KAJIAN INTERAKSI OBAT PADA PERESEPAN PASIEN
TUBERKULOSIS DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT
PANTI NUGROHO YOGYAKARTA PERIODE JANUARI 2015-JUNI 2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Anastasia Sari Sulistyowati NIM : 138114076
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
KAJIAN INTERAKSI OBAT PADA PERESEPAN PASIEN
TUBERKULOSIS DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT
PANTI NUGROHO YOGYAKARTA PERIODE JANUARI 2015-JUNI 2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Anastasia Sari Sulistyowati NIM : 138114076
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
vii
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan kepada:
Yesus Kristus yang selalu memberikan berkat di setiap langkah kehidupanku,
Keluarga ku tercinta Bapak, Ibu, Kakak dan Adikku yang selalu mendoakan, mendukung dan mengasihiku,
viii
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Interaksi Obat pada Peresepan Pasien Tuberkulosis di Instalasi Rawat Jalan Rumah
Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Januari 2015-Juni 2016” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt selaku pembimbing utama yang telah membimbing dan telah bersedia memberikan waktu, dukungan, semangat, kritik dan saran selama proses penyusunan proposal hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Ibu Dr. Rita Suhadi, M.Si., Apt dan Putu Dyana Christasani, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan arahan selama proses penyelesaikan penulisan skripsi ini.
1. Bapak F. Dika Octa sebagai DPA FSM B yang selalu mendukung, dan membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama perkuliahan di Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta. 3. Direktur Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta yang telah memberikan
ijin untuk melakukan penelitian serta Pihak Rumah Sakit yang telah membantu selama pengambilan data.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
PRAKATA ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
ABSTRACT ... xiii
ABSTRAK ... xiv
PENDAHULUAN ... 1
METODE PENELITIAN ... 2
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 3
Karakteristik Pasien Tuberkulosis ... 3
Gambaran Peresepan Pasien Tuberkulosis ... 4
Kajian Interaksi Obat ... 5
KESIMPULAN ... 12
DAFTAR PUSTAKA ... 13
LAMPIRAN ... 15
xi
DAFTAR TABEL
Tabel I. Karakteristik Pasien Tuberkulosis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Januari 2015-Juni 2016 ... 4
Tabel II. Gambaran Peresepan Pasien Tuberkulosis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Januari 2015-Juni 2016 ... 5
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Ethical Clearance ... 16
Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Januari 2015-Juni 2016 ... 17
xiii
ABSTRACT
Treatments of tuberculosis patients are given some anti tuberculosis drugs with or without other drugs adjusted to the diagnosis of the patient’s condition, the adduction of more than one drug can cause drug interactions. The purpose of this study is to identify the prescribing representations of the ammount of drugs and the type of anti tuberculosis drugs as well as evaluating drug interactions based on pharmacokinetic, pharmacodynamic and categories of clinical significance in patients with tuberculosis in the Outpatient Instalation at Panti Nugroho Hospital Yogyakarta January 2015-June 2016. This research is an evaluative descriptive study with retrospective data from medical records. Results showed that 69 patients met the inclusion criteria, the most use of drugs amount in each prescription consists of 3 drug (42%) and anti tuberculosis drugs Fixed Dose Combination (FDC) rifampicin and isoniazid 62.3%. There are 14 cases of mechanism interaction based on pharmacokinetic and 4 cases based on pharmacodynamic. There are interactions based on the category of serious clinical significant with 3 cases, significant with 10 cases and minor with 4 cases.
xiv
ABSTRAK
Pengobatan pasien tuberkulosis diberikan beberapa jenis obat anti tuberkulosis dengan atau tanpa obat lain disesuaikan dengan diagnosis kondisi pasien, pemberian obat lebih dari satu dapat menyebabkan terjadinya interaksi obat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran peresepan meliputi jumlah obat dan jenis obat anti tuberkulosis dan mengevaluasi interaksi obat farmakokinetik, farmakodinamik serta kategori signifikansi klinis pada pasien tuberkulosis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Januari 2015-Juni 2016. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif evaluatif dengan pengambilan data secara retrospektif melalui data rekam medis. Hasil penelitian menunjukkan dari 69 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, penggunaan jumlah obat terbanyak pada tiap peresepan yaitu berjumlah 3 obat (42%) dan jenis sediaan obat anti tuberkulosis Kombinasi Dosis Tunggal (KDT) rifampisin dan isoniazid 62,3%. Interaksi berdasarkan mekanisme farmakokinetik terdapat 14 kasus dan farmakodinamik terdapat 4 kasus. Interaksi berdasarkan kategori signifikansi klinis serius terdapat 3 kasus, signifikan terdapat 10 kasus dan minor terdapat 4 kasus.
1
PENDAHULUAN
Pengobatan pada pasien tuberkulosis diberikan beberapa jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang terdiri dari isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol dan streptomisin (Kementerian Kesehatan RI, 2014) disertai dengan obat lain yang disesuaikan dengan diagnosis kondisi pasien, pemberian obat lebih dari satu dan penggunaan secara kombinasi atau bersamaan dapat menyebabkan terjadinya interaksi obat. Tiga dari obat anti tuberkulosis yaitu rifampisin, isoniazid, pirazinamid saat berinteraksi satu sama lain maupun dengan obat lain berpotensi menyebabkan hepatotoksik yang dimetabolisme di hati (Arbex et al., 2010).
Interaksi obat terjadi ketika efek satu obat diubah oleh kehadiran obat lain (Baxter, 2010). Efek-efeknya dapat meningkatkan, mengurangi aktivitas atau menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki sebelumnya, hal ini perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan. Interaksi obat bisa menguntungkan maupun merugikan. Apoteker memiliki peran penting dalam mencegah, mendeteksi dan melaporkan efek samping termasuk akibat interaksi obat (Syamsudin, 2011). Beberapa laporan studi menyebutkan bahwa proporsi interaksi obat dengan obat lain antara 2,2% sampai 30% terjadi pada rawat inap dan 9,2% sampai 70,3% terjadi pada rawat jalan (Gitawati, 2008). Menurut Penelitian Rahmawati et al. (2006), interaksi obat di Rumah Sakit Pendidikan Dr.Sardjito Yogyakarta bagian Rawat Jalan ditemukan 128 interaksi obat terdiri dari 47 kasus interaksi obat dengan obat yaitu interaksi obat yang sering berinteraksi antara lain fenitoin, fenobarbital, isoniazid dan rifampisin. Berdasarkan penelitian Kurnianingsih et al. (2010), pengobatan tuberkulosis pada pasien Rawat Jalan di RSUD Kardinah Kota Tegal terdapat kejadian interaksi obat antar OAT yaitu kasus interaksi antara isoniazid dengan rifampisin (56,23%) dan rifampisin dengan pirazinamid (43,77%) sedangkan interaksi OAT dengan obat lain yaitu kasus interaksi antara isoniazid dengan aluminium hidroksida (9,26), isoniazid dengan kortikosteroid (33,3%), isoniazid dengan diazepam (5,56%), rifampisin dengan kortikosteroid (33,3%), rifampisin dengan diazepam (5,56%), rifampisin dengan ketokonazol (1,85%), rifampisin dengan glimepirid (7,41%), dan etambutol dengan aluminium hidroksida (3,70%).
2
mengenai Kajian Interaksi Obat pada Peresepan Pasien Tuberkulosis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta sebelumnya belum pernah dilakukan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran peresepan meliputi jumlah obat dan jenis OAT dan mengevaluasi interaksi obat berdasarkan jenis mekanisme farmakokinetik dan farmakodinamik serta kategori signifikansi klinis pada peresepan pasien tuberkulosis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta periode Januari 2015-Juni 2016.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif evaluatif dengan pengambilan data secara retrospektif menggunakan data rekam medis pasien. Pengambilan data penelitian dilakukan pada bulan Oktober-Desember 2016 di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta. Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta dengan nomor 261/C.16/FK/2016.
Tata cara penelitian dimulai dari tahap orientasi, pada tahap ini peneliti melakukan survei ke Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta untuk mendapatkan informasi mengenai tata cara pengambilan data dan perizinan penelitian. Kemudian tahap penentuan subyek, pada tahap ini peneliti mencari informasi mengenai jumlah pasien untuk mengetahui cara pengambilan data subyek penelitian. Selanjutnya tahap pengambilan data, pada tahap ini peneliti mengakses data melalui data rekam medis pasien, lalu dilakukan validasi data rekam medis dengan resep sehingga data yang didapatkan adalah valid.
Subyek penelitian ini adalah data populasi dari 144 rekam medis pasien tuberkulosis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta periode Januari 2015-Juni 2016. Kriteria inklusi penelitian ini yaitu pasien tuberkulosis seluruh usia baik laki-laki maupun perempuan yang terdiagnosis tuberkulosis paru maupun ekstra paru di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta periode Januari 2015-Juni 2016 yang menerima peresepan OAT dengan atau tanpa obat lain. Jumlah data rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi diperoleh 69 rekam medis. Kriteria eksklusi penelitan ini yaitu rekam medis yang tidak lengkap.
3
yang tablet OAT nya masih tunggal dari setiap jenis OAT digunakan untuk paduan pengobatan tuberkulosis dan jenis sediaan paket OAT KDT merupakan paket OAT yang dalam setiap tablet OAT nya telah ada seluruh/beberapa jenis OAT yang digunakan untuk paduan pengobatan tuberkulosis dalam tiap peresepan. Interaksi obat yang akan dikaji dalam penelitian ini merupakan efek antar OAT dan OAT dengan obat lain yaitu dilihat berdasarkan interaksi antar zat aktif OAT dan komposisi zat aktif dari obat lain (nama dagang) yang diberikan secara kombinasi atau bersamaan yang memberikan efek menguntungkan maupun tidak menguntungkan dikaji berdasarkan Medscape Drug Interaction Checker (2016). Interaksi menguntungkan yaitu penggunaan kedua obat berpotensi berinteraksi yang sengaja direkomendasikan berdasarkan Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis Kementerian Kesehatan RI (2014) untuk mencegah perkembangan resistensi maupun menangani efek samping obat dan interaksi tidak menguntungkan adalah penggunaan kedua obat berpotensi berinteraksi yang tidak direkomendasikan berdasarkan Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis Kementerian Kesehatan RI (2014) yaitu terjadi peningkatan kadar plasma obat sehingga menyebabkan toksisitas maupun menurunkan efikasi obat.
Rekam medis yang digunakan diakses melalui Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM RS) meliputi catatan data medis pasien yaitu tanggal pengobatan, usia, jenis kelamin, diagnosis, jenis, jumlah dan regimen dosis.
Hasil data rekam medis pasien tuberkulosis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta periode Januari 2015-Juni 2016 yang telah diperoleh dianalisis meliputi gambaran peresepan yaitu jumlah obat dan jenis OAT dan evaluasi interaksi obat berdasarkan jenis mekanisme farmakokinetik dan farmakodimanik serta kategori signifikansi klinis yang dikaji menggunakan literatur utama Medscape (2016) dan diolah dengan menghitung persentase dari jumlah pasien tiap kasus dibagi dengan total pasien lalu dikali 100%. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel disertai pembahasan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Pasien Tuberkulosis
4
perempuan (50,7%). Penderita tuberkulosis yang berjenis kelamin perempuan maupun laki-laki memiliki risiko yang sama menderita tuberkulosis, namun risiko menderita tuberkulosis pada laki-laki meningkat setiap dekade kehidupan akibat faktor risiko rokok (Dipiro et al., 2008). Distribusi pasien tuberkulosis usia 15-64 tahun memiliki persentase tertinggi sebesar 60,9%, hal ini sesuai dengan Kementerian Kesehatan RI (2014) yaitu sekitar 75% pasien tuberkulosis merupakan kelompok usia yang paling produktif (15-50 tahun).
Tabel I. Karakteristik Pasien Tuberkulosis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Januari 2015-Juni 2016
Karakteristik Jumlah Pasien (n=69) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 34 49,3
Perempuan 35 50,7
Usia (tahun)
<15 19 27,5
15-64 42 60,9
≥65 8 11,6
Gambaran Peresepan Pasien Tuberkulosis
Pengobatan pasien tuberkulosis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta periode Januari 2015-Juni 2016 menerima OAT dengan atau tanpa obat lain. Pemberian obat lain digunakan untuk mengatasi gejala yang ditimbulkan atau disesuaikan dengan diagnosis kondisi pasien. Berdasarkan Tabel II, penggunaan OAT dengan atau tanpa obat lain pada peresepan pasien tuberkulosis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta periode Januari 2015-Juni 2016 yang menerima obat berjumlah 3 memiliki persentase tertinggi sebesar 42%. Banyak sedikitnya jumlah obat yang diberikan dalam tiap peresepan dapat mempengaruhi jumlah kasus interaksi obat (Rambhade et al., 2012).
5
OAT kombipak yang diberikan dalam bentuk tunggal dengan jumlah yang banyak menyebabkan ketidakteraturan pasien dalam meminum obat.
Tabel II. Gambaran Peresepan Pasien Tuberkulosis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Januari 2015-Juni 2016
Gambaran Peresepan
Jumlah Pasien
(n=69) Persentase (%) Jumlah Obat Tiap
Peresepan
Jumlah OAT/Obat Lain
OAT Obat Lain
2 1 1 1 1,4
2 - 9 13,0
3 2 1 25 36,2
3 - 4 5,8
4 2 2 9 13,0
4 - 2 2,9
5 2 3 5 7,2
4 1 5 7,2
6 4 2 5 7,2
7 4 3 2 2,9
8 2 6 1 1,4
5 3 1 1,4
Jenis OAT
Sediaan Kombipak
H 1 1,4
RH 6 8,7
HRZE 1 1,4
Sediaan KDT (Kombinasi Dosis Tunggal)
HRZE 13 18,8
RH 43 62,3
HRZE+S 1 1,4
HRZ 4 5,8
*) Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E), Streptomisin (S)
Kajian Interaksi Obat
6
menyebabkan kerusakan organ dan minor menimbulkan efek yang ringan (Syamsudin, 2011).
Banyak obat yang dimetabolisme di hati. Induksi terhadap sistem enzim mikrosomonal (sitokrom P450 isoenzim) hati oleh salah satu obat dapat menyebabkan perubahan kecepatan metabolisme obat lainnya secara bertahap, sehingga menyebabkan rendahnya kadar plasma dan mengurangi efek obat. Sebaliknya saat suatu obat menghambat metabolisme obat lain, akan terjadi peningkatan kadar plasma sehingga menghasilkan peningkatan efek dan risiko (BPOM, 2015).
Tabel III. Interaksi Obat pada Peresepan Pasien Tuberkulosis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Januari 2015-Juni 2016
No Jenis Interaksi Obat
Signifikansi Klinis
Mekanisme Interaksi
Dampak
Interaksi ∑
Se Sig M FK FD TS + -
Antar OAT
1. Isoniazid-Pirazinamid √ √ √ 19
2. Rifampisin-Isoniazid √ √ √ 68
3. Rifampisin-Pirazinamid √ √ √ 19
4. Rifampisin-Streptomisin √ √ √ 1
OAT-Obat Lain
5. Isoniazid-Vitamin B6 √ √ √ 48
6. Isoniazid-Siproheptadin √ √ 3
7. Isoniazid-Kodein √ √ √ 1
8. Isoniazid-Amiodaron √ √ √ 1
9. Isoniazid-Parasetamol √ √ √ 1
10. Isoniazid-Aminofilin √ √ √ 1
11. Isoniazid-Prednisolon √ √ √ 1
12. Isoniazid-Lansoprasol √ √ √ 1
13. Rifampisin-Amiodaron √ √ √ 1
14. Rifampisin-Valsartan √ √ √ 1
15. Rifampisin-Pantoprasol √ √ √ 1
16. Rifampisin-Parasetamol √ √ √ 1
17. Rifampisin-Prednisolon √ √ √ 1
18. Rifampisin-Aminofilin √ √ √ 1
19. Rifampisin-Lansoprasol √ √ √ 1
*) Se = Serius, Sig = Signifikan, M = Minor, FK = Farmakokinetik, FD = Farmakodinamik, TS = Tidak Spesifik, (+) = Interaksi Menguntungkan, (-) = Interaksi Tidak Menguntungkan
Berdasarkan Tabel III, interaksi obat antar OAT dan interaksi OAT dengan obat lain akan dibahas sebagai berikut:
A. Interaksi yang menguntungkan
7
rifampisin dengan streptomisin. Penggunaan kombinasi kedua obat ini direkomendasikan untuk mencegah terjadinya resistensi kuman Mycobacterium tuberculosis terhadap obat. Selain itu, interaksi menguntungkan antara OAT dengan obat lain terdiri dari isoniazid dengan vitamin B6. Penggunaan vitamin B6 direkomendasikan untuk menangani efek samping ringan OAT seperti kesemutan dan rasa terbakar di telapak kaki atau tangan yang disebabkan oleh penggunaan isoniazid (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Walaupun interaksi obat yang menguntungkan ini termasuk dalam interaksi yang diharapkan atau sengaja diberikan dalam terapi tuberkulosis namun efek interaksi kedua obat dapat meningkatkan risiko toksisitas seperti pemberian kombinasi OAT yang dapat meningkatkan risiko hepatotoksisitas sehingga perlu dilakukan monitoring fungsi hati. 1. Interaksi obat antara isoniazid dengan pirazinamid dapat meningkatkan toksisitas yang
lain dengan sinergisme farmakodinamik menyebabkan adiktif hepatotoksisitas. Interaksi isoniazid dengan pirazinamid termasuk dalam jenis interaksi farmakodinamik sinergisme dengan kategori signifikansi klinis minor, penggunaan kedua obat ini dapat diberikan karena efek yang dihasilkan ringan dan pengobatan tambahan tidak diperlukan. Namun diperlukan monitoring fungsi hati terutama pada pasien dengan gangguan fungsi hati (Medscape, 2016).
2. Rifampisin meningkatkan toksisitas isoniazid dengan peningkatan metabolisme menjadi metabolit yang bersifat hepatotoksik (Medscape, 2016). Rifampisin menginduksi isoniazid hidrolase dengan meningkatkan produksi hidrazin yang bersifat hepatotoksik ketika rifampisin dikombinasikan dengan isoniazid sehingga risiko hepatotoksisitas lebih tinggi ketika diberikan secara bersamaan dibandingkan saat diberikan secara individu (Tostmann et al., 2007). Interaksi rifampisin dengan isoniazid termasuk dalam jenis interaksi farmakokinetik tahap metabolisme dengan kategori signifikansi klinis serius yaitu menimbulkan efek yang berpotensial membahayakan individu atau dapat mengakibatkan kerusakan yang permanen (Medscape, 2016), sehingga perlu dilakukan monitoring fungsi hati setiap bulan terutama bagi penderita penyakit hati atau dilakukan penghentian salah satu atau kedua obat (Anonim, 2017).
8
kedua obat ini dapat berpotensial membahayakan individu (Medscape, 2016), oleh karena itu perlu dilakukan monitoring fungsi hati setiap bulan terutama bagi penderita penyakit hati. Serum transaminase dan bilirubin harus diukur pada 2, 4, 6 dan 8 minggu pengobatan. Terapi ini tidak dilanjutkan kembali ketika tingkat transaminase lebih dari 5x diatas batas normal jika disertai dengan gejala hepatitis atau jika serum bilirubin lebih besar dari kisaran normal serta terjadi tanda dan gejala seperti demam, ruam, anoreksia, mual, muntah, nyeri kuadran kanan atas, urin berwarna gelap dan penyakit kuning. Penggunaan kedua obat ini tidak disarankan pada pasien dengan penyakit hati dan mengkonsumsi alkohol secara berlebihan. Jika rifampisin dan pirazinamid diresepkan, dosis pirazinamid sebaiknya tidak lebih dari 20 mg/kg/hari (maksimal 2 g/hari) atau 50 mg/kg 2x seminggu (Anonim, 2017).
4. Interaksi antara rifampisin dengan streptomisin yaitu rifampisin akan menurunkan efek streptomisin melalui mekanisme effluks transporter P-Glikoprotein. Interaksi ini termasuk dalam jenis interaksi farmakokinetik dalam tahap ekskresi dengan kategori signifikansi klinis signifikan yang dapat menimbulkan efek sedang, penggunaan kedua obat perlu dilakukan monitoring (Medscape, 2016).
5. Interaksi antara isoniazid dengan vitamin B6 yaitu isoniazid menurunkan efek vitamin B6 jika penggunaan dosis INH >10 mg/kg/hari dan supplemen vitamin B6 50-100 mg /hari. Mekanisme interaksi isoniazid dengan vitamin B6 tidak spesifik sehingga tidak dapat dikategorikan dalam mekanisme farmakokinetik maupun farmakodinamik, interaksi isoniazid dan vitamin B6 termasuk dalam kategori signifikansi klinis minor sehingga penggunaan kedua obat ini dapat diberikan karena efek yang dihasilkan ringan, oleh karena itu terapi tambahan tidak diperlukan (Medscape, 2016).
B. Interaksi yang tidak menguntungkan
Interaksi yang tidak menguntungkan terdiri dari interaksi antara isoniazid dengan obat lain seperti siproheptadin, parasetamol, kodein, amiodaron, aminofilin, prednisolon, lansoprasol dan interaksi rifampisin dengan obat lain seperti amiodaron, valsartan, parasetamol, pantoprasol, prednisolon, aminofilin dan lansoprasol yang dapat menyebabkan peningkatan kadar plasma obat dan simtom toksisitas serta penurunan efek obat.
9
signifikansi klinis signifikan, penggunaan kedua obat ini perlu dilakukan monitoring (Medscape, 2016).
7. Interaksi antara isoniazid dengan kodein yaitu isoniazid menurunkan efek kodein dengan mempengaruhi metabolisme hati enzim CYP2D6. Interaksi isoniazid dengan kodein termasuk dalam jenis interaksi farmakokinetik pada tahap metabolisme dengan kategori signifikansi klinis signifikan, penggunaan kedua obat ini perlu dilakukan monitoring (Medscape, 2016).
8. Interaksi antara isoniazid dengan amiodaron yaitu isoniazid meningkatkan efek dari amiodaron dengan mempengaruhi metabolisme hati/usus enzim CYP3A4. Interaksi isonazid dengan amiodaron termasuk dalam jenis interaksi farmakokinetik tahap metabolisme dengan kategori signifikansi klinis signifikan, penggunaan kedua obat ini perlu dilakukan monitoring (Medscape, 2016).
9. Isoniazid merupakan penginduksi enzim metabolisme CYP2E1 dan parasetamol substrat enzim metabolisme CYP2E1 (Tatro, 2007), isoniazid dapat meningkatkan toksisitas parasetamol dengan peningkatan enzim metabolisme CYP2E1 di hati (Medscape, 2016) menghasilkan metabolit reaktif yaitu N-acetyl-p-benzoquinone imine (NAPQI) yang dieksresikan di urin, produksi metabolit hepatotoksik meningkat
melebihi kemampuan glutation dalam mendetoksifikasi sehingga metabolit tersebut bereaksi dengan sel hati dan menimbulkan efek hepatotoksik (Chun et al., 2009). Interaksi isoniazid dengan parasetamol termasuk dalam jenis interaksi farmakokinetik tahap metabolisme dengan kategori signifikansi klinis signifikan yang dapat menimbulkan efek sedang (Medscape, 2016), oleh karena itu dianjurkan mengganti parasetamol dengan aspirin atau NSAID lain dan diperlukan adanya monitoring fungsi hati terutama pada penderita penyakit hati (DepKes RI, 2005).
10. Interaksi antara isoniazid dengan aminofilin yaitu isoniazid akan meningkatkan efek teofilin dengan mempengaruhi metabolisme hati enzim CYP1A2 dan CYP3A4. Interaksi isoniazid dengan aminofilin termasuk dalam jenis interaksi farmakokinetik tahap metabolisme dengan kategori signifikansi klinis signifikan, penggunaan kedua obat ini perlu dilakukan monitoring (Medscape, 2016).
10
tahap metabolisme dengan kategori signifikansi klinis signifikan, penggunaan kedua obat ini perlu dilakukan monitoring (Medscape, 2016).
12. Isoniazid merupakan inhibitor enzim metabolisme CYP2C19 dan lansoprasol substrat enzim metabolisme CYP2C19 (Departemen of Medicine Indiana University, 2009), isoniazid dapat meningkatkan efek dari lansoprasol dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP2C19 di hati. Interaksi isoniazid dengan lansoprasol termasuk dalam jenis interaksi farmakokinetik tahap metabolisme dengan kategori signifikansi klinis signifikan yang dapat menimbulkan efek sedang, penggunaan kedua obat perlu dilakukan monitoring (Medscape, 2016).
13. Interaksi antara rifampisin dengan amiodaron yaitu rifampisin menurunkan efek dari amiodaron dengan mempengaruhi metabolisme hati/usus enzim CYP3A4. Interaksi rifampisin dengan amiodaron termasuk dalam jenis interaksi farmakokinetik tahap metabolisme dengan kategori signifikansi klinis serius, penggunaan kedua obat ini diperlukan alternatif obat lain (Medscape, 2016).
14. Rifampisin merupakan inhibitor transporter OATP1B1 dan valsartan substrat transporter OATP1B1 di hati sehingga rifampisin dapat meningkatkan efek dari valsartan (Anonim, 2017). Interaksi rifampisin dengan valsartan termasuk dalam jenis interaksi farmakodinamik dengan kategori signifikansi klinis signifikan yang dapat menimbulkan efek sedang (Medscape, 2016), penggunaan kedua obat perlu dilakukan monitoring tekanan darah, penghentian atau perubahan dosis rifampisin dan penyesuaian dosis valsartan (Anonim, 2017).
15. Interaksi antara rifampisin dengan pantoprasol yaitu rifampisin akan menurunkan efek dari pantoprasol dengan mempengaruhi metabolisme hati enzim CYP2C19. Interaksi rifampisin dengan pantoprasol termasuk dalam jenis interaksi farmakokinetik tahap metabolisme dengan kategori signifikansi klinis signifikan, penggunaan kedua obat ini perlu dilakukan monitoring (Medscape, 2016).
11
parasetamol termasuk dalam jenis interaksi farmakokinetik tahap metabolisme dengan kategori signifikansi klinis minor sehingga penggunaan kedua obat ini dapat diberikan, namun tetap dilakukan monitoring fungsi hati terutama pada pasien dengan gangguan fungsi hati (Medscape, 2016).
17. Interaksi antara rifampisin dengan prednisolon yaitu rifampisin dapat menurunkan efek dari prednisolon dengan mempengaruhi metabolisme hati/usus enzim CYP3A4. Interaksi rifampisin dengan prednisolon termasuk dalam jenis interaksi farmakokinetik tahap metabolisme dengan kategori signifikansi klinis serius, oleh karena itu diperlukan alternatif obat lain (Medscape, 2016).
18. Interaksi rifampisin dengan aminofilin yaitu rifampisin dapat menurunkan efek dari aminofilin dengan mempengaruhi metabolisme hati/usus enzim CYP3A4. Interaksi rifampisin dengan aminofilin termasuk dalam jenis interaksi farmakokinetik dalam tahap metabolisme dengan kategori signifikansi klinis serius, oleh karena itu diperlukan alternatif obat lain (Medscape, 2016)
19. Rifampisin penginduksi enzim metabolisme CYP2C19 dan lansoprasol substrat enzim metabolisme CYP2C19 (Tatro, 2007), rifampisin dapat menurunkan efek dari lansoprasol dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP2C19 di hati. Interaksi rifampisin dengan lansoprasol termasuk dalam jenis interaksi farmakokinetik tahap metabolisme dengan kategori signifikansi klinis minor sehingga penggunaan kedua obat ini dapat diberikan karena efek yang dihasilkan ringan, oleh karena itu pengobatan tambahan tidak diperlukan (Medscape, 2016).
Penatalaksanaan interaksi obat dapat dilakukan dengan mencegah kombinasi obat secara keseluruhan, penggunaan alternatif obat lain yang tidak berinteraksi dengan obat lainnya, menjarakkan waktu pemberian obat, jika kombinasi suatu obat harus diberikan maka dapat dilakukan monitoring laboratorium atau klinis sehingga dapat dilakukan penyesuaian dosis atau penghentian penggunaan obat, memberikan informasi tentang faktor risiko pasien yang meningkatkan risiko outcome negatif, meningkatkan skrining peresepan (Syamsudin, 2011).
12
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian mengenai Kajian Interaksi Obat pada Peresepan Pasien Tuberkulosis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Januari 2015-Juni 2016 dapat disimpulkan bahwa:
1. Jumlah obat terbanyak pada tiap peresepan yaitu berjumlah 3 obat (42%) dan jenis sediaan OAT KDT RH (62,3%).
2. Interaksi obat berdasarkan mekanisme farmakokinetik terdapat 14 kasus dan farmakodinamik 4 kasus. Interaksi obat berdasarkan kategori signifikansi klinis serius terdapat 3 kasus interaksi antara rifampisin dengan obat lain yaitu amiodaron, prednisolon, aminofilin, kategori signifikansi klinis signifikan terdapat 10 kasus interaksi antara isoniazid dengan obat lain yaitu siproheptadin, kodein, amiodaron, parasetamol, aminofilin, prednisolon, lansoprasol dan interaksi antara rifampisin dengan streptomisin, valsartan, pantoprasol dan kategori signifikansi klinis minor terdapat 4 kasus interaksi antara isoniazid dengan pirazinamid, vitamin B6 dan rifampisin dengan obat lain yaitu parasetamol, lansoprasol.
13
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2017. Drug Interaction Checker (Online),
https://www.drugs.com/drug_interactions.html, Multum Information Services,
Inc, diakses pada tanggal 3 Januari 2017.
Arbex, M.A., Varella, M.C.L., Siqueira, H.R, and Mello, F.A.F., 2010. Antituberculosis drugs: Drug Interactions, Adverse Effects, and Use in Special Situations Part 1: First-Line Drugs, J Bras Pneumol, 36(5): 626-640.
Baxter, K., 2010. Stockley’s Drug Interactions, Ninth edition, Pharmaceutical Press, London, pp. 1, 3, 9.
BPOM, 2015. Interaksi Obat, http://pionas.pom.go.id/ioni/lampiran-1-interaksi-obat-0, diakses pada tanggal 2 Januari 2017.
Chun, L.J., Tong, M.J., Busuttil, R.W., and Hiatt, J.R., 2009. Acetaminophen Hepatotoxicity and Acute Liver Failure, J Clin Gastroenterol, 43:342-349.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis, Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 62.
Departemen of Medicine Indiana University, 2016.
http://medicine.iupui.edu/clinpharm/ddis/main-table, diakses tanggal 4 Januari 2017.
Dipiro, J.T., Talberta, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., and Posey, L.M., 2008. Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, 7th Edition, The McGraw-Hill
Companies, United State of America, p. 1840.
Gitawati, R., 2008. Interaksi Obat dan Beberapa Implikasinya, Media Litbang Kesehatan, Vol. XVIII No. 4, p. 175.
Kementerian Kesehatan RI, 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta, hal.1, 15-34.
Kurnianingsih, L., Sudirman, I., and Utaminingrum, W., 2010. Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Pengobatan Tuberkulosis pada Pasien Rawat Jalan di RSUD
Kardinah Kota Tegal Tahun 2009, JKI, 7(3): 50-58.
Medscape, 2016. Drug Interaction Checker (Online),
14
Rahmawati, F., Handayani, R., and Gosal, V., 2006. Kajian Retrospektif Interaksi Obat di Rumah Sakit Pendidikan Dr. Sardjito Yogyakarta, Majalah Farmasi Indonesia, hal.179.
Rambhade, S., Chakarborty, A., Shrisvastava, A., Patil, U.K., Rambhade, A., 2012. A Survey on Polypharmacy and Use of Inappropriate Medications, Toxicol Int, 19(1): 68-73.
Syamsudin, 2011. Interaksi Obat Konsep Dasar dan Klinis, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, hal.1-12.
Tatro and David, S., 2007. Drug Interaction Facts, Wolters Kluwer Health, United State of America, p.xxi-xxiv.
Tostmann, A., Boeree, M. J., Asrnoutse, R. E., Lange, W.C.M., Ven, A., and Dekhuijzen, R., 2007. Antituberculosis Drug-Induced Hepatotoxicity: Concise Up-To-Date Review, JGH, 23:192-202.
15
17
18
Lampiran 3. Data Peresepan Obat Pasien Tuberkulosis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Januari 2015-Juni 2016
No Tanggal Usia
(th) L/
P Diagnosis
Terapi Obat Jumlah
obat per RM
OAT Obat Lain
Jenis Regimen Jenis Regimen
1. 08/01/15 19 P TB Paru BTA
(+) OAT
lanjutan ke 4
Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu (24) Lechitin Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin B6 Vitamin B12 Vitamin E Nikotinamid (Verchitin) 300 mg 1,1 mg 1,4 mg 2 mg 3 mcg 3 mg 15 mg 1x1 tab (14)
3
2. 08/01/15 65 P TB Paru BTA
(+) OAT
intensif ke 1
Rifampisin Isoniazid Pirazinamid Etambutol (4 FDC) 150 mg 75 mg 400 mg 275 mg 1x3 tab (42)
Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurodex) Domperidon 100 mg 200 mg 250 mcg 1x1 tab (14)
10 mg 2x1 Tab (30)
6
3. 08/01/15 61 L TB Paru BTA
(-) OAT
lanjutan ke 9
Isoniazid
Rifampisin
300 mg 1x ½ tab (42)
1x450 mg (28)
Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Grahabion) 100 mg 200 mg 200 mg 1x1 tab (28)
3
4. 15/01/15 66 P TB Paru BTA
(+) OAT
lanjutan.ke 9 Rifampisin Isoniazid 450 mg 3x/minggu (12) 400 mg 3x/minggu (12) Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Grahabion) Ekstrak silybum marianum, Ekstrak curcuma 100 mg 200 mg 200 mg 1x1 tab (20)
87,5 mg
21 mg
19 xanthorrhiza, Oleum xanthoriza Ekstrak Fructus Schisandra (HepaQ) Vitamin B6 10 mg 7,5 mg
1x1 tab (20)
10 mg
3x/minggu (12)
5. 21/01/15 3 L TB dalam
terapi bulan ke 6
Isoniazid
Rifampisin
170 mg
mfla pulv dtd No.XXX
S 1 dd pulv 1
250 mg
Mfla pulv dtd No.XXX
S 1 dd pulv 1
Cetirizin Siproheptadin HCl (Heptasan) Ranitidin 2,5 mg ¼ tab
Mfla pulv dtd no.xxx S 1 dd pulv 1 malam
300 mg Tab No.X S 2 dd tab ½
5
6. 05/02/15 52 P TB Paru BTA
(+) OAT
lanjutan ke 9
Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Grahabion) 100 mg 200 mg 200 mg 1x1 tab (28)
3
7. 25/02/15 10 P KPTB Rifampisin
Isoniazid Pirazinamid (OAT paket anak initial terapi bulan 1)
75 mg 50 mg 150 mg
4 tab sekali
minum sehari
sekali (2 minggu)
- - 3
8. 16/03/15 2 L Kontrol TB
bulan ke 6
Rifampisin Isoniazid
(Rimactazid Paed tab XXX)
75 mg 50 mg 1x1 tab
- - 2
9. 02/04/15 62 L TB Paru OAT
lanjutan ke 6
20
(Neurodex) 1x1 tab (28)
10. 16/04/15 45 P TB OAT
Kategori 1 Rifampisin Isoniazid Pirazinamid Etambutol (4 FDC) 150 mg 75 mg 400 mg 275 mg 1x2 tab (28)
Lechitin Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin B6 Vitamin B12 Vitamin E Nikotinamid (Verchitin) 300 mg 1,1 mg 1,4 mg 2 mg 3 mcg 3 mg 15 mg 1x1 tab (14)
5
11. 22/04/15 6 P Kontrol KPTB
bulan ke 6
Rifampisin Isoniazid
(Paket OAT anak lanjutan)
75 mg 50 mg
S 3 tab sekali
minum sehari
sekali (30 hari)
- - 2
12. 03/06/15 5 L TB dalam
terapi bulan ke 6
Rifampisin Isoniazid
(OAT anak fase lanjutan No.X)
75 mg 50 mg
S 1 dd tab 2 pagi
- - 2
13. 04/06/15 24 P TB Paru OAT
lanjutan ke 8
Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu (4 minggu/24) Kodein Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurodex)
2x10 mg (10)
100 mg 200 mg 250 mcg 1x1 tab (28)
4
14. 08/06/15 64 L TB Paru aktif, RO (+), BTA (-) Rifampisin Isoniazid Pirazinamid Etambutol (4 FDC) 150 mg 75 mg 400 mg 275 mg 3 tab/hari
- - 4
15. 18/06/15 34 P TB Paru BTA
(+) OAT
intensif ke 2
Rifampisin Isoniazid Pirazinamid Etambutol (4 FDC) 150 mg 75 mg 400 mg 275 mg 3 tab/hari (42)
Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurodex) 100 mg 200 mg 250 mcg 1x1 tab (14)
21
Domperidon 10 mg
3x1 tab (10)
16. 25/06/15 4 L TB Ekstra
Paru OAT
lanjutan ke 9
Rifampisin
Isoniazid
1x150 mg (30)
100 mg
Vitamin B6 10 mg 3
17. 06/07/15 8 P Kontrol terapi
TB
Rifampisin Isoniazid
(OAT Fase
lanjutan No.90)
75 mg 50 mg
S 1 dd tab 3 pagi
- - 2
18. 15/07/15 7 L Kontrol KPTB
bulan terapi ke 6
Rifampisin Isoniazid
(Paket OAT anak tahap lanjutan)
75 mg 50 mg
S 3 tab sekali minum (30 hari)
Cetirizin syr fl 1 5mg/5ml OGB S cth 1 setiap malam sebelum tidur
3
19. 16/07/15 57 L TB Paru OAT
lanjutan ke 9
Rifampisin Isoniazid (2 FDC)
150 mg 150 mg
Tiap 4 tab
3x/minggu (48) Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurodex) 100 mg 200 mg 250 mcg 1x1 tab (28)
3
20. 16/07/15 57 P TB Paru OAT
lanjutan.ke 9 Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3 tab 3x/minggu (4 minggu=36) Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Grahabion) 100 mg 200 mg 200 mg 1x1 tab (28)
3
21. 24/07/15 8 L KPTB Rifampisin
Isoniazid
(OAT tahap
lanjutan RH
No.CXX )
75 mg 50 mg S 1 dd 4 tab
- - 2
22. 30/07/15 92 L Kontrol post
opname anemia dan TB Rifampisin Isoniazid Pirazinamid Etambutol (4 FDC) 150 mg 75 mg 400 mg 275 mg 1x3 tab No.21
Amiodaron HCl (Kendaron) Pantoprasol (Pantozol) Fe gluconate, 200 mg 2x ½ tab No.15
1x20 mg No.15
250 mg
22 Mangan sulfat, Copper sulfate, Vitamin C, Asam folat, Vitamin B12, Sorbitol (Biosanbe) 200 mcg 200 mcg 50 mg 1 mg 7,5 mcg 25 mg 1x1 tab No.15
23. 13/08/15 30 L TB KGB Colli
Ka OAT
lanjutan ke 6
Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu (4 minggu/48) Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurodex) 100 mg 200 mg 250 mcg 1x1 tab (28)
3
24. 26/08/15 1 L TB dalam
terapi bulan ke 6
Rifampisin Isoniazid
(2 FDC OAT
NO.XXX)
75 mg 50 mg
S 1 dd tab 1 pagi
Procaterol HCl (Ataroc)
Cetirizin
8 mcg
Mfla pulv dtd no.x S 2 dd pulv 1
2,5 mg
Mfla pulv dtd no.x S 1 dd pulv 1 malam
4
25. 01/10/15 35 P TB Paru RO
(+) OAT
intensif ke 1
Rifampisin Isoniazid Pirazinamid Etambutol (4 FDC) 150 mg 75 mg 400 mg 275 mg 1x3 tab (102)
Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurodex) Cetirizin 100 mg 200 mg 250 mcg 1x1 tab (40)
10 mg 1x1 tab (20)
6
26. 01/10/15 31 L TB Paru OAT
lanjutan ke 5 + ISPA Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu (4 minggu/48 tab)
Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurosanbe) Asetaminofen (Parasetamol) Pseudoefedrin HCl 100 mg 200 mg 200 mcg 1x1 tab (28)
500 mg 1 tab K.P (10)
60 mg
23
Triprolidin HCl (Tremenza)
2,5 mg
3x ½ tab (10) selama pilek
27. 29/10/15 52 L TB Paru OAT
lanjutan ke 9
Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu (48) Lechitin Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin B6 Vitamin B12 Vitamin E Nikotinamid (Verchitin) Domperidon 300 mg 1,1 mg 1,4 mg 2 mg 3 mcg 3 mg 15 mg 1x1 tab (20)
10 mg
3x1 tab (15) AC selama mual
4
28. 05/11/15 75 L TB Paru OAT
lanjutan ke 9 + HT Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu (4 minggu) Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurodex) Valsartan (Valesco) 100 mg 200 mg 250 mcg 1x1 tab (28)
80 mg 1x1 tab (30)
4
29. 11/11/15 1 L Kontrol KPTB
bulan ke 9
Isoniazid Tab 60 mg
M f pulv dtd No.XV
S pulv 1 setiap hari sekali
Oxomemazine Guaifenesin (Oroxin syr fl 1)
1,65 mg 33,3 mg
S 3 ml setiap 8 jam KP (batuk)
2
30. 12/11/15 63 L TB Paru BTA
(+) Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu (4 minggu/36) Lechitin Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin B6 Vitamin B12 Vitamin E Nikotinamid 300 mg 1,1 mg 1,4 mg 2 mg 3 mcg 3 mg 15 mg
24
(Verchitin) 1x1 tab (28)
31. 03/12/15 19 L TB Paru BTA
(+) OAT
intensif ke 2
Rifampisin Isoniazid Pirazinamid Etambutol (4 FDC) 150 mg 75 mg 400 mg 275 mg 1x3 tab (42)
Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurosanbe) 100 mg 200 mg 200 mcg 1x1 tab (14)
5
32. 10/12/15 49 L TB Paru bilat
OAT lanjutan ke 5 Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg
3x/minggu @4tab (4 minggu + 36 tab) Aminofilin Salbutamol Prednisolon Chlorpheniramine maleate (CTM) Cetirizin Lansoprasol 100 mg 2 mg ½ tab 4 mg
¼ tab 3x1 kap (40) PC
10 mg
1 tab malam (14)
1x1 kap (14)
8
33. 17/12/15 43 P TB Paru BTA
(+) OAT
lanjutan ke 9
Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu (30) Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurodex) Curcuma 100 mg 200 mg 250 mcg 1x1 tab (25)
20 mg 1x1 tab (20)
4
34. 14/01/16 27 P TB Paru
S-milier Rifampisin Isoniazid Pirazinamid Etambutol (4 FDC) 150 mg 75 mg 400 mg 275 mg 1x2 tab (56)
Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurosanbe) Curcuma 100 mg 200 mg 200 mcg 1x1 tab (28)
20 mg 1x1 tab (30)
25
35. 14/01/16 37 P TB Paru BTA
(+) OAT
lanjutan ke 6
Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu (3 minggu/36 tab)
Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurosanbe) 100 mg 200 mg 200 mcg 1x1 tab (20)
3
36. 04/02/16 63 L TB Paru BTA
(+) OAT
lanjutan ke 7
Rifampisin
Isoniazid
1x450 mg (30)
1x400 mg
Vitamin B6 10 mg
1x1 tab
3
37. 15/02/16 3 L TB bulan ke 2 Rifampisin
Isoniazid Pirazinamid
(Rimcure Tab
No.90)
75 mg 50 mg 150 mg
S 1 dd tab 3 pagi
- - 3
38. 25/02/16 37 P TB KGB Colli
OAT lanjutan ke 6 Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg
3x/minggu (48 tab) Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurosanbe) 100 mg 200 mg 200 mcg 1x1 tab (28)
3
39. 10/03/16 67 L TB Paru BTA
(+) OAT
lanjutan ke 9
Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu (36) Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurodex) Ambroxol 100 mg 200 mg 250 mcg 1x1 tab (20)
2x1 tab (12) PC
4
40. 17/03/16 6 L TB dalam
terapi bulan ke 6
Rifampisin Isoniazid
(FDC TB anak No.XX)
75 mg 50 mg S 1 dd tab 4
- - 2
41. 18/03/16 8 L TB Paru Rifampisin
Isoniazid
(RH KDT anak No.XC)
75 mg 50 mg S 1 dd 3 tab
26
Ca pantothenate (Vitamin B Complex)
10 mg ½ tab
M f p dtd No.XXX S 1 dd 1
42. 21/03/16 4 P TB bulan ke 6 Rifampisin
Isoniazid
(RH anak No.LX)
75 mg 50 mg S 1 dd tab 2
Siproheptadin HCl (Heptasan) Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin B6 Nikotinamid Ca pantothenate (Vitamin B Complex)
Salbutamol syr LG 1
1/3 tab 2 mg 2 mg 2 mg 20 mg 10 mg ½ tab
Mfla pulv No.XXX S 1 dd pulv 1
2mg/5ml
S 3 dd cth ½ jika batuk
5
43. 21/03/16 7 P TB bulan ke 2 Rifampisin
Isoniazid Pirazinamid (FDC TB anak No.90 fase awal)
75 mg 50 mg 150 mg
S 1 dd tab 3 pagi
- - 3
44. 14/04/16 73 P TB Paru BTA
(+) Post DIH
Rifampisin
Isoniazid
27
45. 09/06/16 33 P TB Paru BTA
(+) OAT
Lanjutan ke 6
Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu (5 minggu = 45 tab) Ekstrak ginseng Vitamin A Vitamin B1 Vitamin B2 Nikotinamid Vitamin B6 Vitamin B12 Vitamin C Vitamin D Vitamin E Vitamin H Asam folat Inositol Lisin Ca Copper Mg K Mangan Fe Zn Fosfor Iodin Polyunsaturated Phosphatidyl Choline (PPC) (Provital Plus) 50 mg 5000 IU 10,7 mg 5,5 mg 27,5 mg 4,7 mg 15 mcg 30 mg 400 IU 15 IU 60 mcg 0,8 mg 7,5 mg 0,24 mg 38,8 mg 0,1 mg 0,1 mg 5 mg 0,33 mg 5 mg 0,5 mg 20 mg 0,05 mg 50 mg
1x1 tab (35)
3
46. 09/06/16 46 P TB Paru OAT
lanjutan ke 3
Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu
(5 minggu=45
28 Vitamin C Vitamin D Vitamin E Vitamin H Asam folat Inositol Lisin Ca Copper Mg K Mangan Fe Zn Fosfor Iodin Polyunsaturated Phosphatidyl Choline (PPC) (Provital Plus) 30 mg 400 IU 15 IU 60 mcg 0,8 mg 7,5 mg 0,24 mg 38,8 mg 0,1 mg 0,1 mg 5 mg 0,33 mg 5 mg 0,5 mg 20 mg 0,05 mg 50 mg
1x1 tab (28)
47. 09/06/16 50 L TB Paru BTA
(+) OAT
intensif ke 2
Rifampisin Isoniazid Pirazinamid Etambutol (4 FDC) 150 mg 75 mg 400 mg 275 mg 1x5 tab (175)
Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurodex) 100 mg 200 mg 250 mcg 1x1 tab (30)
5
48. 09/06/16 16 P TB KGB
Inguinal OAT lanjutan ke 5
Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu (5 minggu = 45 tab)
- - 2
49. 09/06/16 11 L TB dalam
terapi bulan 5
Rifampisin Isoniazid
(TB anak fase lanjutan No.180
75 mg 50 mg
S 1 dd tab 6 pagi (30 hari)
29 tab)
50. 09/06/16 21 P TB Paru BTA
(+) OAT
lanjutan ke 4
Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu (5 minggu = 45 tab) Ekstrak ginseng Vitamin A Vitamin B1 Vitamin B2 Nikotinamid Vitamin B6 Vitamin B12 Vitamin C Vitamin D Vitamin E Vitamin H Asam folat Inositol Lisin Ca Copper Mg K Mangan Fe Zn Fosfor Iodin Polyunsaturated Phosphatidyl Choline (PPC) (Provital Plus)
50 mg 5000 IU 10,7 mg 5,5 mg 27,5 mg 4,7 mg 15 mcg 30 mg 400 IU 15 IU 60 mcg 0,8 mg 7,5 mg 0,24 mg 38,8 mg 0,1 mg 0,1 mg 5 mg 0,33 mg 5 mg 0,5 mg 20 mg 0,05 mg 50 mg
1x1 tab (30)
3
51. 09/06/16 29 P Mastitis TB
OAT lanjutan ke 5 Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu (4 minggu = 45 tab) Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurodex) 100 mg 200 mg 250 mcg 1x1 tab (30)
3
52. 09/06/16 32 L TB Paru BTA
(+) OAT
30 intensif ke 2 Pirazinamid
Etambutol (4 FDC)
400 mg 275 mg 1x3 tab (84)
Vitamin B12 (Neurodex)
250 mcg 1x1 tab (30)
53. 09/06/16 45 P TB Paru
kambuh +
Asma BR Rifampisin Isoniazid Pirazinamid Etambutol (4 FDC) Inj.Streptomisin 150 mg 75 mg 400 mg 275 mg 1x3 tab (5 minggu = 84) 1x650 mg I.M
Salmeterol
Fluticasone propionate (Seretide Diskus 250)
Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurodex) Curcuma 50 mcg 250 mcg 2x1 hisap 1
100 mg 200 mg 250 mcg 1x1 tab (30)
20 mg 3x1 tab (60)
8
54. 13/06/16 3 P TB bulan 2 Rifampisin
Isoniazid Pirazinamid (OAT TB fase awal No.105)
75 mg 50 mg 150 mg
S 1 dd tab 3 pagi
- - 3
55. 16/06/16 20 P TB KGB Colli
OAT intensif ke 2 Rifampisin Isoniazid Pirazinamid Etambutol (4 FDC) 150 mg 75 mg 400 mg 275 mg 1x4 tab (112)
Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurodex) 100 mg 200 mg 250 mcg 1x1 tab (28)
5
56. 16/06/16 56 L TB Paru OAT
lanjutan ke 3 + hepatopati Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu
(4 minggu=48
tab) PC Curcuma Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurodex) 20 mg 2x1 tab (50)
100 mg 200 mg 250 mcg 1x1 tab (28)
4
57. 16/06/16 23 P TB Paru
31 Etambutol
(4 FDC)
275 mg 1x3 tab (21 tab)
(Neurodex)
Asam folat
Domperidon
1x1 tab (7)
5 mg 3x1 tab (20)
10 mg
2x1 tab (20) AC
58. 16/06/16 62 L TB Paru BTA
(+) Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu (1 minggu=12) Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurodex) 100 mg 200 mg 250 mcg 1x1 tab (7)
3
59. 16/06/16 27 P TB KGB Colli Rifampisin
Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu (4 minggu=36) Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurodex) 100 mg 200 mg 250 mcg 1x1 tab (28)
3
60. 16/06/16 53 P TB Paru BTA
(+) OAT
intensif ke 2
Rifampisin Isoniazid Pirazinamid Etambutol (4 FDC) 150 mg 75 mg 400 mg 275 mg 1x3 tab (84)
- - 4
61. 16/06/16 48 L TB Paru BTA
(+) OAT
Lanjutan Ke 4
Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu
(4 minggu=48
tab) Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurodex) 100 mg 200 mg 250 mcg 1x1 tab (20)
3
62. 23/06/16 3 P TB bulan VI Rifampisin
Isoniazid
(FDC TB Fase Lanjutan Anak No.60)
75 mg 50 mg
S 1 dd tab 2 pagi
- - 2
63. 30/06/16 33 P TB Paru BTA
(+) OAT
lanjutan ke 5
Rifampisin Isoniazid (2 FDC)
150 mg 150 mg
3x/minggu (36 tab) Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurodex) 100 mg 200 mg 250 mcg 1x1 tab (28)
32
64. 30/06/16 43 L TB Paru BTA
(+) OAT
lanjutan ke 4
Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu (4 minggu=48) Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurodex) 100 mg 200 mg 250 mcg 1x1 tab (28)
3
65. 30/06/16 43 L TB Paru BTA
(+) OAT
lanjutan ke 4
Rifampisin Isoniazid (2 FDC) 150 mg 150 mg 3x/minggu (4 minggu=36) Ekstrak ginseng Vitamin A Vitamin B1 Vitamin B2 Nikotinamid Vitamin B6 Vitamin B12 Vitamin C Vitamin D Vitamin E Vitamin H Asam folat Inositol Lisin Ca Copper Mg K Mangan Fe Zn Fosfor Iodin Polyunsaturated Phosphatidyl Choline (PPC) (Provital Plus) 50 mg 5000 IU 10,7 mg 5,5 mg 27,5 mg 4,7 mg 15 mcg 30 mg 400 IU 15 IU 60 mcg 0,8 mg 7,5 mg 0,24 mg 38,8 mg 0,1 mg 0,1 mg 5 mg 0,33 mg 5 mg 0,5 mg 20 mg 0,05 mg 50 mg
1x1 tab (28)
3
66. 30/06/16 66 P TB Paru BTA
(+) OAT
lanjutan ke 7 +
Rifampisin Isoniazid (2 FDC)
150 mg 150 mg
3x/minggu (36
33
asma tab) (Neurodex)
Salbutamol
Cetirizin
1x1 tab (28)
4 mg 2x ½ tab (15)
10 mg
1x1 tab (14) malam
67. 30/06/16 68 P TB Paru OAT
intensif ke 2
Rifampisin
Etambutol
Pirazinamid
Isoniazid
1x450 mg (21)
500 mg 1x3 tab (33)
500 mg 1x3 tab (63)
400 mg 1x1 tab (21)
Cetirizin
Vitamin B6
10 mg 1x1 tab (10)
10 mg 1x1 tab (21)
6
68. 30/06/16 39 L TB Paru +
Pleritis TB OAT Lanjutan ke 8
Rifampisin Isoniazid (2 FDC)
150 mg 150 mg 3x/minggu @3 tab (36)
Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurosanbe)
100 mg 200 mg 200 mcg 1x1 tab (28)
3
69. 30/06/16 56 P TB Paru OAT
lanjutan ke 8
Rifampisin Isoniazid (2 FDC)
150 mg 150 mg 3x/minggu (4 minggu=60)
Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12 (Neurodex)
100 mg 200 mg 250 mcg 1x1 tab (28)
34
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama lengkap Anastasia Sari Sulistyowati, lahir di Bekasi pada tanggal 25 Juni 1995 dan merupakan anak ke empat dari lima bersaudara dari pasangan FX. Suhardono dan Tentrem. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis yaitu TK Cendrawasih Jaya Bekasi Timur 2000-2001, tingkat Sekolah Dasar di SD Negeri Duren Jaya VI Bekasi Timur 2001-2007, tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Bekasi Timur 2007-2010, dan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Bekasi Timur 2010-2013. Pada tahun 2013, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa