PENGEMBANGAN PERIMNAN TANGKAP UNTUI
PEMBERDAYAAN NELAYAN
Dl
KEPULAUAN RIAI
DALAM PERSPEKTlF OTONOMI DAERAH
OLEH
:
HAZMI YULIANSYAH
PROGRAM PASCASARJANA
iNSTiTUT PERTANiAN BOGOR
ABSTRAK
HAZMl YULIANSYAH. Pengembangan Perikanan Tangkap Untuk Pemberdayaan Nelayan di Kepulauan Riau Dalam Perspektii Otonomi Daerah. Dibimbing oleh M. FED1 A. SONDITA dan DANIEL R. MONINTJA.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis teknologi penangkapan rkan untuk pemberdayaan nelayan Kabupaten Kepulauan Riau berdasarkan kriteria aspek biologis, teknis, sosial, ekonomis dan kebijakan melalui pendekatan skoring dan analytical hierarchy process (AHP). Jenis teknologi penangkapan ikan yang potensial dikembangkan adalah pukat cincin, jaring insang hanyut, jaring udang, jaring kembung, bagan tancap, bubu dasar, rawai dasar dan sero tanam. Dari
kedelapan jenis tersebut akan dipilih tiga teknologi peikanan tangkap.
Kabupaten Kepulauan Riau memiliki keunikan dengan sebagian besar wilayahnya adalah laut (96 %) yang berada di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Perairan Selat Malaka lebih bersifat perairan pedalaman, terlindung oleh pulau-pulau dan sangat padat terhadap lalu lintas kapal, sementara perairan Laut Cina Selatan lebih bersifat terbuka dan memiliki potensi sumberdaya perikanan yang besar. Adanya Undang-undang Otonomi Daerah memberikan implikasi bahwa pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di area tertentu adalah tanggungjawab Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Riau.
aiat tangkap, peluang operasi daiam setahun {musim penangkapan ikan), keiayakan usana serta pendapaian neiayan pada seiiap perikanan iangkap periu diperiimbangkan.
Program pemberdayaan nelayan diharapkan meciptakan kesempatan kega, peningkatan pendapatan dan pariisipasi aktif nelayan dalam mengeloia dan memanfaatkan sumberdaya penkanan yang menjadi wewenang daerah Kepulauan Riau. Teknologi yang dipilih dapai membuka peluang pekerjaan seluas-luasnya serta metnperbaiki tarap hidup nelayan beserta keluarganya melalui peningkatan pendapatan. Keianggengan kegiatan usaha periitanan tangkap memerlukan sejumlah persyaratan, sepe13 keunntngan yang iayak dan sesuai dengan kepeniingan stakehoiders iainnya, serta menjaga keiesiarian sumberdaya perikanan.
Judui Tesis : Pengembangan Perikanan Tangkap Untuk Pemberdayaan N '
Di Kepulauan Riau Daiam Perspekti Otonomi Daerah Nama : Hazmi Yuliansyah
NRP : 99571
Program Studi : Teknologi Kelautan
Menyetujui,
1. Kornisi Pembimbing
Dr. Ir. M.
hi
A. Sondita. MSc. KetuaProf. Dr. Daniel Anggot;
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Teknologi Kelauta
Prof. Dr. Daniel R. Monintia.
eiayan
====-
.-.-
,&
_C_
.
Monintia.saqana
7
.*
<y
rvoto, MSc.
SURATPERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul
:PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP UNTU
PEMBERDAYAAN NELAYAN
Dl
KEPULAUAN RIA
DALAM PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diput
pihak fain. Semua sumber data digunakan secara
jelasdan d a
kebenarannya.
~ i k a n
oleh
diperiksa
.,
April
2002PENGEMBANGAN PERIWNAN TANGWP UNTUP
PEMBERDAYAAN NELAYAN Di KEPULAUAN RIAt
DALAM PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Kelautan
PROGRAM PASCASARJANA
iNSTITUT PERTANiAN BOGOR
PRAKATA
Dengan memanjatkan Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala karunia-Nya sehingga Tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu persyaratan guna menyelesaikan Studi Magister pada Program Studi Teknologi Kelautan, Program Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Agustus 2001 ini ialah pemberdayaan dengan judul Pengembangan Perikanan Tangkap Untuk Pemberdayaan Nelayan Di Kepulauan Riau Dalam Perspektif Otonomi Daerah.
Pada kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan terimakasih atas bimbingan dan arahan dari Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, MSc dan Prof. Dr. Daniel R. Monintja, selaku komisi pembimbing. Ucapan senada juga disampaikan kepada pihak ARMP II Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah mendanai selarna pendidikan, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Riau yang telah memberi kepercayaan untuk mengikuti pendidikan, Bupati Kabupaten Kepulauan Riau dan Bupati Kabupaten Karimun yang telah ikut membantu pendanaan selama penelitian. Dan dengan rasa kaslh sayang yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Ayahda dan lbunda, adik-adik tercinta serta istri dan anak tersayang Rehan dan Farel, atas segala doa, dorongan dan kesabaran yang diberikan selama ini.
Semoga Tesis ini bermanfaat dan Tuhan Yang Maha Esa memberikan kekuatan serta Rahmat-Nya bagi Cia semua dalam menghadapi tantangan dimasa depan, amiiin.
Bogor, April 2002
Penulis dilahirkan di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau pada tanggal 29 Januari 1961 sebagai anak pertama dari enam bersaudara keluarga Hasanusi dan Juliar. Pendidikan formal dimulai pada SD Negeri 01 Tanjung Batu Kundur pada tahun 1968, SMP Negeri 01 Tanjung Batu Kundur pada tahun 1974, SMA Negeri 06 Pekanbaru pada tahun 1977. Pada tahun 1981 penulis diterima di Fakultas Perikanan Universitas Riau, Pekanbaru pada Jurusan Managemen Sumberdaya Perairan dan menyelesaikan studi pada tahun 1987.
Pada tahun 1987 penulis mulai bekerja di Sub Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai (Sub Balitkanta) Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Tahun 1990
-
1992 penulis pindah tugas ke Balai Penelitian Perikanan Budidaya Panta~ (Balitkanta) Maros, Sulawesi Selatan. Tahun 1993 penulis kembali lagi bertugas di Sub Balitkanta Tanjungpinang. Tahun 1997 penulis pindah tugas ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Riau di Pekanbaru sampai sekarang. Tahun 1999 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S2 di Program Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Kelauian dan menyelesaikan pendidikan S2 dengan mengikuti ujian Tesis pada tanggal 29 April 2002. Selama mengikuti pendidikan penulis mendapat biaya dari Aqriculfure Research Management Project (ARMP 11) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Bogor, April 2002
DAFTAR IS1
DAFTAR IS1 DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN
1 .I. Latar Belakang
1.2. ldentifikasi dan Perumusan Masalah 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Nelayan 2.2. Prosedur Pengembangan Perikanan Tangkap 2.3. Desentralisasi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2.4. Rekomendasi Code of Conduct for Responsible Fisheries 2.5. Aplikasi Metode Skoring dan Analytical Hierarchy Process
2.5.1. Aplikasi Metode Skoring
2.5.2. Aplikasi Analytical Hierarchy Process
3. METODOLOGI PENELlTlAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
3.2. Pengumpulan Data 3.3. Variabel Yang Diamati 3.4. Metode Analisis Data
3.4.1. Metode Skoring
3.4.2. Metode Analytical Hierarchy Process
4. KEADAAN UMUM DAERAH PENELlTlAN 4.1. Letak Geografis, Topografi dan Luas Wilayah
4.2. Iklim, Musim dan Curah Hujan
4.3. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian
4.4.
Perikanan Tangkap4.4.1.
Potensi Surnberdaya Perikanan4.4.2.
Musirn lkan dan Daerah Penangkapan4.4.3.
Unit Perikanan Tangkap4.4.4.
Hasil Tangkapan1.
Produksi2.
Kornposisi dan Pernasaran Hasil Tangkapan3.
Penanganan dan Pengolahan Hasil Tangkapan4.
Sarana dan Prasarana Penunjang Perikanan Tangkap5. SPESlFlKASl UNIT PENANGKAPAN IKAN
5.1.
Pukat cincin (Purse seine)5.2.
Jaring insang hanyut (Driff gill net)5.3.
Jaring udang (Trammel net)5.4.
Jaring kernbung (Mid-water gill net)5.5.
Bagan tancap (Stationary lift net)5.6.
Bubu dasar (Boftom trap)5.7.
Rawai dasar (Bottom long line)5.8.
Sero tanarn (Stake trap)6.
HASlL6.1.
Atribut perikanan tangkap rnelalui pendekatan skoring6.1
.I.
Analisis aspek biologis6.1.2.
Analisis asepk teknis6.1.3.
Analisis aspek sosial6.1.4.
Analisis aspek ekonorni6.1.5.
Analisis aspek kebijakan6.2.
Atribut perikanan tangkap rnelalui pendekatan AHP6.2.1.
Prioritas alternatif berdasarkan pertimbangan aspek biologis6.2.2.
Prioritas alternatif berdasarkan pertirnbangan aspek teknis6.2.4. Prioritas alternatif berdasarkan pertimbangan aspek ekonomi
6.2.5. Prioritas alternatif berdasarkan pertimbangan aspek kebijakan
6.3. Jenis Teknologi Yang Akan Dikembangnkan
7. PEMBAHASAN 7.1. Teknologi Terpilih
7.2. Peluang dan Tantangan Pengembangan 7.3. Pemberdayaan Masyarakat Nelayan 7.4. Peran Pemerintah Daerah
7.5. lmplikasi Otonomi Daerah Dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan Wilayah Pesisir
8. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan
8.2. Saran
DAFTAR TABEL
1.
Nilai skor untuk kriteria slektivitas alat tangkap dengan parameter ukuran mata jaring (mesh size)2.
Matrik perbandingan berpasangan3.
Skala perbandingan kepentingan4.
Rata-rata konsistensi untuk matriks5.
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian6.
Jumlah sampel menurut perikanan tangkap yang diieliii7.
Penduduk dan jenis mata pencaharian pada setiap lapangan k e r j ~8.
Musim dan keberadaan beberapa jenis ikan9.
Perkembangan jumlah unit perikanan tangkap10.
Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan1
I.
Perkembangan jumlah nelayan12.
Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan laut13.
Spesifikasi unit perikanan tangkap yang diteliti14.
Waktu musim ikan dan waktu musim penangkapan15.
Penilaian aspek biologis perikanan tangkap16.
Standarisasi aspek biologis perikanan tangkap17.
Penilaian aspek teknis perikanan tangkap18.
Standarisasi aspek teknis perikanan tangkap19.
Penilaian aspek sosial perikanan tangkap20.
Standarisasi aspek sosial perikanan tangkap21.
Penilaian aspek ekonomi berdasarkan kriteria efisiensi usaha22.
Standarisasi aspek ekonomis berdasarkan kriieria efisiensi usaha23.
penilaian aspek ekonomi perikanan tangkap berdasarkan kelayak24.
Standarisasi aspek ekonomis berdasarkan kiieria kelayakan usal25.
Penilaian aspek kebijakan perikanan tangkap26.
Standarisasi aspek kebijakan perikanan tangkap27.
Penilaian aspek biologis, teknis, sosial, ekonomis dan kebijakan28.
Standarisasi aspek biologis, teknis, sosial, ekonomis dan kebijakz29.
Bobot prioritas atribut kriteria oleh para stakeholders dalam pengembangan perikanan tangkap30. Hasil penilaian penentuan prioritas alternatif berdasarkan pertimbangan atribut ukuran mata jaring (UMJ)
31. Hasil penilaian penentuan prioritas alternatif berdasarkan pertimbangan atribut mudah dioperasikan (MD)
32. Hasil penilaian penentuan prioritas alternatif berdasarkan peitimbangan atribut penyerapan tenaga kerja (PTK) 33. Hasil penilaian penentuan prioritas alternatif berdasarkan
pertimbangan atribut keuntungan (KUT)
34. Hasil penilaian penentuan prioritas alternatif berdasarkan pertimbangan atribut peluang pengembangan (PP)
35. Nilai skor keunggulan aspek biologis, teknis, sosial, ekonomis dan kebijakan untuk setiap jenis teknologi penangkapan ikan 36. Nilai bobot setiap aspek biologis, teknis, sosial, ekonomis dan
kebijakan, nilai bobot setiap jenis teknologi penangkapan ikan 37. Kelayakan finansial usaha penangkapan ikan dengan teknologi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Alur pikir pilihan teknologi untuk pembedayaan nelayan
2. Alur pikir kerangka pemikiran pengembangan perikanan tangkap 3. Diagram alir proses pelaksanaan penelitian melalui pendekatan 1
4. Hierarki penentuan prioritas perikanan tangkap
5. Posisi geografis Kabupaten Kepulauan Riau
6. Keadaan struktur umur penduduk 7. Rantai pemasaran hasil perikanan
DAFTAR
LAMPIRAN1. Garnbar Peta Kabupaten Kepulauan Riau 2. Kuesioner penentuan unit perikanan tangkap
3. Deskripsi dan analisis baya perikanan tangkap pukat cincin 4. Deskripsi dan analisis baya perikanan tangkap jaring insang hanl
5. Deskripsi dan analisis baya perikanan tangkap rawai dasar 6. Deskripsi dan analisis baya perikanan tangkap jaring kernbung
7. Bobot prioritas atribut "kriteria" para stakeholders dalarn pengernbangan perikanan tangkap
8. Penentuan prioritas atribut "akernatii para stekeholders berdasarkan atribut ukuran rnata jaring (UMJ)
9. Penentuan prioritas atribut "akernatii para sfekeholders berdasarkan atribut rnudah dioperasikan (MD)
10. Penentuan prioritas atribut "alternatii para stekeholders berdasarkan atribut penyerapan tenaga kerja (PTK) 11. Penentuan prioritas atribut "akernatii para sfekeholders
berdasarkan atribut keuntungan (KUT)
12. Penentuan prioriias atribut "akernatii para stekeholders berdasarkan atribut peluang pengernbangan (PP) 13. Deskripsi dan analisis biaya unit perikanan tangkap
I. PENDAHULUAN
1
.I
Latar
Belakang
Perikanan tangkap telah menunjukan ketangguhan dalam memberikan kontribusi devisa selama periode krisis ekonomi yang berlangsung sejak pertengahan tahun 1997 (Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Riau, 2000). Namun di sisi lain sebagian pelaku langsung kegiatan perikanan tangkap (nelayan) biasanya tidak mendapat manfaat besar dari jerih upaya yang dilakukannya. Harga ikan dari tangan mereka relatif jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga ekspor (Soepanto, 2000). Sementara itu, sumberdaya perikanan di sejumlah tempat di lndonesia masih memberi peluang untuk dieksploitasi lebih tinggi lagi hingga tin
yang direkomendasikan, yaitu 90% dari potensi yang dinyatakan (Widodo ef
a/.,
1998). Salah satu tempat di lndonesia tersebut a Kabupaten Kepulauan Riau.alam yang ada di perairan tersebut, Kabupaten Kepulauan Riau berniat untuk mengembangkan sektor perikanan tangkap. Namun hingga kini, rencana rinci tentang pengembangan tersebut masih belum ada. Untuk itu, suatu studi pendahuluan tentang pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Kepulauan Riau perlu dilakukan.
Salah satu bentuk pengembangan sektor perikanan adalah pengembangan perikanan tangkap yang mendukung pemberdayaan nelayan. Setelah potensi sumberdaya perikanan diketahui, langkah selanjutnya adalah penentuan jenis perikanan tangkap yang akan dikembangkan. Dalam menentukan jenis perikanan sejumlah faktor harus diperhatikan. Faktor-faktor tersebut adalah aspek biologis, teknis, sosial dan ekonomi (Kesteven, 1973 seperti dikutip oleh Purbayanto, 1991). Oleh karena itu ada 4 (empat) aspek yang harus dipenuhi dalam pengembangan unit perikanan tangkap, yaitu 1) teknologi penangkapan yang akan dikembangkan secara teknis tidak merusak atau mengganggu kelestarian sumberdaya, 2) digunakan, 3) diterima masyarakat nelayan, 4) bersifat menguntungkan. Selain itu ada satu aspek lain yang tidak dapat diabaikan, yaitu aspek kebijakan dan peraturan pemerintah. Untuk ha1 ini, teknologi tersebut harus sesuai dengan peraturan yang ada.
1.2
ldentifikasi dan Perurnusan Masalah
Usaha perikanan tangkap, khususnya di Kepulauan Rtau dewasa in1 hampir didominasi oleh perikanan rumah tangga yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) skala usaha relatii kecil. (2) dilakukan sebagai usaha keluarga, dan (3) menggunakan teknologi sederhana sehingga produktivitasnya rendah dan mutu hasil tangkapan tidak seragam (Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Riau, 2000). Usaha seperti ini memiliki potensi yang sangat lemah dan sangat peka terhadap perubahan, sehingga untuk pegembangannya diperlukan intervensi kekuatan dari pihak luar (Pemerintah) antara lain melalui permodalan, jaminan pasar, sistem kelembagaan dan input teknologi.
Dalam konteks pemberdayaan nelayan, pengembangan perikanan hendaknya lebih diarahkan terhadap peningkatan pendapatan nelayan. Hal ini mengingat bahwa nelayan di Kepulauan Riau belum menampakkan peningkatan terha
tersebut adalah pengembangan sektor perikananlkelautan merupakan manifestasi pemanfaatan potensi surnberdaya perikanan secara optimal dan bertanggungjawab, seperti yang tercantum dalam pedoman Code of Conduct of Responsible Fisheries (FAO, 1995). Pedoman tersebut mencakup semua aspek kegiatan produks~ perikanan, termasuk diprakteknya perikanan tangkap. Salah satu ha1 yang dianjurkan adalah bahwa kegiatan perikanan tangkap seharusnya memberikan kesempatan kepada para nelayan untuk memperoleh pendapatan yang layak.
Perairan Kepulauan Riau cukup luas dan dapat diakses oleh nelayan dari berbagai tempat, terrnasuk dari luar negeri. Hal ini memberi peluan'g terjadinya konflik antar nelayan, terutama terhadap nelayan dari daerah yanb berbatasan dengan daerah ini. Meningkatnya perhatian masyarakat terhadap s
menyebabkan peningkatan aktifitas penangkapan ikan di laut, bai domestik maupun asing dengan cara yang legal maupun ileg aktivitas ini dapat berkembang menjadi ancaman bagi kele
perikanan, misalnya akibat kelebihan upaya penangkapan ikan khususnya di perairan yang menjadi target buruan para nelayan. Jika eksploita
perikanan tidak dikendalikan maka cepat atau lambat pemanfaatan perikanan yang ada di daerah ini akan terhenti.
turun temurun. Pemilihan alat tangkap yang akan dikembangkan sudah selayaknya dilakukan dengan mempertimbangkan aspek biologi, teknologi, sosial, ekonomi dan kebijakan melalui penilaian dari sfakeholdes yang ada di daerah ini.
Kabupaten Kepulauan Riau pada dasarnya belum memiliki rencana detail yang rinci tentang pengembangan perikanan tangkap, terutama setelah adanya pemekaran wilayah KabupatenlKota di era otonomi daerah. Adapun alur p~kir pilihan teknologi untuk pemberdayaan masyarakat nelayan dikemukakan pada Gambar 1 sedangkan alur pikir pengembangan perikanan tangkap untuk pemberdayaan nelayan dalam perspektif otonomi daerah, seperti pada Gambar 2.
CODEOFCONDUCT FOR RESPONSIBLE FISHERIES
[image:190.595.79.550.221.797.2]NELAYAN
I
-ITAP MPR No.
Penciptaan Peningkatan XV/MPR/I 999 kesempatan pendapatan
ke j a I f
PEMBERDAYAANNELAYAN
Undang-undang
NO. 2211999 No. 2511999 (PERDA) OTONOMI DAERAH
I
PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP
UNTUKPEMBERDAYAANNELAYAN
DALAM PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH
Gambar 2. Alur pikir pengembangan perikanan tangkap untuk pemberdayaan nelayan dalam perspektii otonomi daerah di Kabupaten Kepulauan Riau.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan jenis teknologi per~kanan tangkap yang akan dipilih untuk pemberdayaan nelayan berdasarkan kriteria aspek biologis, teknis, sosial, ekonomi dan kebijakan melalui pendekatan skoring dan AHP, di perairan pesisir dan laut yang menjadi wewenang pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan Kabupaten Kepulauan Riau.
[image:191.595.79.504.0.843.2]2.
TiNJAUAN PUSTAKA
2.1
Kebijakan Pemberdayaan Wlasyarakat Nelayan
Visi Departemen Kelautan dan Perikanan pada era reformasi usaha perikanan yang memanfaaikan sumberdaya secara efisien da yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dilakuk usaha perikanan yang maju, peka dan dapat menyesuaikan s mandiri dan benvawasan akuabisnis. Sedangkan misi pemban
meliputi: (1) pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelatijutati, (2) pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan petani nelayan, (3) peningkaian penyediaan bahan pangan sumber protein hewani dan bahan baku industri di dalam negeri serta ekspor, (4) penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi peran serta masyarakat dalam pengembangan perikanan, (5) penciptaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang produktii, (6) pemuiihan potensi sumberdaya ikan dan lingkungan, dan
(7)
pen~ngkatan kuaiiias sumberdaya manusia perikanan (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2000).(1992) mengatakan bahwa ketertinggalan neiayan sebagai masyarakat pesisir adalah karena eksternalitas disekonomi yang dipikul oieh sektor ini Bila dibandingkan antara neiayan skaia industri dan skala rumah tangga (kecil), maka lielayan kecil yang menanggung ekstemalitas disekonomi akibat kelebihan pemanfaatan, kesalahan pengelolaan serta deplesi sumberdaya ikan.
Secara terstrukfur, Dahuri (2000) mengajukan alasan kemiskinan nelayan. Intmya, kemiskinan itu disebabkan karena dua ha1 yaitu (1) biaya tinggi yang haius d~bayar dan (2) penerimaan yang rendah dan penjualan ikan hasil tangkapan. Seterusnya, bila diteliii lebih jauh, biaya iinggi disebabkan karena siruktur pasar yang cenderung monposoni yang cenderung merugikan nelayan, sedangkan penerirnaan yang rendah adalah karena volume hasil tangkapan daniatau harga ikan yang rendah. Selanjuinya dikaiakan pula bahwa kemiskinan nelayan dapat dikiasifikasikan ke daiam empat hat, yaitu (1) kerniskinan karena aspek teknis biologis sumberdaya ikan; (2) kemiskinan karena kekurangan prasarana; (3)
kemiskinan karena kualias sumberdaya manusia yang rendah; dan (4) kemiskinan karena shuktur ekonomi yang tidak mendukung dan me~nberikan insenlif usaha.
yang berdampak pada inndiiidu welfare. Dengan kata lain, pembangunan adaiah
memberdayakan ndividu dalam masyarakai. Memberdayakan berarti bahwa
keseiuiuhan personalitas seseorang diitingkatkan dan sebab t u kesejahteiaan lahir
dan bathin masyarakat dingkatkan. Jadi pemberdayaan masyafakat berarti
membangun collective personality of a society. Karena iiu maka pemberdayaan
mendorong adanya proses partisipast masyarakat (nelayan) yang akhirnya membuat
proses pembangunan lebih bernuansa dari bawah (bottomup) dari pada perintah
aiau arahan a t a s (topdown) (Van den Ban dan Hawkins,
1999seperti dikutip oleh
Nikijuluw,
2000).Perilanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau
pengumpulan hewan atau ianaman air yang hidup di laut atau perairan umum
secara bebas (Moninija,
1994).Definisi iersebut secara
jeiasmenunjukkan bahwa
kegiatan penangkapan ikan yang dimaksudkan adalah bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan baik secara finansial, maupun untuk memperoleh nilai
tambah lainnya, seperti penyeiapan tenaga kerja, pemenuhan kebutuhan terhadap
protein
hew an^,devisa serta pendapatan daerah lainnya. Panjang jaring diduga
mempunyai hubungan yang erai dengan jumlah nasil iangkap. Volume yang
ierbentuk oleh jaring akan dibatasi oleh panjang jaring yang digunakan (Ayodhyoa,
1981). Selanjutnya dikatakan pula bahwa jumlah hariitrip yang dipakai dalam operasi
penangkapan ikan ierganiung besar keciinya ukuran kapai. Dengan ukuran kapal
yang lebih besar jumlah hariitrip dapat bertambah. Sedangkan tenaga kerja adaiah
salah satu faktor input yang sangat penting dalam keberhasilan operasi
penangkapan, kemapuan (skill) ienaga kerja akan memberikan dampak yang pos'f
yang dinyatakan dalam gross fonage (GT). Pengukuran gross fona
dilakukan dengan menggunakan mmus Nomura and Yamazaki
(1977beriitut:
G T = L x B x D x C x 0 , 3 5 3
dimana
: L =panjang kapal; B
=lebar kapal;
D =dalam kapal dan
yang besarnya
0,55.2.2
Prosedur Pengembangan Perikanan Tangkap
Piopinsi Riau memiliki dua wilayah perairan laui dengan karaktc
yaitu wilayah perairan Selat Mataka yang dipengaruhi ekosistem
e
sungai besar) dan wilayah perairan Laut Natuna (wilayah tentoria
Selatan). Pada kedua wilayah perairan laut ini terletak di d a e ~
Bengkalis (yang dimekarkan menjadi Kabupaten Bengkalis, Kabupat
Kabupaten Siak
Srilndrapura, dan Kota Dumai), Kabupaten Pelalaw
dafi
Kabupaten Kamparj, Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten
f(yang kemudian dimekarkan menjadi Kabupaien Karimun, Kabupa
Riau, Kabupaten Naiuna, dan Koia Batam). Kondisi wilayah yang luz
bersinggungnya daerah penangkapan ikan oieh nelayan pada
daerah memerlukan satu pengeelolaan yang terpadu (Bappeda Propinsi
Pengembangan perikanan tangkap saat ini lebih diarahkan kepa~
yang bertanggungjawab demi kelangsungan sumberdaya perikanan,
pendapatan yang diterima oleh nelayan. Nasution (1994) pembangl
kapal dapat
'aib
sebagai
=
konstania
tik berbeda,
arin (muara
li
Laut Cina
Kabupaten
Rokan Hilir,
(pemekaran
lulauan Riau
I
Kepulauan
Jan semakin
sing-masing
ZU,
2001).
pengeloiaan
aha maupun
terus dilanjutkan dan lebih diarahkan pada upaya penrngkatan pendapatan, taraf hidup nelayan dan memajukan kualiias kehidupan desa pantai melalui peningkabn dan diversifikasi produksi ikan guna memenuhi kebutuhan pangan dan gizi serta meningkatkan n~iai ekspor. Seianjutnya (Syafril, 1993) menyatakan bahwa pembangunan perikanan berkaiian erai dengan proses pemanfaaian sumberdaya alatn, sumberdaya manusia dan sumberdaya dana yang tersedia. Berdasarkan s~fat sumberdaya alamnya, pengembangan usaha perikanan tangkap sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya perikanan di suatu perairan.
Kegiaian perikanan di Kabupaten Kepulaun Riau. teruiama dari perikanan taut merupakan sektor pembangunan yang cukup pent~ng, mengingal daerah ini mem~liki perairan taut yang cukup iuas, yaitu sekitar 97 %, jika dibandingkan dengan iuas daraiannya. Disamping iiu daerah i n terdiri aias beribu-ribu pulau besar maupun kecil yang tersebar di sekitar perairan selat Maiaka dan Laut Cina Selatan. Dalam pengelolaan sektor perikanan daerah Kabupaten Kepulauan Riau dibagi dalam 2
(dua) wilayah pengembangan, yaitu wilayah pengembangan Kepulauan Riau
I,
tneliputi perairan yang berada di sekitar perairan selat Malaka, dan wilayah pengembangan Kepuiauan Riau 11, yang meliputi perairan Naiuna dan Laui Cina Selatan (Bappeda Kabupaten Kepulauan Riau, 2000).pengembangan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berdaya saing unggul hendaknya didasari berbagai pertimbangan. Untuk itu perlunya suatu pemik~ran yang diarahkan pada peningkatan mutu kerja dan mental nelayan dari berbagai objek dan subjek industri penkanan melalui intervensi tlmu pengetahuan dan ieknologi (IPTEK).
Dengan demikian upaya peningkatan nilai tarnbah hasil produksi perikanan dan peningkatan pendapatan nelayan akan dapat diupayakan secara lebih efektii. Untuk itu pihak Pernerintah Daerali Kabupaten Kepulauan Riau melalui D
ielah melaksanakan program peningkaian produksi hasil iangkapa peningkatan produktivitas alat tangkap meialui pengembangan ala motorisasi armada penangkapan (motor tempel dan kapal motor) d unit penangkapan. Dengan adanya motorisasi iersebut diharap tidak hanya terfokus dalam usaha penangkapan di perairan di se pemukiman mereka yang relatif sempit tapi mengarah ke area p
Cina Selatan, Naiuna dan selat Malaka maupun ke perairan Kepulauan Riau lainnya.
dari proses yang terjadi. Padahai mereka (neiayan) hams diberi kele
melindungi diri dan budayanya seria menolak perubahan yang berd;
bagi penghidupannya. Konsep penentuan nasib sendiri
(seifdefenr
luas diterima dalam prinsip-prinsip intemasional, memang masih
pelaksanaannya di bidang perikanan dan kelauian. Melalui oionomi da
pengakuan kelembagaan adat dan lokal dalam kepemilikan dar
sumberdaya perikanan, terutama dalam kegiatan perikanan tangkap.
2.3
Desentraiisasi Pengeloiaan Sumberdaya Perikanan
Dengan adanya reformasi pembangunan dan lahirnya TAI
XVIMPW2998
tentang penyelenggaraan otonomi daerah, pengaiura
dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan serta
keuangan pusat dan daerah yang diikuti dengan lahimya Undang-und;
tahun
1999dan Undang-undang Nomor
25Tahun
1999telah membc
persentase peluang sumber pendapatan
asiibagi daerah
sert;
sekitarnya (nelayan) dari pemanfaaian sumberdaya ketauian.
Implikasi langsung dari UU No.
2211999adalah pendelegasiar
dalam penentuan kebijakan pengelolaan dan pengembanganny
KabupatenlKota
agar daerah memperoleh manfaat langsung
(1Harapan-harapan yang timbul dengan adanya otonomi daerah
inianb
t e w j u d n y a suasana demokrasi, peningkaian peran serta masyarak
peluang untuk mengaktualisasikan diri para anggota maupun kelompo
14
iasaan untuk
mpak negaiif
nation)
tetah
jauh dalam
mrah memberi
pengeiolaan
MPR No.
,
pembagian
perimbangan
i g No~nor
22ikan legaiias
masyarakat
kewenangan
di daerah
ahuri,
2000).,a iain adaiah
1,
teibukanya
adanya kesempatan yang luas untuk mengelola potensi daerah untuk dan ekonomi, adanya pemeraiaan bagi para anggoia masy; kesempatan ekonomi, dan yang terpenting adalah tegaknya keadil
2001).
Berkaitan dengan otonotni daerah, ~naka sektor keiautan c
diharapkan dapat memberikan sumbangan yang lebih berarti, t pendapatan daerah, penyediaan komoditi pangan dari laut, se iapangan kerja. Oieh karena itu, pembangunan sektor ini harus ditata yakni memperhaiikan kepeniingan peluasan lapangan kerja, peningk dan nilai tambah, kelestarian sumberdaya, dan pemerataan pendapatan {Kusumaatmadja, 2001). Untuk itu perlu dilakukan pen kelembagaan pemeriniah daerah, baik dalam beniuk konsep peraturan perundang-undangan, sumberdaya manusia, sistetn pembangunan yang mengacu pada rencana pengelolaan seMor per terpadu di Kabupaten Kepulauan Riau khususnya dan propinsi Riau sec;
Adapun pengertian otonomi daerah yaiiu merupakan kewc kebebasan daerah Propinsi, KabupateniKota otonom untuk me melaksanakan kebijakan, sesuai dengan aspirasi masyarakat c
perundangan yang berlaku. Hal ini tercakup dalam pasal 3 dan .I0 U Nomor
22
Tahun 1999 yang memberikan otonomi pengelolaar kelautan yang mencakup kewenangan sampai dengan 12 mil laut dz untuk daerah Propinsi dan seperiiga dari batasiaut
daerah PropinsiKabupaten dan Kota. Adapun kewenangan tersebut meliputi:
15
tujuan sosial akai dalam n (Pasaribu,
tn perikanan iik terhadap
a perluasan dengan baik, tian produksi
peningkatan taan kembali jerencanaan,
adminishasi .anan secara a umum.
iangan dan lbentuk dan
1.
Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengeloiaan sumberc
sebaias
12mil
2.
Pengaturan kepentingan administrati
3.
Pengaturan
tala
mang
4.
Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan Peme
atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah Pusat
5.
Bantuan penegakan kearnanan dan kelautan negara khususnya di la
2.4
Rekomondasi Code of Conduct for Responsible Fisherie.
Dalam konteks perdagangan dunia yang penuh persaingan, k e ~
produk perikanan diientukan oleh proses sejak ikan tertangkap hingg:
oleh konsumen secara tepat dalam arti iepat mutu dan aman, iepa
waktu, tepat lokasi, tepat jumlah, dan tepat ukuran sehingga muncul
janiinan rnutu secara menyeluruh sejak awal produksi hingga akhir prc
2001).
Melalui dukungan ieknologi dan penguasaannya yang semakin me
masyarakai dalam kegiaian industri perikanan akan semakin kuai.
lembaga-iembaga perikanan ditantang untuk mampu rnemberikan pek
agar masyarakat perikanan (neiayan) mampu menghasilkan produb
melalui industri pengolahan dapat memberi nilai tambah dan per
nelayan. Kemudian dari pengembangan industri perikanan ini, dihari
mengembangkan indusiri perikanan baik skala kecil maupun menen'
16
rya kelautan
niah Daerah
It
iggulan mutu
ikan diterima
harga, iepai
juatu konsep
ikfksi (Makmf,
ingkat, peran
Falam
ha1ini,
fanan optimal
yang unggul
lapaian bagi