• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pendugaan Debit Berdasarkan Data Cuaca di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Pendugaan Debit Berdasarkan Data Cuaca di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu"

Copied!
266
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)

MODEL PENDUGAAN

DEBiT BERDASARKAN DATA CUACA

Dl DAERAH ALfRAN SUNGAI (DAS) CILIWUNG HULU

Oleh:

DIDIK

KUSWRDI

PROGRAM PASCASARJANA

iNSTlTUT PERTANIAN BOGOR

(140)

DIdlk Kuswadi. Model Pendugaan Debit Berdasarkan Data Cuaca di Daerah

AIiran Sungal (DAS) Ciliwung Hulu. Dibimbing oleh Soedodo Hardjoamidjojo

dan

M,

Yanuar

J. Purwanto.

RINGKASAN

Air mempunyai peranan khas dalam ekosistsrn yaitu sebagai zat yang dibutuhkan oleh setiap rnakluk hidup

dan

sebagai media angkut. Air terdapat dalam

tiga lokasi, yaitu air di kedalaman tanah, air di permuban tanah, dan air di atas

permukaan tanah. Walaupun kandungan materi air di

atmosfer

merupakan porsi yang terkecil, tetapi sangat potensial terhadnp peluang kandungan air di bawah dan permukaan tanah. Proses pemindahan air antar daerah di dalam dan permukaan tanah

sangat

dipengaruhi oleh curah hujan.

Secara ideal suatu luasan tertefitu terutama di daratan memerlukan curah hujan dengan frekuensi dan kuantitas tertentu. Penyimpangan dari batas nilai

frekuensi dan kuantitas curah hujan dapat menjadi faktor pembatas pada aktivitas budidaya, bahkan dapat menyebabkan malapetaka seperti banjir dan kekeringan.

Salah satu peluang untuk rnenyelesaikan persoalan banjir adalzh mengetahui jumlah limpasan permukaan yang disebabkan

nleh

hujan.

Model tangki atau storage type merupakan satah satu model hidrologi yang

telah banyak digunakan di banyak negara. Ciri

~ t a m a

model

ini adalah kesederhanaan stru kturnya sehingga memungkinkan untuk dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan seperti menduga besarnya limpaaan permukaan.

Tujuan penelitian ini adalah pambuatan model pendugaan debit sungai pada ' Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu berdasarkan data cuaca khususnya nilai temperatur minimum awan yang diperoleh dari citra sensor satelit cuaca d m

kelembaban relatif udara (Relative Humidity) dengan pendekatan menggunakan model tang ki.

Ada dua tahapan dalam pendugaan debit berdasarkan penelitian ini, yaitu

penyusunan model curah hujan dan penyusunar; model debit. Model curah hujan

disusun berdasarkan masukan data cuaca. Data cuaca diperoleh dari citra satelit cuaca dan stasiun klimatologi. Data yang digunakan datam penyusunan model curah

hujan adalah suhu minimum awan (T) dan kelembaban relatif udara (RH) sebagai

(141)

membandingkan antara curah hujan dcgaan dengan cutah hujan aktual. Hasil

kalibrasi model curah hujan harus menghasilkan nilai koefisien determinasi (R') lebih

dari O,6. Validasi model dilakukan dengan membandingkan nilai curah hujan dugaan

dengan curah hujan aktual berdasarkan masukan data T dan RH yang lain. Hasil

validasi model curah hujan harus menghasilkan nilai curah hujan dugaan mendekati

nilai curah hujan aktual dengan nilai R' lebih dari

0,6.

Pendugaan debit dilakukan dengan menerapkan model tangki. blasukan model tangki berupa curah hujan

harian dan evapotranspirasi aktual harian. Curah hujan harian diperoleh dari perhitungan menggunakan model curah hujan dengan masukan suhu minimum

awan (T) dan kelernbaban relatif udara (RH). Evapotranspirasi aktual harian diperoleh dari hasil perkalian antara evapotranspirasi potensial acuan harian dengan

koefisien tanaman pada masing-masing tata guna lahan. Evapotranspirasi potensiai

acuan dihitung menggunakan metoda Penman-Monteith. Keluaran model berupa

debit harian dugaan. Kalibrasi model debit berdasarkan masukan data tahun 1998

dilakukan dengan merubah parameter dalam model tangki hingga diperoleh nilai

debi dugaan mendekati nilai debit aktual. Hasil kalibrasi harus menunjukkan nilai R'

lebih dari 0 , 6 . Vaiidasi model dilakukan dengan menerapkan parameter model tangki

hasil kalibrasi model uniuk rnenghitung debit dengan masukan data curah hujan dan

evapotranspirasi aktual tahun 1999. Hasil validasi model harus menghasilkan nila~ debi dugaan mendekati nilai debit aktual dengan nilai R~ lebih dari 0,6. Jika semua kondisi di atas

tercapai,

maka model pendugaan debi berdasarkan data cuaca

dapat

diterapkan pada CAS Ciliwung Hulu.

Model curah hujan yang disusun berdasarkan masukan suhu minimum awan

(T) dan kelembaban relatif udara (RH) adalah :

CH

= -

18,377 - 0,518 T

+

0,255 RH

Model tersebut layak digunakan sebagai masukan model tangki, karena hasil kalibrasi dan validasi model menunjukkan nilai koefisien determinasi ( R ~ ) sebesar

0,72 dan 0,86.

Debit dugaan harian dalam satu tahun yang dihitung menggunakan model tangki mendekati nilai debit aktual hasil pengarnatan. Kalibrasi model menghasilkar, nilai koefisien determinasi (R*) sebesar 0,6. Sedangkan validasi model debl

(142)

SURATPERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang betjudul :

"MODEL PENDUGAAN DEBIT BERDASARKAN DATA CUACA Dl DAERAH ALlRAN SUNGAI ClLlWUNG (DAS) ClLlWUNG HULU"

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas

dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 2 Mei 2002

Penulis

(143)

MODEL

PENDUGAAN

DEBIT

BERDASARKAN DATA

CUACA

D1

DAERAH

ALIRAN

SUNGAI (DAS) ClLlWUNG

HULU

Oleh

:

DlDlK

KUSWADI

Tesis

Sebagai Salah Satu

Syarat Untuk

Memperoleh

Gelar

Magister

Sains

Pada

Program Studi

llmu

Keteknikan Pertanian

PROGRAM

PASCASARJANA

INSTITUT

PERTANIAN

BOGOR

(144)

Judul Penelitian : MODEL PENDUGAAN DEBIT BERDASARKAN DATA

CUACA Dl DAERAH ALlRAN SUNGAI (DAS) ClLtWUNG

HULU

Nama Mahasiswa : Didik Kuswadi

Nomor Pokok : 99301

Program Studi : llmu Keteknikan Pertanian

Menyetujui :

Komisi Pembimbing

-

Prof.Dr.lr. Sododo Hardwrn~d~o~o. MSc. Ir. M. Yanuar

.

Purwanto, MS.

Ketua A W Q ~

5

Ketua Program Studi Iimu Keteknikan Pertanian

Dr.lr. Kudann Born Seminar. MSc

1 7

MAY

2 3 2

(145)

Penulis lahir pada tanggal 16 Januari 1969 di Madiun Propinsi Jawa Timur dari

orang tua Bapak Paimin dan

Ibu

Suratml.

Tahun 1981 lulus dari Sekolah Oasar

Negeri

Ngepeh Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun, tahun 1984 luIus dari

Sekolah Menengah Pertama Negeri t Caruban Kabupaten Madiun, dan tahun 1987

lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Caruban. Pada tahun 1992 memperoleh

gelar sa jana pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang.

Penulis bekeja sebagai staf pengajar pada Program Studi Tata Air Pertanian,

Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Bandar Lampung sejak I Februari

1994.

Sejak bulan September 1999 penulia mengikuti pendidikan

S2

pada Program Studi Keteknikan Pertanian Program

Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor, dengan

Beasiswa Pendidikan Program Pascasarjana (BPPs) Ditjen Pendidikan Tinggi

Departemen Pendidikan Nasionat.

Penulis

Menikah tahun 1998 dengan lis Xlsyah M 8 ? ~ t i , SE dan telah
(146)

PRAKATA

Dengan mengucapkan Syukur Alhamdullilah dan berkst rahmat Allah S W penulis dapat mgnyelesaikan seluruh rangkaian penelitian ini dengan b i k .

Tesis ini menitik-beratkan pada pembuatan model debi yang didasarkan pada

masukan

data cuaca (suhu minimum awan dan keiembaban relatif udara)

untuk

menduga curah hujan sehingga diharapkan bemanfaat ddalam peringatan dini

terhadap banjir yang terjadi.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan rasa hormat yang paling tulus kepada:

I. Departemen Pendidikan Nasional

dar~

Direktur ?ascasa

jana

lnstitut Pertanian

Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk menerima Beasiswa

Pendidikan Program Pascasa jana (BPPs) Ditjen Pendidikan Tingqi.

2. Prof.Dr.lr. Soedodo Hardjoamidjojo, MSc. (Ketua Komisi) dan Ir. M. Yanuar J.

Puwanto, MS. (Anggota Komisi) yang telah banyak memberikan bimbingan dan

petunju k serta saran-saran yang sapgat besar manfaatnya, mulai dari persiapan

sampai penulisa laporan.

3. Ayahanda Paimin dan lbunda Suratmi, Bapak msttua Drs.

H.

M. Komarudin

Saleh, MSi. dan lbunda mertua

Hj.

Tiing, SPd., serta adik-adik: Wawang,

Superrnitah, Mariyono, Linda, Asep, Dedi, Nurdin yang senantiasa membantu

dan rnemberi dorongan dan doa.

4. lstri tercinta lis Aisyah Marwati, SE, dan ananda tersayang Moch. Febriansyah

Trisnadi atas segala pengertian, pengorbanan, ketabahan,

kesabaran,

dan doa yang tulus selama penulis tugas belajar di

IPB.

5. Rekan-rekan mahasiswa program studi lln~u Keteknikan Pertanian PPs IPB,

teman-teman

sepe

juangan , atas segala dukungan dan ka jasamanya.

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam perencanaan dan

pengelolaan sumberdaya alam di kawasan daerah aliran sungai. Akhirnya semoga

Allah SVVT senantiasa memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada klita semua.

Amin.

(147)

DAFTAR IS1

[image:147.561.68.472.76.708.2]

Teks

Halaman

...

DAFTAR TABEL ix

...

DAFTAR GAMBAR x

...

DAFTAR LAMPIRAN xii

t PENDAHULUAN

...

1

...

1 .1 . Latar Belakapg 1

...

1.2. Tujuan Perielitian 2

I! TINJAUAN PUSTAKA

...

4 2.1. Dasar Penginderaan Satelit Cuaca ... 4

2.2. Pembentukan Awan

...

5

...

2.2.1. AwanOrografik 6

2.2.2. Awan Konveksi

...

7

...

2.3.

Pendugaan

Curah

Hujan

7

2.4.

Hubungan

Curah Hujan dengan Limpasan (runoff)

...

9 2.5. Sistem dan Model

...

10

2.6. Perkernbangan Model Pendugaan Rul~off

...

12

Ill DESKRlPSl D.4ERAH PENELlTlAN

...

14

.

...

3.1

Letak

Geografis 14

3.2. Bentuk dan Hidrologi DAS

...

14 3.3. lklim

...

1 5 3.4. FisiografiLahan

...

17

3.5. Jenis Tanah

...

18

3.6.

Penggunaan Lahan

...

19

1V PELAKSANAAN PENELITIAN

...

21

4.1. Tempat dan Waktu Penelitjar!

...

21

4.2.

Bahan

dan Alat Penelitian

...

21 4.3. Prosedur Penelitian

...

21 4.3.1. PengumpulanData

...

21 4.3.2. Analisis Data

...

22

V HASlL DAN PEMBAHASAN

...

34

5.1. Analisis Model Curah Hujan

...

34
(148)

...

...

5.2. Evapotranspirasi Aktual ...:...#

...

5.3. Kara ktsristik Infiltrasi

5.4. Analisis Model Tangki

...

... ...

5.4.1.

Masukan

dan Keluaran Model

...

...

5.4.2. Kalibrasi dan Validasi Model

5.5. Analisis Aliran Permukaan

(Surface

RunofflSro). Aliran Bawah Permukaan (Sub Surface Runoff). d m Aliran Dasar (Baseflow)

...

5.6. Model Pendugaan debit

...

5.6.1

.

Penyusunan Model Curah Hujan

5.6.2. Penyusunan Model Debit

...

...

VI KESIMPULAN DAN SARAN

...

6.1

.

Kesimpulan

...

6.2. Saran
(149)

DAFTAR

TABEL

Nomor Judul label Halaman

1

.

Luas Masing-masing Sub DAS di DAS Ciliwung Hulu

...

14

2

.

Keadaan lklim DAS Ciliwung Hulu Berdasarkan Pengukuran pada

...

. . .

Stasiun Klimatologi Citeko

.

.

16

3

.

Curah Hujan Rata-rata Butanan pada DAS Ciliwung Hulu

...

17

4

.

Luas dan Kelas Lereng DAS Ciliwung Hulu

...

18

5

.

Penyebaran Jenis Tanah DAS Ciliwung Hulu

...

.

.

.. 18

6

.

Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu

...

...

...

20

7

.

Nilai Ko&isien Tanaman pada berbagai Tata Guna Lahan

...

27

8

.

Nilai Koefisien Lubang lnfiltrasi ( 2 , ) dan Lubang Perkolasi (z2) pada berbagai Tata Guna Lahan

...

40

9

.

Nilai Parameter Model Berdasarkan Data Tahun 1998

...

43
(150)
(151)

15. Grafrk Hasil Simulasi Validasi Data Tahun 1999 DAS Ciliwung Hulu

...

Berdasarkan

Masukan

Curah Hujan Duyaan 47

16. Ptoting Debit Dugaan Berdasarkan Masukan Curah Hujan Dugaan

dengan Debit b,Mual untuk Mengetahui Nilai

R

'

DAS Ciliwung Hulu Tahun 1999

...

47

17a. Grafik ABran Pemukaan, Aliran Bawah Permukaan, Aliran Dasar,

dan Totaf Lirnpasan pada Tata Gune Lahan

Sawah

di DAS Ciliwung Hulu

...

48

17b. Grafik Aliran Permukaan, Aliran Bawah Permukaan, Aliran Dasar, dan Total Limpasan pada Tata Guna Lahan Kutan di DAS Ciliwung

Hulu

...

49

17c. Grafik Alifan ~ermukaan, Aliran Bawah Permukaan, Aliran Dasar,

dan Total Limpasan pada Tata Guna Lahan Perkebunan di DAS Ciliwung

Hulu

...

49 17d. GraRk Aliran Permukaan, Aliran Bawah Permukaan, Aliran Dasar,

dan Total Limpasan pada Tata Gilna Iahan Pertanian Dataran

Tinggi di DAS Ciliwung Hulu

...

50

17e. Grafik Aliran Permukaan, Aliran Bawah Permukaan, Aliran

Dasar,

dan Total Limpasan pada Tata Guna Lahan Pemukimanl

...

(152)

Nornor Juduf Lampiran Halaman

1 Peta Tata Guna Lahan DAS Ciliwung Hulu

... ... . . . .. . ...

...

..,

, ,

. . . .

59

2. Sf ruktur Program Model Tangki

.. . .

. . .

. . .

. .

.

.

.

. . . .... .

.

. . . .

60

3. Tabel Nilai Tinggi Awan, Luas Awan. Suhu Minimum Awan, dan

Kelembaban

Udara

Ta hun 1 998

. . .

.

.

.

. . .

.

. . .

.

.

.

. . . .

.

. . .

.

61

4. Peta Jaringan Stasiun Hujan dengan Poligon Thiessen Daerah

Aliran Sungai Ciliwung Hulu ..

. ... . .

.

..,

,..

...

...

.. . . ... ...

62

5. Tabel Hasil Parhitungan Evapotranspirasi Potensial Acuan (1998) 63

6. Tabel Hasil Perhitungan Evapotranspirasi Potensial Acusn (1 999) 64

7. Hasit Perhitungan Laju lnfiltrasi di OAS Ciliwung

Hulu

...

...

...

...

... . 65

8. Hasil Perfiitungafl Curah Hujan

Rata-rata

DAS Ciliwung Hulu

Tahun 7998

... . .

.

. ...

...

.

..

. . . .

. .

.. . ... ... . .. . .. .. . ... ... . .. .

.

. . . . ...

...

... ...

..

66

9. Hasil Perhitungan Curah Hujan

Rata-rata

DAS Ciliwung Hulu

Tahun f 989

...

... ... ...

...

...

...

...

... ...

...

...

... ... ... ... ...

...

...

...

...

...

..

7 4

10. Hasil Perhitungan Curah Hujan

Dugaan

Tahun 1998 . . .

. .

.

. .

. . . .

.

.

. . . .

82 11. Hasil Perhitungan Curah Hujan Dugaan Tahun 1999

...

..

.

. . . .

.

.

..

. ...

90

12. Hasil Perhitungan Debit dengan Model Tangki pada DAS Ciliwung

Hulu Tahun 1998

...

.

. . .

.

...

... . .. . . ..

...

... ... .

.

. . . . .. . ... ... .

..

. .

.

. . . .

. .

.

98

13. Hasil Perhitungan Debit

dengan

Model

Tangki

pada

DAS Ciliwung [image:152.566.74.479.45.628.2]
(153)

I. PENDAHULUAN

1 -1. Latar Bela kang

Air merupakan

salah

satu sumberdaya alam yang termasuk drrlam kategori dapat dipulihkan (renewable).

Oalam

ekosistern, air mempunyai peranan yang khas yaitu merupakan

rat

yang dibutuhkan oleh setiap makluk hidup dan sebagai media

angkut. Air mernpunyai mobilitas yang tinggi dalam biosfer. Peredaran air di dalam

biosfer biasa dikenal' dengan daur hidralogi.

Air terdapat dalam tiga

lokasi

yaitu air di kedalaman

tanah,

air di permukaan

tanah dan air di atas permukaan tanah yaag berupa uap air dan awan. Proses

pemindahan air antar daerah di dalam tanah terutama di dekat permukaan tanah

sangat dipengaruhi oleh curah

hujan.

Secara umum, untu k daerah tertentu selalu

terjadi p,oses kesetirnbangan antara curah hujan dan himpunan materi air berupa

debi, evapotranspirasi, penarnbahan air di daiam tanah dan kebasahan tanah

(Sosrodarsono dan Takeda, 1 980). Curah

hujan

dan evapotranspirasi adala h dua

proses

yang terkait penuh di dalam proses cuaca yang dari waktu ke waktu hampir

selalu beriring dengan distribusi energi. Walaupun kandungan materi air di atmosfer

merupakan porsi yang terkecil, tetapi sangat potensial terhadap peluang kandungan

air di bawah dan perrnukaan tanah. Secara ideal suatu luasan dasrah tertentu

terutama di

daralan

memerlukar~ wrah hujan dengan frekuensi dan kuantitas tertentu. Penyimpangan dari batas nilai frekuensi dan kusntitas curah hujan dapat

menjadi faMor pembatas pada aktivitas budidaa, bahkan dapat menyebabkan

(154)

2

Splah satu peluang

untuk

menyelesaikan persoatan banjir adalah mengetahui

jumlah limpasan permukaan yang disebabkan oleh hujan.

Peringatan

dini terhadap banjir akan lebih

efektif

apabita dapat diketahui potensi awan yang akan menjadi

hujan, karena akfivitas awan penumbuh hujan (awan hujan) dapat menentukan

kondisi curah hujan atau debit debi air sungai pada daerah tertentu secara tidak

langsung. Peluang awan hujan drtentukan

oleh

kondisi cuac,a dan kondls~ daerah

sekiarnya yang potensial berperan serta membentuk awan hujan. Dari tinjauan

cuaca, peluang awan hujan ditentukan oleh: (1) nilai labilitas udara, (2) kandungan

uap air di udara, dan (3) interaksi antara udara daerah tersebut dengan udara

sekitarnya. Dengan pengamatan

awan

dan kemudian dihubungkan dengan limpasan

(debi) sungai yang mungkin terjadi merupakan cara yang paling baik untuk

melaksanakan peringatan dinilmitigasi terhadap banjir.

Pembentukan awan hujan dan badai guntur merupakan citra dari distribusi

energi pada permukaan bumi dan atmosfer dalam usaha menuju kesetimbangan

energi. Sebagian citra kesetimbangan tersebut dapat dideteksi oleh satelit cuaca

menggunakan berbagai sensor dengan gslom bang elektromagnetik tertentu untuk

memantau energi pancaran dari permukaan burni dan atmosfer ke antariksa. Sistem

penginderaan sensor tersebut dikenal sebagai penginderaan jauh (remote

sensing)

yang sudah menjzdi andalan yang praktis, efektif dan efisien karena cukup akurat

dengan coverage yang luas serta kontinyu dalarn ruang (Werbowetzki, 1981).

1.2. Tujuan Penelincian

Tujuan peneiitian ini adalah pembuatan model pendugaan debit sungai pada

(155)

3

temperatur minimum awan yang diperoleh dad

citra

sensor satelit cuaca dan

kelembaban

udara

relatif (Relative Humidity) dengan pendekatan menggunakan
(156)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Pengindsraan Satelit Cuaca

Pengu kuran besaran parameter cuaca oloh satelit cuaca dilaku kan dengan

mendeteksi energi gelombang elektromagnetik yang berasal dari obyek

penginderaannya yaitu atmosfer dan pemukaan burni. Penginderaan dilakukan oleh

sistem pengindera ,(sensor) tanpa melakukan sentuhan langsung

ke

obyek.

Umumnya satelit cuaca membawa beberapa sensor yang tanggap terhadap

beberapa parameter cuaca tertentu. Tiap jenis sensor memiliki kemampuan dan

perilaku pra-proses tertsntu terhadap obyek pendeteksiannya (Anderson,1974).

Usaha mengenali dan mengukur nilai parameter cuaca dengan penginderaan

jauh dapat dilakukan karena sifat parameter cuaca terlentu memiliki pancaran

gelombang elektromagnetik

pada

kisaran tertentu. Proses pemantauan pada sensor ditantukan oleh kisaran panjang gelombang dan karakteristik meteri yang berada di

atmosfer yang tercermin dalam bentuk suhu, tekanan udara, kandungan uap air,

awan dan gerakan udara serta endapan, aerosol dan polusi. Semua parameter ini

terlibat dalam proses ilsis tanggap energi, seperti penyerapan, emisi, hamburan,

refleksi dan refraksi (Werbgwetzki , 1 98 1 ).

Salah satu satelit cuaca yang dikalola oleh National Ocean and Atmospheric

Administration adalah NOAA. Orbit dari satelit NOAA adalah selaras dengan

matahari dan b ~ r a d 8 dekat kutub dengan ketinggian 1450 km, sehingga

memungkinkan urltck menghasitkan liputan yang lebih luas pada tiap citra (Schwalb,

(157)

5

Satelit NOAA membawa instrumen radiometer beresdlusi sangat tinggi dengan

dua saluran, merupakan instrumen penyiam

yang

merekam pada bagian saluran

merah (0,6 p m

-

0,7

pm)

dan infra merah termal (10,5 pm

-

1 2 3 pm). Citra infra

merah NOAA memperagakan kemampakan dingin pada rona putih dan kenam pakan

hangat dengan rona hitam. Penampakan w a n berwarna putih karena lebih dingin

dari pemukaan sehingga memudahkan untuk menginterpretasikan cuaca. Satelit

NOAA menyajikan liputan harian untuk spektrum tampak dan dua kali sehari untuk

inframerah temal (Warbowetzki,l981).

2.2. Pembentukan Awan

Proses pembentukan awan, dari udara yang mengalami pendinginan dan

penurunan tekanan dengan ketinggian dapat tejadi pada berbagai proses yang

berasal dari permukaa,i (Baker, 1 974).

Permukaan

menjadi sangat penting dan

berpengaruh terhadap jenis

maupun

proses pembentukan awan, dan berperan

terhadap kejadian hujan. Awan diklasifikasikan menurut metode pembentu kan dan

ketinggian dasar awan (Hoobs and Deepek, 1961 ).

Dasar pembentukan awan adalah peluang terkumpulnya titik-titik air akibat

proses pengembunan' uap air di lapisan udara tertentu. Untuk jenis awan yang

potensial menghasilkan hujan perlu ukuran titik-titik air memenuhi syarat tertentu

sehingga dapat jatu h sampai permu kaan bumi (Simpson and Dennis, 1 972). Proses

pembentukan titik air ukuran besar tertentu yang berpeluang hujzn merupakan

proses bedanjut antara kandungan uap air di udara lokal dan interaksi konstruktif

dengan udara dari sirkulasi umurn. Kondisi udara lokal ditentukan oleh tanggap

(158)

tekanan dari sel tekaitan tinggi menuju sel tekanan rendah secara horizontal.

tnteraksi udara lokal dan udara sirkulasi

umum

menentukan tingkat labilitas udara,

seperti: labil,

netral,

dart stabil. Pelnbentukan awan yang potensial menghasilkan

hujan ada pada profil vertikal udara labil yang cukup tebal dan dukungan kandungan

uap air yang cukup tinggi, sehingga terjadi proses gerakan udara ke atas dan

pengembunan sampai lapisan yang cukup tinggi, Tingkat kelabilan tingkat udara dan

ketembabannya menentukan peluang pcngsmbunan uap air atau kstebalan

awa11

yang akan terkntuk (Anderson, 1974).

Batasan mengenai suhu dasar awan

(levd

kondensasi) akan beheda antara

tempat yang satu dengan tempat yang lain. Hal ini dipangaruhi oleh korldisi topografi

dan kandungan uap air pada suatu tempat. Pada umumnya udara akan

terkondensasi pada suhu

O°C,

khususnya awan yang didominasi oleh air (Hoobs

dan Deepak, 1981).

Wilayah lndonesia dengan kandisi suhu dan kelembaban

yang

tinggi, maka

udara dapat terkondensasi dengan suhu yang lebih tinggi. Proses yang

mendominasi kejadian hujan di Indonesia dipengaruhi oleh pembentukan awan

secara konveksi dan

orograf~.

Hal ini berkaitan dengan posisi lintang

dan

bujur Indonesia yang berada di kawasan tropis, dan topografi yang

b r u p a

pegunungan.

2.2.1. Awan Orografik

Proses ini diawali dengan udsra

lernbab

yang

dipaksa naik oleh hambatan, seperti bukit atau pegunungan hingga level tertentu. Udara lembab tersebut akan

terkondensasi

setelah

melalui paras kondensasi. Pada bagian iereng hadap angin (winwerb), curah hujan akan banyak terjadi, sehingga daerah tersebut merupakan
(159)
(160)

Persamaan di atas dapat dijadikan dalam bentuk regresi untuk perioda dan

daerah

tertentu sebagai berikut:

keterangan :

g : ditentukan dari faktor lain

81 : koefisien

f I : peubah betus

Oari dua persamaan di atas ternyata faktor lain sebagai bagian yang ikut

berperan dalam hubungan tersebut pedu diperkirakan dari unsur-unsur yang cukup

handal

terlibat dalam parubahan nilai kecerahati a w n dan suhu. Birzarri (1986) menyatakan bahwa akumulasi curah hujan pada perioda dan luasan tertentu

dimmuskan sebagai berikut:

keterangan:

R : curah hujan

C :

luas

daerah yang tertutup awan

h : ketinggian dari awan yang menutupi daerah tersebut

i : perioda waktu

Suroso (1990)

telah

metakukan analisis antara curah hujan dengan data

terkait dari stasiun-stasiun pengamatan

hujan

di Jawa Barat yang k r u p hirnpunan

data: kanal cahaya tampak darr infra n~erah dari NOAA-10 dan NOAA-9, dan kondisi

lokal yang dianggap ikut berperan terhadap pemhntukan awan dar~ hujan berupa:

garis lintang, ketinggian dari muka laut, kedudukan niatahari dan faktor musirnan.

Salah satu hasil analisis berupa model curah hujan harian di lokasi panelitian yang

menunjukkan hubungan positif antara

curah

hujan dengan seluruh peubah penduga dengan nilai koefisien determinasi

( R ~ )

lebih dari 80%. Sedangkan menurut Widodo

(1998) nilai koefisien korelasi hubungan curah hujan dengan suhu puncak awan di

(161)

sebesar

7.1

3%

yang berarti pengaruh variabef suhu puncak w a n sebagai variabel

tak tergantung

terhadap penrbahan

nilai

variabl

curah

hujannya sebagai variabel

tergantung sebesar 71,5%, sedangkan sisanya (28,5%) dipengaruhi oleh variabel

lain.

2.4. Hubungan Curah Hujan dsngan Llrnpasan (runoff)

Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses

hidrologi, karena

jurnlah

kedalaman hujan (minfall depth) ini yang dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran

antara (intefiow, sub

surface

flow) maupun sebagai

aliran

air tanah (groundwater

flow) (Sri Harto, 1993). Chow (1 964) dalam O'Donnel (1 973) menggambarkan

[image:161.588.69.492.201.695.2]

proses pengatiran

air

pada suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) seperti pada

Gambar 1.

-

(

Evapotnnspirasi Curah Hujan

Total

Runoff Perkolasi [image:161.588.74.481.384.639.2]

Simpanan

Air Tanah

Gambar I .

Sistem

Aliran Sungai (O'DonneI, 1973)

Sebagian air hujan yang jatuh akan ditangkap oleh tajuk tanaman berupa intersepsi.

(162)

sebagian lainnya meresap ke dalan~

tsnah

melalui proses infilirasi. Dari proses infiltrasi, sebagian akan menjadi aliran bawah permukaan dan sebagian lagi a kan

masuk terus ke lapisan tanah yang lebih dalam melalui proses perkolasi. Dari aliran

bawah bemukaan, sebagian akan mengalir langsung (prompt subsurface flow) dan

sebagian layi akan mengalir

tertunda

(delayed subsurface flow).

Aliran permukaan bersama-sama dengan aliran bawah perrnukaan yang

mengalir langsung

serta

hujan yang jatuh langsung di atas permukaan sungai

(channel precipitation) membentuk limpasan langsung (diect

runoff).

Sementara itu

air yang masuk melalui proses perkolasi akan menjadi aliran air bumi (groundwater

flow). Aliran air bumi bersama-sama dengan aliran bawah permukaan tertunda yang

tidak masuk ke saluran bergabuny menjadi ahan dasar (base flow). Akhirnya aliran

dasar dan limpasan langsung bersatu menuju sungai.

2.5. Sistem dan

Model

Sistem adalah

susunan

kornponen-komponen fisik yang berhubungan

sedemikian rupa sehingga membentuk dan bertindak sebagai suatu kesatuan

secara

keseluruhan (Distefano, Stebberud, dan Williamt,, 1985). Sedangkan

menurut Menetsch dan Park (1976), model

adalah

suatu perangkat elemen-elemen yang saling berhubi~ny~n yang diorganisir untuk mencapai satu tujuan atau

beberapa tujuan.

Menetsch dan Park (1976) menyatakan bahwa unsur-unsur penyusun sistern

terdiri dari tiga kelcrmpok

utama,

yaitu: rnasukan, proses, dan keluaran. Setiap
(163)

satu

sama

lain. Dengan dernikian maka sistem dapat marupakan suatu rangkaian

proses sebab akibat yang rumit.

Model adalah

suatu

gambaran abstrak dari sistem dunia nyata (real world

system) yang mempunyai kelakuan

seperti

sistem dunia nyata dalam ha!-hal

tertentu. Suatu model yang baik akan menggambarkan dengan baik

s e m u a

aspek

yang penting dari kelakuan dunia nyata dalam masalah-masalah tertentu (Menetsch

dan Park, 1976).

Keuntungan dari model adalah lebih sederhana jika dibandingkan dengan

keadaan sebenarnya dan model masih dapat digunakan untuk menduga dan

menerang kan fenomena-fenomena dengan akurat. Jika terdapat ketidak-sesuaian

antara model dergan sistem yang sebenamya.

maka

model masih mungkin untuk

disesuaikan (De 'flit, 1982).

Model ban yak menggunakan variabel dan parameter baik sebagai suatu

masukan maupun sebagai suatu keluaran. Menurut Clarke (1973) di dalam Sri

Harto (1 993) parameter adalah besaran yang menandai suatu sistem hidrologi yang

memifiki nilai tetap tidak tergantung waktu, sedangkan variabel adalah besaran yang

menandai suatu

sistem

yang dapat diukur dan memiliki nilai berbeda pada wa!:tu berbeda.

Salall satu parameter hasil yang didapat atau model keluaran dapat

diklasifikasikan atas stokastik atau dcterministik.

Stokastik

model apabila variabel di dalam model matematik sebagai variabel acak yang memiliki peluans penyebaran,

sedangkan jika seluruli variabel bebas atau lepas dari variasi

acak

disebut

model

deterrninistik. Black box system atau white box system terrnasuk ke kriteria

klasifikasi pendekatan dan model pemecahan yang dibedakan atas hu bungan

(164)

12

mengubah input

ke

dalam output sedangkan pendekatan white box system diindikasi hubungan vertikal yang dikaitkan der~gan hukum flsika dan dibuat dengan sintesis ke

dalam operasi sistem (Haan et

al,

1982).

2.6. Perkembangan Model Pendugaan Runoff

Dalam penyusunan suatu model hidrologi, titik analisis dipusatkan pada proses

pengalihragaman (transformasi) hujan

rnenjadi

debit (total limpasan) melalui sistzrn

DAS. Banyak model yang telah dikembangkan untuk menentukan besarnya total

limpasan menggunakan data hujan (rainfall

-

run off

model)

seperti SSARR lrllodel

(1 9581, Stanford Model Series (1 959-1966), Dawdy and O'Donnet

Model

( t965),

Kozak Model (1968), Mero Model (1969), USDHI, Model (1970) dan berbagai model

yang lain yang sebagian besar umumnya sulii diterapkan karena banyaknya input

(masukan) parameter yang diperlukan.

Sebuah tangki

dengan

saluran pengeluaran disisi mewakili limpasan,

saluran

pengeluaran bawah mewakili infiltrasi, dan koniponen simpanan dapat mewakili

proses limpasan didalam suatu atau sebagian daerah eiiran sungai. Beberapa tangki

serupa yang pararel dapat mewakili suatu daerah aliran sungai yang besar

(Linsey et.al, 1 982).

Struktur model tangki cowk dianalogikan sebagai bentuk slruktur air bawah

permukaan

yang

dapat menunjukkan beberapa komponen dari debit sungaiflotal

limpasan (Sugawara, 1961). Banyak penelitian teiah dilakukan dengan

menggunakan model tangki. Selain oleh Sugawara sendiri sebagai penemunya yang

menganalisa

limpasan pada beberapa

sungai

di Jepang (1 961) dan berhasil dengan baik,

model

tangki juga digunakan luas pada berbagai DAS, seperti DAS Ciliwung,
(165)

Yoshida et.al. (1998) rnelakukan

analisis

drainase dengan model penelusuran

banjir di DAS Ciliwung.

Cheam

Sar (2000) mdakukan analisis hu bungan rainfall-

runof dengan menggunakan model tangki di DAS Ciliwung Hulu. Penelitian Cheam

Sar (2000) menghasilkan kesimpulan bahwa dobit yang dihitung dengan model

iangki mendekati debit aktual dengan nilai koefisien determinasi ( R ~ ) sebesar 0.67.

Sutoyo (I 999) menggunakan model tangki untuk menduga debit sungai

bsrdasarkan hujan pada DAS Cidanau.

qarmailis

(2001 ) rnelakukan analisis

pengaruh

pengelolaan

lahan berdasarltan ketersediaan air dengan menggunakar;

model tangki. Hasil dari penelitian Harmailis (2001) menyatakan bahwa

memperbanyak tata guna lahan hutan merupakan tindakan yang efektif untuk

meningkatkan ketersediaan air. Heryansyah (2001) rnenerapkan model tangki pada

(166)

111. DESKRlPSl DAEUAH PENELITIAN

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu terletak pada posisi 6D02'-6"55'

Lintang Selatan, dan pada posisi 106°3S'-10700' Sujur

Timur

seFta berada pada

ketinggian 333-3.002 m di atas pemukaan laut. Secara administratif, DAS Ciliwun~:

Hulu terletak dt Wilayah 50g0r

yaitu

Kewrnatan Cisarua, Ciawi, Cipayung, Megamendung,

.dan

Kedung Halang. DAS Ciliwung

Hulu

dikelilingi olch Sub DAS Cisadane di

sebelah

Selatan dan Barat, Sub EAS Cibeet di sebelah

Utara,

DAS

Citarum di

sebelah

Timur, dan berhulu di sebelah selatan yaitu berada di gunung

Gede-Pangrango (desa Telaga).

3.2. Bentuk

dan

Hidrologi DAS

DAS Ciliwung

Hulu

dibagi menjadi tujuh Sub DAS yaitu (I) Sub DAS Tugu, ( 2 )

Sub DAS

Cisarua,

(3) Sub DAS Cibogo, (4) Sub DAS Cisukabirus, ( 5 ) Sub DAS

Ciesek, (6) Sub DAS Ciseuseupan, dan (7) Sub DAS Katulampa. Luas DAS

Ciliwung Hulu

secara

keseluruhan adalah 14.964 ha dan luas masing masing Sub

DAS dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel I. Luas Masing-masing Sub DAS di DAS Ciliwung Hulu

? No 1 2 3 4 5 6 7 Sub DAS

Sub OAS Tugu

Sub DAS ~ i s a r u a

Sub DAS Cibogo

Sun DAS Cisukabirus

Sub DAS Ciesek

Sub DAS Ciseuseupan Sub DAS Katulampa

Luas

. Jumlah

Ha %

Sumber : Hasil Perhitungan dari Peta

Rupabumi

1999, skala 1:25.000

(Irianto,

2000) 1 14.964 10117 1.843 100 2.429 5.028 1623 33,60

1

12.32 [image:166.576.66.494.0.761.2]
(167)

Sungsi Ciliwung berawal dari desa Tugu melalui wilayah Bogor, Depok,

Jakarta dan berrnuara di Jeluk Jakarta. Panjang sungai Ciliwung dari hulu sampai di

SPAS Katulampa adalah f6,5 krn dengan kerniringafl rata-rata 13,5%. Ketinggian

sungai

Ciliwung di hulu 2908 dpl dan di Katutampa sebesar 350 dpl.

Bentuk DAS Ciliwung Hulu secara keselunrhan menyerupai kipas dengan

anak-anak sungai n~engalir ke

sungai

utarna dari bagian kiri dan kanan. Bentuk topografi DAS Ciliwung Hulu umumnya kasar-sangat kasar, bentuk lereng terjal-

sangat terjal, dengan aliran air turbulen dan mengalir sepanjang tahun. Anak-anak

sungai pada DAS Ciliwung Hulu mengalir terkonsentrasi ke satu titik di sekitar

Katulampa dengan bentuk outlet menyerupai leher botol terdiri atas:

a. Sub DAS Tugu: dengan anak sungai Cilember, Cimandala, Cimegamendung,

Cikoneng, Cicambana, Citameang, Cisampay;

b. Sub DAS Cisarua: dengan anak sungai Citeko, Cisarua, Cijulung;

c.

Sub

DAS Cibogo;

d.

Sub

DAS Cisukabirus;

e. Sub DAS

Ciesek:

dengan anak sungai Cinangka, Cirangrang, Ciyuntur, Ciesek,

Cipaseban ;

f.

Sub

DAS Cissuseupan: dengan anak sungai Cigadog, Cijambe, Ciseuseupan;

g.

Sub

DAS Katulampa.

Kondisi iklim DAS Ciliwung diperoleh berdasarkan pengamatan data

klimatologi di Stasiun Meteorologi Citeko.

Hasil

perhitungan data klimatologi tersebut
(168)

Tabel 2. Keadaan lklirn DAS Ciliwung Hulu Berdasarkan 'Pengukuran pada Stasiun Klimatologi Citeko

Sum ber : Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor

Pada Tabel 2 terlihat bahwa suhu udara rnaupun kelembaban nisbi udara tidak

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 .I2

mengalami fluktuasi yang besar sepanjang tahun. Suhu rata-rata bulanan tertinggi '"Ian Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Rata-rata

terjadi pada bulan April yaitu 22,6OC, sedangkan suhu rata-rata bulanan terendah

terjadi pada bulan Febcuari dan Desember yaitu sebesar 21 ,l°C. Suhu maksimum

€To mm 3 3 3,4 3,6 3,5 3,6 3,3 3 3 4-3 4 2 3 8 3 2 4,1

bulanan sebesar 26,g°C terjadi pada bulan Septam ber dan suhu minimum bulanan KA Knot 3,7 4 2 4 2 4,1 3 2

sebesar 17,5OC tejadi pada bulan Agustus. Kelembaban nisbi udara rata-rata

bulanan tertinggi terjadi pada bulan Nopember sebesar 86,3%, sedangkan

kelernbaban nisbi udara rata-rata bulanan terendah tejadi pada bulan September

sebsir

77 7% Kxecs!ar a-zi7 r9t3-r4!3 bulana~ tertinggi terisdi pad3 +J.:',:I.- .

.

'

Suhu

seksar

4 3 krlcl sedar,;<a* cV-;a?an

angrn

!erendah tePadl ~ a d a ;,3 - Nopem ber sebesar 3,1 knot.

RH q(

84,7

83,O

8 4 0

860 82,O

Lama penyinaran matahari rata-rata bulanan berkisar antara 28,O-74,7%.

Lama penyinaran matahari maksimum terjadi pada bulan Agusti!s (74,7%),

LPM Oh 32,7 28,3 36,O 47,3 59,O Rerata "C 22,4 21,l 22,l 22,6 22,l Maks "C 24,5 23,8 25,8 26,O 26,2 81,3 82,7 76,7 77,7 84,3

[image:168.580.79.484.102.311.2]
(169)

sedangkan

lama per~yinaran matahari minimal terjadi pada bulan Nopember

(28,0%). Dengan dsmikian bulan Agustus merupakan bulan yang paling terik dan

bulan Nopember merupakan bulan yang relatif teduh. Hal ini juga didukung oleh

kenyataan bahwa curah hujan yang Ierjadi pada butan Agustus merupakan curah

hujan terendah yaitu 9E,7 mm. Data curah hujan Manan pada tiga stasiun pengukur

[image:169.562.74.472.244.469.2]

curah hujan di DAS Ciliwung

Hulu

disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Curah Hujan Rata-rata Bulanan pada DAS Ciliwung Hulu

Sumber : Stasiun Klimatotogi Darrnaga, Bogor

No I 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

3.4. Fisiografi Lahan

Fisiografi DAS Ciliwung

Hulu

bervariasi rnulai dari datar (0-8%)

sampai

curam

(>45%). DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh lereng yang agak terjal sampai terjal

sebesar 54,68%, dan pada bagian selatan didominasi oleh kelerengan >40%.

Wilayah ini diDentu k oleh beberapa pegcnungan antara lain

G.

Gede-Pangrango,

G.

Mandalawangi, G. Kencong. Distribusi kelas kemiringan lahan pada DAS Ciliwung

Hulu selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Tahun

CH OAS

1

Nama Stasiun Ciawi

--- (milimeter) -

-

Citeko Gunung Mas

380-3 398,5

336

1

415,5

287 3959

177,7 329

655

5093

499 331,7

2 ~ 7

125 116,3 78 t11,3 252,7 4753 259 3

217 131 1 30,3

129,7 490,3 490,3 - . - - 478 420,3 394 279 5 242,l

168,7

1 4 5 1 98,7 103,2 330,3 431,2 202,Z 1 64 188 87,7 68,5

1 248 268,7

3541 3445

392.5

3480,7

(170)

Tabel 4. Luas dan Ketas Lereng DAS Ciliwung Hulu.

3.5. Jenis Tanah

- -

> 45 - . - . - - -

Berdasarkan peta lembar Bogor (4986) dan lembar Jakarta dan Kepulauan

Setibu (19921, geologi pada DAS Ciliwung Hulu didorninasi oleh

endapan

vulkanik

.

Jumlah 14.964,OO 1

oo,oo--.

.

1

Sumber : Hasil Perhitungan dari

Peta

Rupabumi 1999,

skala

1

:25.000

(trianto, 2000) - 2.494;00

dsri Gunung Gede-Pangrango. Sebaran

jenis

tanah secara lengkap dapat dilihat

\

pada

Tabel 5.

1 6 P -. - .-

Jenis tanah yang ada di wiiayah DAS Ciliwung Hulu merupakan hasil

perombakan dari bahan induk tufa vulkanik. Jenis tanah pada DAS Ciliwung Hulu

didominasi oleh jenis tanah Asosiasi Typic Hapludonds-Typic Troposammens dan

Asosiasi Andic Humitropepts-Typic Dystropepts yaitu sebesar 43,64'/0 dari seluruh

luas

DAS.

Tabel 5 . Penyebaran Jenis Tanah DAS Ciliwung Hulu.

Jenis Tanah

Kompleks Typic Troporthens-Typic Fluvaquents Typic Hapludents Typic Dystropepts Typic Humitropepts Typic Eutropepts Typic Hapludonds Typic Troposammens

Asosiasi Typic Hapludonds-Typic Troposammens Asosiasi Andic Humttropepts-Typic Dystropepts Jumlah

Sumber : 1. Peta Tanah

Semi

Detail DAS Ciliwung Hulu, Puslitanak (1 992)

2. ?eta Tanah Semi Detail Bogor-Depok, LPT (1 979)

tuasan Ha

282,OO

1.641 ,OG

1.879,OO 245,OO 2.206,OO 2.154,OO 27,OO 3.680,QO 2.850,OO 14.964,OO % 1,88 10,97 12,56 1.64 14,74 14,39 24,59

[image:170.566.55.494.29.750.2]
(171)

3.8. Penggunaan Lahan

Secara umum pola penggunaan lahan di daerah ini dipengaruhi oleh jenis

tanah, kemiringan lahan, status kepemilikan tanah, dan faktor lingkungan lainnya.

Berdasarkan Peta Tataguna Lahan hasil perhitungan dari Citra Digital dan Landsat,

secara umum penggunaan lahan pada DAS Ciliwung

Hulu

dikelornpokkan menjadi

lima ( 5 ) jenis, yaitu (1) Sawah, (2) hutan, (3) Perkebunan, (4) Pertanian Dataran

Tinggi, dan (5) PernukimanlPekarangan.

Pola ~ e n ~ ~ i r n a a n lahan pada DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh pertanian

dan pekebunan yaitu seluas 60,599'0, sedangkan luas kawasan hutan sebesar

35,48% dari seluruh luas DAS. Tataguna lahan DAS Ciliwung Hulu selengkapnya

(172)

Tabel 6. Penggunaan k h a n DAS Ciliwung Hulu

Sumkc: :

Hasii

'erhitungan dari Citra Digital dan

Landsat

1999 dalam trianto (2000) Penggunaan Laqan

Hutan

Perkbunan

PemukimanlPe-.arangan

Sawah

Pertanian dai - - g g ~

Jumlah

Luas (Ha)

Tugu

Jumlah

1745,OO

1405,75

1 46,50 697,25

1033,OO

5027,N

Ha

Cisarua %

1248,25 351,s 69,50 281,OO 503,OO 2453,45 Cibogo 280,50 596,50 birus 1026,50 166,80 Ciesek 1084,75 467,50 23,OO 287,oO 334,OO

I 521,OO

86,OO 121,75 669,25 2429,251 Ciseuseupan 19,25 316,75 313,75 1843,05 Kafularnpa 247,30 52,oO 612,75 210,OO 5385,oO 323505 36,03

2 t ,59

[image:172.759.57.699.108.291.2]
(173)

IV. PELAKSANAAN

PENELITIAN

4.1. Tempat

dan

Waktu Penelitian

Penetitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu

yang mencakup wilayah Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan

mulai bulan April hingga bulan Agustus 2001, dan dilanjutkan dengan pengolahan

data dan pembuatan laporan.

4.2.

Bahan

dan Alat

Bahan yang digunakan: Data suhu awan dari satelit, Data iklirn dari berbagai

stasiun Wimatologi, Data Debit sungail Feta Topografr, Peta Jenis Tanah, Peta

Administrasi Wilayah, Peta Tata Guna Lahan. Sedangkan alat yang digunakan

meliputi: Seperangkst Personal Computer (PC) dengan sejumlah software

pendukung, scaner, double ring infiltmmeter, mistar, ember, stopwatch,

serta

peralatan tuilis menulis.

4.3.

Prosedur

Penelitian

4.3.1. Pengumpulan

Data

Pengumpulan data meliputi: (1) Data cuaca mencakup suhu awan dari satetit

cuaca (NOAA), data

curah

hujan dari masing-masing stasiun penakar hujan yang

berada pada areal DAS Ciliwung Hulu, temperatur, kelembaban relatif,

lama

(174)

guna lahan, dan data debit sungai. Data

suhu

awan, data

curah

hujan, data iklim,

dan data debit sungai rnerupakan data harian.

4.3.2. Analisis

Data

(1) Anafisis S~rhu Awan

Penentuan suhu awan didasarkan pada hasil penelhian yang dilakukan oleh

Slamet Widodo Sugiarto (2001), yaitu menggunakan

Somare

ER Mapper 5.5

dengan data masukan dad liputan

satelit

NOAA-14. Data yang diperoleh berupa

data harian b e h n t u k citra Putau Jawa.

Tahap kegiatan pengolahan data citra

adalah

rangkaian pengolahan denga.1

fasilitas pada Sohare ER Mapper 5.5. Beberapa fasilitas tersebut meliputi importing

data dari satu format menjadi format lain, koreksi geometri, dan perhitungan niiai

radiance value pada band 3 dengan persamaan sebagvi berikut:

RV3

=

[band 3 x

Slope]

+intercept

.

. . . .

. . .

.

. . . .

. (4)

Band 3 adalah nilai gradasi warna dari

obyek

yang terekam oleh NOAA-14.

Nilai slope dan intercept pada band 3 masing-masing adalah

-0.001 526

dan

1.517761.

jnformasi radiance v a l u ~ dari perhitungan di atas akan digunakan untuk

menduga nilai su hu dari masing-masing obyek yang terdeteksr. Konversi dilakukan

dari nilai RV3 (radiance value pada

band

3) yang telah dihitung di atas menjadi
(175)

keterangan:

T(E)

=

suhu

("C)

C,

=1,1910659xt0~5(m~/m2sr'.cm')

C2

=

1,438833 m. K

E

=

nilai radiance pada band 3 (RV 3)

V

=

Centralwave band 3 : 2638,6521cm-'

a

=

natural number: 2,7188282

Persamaan di atas merupakan fungsi dari radiance value pada band 3, dan

dikoreksi oleh nilai konstanta (faklor koreksi) instrurnentasi pada band 3 yang

terdapat di satelit NOAA. Hasil perhitungan suhu awan yang telah dilakukan oleh

Sugiarto (200 t ) dapat diti hat pada Lampiran 3.

(2)

Pnalisis

Curah Hujan

Untuk membuat model matematis estimasi curah hujan di wilayah ini

digunakan data rata-rata curah hujan harian, data rata-rata suhu minimum awan

(%), dan data ketembaban retatif udara (RH).

Data curah hujan dikumpulkan dari 3 stasiui! penangkar hujan yang ada di

DAS Ciliwung Hulu yaitu Sta. Ciawi, Sta. Citeko, dan Sta. Gunung Mas. Curah hujan

wilayah dihitung

dengan

menggunakan metoc'a "Poligon Thiessen". Peta jaringan stasiun hujan dengan poligon Thisssen pada DAS Ciliwung Hulu disajikan pada
(176)

keterangan:

P

=

curah hujan wilayah (mm)

Pi

=

curah hujan pada stasiun ke-i (mm)

WI

=

faktor pembobot stasiun

ke-i

;

=

( ~ i l x )

Ai

=

luas poligon ke-i CAI

=

jumlah 11 las poligon i = 1 , 2 , 3 ,..., n

n

=

jumlah

stasiun

penakar hujan

Penyusunan model hubungan

antara

curah hujan dengan suhu minimum

awan

dan kelembaban retatif

udara

derrgan bantuan

sohare

Eureka. Model

matematis yang diperoleh dilakukan pengujian untuk mengetahui hubungan yang

signifikan antara variabel bebas dengan variabl tak bebas. Model dianggap valid

apabila hubungan antara curah hujan model dengan curah hujan aktual mendekati

surnbu y=x, dengan koefisien determinasi

(R')

2 0,6 yang berarti bahwa hasil

keluaran model telah menggambarkan kebenaran 1 60% terhadsp data curah hujan

aktual. Nilai koefisien RZ diperoleh dengan persamaan (Fleming, 1975) :

keterangan:

Y,

: curah hujan data ke-i yi : curah hujan model ke-l

-

Y : rata-rata curah hujan data

Validasi model menggunakan masukkan suhu minimum awan dan

kelembaban relati aktual. Suhu minimum awan dihitung menggunakan persamaan

curah hujan (CH) yang uihasilkan oleh Widodo (1998) dengan R ~ = 0,72, yaitu :

keterangan:

CH : curah hujan (mmlhari)

(177)

(3)

Anallsis Evapotranspirasi

Penentuan besarnya evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan

metoda Penman-Monteith dengan menggunakan aplikasi program komputer

CROPWAT. Data masukan adalah data herian yang meliputi: suhu maksimum dan

minimum, kelembaban udara rata-rata, kecepatan angin, lama penyinaran matahari.

Persamaan empiris Penman f ermodifikasi disajikan sebagai berikut:

ETo

=

c [ W.Rn + (1 -W) f(u) (ea

-

ed) ]

...

(9)

keterangan:

€To : nilai evapotranspirasi potensial acuan (mmlhari)

W : faktor pemberat yang berhubungan dengan temperatur

Rn : radiasi netto dalam ekivalen evaporasi (mmlhari)

F(u) : fungsi hubungan angin

(ea-ed) : psr

Gambar

TABEL ............................................................................................
Tabel Nilai Tinggi Awan, Luas Awan. Suhu Minimum Awan, dan . . . . . . . . . . . . .
Gambar 1. - ( Evapotnnspirasi Curah Hujan
Tabel I. Luas Masing-masing Sub DAS di DAS Ciliwung Hulu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi peluang curah hujan maksimum harian, 2-harian dan 3-harian serta debit harian maksimum dan minimum pada periode ulang 5,

Hasil pendugaan debit paling optimal sebelum dan sesudah dilakukan kalibrasi dan validasi model ialah pada input model kombinasi stasiun curah hujan efektif dengan

disajikan pada Gambar 8. Gambar 8 Grafik hubungan curah hujan dan debit aliran sungai.. Hal ini dapat disebabkan lamanya hujan, intensitas hujan dan akumulasi dari curah hujan

Variabel yang digunakan dalam perhitungan transformasi hujan-debit Tank Model dan GR2M adalah evapotranspirasi bulanan dan curah hujan bulanan wilayah yang disajikan dalam

Machairiyah (2007), Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak Dengan. Metode Rasional Pada DAS Percut Kabupaten

Peningkatan penggunaan lahan pemukiman sebesar 58,34 % (Tabel 5) mengakibatkan koefisien aliran permukaan langsung semakin besar dari (dari 0,59 menjadi 0,73) karena curah hujan

Untuk menetukan debit banjir rencana ( design flood) perlu didapatkan harga suatu intesitas curah hujan terutama bila digunakan metoda rational.Intesitas curah

Selain dipengaruhi oleh pola dan ragam curah hujan, fluktuasi debit aliran sungai Citarum juga disebabkan oleh terjadinya alih fungsi lahan yang sangat intensif,