• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak program sistem integrasi tanaman ternak terhadap alokasi waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak program sistem integrasi tanaman ternak terhadap alokasi waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani"

Copied!
262
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP ALOKASI WAKTU KERJA, PENDAPATAN DAN

PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI

DISERTASI

ATIEN PRIYANTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Allocation of Working Time, Income and Expenditures of Household Farmers. BONAR M. SINAGA as Chairman, YUSMAN SYAUKAT and SRI UTAMI KUNTJORO as Members of the Advisory Committee.

Integrated crop livestock system program with special reference to rice field and beef cattle is a potential alternative to support the development of agriculture sector in Indonesia. The implementation on this integrated program was to enhance rice production and productivity through a system involving beef cattle with its goal on increasing farmers’ income.

The impact of integrated crop livestock systems program to household economy farmers was studied in order to identify factors that tend to affect farmer’s decision into adoption of the crop livestock system program. The study also analyze factors influencing behavior of farmer’s decision-making along with its interrelation between decisions as well as with the impact of changes due to the internal and external policy options.

Five districts in the province of DIY, Central Java and East Java were purposively used in the study with 274 farmers divided into two groups, farmers involved in the program and farmers does not include in the program. Logistics binary regression was used to analyze farmer’s decision of the adoption integrated program. Simultaneous equations model with 2SLS method was used to estimate the parameter, followed by the non-linear simulation analysis.

The results show that beef cattle farming is tend to influence farmer’s decision to adopt the program along with the involvement of farmer’s organization. Results on the simulation show that a combination of a 10 percent increase on outputs price and production inputs price will increase most of the economy activity of the household farmer’s integrated program, hence will increase total household income. In general, farmers of non integrated program perform less than that of integrated farmers on working time allocation, income contribution and expenditures allocation.

The conclusion of the study is the need for policy option on the regulation of output price combine with input price to increase farmers’income, in which household farmers behavior is more responsive to output price compare to the input price.

(3)

terhadap Alokasi Waktu Kerja, Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga Petani. BONAR M. SINAGA, sebagai Ketua, YUSMAN SYAUKAT dan SRI UTAMI KUNTJORO sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Program sistem integrasi tanaman-ternak merupakan salah satu alternatif yang potensial dalam mendukung pembangunan pertanian di Indonesia. Program ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan produksi tanaman pangan (beras) nasional yang terintegrasi dengan usahaternak sapi potong serta dapat meningkatkan pendapatan petani.

Suatu penelitian telah dilakukan yang bertujuan untuk mengetahui dampak ekonomi dari keluarga petani yang menerapkan program sistem integrasi tanaman ternak serta faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menerapkan program tersebut. Penelitian ini juga menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ekonomi rumahtangga petani dan keterkaitan antar keputusan serta dampak perubahan faktor internal dan eksternal terhadap ekonomi rumahtangga petani pada sistem integrasi tanaman-ternak.

Penelitian dilakukan di lima kabupaten, yakni Sleman dan Bantul, DIY; Sragen dan Grobogan, Jawa Tengah, serta Bojonegoro di Jawa Timur, terhadap 274 petani yang terbagi menjadi petani peserta program integrasi dan petani non program. Model regresi logistik dipergunakan untuk mengetahui kecenderungan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengadopsi program tersebut. Model persamaan simultan 2SLS dan analisis simulasi dilakukan pada studi ini.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha ternak sapi dan keikutsertaan petani dalam organisasi pertanian cenderung merupakan faktor utama yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi program sistem integrasi tanaman-ternak. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kombinasi kenaikan harga output dan harga input memberikan dampak yang positif bagi alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani. Petani non program menunjukkan kinerja ekonomi yang lebih rendah dibandingkan dengan petani program sistem integrasi tanaman-ternak. Kebijakan pengaturan harga output dan harga input diperlukan dalam rangka meningkatkan pendapatan petani, dimana harga output lebih memberikan dampak yang lebih besar dibandingkan dengan perubahan harga input produksi.

(4)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2007

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

(5)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul:

“DAMPAK PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK TERHADAP ALOKASI WAKTU KERJA, PENDAPATAN DAN

PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI”

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Seluruh sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2007

(6)

ATIEN PRIYANTI

DISERTASI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

TERHADAP ALOKASI WAKTU KERJA, PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI

Nama : Atien Priyanti

Nomor Pokok : A 546010191

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. Ketua

Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc. Prof. Dr. Ir.Sri Utami Kuntjoro, MS. Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(8)

Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Mei 1960 di Bogor, puteri ke empat

dari delapan bersaudara dari ayah R.M. Soedaryo, B.E. (alm) dan ibu RNgt. Siti

Martini. Penulis menikah pada tahun 1990 dengan Ir. Agus Suwignyo dan

dikaruniai seorang putra, Wanda Tirta Suwignyo.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Pengadilan Bogor

pada tahun 1972. Pada tahun 1975 penulis menamatkan pendidikan menengah

pertama di SMP Budi Mulia, Bogor, dan tahun 1979 menyeleseikan pendidikan

menengah atas di SMA Stella Duce, Yogyakarta. Pada tahun 1985 penulis

menyeleseikan program sarjana di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta. Pada tahun 1990, melalui beasiswa dari Winrock International,

penulis memiliki kesempatan untuk melanjutkan program S2 di University of

Arkansas at Fayetteville, USA pada Department of Agricultural Economics.

Tahun 2001, dengan biaya sendiri penulis melanjutkan studi S3 pada Program

Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis adalah peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan

Peternakan, Bogor sejak tahun 1987. Penelitian dalam bidang ekonomi peternakan

banyak dilakukan oleh penulis baik untuk komoditas tunggal maupun sistem

usahatani terpadu. Penulis secara aktif terlibat pada beberapa kegiatan kerjasama

dengan internasional, seperti Australian Center for International Agricultural

Research (ACIAR) dan International Livestock of Research Institute (ILRI).

(9)

SWT, karena hanya atas limpahan rahmat dan hidayahNya penulis dapat

menyeleseikan penulisan disertasi ini. Disertasi ini mengulas Dampak Program

Sistem Integrasi Tanaman-Ternak terhadap Alokasi Waktu Kerja, Pendapatan dan

Pengeluaran Rumahtangga Petani. Kajian ini menekankan pada perilaku ekonomi

rumahtangga petani yang tergabung dalam program Sistem Integrasi

Tanaman-Ternak dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keputusan petani untuk

mengadopsi program tersebut.

Penulis sangat menyadari bahwa disertasi ini dapat terseleseikan dengan

baik berkat arahan, bantuan dan dorongan berbagai pihak. Pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A., selaku ketua Komisi Pembimbing yang

dengan segala dedikasi dan antusiasmenya dalam memberikan semangat

untuk tidak putus asa menjadi nilai tersendiri bagi penulis.

2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec., sebagai anggota Komisi Pembimbing yang

dengan ketelitian dan kecermatannya dapat memberikan wawasan yang lebih

mendalam bagi penulis.

3. Prof. Dr. Ir. Sri Utami Kuntjoro, M.S., sebagai anggota Komisi Pembimbing

yang dengan kesabarannya memberikan suasana nyaman bagi penulis.

4. Prof (R) Dr. Ir. Achmad Suryana, MSc., selaku Kepala Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian yang telah memberikan ijin dan dukungan moril

(10)

ii

5. Dr. Ir. Tahlim Sudaryanto, MS., selaku Penguji Luar Komisi yang dengan

tulusnya telah memberikan masukan dan saran bermanfaat bagi

penyempurnaan disertasi ini, utamanya dalam aspek implikasi kebijakan bagi

pembangunan pertanian sistem integrasi di masa yang akan datang.

6. Dr. Ir. I-Wayan Rusastra, selaku Penguji Luar Komisi yang telah memberikan

masukan dan saran konstruktif dalam penyempurnaan disertasi ini, utamanya

dalam hal strategi ke depan untuk pembangunan pertanian, khususnya sistem

integrasi tanaman-ternak.

7. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS., selaku Penguji Luar Komisi saat Ujian Tertutup yang telah memberikan kritik serta masukan dan saran berharga

demi memperoleh hasil yang lebih baik dari disertasi ini.

8. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Dr. Abdullah

Bamualim atas dukungannya bagi penulis.

9. Mantan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Prof. (R)

Kusuma Diwyanto dan Dr. Ismeth Inounu atas ijin dan pengertiannya bagi

penulis untuk melanjutkan studi ini sehingga tidak dapat bekerja dengan

optimal pada saat tersebut. Dukungan moril yang diberikan secara tulus tanpa

pamrih sangat dirasakan bagi penulis dalam mendorong untuk melanjutkan

studi ini sampai ke jenjang akademik yang paling tinggi.

10. Ketua Program Studi dan semua dosen pada Program Studi Ilmu Ekonomi

Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah

memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan selama mengikuti kegiatan

(11)

iii

11. Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian provinsi DIY, Jawa Tengah dan

Jawa Timur yang dengan segala ketulusannya membantu penulis dalam

proses pengumpulan data.

12. Dr. Andi Djajanegara (alm) yang tiada henti-hentinya memberikan semangat

kepada penulis untuk selalu terus berjuang meraih cita-cita dengan tetap

membina jejaring kekeluargaan.

13. Minat kebersamaan dan antusiasme teman-teman yang merupakan sumber

semangat yang tiada habisnya bagi penulis, khususnya bagi angkatan 2001

dan teman-teman angkatan 2000 dan 2002 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian. Demikian pula halnya dengan teman-teman sejawat di kantor

lingkup Puslitbang Peternakan.

14. Ir. Agus Suwignyo dan Wanda Tirta Suwignyo, suami dan ananda tercinta

yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil atas segala

pengertian dan pengorbanannya bagi penulis.

15. Keluarga besar Soedaryo dan Goenawan Wignyowihardjo atas segala

dukungan doa dan restunya.

Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu disini,

penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya. Karya ini merupakan upaya terbaik penulis, namun tiada gading yang

tak retak, tentu masih banyak kekurangannya. Saran dan kritik yang konstruktif

demi penyempurnaan disertasi ini sangat penulis harapkan, dan semoga karya ini

bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Agustus 2007

(12)

DAFTAR TABEL ……… viii

DAFTAR GAMBAR ………... x

DAFTAR LAMPIRAN ……… x

I. PENDAHULUAN ……… 1

1.1. Latar Belakang ……….. 1

1.2. Perumusan Masalah ………... 4

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……….. 7

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ……… 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 11

2.1. Pengalaman Empiris ………. 11

2.2. Ekonomi Rumahtangga Petani ………. 15

2.3. Studi Empiris Model Ekonomi Rumahtangga ………. 19

2.3.1. Studi di Asia, Amerika Latin dan Afrika ………... 19

2.3.2. Studi di Indonesia ... 24

2.3.2.1. Rumahtangga Petani Tanaman Pangan ……….. 24

2.3.2.2. Rumahtangga Industri Kecil dan Menengah …. 28 2.3.2.3. Rumahtangga Nelayan ………... 29

III. KERANGKA TEORI ………... 31

3.1. Kerangka Konseptual ……… 31

3.2. Adopsi Sistem Integrasi Tanaman-Ternak ………... 33

3.3. Model Umum Ekonomi Rumahtangga ………... 34

3.4. Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sistem Integrasi Tanaman-Ternak ... 45 3.5. Model Rekursif dan Non Rekursif ... 48

3.5.1. Model Rekursif ... 48

(13)

iv

IV. METODOLOGI PENELITIAN... 61

4.1. Lokasi Penelitian ………... 61

4.2. Data dan Metoda Pengambilan Contoh ……… 61

4.3. Perumusan Model ………. 62

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK ... 94 5.1. Keadaan Umum Wilayah ……….. 94

5.1.1. Kabupaten Sleman ………. 94

5.1.2. Kabupaten Bantul ………... 95

5.1.3. Kabupaten Sragen ……….. 96

5.1.4. Kabupaten Grobogan ………. 97

5.1.5. Kabupaten Bojonegoro ……….. 98

(14)

v

5.3. Penguasaan Sumberdaya Pertanian ………... 101 5.4. Produksi ………... 103 5.5. Penggunaan dan Curahan Tenaga Kerja ………... 106 5.6. Biaya Sarana Produksi, Penerimaan dan Pendapatan ………... 110 5.7. Pengeluaran ... 114

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN

TERNAK ... 117

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI...

124

7.1. Hasil Pendugaan Blok Produksi ………... 124 7.2. Hasil Pendugaan Blok Penggunaan dan Penawaran Tenaga

Kerja ………... 127

7.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Input

Produksi Usaha Padi ………... 131

7.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Input

Produksi Usaha Sapi ………... 135

7.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Blok Pengeluaran ……….. 137

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI ...

142

8.1. Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sistem Integrasi Tanaman-Ternak ………...

142

8.2. Dampak Perubahan Harga Input dan Output pada Ekonomi Rumahtangga Petani ………...

147

8.2.1. Simulasi Dasar ……… 147

8.2.2. Dampak Kenaikan Harga Output dan Harga Input ……. 150 8.3. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Tingkat Suku Bunga … 157 8.4. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Harga Input Produksi ... 161 8.5. Dampak Kenaikan Tingkat Suku Bunga dan Harga Output …. 165 8.6. Dampak Kenaikan Upah dan Curahan Tenaga Kerja Keluarga

di Luar Usahatani ……...

171

8.7. Rekapitulasi Perubahan Faktor Internal dan Eksternal

(15)

vi

IX. KESIMPULAN DAN SARAN ... 180

9.1. Kesimpulan ………... 180

9.2. Implikasi Kebijakan ... 182

9.3. Saran Penelitian Lanjutan ………... 183

DAFTAR PUSTAKA ……….. 186

(16)

vii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Sistem Integrasi Tanaman Ternak di Asia Tenggara …………... 12

2. Nama Peubah Penjelas Model Persamaan Simultan ……… 68

3. Karakteristik Rumahtangga Petani Berdasarkan Kelompok Petani …...

100

4. Rata-rata Penguasaan Sumberdaya Pertanian Berdasarkan Kelompok Petani ……….

102

5. Rata-rata Produksi Pertanian Berdasarkan Kelompok Petani …. 104

6. Rata-rata Penggunaan dan Curahan Tenaga Kerja Keluarga Berdasarkan Kelompok Petani ………...

107

7. Rata-rata Biaya Sarana Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Petani Berdasarkan Kelompok Petani...

111

8. Rata-rata Pengeluaran Rumahtangga Petani Berdasarkan

Kelompok Petani...

115

9. Hasil Pendugaan Model Adopsi Program Sistem Integrasi Tanaman-Ternak ...

119

10. Hasil Parameter Dugaan dan Elastisitas Blok Produksi ………... 126

11. Hasil Parameter Dugaan dan Elastisitas Blok Penggunaan dan Penawaran Tenaga Kerja Keluarga ………...

128

12. Hasil Parameter Dugaan dan Elastisitas Blok Penggunaan Input Produksi Usaha Padi ………...

132

13. Hasil Parameter Dugaan dan Elastisitas Blok Penggunaan Input Produksi Usaha Sapi ………...

136

14. Hasil Parameter Dugaan dan Elastisitas Blok Pengeluaran ……. 138

15. Root Mean Squares Percent Error dan Koefisien U-Theil Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT ……

144

16. UM, US dan UC Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT ………...

146

17. Rata-rata Hasil Simulasi Dasar Peubah Endogen Model

Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT ……...

(17)

viii

18. Dampak Kenaikan Harga Output dan Harga Input terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT …………..

151

19. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Tingkat Suku Bunga terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT …

159

20. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Harga Input Produksi terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT …

163

21. Dampak Kenaikan Tingkat Suku Bunga dan Harga Output terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT …

168

22. Dampak Kenaikan Upah dan Curahan Tenaga Kerja Keluarga di Luar Usahatani terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT ………...

172

23. Rekapitulasi Dampak Perubahan Faktor Internal dan Eksternal terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT ....

(18)

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Aliran Barang dan Jasa dalam Suatu Usahatani ………... 17

2. Tahapan Produksi dan Pasar Sistem Integrasi Tanaman-Ternak . 32

3. Tingkat Kepuasan Anggota Rumahtangga ……….. 39

4. Hubungan Tingkat Upah dengan Efek Pendapatan dan

Substitusi ...

40

5. Diagram Keterkaitan Antar Peubah Model Ekonomi

(19)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Pendugaan Model Adopsi Program Sistem Integrasi Tanaman-Ternak ………..

192

2. Program Estimasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dengan Persamaan Simultan Metoda 2SLS ………

193

3. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dengan Persamaan Simultan Metoda 2SLS ………

198

4. Program Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dengan Persamaan Simultan Metoda 2SLS …………...

228

5. Program Simulasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dengan Persamaan Simultan Metoda 2SLS …………...

231

6. Dampak Kenaikan Harga Output terhadap Ekonomi

Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT...

237

7. Dampak Kenaikan Harga Input terhadap Ekonomi

Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT...

238

8. Dampak Kenaikan Harga Output dan Harga Input terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT...

239

9. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Harga Input Padi

terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT...

240

10. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit Usaha Sapi dan Harga Input Sapi terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT...

241

11. Dampak Kenaikan Kombinasi Tingkat Suku Bunga dan Harga Output terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT...

242

12. Dampak Kenaikan Upah dan Curahan Tenaga Kerja Keluarga di Luar Usahatani terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT ...

(20)

Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini

cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi

sekitar 0.06 persen pada tahun 2005 (BPS, 2006). Sistem intensifikasi tanaman

padi yang selama ini diterapkan tidak mampu lagi meningkatkan produksi dan

produktivitas. Untuk mempertahankan produktivitas tanaman padi diperlukan

input produksi yang semakin tinggi dengan resiko biaya produksi yang semakin

mahal. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh cara pengelolaan lahan yang kurang

terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan sawah secara intensif dan terus menerus telah berlangsung bertahun-tahun yang

mengakibatkan penurunan kesuburan dan sifat fisik tanah.

Adiningsih (2000) menyatakan bahwa upaya untuk meningkatkan

produktivitas tanaman padi selama ini lebih banyak dilakukan pada lahan subur

beririgasi melalui peningkatan mutu intensifikasi, diantaranya dengan

meningkatkan penggunaan pupuk anorganik. Hal ini diduga dapat memberikan

indikasi kecenderungan menurunnya kesuburan lahan sawah karena kurangnya

bahan organik. Salah satu cara untuk mengembalikan kesuburan lahan adalah

melalui perbaikan struktur tanah dan pemenuhan mikroba tanah dengan

menggunakan pupuk organik. Lebih lanjut dilaporkan bahwa kebutuhan ideal

bahan organik di dalam tanah adalah sekitar 2 persen, sedangkan bahan organik

saat ini yang tersedia kurang dari 1 persen.

Guna menjawab tantangan dan permasalahan yang dihadapi sebagian

(21)

peningkatan produktivitas padi terpadu (P3T). Kegiatan ini diimplementasikan

salah satunya dalam bentuk Sistem Integrasi Tanaman-Ternak (SITT) yang

dikenal dengan Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT).

Program P3T merupakan kegiatan pengelolaan tanaman padi secara

terpadu yang dilakukan pada hamparan seluas 100 Ha. Kegiatan SITT merupakan

bagian dari program P3T dilaksanakan di lokasi yang merupakan lahan sawah

irigasi, dimana petani juga memelihara ternak sapi. Program ini merupakan

kegiatan bersama antara Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan, Ditjen Bina

Produksi Peternakan dan Badan Litbang Pertanian di tingkat pusat dan Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Dinas Peternakan di tingkat provinsi. Secara keseluruhan, program ini berada

dibawah koordinasi Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan. Tujuan pelaksanaan

program adalah tercapainya sasaran peningkatan produktivitas terpadu tanaman

padi dan usaha sapi yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani

melalui pengembangan sistem dan usaha agribisnis. Introduksi ternak sapi pada

kawasan lahan sawah ditujukan untuk efisiensi usahatani dan produktivitas tenaga

kerja keluarga petani, serta mendorong penggunaan kompos sebagai bahan

organik di lahan sawah. Program ini juga diharapkan dapat mengembangkan

kesempatan kerja bagi masyarakat di perdesaan, sehingga dapat tercipta usaha

agribisnis yang berkelanjutan. Pengembangan diversifikasi usaha dalam sistem

integrasi tanaman-ternak dapat membantu kinerja ekonomi rumahtangga petani

dalam menghadapi resiko usaha pertanian. Hal ini tercipta karena produk yang

dihasilkan tidak monokultur, tetapi terdapat produk lain seperti usaha sapi, usaha

(22)

Pada tahun anggaran 2002, program ini dikembangkan di sebelas provinsi

yang meliputi 20 kabupaten. Setiap kabupaten dialokasikan dana dalam bentuk

proyek Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebesar Rp.648,75 juta yang

diperuntukkan bagi (1) pengadaan ternak sapi, (2) bantuan perkandangan, (3)

bantuan konsentrat, (4) bantuan bangunan untuk proses jerami, (5) bantuan

bangunan untuk proses kompos, serta (6) bantuan vaksin dan obat-obatan.

Tatacara penyaluran dana bantuan langsung kepada kelompok tani mengikuti

Surat Edaran Dirjen Anggaran Nomor: SE-138/A/21/1098 tanggal 2 Oktober 1998

(Sudardjat, 2003). Setiap petani yang tergabung dalam suatu kelompok tani

memperoleh kredit untuk pengadaan 2-3 ekor sapi dengan periode pengembalian selama 30 bulan.

Sistem integrasi ini merupakan penerapan usaha terpadu melalui

pendekatan low external input antara komoditas padi dan sapi, dimana jerami padi digunakan sebagai pakan ternak sapi penghasil sapi bakalan, dan kotoran ternak

sebagai bahan utama pembuatan kompos dimanfaatkan untuk pupuk organik yang

dapat meningkatkan kesuburan lahan. Pendekatan low external input adalah suatu cara dalam menerapkan konsep pertanian terpadu dengan mengupayakan

penggunaan input yang berasal dari sistem pertanian sendiri, dan sangat minimal

penggunaan input produksi dari luar sistem pertanian tersebut (Suharto, 2000).

Diwyanto et al., (2002) menyatakan bahwa pelaksanaan program SIPT dapat menyebabkan: (1) petani termotivasi untuk tetap mempertahankan

kesuburan lahan pertanian dengan cara memperbaiki pola budidaya dan

mempertahankan kandungan bahan organik, (2) penggunaan pupuk kimia

(23)

penggunaan kompos membuka peluang pasar baru dan mendorong masyarakat

perdesaan untuk mengembangkan industri kompos dengan memelihara ternak

(sapi), (4) teknologi pakan dalam memanfaatkan jerami padi dan limbah pertanian

lainnya telah mampu mengurangi biaya pemeliharaan sapi melalui usaha kompos,

(5) anak sapi (pedet) merupakan produk utama dari budidaya sapi, namun

sebagian biaya pakan dapat diatasi dengan penjualan kompos, dan (6) peternakan

dapat dipandang sebagai usaha investasi (tabungan) yang tidak terkena inflasi,

mampu menciptakan lapangan kerja yang memang tidak tersedia di perdesaan,

dan menjadi bagian integral dari sistem usahatani dan kehidupan masyarakat.

Dalam prakteknya, pelaksanaan program tersebut ada yang mampu secara baik mencapai sasaran, namun ada pula yang masih jauh dari pencapaian sasaran,

kemajuan yang diperoleh masih sangat variatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu

analisis yang lebih menyeluruh tentang faktor-faktor apa sebenarnya yang

mempengaruhi keputusan petani dalam tingkat adopsi untuk menerapkan sistem

integrasi tanaman-ternak dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap

produksi dan pendapatan petani dalam pengembangan program sistem integrasi

ini.

1.2. Perumusan Masalah

Keragaan penerapan program sistem integrasi tanaman-ternak setelah

berjalan selama satu tahun menunjukkan hasil yang cukup beragam. Pengolahan dan pemanfaatan kotoran ternak sebagai bahan dasar pembuatan kompos baru

mencapai sekitar 60 persen dan pengolahan serta pemanfaatan jerami fermentasi

(24)

integrasi tersebut. Permasalahan non teknis lebih didominasi oleh keterlambatan

administrasi pencairan anggaran, sehingga tidak terjadi sinkronisasi antara musim

tanam dan sistem keproyekan. Penyediaan probiotik sebagai fermentor untuk

membantu proses pembuatan jerami fermentasi dan pupuk organik yang terbatas

menjadi permasalahan teknis yang utama. Di beberapa lokasi juga tidak tersedia

serbuk gergaji sebagai alas kandang ternak sapi yang pada akhirnya digunakan

sebagai bahan campuran dalam pembuatan kompos. Kenyataan menunjukkan

bahwa masih banyak petani yang belum memanfaatkan limbah pertanian dan

peternakan tersebut secara optimal.

Upaya mengintegrasikan usaha peternakan (sapi) dengan tanaman pangan (padi) dapat memberikan dampak budidaya, sosial dan ekonomis yang positif.

Potensi yang cukup besar dari ketersediaan pakan sepanjang tahun dari limbah

tanaman pangan dapat mengurangi ketergantungan sarana produksi dari luar,

sehingga keberlanjutan usahaternak lebih terjamin. Alokasi penggunaan tenaga

kerja keluarga dapat lebih didayagunakan untuk dapat terlaksananya program

integrasi tersebut dengan baik. Penentu kebijakan dalam sistem pengelolaan

sumberdaya pertanian dimulai dari tingkat yang paling rendah, yakni tingkat

pengambilan keputusan dari rumahtangga petani. Hal ini juga diduga terkait

dengan karakteristik rumahtangga yang spesifik dari sistem integrasi

tanaman-ternak terhadap perilaku ekonomi rumahtangga yang dilakukan.

Perilaku ekonomi rumahtangga petani pada dasarnya merupakan perilaku

rasional dalam mengalokasikan sumberdaya rumahtangga yang dimiliki untuk

menghasilkan barang dan jasa, serta dalam menggunakan barang dan jasa untuk

(25)

mengalokasikan sumberdaya dapat dikelompokkan menjadi keputusan produksi,

sedangkan perilaku rasional dalam menggunakan barang dan jasa untuk

memenuhi kebutuhan rumahtangga merupakan keputusan konsumsi.

Pemahaman terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani sangat penting

untuk mengantisipasi dampak suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Misalnya, apakah kebijakan pengaturan harga output gabah, sapi hidup dan

kompos yang merupakan output dalam program sistem integrasi tanaman-ternak

tidak mampu memberikan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi?

Apakah kebijakan pengaturan harga input produksi padi, sapi dan kompos

memberikan dampak ekonomi terhadap pendapatan rumahtangga petani? Bagaimanakah sinergisme yang terjadi pada sistem usahatani tanaman dan ternak?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut diperlukan pengetahuan yang

cukup tentang perilaku ekonomi rumahtangga petani, karena keputusan produksi

sistem integrasi tanaman-ternak berada pada rumahtangga petani.

Berdasarkan uraian diatas, permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai

berikut:

1. Sejauh mana perilaku ekonomi rumahtangga petani dapat menggambarkan

usaha sistem integrasi tanaman-ternak.

2. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keputusan petani untuk

menerapkan program sistem integrasi tanaman-ternak.

3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ekonomi rumahtangga

petani dan bagaimana keterkaitan antar keputusan tersebut pada usaha

(26)

4. Apakah kebijakan pengaturan harga output mampu memberikan insentif

bagi petani untuk meningkatkan produksi? Sejauh mana pengaturan harga

input produksi menyebabkan disinsentif bagi petani? Bagaimana pula

halnya dengan kebijakan pengaturan kredit usahatani terhadap keputusan

rumahtangga petani pada aspek-aspek produksi, kontribusi pendapatan dan

alokasi pengeluaran.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan, maka

tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis perilaku ekonomi

rumahtangga petani pada usaha sistem integrasi tanaman-ternak. Secara khusus

penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengkaji kondisi ekonomi rumahtangga petani pada usaha sistem

integrasi tanaman-ternak, khususnya dalam produksi, alokasi penggunaan

tenaga kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani

dalam pelaksanaan program sistem integrasi tanaman-ternak.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku (keputusan)

ekonomi rumahtangga petani dan mempelajari keterkaitan antar keputusan

pada usaha sistem integrasi tanaman-ternak.

4. Menganalisis dampak perubahan faktor-faktor eksternal dan internal terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani pada usaha sistem integrasi

tanaman-ternak.

Penelitian ini bermanfaat kepada masyarakat petani dalam penerapan

(27)

sebagai produsen, tetapi juga sebagai konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa

petani dapat berlaku ganda dengan tujuan efisiensi usaha, yakni sebagai produsen

akan menghasilkan output optimal dengan pemberian input yang minimal. Bagi

para penentu kebijakan dalam membentuk suatu program pemerintah, pengaruh

daripada tolok ukur variabel yang bersifat sementara dan mutlak keberadaannya

harus menjadi bahan pertimbangan yang serius. Respon terhadap perubahan

faktor-faktor yang mempengaruhi dapat menjadi bahan masukan maupun

rekomendasi bagi para penentu kebijakan dalam merencanakan suatu program

pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak.

Dengan menyadari bahwa (1) ke depan petani harus lebih mandiri, (2) lapangan kerja di perdesaan sangat terbatas, (3) kepemilikan lahan sempit, dan (4)

pendapatan petani (padi) tidak mencukupi untuk menopang kebutuhan keluarga,

maka pengembangan usaha sistem integrasi tanaman-ternak merupakan alternatif

yang cukup menjanjikan.

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini merupakan kasus di tiga propinsi (DIY, Jawa Tengah dan

Jawa Timur) pada lima kabupaten, yakni Sleman dan Bantul (DIY), Sragen dan

Grobogan (Jawa Tengah) dan Bojonegoro (Jawa Timur). Responden merupakan

petani yang tergabung dalam penerapan program sistem integrasi tanaman (padi)

ternak (sapi). Responden juga dilakukan pada petani yang tidak mengikuti program inetgrasi untuk mengetahui perbedaan yang terjadi di antara kedua

kelompok petani tersebut.

Ruang lingkup penelitian ini meliputi analisis deskriptif, analisis regresi

(28)

secara deskriptif dilakukan yang dikelompokkan berdasarkan kabupaten bagi

petani peserta dan bukan peserta program sistem integrasi tanaman-ternak. Hal ini

dilakukan untuk mengetahui kondisi ekonomi rumahtangga petani pada usaha

sistem integrasi tanaman-ternak, khususnya dalam produksi, alokasi penggunaan

tenaga kerja, struktur pendapatan dan distribusi pengeluaran. Analisis regresi non

linier ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan

petani dalam melaksanakan program integrasi, sedangkan model persamaan

simultan dilakukan untuk menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga petani.

Data yang digunakan adalah data primer hasil wawancara dengan petani

contoh dengan daftar pertanyaan yang disusun guna menjawab penelitian ini. Model ekonomi rumahtangga yang dibangun pada penelitian ini menggunakan

data agregat dari seluruh kabupaten.

Keterbatasan penelitian ini adalah tidak mendalamnya informasi yang

dikumpulkan pada usahatani non integrasi (selain padi dan sapi), padahal dalam

kenyataannya alokasi sumberdaya yang dimiliki petani tidak hanya pada usaha

padi dan sapi. Penelitian ini dapat mengkuantifikasi produksi usahatani jagung,

kacang tanah dan kedelai yang dilakukan petani pada musim tanam ketiga, namun

biaya sarana produksi tidak dilakukan, sehingga pendapatan dari usahatani ini atas

biaya tenaga kerja luar keluarga yang disewa. Hal ini disebabkan karena peneliti

pada awalnya hanya ingin fokus pada usahatani integrasi, sehingga tidak

mengakomodir pertanyaan-pertanyaan yang tidak terkait dalam usahatani non

integrasi. Dalam perjalanannya, peubah-peubah yang terbentuk dalam model

(29)

Penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha kompos tidak dapat

dikuantifikasikan dengan baik, sehingga peubah ini tidak diakomodir dalam

model. Hal ini disebabkan karena penggunaan tenaga kerja keluarga tidak

dibedakan secara spesifik antara usaha sapi dan usaha kompos, sehingga

penggunaan tenaga kerja untuk kompos sudah termasuk didalam penggunaan

tenaga kerja dalam keluarga untuk usaha sapi.

Penelitian ini tidak mengkaji aspek kelembagaan petani pada sistem

integrasi tanaman-ternak, dimana hal ini diduga turut mempengaruhi terhadap

(30)

2.1. Pengalaman Empiris

Sebagaimana halnya di negara-negara Asia Tenggara, konsep pertanian

terpadu yang melibatkan pola sistem integrasi tanaman-ternak, sebenarnya sudah

diterapkan oleh petani di Indonesia sejak jaman dahulu. Berbagai varian dari

penerapan pola ini cukup beragam berdasarkan tingkat pemilikan petani,

sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Sistem usahatani terpadu mulai

diperkenalkan pada tahun 1970-an berdasarkan hasil-hasil pengkajian dan

penelitian yang dimulai oleh Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) di Bogor

dengan mengacu pada pola di IRRI (Manwan, 1989). Sejak saat itu secara

bertahap muncul istilah-istilah “pola tanam” (cropping pattern), “pola usahatani” (cropping systems), sampai akhirnya muncul istilah “sistem usahatani” (farming systems), serta “sistem integrasi tanaman-ternak” yang merupakan terjemahan dari crop livestock systems (Diwyanto et al., 2002).

Devendra (1993) menyatakan bahwa terdapat delapan keuntungan dari

penerapan pola sistem integrasi tanaman-ternak, yaitu (1) diversifikasi

penggunaan sumberdaya produksi, (2) mengurangi terjadinya resiko usaha, (3)

efisiensi penggunaan tenaga kerja, (4) efisiensi penggunaan input produksi, (5)

mengurangi ketergantungan energi kimia dan biologi serta masukan sumberdaya

lainnya, (6) sistem ekologi lebih lestari serta tidak menimbulkan polusi sehingga ramah lingkungan, (7) meningkatkan output, dan (8) mampu mengembangkan

(31)

Tabel 1. Sistem Integrasi Tanaman-Ternak di Asia Tenggara

Program peningkatan produktivitas padi terpadu yang dicanangkan oleh

Departemen Pertanian menunjukkan bahwa introduksi teknologi pertanian terpadu

tanaman-ternak setelah dua kali musim tanam berlangsung, mampu meningkatkan

produktivitas padi sawah sekitar 1 ton per Ha dan pendapatan petani meningkat

antara Rp.900 ribu - Rp.1 juta per Ha per musim tanam (Zaini et al., 2003). Pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu merupakan suatu pendekatan

inovatif dalam upaya meningkatkan efisiensi usaha padi sawah melalui penerapan

(32)

Budianto (2003) menyatakan bahwa secara rataan, dari 28 lokasi di

Indonesia yang menerapkan program pengelolaan tanaman terpadu, produktivitas

tanaman padi meningkat rata-rata 18 persen dibandingkan dengan pola tradisional.

Biaya produksi dari sistem usahatani ini adalah Rp.3.9 juta/Ha dibandingkan

dengan pola tradisional yang sebesar Rp.3.6 juta/Ha. Peningkatan biaya ini

disebabkan karena adanya introduksi penggunaan pupuk organik dalam bentuk

padat sebesar 0.90 ton/Ha, namun rataan hasil gabah yang diperoleh 1.03 ton lebih

tinggi pada program pengelolaan tanaman terpadu dibandingkan dengan pola

tradisional, sehingga pendapatan petani rata-rata masih meningkat sebesar 33

persen. Peningkatan pendapatan ini salah satunya disebabkan oleh penggunaan pupuk berimbang akibat introduksi penggunaan pupuk organik, dimana jumlah

pupuk urea (sumber N) dan SP-36 (sumber P) masing-masing berkurang sebesar

39 kg/Ha dan 4 kg/Ha pada program pengelolaan tanaman terpadu dibandingkan

dengan pola tradisonal.

Suatu penelitian di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat menunjukkan

bahwa petani padi pada sistem usahatani terpadu dengan menggunakan pupuk

organik menghasilkan pendapatan Rp.1.45 juta per musim tanam lebih tinggi

dibandingkan dengan petani padi yang tidak menggunakan pupuk organik

(Howara, 2004). Hal ini disebabkan karena penggunaan pupuk organik

menyebabkan turunnya penggunaan pupuk anorganik, sehingga biaya produksi

menjadi lebih rendah. Hal senada juga telah dilaporkan oleh Syam dan Sariubang

(2004) yang menyatakan bahwa penggunaan pupuk organik sebanyak 2 ton per

Ha diimbangi dengan pupuk urea, Za dan KCl pada sistem usaha padi sawah di

(33)

Rp.3 376 878 per Ha per musim tanam. Lebih lanjut dinyatakan bahwa karena

harga pupuk anorganik yang semakin mahal, maka disarankan bagi petani dalam

penggunaan kombinasi pupuk organik dengan pupuk anorganik secara berimbang.

Pada sistem usahatani di lahan kering, respon penggunaan pupuk organik

terhadap pendapatan petani juga telah dilaporkan oleh Priyanti et al., (2004). Hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa dengan penggunaan kompos yang dibuat

oleh petani dengan proses fermentasi, penerimaan dari hasil produksi kacang

tanah memberikan hasil yang paling tinggi dibandingkan dengan penggunaan

kompos komersial dan kotoran ternak yang telah dikeringkan. Perbedaan tersebut

untuk setiap Ha mencapai Rp.624 937 dan Rp.724 333 masing-masing untuk penggunaan kompos komersial dan kotoran ternak yang telah dikeringkan.

Peningkatan gross margin pada kompos hasil fermentasi yang dilakukan oleh petani disebabkan karena relatif rendahnya biaya produksi akibat penggunaan

pupuk dasar. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa biaya produksi rata-rata

pembuatan bahan kompos adalah Rp.42 per kg dengan tanpa memperhitungkan

biaya tenaga kerja, dimana rata-rata proporsi input terhadap output yang

dihasilkan adalah sebesar 69 persen.

Suatu pengkajian pola integrasi tanaman padi dan ternak sapi pada sistem

usahatani telah dilakukan di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Model integrasi

yang dikembangkan adalah berdasarkan potensi sumberdaya lahan yang dimiliki

petani, dengan kegiatan terdiri dari pengelolaan jerami padi dan pengelolaan

pupuk kandang. Distribusi tenaga kerja rumahtangga petani terdiri dari kegiatan

(34)

rumahtangga petani pada waktu sebelum dan sesudah mengikuti program

pertanian terpadu. Kegiatan rumahtangga yang awalnya mencapai 22.4 HOK per

bulan berkurang menjadi 17.3 HOK per bulan pada alokasi penggunaan tenaga

kerja wanita (Prasetyo et al., 2002). Hal ini disebabkan karena kegiatan mencari air minum yang sedianya berjarak 3 km tidak lagi dilakukan karena melalui

pembentukan kelompok tani-ternak, dibangun penyediaan program air bersih

dengan menggunakan modal koperasi. Waktu luang tersebut diganti untuk

kegiatan usahaternak dan non farm.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan kuntungan usahatani pada

pola sistem integrasi tanaman-ternak telah dianalisis oleh Suwandi (2005) yang menyatakan bahwa usahatani pola ini memberikan harapan bagi petani lahan

sempit untuk meningkatkan produksi usahatani dan diperlukan insentif untuk

mendorong semakin berkembangnya usaha sistem integrasi tanaman-ternak.

Dibandingkan dengan petani yang tidak mengadospi pola sistem integrasi

tanaman-ternak, usaha padi sawah pola ini mampu meningkatkan produksi padi

sebesar 23.6 persen dengan keuntungan 14.7 persen lebih tinggi. Peningkatan

penggunaan pupuk kandang sebesar satu unit dapat meningkatkan produksi padi

sebesar 0.125 dengan peningkatan keuntungan usahatani sebesar 0.134. Perbaikan

aplikasi pupuk kandang sesuai standar teknis ternyata mampu meningkatkan

produksi dan pendapatan petani.

2.2. Ekonomi Rumahtangga Petani

Sistem usahatani adalah pendekatan secara holistik dalam memanfaatkan

sumberdaya pertanian untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani.

(35)

kombinasi sumberdaya fisik dan biologis seperti bentuk-bentuk lahan, tanah, air,

tumbuhan dan hewan. Dengan mempengaruhi komponen-komponen agro

ekosistem ini dan interaksinya, rumahtangga petani mendapatkan hasil atau

produk seperti tanaman dan ternak (Reijntjes et al., 2003). Untuk menjaga proses produksi terus berlangsung, rumahtangga petani membutuhkan input, misalnya

benih/bibit, energi, unsur hara, air, dan lain sebagainya. Input dalam adalah

komponen yang diambil maupun yang dihasilkan dari usahatani sendiri, misalnya

tenaga kerja keluarga, sedangkan input alami adalah input alam yang digunakan

dalam proses produksi seperti energi matahari, air hujan, nitrogen yang diikat dari

udara, dan lain sebagainya. Input luar adalah input yang diperoleh dari luar usahatani, seperti informasi, tenaga buruh, pupuk anorganik, dan lain-lain.

Hasil usahatani digunakan untuk dikonsumsi oleh rumahtangga petani,

dijual, ditukar atau diberikan. Hal ini secara rinci disajikan dalam Gambar 1 yang

menerangkan aliran barang dan jasa dalam suatu sistem usahatani yang sederhana.

Penjualan hasil memberikan uang tunai yang dapat dipakai untuk membeli

berbagai macam barang atau jasa (misalnya pangan, sandang, pendidikan dan

transportasi), dan/atau mendapatkan input pertanian. Input dapat juga diperoleh

dengan pertukaran hasil pertanian secara langsung.

Gambar 1 memberikan indikasi bahwa aktivitas produksi dan konsumsi

dalam suatu rumahtangga sangat erat kaitannya. Rumahtangga petani dipandang

sebagai pengambil keputusan dalam aktivitas produksi dan konsumsi, serta

hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis

secara simultan. Kegiatan produksi merupakan salah satu kegiatan terpenting

(36)

dipasarkan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangga. Petani

lebih banyak berperilaku sebagai penerima harga input dan output, serta tidak

mampu mempengaruhi harga-harga tersebut.

Sumber: Reintjes et al., 2003.

Gambar 1. Aliran Barang dan Jasa dalam Suatu Usahatani

Sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar usahatani di Indonesia

dilakukan oleh petani-petani kecil dengan cara masih tradisional. Keterbatasan

sumberdaya (khususnya lahan dan modal) menjadi ciri yang utama, sehingga

petani berusaha untuk memilih dan memutuskan model usahatani dalam

memenuhi kebutuhan keluarga melalui usaha yang beresiko rendah. Peningkatan

produksi dan produktivitas dapat ditempuh dengan tetap memperhatikan distribusi

produksi yang merata dari waktu ke waktu, sehingga mengamankan kebutuhan

sepanjang tahun dan mendayagunakan sumber tenaga kerja yang ada. Petani akan

mengalokasikan penggunaan sumberdaya usahataninya, khususnya melalui Masyarakat/Pasar

Input alami

Input luar

Hasil (dijual/ ditukar)

Sumberdaya usahatani

Kerugian

Konsumsi rumahtangga

Input dalam

(37)

penambahan jumlah dan jenis input, jika diyakini bahwa usaha tersebut akan

berdampak pada peningkatan produksi dan pendapatan. Secara teoritis, perilaku

petani tersebut dapat didekati dengan teori produksi, dimana fungsi produksi ini

merupakan hubungan matematis antara output atau produk dengan faktor-faktor

produksi atau input. Bagi keluarga petani dengan keterbatasan pemilikan lahan,

keamanan produksi atau pendapatan merupakan suatu hal yang sangat penting

mengingat kelangsungan hidupnya sangat tergantung akan hal ini. Sehingga,

untuk menjamin kelangsungan cara hidupnya, petani juga harus mampu

menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan, misalnya terhadap inovasi

teknologi baru. Kemampuan untuk menyesuaikan dengan kondisi yang berubah, akhirnya menentukan keberlanjutan pertanian. Beberapa faktor penting dalam

kesanggupan untuk menyesuaikan diri di tingkat usahatani adalah kemampuan

untuk (Reijntjes et al., 2003):

1. Mengelola pengembangan usahatani

2. Memilih kombinasi sumberdaya genetik dan input yang tepat

3. Mengembangkan teknik/hasil inovasi teknologi baru

4. Mencocokkan hasil inovasi dalam sistem usahatani.

Dalam kaitannya dengan pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak,

sebetulnya pola ini bukan merupakan hal yang baru bagi petani. Namun, dengan

semakin berkembangnya jaman dan kemajuan teknologi yang ada, maka

penggunaan input luar dalam sistem usahatani dapat diminimalkan untuk

(38)

2.3. Studi Empiris Model Ekonomi Rumahtangga

Mempelajari dan memahami perilaku usahatani di perdesaan sangat

penting dalam membangun kebijakan ekonomi di negara-negara berkembang,

dimana sektor pertanian memegang peranan yang cukup besar. Sama halnya

dengan di Indonesia, pada umumnya konsumsi merupakan bahan pangan yang

diproduksi oleh petani itu sendiri, namun pada saat pemerintah merancang

kebijakan ekonomi dihadapkan pada kondisi untuk memilih antara mempengaruhi

perilaku konsumsi dari petani dengan memodifikasi harga dan/atau pendapatan,

maupun mempengaruhi rencana produksi. Sehingga sangat bermanfaat untuk

mengestimasi konsumsi dari fungsi permintaan dan penawaran dari

produk-produk pertanian dalam memberikan rekomendasi sebagai pemandu dalam keputusan-keputusan pemerintah.

2.3.1. Studi di Asia, Amerika Latin dan Afrika

Singh dan Janakiran dalam Singh et al., (1986) menggunakan data rumahtangga petani dari Korea dan Nigeria untuk menggambarkan model

rumahtangga petani pada beberapa komoditas pertanian. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa di Korea, produksi yang dihasilkan oleh usahatani keluarga

sangat terintegrasi terhadap aspek pasar, meskipun tidak seluruhnya komersial,

namun pada umumnya petani berusaha dengan orientasi pasar. Beberapa

komoditas pertanian ditanam dengan kondisi irigasi yang dapat dikontrol secara baik. Disamping itu, keluarga petani juga memiliki berbagai sumber pendapatan

diluar usahatani yang dapat dipergunakan sebagai input bagi produksi pertanian.

Sebaliknya, petani di Nigeria bagian utara lebih terisolasi dari aspek pasar, dimana

(39)

keluarga. Meskipun usahatani ini bersifat semi komersial sehingga juga

berhubungan terhadap faktor dan produk pasar, namun hanya sedikit yang

mempunyai peluang terhadap pekerjaan diluar usahatani. Hal ini memang terkait

dengan keadaan geografis wilayah yang semi-arid, sehingga faktor ketidakpastian terhadap output yang diharapkan sangat dipengaruhi oleh iklim dan cuaca.

Muller dalam Caillavet et al., (1994) menyatakan bahwa 95 persen masyarakat di Rwanda sangat tergantung pada sektor pertanian, dimana

pendapatan mereka sebagian besar berasal dari hasil produk-produk pertanian.

Melalui metoda linear expenditure system diperoleh hasil bahwa faktor produksi utama yang sangat penting adalah tenaga kerja dan tanah dengan konsumsi pangan terdiri dari hasil pertanian yang diproduksi sendiri. Lebih lanjut dilaporkan

bahwa keputusan produksi harus dipertimbangkan saat membuat estimasi sistem

permintaan dalam model yang simultan. Variabel endogen dari produksi dan

keputusan sistem penawaran tenaga kerja secara simultan menerangkan bahwa

kepentingan trade off pasar pada konsumsi ternyata kurang nyata. Hal ini disebabkan karena parameter pada reduced form persamaan permintaan produksi tidak berpengaruh dan terjadi spasial korelasi untuk barang-barang yang

dikonsumsi sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman perilaku usahatani

memerlukan data dan informasi secara berkala yang lebih akurat, sehingga

penentu kebijakan dapat mengindikasikan bagaimana pengaruh kebijakan

terhadap konsumsi rumahtangga petani dan konsekuensinya terhadap

kesejahteraan masyarakat.

(40)

pangan), faktor input (tenaga kerja dan pupuk) serta konsumsi meliputi pangan,

barang yang dibeli di pasar dan waktu santai. Studi ini mengamati perilaku petani

di Maroko yang tidak memberikan respon positif terhadap insentif harga

pemerintah dalam kegiatan produksi tanaman pangan. Petani lebih memilih untuk

menyesuaikan penggunaan tenaga kerja atau mengurangi konsumsi pangannya.

Kontradiksi ini didekati dengan memasukkan variabel kegagalan pasar dalam

model ekonomi rumahtangga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi dimana tidak terjadi

kegagalan pasar, peningkatan harga output tanaman pangan sebesar 10 persen,

mengakibatkan rumahtangga petani meningkatkan penggunaan faktor input produksi sampai 5.4 persen dan pendapatan meningkat hingga 9.9 persen. Alokasi

waktu dan curahan tenaga kerja yang digunakan untuk berproduksi meningkat,

sehingga terjadi peningkatan upah tenaga kerja sampai 6.1 persen. Akibat lebih

sedikit output tanaman pangan yang diproduksi dibandingkan dengan yang

dikonsumsi, maka permintaan produk tersebut di pasar meningkat 7.9 persen.

Pada kondisi dimana terjadi kegagalan pasar, respons elastisitas produksi cash crops turun dari 0.99 sampai 0.18, karena ketidakmampuan petani untuk mengurangi produksinya dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dan rendahnya

penggunaan tenaga kerja keluarga untuk meningkatkan produksi. Semakin tinggi

pendapatan yang diterima, maka semakin besar pula konsumsi waktu santai.

Model ekonomi rumahtangga terus berkembang sesuai dengan perubahan

lingkungan strategis yang terjadi mengikuti perubahan ekonomi secara global.

(41)

Singh et al., (1986). Model tersebut dibangun untuk mengestimasi respon produksi rumahtangga petani jagung di Meksiko dan elastisitas fungsi produksi

secara agregat. Partisipasi dari aspek pasar menjadi variabel yang sangat penting

dalam model ini, dimana selain jumlah barang yang dikonsumsi, diproduksi dan

digunakan sebagai input rumahtangga, ditentukan pula seberapa banyak barang

yang masuk ke pasar (jika nilainya positif dapat dijual, sedangkan jika nilainya

negatif harus membeli). Model ekonomi rumahtangga yang digunakan adalah

memaksimumkan keuntungan dengan kendala pendapatan, keseimbangan

sumberdaya dan teknologi produksi.

Sebanyak 382 petani jagung yang terdiri dari 190 pedagang, 69 pembeli, dan 123 produsen mandiri, dipergunakan sebagai responden dalam studi tersebut.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kenaikan harga output sebesar 60

persen disebabkan oleh masuknya para produsen ke pasar, dimana 40 persen

sisanya memang sudah berada di pasar. Hal ini membuktikan bahwa keputusan

memasukkan variabel untuk partisipasi pasar harus dipertimbangkan dengan baik,

sehingga keberadaan jenis dan biaya transaksi memiliki implikasi yang kuat

dalam kaitannya dengan spesifikasi dan estimasi respon fungsi produksi. Jika

biaya transaksi merupakan biaya tetap, akan terjadi discontinuities dalam merespon insentif yang terjadi di pasar. Kebijakan untuk menurunkan biaya

transaksi sangat berarti bagi kebijakan harga yang akan mempengaruhi terhadap

respon produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurunkan biaya

transaksi melalui perbaikan transportasi dan sarana promosi dapat meningkatkan

(42)

Uji global separability yang pada umumnya digunakan untuk memisahkan keputusan produksi dan konsumsi dalam model ekonomi rumahtangga dianggap

tidak tepat secara teori, dimana faktor kegagalan pasar dapat mengakibatkan

terjadinya non separability, meskipun tidak untuk semua rumahtangga petani. Carter dan Yao (2002) mengkaji hal tersebut dengan menggunakan data panel

hasil survei yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik di delapan propinsi di China

pada periode 1988 dan 1993. Metoda analisis Maximum Likelihood Estimation digunakan dalam penelitian ini dengan input lahan dan alokasi tenaga kerja

sebagai faktor utama dalam fungsi produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

hak-hak pemindahan atas lahan memiliki efisiensi yang sangat nyata, sehingga perlu adanya pilihan lain dalam mengatasi kasus reformasi lahan bagi

pemerintahan di China. Debat tentang reformasi hak-hak atas pemilikan lahan

menjadi salah satu penyebab terjadinya trade off antara investasi yang tidak berinsentif yang diciptakan oleh tuan-tuan tanah versus terciptanya fungsi jaring

pengaman sosial. Hasil analisis menyarankan suatu resolusi parsial, dimana

berkurangnya hak-hak pemindahan atas lahan dapat memberikan dampak

pertumbuhan ekonomi yang signifikan tanpa mengorbankan jaring pengaman

sosial yang sudah berlaku dalam sistem pengaturan pemilikan lahan saat ini.

Taylor dan Adelman (2003) mengulas tentang evolusi dan perkembangan

penggunaan model ekonomi rumahtangga pada 196 petani di Michoacan,

Meksiko. Metoda estimasi yang digunakan adalah General Algebraic Modeling System (GAMS) untuk mengetahui dampak penerapan kebijakan NAFTA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efek pendapatan karena perubahan kebijakan tidak

(43)

pendapatan pada keluarga petani subsisten di wilayah perdesaan Meksiko

memberikan hasil terbaik dan berpotensi dalam menggerakkan pertumbuhan

ekonomi. Hal ini disebabkan karena pola pengeluaran dari rumahtangga tersebut

lebih menyukai produk yang dihasilkan di wilayahnya, sehingga kebijakan

perubahan harga jagung yang rendah dalam konsensus NAFTA tidak menjadi

stimulus untuk terjadinya migrasi dari Meksiko ke USA.

2.3.2. Studi di Indonesia

2.3.2.1. Rumahtangga Petani Tanaman Pangan

Telah cukup banyak studi dengan topik model ekonomi rumahtangga

petani di Indonesia. Sawit (1993) menggunakan model ekonomi rumahtangga

petani di Jawa Barat untuk menganalisis dampak dari berbagai kebijakan

pemerintah, utamanya harga input dan output, terhadap pendapatan petani dan

penyerapan tenaga kerja. Model ekonomi yang digunakan untuk menduga

perilaku produksi keluarga petani adalah melalui pendekatan fungsi translog

keuntungan, sedangkan untuk perilaku konsumsi dilakukan dengan model almost ideal demand system (AIDS) dan linear approximation dari AIDS (LA/AIDS). Sejumlah 241 keluarga petani digunakan sebagai responden dalam studi ini yang

diseleksi berdasarkan multi stage stratified random sampling mulai dari kecamatan, desa, kampung dan rumahtangga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak dapat dipungkiri jika perilaku keluarga petani adalah memaksimumkan keuntungannya. Hasil estimasi model

LA/AIDS pada lima komoditas usahatani menunjukkan bahwa kenaikan harga

beras akan mengakibatkan (1) meningkatnya pendapatan keluarga melalui

(44)

sektor pertanian melalui meningkatnya permintaan tenaga kerja, dan (3)

meningkatnya jumlah beras yang dijual di pasar. Khusus untuk aspek tenaga kerja

dinyatakan bahwa penawaran tenaga kerja laki-laki dan perempuan dalam usaha

padi di Jawa Barat adalah elastis terhadap upahnya sendiri, sedangkan hal tersebut

pada usaha non pertanian adalah mendekati nol.

Model ekonomi rumahtangga pertanian juga telah digunakan oleh

Heatubun (2001) dalam studinya untuk mengevaluasi keberhasilan program

pemberdayaan petani multikomoditi di Propinsi Maluku. Penelitian ini

menggunakan 152 petani contoh berdasarkan metoda stratified random sampling. Model analisis yang digunakan adalah model persamaan simultan dengan metode two stage least squares (2SLS). Hasil analisis secara deskriptif menunjukkan bahwa program pemberdayaan petani multikomoditi dinyatakan berhasil dari sisi

tepat sasaran, sesuai agro ekosistem setempat, menciptakan lapangan kerja dan

meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Skala usaha, produksi dan

marketable surplus masing-masing usaha inelastis terhadap peubah harga. Usaha tanaman pangan kurang berorientasi pasar dan lebih bersifat subsisten, sedangkan

pada usaha tanaman perkebunan meskipun sudah berorientasi pasar namun

marketable surplusnya bersifat inelastis terhadap harga. Lebih lanjut dinyatakan bahwa untuk meningkatkan produksi, penggunaan tenaga kerja, marketable surplus, konsumsi dan dispossible income, maka skenario yang terbaik adalah kombinasi antara variabel-variabel kenaikan harga produk, upah dan pendapatan

non usahatani.

Penelitian terdahulu yang mengkaji masalah perilaku rumahtangga petani

(45)

sangat dipengaruhi oleh luas sawah garapan, pendapatan bersih usaha padi dan

curahan tenaga kerja baik laki-laki maupun perempuan (Andriati, 2003). Data

sekunder panel petani nasional Jawa Barat dipergunakan dalam studi ini dengan

menggunakan model ekonometrika yang dianalisis secara simultan, sedangkan

analisis dampak perubahan harga input dan output usahatani dilakukan dengan

metode simulasi.

Produksi usahatani di wilayah hulu daerah aliran sungai (DAS)

Jratunseluna, Jawa Tengah juga telah diduga dengan menggunakan bentuk umum

agricultural household model, dimana produksi ditentukan oleh tingkat penggunaan variabel input, tingkat penggunaan tenaga kerja dan karakteristik proses produksi (Basit, 1996). Sejumlah 459 petani digunakan sebagai responden

dan model penelitian menggunakan persamaan simultan dengan metoda

pendugaan 3SLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keputusan petani untuk

mengadopsi teknologi sangat ditentukan oleh luas lahan yang dikuasai, tenaga

kerja, status penguasaan lahan, frekuensi penyuluhan dan keikutsertaan petani

dalam program tersebut. Petani berlahan sempit lebih responsif terhadap teknologi

usahatani yang diterapkan dibandingkan dengan petani dengan lahan lebih luas.

Semakin besar jumlah tenaga kerja yang terlibat, semakin kuat status penguasaan

lahan dan semakin tinggi frekuensi penyuluhan berdampak pada semakin

besarnya peluang petani untuk mengadopsi teknologi. Keragaan usahatani

ditentukan oleh kualitas penerapan teknologi, pendapatan non usahatani, harga

output dan upah tenaga kerja. Kualitas penerapan teknologi merupakan faktor

(46)

produksi dan pendapatan, dimana kualitas penerapan teknologi sangat ditentukan

oleh intensitas penyuluhan dan ketersediaan modal.

Kebijakan harga yang dilakukan melalui mekanisme pasar tidak banyak

dirasakan manfaatnya oleh petani. Kebijakan yang diperlukan adalah kebijakan

yang sifatnya langsung, seperti peningkatan intensitas dan kualitas penyuluhan,

bantuan penyediaan modal (subsidi dan kredit) serta pengembangan kelembagaan

usahatani. Kebijakan yang sifatnya tidak langsung dapat ditempuh melalui

pembangunan perdesaan, yang antara lain mencakup pembangunan sarana dan

prasarana, lembaga keuangan perdesaan dan peningkatan kualitas sumberdaya

manusia di perdesaan.

Kusnadi (2005) mengintegrasikan harga bayangan input atau faktor

produksi maupun harga output ke dalam model ekonomi rumahtangga petani

dalam kondisi pasar persaingan tidak sempurna. Hasil simulasi menunjukkan

bahwa rumahtangga petani pada kondisi pasar persaingan tidak sempurna

responsif terhadap perubahan harga output usahatani, sehingga perbaikan harga

output secara efektif dapat menggerakan ekonomi rumahtangga petani.

Sebaliknya, pada kondisi ini, rumahtangga petani tidak responsif terhadap

perubahan harga pupuk dan upah tenaga kerja usahatani dan upah tenaga kerja di

luar usahatani. Dengan demikian, pada kondisi pasar persaingan tidak sempurna,

disinsentif ekonomi yang ditimbulkan oleh kenaikan harga input tidak terlalu

banyak merugikan rumahtangga petani.

Model ekonomi rumahtangga petani dengan menggunakan model simultan

pada komoditas tanaman pangan dan perkebunan di provinsi Lampung juga telah

(47)

kenaikan harga output mempunyai dampak positif terhadap produksi dan

penggunaan input, terutama di desa pangan. Kenaikan harga input berdampak

negatif terhadap produksi, terutama di desa pangan padi. Hal yang sama, kenaikan

penggunaan tenaga kerja keluarga yang diiringi dengan kenaikan harga input dan

output mempunyai dampak positif terhadap produktivitas usahatani dan

pendapatan rumahtangga petani terutama di desa pangan padi. Di desa kebun,

kenaikan investasi alat-alat pertanian berdampak positif terhadap produksi kebun

dan pendapatan total.

2.3.2.2. Rumahtangga Industri Kecil dan Menengah

Pakasi dan Sinaga (1999) juga telah melakukan studi aktivitas ekonomi

rumahtangga industri kecil alkohol di Kabupaten Minahasa dalam kaitannya

dengan dampak kebijakan harga input dan output. Penelitian dilakukan dengan

metode survei terhadap 50 rumahtangga di empat desa yang telah ditetapkan

secara purposive. Model ekonomi rumahtangga diestimasi menggunakan metode 2SLS karena semua persamaan-persamaan terindikasi sebagai over identified. Analisis simulasi yang diterapkan merupakan simulasi kebijakan peningkatan

harga bahan baku, kenaikan upah, kenaikan harga BBM, kenaikan harga bahan

lain dan kenaikan harga alkohol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat

keterkaitan yang erat antara aspek produksi, pendapatan dan konsumsi

rumahtangga industri kecil alkohol nira aren. Kenaikan jumlah produksi berdampak terhadap meningkatnya pendapatan yang pada akhirnya akan

(48)

masih meningkatkan produksi, pendapatan dan konsumsi serta kesejahteraan

rumahtangga industri kecil alkohol nira aren.

2.3.2.3. Rumahtangga Nelayan

Pada komoditas perikanan, Muhammad (2002) telah melakukan studi

ekonomi rumahtangga nelayan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Jawa

Timur yang disertai dengan suatu analisis simulasi kebijakan. Sebanyak 120

contoh unit armada penangkapan ikan dipergunakan sebagai responden dengan

metoda estimasi 2SLS. Simulasi perubahan kebijakan dan non kebijakan meliputi

perubahan harga BBM, pengembangan teknologi, perubahan harga ikan dan

curahan kerja non melaut, pengaturan bagi hasil, pengembangan usaha dan

industri perikanan ZEE 200 mil, dan perubahan daerah penangkapan ikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan produksi sangat ditentukan

oleh ukuran asset kapal, daerah penangkapan ikan, frekuensi melaut serta

produktivitas wilayah penangkapan ikan. Harga BBM dan peluang kerja non

perikanan berhubungan negatif dengan produksi ikan, sedangkan status

sumberdaya, teknologi, pelabuhan, ukuran kapal, kegiatan agro industri, kredit

dan mutu sumberdaya manusia berhubungan positif dengan produksi ikan dan

pendapatan nelayan. Pendapatan rumahtangga nelayan terutama ditentukan oleh

jumlah hasil tangkapan melaut, dimana pengaruh perubahan harga ikan dan status

sumberdaya terhadap penerimaan nelayan cukup rendah. Dampak kebijakan kenaikan harga BBM menunjukkan penurunan produksi ikan dan pendapatan

nelayan. Peningkatan pendapatan nelayan dalam menghadapi kenaikan harga

BBM memerlukan kombinasi kebijakan yang terpadu, diantaranya penyediaan

(49)

teknologi ramah lingkungan, pelayanan pelabuhan, peningkatan pendapatan non

melaut, perbaikan harga ikan dan perluasan daerah penangkapan ikan.

Penelitian yang diajukan kali ini mempunyai keunikan tersendiri karena

model ekonomi rumahtangga petani yang terintegrasi antara tanaman pangan

(padi) dan usaha peternakan belum pernah dilakukan. Bentuk-bentuk usaha sistem

integrasi ini sudah banyak dilakukan oleh petani di Indonesia, namun keterkaitan

antara penggunaan satu output menjadi input dari usahatani yang lain masih

belum banyak dilakukan analisis ekonominya. Hal ini sangat penting mengingat

salah satu keluaran dari kegiatan ini adalah suatu model ekonomi rumahtangga

petani padi dan sapi dalam suatu pendekatan kesisteman. Kebijakan yang akan diterapkan harus mempertimbangkan faktor-faktor yang akan mempengaruhi

(50)

3.1. Kerangka Konseptual

Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk

memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan

kesuburan lahan melalui siklus dari sawah, jerami, sapi, pupuk organik dan

kembali ke sawah lagi (Haryanto et al., 1999). Hal ini berkaitan dengan adanya jerami padi yang berlimpah setiap kali musim panen dan dapat digunakan sebagai

sumber pakan sapi. Untuk memanfaatkan potensi pakan berserat tersebut, perlu

dikembangkan inovasi teknologi peningkatan kualitas nutrisi jerami padi. Sapi

berfungsi sebagai alat penghasil bahan dasar pupuk organik yang akan

dipergunakan untuk menjaga kelestarian kesuburan lahan persawahan. Dengan

demikian pada satu kawasan persawahan dapat menghasilkan padi sebagai produk

utama, susu atau daging sebagai hasil usaha peternakan, dan pupuk organik

sebagai hasil samping usaha peternakan. Hal tersebut dalam suatu sistem

usahatani secara rinci disajikan pada Gambar 2.

Produksi jerami padi dapat mencapai 6-8 ton per hektar per panen,

meskipun bervariasi tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman padi yang

digunakan. Jerami padi yang dihasilkan ini dapat digunakan sebagai pakan sapi

dewasa sebanyak 2-3 ekor sepanjang tahun. Wilayah yang mampu panen 2 kali

setahun dapat menunjang kebutuhan pakan berserat untuk 4-6 ekor sapi.

Disamping jerami padi, dapat pula digunakan dedak padi sebagai salah satu

(51)

Gambar 2. Tahapan Produksi dan Pasar Sistem Integrasi Tanaman-Ternak

Untuk meningkatkan kualitas nutrisi jerami padi perlu dilakukan proses

fermentasi terbuka selama 21 hari. Hal ini dilakukan dengan menggunakan

probiotik sebagai pemacu proses degradasi komponen serat dalam jerami padi

sehingga akan lebih mudah dicerna oleh ternak. Proses fermentasi terbuka ini

dilakukan pada tempat yang terlindung dari hujan maupun sinar matahari

langsung. Pemanfaatan jerami padi dapat dilakukan sepanjang tahun dan lebih

efisien dalam pemanfaatan waktu dan tenaga kerja (Haryanto et al., 2002).

Dari sisi pemanfaatan kotoran ternak sebagai bahan pupuk organik, seekor

sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8-10 kg setiap hari. Apabila kotoran

sapi ini diproses menjadi pupuk organik diharapkan dapat menghasilkan 4-5 kg

per hari. Dengan demikian, pada luasan sawah satu hektar diharapkan mampu Jerami Padi Ternak

Kompos

Padi

Gambar

Gambar 1. Aliran Barang dan Jasa dalam Suatu Usahatani
Gambar 2. Tahapan Produksi dan Pasar Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Gambar 3. Tingkat Kepuasan Anggota Rumahtangga
Gambar 4. Hubungan Tingkat Upah dengan Efek Pendapatan dan Substitusi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apabila klien merasa prototype sistem yang telah dikembangkan sesuai dengan keinginannya maka prototype tersebut dapat digunakan, akan tetapi jika prototype tersebut

Dari wawancara di atas terkait pencapai tujuan mengenai Kurun waktu yang merupakan waktu yang di janjikan dalam menyelesaikan pekerjaan dan sasaran. Bahwa pengawai

Prosedur dalam penelitian ini terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap penyusunan perangkat pembelajaran IPS yang meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), LKS

Akan tetapi dari kedua kesenian budaya ini, yang lebih diminati oleh warga Dusun Sumber yakni kesenian budaya bantengan yang di kenal dengan Tri manunggal jati yang saat

[r]

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan rumah kasa dapat mengurangi serangan hama sehingga biaya insektisida dapat dikurangi sebesar 73,19% dengan produksi lebih

[r]