran Hujan di Kabupaten Lebak dapat dilihat pada Lampiran 3.

Hubungan antara kepadatan penduduk dan besar curah hujan andalan tahunan dalam nomogram menunjukkan status daya dukung lingkungan tahunan Kabupaten Lebak disajikan pada Gambar 7 berikut :

Gambar 7 Penetapan status daya dukung lingkungan tahunanKabupaten Lebak

berdasarkan nomogram

Kabupaten Lebak dengan curah hujan andalan sebesar 1349.43 mm termasuk wilayah dengan curah hujan rendah dan kering. Berdasarkan nomogram dapat dilihat bahwa Kabupaten lebak berada pada status aman karena kepadatan penduduk 420 jiwa/km2. Dengan besar curah hujan andalan tersebut, Kabupaten Lebak akan tetap berada pada status aman (sustain) jika pertumbuhan penduduk dikontrol sehingga kepadatan penduduk tidak lebih dari 430 jiwa/km2. Apabila kepadatan penduduk melebihi nilai tersebut, maka status daya dukung lingkungan akan berubah menjadi aman bersyarat atau terlampaui.

(35)

Tabel 10 Hasil perhitungan untuk penetapan status DDL bulanan

Status daya dukung lingkungan bulanan bervariasi tergantung besar curah hujan andalan bulanan. Berdasarkan Tabel 10, curah hujan >100 mm yang jatuh pada bulan Desember – April menunjukkan nilai rasio >2, sehingga berada pada status aman. Bulan Mei – Juli dan Oktober – November berada pada status aman bersyarat dengan curah hujan bervariasi antara 50-100 mm. Musim kemarau yang terjadi pada bulan Agustus – September dengan curah hujan <50 mm berada status terlampaui, dimana ketersediaan air berdasarkan curah hujan pada bulan – bulan tersebut tidak dapat mencukupi total kebutuhan air untuk hidup layak.

Faktor utama yang mempengaruhi besar kebutuhan air saat ini adalah jumlah penduduk, kegiatan budidaya pertanian, antara lain peternakan dan perikanan, serta kegiatan industri. Perubahan jumlah dan pola penyebaran penduduk akan mempengaruhi kuantitas kebutuhan air, sedangkan perubahan penggunaan lahan mempengaruhi kuantitas kebutuhan air untuk pertanian dan industri. Prediksi kebutuhan air untuk masa yang akan datang dihitung menggunakan metode pendekatan eksponensial. Hasil analisa perkembangan jumlah pengguna dan peningkatan kebutuhan air kemudian dibandingkan dengan debit andalan sungai dan jumlah air tanah berdasarkan data hidrogeologi untuk mengetahui status ketersediaan air mencukupi kebutuhan air atau perlu dibangun sistem penyediaan air.

(36)

22

Secara keseluruhan terjadi peningkatan kebutuhan air aktual semua sektor dari tahun ke tahun. Berdasarkan Tabel 11 di atas, dapat dilihat bahwa kebutuhan air aktual untuk kebutuhan pertanian, dalam hal ini sawah untuk beririgasi, lahan dan palawija, lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan di sektor yang lain yaitu sebesar 116.86 m3/s pada 2010 dan dengan pertumbuhan 1.2% kebutuhan air aktual bertambah menjadi 148.35 m3/s pada 2030. Pertumbuhan penduduk sebesar 1.59% dianggap konstan, sehingga pada tahun 2030 jumlah penduduk diprediksikan mencapai 1.7 juta jiwa dengan total kebutuhan air aktual 2.03 m3/s. Peningkatan juga terjadi pada kebutuhan air aktual untuk peternakan dan kegiatan industri masing – masing 0.07 m3/s dan 0.360 m3/s pada 2010 menjadi 0.1 m3/s dan 0.418 m3/s pada 2030 dengan laju pertumbuhan berturut - turut 0.2% dan 1.3%. Total kebutuhan air dari semua sektor pada tahun 2010 adalah 118.75 m3/s dan bertambah menjadi 150.9 m3/s pada tahun 2030. Keadaan ini sesuai dengan yang disebutkan Husein (1992) bahwa kebutuhan air mengalami peningkatan sesuai dengan perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat yang memerlukan air baku untuk rumah tangga, perkotaan, industri, terlebih lagi kebutuhan air akan irigasi untuk meningkatkan pendapatan para petani pemakai air.

Data sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan air aktual dalam penelitian ini menggunakan data debit DAS Ciujung Hulu yang mengalir di Kabupaten Lebak. Data debit sungai bulanan pada tahun 1998 – 2007 diolah menggunakan Metode Weibul peluang kejadian 80%. Keseimbangan air wilayah dapat diketahui dengan membandingkan nilai total kebutuhan air aktual dan ketersediaan air baku. Berdasarkan grafik pada Gambar 5 terlihat bahwa debit andalan bulanan minimum Sungai Ciujung sebagai sumber ketersediaan air baku mencukupi kebutuhan air actual. Keseimbangan air wilayah Labupaten Lebak dari tahun 2010 hingga 2030 dapat dilihat pada grafik di bawah ini :

Gambar 8 Grafik debit andalan minimum dan kebutuhan air aktual

Terkait dengan kawasan sungai Ciujung, kawasan ini merupakan daerah pengaliran sungai yangmendukung dan melayani kota-kota yang berperan sebagai pusat pelayanan, selain Kabupaten Lebak antara lain Cilegon dan Merak sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pandeglang dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

(37)

sehingga perlu arahan pengembangan sumberdaya pemenuhan kebutuhan air bersih untuk irigasi, konservasi, pengendalian pencemaranair dan intrusi air laut. Pengembangan sistem prasarana sumber daya air bertujuan untuk mewujudkan keseimbangan ketersediaan air dalam rangka ketahanan pangan. Kebijakan pengelolaan sumber daya air yang akan dikembangkan terdiri dari pengembangan jaringan irigasi sawah yang diprioritaskan di Kabupaten Lebak serta pengembangan waduk dalam rangkamendukung pengembangan PKN dan PKW, yaitu dengan terbangunnya Waduk Karian di Sungai Ciujung. Waduk ini dibangun untuk menampung air dan memenuhi kebutuhan air baku di wilayah Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari BBWSC3, Waduk Karian yang akan dibangun dengan spesifikasi teknis sebagai berikut :

Tabel 12 Data teknis Waduk Karian

Tipe Rock Fill Dam

Luas DAS 288.0 km2

DAM Crest Level 72.5 M

Elevasi Muka Air Banjir 70.9 M Elevasi Muka Air Normal 67.5 M

Tinggi Bendung 60.5 M

Luas Genangan Waduk 1740 ha

Volume Tampungan Efektif 2.08 x 108 m3

Debit Inflow 3672.0 m3/s

Debit Outflow 3190.0 m3/s

Sumber : BBWSC3 (2009)

Gambar 9 Skema potongan melintang dam Waduk Karian Tipe Rock Fill Dam

Sumber Daya Iklim Pertanian (Agroklimat)

(38)

24

faktor iklim, tipologi lahan dalam hal ini ketinggian tempat dan jenis tanah. Pengkajian menggunakan Metode Oldeman dilakukan pada data iklim berupa curah hujan andalan bulanan 80% dari beberapa stasiun yang tersebar di Kabupaten Lebak dengan memperhitungkan jumlah bulan basah, bulan lembab dan bulan kering. Zonasi tipe agroklimat dan penjelasan pola tanam untuk 4 Kecamatan di Kabupaten Lebak disajikan pada Tabel 13 berikut ini :

Tabel 13 Zona Agroklimat dan penjelasan pola tanam berdasarkan Metode Oldeman Stasiun BK BB Zona

Agroklimat Penjelasan

Banjar Irigasi 1 6 C1 Tanaman padi dapat sekali setahun dan palawija dua kali setahun

Bojongmanik 2 6 C2

Setahun hanya dapat satu kali padi dan penanaman palawija yang kedua harus hati - hati jangan jatuh pada bulan kering

Sajira 3 5 C2

Setahun hanya dapat satu kali padi dan penanaman palawija yang kedua harus hati - hati jangan jatuh pada bulan kering

Warunggunung 3 3 D2

Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun, tergantung adanya persediaan air irigasi

Berdasarkan analisis sumberdaya iklim untuk pertanian menggunakan Metode Oldeman yang disajikan pada Tabel 13, Kabupaten Lebak berada di zona C1 untuk Kecamatan Banjar Irigasi, C2 untuk Kecamatan Bojong Manik dan Sajira, D2 untuk Kecamatan Warunggunung yang artinya secara umum Kabupaten Lebak dapat ditanami padi (pertanian basah) dan palawija (pertanian kering) dengan pola tanam tertentu tergantung bulan basah dan bulan kering, pengelolaan ketersediaan air dan keberadaan jaringan irigasi pada masing masing wilayah. Berdasarkan zona agroklimat ini dapat disimpulkan pula bahwa Kabupaten Lebak beriklim kering dengan curah hujan rendah.

Neraca Air, Limpasan, dan Pengisian Air Tanah

(39)

Menurut Thornwaite dan Matter (1957), faktor utama yang mempengaruhi kapasitas simpan air yaitu jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang terdapat pada lahan tersebut. Nilai kapasitas simpan air (STo) tertimbang Kabupaten Lebak ditentukan juga berdasarkan penggunaan lahan. Ketiga parameter masukan tersebut, yaitu curah hujan andalan, ETP dan STo digunakan untuk mendapatkan nilai defisit, surplus, limpasan dan pengisian air tanah. Kondisi surplus dan defisit neraca air Kabupaten Lebak ditampilkan pada Gambar 11 berikut :

Gambar 10 Grafik curah hujan dan evapotranspirasi

Gambar 11 Grafik surplus dan defisit

Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa curah hujan berfluktuasi setiap bulannya dan curah hujan andalan pada bulan Mei – November tidak dapat memenuhi kebutuhan air tanaman potensial, sehingga terjadi defisit pada bulan – bulan tersebut. Hal tersebut terjadi karena curah hujan pada bulan tersebut rendah dan nilainya kurang dari 100 mm. Diketahui berdasarkan grafik tersebut, defisit terjadi pada bulan Mei hingga November dan defisit terbesar terjadi pada bulan Agustus sebesar 62.95 mm, dan besar total defisit tahunan 232.15 mm melebihi nilai STO sebesar 183.5mm. Besarnya surplus yang menjadi limpasan akan ditentukan berdasarkan nilai koefisien limpasan (C) tertimbang berdasarkan McGuen (1989) dalam Suripin (2004). Total curah hujan lebih (surplus) tahunan berdasarkan neraca air dan penggunaan lahan tahun 2012 sebesar 216.88 mm,

0 50 100 150 200 250

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

(mm)

P ETP

-100 -50 0 50 100 150

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

(mm)

(40)

26

dikalikan dengan nilai C tertimbang 0.47 diperoleh nilai limpasan dan pengisian air tanah berturut – turut 102.23 mm dan 114.65 mm.

Perubahan penggunaan lahan akan mempengaruhi kapasitas infiltrasi air tanah. Apabila intensitas curah hujan tinggi dan melebihi kapasitas air tanah, maka curah hujan leih akan menjadi limpasan, mengisi cekungan dan saluran, dan menaikkan muka air sungai. Analisis neraca air kemudian dilakukan dengan memperhatikan perubahan penggunaan lahan, dalam hal ini komposisi luas hutan dan dengan skenario 10%, 20 %, hingga 100% dan asumsi tutupan lahan vegetasi bertajuk tinggi. Grafik hubungan nilai curah hujan lebih, limpasan dan pengisian air tanah pada skenario hutan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Kurva neraca air hasil simulasi luas hutan

Berdasarkan grafik pada Gambar 12 terlihat bahwa, semakin tinggi persentase luas hutan maka jumlah limpasan dan curah hujan semakin menurun. Hutan mempengaruhi penguapan (evapotranspirasi) karena semakin baik kondisi hutan, maka pada umumnya jumlah kehilangan air semakin besar, hal tersebut disebabkan oleh fungsi hutan yang memperbesar turbulensi angin karena surface roughness, tingginya kelembaban sehingga penguapan dari muka tanah hampir tidak dapat terjadi, dan dengan adanya sistem perakaran menyebabkan tingginya evapotranspirasi (Harto, 1993). Hal yang berbeda terjadi pada jumlah pengisian air tanah bertambah seiring dengan bertambahnya persentase luas lahan. Berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan, maka luas minimum dan ideal hutan adalah 30% dari total keseluruhan penggunaan lahan. Luas minimum hutan yang diperoleh dari perbandingan ideal antara limpasan dan pengisian air tanah terhadap curah hujan lebih (surplus) adalah 50 : 50 (Falkenmark and Rockstrom, 2004). Dengan nilai STo sebesar 183.5 mm, dan pengisian air tanah maksimum sebesar 165 mm pada luas ideal hutan ditentukan 30% untuk mengatasi defisit.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 CH Lebih 396 407 370 337 302 278 258 238 218 204 193 Limpasan 257 244 206 171 140 115 95 76 60 46 35 Pengisian Air Tanah 138 163 164 165 163 165 163 161 158 158 158

0

(41)

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

SKETSA PENAMPANG 3D TERAS GULUD DENGAN RORAK

(42)
(43)

Teknik pengelolaan limpasan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu teknik konservasi mekanik dan vegetatif. Konservasi tanah secara mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan guna menekan erosi dan meningkatkan kemampuan tanah mendukung usahatani secara berkelanjutan. Pada prinsipnya konservasi mekanik dalam pengendalian erosi harus selalu diikuti oleh cara vegetatif, yaitu penggunaan tumbuhan/tanaman dan sisa-sisa tanaman/tumbuhan (mulsa), serta penerapan pola tanam yang dapat menutup permukaan tanah sepanjang tahun.

Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari satu tempat ke tempat lain melalui media alami, khususnya air (Arsyad, 1989). Erosi terjadi karena adanya aliran permukaan (limpasan) yang merupakan akibat dari adanya hujan lebih. Erosi dapat menyebabkan kerusakan tanah, menyebabkan penurunan kualitas air sungai, pendangkalan dan penurunan kapasitas waduk, irigasi dan sungai. Teknologi konservasi yang diterapkan berdasarkan faktor kemiringan lahan, kedalaman tanah, dan kepekaan tanah terhadap erosi lahan.Salah satu metode konservasi tanah yang dijadikan rekomendasi dalam penelitian ini adalah teras gulud yang dilengkapi dengan rorak. Teras gulud adalah barisan guludan yang dilengkapi dengan saluran air di bagian belakang gulud sehingga teknik ini dikenal pula dengan istilah guludan bersaluran.Fungsi dari teras gulud yaitu untuk menahan laju aliran permukaan dan meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah. Saluran air dibuat untuk mengalirkan aliran permukaan dari bidang olah ke saluran pembuangan air. Bagian-bagian dari teras gulud terdiri atas guludan, saluran air, dan bidang olah dalam skema dapat dilihat pada Gambar 13.

Teras gulud cocok diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%, dapat juga ada lahan dengan kemiringan 40 - 60% namun relatif kurang efektif. Pemilihan teras gulud sesuai dengan kondisi lereng Kabupaten Lebak yaitu lebih dari 80% berada pada kemiringan 2 - 40%. Teras gulud dilengkapi dengan rorak yangmerupakan lubang penampungan atau peresapan air, dibuat di bidang olah atau saluran resapan. Pembuatan rorak bertujuan untuk memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi dan sebagai tempat pemanen air hujan dan aliran permukaan.

(44)

30

Rorak direncanakan dibangun pada lahan perkebunan rakyat. Peruntukan lahan untuk perkebunan rakyat sebesar 12.81 % dari total luas Kabupaten Lebak dan sebaran terbesar berada di Kecamatan Bojongmanik, Leuwidamar dan Muncang. Berdasarkan peta kemiringan lahan, ketiga wilayah ini berada pada kemiringan 2 – 15 % sehingga layak untuk dibangun teras gulud yang dilengkapi dengan rorak. Menurut Dariah et al (2007) , rorak sebanyak 200 buah per hektar dengan volume rata – rata 1 m3, diperkirakan dapat menghambat atau menampung aliran permukaan sebanyak+ 200 m3/Ha, atau setara dengan 20 mm limpasan. Berdasarkan analisis neraca air yang dilakukan, diperoleh nilai besar limpasan sebesar 102.23 mm. Apabila 200 buah rorak dapat menampung limpasan sebesar 20 mm, maka untuk mengakomodasi nilai limpasan tersebut dibutuhkan 1050 buah rorak. Untuk meningkatkan efektivitas teras gulud dan rorak dalam menanggulangi erosi dan aliran permukaan, guludan diperkuat dengan tanaman penguat teras. Gulud sendiri mengurangi luas bidang olah dan kompensasi dari kehilangan luas tersebut, bidang teras gulud dapat pula ditanami dengan tanaman bernilai ekonomi (cash crops).

Indikator Degradasi Sumberdaya Air

Menurut UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air tidak menyebutkan definisi bencana secara eksplisit, namun dikategorikan dalam aspek pengendalian daya rusak air, antara lain banjir, erosi dan sedimentasi, tanah longsor, banjir lahar dingin, tanah ambles, perubahan sifat dan kandungan kimiawi, biologi dan fisika air, terancam punahnya jenis tumbuhan dan/atau satwa, wabah penyakit, intrusi dan perembesan.Tinjauan atas daya dukung lingkungan aspek sumber daya air berbasis neraca air, dapat pula dilihat dari berbagai indikator kerusakan lingkungan, seperti banjir, kekeringan, perubahan tata guna lahan dan aktivitas manusia.

Indikator degradasi sumberdaya air di Kabupaten Lebak dalam penelitian ini adalah banjir. Wilayah rawan bencana banjir menengah di Kabupaten Lebak meliputi kecamatan Banjarsari, Bayah, Bojongmanik, Cimarga, Leuwidamar, Malingping, dan Sajira, sedangkan daerah dengan potensi banjir rendah yaitu Cimargadan Rangkasbitung. Penetapan wilayah tersebut sesuai dengan Peta Potensi Banjir di Provinsi Banten yang disajikan pada Gambar 14.

(45)

hujan mencapai 212 mm tersebut mengakibatkan genangan banjir mencapai 30000 Ha meliputi 4 Kabupaten di Provinsi Banten.

Gambar 14 Peta potensi banjir di Provinsi Banten

Pengelolaan dataran banjir sebagaimana dalam Pasal 37 Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No. 8 Tahun 2011 tentang Sungai meliputi penetapan batas dataran banjir, penetapan zona peruntukan lahan sesuai resiko banjir, pengawasan peruntukan lahan di dataran banjir, persiapan menghadapi banjir, penanggulangan banjir dan pemulihan setelah banjir.Salah satu penanganan banjir yang dapat dilakukan adalah penataan ruang di daerah kawan rawan bencana banjir.Sasaran yang akan dicapai adalah terwujudnya pengendalian pemanfaatan ruang, termasuk mekanisme kriteria dan perijinan pemanfaatan ruang sesuai dan mendukung upaya penerapan rencana pemanfaatan ruang, dan prosedur penanganan yang tepat.Selain dituangkan dalam peraturan daerah, kriteria dan arahan pemanfaatan ruang kawasan rawan banjir,salah satunya penetapan kawasan sempadan dituangkan dalam pola ruang RTRW Kabupaten Lebak 2013 -2033 tentang kawasan lindung.

Penetapan batas garis sempadan harus mempertimbangkan karakteristik geomorfologi sungai, kondisi sosial budaya masyarakat setempat, serta memperhatikan jalan akses bagi peralatan, bahan, dan sumber daya manusia untuk melakukan kegiatan operasi dan pemeliharaan sungai. Penentuan lebar sempadan ini sangat penting kaitannya dengan penetapan batas di mana bangunan fisik tidak boleh dibangun di dalam batas tersebut. Pada dasarnya penentuan lebar bantaran sungai harus didasarkan pada peta kontur geografi-morfologi (geo-morfo) sungai, tinggi muka air banjir maksimum, dan garis sliding (longsoran), sehingga lebar bantaran untuk sepanjang sungai sebenarnya tidak bisa diambil secara seragam.

(46)

32

dan lebar keamanan (safety zone). Berikut ini adalah gambaran lebar sempadan sungai yang dikembangkan dari konsep eko-hidraulik.

Gambar 15 Skema sempadan sungai dengan pendekatan konsep eko-hidrolik

Muatan Lingkungan dalam Dokumen RTRW

Rencana pengembangan sektor – sektor pembangunan, dan pemanfaatan ruang setiap wilayah dituangkan dalam Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lebak, RTRW Kabupaten Lebak mempunyai tujuan mewujudkan ruang wilayah Kabupaten Lebak yang memenuhi kebutuhan pembangunan dengan senantiasa berwawasan lingkungan, efisien dalam alokasi, bersinergi dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program pembangunan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat.

Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Lebak dituangkan dalam BAB VI RTRW Kabupaten Lebak tentang arahan pemanfaatan wilayah ditujukan untuk mewujudkan rencana struktur dan pola ruang kabupaten serta kawasan strategis kabupaten. Arahan pemanfaatan ruang diprioritaskan untuk mendukung perwujudan struktur ruang (yang meliputi pusat kegiatan dan sistem prasarana yang mengikatnya), perwujudan pola ruang, serta perwujudan kawasan strategis kabupaten dan kawasan lain di luar kawasan strategis kabupaten yang hendak dituju dalam kurun waktu yang sama dengan jangka waktu perencanaan yang dijabarkan secara bertahap dalam waktu 5 tahunan. Arahan pemanfaatan ini mencakup progam-program utama untuk perwujudan rencana struktur dan pola ruang yang hendak dituju sampai akhir tahun perencanaan.

(47)

menghindari dampak – dampak lingkungan, maka setiap penggunaan lahan diwajibkan untuk menyediakan 30% dari total luas lahan sebagai kawasan hutan. Berdasarkan Tabel 14, total luas hutan gabungan, antara lain hutan produksi terbatas dan tetap sebesar 17.96 % masih berada di bawah luas minimum hutan hasil simulasi dan peraturan sebesar 30%. Hutan merupakan kawasan yang karena keadaan sifat alamnya diperuntukkan guna pengaturan tata air, pencegahan bencana banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. Luas hutan produksi di Kabupaten Lebak terus berkurang, yang disebabkan adanya alih fungsi lahan hutan produksi menjadi fungsi lain. Kondisi kualitas dan kuantitas air di Kabupaten Lebak semakin menurun. Hal ini akan berdampak pada degradasi lingkungan, yang merupakan ancaman bagi mahluk hidup dan lingkungannya. Berdasarkan analisis terhadap hierarki daya dukung lingkungan aspek sumber daya air, perlu dilakukan revisi muatan RTRW Kabupaten Lebak tentang komposisi kawasan lindung, khususnya rencana pola untuk luas hutan agar memenuhi angka 30% dari total luas wilayah.

Secara lebih lengkap, rencana pola ruang Kabupaten Lebak pada Tahun 2013 - 2033 dapat dilihat dalam Tabel 14 berikut :

Tabel 14 Rencana pola ruang Kabupaten Lebak

No Rencana Pola Ruang Luas (Ha) %

1 Kawasan Lindung 101029.13 30.57

Hutan Lindung 3179.46 0.96 Kawasan Resapan Air 23731.13 7.18 Sempadan Pantai 801.2 0.24 Sempadan Sungai 39965.17 12.09 Kawasan sekitar danau atau waduk 304.14 0.09 Kawasan Pelestarian Alam (TNGHS) 16380 4.96 Kawasan Baduy 5101 1.52

Hutan Produksi Terbatas 40220.07 14.17 Hutan Produksi Tetap 12650.37 3.83

Perkebunan 56586 17.12

Pertanian Pangan Lahan Basah 40170.11 12.15 Pertanian Pangan Lahan Kering 44083.83 13.34 Pertambangan 2732.97 0.83

Industri 1395.18 0.42

Permukiman Perdesaan 16269.59 4.92 Minapolitan 288.41 0.09 Permukiman Perkotaan 14529.46 4.4 Permukiman Pedesaan 14529.46 69.43

Luas Total 330507.18 100

Sumber : RTRW (2013)

(48)

34

dalam kawasan strategis kabupaten terkait lingkungan hidup dan dilihat dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan ditetapkan setelah memenuhi kriteria bahwa wilayah tersebut merupakan asset nasional berupa kawasan perlindungan untuk perlindungan ekosistem, memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air, memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro dan wilayah prioritas dalam peningkatan kualitas lingkungan hidup.

Berdasarkan BAB V Penetapan Kawasan Strategis dalam RTRW Kabupaten Lebak 2013 -2033 ditetapkan kawasan beserta arahan penanganan berupa pemanfaatan sumber daya alam yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, sinergitas dengan pembangunan, rehabilitasi kawasan dan pembatasan dan pengendalian pembangunan. Hasil rencana penetapan kawasan strategis untuk kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/ atau teknologi tinggi yang mendukung fungsi dan daya dukung lingkungan disajikan dalam Tabel 15 berikut ini :

Tabel 15 Penetapan kawasan strategis dilihat dari fungsi dan daya dukung lingkungan Kawasan Strategis Fungsi Pengembangan

Waduk Karian

Memenuhi kebutuhan air baku selain di wilayah Kabupaten Lebak juga di Kabupaten Serang, Kota Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan

Waduk Pasir Kopo Memenuhi kebutuhan pertanian, yaitu mensuplai air irigasi ke daerah irigasi Ciujung

Kawasan Taman Nasional

Gunung Halimun Salak Daerah resapan air, ekosistem, lokasi penelitian Kawasan Penyangga Taman

Nasional Gunung Halimun Salak

Daerah resapan air, ekosistem, lokasi penelitian Sumber : RTRW (2013)

Berdasarkan Tabel 15, Materi teknis RTRW Kabupaten Lebak juga telah memuat fungsi pengembangan yang mendukung daya dukung lingkungan, khususnya sumber daya air. Pembangunan waduk Karian yang direncanakan untuk pengelolaan ketersediaan air dan pemenuhan kebutuhan air ditetapkan sebagai salah satu kawasan strategis yang menunjukkan perhatian pemerintah dalam pendayagunaan sumber daya air yang tepat untuk mendukung pembangunan dan perekonomian.

Pengembangan pola ruang kawasan budidaya bertujuan untuk menjaga kualitas daya dukung lingkungan Kabupaten Lebak, menciptakan penyerapan lapangan pekerjaan dan terciptanya keserasian dengan rencana struktur ruang yang dikembangkan.Untuk menciptakan stabilitas ekonomi dan memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Lebak, maka setiap luasan pengembangan kawasan budidaya harus memperhatikan potensi tenaga kerja dan daya dukung lingkungan yang dimiliki.Berdasarkan pada potensi dan ketersediaan tenaga kerja tersebut, maka rencana pola ruang kawasan budidaya sesuai Tabel 15 adalah 229478.05 Ha (69.43%) dari luas Kabupaten Lebak.

(49)

pengembangan kawasan agropolitan dengan fungsi utama sebagai pusat pengembangan potensi pertanian dan peningkatan ketahanan pangan agribisnis berbasis kewilayahanWilayah potensial untuk pengembangan pertanian pangan lahan basah meliputi hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Lebak. Rencana luas pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering di Kabupaten Lebak berturut – turut 40170.11Ha (12.15 %) dan 44083.24 Ha (13.34 %) dari total luas Kabupaten Lebak.

Dalam Bab I Pendahuluan Materi Teknis RTRW telah disebutkan tentang potensi sumber daya alam bidang sektor pertanian. Berdasarkan analisis sumberdaya iklim untuk pertanian menggunakan Metode Oldeman yang disajikan pada Tabel 13, Kabupaten Lebak berada di zona C1 untuk Kecamatan Banjar Irigasi, C2 untuk Kecamatan Bojong Manik dan Sajira, D2 untuk Kecamatan Warunggunung yang artinya secara umum Kabupaten Lebak dapat ditanami padi (pertanian basah) dan palawija (pertanian kering) dengan pola tanam tertentu tergantung bulan basah dan bulan kering, pengelolaan ketersediaan air dan keberadaan jaringan irigasi pada masing masing wilayah.

Sesuai dengan hasil analisis sumberdaya iklim untuk pertanian bahwa Kabupaten Lebak dapat ditanamai padi dan palawija. Jumlah produksi padi sawah pada tahun 2011 sebesar 498070 ton sedangkan produksi padi ladang sebesar 21601 ton. Produksi terbesar tanaman padi sawah terdapat di Kecamatan Wanasalam yaitu 39157 ton dan Kecamatan Malimping sebesar 36445 ton, sedangkan untuk jumlah produksi paling sedikit adalah sebesar 7263 ton di Kecamatan Kalanganyar. Tanaman palawija yang diusahakan di Kabupaten Lebak pada tahun 2011 terdiridari 6 (enam) jenis tanaman, yaitu: jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. Dari keseluruhan tanaman palawija tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang memiliki produksi terbesar dengan jumlah 18125 ton yang diikuti oleh tanaman jagung sebesar 5104 ton. Tanaman palawija yang belum dioptimalkan dalam pengusahaannya adalah tanaman kacang hijau yang hanya memproduksi 60 ton dan kacangtanah sebesar 535 ton. Potensi sumberdaya pertanian yang tercantum dalam RTRW Kabupaten Lebak perlu dikaji lebih lanjut berdasarkan sumber daya iklim tiap kecamatan agar pertanian berbasis kewilayahan dapat dioptimalkan dengan baik.

Tabel 16 Produksi padi dan palawija di Kabupaten Lebak Tahun 2011

Jenis Tanaman Luas Panen (Ha) Produksi (ton) Produktivitas (Ton/Ha)

Gambar

Tabel 2 Standar kebutuhan air
Tabel 3 Zona agroklimat utama berdasarkan klasifikasi Oldeman
Tabel 6  Nilai kapasitas cadangan lengas tanah berdasarkan tekstur tanah dan kelompok tanaman
Gambar 1 Kerangka pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

1. Dari hasil analisis kajian daya dukung lingkungan sumberdaya air Kabupaten Cianjur dapat disimpulkan sebagai berikut. Sumberdaya iklim untuk pertanian yang dapat di

berdasarkan rata-rata curah hujan selama 11 tahun dari 2003-2013. c) Potensi suplai air di Kabupaten Bogor bersumber dari air permukaan dan air tanah. d) Analisis neraca air

Tujuan dari penelitian ini yaitu pembangunan sistem komputerisasi untuk penentuan status daya dukung lingkungan berbasis neraca lahan dan mengidentifikasi keseimbangan lahan

Perhitungan ketersediaan dan kebutuhan sumber daya air sangat perlu dilakukan, hasil perhitungan tersebut akan menunjukkan bagaimana pengaruhnya terhadap daya dukung

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menganalisis kapasitas simpan air di Kecamatan Cibinong dan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air di

Didalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 secara tegas dinyatakan bahwa daya dukung lingkungan merupakan aspek penting dan perlu diperhatikan dalam penyusunan RTRW suatu

Dari hasil penelitian ini menunjukkan 2 faktor tersebut berpengaruh signifikan terhadap daya dukung lingkungan peternakan sapi potong di Kecamatan Kerek Kabupaten

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Status daya dukung lahandi Kabupaten Gianyar, untuk mengetahui pengaruh daya dukung lahan terhadap PDRB