• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tampilan anak tikus jantan (rattus novergicus) dari induk yang diberi ekstrak etanol akar purwoceng (pimpinella alpina) selama 1-13 hari kebuntingan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tampilan anak tikus jantan (rattus novergicus) dari induk yang diberi ekstrak etanol akar purwoceng (pimpinella alpina) selama 1-13 hari kebuntingan"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

TAMPILAN ANAK TIKUS JANTAN (Rattus norvegicus) DARI INDUK YANG DIBERI EKSTRAK ETANOL AKAR PURWOCENG

(Pimpinella alpina) SELAMA 1-13 HARI KEBUNTINGAN

MUHAMMAD ZHAAHIR

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Tampilan Anak Tikus Jantan (Rattus norvegicus) dari Induk yang Diberi Ekstrak Etanol Akar Purwoceng (Pimpinella alpina) selama 1-13 Hari Kebuntingan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Muhammad Zhaahir

(4)
(5)

ABSTRAK

MUHAMMAD ZHAAHIR. Tampilan Anak Tikus Jantan (Rattus norvegicus) dari Induk yang Diberi Ekstrak Etanol Akar Purwoceng (Pimpinella alpina) selama 1-13 Hari Kebuntingan. Dibimbing oleh ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan PUDJI ACHMADI.

Purwoceng (Pimpinella alpina) adalah tanaman obat langka asli Indonesia yang digunakan sebagai obat tradisional. Akarnya berkhasiat sebagai afrodisiak. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pemberian ekstrak etanol akar purwoceng pada induk tikus (Rattus norvegicus) dengan dosis 25 mg/300 g bobot badan selama 1-13 hari kebuntingan terhadap perkembangan tulang, bobot badan dan penurunan testis anak tikus jantan. Sebanyak 10 ekor anak tikus jantan yang berasal dari 2 kelompok induk tikus yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (diberi purwoceng) dipelihara dan diamati perkembangannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol akar purwoceng dapat meningkatkan perkembangan tulang kepala pada hari ke-42, tulang punggung pada hari 1 sampai hari 70, tulang kaki belakang pada hari 56 dan hari ke-70, penambahan bobot badan pada hari ke-21 dan hari ke-49, dan penurunan testis pada hari ke-42.

Kata kunci : Afrodisiak, Ekstrak Etanol, Purwoceng, Rattus norvegicus.

ABSTRACT

MUHAMMAD ZHAAHIR. The Performance Of Offspring Male Rats (Rattus norvegicus) from Its Mother whose Had Been Threatened by Adding Ethanol that is Extracted from Purwoceng Roots (Pimpinella alpine) on Day 1 to Day 13 of Pregnancy. Supervised by ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS and PUDJI ACHMADI.

Purwoceng (Pimpinella alpine) is a native Indonesian medical plant species that is used to be traditional medicine. It’s root has an efficacious as aphrodisiac. This research is aimed to observe the effectivity of 25 mg/300 BW dosage of purwoceng root’s ethanol which given to pregnant rat during day 1 to day 13 on the development of skeleton, body weight, and testicle emerge of its male offspring. A total of 10 male rats have been birth from control group and treatment group (given Purwoceng) were being cared, observed, and measured for the development of skeleton, body weight, and testicle emerge. The results showed that ethanol extract purwoceng root’s could improve the development of cranial on day 42, backbone on day 1 to day 70, rear leg bones on day 56 and day 70, increased body weight on day 21 and day 49, and caused testicle emerging on day 42.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

TAMPILAN ANAK TIKUS JANTAN (Rattus norvegicus) DARI INDUK YANG DIBERI EKSTRAK ETANOL AKAR PURWOCENG

(Pimpinella alpina) SELAMA 1-13 HARI KEBUNTINGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Skripsi : Tampilan Anak Tikus Jantan (Rattus novergicus) dari Induk yang Diberi Ekstrak Etanol Akar Purwoceng (Pimpinella alpina) selama 1-13 Hari Kebuntingan

Nama : Muhammad Zhaahir NIM : B04090003

Disetujui oleh

Dr Drh Aryani Sismin Satyaningtijas MSc Pembimbing I

Drs Pudji Achmadi MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono MS PhD APVet Wakil Dekan

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah “Pemberian ekstrak etanol akar purwoceng pada tikus bunting untuk mengetahui penampilan anak tikus putih jantan (Rattus norvegicus)”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Drh Aryani Sismin Satyaningtijas MSc dan Bapak Drs Pudji Achmadi MSi selaku pembimbing, kepada Bapak Edi, beserta staf Laboratorium Fisologi Departemen Anatomi Fisiolgi dan Farmakologi (FKH IPB) Darmaga, yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua yaitu ibu Wa Ute , almarhum ayah L.Abd.Tayeb MA, kakak Khabirun, Rahmat Saleh, adik Ata Tayeb, Rahmawati Tayeb, teman bimbingan skripsi saya Dirwan Rahman, Alwi Amnur, dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Purwoceng 2

Biologi Umum Tikus 3

Siklus Reproduksi Tikus 4

PELAKSANAAN PENELITIAN 4

Waktu dan Tempat 4

Bahan dan Alat 5

Metode Penelitian 5

Analisis Statistik 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Akar Purwoceng Terhadap

Perkembangan Tulang Anak Tikus Jantan 8

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Akar Purwoceng Terhadap

Pertambahan Bobot Badan Anak Tikus Jantan 10

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Akar Purwoceng Terhadap

Penurunan Testis Anak Tikus 11

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 16

(14)

DAFTAR TABEL

1 Biologis tikus putih 3

2 Perkembangan panjang tulang anak tikus jantan pada 1-13 hari

kebuntingan 8

3 Rataan bobot badan anak tikus yang diberi ekstrak etanol akar

purwoceng selama 13 hari 10

4 Penurunan testis anak tikus 12

DAFTAR GAMBAR

1 Tanaman purwoceng 3

2 Tikus putih 4

3 Perbandingan jarak anogenital tikus jantan dan tikus betina 6

4 Bagan penelitian 7

5 Cara pengukuran perkembangan tulang anak tikus jantan 7

6 Pertambahan bobot badan tikus (g) 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil pengolahan ANOVA pada perkembangan kepala anak tikus

jantan 17

2 Hasil pengolahan ANOVA pada perkembangan punggung anak tikus

jantan 19

3 Hasil pengolahan ANOVA pada perkembangan kaki depan kanan

anak tikus jantan 21

4 Hasil pengolahan ANOVA pada perkembangan kaki depan kiri anak

tikus jantan 23

5 Hasil pengolahan ANOVA pada perkembangan kaki belakang kanan

anak tikus jantan 25

6 Hasil pengolahan ANOVA pada perkembangan kaki belakang kiri

anak tikus jantan 27

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan yang subur dan biodiversitas yang tinggi. Negara tropis ini sudah dikenal sebagai penghasil berbagai macam komoditas pertanian termasuk tanaman obat. Kondisi tanah dan iklim yang sesuai, serta keanekaragaman flora yang tinggi membuat negara ini menjadi penghasil komoditas obat-obatan dari alam yang potensial. Penggunaan tanaman obat oleh masyarakat dalam pengobatan tradisional di Indonesia sudah dilakukan sejak dahulu. Jenis tanaman yang digunakan pun sangat beragam. Menurut Departemen Kesehatan (2007) diperkirakan 40000 spesies tumbuhan hidup di muka bumi ini, 30000 di antaranya tumbuh di Indonesia. Sekitar 180 spesies tumbuhan dimanfaatkan sebagai bahan oleh industri obat tradisional

Penggunaan tanaman dibidang pengobatan pada prinsipnya tetap didasarkan pada prinsip-prinsip terapi seperti pada penggunaan obat modern. Oleh karenanya informasi kandungan senyawa aktif tanaman obat mutlak diperlukan untuk digunakan sebagai jamu atau fitofarmaka (Anggadiredja 1990). Umumnya tanaman obat jarang memiliki bahan senyawa tunggal, sehingga sulit untuk memastikan kandungan aktif mana yang berkasiat untuk pengobatan penyakit tertentu. Akar tanaman purwoceng (Pimpinella alpina) yang diketahui dari pengalaman-pengalaman orang dahulu sebagai obat herbal. Tanaman obat ini diketahui berkasiat sebagai afrodisiak yang mengandung turunan dari senyawa sterol, saponin dan alkaloida (Caropeboka dan Lubis 1985). Sidik et al. (1985) mengatakan bahwa akar purwoceng mengandung turunan senyawa kumarin yang digunakan dalam industri obat modern, tetapi bukan untuk afrodisiak melainkan untuk anti bakteri, anti fungi dan anti kanker.

Hernani dan Yuliani (1991) mengatakan bahwa bahan aktif purwoceng terbanyak terletak pada bagian akarnya. Berdasarkan hasil laporan hasil uji Balai Tanaman Obat (2011), akar purwoceng mengandung alkaloid, tannin, flavonoid, triterfenoid, steroid, dan glikosida. Beberapa uji dilakukan berdasarkan penelitian sebelumnya mengatakan bahwa purwoceng bersifat estrogenik. Pemberian ekstrak etanol akar purwoceng dengan dosis 25 mg/300 g BB selama 1-13 hari kebuntingan tikus putih cenderung meningkatkan bobot ovarium dan uterus tikus putih (Hapsari 2011). Pemberian ekstrak etanol akar purwoceng 1-13 hari kebuntingan dapat meningkatkan bobot badan tikus betina bunting (Pribadi 2012) dan meningkatkan rasio jumlah titik implantasi terhadap korpus luteum yang berarti dapat meningkatkan keberhasilan implantasi (Jondriatno 2012).

(16)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengkaji pemberian ekstrak etanol akar purwoceng (Pimpinella alpina) selama 1-13 hari kebuntingan terhadap perkembangan tulang, bobot badan, dan penurunan testis anak tikus putih jantan (Rattus norvegicus).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanol akar purwoceng terhadap anak tikus putih jantan (Rattus norvegicus).

Hipotesis

Hipotesis yang dapat ditarik berdasarkan latar belakang di atas adalah: H0 : Pemberian ekstrak etanol akar purwoceng (Pimpinella alpina) selama 1-

13 hari kebuntingan tidak berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak tikus jantan putih (Rattus norvegicus) yang dilahirkan. H1 : Pemberian ekstrak etanol akar purwoceng (Pimpinella alpina) selama 1-

13 hari kebuntingan berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak tikus jantan putih (Rattus norvegicus) yang dilahirkan.

TINJAUAN PUSTAKA

Purwoceng

Purwoceng adalah tanaman obat langka asli Indonesia dengan status hampir punah. Purwoceng hidup secara endemik dan sulit dibudidayakan di luar habitatnya. Saat ini tanaman tersebut hanya tersisa di tanah petani yang sangat sempit, yaitu di Desa Sekunang, Dataran Tinggi Dieng (Rahayu 2002). Akar tanaman purwoceng dapat digunakan sebagai obat tradisional. Akarnya mempunyai sifat diuretika dan digunakan sebagai afrodisiak. (Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika 2011). Pada umumnya tumbuhan atau tanaman yang berkhasiat sebagai afrodisiak mengandung senyawa-senyawa turunan saponin, alkaloid, tanin, dan senyawa-senyawa lain yang berkhasiat sebagai penguat tubuh serta memperlancar peredaran darah. Rahardjo (2003) menyatakan bahwa zat berkhasiat pada herbal purwoceng adalah senyawa sitosterol dan stigmasterol yang terdapat pada bagian akarnya. Telah pula dilaporkan bahwa akar purwoceng bepengaruh terhadap peningkatan kadar Luteinizing Hormone

(17)

3

Gambar 1 Tanaman purwoceng

Biologi Umum Tikus

Tikus laboratorium dapat hidup lebih dari 3 tahun dan produktif untuk berkembangbiak selama lebih dari 9 bulan atau sampai usia satu tahun. Tikus digunakan sebagai hewan coba dalam penelitian ini karena telah diketahui sifat-sifatnya yang mudah dipelihara, mudah berkembang biak dan jumlah anaknya cukup banyak (Veterinary Library 1996). Dalam penelitian reproduksi, tikus sering digunakan karena siklus reproduksi yang cepat (Ballenger 2000). Tikus harus terhindar dari kebisingan dan kegaduhan yang tiba-tiba, karena dapat menyebabkan perilaku kanibal dari induk (Veterinary Library 1996). Adanya perlakuan kasar dan kekurangan untuk pembuatan sarang juga dapat menyebabkan induk memakan anak-anaknya (Malole dan Pramono 1989).

Anak tikus baru dilahirkan memiliki bobot badan sekitar 5 g, dengan kondisi tubuh yang tidak berambut, mata dan telinga tertutup, tidak mempunyai gigi, dan aktif. Pada saat berumur 2 hari tubuh berwarna merah mudah, kemudian pada hari ke-4 rambut tubuh mulai terlihat. Setelah berumur 10 hari tubuh sudah tertutup rambut, pada saat 13 hari mata dan telinga terbuka. Anak tikus disapih pada umur 21 hari (Veterinary Library 1996). Tikus putih (Rattus norvegicus) sering digunakan sebagai hewan percobaan atau digunakan untuk penelitian karena tikus merupakan hewan yang mewakili dari kelas mamalia, yang mana manusia juga merupakan dari golongan mamalia, sehingga kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolisme biokimianya, sistem reproduksi, pernafasan, peredaran darah, serta ekskresi menyerupai manusia.

Tikus putih juga memiliki beberapa sifat menguntungkan seperti: cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, lebih tenang dan ukurannya lebih besar dari pada mencit. Tikus putih juga memiliki ciri-ciri: albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih panjang dibandingkan badannya, pertumbuhannya cepat, tempramennya baik dan kemampuan laktasi tinggi. Smith dan Mangkoewidjojo (1998) mengungkapkan sifat biologis tikus putih sebagimana dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Biologis tikus putih

Sifat Bilologis Keterangan

Lama hidup 2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun Lama bunting 20-22 hari

Kawin sesudah beranak 1 sampai 24 jam Umur dipisah 40-60 hari

Umur dewasa 10 minggu (jantan dan betina) Siklus kelamin Poliestrus

(18)

4

Perkawinan Pada waktu estrus

Ovulasi 8-11 jam sesudah timbul estrus Jumlah anak 6-12 ekor perkelahiran

Punting susu 12 puting, 3 pasang di daerah dada dan 3 pasang di daerah perut

Susu Air 73%, lemak 14-16 %, protein 9-10% Perkawinan kelompok 3 betina dengan 1 jantan

Siklus Reproduksi Tikus

Tikus mencapai dewasa kelamin pada umur 50-60 hari. Vagina mulai terbuka pada umur 35-90 hari. Sedangkan testis jantan turun/keluar pada umur 20-50 hari (Malole dan Pramono 1989). Tikus termasuk hewan poliestrus. Siklus reproduksi pada tikus dipengaruhi oleh faktor-faktor eksteroreseptif seperti cahaya, suhu, status nutrisi, dan hubungan social. Tikus adalah salah satu hewan rodensia yang aktif di malam hari (noktural), tikus senang pada cahaya yang remang-remang (Malole dan Pramono 1989) dan melakukan kegiatan reproduksi pada malam hari. Penerangan lebih dari 12 jam akan mempengaruhi siklus birahi dan jika penerangan lebih dari 15 jam maka tikus akan mengalami estrus tetapi tidak mengalami kehamilan.

Gambar 2 Tikus putih

PELAKSANAAN PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2012 sampai September 2013 di Pengelolaan Hewan Kecil dan Laboratorium (PHKL) dan Laboratorium Fisiologi Departemen AFF (Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi) Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (Kampus IPB Dramaga).

(19)

5

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu pakan tikus, sekam, ekstrak purwoceng, eter, NaCl fisiologis 0.9%, etanol, dan akuades.Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus berupa kotak plastik, kawat kasa, jaring-jaring kawat sebagai penutup, botol minum tikus, spoit, scalpel, pinset, gunting, objek gelas, sonde lambung, mikroskop, timbangan analitik digital, pipet, cotton swab, tissue, kapas, kain saring, kertas nama, erlenmeyer, gelas ukur, corong, blender, pompa vakum, rotary vacuum evaporator (Buchi Rotavapor R-205), chiller, oven, wadah porselen, termometer. Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah 8 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) betina bunting dari galur Sprague-Dawley (Baker et al 1980)

Metode Penelitian

Pembuatan Larutan Ekstrak Akar Purwoceng

Akar tanaman purwoceng dikeringkan terlebih dahulu di bawah panas sinar matahari dengan suhu kurang dari 50ºC. Tanaman yang telah kering selanjutnya dipotong-potong sampai berukuran kecil-kecil, kemudian dihaluskan menggunakan blender sehingga menjadi serbuk. Serbuk yang dihasilkan sebanyak 350 gram kemudian direndam dalam 3.5 liter etanol 70% zat pelarut selama 24 jam dan setiap dua jam sekali diaduk supaya homogen, kemudian disaring dengan menggunakan kain saring untuk mendapatkan filtratnya.

Hasil filtrat disimpan ke dalam Erlenmeyer, sedangkan ampas direndam kembali dalam 3.5 liter etanol 70% selama 24 jam dan setiap dua jam diaduk supaya homogen. Setelah itu, larutan disaring dan filtranya disatukan dengan hasil ekstrak yang pertama ke dalam Erlenmeyer ukuran 5 liter. Filtrat tersebut kemudian diuapkan dengan menggunakan rotari evaporator (rotavapor) Buchi

pada suhu 48 ºC dengan kecepatan putaran per menit (rpm) sebesar 60 rpm untuk menguapkan pelarut alkohol 70% dan selanjutnya dimasukkan ke dalam oven

pengering pada suhu seiktar 45°C selama 48 jam untuk menguapkan airnya. Hasil dari pengeringan dalam oven adalah ekstrak murni dan ekstrak kering. Ekstrak kering bisa disimpan dibotol kaca steril dan dapat diencerkan kembali dengan akuades jika ingin digunakan pada hewan coba sesuai dosis perlakuan.

Tahap Persiapan Hewan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) dari galur Sprague-Dawley. Tikus dipelihara dalam kandang yang berbentuk kotak dan terbuat dari plastik, berukuran 30 cm x 20 cm x 12 cm. Kandang tersebut dilengkapi dengan jaring kawat sebagai penutup bagian atas dan lantai diberi sekam sebagai alas, serta botol air minum ad libitum yang dijepit pada jaring kawat. Tikus-tikus tersebut diberikan pakan pelet sehari dua kali (pagi dan sore hari). Penggantian sekam dan pencucian kandang dilakukan 2 kali dalam seminggu. Tahap persiapan terdiri dari adaptasi dan perkawinan. Adaptasi adalah tahap penyesuaian hewan coba sebelum masuk tahap perkawinan. Tahap ini berlangsung selama tujuh hari. Tahap selanjutnya adalah tahap perkawinan.

(20)

6

tanda agar memudahkan dalam pengambilan sampel ulas vagina untuk deteksi kebuntingan. Deteksi kebuntingan dilakukan dengan cara melihat ada tidaknya spermatozoa yang mengelilingi sel kornifikasi pada preparat ulas vagina dengan menggunakan mikroskop. Keberadaan spermatozoa yang mengelilingi sel kornifikasi mengindikasikan bahwa tikus betina telah dikawini dan tikus bentina biasanya langsung mengalami kebuntingan. Tikus yang bunting harus dipisahkan dari tikus jantan dan ditempatkan pada satu kandang dan selanjutnya masuk ke tahap perlakuan (Baker et al 1980).

Tahap Perlakuan Hewan

Tahap perlakuan adalah tahap pengelompokkan tikus-tikus betina bunting yang dibagi menjadi dua kelompok yang masing-masing diberi perlakuan. Kelompok pertama yaitu 4 ekor tikus betina bunting untuk kontrol diberikan air minum melalui oral dengan menggunakan sonde lambung 0.5 ml untuk 300 g BB pada tikus umur 1 sampai 13 hari kebuntingan. Kelompok kedua yaitu 4 ekor tikus betina bunting yang diberikan ekstrak etanol akar purwoceng dengan dosis 0.5 ml untuk 300 g BB. Selanjutnya dipelihara hingga tikus-tikus tersebut melahirkan. Anak-anak tikus yang dilahirkan selanjutnya diambil dan masuk ke tahap pengamatan. Penelitian ini menggunakan anak tikus jantan dilahirkan dari 8 ekor induk tersebut. Cara membedakan jenis kelamin tikus dilihat dari jarak celah anogenital. Perbandingan jarak anogenital tikus jantan dan tikus betina menurut Hrapkiewicz dan Medina (1998) dapat dilihat berdasarkan gambar berikut.

Gambar 3 Perbandingan jarak anogenital tikus jantan dan tikus betina

Tahap Pengamatan

(21)

7 Persiapan perlakuan pemeliharaan pengamatan

7 hari 60 hari 13 hari 8 hari lahir 70 hari adaptasi perkawinan kebuntingan tumbuh kembang anak

Gambar 4 Bagan penelitian

Anak tikus yang dilahirkan ditimbang bobot badannya setiap 2 minggu. Kemudian dilakukan pengukuran panjang tulang dengan menggunakan benang dan kemudian ditera menggunakan mistar. Panjang tulang yang diukur adalah panjang tulang kepala yang diukur dari huruf X sampai huruf Y, punggung diukur dari huruf Q sampai huruf Z, kaki depan diukur dari huruf a1 sampai a2, dan kaki belakang dari huruf b1 sampai b2. Tampilan pengukuran tulang anak tikus menurut Hrapkiewicz dan Medina (1998) dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5 Cara pengukuran perkembangan tulang anak tikus jantan (X = hidung; Y = os occipital; Q = os atlas; Z = os sacrum; a1 = bagian proksimal os scapula; a2 bagian distal jari kaki depan; b1 = bagian proksimal os femur; b2 = bagian distal jari kaki belakang)

Analisis Statistik

(22)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Akar Purwoceng Terhadap Perkembangan Tulang Anak Tikus Jantan

Purwoceng adalah tanaman tradisonal yang dikenal bersifat androgenik. Berdasarkan penelitian terdahulu ekstrak akar purwoceng dengan dosis 83,25 mg/kg BB untuk 300 g bepengaruh terhadap peningkatan kadar Luteinizing Hormone (LH) dan testosterone pada tikus jantan (Taufiqqurrachman 1999). Penelitian ini melihat pengaruh pemberian ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap perkembangan tulang tikus jantan dari induk yang diberi akar ekstrak purwoceng dengan dosis 0,5 ml untuk 300 g berat badan selama 1-13 hari kebuntingan. Hasil yang diperoleh pada Tabel 2 bahwa pertambahan perkembangan tulang menunjukkan ada perbedaan sangat nyata pada tulang punggung. Sementara pada perkembangan tulang yang lain seperti perkembangan kepala pengaruh pemberian ekstrak purwoceng berbeda nyata pada umur ke-42 hari, kaki depan kanan dan kaki depan kiri menunjukkan tidak berbeda nyata, sedangkan pada perkembangan tulang kaki belakang kiri dan kaki belakang kanan berbeda nyata pada umur ke-56 hari dan umur ke-70 hari.

Tabel 2 Perkembangan panjang tulang anak tikus jantan pada 1-13 hari kebuntingan

*Signifikan pada taraf nyata 5%

Tulang merupakan bagian tubuh yang memiliki fungsi utama sebagai pembentuk rangka dan alat gerak tubuh, pelindung organ-organ internal, serta tempat penyimpanan mineral (kalsium-fosfat). Proses pembentukan tulang disebut dengan osifikasi. Proses osifikasi terjadi pada masa perkembangan fetus (prenatal) dan setelah individu lahir (postnatal). Pada tulang panjang perkembangan terjadi sampai individu mencapai dewasa. Jaringan tulang bersifat dinamis karena secara konstan mengalami pembaharuan yang dikenal dengan proses remodeling.

Perlakuan Hari ke-

1 14 28 42 56 70

Kepala (cm)

Kontrol 0.97±0.12 2.95±0.64 3.57±0.69 4.29±0.33* 4.99±0.42 5.62±0.59 Purwoceng 1.20±0.14 2.78±0.14 4.25±0.60 5.15±0.30* 5.62±0.47 6.13±0.45

Punggung (cm)

Kontrol 2.75±0.17* 4.24±0.70* 5.40±0.38* 6.75±0.63* 8.57±0.46* 9.39±0.57* Purwoceng 3.22±0.22* 5.56±0.23* 7.18±0.18* 9.19±0.55* 10.10±0.73* 10.71±1.22*

Kaki depan kanan (cm)

Kontrol 1.10±0.00 3.15±0.57 3.57±0.42 4.39±0.45 4.86±0.41 5.36±0.34 Purwoceng 1.32±0.18 3.00±0.34 3.82±0.66 4.43±0.52 5.25±0.27 5.61±0.10

Kaki depan kiri (cm)

Kontrol 1.10±0.00 3.15±0.57 3.72±0.42 4.39±0.45 4.85±0.42 5.36±0.34 Purwoceng 1.32±0.18 3.00±0.34 3.82±0.66 4.43±0.52 5.25±0.28 5.61±0.10

Kaki belakang kanan (cm)

Kontrol 1.31±0.02 4.66±0.30 4.06±0.58 5.65±0.46 6.46±0.28* 7.44±0.15* Purwoceng 1.52±0.18 5.38±0.65 4.04±0.17 6.25±0.68 7.33±0.47* 8.55±0.64*

Kaki belakang kiri (cm)

(23)

9 Remodeling tulang merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan resorpsi tulang yang diikuti dengan pembentukan tulang baru. Remodeling tulang ditujukan untuk pengaturan homeostasis kalsium, memperbaiki jaringan yang rusak akibat pergerakan fisik, kerusakan minor karena faktor stres dan pembentukan kerangka pada masa pertumbuhan (Hill dan Orth, 1998; Fernandez

et al., 2006). Proses proliferasi dan diferensiasi osteoblas diatur oleh growth Factor (faktor pertumbuhan) yang dihasilkan oleh osteoblas. Growth Factor yang berperan diantaranya Insulin Growth Factor (IGF I dan II), Bone Morphogenic Proteins (BMPs), Fibroblast Growth Factor (FGF), dan Platelet Derived Growth Factor (PDGF) (Chen et al. 2004; Asahina et al. 2007) yang bekerja secara autokrin dan parakrin, serta hormon estrogen (Houfbauer et al. 1999; Ogita et al. 2008).

Akar ekstrak etanol akar purwoceng bersifat estrogenik yang mengandung bahan kimia seperti turunan steroid, saponin, alkaloid, tannin, dan senyawa lain yang mampu melancarkan peredaran darah, menimbulkan efek stimulan baik secara hormonal dan non hormonal sehingga dapat meningkatkan stamina tubuh (Taufiqqurachman 1999). Tumbuhan afrodisiak pada umumnya menunjukkan efek peningkatan sirkulasi darah pada genetalia pria dan meningkatkan aktivitas hormon androgenik. Hal ini akan memperbaiki aktivitas jaringan tubuh sehingga secara tidak langsung akan memperbaiki fungsi organ (Gunawan 2002). Estrogen menyebabkan meningkatnya aktivitas osteoblastik. Estrogen juga mempunyai efek poten lainnya terhadap pertumbuhan tulang rangka. Estrogen menyebabkan terjadinya penggabungan awal dari epífisis dengan batang dari tulang panjang. Estrogen meningkatkan sekresi Transforming Growth Factor b (TGF-b), yang merupakan satu-satunya (faktor pertumbuhan) growth factor yang merupakan mediator untuk menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diserap oleh sel osteoklas. Sel osteoblas merupakan sel target utama dari estrogen, untuk melepaskan beberapa faktor pertumbuhan (Guyton dan Hall 2007).

Estrogen merupakan hormon seks steroid memegang peran yang sangat penting dalam metabolisme tulang, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun osteoklas, termasuk menjaga keseimbangan kerja dari kedua sel tersebut melalui pengaturan produksi faktor parakrin-parakrin utamanya oleh sel osteoblas. Efek biologis dari estrogen diperantarai oleh reseptor yang dimiliki oleh sel osteoblastik diantaranya ialah Estrogen Receptor Related Receptor a (ERRa),

Reseptor Estrogen α, β (ERα, ERβ). Sub tipe reseptor inilah yang melakukan

(24)

10

Pada sel Leydig progesteron dibentuk dari pregnenolon melalui serangkaian proses progesteron di rubah menjadi testosteron dan pregnenolon diubah menjadi androstenediol dengan enzim bantuan enzim 3 β hidroxy dehydrogenase. Selanjutnya dengan bantuan enzim 17α hidroxy progesteron, progesteron akan diubah menjadi androstenedione dan menjadi testosteron. Pada sel sertoli sebagian kecil testosteron di rubah menjadi estrodial 17 β oleh enzim 5 α reduktase. Enzim 5 α reduktase hanya ada pada hewan jantan (Martin dan Barry 1984)

Aktivitas aromatase juga telah terdeteksi pada otot, lemak, jaringan saraf, dan sel-sel Leydig dari testes (Martin dan Barry 1984). Ekstrak etanol akar purwoceng berpengaruh terhadap peningkatan kadar testosteron pada pada anak tikus jantan. Dengan meningkatnya kadar testosteron pada sel Leydig maka akan mempengaruhi pula peningkatan kadar estrogen. Peningkatan estrogen yang dihasilkan maka akan mempercepat pertumbuhan tulang. Kadar hormon estrogen secara normal akan meningkat seiring bertambahnya usia kebuntingan (Fernandez

et al. 2006). Dengan pemberian ekstrak akar purwoceng dapat memperkuat lingkungan mikro karena ekstrak akar purwoceng dapat menduduki reseptor estrogen endogen. Ikatan ini akan memberikan efek yang sama seperti fungsi endogen estrogen.

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Akar Purwoceng Terhadap Pertambahan Bobot Badan Anak Tikus Jantan

Pengaruh pemberian ekstrak etanol akar purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap pertambahan bobot badan anak tikus jantan pada umur 1-13 hari dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Rataan bobot badan anak tikus yang diberi ekstrak etanol akar purwoceng selama 13 hari

Perlakuan Rataan bobot badan pada hari ke-

1 g 21 g 49 g 70 g

Kontrol 6.42±0.43 15.95±1.51* 46.98±7.64* 92.64±10.00 Purwoceng 6.45±0.42 27.83±2.99* 72.35±9.85* 101.13±16.25 *Signifikan pada taraf nyata 5%

(25)

11

Gambar 6 Pertambahan bobot badan tikus (g)

Gambar 6 menunjukkan persentase kenaikkan bobot badan anak tikus jantan yang dilahirkan dari induk yang diberi etanol akar purwoceng meningkat sampai dengan 331.5% dibandingkan dengan kontrol yang hanya mencapai 148.2% pada umur ke-21 hari. Kemudian pada umur ke-49 hari persentase kenaikkan bobot badan masih tinggi pada anak tikus yang diberi ekstrak etanol akar purwoceng yaitu 259.96% dibandingkan dengan kontrol yang hanya mencapai kenaikan persentase bobot badan mencapai 194.59%. Tetapi pada umur ke-70 hari persentase bobot badan yaitu anak tikus kontrol lebih tinggi yaitu 97.16% dibandingkan anak tikus yang diberi purwoceng sebesar 39.77%. Walapun demikian tetapi kenaikkan bobot badan anak tikus yang di beri ekstrak etanol akar purwoceng masih lebih tinggi yaitu mencapai 101.13 g dibanding dengan kontrol mencapai 92.64 g.

Anak tikus yang dilahirkan dari induk purwoceng lingkungan mikro uterusnya menjadi lebih baik. Pemberian ekstrak akar purwoceng pada hari 1-13 adalah saat anak tikus yang dikandung secara tidak langsung mengalami pertumbuhan dan perkembangan organ. Masa kebuntingan tikus berlangsung selama 21-23 hari dan sejak 14 hari kebuntingan sudah terlihat adanya perubahan bentuk kelenjar ambing. Pada akhir kebuntingan, tikus tersebut melahirkan anak 6-12 per kelahiran (Malole dan Pramono 1989). Pada umur kebuntingan tersebut terjadi pertumbuhan dan perkembangan tulang dari anak tikus yang di kandung dalam induk tikus. Rataan persentase bobot badan anak tikus jantan yang diberikan purwoceng cenderung lebih tinggi di setiap minggunya, anak tikus mulai memakan makanan padat pada usia 2 minggu. Usia penyapihan tikus biasanya umur 21 hari (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Akar Purwoceng Terhadap Penurunan Testis Anak Tikus

Testis adalah organ utama dalam sistem reproduksi jantan. Testis mensekresi hormon jantan secara keseluruhan yang disebut androgen. Androgen ini adalah hormon steroid dengan rumus kimia 19 atom C yang berinti steroid (Setiabudy et al. 1995). Ekstrak akar purwoceng dapat menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH). GnRH merangsang sekresi Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH). Kedua hormon tersebut masuk ke dalam peredaran darah sistemik, setelah sampai

(26)

12

dalam testis Luteinizing Hormone (LH) berikatan dengan reseptor protein spesifik dan merangsang sintesis hormon testosteron. Sedangkan Follicle Stimulating Hormone (FSH) berperan dalam menambah jumlah reseptor protein sel leydig sehingga sensitifitasnya meningkat.

Testosteron disekresikan oleh sel-sel interstisial Leydig di testis jika mendapatkan rangsangan dari hormon Luteinzing Hormone (LH) sehingga jumlah testosteron yang disekresikan tergantung jumlah LH yang tersedia (Guyton dan Hall 2007). Sekresi testosteron yang cukup akan memicu penurunan testis ke dalam skrotum selama 2 sampai 3 bulan terakhir masa kehamilan (Guyton dan Hall 2007). Akibatnya peningkatan jumlah testosteron akan mempercepat penurunan testis pada hewan jantan.

Tabel 4 Penurunan testis anak tikus

Penurunan testis pada hari ke

Perlakuan 1 14 21 42 45 46 47 48 49 50

Kontrol - - - + + +

Purwoceng - - - + + + + + + +

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa untuk penurunan testis yang lebih cepat yakni tikus dengan di beri perlakuan purwoceng. Testis sudah turun di hari ke-42 sementara untuk yang kontrol dalam hal ini yang tidak diberi ekstrak etanol akar purwoceng mengalami penurunan testis pada hari ke-48. Usia penurunan testis pada hari tersebut merupakan tanda dimulainya pubertas bagi tikus jantan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian ekstrak etanol akar purwoceng (Pimpinella alpina) selama 1-13 hari kebuntingan memberikan peningkatan terhadap perkembangan tulang kepala anak tikus pada hari ke-42, tulang punggung pada hari 1 sampai hari ke-70, tulang kaki belakang pada hari ke-56 dan hari ke-70, penambahan bobot badan pada hari ke-21 dan hari ke-49, dan penurunan testis pada hari ke-42 pada anak tikus putih jantan (Rattus norvegicus).

Saran

Saran yang dapat direkomendasikan oleh penulis berdasarkan hasil kesimpulan di atas adalah:

(27)

13 2. Perlu dilakukan penelitian tentang efektivitas ekstrak etanol akar purwoceng

(Pimpinella alpina) dengan dosis yang optimum.

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja J. 1990. Eksplorasi, konservasi dan pengembangan tanaman obat: suatu pemikiran memanfaatkan tanaman nasional. Bogor (ID): Forum Komunikasi Ilmiah Plasma Nutfah dan Budidaya Tanaman Obat.

Anggraini W. 2008. Fitoestrogen sebagai alternatif alami terapi sulih hormon untuk pengobatan osteoporosis primer pada wanita pascamenopouse. M I Kedokteran Gigi 23(1): 27-29.

Asahina AH, Yamazaki Y, Uchida M, Shinohara Y, Honda MJ, Kagami H, Ueda M. 2007. Effective bone engineering with perioteum-derived cells. J Dental Res. 86(1):79-83.

Ballenger L. 2000. Rattus Norvegicus [Internet]. [diunduh 2013 Nop 29]; Tersedia pada: http://animaldiversity.ummz.umich.edu.

[Balittro] Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 2011. Hasil uji fitokimia dari akar purwoceng. Bogor (ID): Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.

Baker DEJ, Lindsey JR, Weisborth SH. 1980. The laboratory rat: Research Application Vol 2. London: Academic Pr Inc

Caropeboka AM, Lubis. 1985. Pemeriksaan Pendahuluan Kandungan Kimia Akar Purwoceng (Pimpinella alpina). Bogor(ID): Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Obat I.

Chen D, M Zhao, GR Mundy. 2004. Bone Morphogenetic Proteins. Growth Factors 22: 233-241.

Darwati I, Roostika I. 2006. Status penelitian purwoceng (Pimpinella alpina

Molk.) di Indonesia. Buletin Plasma Nutfah 12(1)9-15.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 381/Menkes/Sk/11i/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional [Internet]. [diunduh 2013 Des 29); Tersedia pada: http://www.litbang.depkes.go.id/download/regulasi/KMK_381/ 2007/Obat TradisioanlL.pdf.

Fernandez I, MAA Gracia, MC Pingarron, LB Jerez. 2006. PhysiologicalBasesof BoneBegeneration II. The remodeling process.. 11:151-157.

Gunawan D. 2002. Ramuan Tradisional untuk Keharmonisan Suami Istri. Jakarta: Penebar Swadaya.

(28)

14

Hapsari S. 2011. Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) selama1-13 hari kebuntingan terhadap bobot ovarium dan uterus tikus putih (Rattus sp.) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Hernani, Yuliani S. 1991. Obat-Obat Afrodisiaka yang Bersumber dari Bahan Alam. Di dalam: Zuhud, EAM, editor. Pelestarian PemanfaatanTumbuhan Obat dari Hutan Tropis Indonesia. Bogor (ID): Konservasi Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB dan IWF. hlm 130-134.

Hill PA, M Orth. 1998. Bone remodelling. BritishJournalofOrthodontic 25:101-107.

Houfbauer LC, S. Khosla, CR. Dunstn, D.L. Lacey, T.C. Spelsberg, and B.L. Riggs. 1999. Estrogen stimulates gene expression and protein production of osteoprotegin in human osteoblastic cells. Endocrinology.140:4367-4370 Hrapkiewicz K, Medina L. 1998. Cinical Laboratory Animal Medicine: An

Introduction. Iowa State University Press: State Avenue.

Jondriatno D. 2012. Efektifitas pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) pada hari 1-13 kebuntingan terhadap keberhasilan implantasi pada tikus putih (Rattus sp.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Johnson M, Everit B. 1984. Essential Reproduction Second Edition. Great Britain (UK): William Clowes Limited, Beccles, and London

Malole MBM, Pranomo SP. 1989. Pengguna Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor (ID): Penerbit Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Bioteknologi IPB.

Ogita M, Rached MT, Dworakowski E, Bilezikian JP, Kousteni S. 2008. Differentiation and proliferation of perioteal osteoblast progenitors are differentially regulated by estrogens and intermittent parathyroid hormone administration. Endocrinology. 149(11):5713-5723.

Pribadi WA. 2012. Efektifitas ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina)

terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting pada umur kebuntingan 0-13 hari [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rahardjo M. 2003. Purwoceng tanaman obat aprodisiak yang langka. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 9(2):4-7.

Rahayu S. 2002. Konservasi tumbuhan obat langka purwoceng melalui pertumbuhan minimal. BuletinPlasmaNutfah. 8(1):29-33

Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafriadi. 1995. Farmakologi dan Terapi Ed ke-4. Jakarta (ID): Gaya Baru.

Sidik, Sasongko E, Kurnia, Ursula. 1985. Usaha Isolasi Turunan Kumarin Dari Akar Purwoceng (Pimpinella alpina Molk.) Asal Dataran Tinggi Dieng. Bogor(ID): Prosiding Penelitian Tanaman Obat I.

Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Steel RD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Sumantri B,

penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari:

(29)

15 Taufiqqurrachman. 1999. Pengaruh ekstrak Pimpinella alpina Molk (purwoceng) dan akar Eurycoma longifolia Jack. (pasak bumi) terhadap peningkatan kadar testosterone, LH, dan FSH serta perbedaan peningkatannya pada tikus jantan

Sprague dawley [tesis]. Semarang (ID): Pascasarjana Ilmu Biomedik Universitas Diponegoro.

Turner CD, Joseph T. Bagnara. 1988. Endokrinologi Umum. Edisi keenam. Surabaya (ID): Airlangga Universitas Press. 637-655.

(30)
(31)
(32)
(33)

19

-+---+---+---+--- 5,00 5,50 6,00 6,50

Pooled StDev = 0,5314

(34)
(35)
(36)
(37)

23

5,25 5,50 5,75 6,00

Pooled StDev = 0,2554

(38)
(39)

25

5,25 5,50 5,75 6,00

Pooled StDev = 0,2526

(40)
(41)
(42)
(43)

29

7,20 7,80 8,40 9,00

Pooled StDev = 0,4650

(44)

30

36 48 60 72

Pooled StDev = 8,820

One-way ANOVA: bb 70 versus perlakuan

Source DF SS MS F P perlakuan 1 144 144 0,79 0,408 Error 6 1092 182

Total 7 1236

S = 13,49 R-Sq = 11,66% R-Sq(adj) = 0,00%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev ---+---+---+---+-- 1 4 92,64 10,00 (---*---)

2 4 101,13 16,25 (---*---) ---+---+---+---+-- 84 96 108 120

Pooled StDev = 13,49

Lampiran 8 Hasil pengolahan ANOVA penurunan testis anak tikus One-way ANOVA: testis versus perlakuan

Source DF SS MS F P perlakuan 1 25,13 25,13 3,78 0,100 Error 6 39,94 6,66

Total 7 65,07

S = 2,580 R-Sq = 38,63% R-Sq(adj) = 28,40%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev ---+---+---+---+- 1 4 49,650 1,466 (---*---) 2 4 46,105 3,341 (---*---)

---+---+---+---+- 45,0 47,5 50,0 52,5

(45)

31

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Muhammad Zhaahir dilahirkan di Raha Sulawesi Tenggara tanggal 24 Februari 1991 dari pasangan L.Abd.Tayeb dan Wa Ute. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dan mempunyai dua orang kakak yang bernama Khabirun dan Rahmat Saleh serta dua orang adik bernama Ata Tayeb dan Rahmawati Tayeb. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Raha (2006-2009).

Gambar

Gambar 1  Tanaman purwoceng
Gambar 2  Tikus putih
Gambar 3  Perbandingan jarak anogenital tikus jantan dan tikus betina
Gambar 5  Cara pengukuran perkembangan tulang anak tikus jantan (X = hidung;  Y = os occipital; Q = os atlas; Z = os sacrum; a 1  = bagian proksimal
+5

Referensi

Dokumen terkait

Operator mesin yang merasa puas dengan gaji atau upahnya (pay), dimana operator menilai bahwa jumlah gaji atau upah yang diberikan perusahaan sesuai dengan kinerja yang ia

Dari uraian di atas, penulis selaku kepala sekolah melakukan terobosan untuk menyikapi sekaligus memperbaiki pola-pola pemikiran yang salah dengan memberikan

Sasaran lain dari penelitian ini adalah menguji pengaruh antara privasi kepercayaan, keamanan, serta pengalaman.Kepercayaan dan resiko menjadi konsep dalam penelitian

Keabsahan Data siswa kelas V SD Negeri Soneyan 03 mengenai motivasi belajar sangat rendah dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan triangulasi sumber dari peneliti yaitu

PERAN MOTIVASI KERJA DALAM MEMEDIASI PENGARUH PRAKTIK KERJA INDUSTRI DAN PRESTASI AKADEMIK TERHADAP KESIAPAN KERJA STUDI KASUS PADA SISWA KELAS XI AKUNTANSI DI SMK PALEBON

Maka saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah (1) Guru seni musik dapat menggunakan media iringan MIDI dalam proses pembelajaran vokal untuk meningkatkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengetahuan dan sikap remaja tentang keamanan makanan jajanan antara sebelum dan sesudah pendidikan dengan media

Untuk saat ini yang menjadi masalah utama pada keluarga Bapak I Dewa Nyoman Kerug pada masalah pendapatan yang tidak mencukupi karena Bapak I Dewa Nyoman Kerug